UNIVERSITAS INDONESIA MERUMUSKAN LEARNING ORGANIZATION MELALUI ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN BUDAYA ORGANISASI DI RS.MASMITRA PROPOSAL TESIS MIRA PUSPITASARI NIM 1306352420 PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK DAFTAR ISI DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... DAFTAR TABEL……………………………………………………………..... DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………... DAFTAR GRAFIK…………………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… 1 2 3 4 i iii iv v vi PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….. 1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 1.3 Pertanyaan Penelitian ……………………………………………….... 1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………….….. 1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………...……….. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian……………………….………………….... 1 9 10 10 11 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)..................................................... 2.2 Konsep Budaya ………………………………………………………. 2.3.Budaya Keselamatan …………………………………………….…. 2.4 Budaya Keselamatan Pasien ……………………………………..… 2.5 Budaya Organisasi …………………………………………………... 2.6 Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dari Budaya Organisasi………. 12 16 18 20 29 35 2.7 Konsep Learning Organizatin (Organisasi Pembelajar)……………... 36 2.8 Kesimpulan Tinjauan Pustaka…………………………………..……. 36 GAMBARAN UMUM RS.MASMITRA 3.1 Sejarah RS.Masmitra............................................................................. 3.2 Visi, Misi, Motto dan Nilai Yang Dimiliki RS.Masmitra..................... 3.3 Profil Rumah Sakit 3.4 Jenis Pelayanan 3.5 Struktur Organisasi RS.Masmitra 3.6 Gambaran Ketenagaan RS.Masmitra 3.7 Indikator Pelayanan RS.Masmitra 40 40 41 42 45 45 47 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL 4.1 Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien....................................... 4.2 Kerangka Teori Budaya Organisasi ..................................................... 4.3 Kerangka teori Learning Organization (Organisasi Pembelajar) ........ 4.4 Kerangka Konsep Penelitian………………………………………….. 4.5 Definisi Operasional Dimensi Budaya Keselamatan Pasien…………. 4.6 Definisi Operasional Komponen Budaya Organisasi………………… 49 50 51 52 53 55 i Universitas Indonesia 5 METODE PENELITIAN 5.1 Desain Penelitian ................................................................................. 5.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 5.3 Penelitian Kuantitatif…………………………………………………. 5.4 Penelitian Kualitatif………………………………..…………...…….. 5.5 Etika Penelitian .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… LAMPIRAN……………………………………………………………………. ii Universitas Indonesia 56 56 56 61 64 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel 2.1 2.2 3.1 5.1 5.2 5.3 Data Insiden Keselamatan Pasien Yang Tercatat di RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013……………….……… Tipe Budaya Organisasi……………………………..………….. Profil Budaya Organisasi……………..………………………… Gambaran Ketenagaan RS.Masmitra…...………………………. Jumlah Sampel Tenaga Klinis………...………………………... Daftar Informan Penelitian Kualitatif…...……………………… Daftar Pertanyaan Penelitian kualitatif…………………….…… iii Universitas Indonesia 8 32 34 45 57 61 62 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar Gambar Gambar Gambar 4.1 4.2 4.3 4.4 Tingkatan Budaya Schein………………………..…………... Komponen dan Tingkatan Intervensi Organisasi…………………………………………………………. Karakteristik Tipe Budaya Organisasi ……………………… Konsep Budaya Keselamatan (Safety Culture) dalam Budaya Organisasi…………………………………………….……… Subsystem Learning Organization….…………………………… Struktur Organisasi RS.Masmitra…………………..……….. BOR (Bed Occupancy Rate) RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013………………………………………………………... ALOS (Average Length of Stay) RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013……………………………………………….. TOI (Turn Over Interval) RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013….………………………………………………………… Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien..……………… Kerangka Teori Budaya Organisasi……………...………….. Kerangka Teori Learning Organization…………….……….. Kerangka Konsep Penelitian.................................................... 18 30 33 35 38 45 47 47 48 49 50 51 52 iv Universitas Indonesia DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Insiden Keselamatan Pasien yang Tercatat di RS.Masmitra 58 tahun 2011, 2012 dan 2013………………………....................... v Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran 1 2 3 4 Lembar Informed Consent…....……………………………. Persetujuan Sebagai Responden…………………………….. Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit….…… Kuesioner Budaya Organisasi…….…………………………. vi Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak ada satupun mencelakakan dokter atau pasiennya. Oleh petugas karena kesehatan itu, yang Keselamatan ingin Pasien (KP/Patient Safety) menjadi isu penting dan terus menerus disosialisasikan dalam lingkungan pelayanan kesehatan. Isu global ini didukung oleh makin maraknya tuntutan terhadap pelayanan rumah sakit yang berbasis keamanan/keselamatan pasien yang tinggi, yang pada akhirnya mempertaruhkan citra rumah sakit sendiri. Pada tahun 2000, Institute of Medicine (IOM) mempublikasikan laporan yang sangat mengejutkan dunia kesehatan : ”TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System”. Laporan tersebut menjelaskan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event) sebesar 2,9% dimana 6,6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New York, KTD adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 per tahun (Depkes RI, 2006). Angka ini lebih besar dibandingkan angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas per tahun di Amerika dan tiga kali lebih besar dibandingkan angka kematian akibat hancurnya menara WTC (Weingart et al, 2000). Publikasi WHO pada tahun 2004 juga menyatakan adverse event dengan rentang 3,2-16,6% pada rumah sakit di berbagai negara, yaitu : Amerika, Inggris, Denmark dan Australia. Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 1 Universitas Indonesia 2 2004 WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (Depkes RI, 2006). Laporan tersebut menyadarkan banyak pihak, mulai dari masyarakat umum, penyedia jasa kesehatan maupun stakeholders dalam pelayanan kesehatan untuk segera mengambil tindakan dalam meminimalkan terjadinya kesalahan serta dengan segera menyusun rencana perubahan dalam sistem pelayanan agar mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Berdasarkan laporan tersebut, banyak usaha menurunkan angka kesalahan dan meningkatkan KP dengan fokus pada individu bukan pada sistem atau proses (Woodhouse et al, 2004). Di Indonesia, laporan insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi pada tahun 2007 dilaporkan provinsi DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diantara delapan provinsi lainnya (Jawa Tengah 15,9%, D.I.Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Aceh 1,07% dan Sulawesi Selatan 0,7%) (KKP-RS, 2008). Data tentang KTD diatas menurut Depkes RI (2006) belum terlalu mewakili KTD yang sebenarnya di Indonesia. Data statistik nasional mengenai KTD di Indonesia belum ada namun berdasarkan penelitian-penelitian yang ada dan kasus-kasus yang terjadi, jumlah KTD dapat diperkirakan relatif tinggi (Budiharjo, 2008). Rumah sakit (RS) merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi, bermacam profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat Universitas Indonesia 3 terjadi KTD (Depkes RI, 2006). Yang mana KTD dapat mengakibatkan terjadinya injury atau kematian pada pasien. Mempertimbangkan misi RS untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien, mengharuskan RS untuk berusaha mengurangi medical error. Maka dikembangkan sistem KP yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada. KP telah menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan di RS berhubungan erat dengan mutu dan citra rumah sakit. KP adalah salah satu komponen kritis dari mutu pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman (Depkes RI, 2006). Peningkatan mutu dan keselamatan pasien memerlukan kerja tim yang solid yang merupakan praktik kolaboratif antara komunikasi yang efektif, penyelesaian tugas dan hasil yang akurat dan perumusan tanggungjawab yang jelas. Pemahaman yang realistis terhadap risiko yang melekat pada dunia kedokteran modern memerlukan kemampuan professional untuk bekerjasama dengan semua pihak dalam mengadopsi pendekatan sistem yang proaktif untuk keselamatan dan dijalankan dengan tanggung jawab professional (WHO Patient Safety Curiculum, 2011). Meskipun manusia adalah penyebab utama terjadinya kesalahan namun unsur menyalahkan bukanlah cara yang efektif untuk meningkatkan keselamatan pasien (IOM, 2000). Dalam upaya meminimalisir terjadinya medical error atau KTD yang terkait dengan aspek keselamatan pasien, manajemen RS perlu menciptakan budaya keselamatan pasien. Hal tersebut dikarenakan banyak rumah sakit yang mengaplikasikan sistem keselamatan yang baik, tetapi pada kenyataannya KTD tetap terjadi. Universitas Indonesia 4 Meskipun pada umumnya jika sistem dapat dijalankan dengan sebagaimana mestinya maka KTD dapat ditekan sekecil-kecilnya, namun fakta menunjukkan bahwa sistem tidak dapat berjalan secara optimal jika kompetensi dan nilai-nilai atau budaya yang ada tidak mendukung (Budihardjo, 2008). Terkait dengan upaya-upaya KP untuk menekan angka KTD di RS, diyakini bahwa upaya menciptakan/membangun budaya keselamatan (safety culture) merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam upaya mencapai KP. Sebagaimana tercantum dalam langkah pertama dari konsep “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit” di Indonesia yaitu “Bangun kesadaran akan nilai KP, ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil”. Menurut Cahyono (2008) hambatan yang paling berat dalam penerapan keselamatan pasien adalah bagaimana menciptakan safety culture sebagai fondasi program keselamatan pasien. Institute of Medicine (IOM) melaporkan bahwa safety culture yang kuat berpotensi untuk meminimalkan kesalahan medis. Agency for Health Research and Quality/AHRQ (2011) mengatakan bahwa untuk membangun KP, harus ada lingkungan atau budaya yang memungkinkan para profesi di RS untuk berbagi informasi mengenai masalah-masalah KP kemudian melakukan tindakan untuk perbaikan. Permulaan dari proses pengembangan program KP adalah melakukan penilaian terhadap budaya KP. Hasil penilaian dapat digunakan untuk mengidentifikasi area/unit yang akan dikembangkan, evaluasi program, untuk membuat perbandingan secara internal maupun eksternal dan sebagai dasar pembuatan kebijakan (Nieva, 2003). Universitas Indonesia 5 Dengan demikian, budaya keselamatan pasien dapat diartikan sebagai bagian dari aspek budaya organisasi, dalam hal ini organisasi manajemen RS. Budaya tersebut dianggap sebagai sikap, nilai, keyakinan, persepsi, norma, kompetensi dan prosedur terkait keselamatan pasien. Budaya KP juga membentuk persepsi dokter dan staf mengenai perilaku yang normal terkait KP di wilayah kerja mereka (Weaver et al, 2013). Di lingkup organisasi layanan kesehatan, penelitian tentang budaya keselamatan pasien adalah suatu area penelitian yang sedang tumbuh pesat. Di Indonesia sendiri belum banyak institusi pelayanan kesehatan yang melakukan pengkajian budaya keselamatan pasien apalagi yang dikaitkan dengan budaya organisasi. Adalah penelitian yang dilakukan oleh Iriviranty, A (2014) pada sebuah RS ibu dan anak yang mengkaitkan budaya keselamatan pasien dengan budaya organisasi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa budaya organisasi tipe clan menekankan kolaborasi dengan strategi mutu yang digunakan sebagai acuan untuk perencanaan langkah-langkah pengembangan KP. Sementara sedikit peneliti lainnya melakukan analisa dari dimensi-dimensi budaya keselamatan pasien, seperti penelitian yang dilakukan oleh Hamdani, S (2007) pada salah satu RS menjelaskan bahwa dimensi kerjasama dalam unit, dimensi komunikasi tentang kesalahan dan dimensi kerjasama antar unit adalah membudaya kuat. Sementara dimensi staffing, frekuensi pelaporan kejadian dan dimensi respon non punitive untuk kesalahan adalah membudaya rendah. Sedangkan dimensi budaya KP lainnya adalah membudaya sedang (Hamdani S, 2007). Menurut Ramanujam et al (2005), dalam merespon kebutuhan terhadap peningkatan keselamatan pasien, organisasi pelayanan kesehatan harus membangun strategi untuk menciptakan learning organization (LO) Universitas Indonesia 6 dimana setiap partisipan yang ada dalam proses pelayanan, terlibat dalam pembelajaran yang kontinu. Penerapan strategi ini mensyaratkan beberapa perubahan : melakukan desain ulang proses kerja agar kesalahankesalahan lebih bisa terlihat, memberikan insentif bagi praktisi yang memberikan informasi tentang kesalahan, menciptakan situasi informal di mana orang merasa aman secara psikologis dalam membicarakan kesalahan-kesalahan mereka dan mendapatkan bantuan satu sama lain serta membangun sistem informasi yang memfasilitasi penyimpanan informasi, penelusuran dan pengkajiannya. Dalam pengertian ini, tantangan dalam keselamatan pasien lebih banyak bersifat organisasi sebagaimana tantangannya dari sisi klinis. Dalam kaitannya dengan isu KP yang kini menjadi isu aktual di institusi pelayanan kesehatan, peneliti melakukan studi eksplorasi dan wawancara informal di RS.Masmitra. Berdasarkan wawancara informal dengan perwakilan manajemen, dirasakan inisiatif manajemen RS.Masmitra cukup baik dalam merespon hal keselamatan pasien. Ini dapat terlihat dari beberapa kali pengiriman perawat untuk mengikuti pelatihan bertema keselamatan pasien. Adapun hasil wawancara informal dengan perawat rawat inap dan beberapa dokter didapat bahwa di RS.Masmitra telah beberapa kali terjadi insiden keselamatan pasien di ruang rawat inap. Sebagian besar faktor yang berperan adalah lemahnya beberapa bagian dari dimensi budaya keselamatan pasien, seperti masalah komunikasi antar staf, masalah