Sekretariat Negara Republik Indonesia Penguatan Ekonomi Domestik Senin, 16 Maret 2009 Perekonomian dunia terguncang oleh krisis ekonomi global, yang berawal dari krisis keuangan di Amerika Serikat dan berimbas pada sektor riil di sana. Keadaan ini kemudian menyeret Negara-negara di kawasan Eropa dan Asia ke masa resesi yang kelam. Indonesia pun terkena dampak yang signifikan dari krisis global dunia. Variabel-variabel makroekonomi dalam negeri mulai tergerus dan mendorong Bank Indonesia merevisi asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN 2009 dari 4,5 persen menjadi 4 persen. Seperti diketahui pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor-impor. Dalam masa krisis, investasi asing terancam menurun. Hal ini dapat dipahami dikarenakan adanya resiko ketidakpastian dan goncangnya stabilitas ekonomi akibat resesi global. Dengan demikian Indonesia tidak bisa mengandalkan Penanaman Modal Asing (PMA) pada masa sekarang ini. Penurunan PMA akan berimplikasi pada meningkatnya pengangguran yang selanjutnya mendorong penurunan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah bersama masyarakat perlu segera mulai memback-up keadaan ini dengan semakin menggiatkan investasi domestik. Penggiatan investasi domestik dapat dilakukan dengan dukungan nyata terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM sudah terbukti tahan terhadap pengaruh krisis. Namun kegiatan UMKM masih belum maksimal mendukung sektor riil dikarenakan suku bunga kredit yang masih tinggi. Langkah BI menurunkan suku bunga acuan memang sudah tepat. Diharapkan penurunan BI rate dari 8,25 persen menjadi 7,75 persen dapat mendorong pengembangan UMKM sehingga dapat menyerap korban-koban PHK yang dilaporkan telah mencapai 37.905 orang akibat krisis. Di saat bersamaan, BI perlu secara terus menerus mendorong perbankan untuk mau memberikan kredit pada UMKM. Dukungan dari perbankan sangat diperlukan dalam mengembangkan UMKM, antara lain dengan menciptakan skema pembiayaan UMKM yang mudah diakses. Krisis ekonomi dunia juga akan menurunkan penerimaan pemerintah, terutama dari sektor pajak. Pertumbuhan penerimaan pajak pada bulan Januari 2009 mengalami perlambatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada bulan Januari 2009 ini, penerimaan pajak hanya tumbuh sebesar 5 persen dibanding Januari 2008. Pertumbuhan pajak 5 persen ini merupakan indikasi bahwa beberapa kegiatan ekonomi sudah terpengaruh krisis. Dengan penurunan penerimaan pemerintah maka akan sulit melakukan pembiayaan-pembiayaan dalam penanganan terhadap krisis. Krisis global juga memberikan implikasi serius terhadap ekspor Indonesia. Perdagangan luar negeri sudah tidak bisa diharapkan pada masa krisis untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Prediksi angka ekspor pun diturunkan dari 5 persen menjadi maksimal 2,5 persen. Bahkan sangat mungkin ekspor hanya tumbuh 1 persen saja. Turunnya ekspor memang dikarenakan adanya penurunan permintaan global akibat hantaman krisis. Hal ini diperparah dengan kebijakankebijakan negara lain dalam memproteksi pasar domestiknya. Dengan demikian variabel yang dapat diandalkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan konsumsi rumah tangga. Dalam rangka mendorong konsumsi rumah tangga, instansi terkait mengeluarkan kebijakan berupa stimulus fiskal yakni dengan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) sehingga diharapkan daya beli masyarakat meningkat. Namun perlu dicermati apabila ternyata konsumsi rumah tangga lebih dialokasikan pada barang-barang impor, maka kebijakan tersebut justru akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan akan memukul produsen domestik, serta memberikan efek defisit anggaran. Oleh karena itu, penting dalam menjaga daya saing produk