bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ulkus Diabetikum
2.1.1
Pengertian ulkus diabetikum
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan
makroangiopati akibat insufisiensi vaskular dan neuropati dengan bentuk yang
paling sering dijumpai pada kaki penderita diabetes melitus sehingga sering
dikenal sebagai kaki diabetik.1 Diabetes melitus merupakan suatu sindrom klinis
kelainan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin oleh pankreas, defek
kerja insulin pada jaringan perifer ataupun keduanya.1,2,3 Hiperglikemia akan
menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang apabila
tidak dikendalikan akan menyebabkan komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskular jangka panjang berupa makroangiopati dan mikroangiopati.1,2
Hasil kesepakatan para pakar DM di Indonesia yang dituliskan
dalam konsensus pengelolaan diabetes melitus yang dirintis PB PERKENI sejak
pertemuan tahun 1993, membuat klasifikasi DM menurut etiologinya. Klasifikasi
inipun digunakan oleh American Diabetes Association (ADA ) pada tahun 1997.30
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi DM
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
 Autoimun
 Idiopatik
Tipe-1
 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Tipe-2








Tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus
gestasional
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 30
Terdapat dua bentuk utama DM sesuai klasifikasi etiologi DM yaitu
DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan destruksi sel β
pankreas sehingga menyebabkan defisiensi insulin secara total yang dapat terjadi
secara autoimun ataupun idiopatik. Karenanya pada penderita DM tipe-1 harus
mendapatkan insulin eksogen untuk kelangsungan hidupnya agar dapat mencegah
terjadinya ketoasidosis.5 Insidensi DM tipe-1 bervariasi dalam umur dan jarang
terjadi pada usia dibawah 6 bulan. DM tipe-1 biasanya terjadi pada anak-anak
sebelum usia pubertas, mulai dijumpai pada usia 9 bulan dan terus meningkat
sampai usia 12-14 tahun.31
DM tipe-2 merupakan bentuk diabetes yang paling umum dengan
prevalensi sebesar 90-95% dari seluruh penderita diabetes yang ada.32 DM tipe-2
merupakan suatu kelainan metabolik akibat adanya defisiensi insulin yang relatif,
Universitas Sumatera Utara
9
karenanya insulin eksogen jarang diberikan pada penderita ini. Pada penderita
DM tipe-2, insulin eksogen hanya diperlukan jika kontrol kadar glukosa darah
tidak tercapai dengan diet atau agen hipoglikemik oral.5 Populasi DM tipe-2
terutama dijumpai pada orang dewasa dan orang tua. Penderita DM tipe-2 sangat
jarang pada usia muda.32 Tuei et al. (2010), dalam penelitiannya di Afrika
mendapatkan data spesifik adanya prevalensi tertinggi penderita DM tipe-2 pada
kelompok usia 45-64 tahun.33 Sedangkan di Amerika Serikat ditemukan
prevalensi penderita DM tipe-2 sebesar 6,6% pada usia 20-74 tahun.31
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika
keluhan klasik ditemukan berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, maka dilakukan pemeriksaan
glukosa plasma sewaktu. Jika konsentrasi glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Ketiga dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) ≥ 200 mg/dl dengan beban 75 g glukosa.34
2.1.2
Epidemiologi
Menurut ADA, di Amerika Serikat dijumpai prevalensi penderita DM
sebesar 7% dari seluruh populasi dan 21% pada individu yang berusia diatas 60
tahun.8 Sekitar 15%-25% penderita DM ini akan mendapat komplikasi kronik
berupa UD. Pada pasien DM dengan kaki diabetik, sebanyak 14%-24% akan
mengarah ke amputasi tungkai bawah.2,8 Angka amputasi masih tinggi, didapatkan
