Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
A.
Penelitian Terdahulu
Pengaruh kepercayaan (trust) terhadap loyalitas pelanggan dikemukakan
dalam penelitian Pattarawan Prasarnphanich (2007) yang berjudul “Does Trust
Matter to Develop Customer Loyalty in Online Business?” dimana metode analisis
yang digunakan adalah test LISREL menunjukkan bahwa perception of retailer’s
benevolence
yang
merupakan salah satu
indikator kepercayaan (trust)
berpengaruh secara signifikan terhadap repeat purchasing yang merupakan
indikator loyalitas dimana customer commitment sebagai variabel moderator
antara keduanya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketika pelanggan memiliki
kepercayaan yang tinggi terhadap sebuah retail, mereka akan berkomitmen
terhadap retail tersebut dan sebagai konsekuensinya bahwa mereka suka untuk
melakukan pembelian ulang, menyadari bahwa retail tersebut adalah pilihan
pertama mereka, dan merekomendasikan retail tersebut kepada keluarga dan
teman-teman mereka.
Penelitian lain dengan judul “Hubungan Perceived Service Quality dan
Loyalitas: Peran Trust dan Satisfaction sebagai Moderator,” yang dilakukan oleh
Licen Indahwati Darsono (2008) dengan menggunakan Metode Analisis
Structural Equation Modelling (SEM) menyimpulkan bahwa kepercayaan (trust)
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas dimana nilai critical ratio
adalah sebesar 3,913.
Universitas Sumatera Utara
Faktor lain yang mempengaruhi loyalitas pelanggan adalah citra
perusahaan. Penelitian terdahulu yang berkenaan dengan citra perusahaan pernah
dilakukan oleh Yang Zhang (2009) dalam penelitiannya “A Study of Corporate
Reputation’s Influence on Customer Loyalty Based on PLS – SEM Model”
mengemukakan bahwa reputasi perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
loyalitas pelanggan yang dapat dilihat dari nilai R Square dari konstruk loyalitas
pelanggan, dimana ada 2 indikator yang dominan menunjukkan pengaruh tersebut
yaitu likeability dan competence dimana nilai R Square untuk masing-masing
indikator tersebut berdasarkan estimasi Partial Least Square (PLS) adalah
likeability (0,5934), competence (0,5317), dan customer loyalty (0,534).
Hasil yang sama juga dikemukakan dalam penelitian Mahadzirah
Mohamad dan Zainudin Awang (2009) dengan menggunakan Structural Equation
Modelling (SEM) berjudul “Building Corporate Image and Securing Student
Loyalty in the Malaysian Higher Learning Industry,” menyimpulkan bahwa citra
perusahaan secara signifikan berpengaruh terhadap loyalitas pelajar dengan nilai
p-value 0,003 (< 0,05).
B.
Loyalitas Pelanggan
1.
Pengertian Loyalitas Pelanggan
Pelanggan adalah seseorang yang secara continue atau berulang kali
datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan
memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau
jasa tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kotler, et al., dalam Serli Wijaya dan Sienny Thio (2008:5),
loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai besarnya kemungkinan pelanggan
membeli kembali dan kesediaan mereka untuk menjadi partner bagi perusahaan.
Menjadi partner berarti bersedia membeli produk atau jasa dalam jumlah lebih
banyak, memberikan rekomendasi positif serta bersedia menginformasikan
kepada pihak perusahaan apabila terjadi kesalahan dalam operasional pelayanan.
Kotler (2000) seperti yang dikutip oleh Japarianto dkk (2007:36)
menambahkan bahwa loyalitas sebagai “the long term success of a particular
brand is not based on the number of consumer who purchase it only once, but on
the number who become repeat purchase.” Dalam hal ini dapat diartikan bahwa
pelanggan yang loyal tidak diukur dari berapa banyak dia membeli, tetapi dari
berapa sering dia melakukan pembelian ulang, termasuk disini merekomendasikan
orang lain untuk membeli.
Lovelock (1991:44) dalam Widyaratna, dkk (2001:89) menjelaskan bahwa
tingkat kesetiaan dari para konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek
tertentu tergantung pada beberapa faktor yaitu: besarnya biaya untuk berpindah ke
merek barang atau jasa yang lain, adanya kesamaan mutu, kuantitas atau
pelayanan dari jenis barang atau jasa pengganti, adanya risiko perubahan biaya
akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya tingkat kepuasan yang didapat
dari merek baru dibanding dengan pengalaman terhadap merek sebelumnya yang
pernah dipakai.