proses serah terima pasien, kurangnya supervisi ataupun masalah dalam hal pengaturan staf. Bahkan beberapa kali terjadi kasus sentinel yang menguras perhatian manajemen karena harus menghadapi ancaman tuntutan hukum dan pemberitaan di media massa. Tentu saja hal ini dapat berdampak pada citra dan reputasi rumah sakit di mata Universitas Indonesia 7 masyarakat. Terjadinya insiden tersebut mengindikasikan upaya KP di RS.Masmitra belum berjalan baik. Pengkajian budaya KP dapat merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya menerapkan KP, dimana diharapkan hasil dari pengkajian ini dapat menjadi dasar penerapan perbaikan mutu dan keselamatan pasien di RS.Masmitra. Konsep LO merupakan konsep yang penting dalam mendukung upaya penerapan program KP. Dengan adanya konsep LO yang baik maka diharapkan akan terjadi perbaikan yang berkelanjutan sehingga tercipta budaya KP yang baik. Yang mana sangat diperlukan sebagai acuan dalam perencanaan langkah-langkah upaya penerapan KP dalam rangka rencana akreditasi tahun 2015 di RS.Masmitra. Hal ini sesuai dengan UndangUndang no.44 tahun 2009 tentang RS, yang mewajibkan akreditasi yang berfokus pada keselamatan pasien. RS.Masmitra adalah rumah sakit swasta tipe D yang memiliki kapasitas 63 tempat tidur, yang terdiri dari SVIP, VIP, kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Tenaga klinis yang berkolaborasi memberikan asuhan pada pasien terdiri dari tenaga medis (dokter umum dan dokter spesialis), tenaga keperawatan (perawat dan bidan) serta tenaga penunjang medis (staf farmasi, staf laboratorium, staf radiologi, staf fisioterapi dan ahli gizi) yang beberapa diantaranya telah mengikuti pelatihan bertema keselamatan pasien. Sesuai program kerja RS.Masmitra, yang direncanakan akan mengikuti akreditasi pada tahun 2015, dengan demikian sangat perlu untuk segera menata standard pelayanan berbasis keselamatan pasien sesuai persyaratan akreditasi. Dengan semakin luasnya cakupan pelayanan dan melihat terus meningkatnya angka perawatan di RS.Masmitra, maka tuntutan dalam Universitas Indonesia 8 menjamin KP dan memberikan pelayanan yang bebas dari kesalahan pun makin besar. Dari notulen morning report 3 tahun terakhir (tahun 2011, tahun 2012 dan tahun 2013) didapat data KTD yang menunjukkan tren yang makin meningkat ditambah lagi beberapa insiden yang tidak tercatat ataupun terabaikan sehingga hal ini merupakan masalah yang harus segera diatasi. Tabel 1.1. Data Insiden Keselamatan Pasien yang tercatat di RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013 KESALAHAN KESALAHAN TAHUN PASIEN JATUH PENGAMBILAN DARAH PEMBERIAN OBAT 2011 1 2 1 2012 2 4 1 2013 6 7 1 Sumber : buku laporan morning report Grafik 1.1. Insiden Keselamatan Pasien yang tercatat di RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013 Sumber : buku laporan morning report Dari uraian di atas, maka alternatif langkah pertama yang mendasar dalam upaya menerapkan standar pelayanan berbasis keselamatan pasien di RS.Masmitra adalah mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien yang ada dan mengetahui gambaran budaya organisasi yang dianut Universitas Indonesia 9 kemudian menyusun strategi organisasi untuk menerapkan KP dalam rangka menciptakan learning organization. Langkah ini dirasakan perlu dilakukan karena tantangan utama untuk memperbaiki keselamatan pasien adalah mencapai adanya suatu perubahan budaya (Sandars&Cook, 2007) dan untuk dapat mendukung upaya transformasi tersebut diperlukan sebuah konsep learning organization (Thomsen&Hoest, 2001). 1.2 Rumusan Masalah Semakin luasnya cakupan pelayanan dan terus meningkatnya angka perawatan di RS.Masmitra maka tuntutan dalam menjamin KP dan memberikan pelayanan yang bebas dari kesalahan pun semakin besar. Hal tersebut didukung dengan makin meningkatnya data insiden keselamatan pasien di RS.Masmitra baik yang tercatat maupun yang terabaikan sehingga segera menerapkan standard keselamatan pasien yang juga merupakan salah satu persyaratan akreditasi merupakan masalah yang harus segera diatasi. Membangun budaya keselamatan pasien merupakan langkah pertama dan sebagai fondasi dalam penerapan KP. Budaya keselamatan pasien dapat diartikan sebagai bagian dari aspek budaya organisasi yaitu sikap, nilai, keyakinan, persepsi, norma, kompetensi dan prosedur terkait dengan keselamatan pasien. Untuk dapat mendukung upaya transformasi tersebut perlu diciptakan sebuah konsep learning organization. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah belum diketahuinya gambaran budaya keselamatan pasien dan gambaran budaya organisasi sebagai dasar penerapan KP melalui perumusan learning organization di RS.Masmitra. Universitas Indonesia 10 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran budaya keselamatan pasien RS.Masmitra? Bagaimana gambaran budaya organisasi RS.Masmitra? Langkah-langkah apa yang dapat dilakukan untuk menjadikan budaya keselamatan pasien menjadi budaya organisasi Langkah-langkah apa yang dilakukan untuk merumuskan learning organization? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien dan gambaran budaya organisasi serta menentukan langkah-langkah penerapan keselamatan pasien melalui perumusan learning organization di RS.Masmitra. 1.4.2 Tujuan khusus a. Mengidentifikasi budaya keselamatan pasien RS.Masmitra b. Mengidentifikasi budaya organisasi RS.Masmitra c. Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien antar profesi tenaga klinis yang memberikan asuhan pada pasien di RS.Masmitra d. Menentukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjadikan budaya keselamatan pasien menjadi budaya organisasi e. Menentukan langkah-langkah untuk merumuskan learning organization di RS.Masmitra 1.5 Manfaat Penelitian Bagi rumah sakit : analisis budaya keselamatan pasien menjadi budaya organisasi sebagai dasar penerapan KP dengan Universitas Indonesia 11 merumuskan learning organization dapat menjadi langkah awal dalam proses identifikasi, evaluasi maupun sebagai dasar pembuatan kebijakan program keselamatan pasien di RS.Masmitra. Bagi peneliti : hasil penelitian ini bermanfaat sebagai acuan dan juga dapat menambah dan memperkaya wawasan peneliti dalam menerapkan program keselamatan pasien di RS tempat peneliti bekerja. Bagi peneliti lain : hasil penelitian dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan ataupun sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di RS.Masmitra sejak bulan Agustus sampai dengan September 2014 dengan melakukan survei pada tenaga klinis yang memberikan asuhan pada pasien di RS.Masmitra yang telah bekerja > 1 tahun sebagai karyawan/mitra kerja (untuk mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien). Dan melakukan survei pada pimpinan tingkat direksi, owner, manajer dan kepala unit yang telah bekerja > 2 tahun (untuk mengetahui gambaran budaya organisasi). Kemudian dilanjutkan dengan wawancara mendalam untuk menyusun langkah-langkah dalam upaya menerapkan budaya keselamatan pasien menjadi budaya organisasi sebagai dasar penerapan KP dengan merumuskan learning organization di RS.Masmitra. Penelitian didahului dengan wawancara informal dan studi eksplorasi dengan perawat dan beberapa dokter sebagai pengumpulan data dasar dan melakukan uji kuesioner. Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety) Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur serta jumlah pasien dan staf RS yang cukup besar merupakan hal potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical error). Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya diambil (Depkes RI, 2006). Safety adalah bebas dari kejadian cedera. Menurut WHO (2000) menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu dan organisasi untuk melindungi pasien dari kerugian karena efek pelayanan kesehatan. The National Patient Safety Foundation mendefinisikan bahwa patient safety adalah upaya menghindarkan, mencegah dan perbaikan dari kasus adverse outcome atau perlukaan yang disebabkan oleh proses layanan kesehatan. Menurut IOM keselamatan pasien adalah mengutamakan sistem pemberian perawatan yang mencegah kesalahan (pencegahan kerugian 12 Universitas Indonesia 13 pada pasien), belajar dari kesalahan yang terjadi, membangun budaya keselamatan yang melibatkan para profesional tenaga kesehatan, manajemen dan pasien. Sedangkan menurut AHRQ keselamatan pasien didefinisikan sebagai pencegahan bahaya yaitu bebas dari kecelakaan atau hasil dari perawatan medis. Definisi keselamatan pasien menurut KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) adalah bebasnya pasien dari harm/cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/sosial/psikologis, cacat, kematian, dan lain-lain) terkait dengan pelayanan kesehatan. KKP-RS PERSI mendefinisikan KTD (adverse event) adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommission). Sedangkan Kejadian Nyaris Cedera (nearmiss) merupakan suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommission) yang dapat mencederai pasien tetapi cedera serius tidak terjadi, yang disebabkan karena keberuntungan, pencegahan atau peringanan. Menurut IOM, ada lima prinsip untuk merancang safety system di organissi kesehatan, yaitu : (Kohn et al, 2000) Prinsip 1 : provide leadership yang meliputi : Menjadikan patient safety sebagai tujuan utama/prioritas Menjadikan patient safety sebagai tanggungjawab bersama Menunjuk/menugaskan seseorang yang bertanggungjawab untuk safety program Universitas Indonesia 14 Menyediakan sumber daya manusia dan dana untuk analisa error dan redesign system Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi ‘unsafe’ dokter Prinsip 2 : memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses Design job for safety Menyederhanakan proses Membuat standard proses Prinsip 3 : mengembangkan tim yang efektif Prinsip 4 : antisipasi untuk kejadian tak terduga dengan pendekatan proaktif, menyediakan antidotum dan training simulasi Prinsip 5 : menciptakan atmosfer ‘learning’ Menggunakan simulasi Mendorong pelaporan kejadian Memastikan tidak ada tekanan saat melaporkan kejadian Mengimplementasikan mekanisme umpan balik dan belajar dari kesalahan Adapun tujuan keselamatan pasien dalam Panduan Keselamatan Pasien Rumah Sakit, adalah : (Depkes RI, 2006) 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit Universitas Indonesia 15 4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang disusun mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” meliputi: (Depkes RI, 2006) 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. KP dan kesinambungan pelayanan 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan KP 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan KP 6. Mendidik staf tentang KP 7. Komunikasi merupakan kunci staf untuk mencapai KP Di Indonesia, kegiatan KP sudah dilaksanakan oleh RS sejak lama namun dalam bentuk elemen-elemennya saja dan bukan merupakan suatu program yang komprehensif. Misalnya telah dilaksanakannya sistem pengendalian infeksi nosokomial, sistem K3 (kesehatan dan keselamatan kerja), manajemen risiko, informed consent, audit medis, review kasus dan evaluasi berbagai program mutu pelayanan lainnya. Jadi, kegiatan KP dalam bentuk sistem yang komprehensif memang baru dimulai sejak tahun 2000-an (Lumenta dalam Hamdani, 2007). Mengacu pada hal tersebut, maka RS harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi dan Universitas Indonesia 16 tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit” yaitu : (Depkes RI, 2006) 1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. 2. Pimpin dan dukung staf anda. Bangunlah komitmen dan fokus kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit anda. 3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan assessmen hal yang potensial. 4. Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) 5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan caracara komunikasi yang terbuka dengan pasien 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang KP. Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul 7. Cegah cedera melalui implementasi sistem KP. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. 2.2 Konsep Budaya Konsep budaya awalnya berkembang dari antropologi sosial pada abad ke19. Budaya merupakan sebuah konsep yang kompleks yang diartikan Universitas Indonesia 17 sebagai kumpulan keyakinan dan nilai tentang bagaimana suatu komunitas seharusnya dalam melakukan tindakan (Kreitner, 2007). Menurut Hofstede (2005) budaya adalah pemikiran kolektif yang membuat perbedaan antara anggota satu kelompok dari kelompok lainnya. Sedangkan menurut Schein (2004) budaya dibentuk dari nilai yang berbeda dan perilaku yang mungkin dianggap panduan untuk keberhasilan. Menurut Edgar H.Schein dalam Stoner, et al (1996) budaya memiliki 3 tingkatan, yaitu artifact, nilai-nilai yang didukung (espoused value) dan asumsi yang mendasari (underlying assumptions). Tingkat l : Artifact. Tingkat ini merupakan dimensi yang paling terlihat dari budaya organisasi, merupakan lingkungan fisik dan sosial organisasi. Anggota organisasi sering tidak menyadari mengenai artefak budaya organisasi mereka, tetapi orang luar organisasi dapat mengamatinya dengan jelas. Tingkat 2 : Espoused value (nilai-nilai yang didukung). Semua pembelajaran organisasi merefleksikan nilai-nilai anggota organisasi, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa yang ada. Jika anggota organisasi menghadapi persoalan atau tugas baru, solusinya adalah nilai-nilai. Tingkat 3 : Basic underlying assumptions (asumsi dasar). Jika solusi yang dikemukakan pemimpin perusahaan dapat berhasil berulangulang, maka solusi dianggap sudah sebagai seharusnya. Asumnsi dasar merupakan solusi yang paling dipercaya sama halnya dengan teori ilmu pengetahuan yang sedang diterapkan untuk suatu problem yang dihadapi organisasi. Universitas Indonesia 18 Gambar 2.1. Tingkatan Budaya Schein Sumber: Schein (1992) dalam Smart, J. C. (2010). Higher Education: Handbook of Theory and Research: Volume 25. London: Springer. 