estimasi peningkatan resiko sekitar 10-30 kali lebih besar dari seorang penderita
DM dibandingkan populasi umum.2
Di RSUP dr. Cipto Mangunkusomo, masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
Universitas Sumatera Utara
10
masing-masing sebesar 16% dan 25%. Nasib para penyandang DM paska
amputasi masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
paska amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi.1
Berdasarkan penelitian Sibuea R. (2010) di RSUP H. Adam Malik
Medan, proporsi penderita DM tipe-1 sebanyak 2 orang (66,7%) dengan
komplikasi dan 1 orang (33,3%) tidak dengan komplikasi, selanjutnya dari 134
orang penderita DM tipe-2 didapatkan sebanyak 115 orang (85,8%) dengan
komplikasi dan 19 orang (14,2%) tidak dengan komplikasi.5 Penelitian lainnya
oleh Tarigan L.A. (2011) pada populasi sebanyak 134 orang yang dirawat di RSU
Herna Medan tahun 2009-2010, diperoleh proporsi penderita DM dengan
komplikasi tertinggi yang dirawat inap adalah penderita DM yang mengalami
ulkus-gangren sebesar 26,1% sedangkan proporsi yang terendah yaitu penderita
yang mengalami retinopati diabetik sebesar 1,5%.35
2.1.3
Etiologi dan patogenesis
UD disebabkan adanya tiga faktor resiko yaitu perubahan struktur dan
anatomi, patofisiologi disertai pengaruh lingkungan. Beberapa faktor resiko
tersebut menyebabkan terjadinya UD dalam dua mekanisme yaitu mekanisme
internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal berhubungan dengan
keadaan hiperglikemia yang menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskular
perifer, dan penurunan sistem imunitas yang dapat mengganggu proses
penyembuhan luka sehingga berkembang menjadi UD. Sedangkan mekanisme
eksternal berhubungan dengan bentuk deformitas yang disebabkan neuropati
sensorik, motorik dan otonom bersama dengan keterbatasan gerakan sendi dan
perubahan struktural dan dengan trauma kronis yang kesemuanya meningkatkan
kejadian UD.36,37,38 Patogenesis terjadinya UD dapat dilihat pada gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 2.1. Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 38
Kadar glukosa darah tinggi semakin lama akan menyebabkan
gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut syaraf sehingga menyebabkan kerusakan sistem saraf
yang disebut
sebagai diabetik neuropati. Pada kondisi ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf
sensoris, motorik dan otonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan
kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (Clawing toes, cavus foot, equinus
deformation, kekakuan sendi, charcot foot) dan dengan adanya neuropati
Universitas Sumatera Utara
12
memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat
rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi rasa nyeri sehingga
memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut otonom yang terjadi akibat
denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis), menurunnya elastisitas
kulit sehingga memudahkan terbentuknya fisura kulit, perubahan warna kulit dan
edema pada kaki yang semuanya memudahkan untuk terjadinya ulkus. Fisura
pada kulit dapat mengakibatkan infeksi berupa selulitis lokal.2,36,38
Trauma akut ataupun kronis merupakan faktor lingkungan yang
memulai terjadinya ulkus pada penderita DM. Penurunan sensasi nyeri pada kaki
dapat menyebabkan tidak disadarinya trauma pada kaki. Trauma yang kecil
ataupun trauma yang berulang seperti pemakaian sepatu yang sempit
menyebabkan
tekanan yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan
ulserasi pada kaki. Ulkus pada kaki sering terjadi pada permukaaan area plantar,
dikarenakan trauma yang sering terjadi pada area tersebut saat berjalan.