Konsep loyalitas lebih banyak dikaitkan dengan perilaku. Bila seseorang
merupakan pelanggan loyal, ia menunjukkan perilaku pembelian yang
didefinisikan sebagai pembelian teratur yang dilakukan dari waktu ke waktu oleh
Universitas Sumatera Utara
beberapa unit pengambilan keputusan. Loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi
waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang
dari dua kali.
Menurut Tjiptono (2005:386) peilaku pembelian berulang seringkali
dihubungkan dengan loyalitas merek (brand loyalty). Akan tetapi ada perbedaan
diantara keduanya. Bila loyalitas mereka mencerminkan komitmen psikologis
terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian berulang semata-mata
menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali. Dengan
kata lain, perilaku pembelian berulang tidak merefleksikan loyalitas merek.
Karena bisa jadi seseorang konsumen sangat menyukai suatu merek namun ia
tidak loyal terhadap merek tersebut.
Tjiptono (2005: 386) menambahkan bahwa pembelian ulang bisa
merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat
produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya,
pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa
pula merupakan hasil dari upaya promosi terus menerus dalam rangka memikat
dan membujuk pelanggan untuk membeli kembali merek yang sama. Pelanggan
yang setia pada merek tertentu cenderung ’terikat’ pada mereka tersebut dan akan
membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya.
Griffin (2003:31) memberikan definisi bahwa pelanggan yang loyal
adalah:
a. Melakukan pembelian berulang secara teratur.
b. Membeli antar lini produk dan jasa.
c. Mereferensikan kepada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
d. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
2.
Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian.
Langkah-langkah yang dilewati pelanggan tersebut (Griffin, 2003:18) adalah:
a. Kesadaran
Pada tahap ini pelanggan mulai membentuk ”pangsa pikiran” yang
dibutuhkan untuk memposisikan produk sebagai produk yang lebih unggul
dari pesaing. Timbulnya kesadaran bisa melalui iklan konvensional (radio,
TV, surat kabar), iklan di web, komunikasi word of mouth, dll.
b. Pembelian awal
Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, disini
perusahaan dapat menanamkan kesan positif maupun negatif kepada
pelanggan.
c. Evaluasi pasca pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan
mengevaluasi transaksi. Bila merasa puas atau tidak begitu kecewa dengan
produk yang dibelinya, maka keputusan untuk membeli kembali mungkin
terjadi.
d. Keputusan untuk membeli kembali
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting
bagi loyalitas. Ini muncul bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional
yang kuat dengan produk.
Universitas Sumatera Utara
e. Pembelian kembali
Pelanggan benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali
produk yang sama kapan saja dibutuhkan.
3.
Jenis Loyalitas
Dick
dan
Basu
(1994)
dalam
Tjiptono
(2005:
393)
dengan
mengkombinasikan komponen sikap dan perilaku pembelian ulang, maka
didapatkan empat situasi kemungkinan loyalitas, yaitu:
a. No Loyalty
Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah,
maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua kemungkinan penyebabnya.
Pertama, sikap yang lemah (mendekati netral) bisa terjadi bila suatu
produk/ jasa baru diperkenalkan dan/ atau pemasarnya tidak mampu
mengomunikasikan keunggulan produknya. Kedua, berkaitan dengan
dinamika pasar, di mana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan
serupa/ sama.
b. Spurious Loyalty
Bila sikap yang relatif lemah disertai dengan pola pembelian ulang yang
kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty atau captive loyalty.
Situasi ini bisa dikatakan pula inertia, di mana konsumen sulit
membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat
keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar
pertimbangan situasional, seperti familiarty (karena penempatan produk
yang strategis pada rak pajangan; lokasi outlet jasa dipusat perbelanjaan
atau persimpangan jalan yang ramai) atau faktor diskon.
Universitas Sumatera Utara
c. Latent Loyalty
Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai dengan pola
pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar
pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor nonsikap yang sama kuat
atau bahkan cenderung lebih kuat daripada faktor sikap dalam menentukan
pembelian ulang.
d. Loyalty
Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar,
di mana konsumen bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa
bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
Perilaku Pembelian Ulang
S
i
k
a
p
K
u
a
t
Kuat
Lemah
Loyalty
Latent Loyalty
L
e
m
Spurious Loyalty
No Loyalty
a
h
Gambar 2.1: Loyalitas Pelanggan Berdasarkan Sikap dan Perilaku Pembelian
Ulang.
Sumber: Dick & Basu (1994) dalam Tjiptono (2005:393)
C.
Kepercayaan (Trust)
1.