2.3 Budaya Keselamatan Industri kesehatan merupakan industri yang penuh risiko, ditambah dengan makin tingginya tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan dengan jaminan keamanan yang tinggi, menuntut para ahli mengelaborasi konsep budaya keselamatan dari dunia industri yang dijadikan sebagai dasar pengembangan konsep safety culture di organisasi kesehatan. Menurut Singer (2009) salah satu perbedaannya adalah upaya membangun keselamatan di industri RS lebih difokuskan untuk melindungi pasien dibandingkan personilnya sendiri. Persepsi yang kemudian dibagi diantara anggota kelompok adalah hal ini ditujukan untuk melindungi pasien dari kesalahan pengobatan ataupun dari perlukaan akibat tindakan intervensi. Persepsi ini meliputi kumpulan norma, standard profesi, kebijakan, komunikasi dan tanggung jawab dalam KP. Budaya ini kemudian akan mempengaruhi ’beliefs’ dan tindakan individu dalam memberikan pelayanan (Blegen, 2006). Universitas Indonesia 19 Menurut O’Toole dalam Jianhong (2004) budaya keselamatan (safety culture) di pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai keyakinan, nilai, perilaku yang dikaitkan dengan keselamatan pasien yang secara tidak sadar dianut bersama oleh anggota organisasi. Budaya keselamatan merupakan istilah yang merujuk pada komitmen keselamatan yang dimiliki oleh semua level dalam suatu organisasi dari level terbawah sampai level eksekutif. Safety culture merupakan bagian terpenting dari budaya organisasi. Menurut ACSNI (Advisory Comittee on The Safety of Nuclear Installations), 1993 dalam The UK Health and Safety Executive (2005), budaya keselamatan adalah hasil dari nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola kebiasaan yang memberi gambaran komitmen, gaya dan kehandalan manajemen suatu organisasi. Organisasi dengan budaya keselamatan yang positif dikarakterkan dengan komunikasi berdasarkan kepercayaan dengan bertukar persepsi akan keselamatan dan oleh efektifnya langkah-langkah pencegahan. Terdapat 5 indikator yang mempengaruhi budaya keselamatan (HMRI, 2004 dalam The UK Health and Safety Executive, 2005) : Leadership Two-way communication Employee involvement Learning culture Attitude towards blame Universitas Indonesia 20 2.4 Budaya Keselamatan Pasien 2.4.1 Pengertian Budaya Keselamatan Pasien Menurut Institut Of Medicine (2000) yang dikutip oleh Nieva (2003) tentang perlunya perubahan budaya untuk menuju sistem kesehatan yang lebih aman : ”The biggest challenge to moving toward a safer health system is changing the culture from one of blaming individuals for errors to one in which errors are treated not as personal failures, but as opportunities to improve the system and prevent harm” Dijelaskan bahwa tantangan terbesar kearah sistem kesehatan yang lebih aman adalah mengubah budaya dari menyalahkan seseorang karena kesalahan/error yang dianggap sebagai kegagalan individu kearah menjadikannya sebagai peluang untuk memperbaiki sistem dan mencegah cedera. Dapat disimpulkan bahwa mengembangkan budaya keselamatan menjadi salah satu pilar bagi pergerakan KP (Healings et al., 2007). Dari beberapa sumber, pengertian budaya KP hampir sama dengan budaya organisasi secara umum, yaitu : nilai-nilai/values yang dianut bersama antar anggota organisasi tentang apa yang penting, keyakinan/beliefs tentang bagaimana melakukan sesuatu di dalam organisasi dan interaksi nilai dan keyakinan tersebut dengan unit kerja dan struktur dan sistem organisasi, yang secara bersama-sama menghasilkan norma perilaku dalam organisasi (Schein, 2004). Hanya saja budaya KP lebih spesifik terhadap keselamatan (untuk mempromosikan keselamatan) serta menekankan peran interpersonal, unit kerja dan kontribusi organisasi dalam membentuk asumsi-asumsi dasar bahwa kerja individu dalam organisasi berkembang sepanjang waktu (Singer et al., 2009). Universitas Indonesia 21 Berdasarkan nilai dan keyakinan yang dianut bersama tersebut, terbentuk suatu pola perilaku yang terintegrasi dari individu dan organisasi yang secara kontinu mencari upaya meminimalkan hal yang membahayakan pada pasien yang mungkin berasal dari proses penerimaan pelayanan kesehatan. Suatu budaya KP harus dikenali oleh seluruh anggota layanan kesehatan, diperkuat dan dilatih secara teratur oleh para profesional dan pimpinan organisasi karena pelayanan kesehatan memang mempunyai tingkat kerumitan yang tinggi dan mudah sekali terjadi kesalahan sehingga penanganannya pun berisiko tinggi. Suatu budaya KP yang positif mempunyai aspek-aspek sebagai berikut : (Kirk et al., 2009) a. Komunikasi berdasarkan kepercayaan dan keterbukaan yang sifatnya mutual b. Persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan c. Keyakinan dalam ketepatan dari ukuran-ukuran pencegahan keselamatan d. Pembelajaran organisasi e. Komitmen pimpinan dan tanggungjawab eksekutif f. Pendekatan tanpa menyalahkan (no blame) dan tanpa hukuman (non punitive) terhadap pelaporan dan analisis insiden Keselamatan pasien adalah sebuah transformasi budaya, dimana budaya yang diharapkan adalah budaya keselamatan, budaya tidak menyalahkan, budaya lapor dan budaya belajar. Dalam proses ini diperlukan upaya transformasional yang menyangkut intervensi multi tingkat dan multi dimensional yang terfokus pada misi dan strategi organisasi, leadership style, serta budaya organisasi. Menurut Kotter keberhasilan transformasi Universitas Indonesia 22 70%-90 % ditentukan oleh peran leadership dan sisanya (0 % - 30 %) oleh peran managership (Adib, 2012). 2.4.2 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Menurut Carthey&Clarke (2010) dalam buku “Implementing Human Factors in Healthcare ‘how to’ guide” bahwa organisasi kesehatan akan memiliki budaya keselamatan pasien yang positif, jika memiliki dimensi budaya sebagai berikut : 1. Budaya keterbukaan (open culture) Budaya ini menggambarkan semua staf RS merasa nyaman berdiskusi tentang insiden yang terjadi ataupun topik tentang KP dengan teman satu tim ataupun dengan manajernya. Staf merasa yakin bahwa fokus utama adalah keterbukaan sebagai media pembelajaran dan bukan untuk mencari kesalahan ataupun menghukum. Komunikasi terbuka dapat juga diwujudkan pada saat serah terima pasien, briefing staff maupun morning report. 2. Budaya keadilan (just culture) Merupakan budaya membawa atmosfer “trust” sehingga anggota bersedia dan memilki motivasi untuk memberikan data dan informasi serta melibatkan pasien dan keluarganya secara adil dalam setiap pengambilan keputusan terapi. Perawat dan pasien diperlakukan secara adil saat terjadi insiden dan tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu tetapi lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Lingkungan terbuka dan adil akan membantu staf membuat pelaporan secara jujur mengenai kejadian yang terjadi dan menjadikan insiden sebagai pelajaran dalam upaya meningkatkan KP. Universitas Indonesia 23 3. Budaya pelaporan (reporting culture) Budaya dimana staf siap untuk melaporkan insiden atau near miss, sehingga dapat dinilai jenis error dan dapat diketahui kesalahan yang biasa dilakukan oleh staf serta dapat diambil tindakan sebagai bahan pembelajaran organisasi. Organisasi belajar dari pengalaman sebelumnya dan mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi faktor risiko terjadinya insiden sehingga dapat mengurangi atau mencegah insiden yang akan terjadi. 4. Budaya belajar (learning culture) Setiap lini dari organisasi baik sharp end (yang bersentuhan langsung dengan pelayanan) maupun blunt end (manajemen) menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar. Organisasi berkomitmen untuk mempelajari insiden yang telah terjadi, mengkomunikasikan kepada staf dan senantiasa mengingatkan staf. 5. Budaya informasi (informed culture) Organisasi mampu belajar dari pengalaman masa lalu sehingga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan menghindari insiden yang akan terjadi karena telah belajar dan terinformasi dengan jelas dari insiden yang sudah pernah terjadi, misalnya dari pelaporan kejadian dan investigasi. Sedangkan dimensi budaya keselamatan pasien menurut AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) dalam buku Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPSC) adalah : A. Dimensi Budaya Keselamatan tingkat Unit : 1. Keterbukaan komunikasi Universitas Indonesia 24 2. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan 3. Respons non-punitive (tidak menghukum) terhadap kesalahan 4. Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan 5. Staffing 6. Harapan dan tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan 7. Kerjasama dalam unit B. Dimensi Budaya Keselamatan Tingkat RS : 1. Dukungan manajemen terhadap upaya KP 2. Serah terima dan transisi 3. Kerjasama antar unit C. Dimensi Outcome : 1. Frekuensi pelaporan kejadian 2. Persepsi keseluruhan tentang KP 3. Jumlah kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir 4. Tingkat keselamatan pasien Berikut adalah penjelasan mengenai dimensi-dimensi budaya keselamatan pasien dari AHRQ : 1) Keterbukaan komunikasi Dengan adanya keterbukaan komunikasi diharapkan staf medis dapat berkomunikasi dengan baik dan benar pada saat serah terima/pengoperan pasien yang meliputi keluhan pasien, terapi yang sudah maupun akan diberikan serta insiden terkait KP jika ada dan juga merasa bebas untuk bertanya kepada yang lebih berwenang. Keterbukaan komunikasi juga harus dilakukan antara manajer dengan staf selain diantara sesama staf untuk peningkatan KP. Universitas Indonesia 25 2) Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan Diartikan sebagai sejauh mana staf diberitahu tentang kesalahan yang dilakukan, menerima umpan balik masukan dari staf dan mendiskusikan upaya untuk mencegah kesalahan tidak terulang kembali. 3) Respons non-punitive (tidak menghukum) terhadap kesalahan Organisasi kesehatan harus mampu menciptakan lingkungan yang non punitive yang tujuannya adalah supaya setiap elemen staf tidak takut untuk melaporkan kejadian. Ketika sistem punishment dijalankan, maka staf akan enggan melaporkan insiden. Kejadian yang tidak dilaporkan membuat organisasi tidak belajar dari kesalahan dan kurang peduli terhadap pelayanan (Hamdani, 2007). 4) Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan Organizational learning adalah kegiatan proaktif yang dapat menciptakan serta mentransfer pengetahuan dalam nilai-nilai organisasi (Kreitner, 2007). Diartikan sejauh mana kesalahan akan membawa perubahan positif yang selalu dievaluasi efektifitasnya sehingga menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan. 5) Staffing Salah satu prinsip yang direkomendasikan IOM dalam laporannya ”To Err is Human” (2000) untuk implementasi patient safety di RS adalah mendesain pekerjaan dengan memperhatikan faktor manusia. Ini berarti dalam penataannya harus memperhitungkan jam kerja, beban kerja, rasio staffing dan juga sistem shift dengan memperhatikan faktor kelelahan, siklus tidur, dan lain-lain. Mendesain pekerjaan untuk safety juga termasuk melakukan training, memberi tugas pada orang yang tepat dan memposisikan seseorang pada posisi yang tepat. Universitas Indonesia 26 6) Harapan dan tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan Diartikan sejauh mana supervisor/manajer mempertimbangkan saran staf untuk peningkatan KP, tidak mengabaikan masalah keselamatan dan memberi penghargaan pada staf yang menerapkan pelaksanaan KP. 7) Kerjasama dalam unit Diartikan sejauh mana staf saling mendukung satu sama lain dan bekerjasama sebagai sebuah tim untuk pelaksanaan KP. 8) Dukungan manajemen terhadap upaya KP Diartikan sejauh mana manajemen RS menyediakan budaya kerja yang mempromosikan KP dan berpedoman bahwa KP adalah prioritas utama. 9) Serah terima dan transisi Diartikan sejauh mana proses serah terima berjalan baik yang memuat penyampaian informasi penting yang berkaitan dengan KP kepada staf lain. 10) Kerjasama antar unit Diartikan sejauh mana setiap unit dalam RS saling bekerjasama dan berkoordinasi antar unit dengan tujuan yang sama yaitu memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien. 11) Frekuensi pelaporan kejadian Diartikan sejauh mana kesalahan berikut dilaporkan : Kesalahan yang diketahui dan dikoreksi sebelum mempengaruhi pasien Kesalahan yang tidak berpotensi membahayakan pasien Universitas Indonesia 27 12) Kesalahan yang dapat merugikan pasien tetapi tidak terjadi Persepsi keseluruhan tentang KP Diartikan persepsi dari seluruh staf berkaitan dengan KP termasuk pemahaman tentang prosedur dan sistem yang baik untuk mencegah kesalahan. 