1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical
Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis
klinis yang signifikan atau pola yang terjadi dalam diri seseorang dan
berhubungan dengan masalah saat ini (misal, gejala penyakit) atau cacat
(penurunan satu atau lebih bidang penting dari fungsi), atau peningkatan resiko
kematian, kesakitan, kecacatan atau kehilangan kebebasan dan respon tidak
diharapkan dan sanksi budaya pada peristiwa tertentu (misal, kematian salah
seorang yang dicintai). Salah satu macam gangguan jiwa adalah skizofrenia.
Resiko menderita skizofrenia adalah 1%, yang berarti bahwa satu orang dari 100
orang akan menderita skizofrenia dalam hidupnya. Di seluruh dunia, muncul 2000
kasus setiap tahun. Di Amerika Serikat >2000 orang menderita skizofrenia
(Sadock dan Sadock, 2010). Tiga dari empat kasus skizofrenia terjadi pada usia
antara 17-25 tahun. Sembilan puluh lima persen orang-orang dengan skizofrenia
akan menderita skizofrenia seumur hidup. Skizofrenia menempati rangking
keempat dari bagian beban penyakit di seluruh dunia (Stuart dan Laraia, 2005).
Prevalensi penderita skizofrenia antara laki-laki dan perempuan sama. Tetapi,
dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan
penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada perempuan. Usia
puncak onset adalah 15-35 tahun, 50% kasus terjadi sebelum usia 25 tahun
1
2
(Sadock dan Sadock, 2010).
Menurut WHO atau World Health Organization (2013), skizofrenia adalah
bentuk yang parah dari penyakit mental yang mempengaruhi sekitar 7 per seribu
dari populasi orang dewasa, terutama pada kelompok usia 15-35 tahun. Meskipun
insiden rendah (3-10,000), prevalensinya tinggi disebabkan oleh kronisitas.
Skizofrenia diseluruh dunia di derita kira-kira 24juta orang. Lebih dari 50 %
pasien skizofrenia tidak mendapatkan penanganan. Sembilan puluh persen
penderita skizofrenia berada di negara berkembang.
Di Indonesia gangguan jiwa parah (skizofrenia) prevalensinya 4,6%. Daerah
paling banyak pasien gangguan jiwa di Inonesia adalah DKI Jakarta yang
mencapai 20,3%. Di Daerah Istimewa Yogyakarta prevalensi skizofrenia sebesar
3,8% (Riskesdas, 2007).
Skizofrenia adalah penyakit neurobiologikal otak yang serius dan menetap.
Skizofrenia sebuah sindrom klinik psikopatologi yang sangat menganggu dan
mengakibatkan gangguan pada kehidupan seseorang, yaitu keluarga dan
komunitas/ masyarakat (Stuart & Laraia, 2005). Skizofrenia adalah suatu penyakit
otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran
konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta
memecahkan masalah (Stuart, 2007).
Hambatan atau gangguan interaksi sosial pada individu yang mengalami
gangguan jiwa kronis itu bervariasi. Bagi sebagian orang, hambatan tersebut
berasal dari hasil uji realitas yang buruk. Apabila tidak dapat mempersepsikan
realitas secara akurat, individu akan kesulitan untuk mengatasi berbagai masalah
3
setiap harinya. Bagi sebagian lain, hambatan tersebut mungkin disebabkan oleh
isolasi sosial atau penurunan ketrampilan interpersonal (Carpenito, 2009).
Gangguan sosial berpengaruh pada penurunan harga diri yang berhubungan
dengan kurangnya kemampuan akademik dan prestasi sosial. Gangguan sosial
bisa juga menyebabkan ketidaknyamanan dan isolasi sosial yang lebih parah.
Masalah-masalah khusus dalam pengembangan hubungan sosial meliputi tidak
tertarik pada kegiatan rekreasi, perilaku seksual yang tidak wajar dan stigma
terkait pada penarikan diri oleh teman-teman, keluarga, dan teman sebaya (Stuart
& Laraia, 2005). Oleh karena itu gangguan hubungan interpersonal pada penderita
skizofrenia memerlukan penanganan sehingga penderita skizofrenia dapat
beraktivitas di lingkungan dengan baik. Terapi musik kelompok merupakan salah
satu terapi yang bisa digunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal pada
penderita skizofrenia (American Music Therapy Association/ AMTA). Dalam
penelitian Lipe et al (2011), art therapy (musik dan seni visual) dapat
meningkatkan kesejahteraan, dan para responden melaporkan bahwa sesi terapi
memberikan kesenangan, kenyamanan, sosialisasi, kreativitas dan rasa memiliki.
