IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN

advertisement
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN BAHAN
Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih
utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air
kelapa. Sabut kelapa kemudian dikupas hingga dihasilkan daging buah. Daging
buah ini dipertahankan tetap bersih dan higienis, begitupun saat proses
pemarutan hingga akhir proses terbentuknya minyak. Pada bagian daging buah
terdapat kadar lemak yang cukup besar setelah air.
Komposisi kimia daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah, pada
penelitian ini digunakan buah kelapa tua. Pada buah kelapa yang telah tua
dengan berat rata 2,34 kg terdapat sekitar 25,50% sabut kelapa, air kelapa
21,82%, daging buah kelapa 25,55% dan tempurung kelapa sekitar 12,89%.
Sedangkan pada daging buah kelapa yang sudah diparut mengandung 46,66%
air dan 44,35% lemak. Adapun data komposisi kelapa utuh penelitian ini dapat
dilihat pada Lampiran 5. Menurut Setyamidjaja (1984), daging buahnya
mengandung 52% air, 34% minyak, 3% protein, 1,5% karbohidrat dan 1% abu.
Hasil analisis proksimat daging buah kelapa yang sudah diparut pada
penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini:
Tabel 8. Komposisi kelapa parut segar bahan penelitian
No. Komponen
Kelapa Penelitian
1.
Kadar Air (%)
46,66
2.
Kadar Lemak (%) 44,35
* Sumber : Thieme (1968)
** Sumber : Ketaren (1986)
Kelapa
Setengah Tua*
70,0
13,0
Kelapa
Tua**
46,9
34,7
Komposisi kimia daging buah kelapa dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain varietas, keadaan tempat tumbuh, umur tanaman dan umur buah.
Umur buah merupakan faktor yang paling mempengaruhi komposisi kimia
daging kelapa. Menurut Dendy dan Timmins (1973), daging buah kelapa terdiri
dari berjuta-juta sel parenkim yang berorientasi pada dinding sel bagian dalam
dan tegak lurus pada dinding sel daging buah sebelah luar. Pada sel-sel
parenkim ini terdapat minyak dalam bentuk globula-globula yang bentuknya
berbeda-beda dan akan mempengaruhi konsentrasi minyak yang akan keluar
dari dinding sel daging buah.
Daging buah kelapa segar kaya dengan lemak dan karbohidrat serta
protein dalam jumlah yang cukup besar (Somaatmaja et al., 1974). Lemak pada
daging buah kelapa merupakan komponen terbesar kedua setelah air. Kadar air
protein dan karbohidrat menurun dengan matangnya buah. Kadar air
berbanding terbalik dengan kadar minyak. Kadar air akan menurun dengan
semakin matangnya buah, sedangkan kadar minyak akan naik dengan semakin
matangnya buah (Grimwood, 1975).
Aktivitas enzim protease, sebagai pemecah emulsi santan kepala/krim
santan yang ditambahkan pada perlakuan adalah sebagai berikut :
A=Ragi Roti Jenis Fernipam
C=Enzim Bromelin Kasar
B=Enzim Papain Kasar
D=Starter Ragi Tape
Gambar 2. Aktivitas Enzim Protease (IU/menit)
Aktivitas enzim protease tertinggi yang diperoleh pada enzim papain
kasar sebesar 25,43 IU/menit, berikutnya enzim bromelin kasar sebesar 20,34
IU/menit, ragi roti jenis fernipam sebesar 19,25 IU/menit dan starter ragi tape
sebesar 18,92 IU/menit. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah enzim protease
pada enzim papain kasar jumlahnya lebih banyak dan memiliki tingkat
aktivitas enzim tertinggi untuk menghasilkan 1 mikromol produk, bila
dibandingkan dengan ragi roti, enzim bromelin kasar, maupun starter ragi tape.
30
Adapun data aktivitas enzim protease yang diperoleh dari enzim pemecah
emulsi ini dapat dilihat pada lampiran 6.