Pengertian Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan (trust) merupakan pondasi dari bisnis. Membangun
kepercayaan dalam hubungan jangka panjang dengan pelanggan adalah suatu
faktor yang penting untuk menciptakan loyalitas pelanggan. Kepercayaan ini tidak
Universitas Sumatera Utara
begitu saja dapat diakui oleh pihak lain/ mitra bisnis, melainkan harus dibangun
mulai dari awal dan dapat dibuktikan. Menurut Prasaranphanich (2007:23.1),
ketika konsumen mempercayai sebuah perusahaan, mereka akan lebih suka
melakukan pembelian ulang dan membagi informasi pribadi yang berharga
kepada perusahaan tersebut.
Moorman et al., (1993) seperti yang dikutip oleh Darsono (2008:11)
mendefinisikan kepercayaan (trust) sebagai kesediaan (willingness) individu
untuk menggantungkan dirinya pada pihak lain yang terlibat dalam pertukaran
karena individu mempunyai keyakinan (confidence) kepada pihak lain.
Ketika satu pihak mempunyai keyakinan (confidence) bahwa pihak lain
yang terlibat dalam pertukaran mempunyai reliabilitas dan integritas, maka dapat
dikatakan ada trust. Rofiq (2007:32) mendefinisikan kepercayaan (trust) adalah
kepercayaan pihak tertentu terhadap yang lain dalam melakukan hubungan
transaksi berdasarkan suatu keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut
memiliki segala kewajibannya secara baik sesuai yang diharapkan.
Kepercayaan konsumen menurut Mowen (2002: 312) adalah semua
pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat
konsumen tentang objek, atribut, dan manfaatnya.
2.
Kepercayaan Konsumen tentang Atribut Produk
Atribut (atributtes) adalah karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki
atau tidak dimiliki oleh objek. Ada 2 jenis atribut yaitu atribut instrinsik dan
atribut ekstrinsik. Atribut instrinsik adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan sifat aktual produk, sedangkan atribut ekstrinsik adalah segala sesuatu
Universitas Sumatera Utara
yang diperoleh dari aspek eksternal produk, seperti nama merek, kemasan, dan
label.
Perusahaan harus menyadari bahwa kepercayaan terhadap objek, atribut,
dan manfaat menunjukkan persepsi konsumen, dan karena itu, umumnya
kepercayaan seseorang konsumen berbeda dengan konsumen lainnya. Mereka
juga harus mengingat bahwa kepercayaan mereka sendiri terhadap sebuah merek
tertentu sangat berbeda dari pasar target. Kepercayaan yang dikatakan mewakili
asosiasi yang konsumen bentuk di antara objek, atribut, dan manfaat, didasarkan
atas proses pembelajaran kognitif.
Seseorang membentuk tiga jenis kepercayaan (Mowen, 2002: 312):
a. Kepercayaan atribut-objek (object – attribute beliefs)
Pengetahuan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut
kepercayaan atribut-objek. Kepercayaan atribut-objek menghubungkan
sebuah atribut dengan objek, seperti seseorang, barang, atau jasa.
b. Kepercayaan atribut-manfaat
Kepercayaan atribut-manfaat merupakan persepsi konsumen tentang
seberapa jauh sebuah atribut tertentu menghasilkan atau memberikan
manfaat tertentu. Seseorang mencari produk dan jasa yang akan
menyelesaikan masalah-masalah mereka dan memenuhi kebutuhan
mereka, dengan kata lain, memiliki atribut yang akan memberikan manfaat
yang dapat dikenal.
Universitas Sumatera Utara
c. Kepercayaan objek-manfaat
Kepercayaan objek-manfaat merupakan persepsi konsumen tentang
seberapa jauh produk, orang, atau jasa tertentu yang akan memberikan
manfaat tertentu.
3.
Kepercayaan, Sikap, dan Perilaku Terbentuk
Kepercayaan, sikap, dan perilaku terbentuk dengan dua cara berbeda. Pada
formulasi langsung, kepercayaan, sikap, dan perilaku diciptakan tanpa terjadi
keadaan lain sebelumnya. Jadi, seperti ditunjukkan oleh perspektif pengaruh
perilaku, perilaku dapat terjadi tanpa pembentukan sikap atau kepercayaan awal
konsumen yang kuat tentang objek di mana perilaku di arahkan. Demikian juga,
seperti dinyatakan oleh perspektif eksperiensial sikap (misalnya, perasaan) dapat
tercipta tanpa pengembangan kepercayaan spesifik awal konsumen tentang objek
sikap (Mowen, 2002:322).
Mowen (2002:322) menambahkan bahwa setelah kepercayaan, sikap, atau
perilaku terbentuk secara langsung terdapat tendensi atas tiga keadaan yang dapat
menciptakan sebuah hierarki. Dengan cara ini, pertama-tama konsumen
membentuk kepercayaan terhadap sebuah produk dan kemudian membentuk
kepercayan serta sikap terhadap produk tersebut. Apabila pembentukan sebuah
keadaan (misalnya, kepercayaan) menimbulkan penciptaan keadaan lainnya
(misalnya, sikap), maka pembentukan sikap secara tidak langsung terjadi.