2.4.3 Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien Pengukuran budaya keselamatan pasien dapat dilakukan berdasarkan dimensi yang mendasari ataupun berdasarkan tingkat maturitas dari organisasi dalam menerapkan budaya keselamatan pasien. Dikarenakan belum adanya konsensus mengenai standard pengukuran budaya keselamatan pasien, menyebabkan bervariasinya definisi, konsep maupun dimensi budaya keselamatan pasien. Beberapa organisasi mengembangkan standard pengukuran dengan masing-masing instrumennya, antara lain AHRQ, Stanford dan MaPSaF (Manchester Patient Safety Assesment Framework). Namun, sejauh ini kuesioner HSOPSC dari AHRQ yang paling banyak direkomendasikan untuk mengukur budaya KP karena telah terjamin validitas dan reliabilitasnya secara internasional (AHRQ, 2011). Pengukuran budaya KP yang dikembangkan oleh AHRQ melalui 12 instrumen seperti yang tercantum dalam 12 dimensi AHRQ yang disampaikan sebelumnya. Stanford mengembangkan instrumen Safety Attitudes Questionnaire (SAQ) dengan mengidentifikasi 6 elemen budaya KP, yang terdiri dari kerjasama, iklim keselamatan, kepuasan kerja, kondisi stres, persepsi manajemen dan kondisi kerja. Stanford Instrument (SI) menilai budaya KP dari 5 elemen, antara lain organisasi, departemen, produksi, pelaporan dan kesadaran diri. Sedangkan Modified Stanford Universitas Indonesia 28 Instrument (MSI) hanya mengidentifikasi 3 elemen yang berpengaruh pada budaya KP yaitu nilai keselamatan, takut/reaksi negatif, persepsi keselamatan. Adapun MaPSaF mengembangkan tingkat kematangan (maturity) organisasi dalam menerapkan budaya keselamatan pasien yang terdiri dari 5 elemen, yaitu : patologis, reaktif, kalkulatif, proaktif dan generatif dimana tingkat maturitas generatif adalah yang paling tinggi dimana budaya KP sudah terintegrasi dengan tujuan RS. Menurut pengamatan penulis, meski terdapat berbagai macam dimensi/elemen untuk mengukur budaya KP, pada dasarnya bermuara pada 5 dimensi budaya keselamatan, yaitu budaya keterbukaan (open culture), budaya keadilan (just culture), budaya pelaporan (report culture), budaya belajar (learning culture) dan budaya informasi (informed culture) seperti yang disampaikan oleh Carthey&Clarke (2010). Pengukuran budaya KP dapat digunakan oleh organisasi kesehatan sebagai alat untuk : (AHRQ, 2012) Meningkatkan kesadaran karyawan tentang KP Mendiagnosis dan menilai tingkat budaya keselamatan pasien saat ini Mengidentifikasi kekuatan dan area-area yang memerlukan penguatan budaya KP Menilai trend budaya KP dari waktu ke waktu Mengevaluasi dampak budaya dari upaya KP dan intervensi yang dilakukan Melakukan perbandingan internal dan eksternal Universitas Indonesia 29 2.5 Budaya Organisasi 2.5.1 Pengertian Organisasi Schein (2004) mengemukakan bahwa organisasi merupakan koordinasi yang rasional dari beberapa aktivitas sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan, melalui pembagian kerja dan fungsi serta melalui jenjang wewenang maupun tanggung jawab. Robbins (1996) mengartikan organisasi sebagai satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, tersusun dari dua orang atau lebih, berfungsi atas dasar kesamaan persepsi yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama. Organisasi dibentuk oleh empat komponen utama : (Russel, 2001) fisik (aspek yang dapat terlihat/visible) dari organisasi infrastruktur (sistem dan proses untuk mengarahkan dan mengelola pekerjaan) perilaku (aksi dan reaksi karyawan sehari-hari) budaya (asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang membentuk perilaku sehari-hari) Untuk dapat melakukan perubahan pada organisasi, melakukan perubahan pada tingkat fisik (proses, alat, struktur), tingkat infrastuktur (sistem manajemen, penilaian dan reward) dan tingkat perilaku (apa yang dilakukan oleh kelompok dan individu) tidak akan dapat bertahan lama (mempunyai daya tahan yang berumur pendek) apabila tanpa disertai dengan perubahan pada tingkat budaya (nilai, keyakinan dan norma) yang mendasarinya. Hal tersebut dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini : Universitas Indonesia 30 Gambar 2.2. Komponen dan tingkatan intervensi organisasi (Russel, 2001) 2.5.2 Pengertian Budaya Organisasi Sebagai komponen paling dasar dari organisasi, budaya mempunyai kemampuan paling besar dalam mempengaruhi perubahan organisasi, meski disisi lain merupakan komponen yang paling sulit untuk dirubah. Robbins (1996) mengartikan budaya organisasi sebagai sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota dalam organisasi yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lain. Budaya organisasi menunjukkan persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya. Budaya organisasi adalah pola dasar, asumsi, nilai dan keyakinan bersama yang dianggap sebagai cara berpikir dan bertindak yang tepat dalam menghadapi masalah dan peluang organisasi (McShane, 2003). Budaya organisasi merupakan nilai tak tertulis yang memberikan pedoman, aturan, standar dalam berperilaku baik yang diterima atau tidak oleh setiap pegawai dalam organisasi. Budaya organisasi dapat diukur hanya dengan menanyakannya kepada pegawai. Budaya organisasi merupakan fondasi dari budaya keselamatan pasien (Flemming, 2008). Universitas Indonesia 31 Menurut Mc Shane (2003) budaya organisasi memiliki 3 fungsi : 1. Budaya organisasi adalah bentuk yang tertanam dan kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana pegawai mengambil keputusan dan berperilaku. 2. Budaya organisasi adalah perekat sosial yang mengikat orangorang dan membuat mereka merasa menjadi bagian dari organisasi. 3. Budaya organisasi membantu proses nilai keputusan. Membantu pegawai mengerti situasi organisasi sehingga mereka dapat menyelesaikan tugas mereka ketimbang menghabiskan waktu mencari tahu apa yang diharapkan dari mereka. Pegawai dapat berkomunikasi dengan lebih efisien dan bekerjasama dengan baik karena mempunyai model mental yang sama (Flemming, 2008). 2.5.3 Analisis Budaya Organisasi Salah satu alat ukur yang digunakan untuk menganalisis budaya organisasi dan sudah digunakan sebagai survey internasional oleh banyak peneliti dunia adalah OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument). OCAI merupakan sebuah instrumen pengukuran budaya organisasi berdasarkan Competing Values Framework yang dikembangkan dan diperkenalkan oleh Kim S.Cameron dan Robert E.Quinn. Instrumen ini merupakan pengembangan teori untuk memahami budaya dan fenomena organisasi (Nummelin, 2006). Universitas Indonesia 32 Adapun enam komponen budaya organisasi yang diukur dengan OCAI : 1. karakteristik yang dominan 2. kepemimpinan organisasi 3. manajemen karyawan 4. perekat organisasi 5. penekanan strategis 6. kriteria sukses Menurut Cameron dan Quin (2011) terdapat 4 tipe budaya organisasi : 1. Tipe Clan 2. Tipe Adhocracy 3. Tipe Market 4. Tipe Hierarchy Tabel 2.1. Tipe budaya organisasi (Cameron&Quin, 2011) Clan Sebuah organisasi yang berkonsentrasi pada perbaikan internal (internal maintenance) dengan fleksibilitas, perhatian pada orang dan sensitivitas pada pelanggan. Adhocracy Sebuah organisasi yang berkonsentrasi pada penempatan eksternal dengan derajat fleksibilitas dan individualitas yang tinggi. Market Sebuah organisasi yang memfokuskan diri pada pelayanan eksternal dengan kebutuhan akan stabilitas dan control Hierarchy Sebuah organisasi yang memfokuskan diri pada perbaikan internal dengan kebutuhan akan stabilitas dan kontrol Universitas Indonesia 33 Gambar 2.3. Karakteristik tipe budaya organisasi (Cameron&Quin, 2011) Manfaat analisis budaya organisasi : (OCAI, 2010) a. Anggota organisasi menjadi sadar akan budaya organisasi saat ini dan budaya organisasi yang diinginkan. Ini akan menyediakan momentum untuk melakukan perubahan b. Lebih mudah untuk pihak manajemen dalam menentukan langkahlangkah perubahan yang paling efektif c. Resistensi terhadap perubahan dapat diantisipasi d. Menyediakan titik awal untuk membuat pekerja mau berubah dan penggunaan kekuatan dan kreativitas mereka untuk lebih mendukung perubahan e. Menjadi dasar untuk rencana perubahan yang sistematis dan bertahap f. Perubahan budaya merevitalisasiseluruh organisasi anggota yang organisasi. sukses akan Organisasi akan mendapatkan momentum baru menuju semua perubahan yang positif di dalam organisasi g. Penilaian OCAI akan menjadi langkah intervensi awal untuk memungkinkan perubahan Universitas Indonesia 34 Tabel 2.2. Profil budaya organisasi (Cameron&Quin, 2011) Komponen Budaya Clan Adhocracy Market Hierarchy Karakteristik Dominan Tempat yang sangat personal, seperti sebuah keluarga besar, orang-orang berbagi banyak hal dari diri mereka Mentoring, fasilitatif dan mengayomi Tempat wirausaha yang sangat dinamis, orang bersedia untuk bertahan dan mengambil risiko Berorientasi pada hasil, fokus pada penyelesaian tugas, orang-orang sangat kompetitif dan berorientasi pada prestasi Terstruktur dan terkendali, prosedur formal lah yang mengatur apa yang harus dilakukan Kewirausahaan, inovasi dan berani mengambil risiko Manajemen Karyawan Teamwork, kesepakatan dan partisipasi Perekat Organisasi Loyalitas dan rasa saling percaya, komitmen terhadap organisasi tinggi Koordinasi, pengorganisasian dan efisiensi yang berjalan lancar Keamanan kerja, kesesuaian, prediktabilitas dan kemapanan dalam hubungan Peraturan dan kebijakan formal, penting mempertahankan sebuah organisasi berjalan dengan lancar Penekanan Strategis Pengembangan manusia, kepercayaan yang tinggi, keterbukaan dan partisipasi dipertahankan Keberanian mengambil risiko, inovasi, kebebasan dan keunikan Komitmen terhadap inovasi dan pengembangan, ada penekanan pada posisi menjadi pemimpin Memperoleh sumber daya baru dan menciptakan tantangan baru, mencoba hal-hal baru dan prospek untuk peluang sangat dihargai Kesungguhan, agresif dan berorientasi pada hasil Dorongan kuat untuk bersaing, tuntutan yang tinggi dan prestasi Kriteria Sukses Mendefinisikan kesuksesan berdasarkan pengembangan sumber daya manusia, kerja sama tim, komitmen karyawan dan kepedulian Kepemimpinan Organisasi Memiliki produk yang paling unik atau produk terbaru, organisasi ini bertujuan menjadi product leader dan inovator Penekanan pada prestasi dan pencapaian tujuan, agresivitas dan menang adalah tema bersama Menekankan tindakan kompetitif dan prestasi, mempunyai target yang ketat dan memenangkan pasar merupakan tujuan yang dominan Memenangkan pasar dan memenangkan kompetisi, kepemimpinan market yang kompetitif adalah kunci kemapanan dan stabilitas, efisiensi, kontrol dan operasional yang lancar adalah penting Mendefinisikan kesuksesan pada efisiensi, pelayanan yang diandalkan, penjadwalan yang lancar dan produksi berbiaya rendah dianggap sangat penting Universitas Indonesia 35 2.6 Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dari Budaya Organisasi Secara konseptual, dapat kita gambarkan kaitan antara konsep budaya keselamatan dengan budaya organisasi sebagai konsep yang paling luas di dalam suatu organisasi, sebagai berikut : Budaya Organisasi Iklim organisasi Safety climate Budaya Keselamatan Gambar 2.4 Konsep Budaya Keselamatan (Safety Culture) dalam Budaya Organisasi Sumber: Currie, 2007 Budaya organisasi merupakan fondasi dari budaya keselamatan pasien (Flemming, 2008). Selanjutnya bagaimana dapat diketahui bahwa budaya KP telah melebur dalam budaya organisasi? Kita dapat mengetahuinya melalui hal-hal berikut : (Sandars, 2007) 1. orang-orang akan melihat bahwa manajemen/pimpinan tim mempunyai komitmen terhadap KP dengan pencegahan bukan dengan hukuman 2. staf yang sehat dan bahagia dipandang sebagai hal yang mendasar untuk pelayanan kesehatan yang lebih aman 3. staf secara serius memperhatikan kondisi kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan rekan-rekannya dan mampu mengetahui jika ada sesuatu yang salah 4. kesalahan dan masalah diantisipasi secara proaktif oleh sistem Universitas Indonesia 36 5. staf secara konsisten mampu dikonfrontasi dengan yang lain tentang tindakan yang tidak aman, akan melaporkan kondisikondisi yang tidak aman dan akan mempertimbangkan keselamatan dibandingkan efisiensi 6. staf dan manajemen secara konsisten melakukan tindakan-tindakan remedial 7. keselamatan dilihat sebagai suatu hal yang mendasar dan menarik Dengan kata lain, suatu budaya KP harus dibangun dimana setiap orang dapat melaporkan KTD/KNC tanpa takut akan dihukum (IOM, 2001). Apabila budaya tersebut menjadi nilai dan persepsi bersama anggota organisasi, maka budaya KP diyakini telah menjadi budaya organisasi. Budaya keselamatan harus ada di setiap bagian di RS, dari tingkat individu hingga tingkat organisasi. Dimensi budaya keselamatan di tiap tingkatan tentunya berbeda satu dengan yang lainnya. Namun keberhasilan budaya keselamatan menjadi budaya organisasi memerlukan keterpaduan dari setiap dimensi tersebut. Dimana setiap RS memiliki karakteristik masingmasing untuk keberhasilan membangun dimensi budaya keselamatan pasien di organisasinya. Oleh karena itu, RS perlu mengetahui dimensi budayanya yang dapat berkontribusi pada keberhasilan program keselamatan pasien di tempatnya (Lestari, 2008). 2.7 Konsep Learning Organization (organisasi pembelajar) Untuk menghadapi tuntutan pasien akan pelayanan kesehatan berbasis keselamatan yang tinggi, organisasi dituntut untuk melakukan transformasi yang signifikan agar mampu bertahan. Dalam melakukan Universitas Indonesia 37 transformasi, suatu organisasi haruslah memiliki kemampuan untuk dapat menjadi organisasi pembelajar (learning organization/LO). Keselamatan pasien adalah sebuah transformasi budaya, dimana budaya yang diharapkan adalah budaya keselamatan, budaya tidak menyalahkan, budaya lapor dan budaya belajar (Adib, 2012). Dengan demikian untuk dapat melakukan transformasi budaya keselamatan pasien, organisasi pelayanan kesehatan harus memiliki kemampuan menjadi organisasi pembelajar. Thomsen&Hoest (2001) berpendapat bahwa transformasi dari banyak organisasi menjadi learning organization merupakan jawaban bagi organisasi yang ingin meningkatkan peluang untuk bertahan dan memperkuat posisi mereka di pasar, terutama dalam menghadapi tuntutan pelayanan kesehatan yang berbasis keselamatan yang tinggi. Marquardt (1996) mendefinisikan LO atau organisasi pembelajar sebagai suatu organisasi yang terus-menerus meningkatkan kapasitasnya dan belajar secara bersama-sama serta melakukan transformasi dirinya untuk menjadi lebih baik, mengumpulkan, mengatur dan menggunakan pengetahuan untuk kesuksesan organisasi. Sementara itu, Senge (1990) mendefinisikan LO sebagai organisasi dimana individu secara terusmenerus memperluas kapasitasnya untuk menghasilkan hasil yang benarbenar mereka inginkan, dimana pola berfikir yang baru dan lebih luas dapat tumbuh subur, dimana aspirasi kolektif bisa dikemukakan secara bebas dan dimana individu secara terus-menerus belajar untuk melihat kesemuanya itu secara keseluruhan. Marquardt mengemukakan 5 subsistem dari model System Learning Organization yang merupakan dimensi dan indikator yang saling Universitas Indonesia 38 mendukung dalam membentuk LO agar suatu organisasi dapat melakukan transformasi. Kelima subsistem yang dimaksud, antara lain: 1. Dinamika pembelajaran 2. Transformasi organisasi 3. Pemberdayaan manusia 4. Pengelolaan pengetahuan 5. Aplikasi teknologi Seluruh subsistem ini sangat erat dan saling mendukung antara satu subsistem dengan subsistem yang lainnya. Kelima subsistem dalam suatu sistem organisasi pembelajar disatukan untuk mencapai dan memelihara daya saing organisasi. Adalah subsistem dinamika pembelajaran yang menjadi pusat dari kelima subsistem LO. Subsistem dinamika pembelajaran ini merupakan titik temu antara empat subsistem lainnya. Proses pembelajaran