B. EKSTRAKSI MINYAK KELAPA
Proses ekstraksi santan pada penelitian ini diawali dengan pemarutan
daging kelapa segar. Proses pemarutan diperlukan untuk merusak membran
phospholipid dan dinding sel daging buah sehingga cairan sitoplasma yang
mengandung globula minyak dapat terekstrak keluar sel. Kelapa parut ini harus
cepat diekstraksi santannya untuk menghindari kontaminasi dan penurunan
mutu, jika harus menunda proses ekstraksi santan maka kelapa parut disimpan
dalam chiller/lemari pendingin.
Daging kelapa parut kemudian dilarutkan dalam sejumlah air agar proses
ekstraksi lebih mudah dan efektif. Cairan emulsi santan kemudian dipisahkan
dari ampasnya dengan menggunakan saringan. Santan yang terekstrak selain
mengandung cairan sitoplasma dan globula minyak juga mengandung
komponen lain penyusun daging buah kelapa termasuk selulosa, phospholipid,
gula, protein, dan padatan-padatan yang ukurannya sangat kecil.
Ekstraksi santan pada penelitian ini menggunakan air 700C dan air kelapa
sebagai pelarutnya atau cairan pendispersinya karena krim santan memiliki tipe
emulsi minyak dalam air (o/w) dengan minyak sebagai cairan terdispersi dan
air sebagai cairan pendispersinya. Agar minyak dapat diekstraksi dengan
mudah maka emulsi santan harus pecah (diperlukan proses demulsifikasi).
Suatu emulsi distabilkan oleh protein. Protein kelapa memegang peranan
penting sebagai emulsifier pada emulsi santan. Salah satu cara pemecahan
emulsi menurut Bennet (1947) dalam Hagenmaier (1977) dapat dilakukan
dengan pembekuan dan peleburan. Pembekuan dan peleburan dapat
meneyebabkan kerusakan struktur protein, terutama pada gugus hidrofilik dan
lipofilik. Rusaknya struktur protein menyebabkan emulsi santan mengalami
demulsifikasi.
Santan
didiamkan
agar
terjadi
proses
kriming
yang
menghasilkan dua lapisan, yaitu krim santan dilapisan atas dan konsentrat
protein dalam air dilapisan bawah. Pada proses kriming terjadi distribusi
partikel yang tidak seimbang dan diameter droplet (butiran) tidak seragam
31
sehingga menyebabkan koalesensi (bergabungnya droplet-droplet yang
memiliki fasa yang sama).
Adapun minyak kelapa hasil ekstraksi menggunakan pemecah emulsi
ragi roti dapat dilihat pada Gambar 3, enzim papain kasar pada Gambar 4,
enzim bromelin kasar pada Gambar 5, dan starter ragi tape pada Gambar 6.
A B
A. Minyak kelapa dengan pelarut air 700C (1:2)
B. Minyak kelapa dengan pelarut air kelapa
Gambar 3. Minyak Kelapa dengan Pemecah Emulsi Ragi Roti
A B
A. Minyak kelapa dengan pelarut air 700C (1:1)
B. Minyak kelapa dengan pelarut air kelapa
Gambar 4. Minyak Kelapa dengan Pemecah Emulsi Enzim Papain Kasar
32
A B
A. Minyak kelapa dengan pelarut air 700C
B. Minyak kelapa dengan pelarut air kelapa
Gambar 5. Minyak Kelapa dengan Pemecah Emulsi Enzim Bromelin Kasar
A B
A. Minyak kelapa dengan pelarut air 700C
B. Minyak kelapa dengan pelarut air kelapa
Gambar 6. Minyak Kelapa dengan Pemecah Emulsi Starter Ragi Tape
Diagram alir proses ekstraksi minyak kelapa dengan jenis pemecah
emulsi dan air 700C sebagai pelarut dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan
air kelapa sebagai pelarut pada Lampiran 4. Adapun data hasil ekstraksi
minyak kelapa menggunakan pemecah emulsi ragi roti maupun enzim papain
kasar dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan enzim bromelin kasar maupun
starter ragi tape pada Lampiran 8.
33
C. SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK KELAPA
Analisis fisiko kimia pada minyak kelapa dilakukan pada parameter
rendemen minyak, kadar air minyak, bilangan peroksida, bilangan penyabunan,
dan bilangan asam. Analisis fisiko kimia pada parameter tersebut dilakukan
untuk mengkarakteristik minyak kelapa yang dihasilkan berdasarkan standar
SNI-7381-2008 dan APCC (Asia Pasific Coconut Community).