Pemakaian sepatu untuk pasien diabetik yang sesuai dapat menurunkan insidensi
UD dengan mengurangi trauma pada kaki.36,38
Kadar glukosa yang tinggi semakin lama akan menyebabkan penyakit
mikrovaskular berupa arteriosklerosis (kerapuhan dinding kapiler, penebalan
membran basalis dan trombosis), makrovaskular (arterosklerosis) berupa
akumulasi plak pada dinding arteri dan disfungsi endotelium yang kesemuanya
akan menyebabkan kelainan vaskular perifer akibat penurunan aliran darah
(iskemia).37
Beberapa kelainan vaskular perifer tersebut dapat menyebabkan
penurunan sistem imunitas karena aktifitas leukosit yang menurun, gangguan
respon inflamasi dan gangguan imunitas selular dan dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
13
kegagalan proses penyembuhan luka akibat inhibisi
proliferasi fibroblas,
kerusakan lapisan basal keratinosit dan penurunan migrasi sel epidermis.2,36
2.1.4
Diagnosis
Diagnosis UD ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, glukosa serum dan
pemeriksaan dengan sinar x-ray. Anamnesis yang didapat berupa keluhan klinis
pasien seperti sensasi nyeri dan terbakar yang biasa di malam hari, keluhan berupa
kulit kering dan pecah-pecah.39 Gambaran klinis diawali dalam bentuk kalus
hingga jaringan luka dan nekrosis terutama pada daerah tonjolan tulang pada kaki,
ibu jari dan telapak kaki. Area ulkus dikelilingi oleh kalus dan dapat meluas
hingga ke sendi dan tulang. Sering dijumpai komplikasi berupa infeksi jaringan
lunak dan osteomielitis.2 Pemeriksaan dengan sinar x-ray dilakukan pada kasuskasus tertentu terutama kasus UD dengan osteomielitis.36
2.1.5
Klasifikasi ulkus diabetikum
Ada berbagai macam klasifikasi UD, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmond dari King’s College Hospital London, klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih rumit sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetes.1 Hingga saat ini, belum ada satu metode
klasifikasi yang telah diterima secara luas untuk dapat menggambarkan UD.37
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan
mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai
tempat di muka bumi.8 Klasifikasi yang paling banyak digunakan saat ini dengan
sistem validasi adalah klasifikasi Meggitt Wagner.1,29,36
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 2.2.
Klasifikasi sistem Wagner
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 29
2.1.6
Pengelolaan ulkus diabetikum
Pengelolaan UD dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
pencegahan agar tidak terjadi perlukaan kulit yang dapat menyebabkan ulkus
(pencegahan primer) dan penanganan ulkus /ganggren diabetik yang sudah terjadi
agar tidak terjadi kecacatan lebih parah (pencegahan sekunder).1
1. Pencegahan primer.

Penyuluhan mengenai cara pencegahan dan perawatan ulkus yang baik.

Untuk penderita yang kurang rasa/kurang sensitifitasnya, alas kaki perlu
diperhatikan dengan benar.

Untuk deformitas teutama pada kaki, perlu diperhatikan sepatu dan alas
kaki untuk penyebaran tekanan pada kaki.

Latihan gerakan badan terutama kaki untuk memperbaiki vaskularisasi
terutama kasus dengan permasalahan vaskular.1,37
Universitas Sumatera Utara
15
2. Pencegahan sekunder

Kontrol metabolik dengan menormalkan kadar glukosa darah dan
memperbaiki nutrisi.