tidak hanya dapat dilaksanakan pada tingkat individual maupun kelompok/tim saja melainkan juga dilaksanakan pada tingkat organisasional. Lima subsistem LO menurut Marquardt dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.5. Subsystem learning organization (Marquardt, 1996) Universitas Indonesia 39 Konsep LO merupakan konsep yang penting dalam mendukung upaya penerapan dan peningkatan program KP. Dengan adanya konsep LO yang baik maka diharapkan akan terjadi perbaikan yang berkelanjutan sehingga tercipta budaya KP yang baik yang mana sangat diperlukan sebagai acuan dalam perencanaan langkah-langkah upaya penerapan KP. 2.8 Kesimpulan Tinjauan Pustaka Keselamatan pasien menjadi isu penting yang terus-menerus disosialisasikan di organisasi pelayanan kesehatan karena makin maraknya tuntutan terhadap pelayanan RS yang berbasis keamanan/keselamatan pasien yang tinggi. Sehingga KP merupakan prioritas utama mutu dan citra RS dan juga merupakan komponen kritis dari mutu pelayanan kesehatan. Upaya membangun budaya keselamatan merupakan langkah awal yang harus dilakukan pada permulaan proses pengembangan KP dengan melakukan penilaian terhadap budaya KP. Dengan adanya sikap, nilai, keyakinan, persepsi, norma, kompetensi dan prosedur terkait KP akan terbentuk persepsi dokter dan staf mengenai perilaku KP di wilayah kerja mereka. Konsep learning organization merupakan konsep penting dalam mendukung upaya penerapan dan peningkatan program KP. Dengan konsep LO yang baik diharapkan akan terjadi kemampuan untuk belajar dari pengalaman yang terjadi sehingga terjadi perbaikan yang berkelanjutan dan akan tercipta budaya KP yang baik yang sangat diperlukan sebagai acuan dalam perencanaan langkah-langkah upaya penerapan KP. Universitas Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM RS.MASMITRA 3.1 Sejarah RS.Masmitra RS.Masmitra adalah rumah sakit umum swasta tipe D yang mulai beroperasi pada tanggal 4 Oktober 2007. Berawal dari rumah sakit ibu dan anak bernama RSIA Graha Kasih Ibu dan Balita, rumah sakit ini berganti nama menjadi RSIA.Masmitra pada tanggal 5 Maret 2008 dan memberanikan diri mendeklarasikan menjadi rumah sakit umum RS.Masmitra pada tanggal 25 November 2013. Pembangunan fisik dan renovasi di berbagai lini terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi. Rencana awal pembangunan fisik gedung direncanakan untuk 4 lantai tetapi hingga saat ini lantai 3 masih belum beroperasi dan pelayanan dilebarkan menjadi rumah sakit umum dikarenakan kepercayaan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih lengkap lagi. RSIA Masmitra tumbuh dan berkembang menjadi RS.Masmitra dan akan mengemban ijin tetap operasional sebagai rumah sakit umum pada November 2014 ini. Rumah Sakit ini adalah rumah sakit swasta yang status kepemilikannya adalah perseorangan yaitu H.Ir.Kamidi dengan pengelolaan oleh keluarga. 3.2 Visi, Misi, Motto dan Nilai yang dimiliki RS.Masmitra 3.2.1 Visi Menjadi rumah sakit pilihan yang memberikan pelayanan terbaik, aman, bermutu tinggi dan inovatif 40 Universitas Indonesia 41 3.2.2 Misi Menyediakan layanan secara paripurna yang konsisten dan berfokus pada pasien Meningkatkan mutu kompetensi individu, tim dan pihak terkait dengan mengedepankan komitmen dan kerjasama secara berkesinambungan 3.2.3 Motto "Ikhlas dalam Melayani" 3.2.4 Nilai yang dimiliki Integritas Etika Konsisten Komitmen Kerjasama Tim Pembelajaran 3.3 Profil Rumah Sakit Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Masmitra Nama Pemilik : PT. Dharmakarya Indoperkasa Alamat :Jl.Kelurahan Jatimakmur no.40, kelurahan Jatimakmur, kecamatan Pondok Gede, kota Bekasi No. telp/ fax : (021) 84971766 / (021) 8483047 No Ijin Operasional : 445.1/Kep.423-BPPT/VIII/2013 Universitas Indonesia 42 Masa berlaku : 25 November 2014 Jumlah TT : 100 TT (sekarang ada 63 TT) Sifat Ijin : Operasional Sementara Luas bangunan : 3.736 m2 terdiri dari 4 lantai yaitu : Lantai I dengan luas 1.475 m2 Lantai II dengan luas 1.285,75 m2 Lantai III dengan luas 749,25 m2 Lantai IV dengan luas 226 m2 Luas lahan : 3.400 m2 Kapasitas lahan parkir : 50 mobil, 100 motor 3.4 Jenis Pelayanan 3.4.1 Fasilitas Pelayanan 1. UGD : 24 Jam ( dokter 24 jam, bidan 24 jam) 2. Rawat Jalan a. Poli Dokter Spesialis : - Spesialis Anak - Spesialis Kebidanan dan Kandungan - Spesialis Penyakit Dalam - Spesialis Bedah - Spesialis THT - Spesialis Syaraf Universitas Indonesia 43 - Spesialis Anestesi b. Poli Dokter Gigi 3. Rawat Inap a. kelas SVIP dengan jumlah tempat tidur = 1 TT b. kelas VIP dengan jumlah tempat tidur = 5 TT c. Kelas I dengan jumlah tempat tidur = 6 TT d. Kelas II dengan jumlah tempat tidur = 12 TT e. Kelas III dengan jumlah tempat tidur = 24 TT f. Ruang Isolasi dengan jumlah tempat tidur = 4 TT g. Ruang Bayi dengan jumlah tempat tidur = 7 TT h. Ruang Perina dengan jumlah tempat tidur = 2 TT i. Ruang HCU dengan jumlah tempat tidur = 2 TT 4. Laboratorium 5. Instalasi Farmasi 6. Klinik Fisioterapi 7. Kamar Operasi 8. Kamar Bersalin 9. Ambulance 24 Jam 3.4.2 Sarana dan Prasarana RS.Masmitra memiliki 63 tempat tidur (TT) dan sedang dalam penyelesaian lantai 3 untuk menambah ruangan perawatan agar dapat memenuhi syarat menjadi rumah sakit tipe C dengan jumlah 100 tempat Universitas Indonesia 44 tidur. Area RS.Masmitra dimulai dari gerbang masuk, melewati gerai ATM, lobby depan RS, pos satpam lalu melalui pos petugas parkir untuk menuju ke area parkir dan taman. Setelah itu memasuki gedung rumah sakit yang terbagi dalam 4 lantai yaitu: Lantai I, terdiri dari : ruang UGD, ruang bersalin (VK), ruang operasi, ruangan konsultasi/pemeriksaan dokter spesialis (10 ruangan), ruangan pendaftaran dan customer service, ruangan rekam medik, ruangan instalasi farmasi, ruangan laboratorium, ruangan radiologi, ruangan administrasi/kasir, ruang ganti perawat, ruang tunggu pasien (lobby), ruang fisioterapi, ruang gizi dan dapur, kamar jenazah, toilet, ruang ganti popok dan menyusui, ruang akupuntur dan senam hamil, parkir (mobil dan motor), serta ruang laundry. Lantai II, terdiri dari ruang perawatan anak, laki-laki dan wanita dewasa yang terbagi menjadi ruang perawatan Aster dan ruang perawatan Belladona. Terdapat juga nurse station perawatan, ruang server dan IT, ruang isolasi dan kamar ganti perawat. Lantai III (dalam tahap pembangunan) antara lain terdapat ruang HCU dan ruang tunggu pasien beserta keluarganya. Lantai IV terdiri dari ruang direksi, ruang sekretariat, meeting room, musholla, gudang logistik dan gudang arsip keuangan. Universitas Indonesia 45 3.5 Struktur Organisasi RS.Masmitra Gambar 3.1. Struktur Organisasi RS.Masmitra Sumber : Bagian sekretariat RS.Masmitra 3.6 Gambaran Ketenagaan RS.Masmitra Tabel 3.1. Gambaran Ketenagaan RS.Masmitra NO JENIS TENAGA 1. Dokter Umum KARYAWAN TETAP 1 PARUH WAKTU 0 TOTAL 1 Universitas Indonesia 46 2. Dokter Obsgyn 1 4 5 3. Dokter Anak 1 4 5 4. Dokter Interna 1 0 1 5. Dokter Gigi 1 6 7 6. Dokter Bedah 1 0 1 7. Dokter Anestesi 1 0 1 8. Dokter THT 1 0 1 9. Dokter Syaraf 0 1 1 10. Apoteker 1 1 2 11. Perawat 25 3 28 12. Bidan 20 0 20 13. Analis laboratorium 3 3 6 14. Ahli gizi 1 0 1 15. Asisten Apoteker 9 0 9 16. Rekam Medis 5 0 5 17. Fisioterapis 1 0 1 18. Office dan security 33 1 34 19. Radiographer 3 0 3 109 23 132 Total Sumber : Bag.SDM RS.Masmitra Universitas Indonesia 47 3.7 Indikator Pelayanan RS.Masmitra Gambar 3.2. BOR (Bed Occupancy Rate) RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013 Rata-rata Pemakaian Tempat Tidur RS.Masmitra pada 3 tahun terakhir sebesar 33,4 % dan mengalami kenaikan cukup signifikan dari BOR 26,8% tahun 2011 menjadi 32,4% di tahun 2012 dan 40,9% di tahun 2013. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata pemakain tempat tidur di RS.Masmitra semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya mutu pelayanan di RS.Masmitra. Gambar 3.3. ALOS (Average Length of Stay) RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013 Dari gambar 3.3. di atas terlihat bahwa lama rawat inap pasien selama tahun 2011 hingga tahun 2012 rata-rata adalah 2 hingga 3 hari. Hal ini dipengaruhi oleh jenis operasi yang dilakukan kebanyakan adalah operasi Universitas Indonesia 48 Caesar dimana anjuran menginap untuk observasi kondisi kesehatan selama 3 hari. Gambar 3.4. TOI (Turn Over Interval) RS.Masmitra tahun 2011, 2012 dan 2013 Dari gambar 3.4. terlihat bahwa jeda waktu tempat tidur terisi kembali RS.Masmitra mendekati standard yang diharapkan yaitu 1-3 hari dan mengalami perbaikan yang signifikan dari 6,48 hari di tahun 2011 menjadi 3,18 hari di tahun 2012. Dari data BOR, ALOS dan TOI RS.Masmitratahun 2011 hingga tahun 2013 masih dibawah standard ratarata namun mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, hal ini berarti RS.Masmitra masih perlu mengadakan perbaikan dan peningkatan fasilitas layanan untuk dapat menyerap pasien lebih banyak lagi. Universitas Indonesia BAB 4 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 4.1 Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien Kerangka teori budaya KP disusun penulis berdasarkan literatur dari dimensi budaya KP menurut Carthey&Clarke (2010) yang terdiri dari budaya keterbukaan (open culture), budaya keadilan (just culture), budaya pelaporan (reporting culture), budaya belajar (learning culture) dan budaya informasi (informed culture) serta dimensi KP dari AHRQ yang terdiri dari 12 dimensi yang paling banyak direkomendasikan untuk mengukur budaya KP karena telah terjamin validitas dan reliabilitasnya secara internasional (AHRQ, 2012). BUDAYA KESELAMATAN PASIEN Budaya Keterbukaan Keterbukaan komunikasi Kerjasama dalam unit Kerjasama antar unit Persepsi keseluruhan tentang KP Dukungan manajemen terhadap upaya KP Budaya Keadilan Staffing Respon nonpunitif terhadap kesalahan Budaya Pelaporan Frekuensi pelaporan kejadian Jumlah kejadian yang dilaporkan Budaya Belajar Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan Harapan dan tindakan supervisor/man ajer dalam promosi keselamatan Patient safety grade Gambar 4.1. Kerangka teori Budaya Keselamatan Pasien 49 Universitas Indonesia Budaya Informasi Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan Serah terima dan transisi 50 4.2 Kerangka teori Budaya Organisasi Menurut McShane (2003) budaya organisasi adalah pola dasar, asumsi, nilai dan keyakinan bersama yang dianggap sebagai cara berpikir dan bertindak yang tepat dalam menghadapi masalah dan peluang organisasi. Budaya organisasi merupakan fondasi dari budaya keselamatan pasien (Flemming, 2006). Competing Values Framework yang dikembangkan oleh Cameron&Quinn menganalisis budaya organisasi berdasarkan 4 tipe dengan berpedoman pada 6 dimensi budaya organisasi. Setelah mengertahui gambaran budaya organisasi, dapat dianalisis kekuatan budaya dan kesenjangan antara budaya saat ini dan budaya yang diharapkan. Berdasarkan Competing Values Framework inilah kerangka teori penelitian disusun seperti yang terlihat pada gambar 4.2. DIMENSI BUDAYA ORGANISASI Karakteristik yang dominan Kepemimpinan organisasi Manajemen karyawan Perekat organisasi Penekanan strategis Kriteria keberhasilan ANALISIS BUDAYA ORGANISASI TIPE BUDAYA ORGANISASI 1. Tipe Clan 2. Tipe Adhocracy Kekuatan budaya 3. Tipe Market Kesenjangan antara budaya saat ini dan yang diharapkan 4. Tipe Hierarki Gambar 4.2. Kerangka teori Budaya Organisasi Universitas Indonesia 51 4.3 Kerangka teori Learning Organization (organisasi pembelajar) Thomsen&Hoest (2001) berpendapat bahwa transformasi dari banyak organisasi menjadi learning organization merupakan jawaban bagi organisasi yang ingin meningkatkan peluang untuk bertahan dan memperkuat posisi mereka di pasar, terutama dalam menghadapi tuntutan pelayanan kesehatan yang berbasis keselamatan yang tinggi. Keselamatan pasien adalah sebuah transformasi budaya, dimana budaya yang diharapkan adalah budaya keselamatan, budaya tidak menyalahkan, budaya lapor dan budaya belajar (Adib, 2012). Menurut Ramanujam (2005) dalam merespon kebutuhan terhadap peningkatan KP, organisasi pelayanan kesehatan harus membangun strategi untuk menciptakan learning organization (LO) dimana setiap partisipan yang ada dalam proses pelayanan, terlibat dalam pembelajaran yang kontinu. Kerangka teori learning organization disusun berdasarkan teori Marquardt (1996) yang mengemukakan 5 subsistem dari model system learning organization yang merupakan dimensi dan indikator LO yang saling mendukung dalam membentuk LO agar suatu organisasi dapat melakukan transformasi. Transformasi SUBSISTEM MODEL SYSTEM LEARNING ORGANIZATION menciptakan Learning 1. Dinamika pembelajaran 2. Transformasi organisasi 3. Pemberdayaan manusia 4. Pengelolaan pengetahuan 5. Aplikasi teknologi Organization dalam upaya membangun keselamatan pasien Gambar 4.3. Kerangka teori Learning Organization Universitas Indonesia 52 4.4 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka teori budaya keselamatan pasien, budaya organisasi dan learning organization, penulis menyusun kerangka konsep sebagai berikut : VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN Budaya Keterbukaan Budaya Keadilan Budaya Pelaporan Budaya Belajar Budaya Informasi Learning Organization dalam upaya membangun (Carthey&Clarke, 2010) keselamatan pasien di RS.Masmitra BUDAYA ORGANISASI 1. Tipe Clan 2. Tipe Adhocracy (Marquardt, 1996) 3. Tipe Market 4. Tipe Hierarki (Cameron&Quinn, 2011) Gambar 4.4. Kerangka Konsep Universitas Indonesia Variabel Independen Keterbukaan Komunikasi Umpan balik dan komunikasi tentang insidens keselamatan pasien Dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien Respons non punitive terhadap kesalahan Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan Staffing No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kuesioner AHRQ Staf bebas berbicara bila melihat sesuatu yang dapat berdampak negatif pada pasien, dan merasa bebas bertanya kepada mereka yang memiliki otoritas lebih tinggi Staf diinformasikan tentang kesalahan yang terjadi, diberikan umpan balik tentang implementasi perubahan, dan mendiskusikan cara untuk mencegah kesalahan. Kuesioner AHRQ Kuesioner AHRQ Kuesioner AHRQ Kuesioner AHRQ Manajemen RS menyediakan iklim kerja yang mempromosikan keselamatan pasien dan menunjukkan bahwa keselamatan pasien adalah prioritas utama. Staf merasa bahwa kesalahan dan laporan kejadian tidak dipakai untuk menyalahkan mereka dan tidak dicatat dalam dokumen pribadi mereka. Terdapat budaya belajar di mana kesalahan membawa perubahan positif dan dilakukan evaluasi terhadap efektivitas perubahan . Terdapat staf dalam jumlah yang cukup untuk menangani beban kerja dan jumlah jam kerja yang sesuai untuk menyediakan pelayanan terbaik bagi pasien Kuesioner AHRQ Alat Ukur Definisi Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Skala Universitas Indonesia - Baik : jika respons positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif <50 % - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif <50 % - Kurang :jika persepsi positif <50 % - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif <50 % - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif<50 % - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif <50 % Hasil Ukur * 4.5. Definisi operasional dimensi Budaya Keselamatan Pasien (diadaptasi dari AHRQ Publication, 2007) 53 Frekuensi pelaporan kejadian Persepsi keseluruhan tentang keselamatan Serah terima dan transisi Kerjasama antar unit 9. 