1. Rendemen Minyak Kelapa
Rendemen dihitung untuk mengetahui output yang didapat dari sekian
banyak input bahan yang masuk. Input bahan berupa kelapa parut sedangkan
output berupa produk minyak kelapa kasar. Setiap perlakuan dan ulangan
memiliki batch/wadah yang berbeda, namun input bahan yang masuk berasal
dari kelapa parut yang sama untuk setiap perlakuan.
Data rendemen minyak kelapa yang dihasilkan nilainya hampir seragam
yaitu dalam kisaran rendemen 30,04 - 32,04 persen. Apabila dibandingkan
dengan kandungan lemak bahan baku yang terdapat dalam kelapa segar sebesar
44,35 persen, nilai rendemen minyak kelapa lebih kecil dibandingkan dengan
nilai kadar lemak bahan baku. Hal ini disebabkan karena kurang efisiennya
proses ekstraksi santan dengan menggunakan tangan.
Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 9, kombinasi perlakuan ragi
roti, papain kasar, bromelin kasar dan starter ragi tape dengan penambahan air
dan air kelapa sebagai pelarut, faktor jenis pemecah emulsi yang memberikan
pengaruh nyata terhadap rendemen minyak kelapa. Dari uji DMRT (Duncan’s
Multiple Range Test) pada Lampiran 9, menghasilkan ragi roti, enzim bromelin
kasar, dan starter ragi tape memiliki nilai rendemen minyak kelapa yang relatif
sama dengan nilai rendemen minyak kelapa berturut-turut adalah 31,60 persen,
31,51 persen, dan 31,49 persen sebagai perlakuan yang terbaik. Rendemen
minyak kelapa dari jenis pemecah emulsi dapat dilihat pada gambar 7.
Pemecah emulsi seperti ragi roti, enzim bromelin kasar, dan starter ragi
tape merupakan pemecah emulsi terbaik pada parameter rendemen minyak
kelapa. Adapun data aktivitas proteasenya berturut-turut 19,25 IU/menit, 20,34
IU/menit, dan 18,92 IU/menit. Dari data aktivitas protease tersebut aktivitas
protease terbaik berdasarkan rendemen minyak kelapa yang dihasilkannya
34
adalah enzim bromelin kasar dengan aktivitas protease 20,34 IU/menit dan
rendemen minyak kelapa sebesar 31,51 persen, karena rendemen minyak
kelapa yang dihasilkan enzim bromelin kasar tidak berbeda jauh dengan ragi
roti.
Gambar 7. Rendemen Minyak Kelapa (%) dari Jenis Pemecah Emulsi
2. Kadar Air
Kadar air merupakan parameter yang mempengaruhi tingkat ketahanan
minyak terhadap kerusakan. Menurut Ketaren (1986), terdapatnya sejumlah air
dalam minyak atau lemak dapat mengakibatkan terjadinya reaksi hidrolisis.
Minyak atau lemak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisis yang mempengaruhi
flavour dan bau tengik pada minyak tersebut.
Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 9, diperoleh hasil bahwa
faktor jenis pemecah emulsi memberikan pengaruh nyata pada kadar air
minyak kelapa. Dari uji DMRT, enzim bromelin kasar merupakan perlakuan
yang terbaik dengan nilai rata-rata kadar air sebesar 0,215 persen. Kadar air
minyak kelapa dari jenis pemecah emulsi dapat dilihat pada Gambar 8.
Dari data yang diperoleh terlihat bahwa kadar air minyak kelapa kasar
mempunyai nilai yang bervariasi yaitu 0,155 - 0,45 persen. Kadar air minyak
kelapa yang memenuhi standar SNI-7381-2008 adalah maksimum 0,2 persen,
sedangkan dari penelitian ini kadar air yang diperoleh lebih dari 0,2 persen.
Besarnya kadar air dalam minyak kelapa sangat mempengaruhi mutu minyak
kelapa tersebut. Semakin tinggi kandungan air pada minyak kelapa, maka
35
semakin besar kemungkinan minyak kelapa tersebut terhidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak bebas (Swern, 1979).