Kontrol vaskular dengan melakukan modifikasi faktor resiko

Terapi farmakologis untuk arterosklerosis seperti aspirin

Kontrol luka
- Mengurangi beban tekanan (off loading)
- Eradikasi infeksi
- Revaskularisasi1,6,37,39
2.2
Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka didefinisikan sebagai proses dinamis kompleks
yang melibatkan interaksi antara sitokin-sitokin, unsur-unsur darah, matriks
ekstraselular dan sel-sel yang mengarah kepada perbaikan morfologi dan
fungsional dari jaringan yang terluka. Proses penyembuhan luka ini dibagi dalam
tiga fase yang berlangsung saling tumpang tindih melibatkan fase inflamasi,
proliferasi dan remodeling.40 Pada fase inflamasi akan terjadi pembentukan
mekanisme hemostatik dimana pada area luka akan terjadi agregasi dan akumulasi
platelet serta produksi beberapa faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab pada
proses pembekuan darah dan pembentukan matriks. Produksi trombin akan
memulai transformasi fibrinogen menjadi fibrin yang akan menstabilkan
trombosit di area luka. Selain itu, faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin akan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga akan memudahkan migrasi
leukosit. Pergerakan leukosit ke area luka dipengaruhi oleh dekomposisi kolagen,
Universitas Sumatera Utara
16
elastin serta TGF-β, TNF-α, interleukin-1 (IL-1), platelet faktor IV dan memulai
kegiatan bakterisidal bersama netrofil dan makrofag.3,8
Neutrofil dan makrofag juga akan melepaskan faktor pertumbuhan
(platelet derived growth factor (PDGF), vascular endothelial growth factor
(VEGF)) yang akan memulai pembentukan struktur jaringan. Makrofag akan
bertanggung jawab untuk melepaskan faktor angiogenesis (AGF) yang akan
menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru.3,8
Pada fase proliferasi sel, proses migrasi dan proliferasi sel akan
dimodulasi oleh berbagai faktor termasuk epidermal growth factor (EGF) dan
keratinocyte growth factor (KGF). Pada migrasi sel dibutuhkan sekresi matriks
metaloproteinase yang diperlukan untuk mendegradasi bekuan darah dan deposit
matris ekstraseluler di area luka.3,8 Invasi sel endotelial, keratinosit, dan fibroblas
serta proses angiogenesis, resurfacing epidermal, deposit matriks ekstraseluler
akan menghasilkan jaringan granulasi, kontraksi luka dan penutupan luka.8
Fase remodelling akan memulai membentuk integritas struktur
jaringan dan pemulihan kemampuan jaringan secara fungsional setelah jaringan
yang baru mulai terbentuk.40 Sel-sel yang terlibat dan pengaruhnya terhadap
proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
17
Gambar 2.2. Pengaruh sel-sel utama dalam proses penyembuhan luka
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 40
.
Kegagalan proses penyembuhan luka pada diabetes dikarenakan keadaan
hiperglikemia, hipoksia, perubahan struktur dan reaktivitas mikrosirkulasi telah
menyebabkan perubahan fenotip sel-sel yang diperlukan dalam proses
penyembuhan, kelainan ekspresi serta aktifitas faktor-faktor pertumbuhan dan
sitokin-sitokin yang mengkoordinasi proses penyembuhan luka.8
Pada penderita diabetes terjadi dampak di seluruh
fase proses
penyembuhan luka hingga terbentuk UD. Sejumlah besar kadar serum kemokin,
sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh keratinosit, fibroblas,
sel endotelial, makrofag dan platelet berubah pada kasus diabetes. Faktor-faktor
pertumbuhan merupakan faktor yang bertanggung jawab untuk memulai proses
pemeliharaan, penurunan respon inflamasi dan penyembuhan luka.3 Kegagalan
proses penyembuhan luka akibat adanya hambatan pada seluruh fase dalam proses
penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2.3. Patofisiologi kegagalan proses penyembuhan pada diabetes
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 8
2.3
ZINC
Zinc merupakan elemen transisi logam dengan nomor atom 30.
Setelah zat besi, zinc adalah biometal kedua yang terbanyak di dalam tubuh.19
Bentuk bebas dari zinc, merupakan kationik divalen yang secara fisiologis tidak
memicu reaksi oksidasi-reduksi (transfer elektron kimia). Oleh karenanya zinc
relatif tidak toksik pada tubuh.15,19 Zinc terdapat di semua organ, jaringan, dan
cairan. Sekitar 85-90 % dari total zinc pada tubuh kita, ditemukan di otot rangka,
tulang dan gigi dan sisanya ditemukan di hati dan kulit.19 Pada kulit, zinc
ditemukan sekitar 20 % dari total tubuh dengan konsentrasi 5-6 kali lebih besar di
epidermis dibandingkan di dermis.41 Plasma mengandung 0,1% dari seluruh total
zinc dalam tubuh. Serum mengandung 70% zinc bebas yang berikatan dengan
albumin.42
Universitas Sumatera Utara
19
Zinc adalah trace element esensial dalam tubuh manusia yang sangat
penting bagi kesehatan dan zinc diperlukan untuk fungsi normal dari semua sistem
kehidupan. Zinc sangat penting untuk stabilisasi dan fungsi sejumlah enzim dalam
tubuh yang semuanya memerlukan zinc untuk dapat berfungsi dengan baik.