Universitas Sumatera Utara
D.
Citra Perusahaan
Suatu organisasi dapat mempunyai citra baik, buruk, dan bahkan tidak
jelas. Citra adalah realitas, oleh karena itu program pengembangan dan perbaikan
citra harus didasarkan pada realitas. Jika citra tidak sesuai dengan realitas dan
kinerja perusahaan baik maka itu merupakan kesalahan perusahaan dalam
berkomunikasi. Citra yang baik merupakan hasil dari usaha perusahaan tersebut
dalam memberikan pelayanan yang mampu memuaskan pelanggannya. (Arafah,
2004:61)
Citra suatu perusahaan dibentuk berdasarkan kesan, pemikiran dan
pengalaman yang dialami pelanggan sewaktu melakukan interaksi dengan
perusahaan. Kemudian pengalaman maupun pemikiran itu akan membentuk sikap
atau penilaian terhadap perusahaan bersangkutan. Sikap atau penilaian tersebut
akan menjadi referensi bagi pelanggan untuk mengambil keputusan pembelian
selanjutnya.
Citra akan berdampak pada keberhasilan kegiatan bisnis dan pemasaran
perusahaan. Citra yang buruk akan melahirkan dampak negatif terhadap operasi
bisnis perusahaan. Citra perusahaan yang baik dan kuat akan mempunyai manfaat
sebagai berikut:
1. Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap.
2. Menjadi perisai selama masa krisis.
3. Menjadi daya tarik bagi eksekutif handal.
4. Meningkatkan efektifitas strategi pemasaran.
5. Penghematan biaya operasional.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Peter Steidl dalam Sutojo (2004: 34), langkah awal sebelum
membangun citra, hendaknya perusahaan terlebih dahulu memilih segmensegmen masyarakat yang mereka rasa paling besar peranan dan potensinya dalam
menentukan masa depan perusahaan.
Dengan menentukan kelompok sasaran, manajemen perusahaan dapat
menyusun program pembangunan citra perusahaan secara lebih terarah. Dengan
menentukan segmen-segmen masyarakat yang dijadikan sasaran program
pembinaan citra, perusahaan juga dapat berkomunikasi dengan mereka secara
lebih efektif. Dalam banyak hal pemilihan segmen sasaran juga lebih
memudahkan perusahaan memilih jalur yang akan dipergunakan untuk
berkomunikasi dengan mereka.
Menurut Sutojo (2004: 39), keberhasilan perusahaan membangun citra
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Dari sekian banyak faktor tersebut lima
diantaranya besar pengaruhnya. Kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang dibutuhkan
dan diinginkan kelompok sasaran.
2. Manfaat yang ditonjolkan cukup realistis
3. Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan.
4. Citra yang ditonjolkan mudah dimengerti kelompok sasaran.
5. Citra yang ditonjolkan merupakan sarana, bukan tujuan usaha.
Universitas Sumatera Utara
Citra dapat dipopulerkan dalam 3 tahap (Sutojo:2004:55), yaitu:
1. Pembentukan persepsi segmen sasaran
Langkah pertama upaya membentuk citra segmen sasaran tentang jati diri
perusahaan, adalah menciptakan citra yang akan dipopulerkan. Citra yang
ingin dibentuk harus mencerminkan jati diri perusahaan yang sebenarnya.
2. Memelihara persepsi segmen sasaran
Persepsi yang baik dari pelanggan harus selalu dipertahankan. Apabila
tidak dipertahankan dengan baik, citra perusahaan di masyarakat dapat
menurun, bahkan dilupakan.
3. Merubah persepsi segmen sasaran yang kurang menguntungkan
Perusahaan yang dikelola secara profesional akan berusaha keras merubah
persepsi segmen sasaran yang tidak menguntungkan. Cara yang terbaik
untuk merubah persepsi segmen sasaran yang tidak menguntungkan adalah
berbenah diri dari dalam. Sebab-sebab yang menimbulkan perubahan
persepsi segmen sasaran terhadap perusahaan hendaknya dihapus, paling
sedikit dieliminir. Sebab-sebab tersebut mungkin ada pada kepribadian
atau kinerja manajemen. Eksekutif, dan karyawan bahkan cara perusahaan
mengiklankan citra.
Pembentukan
Memelihara
persepsi
Persepsi
Merubah
persepsi yang
kurang
menguntungkan
Gambar 2.2: Prosedur Mempopulerkan Citra
Sumber: Sutojo (2004: 56).
Universitas Sumatera Utara
Download