Menurut Gold et al (2009), terapi musik merupakan terapi yang efektif untuk
penderita gangguan mental serius, yang membantu pasien untuk meningkatkan
global state, gejala dan fungsi. Mereka mengindikasikan bahwa musik sangat
membantu sekali dalam peningkatan motivasi, menyediakan kesempatan untuk
mengekspresikan emosi dan sebagai sarana untuk interaksi sosial.
Rumah Sakit Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu
institusi milik pemerintah yang mengupayakan kesehatan jiwa. Berdasarkan data
4
yang diperoleh dari rekam medis pada tanggal 18 Mei 2013, pada tahun 2012
Rumah Sakit Grhasia memiliki pasien rawat inap yang sebagian besar adalah
penderita Skizofrenia. Kebanyakan pasien rawat inap terdiagnosa skizofrenia tak
terinci, dengan jumlah 442 orang. Sizofrenia paranoid sejumlah 301 orang,
skizofrenia residual sejumlah 59 orang, dan skizofrenia katatonik sejumlah 39
orang.
Rata-rata dirawat pasien di Rumah Sakit Jiwa Grhasia tahun 2012 adalah
44,25 hari. Lama hari tersebut masih jauh dari standar ideal yaitu lama perawatan
di RSJ maksimal adalah 42 hari atau 6 minggu.
Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia telah tersedia alat musik berupa gamelan,
namun hanya digunakan pada waktu-waktu tertentu saja, seperti perlombaan, hari
kemerdekaan dan menyambut hari kesehatan. Tidak semua pasien mempunyai
kesempatan memainkan alat musik tersebut. Wawancara yang peneliti lakukan
pada pasien gangguan jiwa yang telah masuk tahap maintenance dan health
promotion mengatakan bahwa mereka lebih senang melakukan kegiatan dan
membutuhkan hiburan dari pada berdiam di kamar. Terapi musik sudah dilakukan
di RS Jiwa Grhasia DIY. Akan tetapi belum ada penelitian terkait terapi musik
yang sudah dilaksanakan rutin tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh terapi musik kelompok terhadap interaksi sosial pada penderita
skizofrenia.
5
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan sebagai berikut: “Apakah terapi musik kelompok berpengaruh
terhadap interaksi sosial pada penderita skizofrenia?”
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi musik kelompok terhadap hubungan
interaksi sosial pada penderita skizofrenia
2.
Tujuan khusus
a.
Mengetahui hubungan interaksi sosial penderita skizofrenia sebelum
pemberian terapi musik kelompok
b.
Mengetahui hubungan interaksi sosial penderita skizofrenia sesudah
pemberian terapi musik kelompok.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat akademis
a.
Sebagai pengembangan pengetahuan tentang pengaruh terapi musik
kelompok terhadap hubungan interaksi sosial penderita skizofrenia.
b.
Sebagai
kontribusi
kemampuan
dan
dalam
pembelajaran
pengetahuan
mahasiswa
untuk
meningkatkan
terhadap
intervensi
keperawatan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan hubungan
interaksi sosial penderita skizofrenia.
6
2.
Manfaat aplikatif
a.
Bagi
pasien adalah
pasien memiliki strategi penanganan gangguan
interaksi sosial yang tepat pada penderita skizofrenia.
b.
Bagi perawat adalah memberikan pengetahuan dan kemampuan
mengenai intervensi keperawatan yang bisa dilakukan untuk meningkat
inteaksi sosial pada penderita skizofrenia.
c.
Bagi rumah sakit adalah sebagai masukan kebijakan dalam merawat
penderita skizofrenia dalam meningkat interaksi sosial pasien.
d.
Bagi
peneliti adalah dapat memberikan pengetahuan baru dalam
mengembangkan kerangka pemikiran yang kritis untuk penelitian lebih
lanjut terkait pengaruh terapi musik kelompok pada penderita
skizofrenia.
E. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian yang sama
dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun penelitian yang sudah dilakukan
dan serupa dengan penelitian yang akan penulis lakukan, antara lain:
1.
Penelitian Rudianto (2012) yang berjudul “Pengaruh Terapi Musik Gamelan
Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta
Unit Abiyoso”. Penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan time
series yang dilakukan di PSTW Yogyakarta. Dengan sampel penilitian adalah
lansia yang berada di PSTW Yogyakarta. Pada penelitian ini disimpulkan ada
pengaruh terapi musik gamelan terhadap kealitas tidur lansia. Perbedaan
7
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah : a) jenis penelitian ini
menggunakan quasi exsperiment dengan time series sedangkan penelitian ini
menggunakan Quasi Experimental atau eksperimental semu dengan Non
Equivalent Control Group ; b) subjek dan lokasi penelitian: pada penelitian
ini mengambil subyek lansia di PSTW Yogyakarta sedangkan penelitian yang
dilakukan mengambil subyek penderita skizofrenia di RS Ghrasia
Yogyakarta.
2.
Penelitian Octaviani (2012) yang berjudul “Pengaruh Terapi Musik
Kelompok Terhadap Kualitas Hidup Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha
Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasongan Bantul”. Penelitian ini dilakukan
menggunakan quasi exsperiment dengan one-group-pre-test-post-test design
dilakukan di PSTW Yogyakarta Unit Budhi Luhur Bantul. Dengan sampel
penelitian adalah lansia. Analisis data menggunakan uji t-test berpasangan
dan uji Wilcoxon. Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh positif
terapi musik kelompok terhadap kualitas hidup lansia. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah: a) jenis penelitian ini
menggunakan quasi exsperiment dengan one-group-pre-test-post-test design
sedangkan
penelitian
ini
menggunakan
Quasi
Experimental
atau
eksperimental semu dengan Non Equivalent Control Group; b) subjek dan
lokasi penelitian: pada penelitian ini mengambil subyek lansia di PSTW
Yogyakarta Unit Budhi Luhur sedangkan penelitian yang dilakukan
mengambil subyek penderita skizofrenia di RS Ghrasia Yogyakarta.
8
3.
Penelitian Asminatalia (2008) yang berjudul “Hubungan Status Interaksi
Sosial Dengan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Abiyoso Pakem Yogyakarta”. Penelitian ini dilakukan dengan Cross
Sectional menggunakan simple random sampling dilakuakn di PSTW
Abiyoso Pakem Yogyakarta. Dengan sampel penelitian adalah lansia.
Analisis data menggunakan uji Fisher. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak
ada hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di
PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta.Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan adalah : a) jenis penelitian ini menggunakan cross
sectional dengan simple random sampling sedangkan penelitian ini
menggunakan Quasi Experimental atau eksperimental semu dengan Non
Equivalent Control Group; b) subjek dan lokasi penelitian: pada penelitian ini
mengambil subyek lansia di PSTW Abiyoso Yogyakarta sedangkan
penelitian yang dilakukan mengambil subyek penderita skizofrenia di RS
Ghrasia Yogyakarta.
4.
Penelitian Fatalina (2004) yang berjudul ”Efektivitas Pemberian Terapi Kerja
Terhadap Peningkatan Motivasi HidupPada Pasien Skizofrenia Di Rumah
Sakit Grhasia Propinsi DIY”. Penelitian ini dilakukan dengan quasi
eksperimen menggunakan one group pretest psttest dilakuakn di RS Grhasia
Pakem Yogyakarta. Dengan sampel penelitian adalah pasien skizofrenia.
Analisis data menggunakan uji-t. Kesimpulan penelitian ini adalah terapi
kerja efektif meningkatkan motivasi hidup pasien skizofrenia. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah : a) jenis penelitian ini
9
menggunakan quasi exsperiment dengan one group pretest posttest
sedangkan
penelitian
ini
menggunakan
Quasi
Experimental
atau
eksperimental semu dengan Non Equivalent Control Group; b) perlakuan
yang diberikan pada penelitian ini adalah terapi kerja sedangkan penelitian
yang dilakukan memberikan perlakuan berupa terapi musik.
Download