Beberapa enzim tersebut diantaranya bertanggung jawab dalam sintesis protein,
katabolisme protein, metabolisme energi, sintesis DNA dan RNA.16
Fungsi zinc secara fisiologis meliputi pertumbuhan/proliferasi sel,
maturasi
seksual/reproduksi,
adaptasi
mata
dalam
gelap/night
vision,
penyembuhan luka dan imunitas/daya tahan tubuh.20 Fungsi biokimiawi zinc
dalam sistem selular dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu katalitik, struktural dan
regulatori.43 Fungsi zinc sebagai katalitik adalah ketergantungan lebih dari 200
enzim yang berbeda terhadap zinc, dimana enzim tersebut hanya dapat dapat
bekerja mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang penting dalam tubuh jika berikatan
dengan zinc.
15,43
Contoh enzim zinc yang berfungsi katalitik adalah enzim
matriks metaloproteinase, karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase dan lainlain.15 Fungsi zinc dalam struktural adalah berupa peranan zinc dalam komponen
metallo-enzyme dalam mempertahankan struktur protein dan membran sel.
Sebagai contoh, enzim zinc yang sangat penting dalam aktifitasnya sebagai
antioksidan adalah superoksida dismutase dan metallothionein.15,43 Fungsi zinc
dalam regulatori adalah merupakan peran ikatan enzim zinc dalam regulasi
ekspresi gen, dimana zinc bekerja sebagai faktor transkripsi, mediator dari
berbagai aktifitas hormon dan transmisi dari impuls-impuls syaraf dan sebagai
contoh metalloenzym yang berperan dalam sistem regulatori/pengaturan adalah
DNA polimerase yang berfungsi dalam replikasi DNA dan RNA polimerase yang
berfungsi dalam transkripsi RNA. 15,42,43
Zinc tidak dapat dihasilkan didalam tubuh manusia.44 Makanan
merupakan sumber utama masuknya zinc kedalam tubuh. Kemampuan tubuh
Universitas Sumatera Utara
20
dalam menyimpan sediaan zinc juga terbatas. Sumber makanan yang tinggi
kandungan zinc antara lain kerang, daging merah, hati, daging ayam, telur, susu
dan ikan. Zinc juga terdapat di biji-bijian, kacang-kacangan, sereal, kacang
kedelai.44,45 Penyerapan zinc dipengaruhi oleh Fitat (inositol heksafosfat),
kalsium, fosfor, tembaga, magnesium dan besi dengan cara menginhibisi absrobsi
zinc, karenanya sebaiknya makanan yang mengandung unsur-unsur tersebut dapat
diberikan sekurangnya empat jam setelah pemberian makanan ataupun suplemen
yang mengandung zinc. Pemberian bersama vitamin D dapat meningkatkan
bioavailabilitas zinc.42 Pada manusia, diet vegetarian atau menghindari makanan
daging merah merupakan faktor risiko untuk terjadinya defisiensi dalam
tubuh.19,45 Defisiensi zinc juga dapat terjadi pada orang-orang yang merokok lebih
dari 20 batang perhari (perokok berat). Al-Timimi et al. (2010) mengadakan
penelitian di Irak pada 254 orang normal dalam kelompok usia 20-61 tahun,
dijumpai secara signifikan defisiensi zinc pada perokok berat dibandingkan pada
non-perokok hal ini dapat disebabkan efek tobacco chelating pada rokok yang
dapat menghambat absorbsi dari zinc.46
Absorbsi zinc sebagian besar terjadi di duodenum dan yeyunum. Sel
mukosa halus dapat mensekresi zinc dan menyalurkannya ke dalam darah. Zinc