dalam negeri dengan cara peningkatan mutu produk sehingga memenangkan kompetisi produk di pasar dalam negeri dan bahkan di pasar dunia. http://www.setneg.go.id www.setneg.go.id DiHasilkan: 18 July, 2017, 20:02 Sekretariat Negara Republik Indonesia Krisis global juga mengharuskan Pemerintah dan BI untuk memperhatikan kesehatan perbankan dalam negeri karena adanya ancaman krisis likuiditas yang akan berimbas pada terganggunya fungsi intermediasi perbankan. Hal ini tentu akan sangat berbahaya karena memungkinkan terjadinya kejatuhan perbankan secara sistemik. Oleh karena itu, instansi terkait harus benar-benar memperhatikan indikator kesehatan perbankan yakni dengan memperhatikan CAR, NPL, ROA, dan alokasi kredit, sehingga krisis tahun 1997-1998 tidak terulang lagi. Krisis global yang melanda sekarang ini memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Harus ada dukungan dari berbagai pihak untuk memantapkan perekonomian dalam negeri sehingga tidak tergerus krisis global. Penguatan domestik memang tak mudah, namun bukan tak mungkin untuk diwujudkan. Dengan demikian fokus yang perlu dijalankan bukan sekedar angka pertumbuhan ekonomi yang bagus, tapi juga kualitas dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi tersebut di masa depan.  Langkah-langkah penguatan ekonomi domestik Dalam menghadapi krisis ekonomi global, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merekomendasikan langkahlangkah penguatan ekonomi domestik, antara lain : Pertama, kebijakan moneter untuk mendukung sektor riil : menjaga/meningkatkan kinerja perekonomian domestik dan menjaga pertumbuhan ekonomi untuk mencegah kenaikan angka pengangguran dan kemiskinan. Pengendalian inflasi yang bersifat non core inflation juga perlu mendapat priritas. Kedua, meningkatkan fungsi intermediasi perbankan : penurunan tingkat suku bunga acuan (BI rate) oleh pemerintah bersama BI. Memberikan jaminan kepada usaha kecil dan menengah akan dukungan sektor perbankan yang semakin besar, serta memberikan jaminan untuk industri padat karya akan dukungan dalam pembiayaan Letter of Credit (L/C). Membatasi keterlibatan sektor perbankan dalam institusi keuangan lain yang relatif tidak memiliki kerangka regulasi yang kuat. Selain itu, perlu memperketat pengawasan indikator-indikator kesehatan perbankan. Ketiga, regulasi pasar modal : memperkuat regulasi dan pengawasan untuk menghilangkan praktek-praktek kecurangan di pasar modal melalui peningkatan transparansi data transaksi dan pemain di bursa saham. Keempat, kebijakan ekspansi fiskal untuk menjaga momentum pertumbuhan : percepatan penggunaan anggaran belanja negara untuk pengadaan barang dan jasa serta dukungan terhadap daya beli kelompok masyarakat yang rentan. Memprioritaskan pengeluaran untuk perbaikan sarana infrastruktur. Perlu mencari mekanisme lain untuk pengolahan dana pemerintah daerah yang disimpan dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Kelima, kebijakan investasi dan perdagangan yang pro-aktif : mengurangi ketergantungan akan bahan baku impor dirasa lebih tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada. Ketersediaan akses infrastruktur menjadi faktor utama dalam mendorong aktivitas perusahaan. Melakukan pembenahan dan koordinasi internal dengan pihak-pihak terkait guna melakukan pengamanan domestik. Kegiatan promosi dagang dan investasi perlu dilakukan bersama-sama. Disamping itu, disarankan pula agar berbagai langkah penguatan ekonomi domestik diarahkan untuk mendukung http://www.setneg.go.id www.setneg.go.id DiHasilkan: 18 July, 2017, 20:02 Sekretariat Negara Republik Indonesia pertumbuhan yang pro poor, pro job, and pro environment.  ( Ibnu Purna / Hamidi / Prima ) http://www.setneg.go.id www.setneg.go.id DiHasilkan: 18 July, 2017, 20:02