Gambar 8. Kadar Air Minyak Kelapa (%) dari Jenis Pemecah Emulsi
3. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida merupakan parameter penting yang dapat dijadikan
acuan untuk menentukan derajat kerusakan minyak. Peroksida terbentuk
karena asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
(Ketaren, 1986). Proses itu dikenal sebagai proses oksidasi. Kecepatan oksidasi
lemak yang dibiarkan (expose) diudara akan bertambah dengan kenaikan suhu
dan berkurang dengan penurunan suhu.
Bilangan peroksida merupakan indikasi adanya kegiatan oksidasi pada
minyak. Proses oksidasi pada minyak terjadi pada asam-asam lemak tidak
jenuh sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang merupakan bahan
pengoksidasi. Persenyawaan peroksida tersebut menyebabkan oksidasi tetap
berlanjut dan meningkatnya bilangan peroksida. Bilangan peroksida akan
berubah-ubah selama penyimpanan dan cenderung meningkat hingga minyak
berbau tengik. Penurunan bilangan peroksida diakibatkan persenyawaan
peroksida tersebut terurai menjadi aldehid, keton dan asam-asam lemak bebas.
Penggunaan panas yang berlebih pada proses ekstraksi minyak menyebabkan
nilai bilangan peroksida meningkat yang sehingga terjadi pembentukan aldehid
dan keton yang memacu persenyawaan peroksida. Cahaya, suasana asam,
kelembaban udara dan katalis dapat mempercepat terjadinya proses
pembentukan peroksida (ketaren, 1986).
36
Dari hasil penelitian ini diperoleh bilangan peroksida yang berkisar
0,64 – 1,88 mg O2/100 gram minyak. Dari data bilangan peroksida tersebut
telah memenuhi standar SNI-7381-2008 yaitu maksimum 2,0 meq oksigen/kg
minyak untuk semua perlakuan yang diberikan. Dari analisis ragam pada
lampiran 9, terlihat bahwa kombinasi faktor jenis pelarut untuk ekstraksi
minyak kelapa memberikan pengaruh nyata terhadap bilangan peroksida. Dari
uji DMRT, air 700C merupakan faktor jenis pelarut terbaik memiliki kadar air
sebesar 1,16 mg O2/100 g minyak bila dibandingkan dengan air kelapa dengan
kadar air sebesar 1,33 mg O2/100 g minyak. Bilangan peroksida dari jenis
pelarut 700C dan air kelapa dapat dilihat pada Gambar 9.
Menurut Gortner dan Singleton (1965), dalam buah nanas terdapat enzim
peroksida yang biasanya mulai terbentuk pada saat awal buah dan akan
menurun sejalan dengan pematangan buah. Namun enzim tersebut masih
terdapat dalam jumlah yang kecil pada buah yang sudah matang. Walaupun
dalam jumlah yang kecil, enzim inilah yang mempercepat terbentuknya
peroksida baru pada minyak.
Tingginya bilangan peroksida itu dapat disebabkan oleh tingginya kadar
air, karena menurut Ketaren (1986) sejumlah air dalam lemak dapat menjadi
medium yang baik bagi pertumbuhan jamur yang dapat menghasilkan enzim
peroksida. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh
sehingga terbentuk peroksida, disamping itu juga dapat mengoksidasi asam
lemak jenuh pada ikatan karbon atom β, sehingga membentuk asam keton dan
akhirnya metil keton.
Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar, dan selama proses
pengalaman menggunakan suhu tinggi. Pada suhu kamar sampai dengan suhu
1000C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengabsorpsi 2 atom oksigen,
sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Proses
pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam,
kelembaban udara dan katalis (Ketaren, 1986).
37
Gambar 9. Bilangan Peroksida Minyak Kelapa dari Jenis Pelarut
4. Bilangan Penyabunan
Menurut Djatmiko et al. (1985), bilangan penyabunan adalah jumlah
alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah tertentu contoh minyak.
Bilangan penyabunan dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH/NaOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak.
Menurut Ketaren (1986), rekasi penyabunan merupakan proses hidrolisis
yang sengaja dilakukan dengan penambahan sejumlah basa. Sedangkan
menurut Jacobs (1962), bilangan penyabunan dapat berubah (menurun) bila
proses hidrolisa gliserida hasilnya berupa asam lemak rantai pendek kemudian
menguap akibat pemanasan. Sisa yang tertinggal adalah asam lemak berantai
panjang dan akibatnya bilangan penyabunan akan semakin menurun.