sebagian besar disekresi oleh usus halus dan sedikit dalam empedu yang
kemudian dapat direabsorbsi kembali untuk proses regulasi keseimbangan
(homeostasis) kadar zinc. Ekresi zinc terutama melalui feses dan sebagian dapat
diekskresikan melalui urin dan permukaan kulit (deskuamasi, rambut dan
keringat). Konsentrasi zinc dalam serum berfluktuasi sebanyak sekitar 20%
selama 24 jam. Konsentrasi yang tinggi dijumpai setelah tubuh menerima
makanan, kemudian setelah 4 jam konsentrasi zinc akan menurun secara progresif
dan akan meningkat lagi pada saat tubuh menerima makanan kembali.42
Universitas Sumatera Utara
21
Kadar zinc yang normal dalam plasma adalah antara 70-125 mg/dl,
ekuivalen dengan 11-19 μmol/l.47,48,49 Dosis yang direkomendasikan oleh
Recommended daily amounts (RDA) adalah 15 mg/hari untuk pria dewasa dan 12
mg/hari untuk wanita dewasa.44 Defisiensi zinc dapat diterapi dengan zinc sulfat
sebesar 30 mg -150 mg per-hari.50 Beberapa studi penelitian mendapatkan hasil
pengobatan pada defisiensi zinc dengan dosis 50-100 mg yang dapat ditoleransi
oleh tubuh.44 Tanda dan gejala defisiensi zinc antara lain diare, intoleransi
glukosa, hipospermia, gangguan kemotaksis, rabun senja, depresi, apatis dan
gangguan proses penyembuhan luka.51
2.3.1
Zinc dan Diabetes Melitus
Diabetes dapat terjadi karena defek pada sekresi insulin di pankreas,
defek kerja insulin di jaringan perifer ataupun kombinasi keduanya disertai faktorfaktor resiko termasuk lingkungan ataupun genetik.24 Karakteristik diabetes antara
lain adanya hiperglikemia, kelainan metabolisme lipid dan stres oksidatif yang
jika tidak dikendalikan dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular.17
Sejak tahun 1970, struktur dan jalur biokimiawi insulin baru dapat
diketahui. Insulin di sekresikan oleh sel β pankreas sebagai peptida rantai tunggal
yang dihubungkan oleh dua rantai ikatan disulfida yang disebut proinsulin.
Proinsulin ini dipecah oleh C-peptida membentuk molekul dua rantai peptida
(α,β). Rantai peptida (α,β) berikatan dengan 51 asam amino oleh ikatan disulfida
yang disebut monomer insulin. Monomer insulin ini akan disimpan dalam bentuk
dimerik dan akan di sekresikan bila diperlukan tubuh dalam bentuk kristal zinc.52
Insulin-zinc disekresi melalui proses eksositosis dengan pompa kalsium
oleh granula sekresi sel β pankreas disertai perubahan membran dan potensial
membran pada sel tersebut. Pada proses ini terjadi juga perubahan pada
metabolisme glukosa, produksi ATP, penutupan KATP dan depolarisasi
Universitas Sumatera Utara
22
membran.53 Sel β pankreas
sangat memerlukan zinc dalam proses sekresi,
penyimpanan dan mekanisme kerja insulin dalam kontrol gula darah.24
Metabolisme zinc yang abnormal mempunyai peranan dalam patogenesis
terjadinya
DM
dan
komplikasinya
terutama
kegagalan
dalam
proses
penyembuhan luka.54 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas dapat dilihat pada
gambar 2.4.
Gambar 2.4 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 23
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa zinc disekresikan oleh sel β
pankreas sebagai respon terhadap konsentrasi gula yang meningkat dalam tubuh.