10. 11. 12. Unit-unit di RS bekerjasama dan berkoordinasi satu sama lain untuk menghasilkan pelayanan yang terbaik bagi pasien Informasi penting tentang asuhan pasien disampaikan pada saat transfer pasien antar satu unit ke unit lain dan atau selama pergantian shift Tipe kesalahan yang dilaporkan : 1)kesalahan ditemukan dan dikoreksi sebelum mempengaruhi pasien 2)kesalahan tanpa potensi mencederai pasien 3)kesalahan yang dapat mencederai pasien namun tidak terjadi cedera Persepsi staf terhadap prosedur dan system dalam mencegah terjadinya kesalahan dan mengurangi masalah KP Staf saling mendukung, saling menghargai dan bekerja sebagai sebuah tim Sikap positif atau negatif dari supervisor/manajer terhadap upaya KP Definisi *hasil ukur mengikuti ketentuan AHRQ Kerjasama dalam unit Variabel Independen Harapan staf terhadap sikap dan tindakan supervisor/manajer dalam mendorong KP 8. 7. No Kuesioner AHRQ Kuesioner AHRQ Kuesioner AHRQ Kuesioner AHRQ Kuesioner AHRQ Kuesioner AHRQ Alat Ukur Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Skala Universitas Indonesia - Baik : jika respons positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif <50 % - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif <50 % - Kurang :jika persepsi positif <50 % - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif <50 % - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif<50 % - Baik : jika persepsi positif 75% - Sedang : jika persepsi positif antara >50% dan <75% - Kurang :jika persepsi positif <50 % Hasil Ukur * 54 Kepemimpinan organisasi Manajemen karyawan Perekat organisasi Penekanan strategis Kriteria keberhasilan 2. 3. 4. 5. 6. 1. Dimensi Budaya Organisasi (Variabel Independen) Karakteristik yang dominan No Penilaian responden terhadap karakter budaya yang paling dominan mewarnai organisasi Penilaian responden terhadap budaya yang mempengaruhi gaya kepemimpinan organisasi Penilaian responden terhadap budaya yang menetukan cara organisasi mengelola SDM Penilaian responden terhadap budaya yang menyatukan organisasi Penilaian responden terhadap budaya yang menentukan pilihan strategi di dalam organisasi Penilaian responden terhadap budaya yang menetapkan batasan kesuksesan organisasi Definisi Kuesioner OCAI Kuesioner OCAI Kuesioner OCAI Kuesioner OCAI Kuesioner OCAI Kuesioner OCAI Alat Ukur Skor saat ini dan yang diharapkan Skor saat ini dan yang diharapkan Skor saat ini dan yang diharapkan Skor saat ini dan yang diharapkan Skor saat ini dan yang diharapkan Skor saat ini dan yang diharapkan Hasil Ukur 4.6. Definisi operasional komponen Budaya Organisasi (diadaptasi dari Tesis Sammy Fatah, 2012) Universitas Indonesia Interval Interval Interval Interval Interval Interval Skala 55 BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN 5.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan analisa data kuantitatif dan kualitatif dengan cara cross sectional. Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi untuk mengukur budaya keselamatan pasien, mengidentifikasi profil budaya organisasi dan memberikan langkah-langkah merumuskan learning organization dalam upaya membangun keselamatan pasien di RS.Masmitra. 5.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2014 di RS.Masmitra, yang beralamat di Jl.Kelurahan Jatimakmur no.40, Pondok Gede, Bekasi. 5.3 Penelitian Kuantitatif Penelitian kuantitatif disini dilakukan untuk mengukur budaya keselamatan pasien dan mengidentifikasi budaya organisasi. 5.3.1 Populasi, Sampel, Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi Penelitian Kuantitatif Untuk mengukur budaya keselamatan pasien, populasi pada penelitian ini adalah tenaga klinis yang melakukan asuhan pada pasien di RS.Masmitra yang meliputi tenaga medis (dokter umum dan dokter spesialis), tenaga keperawatan (perawat dan bidan) serta tenaga penunjang medis (staf farmasi, staf laboratorium, staf radiologi, staf fisioterapi dan ahli gizi) yang memenuhi kriteria inklusi yang seluruhnya berjumlah 55 orang. 56 Universitas Indonesia 57 Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling karena peneliti berharap semua responden dapat memberikan pendapatnya dan memperkecil kemungkinan salah dalam pengambilan data dengan cara yang selanjutnya dijelaskan, walaupun kemungkinan salah tersebut tidak dapat dihindari. Berikut disajikan jumlah sampel masing-masing kategori : Tabel 5.1. Jumlah sampel tenaga klinis NO KATEGORI STAF KLINIS JUMLAH 1. Tenaga medis (dokter umum, dokter spesialis) 15 2. Tenaga keperawatan (perawat, bidan) 28 3. Tenaga 12 penunjang medis (laboratorium, radiologi, fisiterapi, apoteker/ahli gizi) Total 55 Sumber : bagian SDM RS.Masmitra Kriteria inklusi : Karyawan yang telah bekerja ≥ 1 tahun Sudah berstatus karyawan kontrak kedua Merupakan tenaga klinis yang memberikan asuhan pada pasien, meliputi : dokter umum, dokter spesialis, bidan, perawat, staf laboratorium, staf radiologi, staf fisioterapi, apoteker/asisten apoteker dan ahli gizi Kriteria eksklusi: Karyawan yang sedang menjalani masa cuti panjang (cuti melahirkan) Karyawan yang sedang menjalani pendidikan di luar RS Universitas Indonesia 58 Untuk mengidentifikasi budaya organisasi, pengambilan sampel dilakukan secara total sampling, dengan kriteria inklusi merupakan pimpinan di tingkat direksi, owner, manajer dan para kepala unit, telah bekerja > 2 tahun yang terdiri dari 9 orang. Pertimbangan peneliti memilih sampel tersebut adalah agar terdapat representasi dari unsur pelaksana klinis di lapangan sebagai implementer kebijakan dan juga pihak direksi, owner serta manajer sebagai penentu kebijakan, dimana salah satu direksi disini juga merupakan pemilik yang turut menentukan kebijakan RS. Adapun waktu 2 tahun dianggap waktu yang cukup terjadinya internalisasi budaya organisasi bagi karyawan RS.Masmitra sehingga hasil yang didapatkan benar-benar valid sebagai gambaran budaya organisasi yang dianut. 5.3.2 Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kuantitatif Teknik pengumpulan data untuk mengukur budaya keselamatan pasien dan mengidentifikasi budaya organisasi adalah melalui teknik survei dengan mendatangi tenaga klinis yang memenuhi kriteria inklusi. Kemudian peneliti membacakan terlebih dahulu lembar informed consent, selanjutnya responden menandatangani persetujuan keikutsertaan dalam penelitian. Untuk memudahkan bertanya pada saat mengisi kuesioner maka peneliti menunggu sampai responden selesai mengisinya. 5.3.3 Instrumen Penelitian Kuantitatif 1. Formulir kuesioner budaya keselamatan pasien dari Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ). Kuesioner terdiri atas 50 pertanyaan, yang mencakup 29 pertanyaan untuk dimensi tingkat unit, 11 pertanyaan untuk dimensi tingkat rumah sakit, 4 pertanyaan untuk dimensi output dan 6 pertanyaan untuk variabel latar belakang responden. Kuesioner ini menggunakan skala Likert untuk 5 pilihan jawaban mulai dari “sangat tidak setuju” sampai Universitas Indonesia 59 “sangat setuju” atau mulai dari “tidak pernah” sampai “selalu”. Dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu untuk kuesioner yang akan digunakan. 2. Formulir assessmen budaya organisasi dari Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) yang diadaptasi dari Competing Value Framework (Cameron and Quinn, 2011). Kuesioner ini terdiri dari 6 kelompok pertanyaan yang masing-masing terdiri dari 4 alternatif. Responden membagi 100 poin dalam keempat alternatif tersebut. Responden juga diminta untuk mengisi kolom Now dan Preferred untuk kondisi budaya yang dirasakan sekarang dan yang diharapkan. 5.3.4 Pengolahan data Penelitian Kuantitatif Dalam melakukan manajemen data, pada penelitian kuantitatif peneliti dibantu oleh seorang asisten. Pengelolaan data dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan isi kuesioner (editing) dan apabila dijumpai adanya ketidaklengkapan maka akan dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi, kemudian dilakukan pembuatan kode (coding) dari setiap nilai jawaban responden pada setiap variabel. Hasil skala likert dalam kuesioner dibagi atas pernyataan positif (“setuju” dan “sangat setuju” atau “selalu” dan “sering”) serta pernyataan negatif (“sangat tidak setuju” dan “tidak setuju” atau “tidak pernah” dan “jarang”). Data dimasukan ke dalam komputer dan dilakukan pengecekan kembali kebenaran data yang sudah dientry, dan kemudian dilakukan cleaning data proses pengecekan data untuk konsistensi dan treatment yang hilang, pengecekan konsistensi meliputi pemerikasaan data yang out of range, tidak konsisten secara logika, ada nilai-nilai ekstrim, dan data dengan nilai-nilai tidak terdefinisi. Universitas Indonesia 60 5.3.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada instrumen pengukuran budaya keselamatan pasien yaitu kuesioner dari AHRQ kepada 30 orang responden terhadap tiap butir pertanyaan dari 12 dimensi yang diukur. Uji Validitas Validitas berarti sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Suatu pernyataan dianggap valid bila nilai dari pernyataan tersebut berkorelasi secara bermakna dengan nilai total untuk variabelnya. Pengujian ini dilakukan dengan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Hasil analisis yang ditampilkan adalah corrected item-total correlation yang nilainya harus lebih besar dari r tabel. Nilai r tabel Pearson Product Moment untuk jumlah responden 30 dan tingkat kemaknaan 5 % adalah 0,361. Sehingga nilai r hitung yang lebih besar dari r tabel adalah penyataan yang valid. Sebaliknya pernyataan dengan nilai r hitung yang lebih kecil dari r tabel dianggap tidak valid. Uji Reliabilitas Menurut De Poy dan Gitlin (1998) reliabilitas adalah indikator kemampuan sebuah instrumen untuk menghasilkan nilai yang sama pada dua kesempatan pengukuran di dalam kondisi yang serupa. Bila sebuah instrumen menghasilkan nilai yang berbeda setiap kali suatu subjek diuji, maka skala yang dihasilkan tidak dapat memberikan nilai yang objektif atau nilai sebenarnya dari suatu objek yang diuji. Uji reliabilitas bertujuan mengukur konsisten tidaknya jawaban seorang terhadap item pernyataan di dalam sebuah kuesioner. Pengujian reliabilitas memerlukan pengujian validitas terlebih dahulu. Penyataan yang tidak valid dibuang, baru Universitas Indonesia 61 kemudian penyataan-pernyataan yang valid diukur reliabilitasnya secara bersama-sama (Hastono, 2006). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara One Shot atau diukur sekali saja. Untuk mengetahui reliabilitas dilakukan dengan cara melakukan uji Cronbach’s Alpha dan dinyatakan reliable apabila nilainya berkisar 0,60,8 (Natanael, 2013). 5.3.6 Analisis Data Penelitian Kuantitatif Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hasil pengumpulan data dari kuesioner budaya keselamatan pasien dan kuesioner budaya organisasi.dengan menghitung frekuensinya dan persentase dari tiap dimensi budaya. 5.4 Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif disini adalah untuk meneliti variabel dimensi learning organization dari Marquardt sebagai langkah-langkah menciptakan learning organization dalam upaya membangun keselamatan pasien dan juga hal-hal yang belum terjawab ataupun memerlukan penjelasan lebih lanjut. 