Analisis ragam terhadap bilangan penyabunan pada lampiran 9,
menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan terhadap bilangan penyabunan tidak
memberikan pengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan
penyabunan tidak berbeda pada semua minyak untuk semua perlakuan yang
diberikan.
Bilangan penyabunan pada penelitian ini berkisar antara 242,05 – 260,37
mg KOH/g minyak, sedangkan bilangan penyabunan menurut APCC adalah
250 – 260 mg KOH/g minyak. bilangan penyabunan pada minyak kelapa yang
dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi standar APCC (Asia Pasific
Coconut Community).
38
Semakin banyak asam lemak yang berantai pendek (berat molekul
rendah) yang dibebaskan, semakin besar kemungkinan kalium berikatan
dengan gugus karboksil asam lemak dan bilangan penyabunan juga tinggi,
tetapi jika yang dibebaskan adalah asam lemak yang berantai panjang (berat
molekul tinggi), maka bilangan penyabunannya rendah.
5. Bilangan Asam
Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram
minyak atau lemak. Bilangan asam ini menyatakan jumlah asam lemak bebas
yang terkandung dalam minyak/lemak yang berkaitan dengan mutu
minyak/lemak.
Bilangan asam pada penelitian ini berkisar antara 0,36 – 0,53 mg KOH/g
minyak, sedangkan bilangan asam menurut APCC maksimum 0,5 mg KOH/g
minyak. Minyak yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi standar
APCC. Hasil analisis ragam pada Lampiran 9, kombinasi faktor jenis pelarut
memberikan pengaruh secara nyata pada bilangan asam minyak kelapa. Dari
uji DMRT, menunjukkan air kelapa merupakan faktor jenis pelarut yang
terbaik dengan bilangan asam sebesar 0,44 mg KOH/g minyak bila
dibandingkan dengan air 700C yang memiliki bilangan asam sebesar 0,52 mg
KOH/g minyak. Bilangan asam dari jenis pelarut air 700C dan air kelapa dapat
dilihat pada Gambar 10.
Menurut Weiss (1983), proses hidrolisis dipercepat oleh enzim lipase.
Selain itu asam, air dan panas juga dapat mempercepat proses hidrolisis
(Swern, 1979). Enzim lipase dapat diinaktifkan dengan panas (Ketaren, 1986).
Dengan demikian enzim lipase yang ada pada santan kelapa menjadi inaktif
dengan adanya perlakuan panas pada proses pembuatan minyak kelapa
sehingga hidrolisis minyak oleh enzim lipase dapat dicegah.
Cahaya dapat mempercepat proses oksidasi, sehingga disarankan agar
minyak kelapa yang baru diolah langsung ditempatkan dalam wadah yang
bersih dan ditutup rapat. Sebaiknya wadah tempat penyimpanan minyak kelapa
berwarna gelap agar terhindar dari proses oksidasi dari cahaya.
39
Pada proses pemisahan minyak dari galendo (protein), galendo tersebut
tidak boleh lolos dari kain saring. Menurut Ketaren (1986), dengan adanya
protein dalam minyak akan mempermudah tumbuhnya mikroorganisme yang
dapat memecah minyak menjadi asam lemak bebas. Hal yang perlu
diperhatikan adalah kain saring yang digunakan harus rapat dan kuat, dan
proses pemanasan cukup untuk menggumpalkan seluruh galendo.
Gambar 10. Bilangan Asam Minyak Kelapa dari Jenis Pelarut
Dari hasil semua kombinasi perlakuan pada rancangan percobaan
menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) menunjukkan
bahwa faktor pemecah emulsi enzim bromelin kasar merupakan faktor
perlakuan pemecah emulsi yang terbaik, karena enzim bromelin kasar
berpengaruh secara nyata pada rendemen minyak kelapa sebesar 31,51 persen
dan kadar air minyak kelapa sebesar 0,215 persen. Faktor jenis pelarut untuk
ekstraksi minyak kelapa terbaik adalah air 700C karena memiliki bilangan
peroksida sebesar 1,16 mg O2/100 g minyak.
40
Download