Peningkatan kadar glukosa akan mempengaruhi homeostatis (keseimbangan) zinc
dalam tubuh, karenanya keadaan hiperglikemia akan menyebabkan hilangnya zinc
Universitas Sumatera Utara
23
dari dalam tubuh (hypozincemia).53,55 Hypozincemia dapat terjadi akibat
menurunnya
absorbsi
gastrointestinal,
ekskresi
zinc
yang
berlebihan
(hyperzincuria) ataupun keduanya dengan mekanisme yang belum sepenuhnya
diketahui secara jelas hingga saat ini. Pada penelitian terhadap 30 pasien diabetes
diperoleh hasil sekitar 40% penderita dengan penurunan zinc serum. Pada
penelitian lainnya juga didapatkan korelasi yang positif antara ekskresi zinc dan
konsentrasi HbA1c. Terdapat juga satu studi lain terhadap penderita DM tipe-2
yang menunjukkan terapi insulin dengan hyperzincuria dapat menurunkan kadar
hyperzincuria pada penderita DM sedangkan agen diabetik oral tidak dapat
memperbaiki keadaan hyperzincuria. Data ini menunjukkan hiperglikemia sebagai
dasar
terjadinya
hyperzincuria.52
Kurangnya
zinc
dalam
tubuh
dapat
memperburuk hal-hal yang mendasari terjadinya diabetes walaupun tidak
bertanggung jawab secara langsung sebagai faktor penyebab terjadinya diabetes.
Penurunan kadar zinc akibat hyperzincuria karena keadaan hiperglikemia tubuh
dapat mempengaruhi kembali kemampuan dari sel β pankreas untuk memproduksi
dan mensekresi insulin.24,55 Skematik respon sel β terhadap stimulasi glukosa
dapat dilihat pada gambar 2.5
Gambar 2.5 Skematik respon sel β terhadap stimulasi glukosa
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 53
Universitas Sumatera Utara
24
Spesies oksigen reaktif dan radikal bebas lainnya yang dihasilkan selama
proses metabolik normal pada tubuh akan didetoksifikasi oleh mekanisme
antioksidan
natural
seperti
glutation,
katalase,
superoksida
dismutase,
metallothionein. Pada lingkungan dan fisiologi abnormal seperti pada penderita
DM akan terjadi produksi radikal bebas yang berlebihan atau terjadi insufisiensi
detoksifikasi terhadap radikal bebas sehingga terjadi stres oksidatif yang akan
menyebabkan kerusakkan pada sel jaringan tubuh manusia.17 Stres oksidatif
mempunyai peranan dalam patogenesis DM tipe-1 dan DM tipe-2. Stres oksidatif
juga dapat mengakibatkan meningkatkan terjadinya komplikasi diabetes kronis.7
Beberapa macam radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif dan radikal bebas
hidroksil yang terbentuk oleh akibat keadaan hiperglikemia akan menginduksi
terjadinya destruksi pada sel β pankreas.7,17
2.3.2
Zinc dan proses penyembuhan luka
Zinc terletak di matriks intraselular dan ekstraselular pada jaringan
epidermis dan dermis dalam bentuk protein kompleks dimana zinc berfungsi
sebagai stabilisator membran sel, ko-faktor esensial, mitosis, migrasi dan maturasi
dari sel.41 Zinc sebagai ko-faktor dalam sejumlah faktor transkripsi dan sistem
enzim termasuk matriks metaloproteinase (MMP), enzim superoksida dismutase
(SOD), metallothionein (MT), alkalin fosfatase. MMP menghidrolisis hampir
semua struktur protein dari matriks ekstraselular (ECM), seperti kolagen dan
elastin.15 MMP akan memperbanyak auto-debridement dan migrasi keratinosit
selama penyembuhan luka. Resistensi zinc terhadap apoptosis epitel dalam
meningkatkan epitelisasi adalah dengan melalui peran zinc dalam
stabilisasi
Universitas Sumatera Utara
25
membran sel dan sitoproteksi terhadap reaktive oxygen species (ROS) dan toksin
bakteri melalui aktivitas antioksidan zinc dengan MT dan superoksida dismutase
(metalloenzyme).14,15 MT, merupakan protein pengikat dengan berat molekul yang
rendah dan mengandung 30% sistein. Ikatan protein dengan trace element sangat
penting dalam distribusi zinc pada area target untuk metabolisme dan ekskresi.