5.4.1 Informan Penelitian Kualitatif Informan pada penelitian ini berjumlah 3 orang seperti tertera pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Daftar Informan Penelitian Kualitatif No. Informan Kode Informan Jabatan 1. Informan 1 I1 Penasehat direksi 2. Informan 2 I2 Direktur Utama Universitas Indonesia 62 3. Informan 3 I3 Direktur Ren-bang, marketing&umum 5.4.2 Teknik Pengumpulan Data Pada Penelitian Kualitatif Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan oleh peneliti dengan cara merekam apabila disetujui oleh informan. Peneliti dibantu oleh seorang asisten pada saat wawancara mendalam ini. 5.4.3 Instrumen Penelitian Penelitian Kualitatif Instrumen penelitian kualitatif adalah daftar pertanyaan sebagai berikut : Tabel 5.3. Daftar Pertanyaan Penelitian Kualitatif Langkah-langkah menciptakan learning organization dalam upaya membangun keselamatan pasien Variabel yang Pertanyaan Informan Langkah-langkah apa saja yang sudah dilakukan untuk implementasi KP terkait dengan pembelajaran yang berkelanjutan? Informan 1, ditanyakan Dinamika pembelajaran Tranformasi organisasi Apakah ada training individu/kelompok/manajemen yang terjadwal dan rutin dilaksanakan? Apakah telah ada program yang berbasis action learning untuk penanganan kasus yang terjadi? Langkah-langkah apa saja yang sudah dilakukan terkait tranformasi organisasi dalam implementasi KP? Apakah sudah ada upaya menciptakan suasana berbasis KP? Apakah sudah ada komitmen bersama dalam organisasi untuk senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan berbasis KP? Informan 2 Informan 1, Informan 2 Universitas Indonesia 63 Pemberdayaan karyawan Pengelolaan pengetahuan Aplikasi teknologi Apakah sudah dilakukan langkah pemberdayaan karyawan terkait implementasi KP? Apakah dalam pengembangan strategi dan perencanaan KP sudah melibatkan karyawan? Apakah setiap karyawan diberikan kesempatan untuk selalu menghasilkan dan belajar? Langkah-langkah apa saja yang sudah dilakukan untuk implementasi KP terkait pengelolaan pengetahuan karyawan dan manajemen? Apakah ada forum dimana karyawan dapat berbagi pengetahuan, misalnya dalam internal benchmarking atau studi kasus? Apakah dalam bekerjasama antar karyawan selalu ada pertukaran pengetahuan? Dalam rangka implementasi KP dan efektifitas kerja apakah sudah memanfaatkan teknologi yang ada? 5.4.4 Informan 2, Informan 3 Informan 2, Informan 3 Informan 1, Informan 3 Apakah pemanfaatan teknologi sudah diterapkan sebagai sarana pembelajaran dalam rangka membantu pencapaian kinerja perusahaan? Validitas Data Penelitian Kualitatif Validitas data dari penelitian kualitatif dilakukan dengan tehnik triangulasi sumber data dan teori. Triangulasi sumber data dilakukan dengan mencari data selain dari Informan 1 dan Informan 2, juga dari informan lain serta lembar komentar responden pada kuesioner. Triangulasi teori dilakukan dengan melihat peraturan dan teori yang ada. Universitas Indonesia 64 5.4.5 Analisis Data Penelitian Kualitatif Analisis data penelitian kualitatif dilakukan dengan tehnik konten analisis. Setelah informasi dari hasil penelitian deskriptif budaya keselamatan dan budaya organisasi dianalisis, peneliti kemudian melakukan wawancara mendalam. Pendapat-pendapat dalam wawancara mendalam tersebut dicatat dan diklasifikasikan dengan mengacu pada literatur dimensi learning organization dari Marquardt, yang merupakan dimensi dan indikator yang saling mendukung dalam membentuk LO agar suatu organisasi dapat melakukan transformasi. Kemudian disusun suatu format langkah-langkah sebagai dasar penerapan keselamatan pasien di RS.Masmitra. 5.5 Etika Penelitian Untuk memenuhi etika penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan pengambilan data kepada Direktur Utama RS.Masmitra dan sebelum pengisian kuesioner responden diberikan informed consent. Seluruh data disimpan secara rahasia dan hanya bisa diakses oleh peneliti. Universitas Indonesia DAFTAR PUSTAKA Adib AYahya, d. 2012. Memimpin dan Mendukung staf untuk komitmen dan Fokus pada Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Workshop keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis di rumah sakit. Jakarta. Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) Rockville, MD. 2011. Organizational Culture Distinguishes Top-Performing Hospitals in Patient Outcomes from Heart Attack : Research Activities, June 2011, No. 370. http://www.ahrq.gov/news/newsletters/researchctivities/jun11. Agency for Healthcare Research and Quality, Rockville MD. 2012. Surveys on Patient Safety Culture. Sitasi dari www.ahrq.gov/professionals /qualitypatientsafety/patientsafetyculture/index.html. Ayudyawardani SD, 2012. Tesis : Pengembangan Model Budaya Keselamatan Pasien yang sesuai di Rumah Sakit Ibu Anak Tumbuh Kembang Cimanggis, Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Bea I, Pasinringi, Syahrir A; Noor, Noer Bahry. 2013 : Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2013. Beginta, R. 2012. Tesis : Pengaruh Budaya Keselamatan Pasien, Gaya Kepemimpinan, Tim Kerja terhadap Pelaporan Kesalahan Pelayanan oleh Perawat di Unit Rawat Inap RSUD Bekasi Tahun 2012, Universitas Indonesia. Blegen, M.A., et al. 2006, Safety Climate in Hospital Units: A New Measure, Advance in Patient Safety. Vol 4, sitasi dari www.ahrq.gov/downloads /pub/advances/vol4/pdf. Budihardjo A, 2008. Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis ,Vol. 1 No. 1 |, Mei 2008 (53 - 70). 1 Universitas Indonesia 2 Cahyono, S.B. 2008. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran. Yogyakarta: Kanissius. Cameron, K S., & Quinn, R.E. 2006. Diagnosing and changing organizational culture: Based on the competing values framework (Revised ed.). San Francisco, CA: Jossey-Bass. Cameron KS, Quinn RE, 2011. Diagnosing and Changing Organizational Culture Based on the Competing Values Framework. Third Edition. Canadian Patient Safety Institute , 2009. Enhancing Patient Safety Across the Health Professions,The Safety Competencies. First Edition. Carthey J, Clarke J, 2010. Implementing Human Factors in Healthcare, “How to Guide‟. Sitasi : http://www.patientsafetyfirst.nhs.uk. Cooper, M.D., 2000. Towards a Model of Safety Culture. Safety Science. 36th edition. p 111-136. Sitasi dari http://www.behavioral-safety.com De Poy E, Gitlin L. 1998. Introduction to Research, Understanding and Applying Multiple Strategies. Mosby. 2nd Edition. Depkes RI –PERSI (2006), Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Flemming M, Wentzell N, 2008. Patient Safety Culture Improvement Too: Development and Guidelines for Use. Healthcare Quarterly Vol 11 Special Issue 2008. Hamdani, S. 2007. Tesis : Analisis Budaya Keselamatan Pasien (Patient Safety Culture) di Rumah Sakit Islam Jakarta tahun 2007. Universitas Indonesia. 2007. Health and Safety Executive (HSE) , United Kingdom. 2005. A Review of Safety Culture and Safety Climate Literature for The Development of The Safety Culture Inspection Toolkit. Hellings J., Schrooten W., Klazinga N., & Vleugels A. 2007. Challenging Patient Safety Culture: survey results. International Journal of Health Care Quality Assurance. 7th edition. p620-632. Hidayat S F, 2012. Tesis : Budaya Organisasi Menurut Kerangka Persaingan Nilai (Competing Values Framework) Di RS Islam Sari Asih Ar Rahmah Tangerang November 2011. Universitas Indonesia. Universitas Indonesia 3 Hofstede, Geert & Hofstede, Gert Jan. 2005. Cultures and Organizations. Software of mind. USA. McGraw-Hill. Iriviranty, A. 2014. Tesis : Analisis Budaya Organisasi dan Budaya Keselamatan Pasien Sebagai Langkah Pengembangan Keselamatan Pasien di RSIA Budi Kemuliaan tahun 2014. Universitas Indonesia. 2014. Institute of Medicine. 2000. To err is human: building a safer health system. USA. Iqbal, A.M. 2013. Tesis : Analisis Kesiapan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Assalam Cibinong Bogor Jawa Barat tahun 2013. Universitas Indonesia. Jianhong, A. 2004. Safety culture in surgical residency program across Virginia. http:// www.sysy.virgin.edu. Kirk, S., Parker, D., Claridge, T., Esmail, A., & Marshall, M. 2007. Patient Safety Culture in Primary Care : Developing a Theoritical Framework for Practical Use. Journal of Quality Safety Health Care. 16 th edition. p 313-320. Kohn L.T, et al. 2000. To Err is Human. Building a Safer Health System. Washington, Copyright 2014 National Academy of Science. Sitasi dari www.nap.edu/html/to_err_is_human. Kaufman G, McCaughan D, 2013. The Effect of Organisational Culture On Patient Safety. Nurs Stand 2013 Jun 26-Jul 2;27(43):50-6. Sitasi dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed KKP-RS. 2008. Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP). Jakarta : KKP-RS. Kreitner, Robert, Kinicki, Angelo. 2007. Organizational Behavior, seventh edition. New York : McGraw-Hill Int’ Lestari, AD. 2008. Penilaian Budaya Patient Safety Departemen Bedah dan Non Bedah RS Angkatan Laut Mintohardjo Jakarta. Tesis Program Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada. Mardon RE, Khanna K, Sorra J, Dyer N, Famolaro T. 2010. Exploring Relationships Between Hospital Patient Safety Culture And Adverse Events. Journal of Patient Safety. Universitas Indonesia 4 Marquardt, Michael J. 1996. Building The Learning Organization : A System Approach to Quantum Improvement and Global Success : McGraw-Hill New York. McShane, SL and Glinov, Marry. 2003. Organizational Behavior. Sitasi dari http://www.mcgraww-hill.com. Natanael, S.D. 2013. Mahir Menggunakan SPSS secara Ortodidak. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Nieva V , Sorra J. 2003. Safety Culture Assessment: A Tool For Improving Patient Safety In Healthcare Organizations ,Qual Saf Health Care. Ni Wayan Nurasih. 2008. Tesis : Analisis Penerapan Learning Organization Menurut Persepsi Pegawai Tingkat Pimpinan Pada Divisi Operasional PT.Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Universitas Indonesia. Nummelin, J. 2006. Measuring Organization Culture in Construction Sector-Finnish Sample. International Conference on Construction Culture, Innovation and Management. Dubai. Nurmalia D, 2012. Tesis: Pengaruh Program Mentoring Keperawatan terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien di Ruang Rawat Inap RS Islam Sultan Agung Semarang, Universitas Indonesia, 2012. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2011. Rachmawati E, 2012. Disertasi : Model Pengukuran Iklim Keselamatan Pasien (Patient Safety Climate) di Rumah Sakit MuhammadiyahAisyiyah (RSMA), Universitas Indonesia. Ramanujam et al. 2005. Making a Case for Organizational Change in Patient Safety Initiatives. Advance in Patient Safety, Vol 2 p. 455465. Reason J, 2006. Human Factors : A Personal Perspective. Human Factors Seminar. Helsinski. February 2006. Russell, J. 2001. Understanding Organizational Culture. Russell Consulting Inc© Sitasi http://russellconsultinginc.com/wp/uploads/RCI_Whitepaper_-_Culture.pdf Universitas Indonesia 5 Russell J,Russell L. 2014. Understanding Organizational Culture. Russell Consulting Inc© 2014. Sitasi dari http://russellconsultinginc.com/ wp-content/uploads/RCI_Whitepaper_-Culture.pdf Robbins, S.P. 1996. Perilaku organisasi edisi kedelapan : Konsep, kontroversi, aplikasi. Hadyana Pujaatmaka, penerjemah. Jakarta : Prenhalindo. Sandars, J. Cook, G. 2007. ABC of Patient Safety. Blackwell Publishing, Ltd. Schein, E. 2004. Organizational Culture and Leadership. 3rd Edition. Jossey-Bass. Senge, Peter M. 1994. The Fifth Discipline : The Art and Practise of The Learning Organization. Doublebay 1540 Broadway. New York. Singer SJ, et al, 2009. Identifying organizational cultures that promote patient safety. Health Care Manage Rev. 2009 Oct-Dec ; 34(4):30011. Sorra J, Nieva V. 2007. Hospital Survey on Patient Safety Culture, AHRQ Publication No. 04-0041 ,September 2007. Sorra J, Nieva, 2004. Hospital Survey on Patient Safety Culture . Sitasi : http://www.ahrq.gov/qual/patientsafetyculture/hospsurvindex.htm Smart, J. C. 2010. Higher Education: Handbook of Theory and Research: Volume 25. London: Springer. Stoner, J, et al. 1996. Management. 6th edition. Prentice-Hall Inc. Thoha M. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi 1, Jakarta. Rajawali pers, 2009. Thomsen, Home & Viggo Hoest. 2001. Employee’s Perception of The Learning Organizationl Learning. Vol 32 p 469-491. Wahyu, T. 2014. Tesis : Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien oleh Petugas Sharp End pada Instalasi MPE/Rehabilitasi, Farmasi dan Laboratorium di Rumah Sakit X. Universitas Indonesia. Wagner C, Smits M, Sorra J, and Huang CC, 2013. Assessing Patient Safety Culture In Hospitals Across Countries. International Journal Universitas Indonesia 6 for Quality in Health Care; Volume 25, Number 3: pp. 213–221 10.1093/intqhc/mzt024, 2013. Weingart, Saul.,et al. 2000. Epidemiology of Medical Error Education and Debate. BMJ. Sitasi dari www.findarticles.com/p/articles. Weaver SJ, Lubomksi LH,. Wilson RF, Pfoh ER, MPH, Martinez Kathryn A, Sydney M . Promoting a Culture of Safety as a Patient Safety Strategy: A Systematic Review, 2013. WHO Patient Safety, 2009. Human Factors in Patient Safety: Review of Topics and Tools. Report for Methods and Measures Working Group. April 2009. WHO. 2011.Patient Safety Curriculum Guide, Multi-professional Edition. Universitas Indonesia 1 Lampiran 1 LEMBAR INFORMED CONSENT Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr.................................. Di_tempat Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai mahasiswa Program Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, saya bermaksud melakukan penelitian ilmiah untuk penyusunan tesis dengan judul “Merumuskan Learning Organization Dalam Upaya Membangun Keselamatan Pasien di RS.Masmitra”. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mempersiapkan rumah sakit dalam akreditasi tahun 2015. Kuesioner ini didesain sedemikian rupa sehingga memudahkan pengisian dan untuk mengisinya dibutuhkan waktu kurang lebih 15 menit. Kuesioner ini bukan merupakan bagian dari penilaian kinerja sehingga diharapkan diisi dengan apa adanya. Peneliti menjamin penelitian ini tidak akan menimbulkan sesuatu yang berdampak negatif kepada Bapak/Ibu/Saudara. Peneliti akan sangat menghargai hak Bapak/Ibu/Saudara dengan menjaga kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan. Apabila Bapak/Ibu/Saudara memiliki pertanyaan dapat ditanyakan langsung kepada saya. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara mengisi kuisioner ini saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya. Bekasi, 11 Agustus 2014 Hormat saya, Mira Puspitasari UNIVERSITAS INDONESIA 2 Lampiran 2 PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN Setelah membaca dan mendengar penjelasan tentang penelitian ini, saya memahami bahwa keikutsertaan saya sebagai responden penelitian bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit ini. Saya memahami bahwa peneliti menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden dan saya menyadari bahwa penelitian ini tidak berdampak negatif bagi saya. Dengan menandatangani surat persetujuan ini, saya secara sukarela bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Nama responden :………………………………………… Jenis kelamin : Pria / Wanita Umur (pada saat ulang tahun terakhir) :…………………………tahun Bekasi, ………..Agustus 2014 Responden ( ……..…………………….. ) UNIVERSITAS INDONESIA 3 Lampiran 3 KUESIONER BUDAYA KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Mohon kesediaan Saudara untuk mengikuti survei ini. Kuesioner ini dilakukan untuk mengetahui persepsi Saudara tentang isu keselamatan pasien, kesalahan medis dan pelaporan kejadian di rumah sakit Saudara. 