MT berperan dalam penyimpanan dan transportasi zinc.19,41 Didalam sel, 30-40%
zinc berikatan dengan protein dalam inti, 50% terletak dalam sitoplasma, dan
sisanya dalam membran sel.19 Zinc intraselular mengandung kompleks MT. MT
akan mengatur
intraselular zinc untuk enzim, molekul gen-regulasi dan
penyimpanan zinc. Banyak peristiwa biokimia dan molekular dalam proses
penyembuhan luka akan dapat dipercepat dengan penambahan suplemen zinc
melalui regulasi MT dan MMP.15 Salah satu bukti dari peran zinc dalam proses
penyembuhan luka didapat melalui gambaran metalloenzyme zinc seperti alkalin
fosfatase, RNA dan DNA polimerase serta MMP. Alkalin fosfastase merupakan
penanda sensitif bagi pembuluh darah di dermis dan tahap awal proses inflamasi
dan proliferasi jaringan ikat. Alkalin fosfatase dalam metabolisme adenosin
monofosfat berperan untuk menekan proses inflamasi. Polimerase DNA sebagai
penanda adanya proliferasi sel dalam suatu proses penyembuhan luka.41 Fungsi
zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
26
Gambar 2.6. Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 15
Zinc merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan pada proses
biologis seperti pertumbuhan, perkembangan, fungsi neurologis, reproduksi dan
juga imunitas.56 Pentingnya zinc dalam faktor imunitas, ditandai dengan adanya
efek disfungsi imunitas berupa atrofi timus, limfopenia, gangguan imunitas
spesifik, inflamasi kronis.19,56 Perubahan status zinc mempengaruhi beberapa jenis
sel imunitas yang terlibat dalam imunitas bawaan seperti sel natural killer,sel
mast, eosinofil, basofil dan sel-sel fagositosis (makrofag, netrofil) dan imunitas
yang didapat berupa pengenalan antigen spesifik limfosit terhadap antigen selama
infeksi virus ataupun imunisasi dan perkembangan imunitas memori.56 Zinc juga
mempengaruhi sitokin-sitokin yang memfasilitasi hubungan antar sel. Defisiensi
Universitas Sumatera Utara
27
zinc mempengaruhi aktivitas biologis dan produksi sitokin-sitokin seperti IL-1,
IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-ᵧ, TNF-α.18,56 Penelitian lainya juga menunjukkan
defisiensi zinc pada manusia dapat disertai ketidakseimbangan fungsi Th1 dan
Th2 dalam sel
yang menyebabkan gangguan regulasi sistem tubuh terhadap
infeksi.56 Pemberian suplemen zinc pada individu yang rentan, dapat mencegah
penurunan sistem imunitas tubuh dan secara substansial dapat meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi.15 Peranan zinc dalam sel-sel imun dapat dilihat pada
gambar 2.7
Gambar 2.7. Peranan zinc dalam sel-sel imun
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 18
.
Universitas Sumatera Utara
28
2.5
Kerangka Teori
Gradasi 0
Gradasi 1
Gradasi
Gradasi 22
Mikroangiopati
Ulkus
Diabetikum
Diabetes Melitus
Makroangiopati
Gradasi 4
 KGD meningkat
 Kontrol Glikemik
berkurang
Resistensi Insulin
dan/atau
Defisiensi Insulin
Imunitas menurun
Kadar
Zinc
menurun
Gradasi 3
Gradasi 5
Infeksi meningkat
Superoksida Dismutase (SOD)
Metalotionein (MT)
Stress Oksidatif meningkat
Alkalin Posfatase
RNA Polimerase &
DNA Polimerase
Matriks
Metaloproteinase
Fase inflamasi
memanjang
Fase Proliferase
memendek
Remodelling
terhambat
Proses penyembuhan luka
terhambat
Gambar 2.8 Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
29
2.6
Kerangka Konsep
Ulkus Diabetikum
UD
 Gradasi 0
 Gradasi 1
 Gradasi 2
Kadar Zinc Plasma
 Gradasi 3
 Gradasi 4
 Gradasi 5
Gambar 2.9 Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara
Download