2. Jawaban Saudara diperlukan hanya untuk kepentingan ilmiah dan tidak akan mempengaruhi kondite Saudara. Oleh karena itu kami mengharapkan Saudara dapat mengisi kuesioner ini dengan jujur sesuai dengan keadaan/suasana di unit tempat Saudara bertugas/di RS.Masmitra. Daftar Istilah “Keselamatan Pasien” didefinisikan sebagai penghindaran dan pencegahan cedera pada pasien dan pencegahan kejadian yang tidak diharapkan yang merupakan hasil dari suatu proses dalam pelayanan kesehatan. “Keselamatan Pasien Rumah Sakit” adalah suatu sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman. Yang meliputi *asesmen risiko, *identifikasi & pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,*pelaporan & analisis insiden, *kemampuan belajar dari insiden & tindak lanjutnya serta *implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) : setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan/berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dll) yang tidak seharusnya terjadi. 1. “Kondisi Potensial Cidera – KPC“ (situasi atau kondisi yang perlu dilaporkan) : suatu situasi / kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden contoh :- IGD yang sangat sibuk tetapi jumlah personil selalu kurang/understaffed - penempatan defibrillator di IGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak, walaupun belum diperlukan. 2. “Kejadian Nyaris Cidera – KNC” : terjadinya insiden yang belum sampai terpapar / terkena pasien. contoh :- unit transfusi darah sudah terpasang pada pasien yang salah, tetapi kesalahan tersebut segera diketahui sebelum transfusi dimulai. 3. “Kejadian Tidak Cidera – KTC”: suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera. contoh : - darah transfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul gejala inkompatibilitas. 4. “Kejadian Tidak Diharapkan – KTD” : adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. contoh : transfusi yang salah mengakibatkan pasien meninggal karena reaksi hemolysis. UNIVERSITAS INDONESIA 4 Bagian A : Area/ Unit Kerja Anda Dalam kuesioner ini, yang dimaksud dengan “ unit “ adalah tempat kerja di mana anda mengunakan sebagian terbesar waktu kerja anda atau melakukan sebagian besar pelayanan klinis di tempat tersebut. Di mana unit kerja utama Anda di rumah sakit ini ? o UGD o Kamar bersalin o Kamar operasi o Ruang perawatan lantai 2 o Poliklinik o Lainnya…………………………. Mohon berikan jawaban Anda yang menunjukkan setuju atan tidaknya Anda terhadap pernyataan berikut : Keterangan : SS = Sangat Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju N = Netral STS = Sangat Tidak Setuju NO PIKIRKAN TENTANG UNIT KERJA ANDA STS 1 Setiap orang saling membantu satu sama lain di unit kami 2 Kami memiliki cukup staf untuk menangani beban kerja 3 Jika di unit kami ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu cepat, maka staf di unit kami bekerja bersama-sama sebagai tim untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut 4 Di unit kami orang-orang saling menghargai satu sama lain 5 Staf di unit kami bekerja lembur untuk melayani pasien 6 Kami aktif melakukan hal-hal yang meningkatkan keselamatan pasien 7 Unit kami banyak menggunakan tenaga honorer untuk kegiatan keselamatan pasien 8 Karyawan unit kami sering merasa bahwa kesalahan yang mereka lakukan digunakan untuk menyalahkan mereka TS N UNIVERSITAS INDONESIA S SS 5 9 Di unit kami, kesalahan yang terjadi digunakan untuk membuat perubahan kearah yang positif 10 Merupakan suatu kebetulan jika kesalahan yang serius tidak terjadi di unit ini 11 Jika unit kami sedang sibuk, maka unit lain akan membantu 12 Ketika insiden keselamatan pasien dilaporkan, dicatat/dibicarakan adalah pelakunya, bukan masalahnya 13 Setelah kami melakukan perubahan untuk meningkatkan keselamatan pasien, kami melakukan evaluasi terhadap keefektivitasannya 14 Kami bekerja seolah-olah dalam keadaan mencoba/berusaha berbuat banyak dengan cepat 15 Untuk menyelesaikan pekerjaan yang lebih banyak, kami tidak pernah mengorbankan keselamatan pasien . 16 Karyawan merasa khawatir bahwa kesalahan yang diperbuat akan dicatat pada penilaian kinerja mereka 17 Di unit kami banyak terdapat masalah yang berhubungan dengan keselamatan pasien 18 Prosedur dan sistem di unit kami sudah baik dalam mencegah insiden/error yang “krisis”, Bagian B : Supervisor/ Manajer Anda NO STS 1 Kepala unit saya memberi pujian ketika melihat pekerjaaan diselesaikan sesuai prosedur keselamatan pasien 2 Kepala unit saya serius mempertimbangkan saran staf untuk memperbaiki keselamatan pasien 3 Ketika beban kerja kami tinggi, kepala unit kami meminta kami bekerja cepat meski dengan mengambil jalan pintas 4 Kepala unit saya selalu membesar-besarkan masalah keselamatan pasien yang terjadi di unit kami TS N UNIVERSITAS INDONESIA S SS 6 Bagian C : Komunikasi Seberapa sering hal-hal berikut terjadi di unit /area kerja Anda? NO PIKIRKAN ANDA TENTANG UNIT KERJA 1 Kami diberikan umpan balik terhadap perubahan di tempat kerja berdasarkan laporan kejadian 2 Karyawan di unit kami bebas berbicara jika melihat sesuatu yang dapat berdampak negatif pada perawatan pasien 3 Karyawan di unit kami mendapat informasi mengenai insiden yang terjadi di unit kami 4 Karyawan merasa bebas menanyakan keputusan atau tindakan-tindakan yang diambil oleh kepala unit dalam hubunganya dengan keselamatan pasien 5 Di unit ini, kami mendiskusikan cara-cara mencegah agar insiden tidak terulang kembali 6 Karyawan di unit kami merasa takut bertanya jika terjadi sesuatu yang tidak benar Tidak pernah Jarang Kadang -kadang Sering Selalu Bagian D : Frekuensi Kejadian yang Dilaporkan Di unit/area kerja Anda, bila kesalahan-kesalahan berikut terjadi, seberapa sering hal tersebut dilaporkan? Tidak pernah NO 1 Jika suatu kesalahan terjadi, tetapi sempat ditemukan dan diperbaiki sehingga pasien tidak terpapar (Kejadian Nyaris Cedera) seberapa seringkah hal tersebut dilaporkan ? 2 Jika ditemukan suatu situasi/kondisi, yang berpotensi mencederai pasien, tetapi belum terjadi insiden (Kejadian Potensial Cedera), seberapa seringkah hal tersebut dilaporkan? Jarang Kadangkadang Sering UNIVERSITAS INDONESIA Selalu 7 3 Jika suatu kesalahan dilakukan, pasien terpapar namun tidak terjadi cedera (Kejadian Tidak Cedera), seberapa seringkah hal tersebut dilaporkan ? Bagian E : Tingkat Keselamatan Pasien Mohon berikan penilaian Anda tentang keselamatan pasien di unit kerja Anda : □ A Sempurna □ B Sangat baik □ C Dapat diterima □ D Kurang baik □ E Gagal Bagian F : Rumah Sakit Anda Mohon berikan jawaban anda terhadap pernyataan berikut tentang Rumah Sakit Anda. NO STS 1 Manajemen RS memberikan suasana kerja yang mendukung keselamatan pasien 2 Di RS kami, unit satu dengan unit lainnya tidak berkoordinasi dengan baik 3 Hal-hal yang salah terjadi pada saat transfer pasien dari unit satu ke unit yang lain 4 Terdapat kerjasama yang baik antar unit di RS untuk menyelesaikan pekerjaan secara bersama-sama 5 Informasi yang penting mengenai perawatan pasien sering hilang saat pergantian shift 6 Seringkali saya merasa tidak menyenangkan bekerja dengan staf yang berasal dari unit lain dalam RS ini 7 Masalah sering timbul pada saat pertukaran informasi antar unit di RS ini 8 Tindakan manajemen RS menunjukkan bahwa keselamatan pasien TS N UNIVERSITAS INDONESIA S SS 8 adalah prioritas utama 9 Manajemen RS hanya tertarik pada keselamatan pasien hanya bila setelah terjadi insiden (Kejadian Tidak Diinginkan) 10 Unit-unit dalam rumah sakit ini bekerjasama dengan baik untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien 11 Pergantian shift menimbulkan masalah bagi pasien di RS ini Bagian G : Jumlah kejadian yang Dilaporkan Dalam 12 bulan terakhir, berapa banyak laporan kejadian yang Anda/unit Anda tuliskan dan laporkan a. Tidak ada laporan kejadian d. 6-10 laporan kejadian b. 1-2 laporan kejadian e. 11-20 laporan kejadian c. 3-5 laporan kejadian f. 21 atau lebih laporan kejadian Bagian H : Informasi latar belakang Laporan ini akan membantu dalam analisis hasil survey. 1. Berapa lama Anda bekerja di RS ini ? a. Kurang dari 1 tahun d. 11-15 tahun b. 1-5 tahun e. 16-20 tahun c. 6-10 tahun f. 21 tahun atau lebih 2. Sudah berapa lama Anda bekerja di unit yang sekarang ini ? a. Kurang dari 1 tahun d. 11-15 tahun b. 1-5 tahun e. 16-20 tahun c. 6-10 tahun f. 21 tahun atau lebih 3. Berapa jam dalam seminggu anda bekerja di RS ini? a. Kurang dari 20 jam per minggu d. 60 – 79 jam per minggu b. 20- 39 jam per minggu e. 80 – 99 jam per minggu c. 40 – 59 jam per minggu f. 100 jam per minggu atau lebih UNIVERSITAS INDONESIA 9 4. Apa jabatan /posisi anda di RS ini ? a. Perawat pelaksana e. Staf Dokter Spesialis b. Bidan pelaksana f. Staf farmasi c. Bidan/Perawat kepala ruangan g. Staf laboratorium d. Staf dokter umum h.Lainnya, sebutkan.................... 5. Dalam posisi Anda sebagai staf sekarang , apakah anda berinteraksi atau kontak secara langsung dengan pasien? a. Ya, saya secara langsung berinteraksi/kontak dengan pasien b. Tidak, saya tidak berinteraksi/kontak langsung dengan pasien 6. Berapa lama anda telah bekerja dalam profesi atau spesialisasi yang sekarang ini ? a. Kurang dari 1 tahun d. 11-15 tahun b. 1-5 tahun e. 16-20 tahun c. 6 -10 tahun f. 21 tahun atau lebih Bagian I : komentar anda Tulis komentar anda mengenai budaya keselamatan pasien, dukungan pimpinan, dan pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit Anda: …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………....... TERIMAKASIH ANDA TELAH MENYELESAIKAN SURVEY INI ! UNIVERSITAS INDONESIA 10 Lampiran 4 KUESIONER BUDAYA ORGANISASI Petunjuk Pengisian Kuesioner Tujuan Survey ini adalah untuk mengidentifikasi enam dimensi budaya organisasi di RS.Masmitra. Kuesioner ini terdiri dari 6 pertanyaan, setiap pertanyaan mempunyai 4 alternatif. Anda diminta membagi 100 poin dalam keempat alternatif tersebut. Berikan poin yang lebih tinggi pada alternatif yang paling mirip dengan organisasi Anda. Sebagai contoh, pada pertanyaan pertama, Jika Anda pikir alternatif A sangat mirip dengan organisasi Anda, alternatif B dan C agak mirip, dan alternatif D tidak mirip sama sekali, Anda dapat memberi poin 55 untuk A, 20 untuk B dan C, dan 5 untuk poin D. Perhatikan bahwa saat anda pertama kali menyelesaikan 6 pertanyaan tersebut, itu adalah untuk kondisi budaya yang anda rasakan sekarang ini (Now) . Setelah itu Anda diminta untuk mengulangi pertanyaan tersebut dan menjawabnya dengan kondisi yang anda harapkan (Preferred). Tidak ada jawaban yang benar atau salah ,sebagaimana budaya, tidak ada yang benar atau salah. 1. KARAKTERISTIK DOMINAN A Organisasi ini adalah tempat yang sangat personal. Seperti sebuah keluarga besar. Orang-orang tampaknya berbagi banyak hal dari diri mereka B Organisasi ini adalah tempat kewirausahaan yang sangat dinamis. Orang-orang bersedia untuk bertahan dan mengambil risiko C Organisasi ini sangat berorientasi pada hasil. Perhatian utamanya adalah meyelesaikan pekerjaan. Sangat kompetitif dan berorientasi pada prestasi. D Organiisasi ini sangat terstruktur dan terkendali. Prosedur formal lah yang pada umumnya mengatur apa yang harus dilakukan NOW PREFERRED Total 100 100 2. KEPEMIMPINAN ORGANISASI NOW PREFERRED A Kepemimpinan dalam organisasi umumnya dianggap mencontohkan, mentoring, memfasilitasi, atau UNIVERSITAS INDONESIA 11 mengayomi B Kepemimpinan dalam organisasi umumnya dianggap mencontohkan kewirausahaan, inovasi dan berani mengambil risiko C Kepemimpinan dalam organisasi umumnya dianggap mencontohkan kesungguh-sungguhan, agresif, berorientasi pada hasil . D Kepemimpinan dalam organisasi umumnya mencontohkan koordinasi, pengorganisasian, atau efisiensi yang berjalan lancar Total 100 100 3. MANAJEMEN KARYAWAN NOW PREFERRED A Gaya manajemen dalam organisasi ditandai dengan teamwork, kesepakatan dan partisipasi B Gaya manajemen dalam organisasi ditandai dengan pengambilan risiko dari individu, inovasi, kebebasan dan keunikan C Gaya manajemen dalam organisasi ditandai dengan dorongan yang kuat untuk bersaing, tuntutan yang tinggi, dan prestasi D Gaya manajemen dalam organisasi ditandai oleh keamanan kerja, kesesuaian, prediktabilitas, dan kemapanan dalam hubungan Total 100 100 4. PEREKAT ORGANISASI NOW PREFERRED A Perekat yang menyatukan organisasi bersama-sama adalah loyalitas dan rasa saling percaya. Komitmen terhadap organisasi ini berjalan tinggi. B Perekat yang menyatukan organisasi bersama-sama adalah komitmen terhadap inovasi dan pengembangan. Ada penekanan pada posisi di ujung tombak. C Perekat yang menyatukan organisasi bersama-sama adalah penekanan pada prestasi dan pencapaian tujuan. Agresivitas dan menang adalah tema bersama. UNIVERSITAS INDONESIA 12 D Perekat yang menyatukan organisasi bersama-sama adalah peraturan dan kebijakan formal. Adalah penting mempertahankan sebuah organisasi berjalan dengan lancar . Total 100 100 5. PENEKANAN STRATEGIS NOW PREFERRED A Organisasi menekankan pembangunan manusia. Kepercayaan yang tinggi, keterbukaan, dan partisipasi dipertahankan. B Organisasi menekankan memperoleh sumber daya baru dan menciptakan tantangan baru. Mencoba halhal baru dan prospek untuk peluang sangat dihargai C Organisasi menekankan tindakan kompetitif dan prestasi. Mempunyai target yang ketat dan memenangkan pasar merupakan tujuan yang dominan D Organisasi menekankan kemapanan dan stabilitas. Efisiensi, kontrol dan operasional yang lancar adalah penting Total 100 100 6. KRITERIA KEBERHASILAN NOW PREFERRED A Organisasi mendefinisikan kesuksesan atas dasar pengembangan sumber daya manusia, kerja sama tim, komitmen karyawan, dan kepedulian B Organisasi mendefinisikan kesuksesan atas dasar memiliki produk yang paling unik atau produk terbaru. Organisasi ini merupakan product leader dan inovator C Organisasi mendefinisikan kesuksesan dengan memenangkan pasar dan memenangkan kompetisi. Kepemimpinan market yang kompetitif adalah kunci D Organisasi mendefinisikan kesuksesan atas dasar efisiensi. Pelayanan yang diandalkan, penjadwalan yang lancar dan produksi berbiaya rendah dianggap sangat penting. 100 100 Total UNIVERSITAS INDONESIA