11 September 2014 SMF ANAK RUMAH SAKIT UMUM D

advertisement
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
SMF KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Tanggal : 11 September 2014
SMF ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
Nama Mahasiswa
: Fransiska
NIM
: 11.2013.107
TandaTangan :
Dokter Pembimbing : Dr. Mustari, SpA
IDENTITAS
Identitas pasien
Nama
: An. NN
Tanggal lahir
: 21 Mei 2005
Umur
: 9 tahun 3 bulan
Jenis kelamin
: Perempuan
Suku bangsa
: Betawi
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD kelas 4
Alamat
: Jl. Kp. Duri Barat RT 001/008, Duri Pulo, Gambir, Jakarta Pusat
Berat Badan
: 23 kg
Tanggal masuk RS: 6 September 2014, jam 11.30 WIB
Identitas Orangtua
Nama Ayah
Umur
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Alamat
Nama Ibu
Umur
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Alamat
: Tn. R
: 45 tahun
: SMA
: Karyawan
: Jl. Kp. Duri Barat RT 001/008
: Ny. N
: 42 tahun
: SMA
: Ibu Rumah Tangga
: Jl. Kp. Duri Barat RT 001/008
A. ANAMNESIS
1
Diambil dari: Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien di bangsal Melati
Tanggal anamnesis: 6 September 2014, jam 13.00 WIB
KELUHAN UTAMA: Demam
KELUHAN TAMBAHAN: Nyeri perut, nyeri kepala, badan pegal, lemas, mual
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 4 hari SMRS, pasien mengalami demam. Demam mendadak tinggi. Demam
naik turun sepanjang hari. Ibu pasien tidak mengukur suhu tubuhnya ketika demam. Pada
malam harinya, pasien sudah berobat ke dokter umum dan diberikan obat racikan. Setelah
minum obat tersebut demam sempat turun, tetapi kemudian suhu tubuh naik lagi setelah
beberapa jam kemudian. Demam tidak disertai dengan kejang.
Selain demam, pasien juga mengeluh lemas, mual, sakit perut terutama di ulu hati,
dan sakit kepala seperti berdenyut di seluruh kepala. Keluhan seperti muntah, batuk, pilek,
sesak tidak ada.
Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh pegal di seluruh badan. Demam, nyeri perut,
mual, lemas dan nyeri kepala masih dirasakan oleh pasien. Tidak ada keluhan seperti muntah,
kembung, nyeri di sekitar mata, nyeri tenggorokan, suara serak, nyeri pada persendiaan
sehingga membuat pasien sulit berjalan. Tanda-tanda perdarahan spontan seperti mimisan,
gusi berdarah, bintik-bintik perdarahan pada kulit disangkal. BAB normal, frekuensi 1x
sehari, konsistensi normal, warna kuning kecoklatan, tidak hitam. BAK tidak ada keluhan,
jumlahnya banyak, warna kuning, tidak ada darah dan nyeri saat berkemih. Nafsu makan
selama sakit sedikit menurun, pasien makan seperti biasa 3x sehari namun hanya setengah
porsi setiap kalinya. Pasien minum sedikit dengan jumlah < 1 liter per hari. Karena keluhan
seperti demam, nyeri perut, nyeri kepala, badan pegal, mual, lemas masih dirasakan oleh
pasien, maka ibu pasien membawa pasien ke poli anak untuk berobat pada hari Sabtu, 6
September 2014.
Pasien tidak ada riwayat berpergian ke luar kota 1-4 minggu terakhir. Di lingkungan
sekitar rumah pasien, tidak ada yang mengalami Demam Berdarah Dengue maupun gejala
yang serupa dengan pasien. Pasien sering jajan di luar rumah.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
2
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Pasien juga tidak pernah sakit
atau dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat asma, alergi makanan dan obat disangkal.
Pasien belum pernah menderita tifoid ataupun demam berdarah. Riwayat perdarahan yang
sulit berhenti disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Tidak ada penyakit
keturunan di dalam keluarga.
RIWAYAT SOSIAL PERSONAL
Ayah pasien seorang karyawan dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga sehingga
kesan keadaan sosial cukup. Hubungan orang tua dengan anak-anaknya sangat dekat. Pasien
tinggal di rumah bersama kedua saudara kandung dan orangtuanya. Sehari-hari pasien makan
masakan yang dimasak ibunya. Pasien juga sering jajan di sekolah. Pasien adalah anak yang
aktif dan prestasi di sekolah cukup baik. Di sekitar rumah pasien ada tempat penyimpanan
barang bekas.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
1. Kehamilan
 Perawatan antenatal : teratur di bidan
 Penyakit kehamilan : tidak ada
2. Kelahiran
 Tempat kelahiran
: Tempat praktik bidan
 Penolong persalinan
: Bidan
 Cara persalinan
: Spontan
 Masa gestasi
: 9 bulan
3. Keadaan bayi
o Langsung menangis
: positif
o Berat badan lahir
: 2900 gram
o Panjang badan lahir
: 49 cm
o Lingkar kepala
: tidak diketahui
o Pucat/biru/kuning
: tidak ada
o Kelainan bawaan
: tidak ada
o Nilai APGAR
: tidak tahu
Kesan: Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan
RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
3
Pasien sudah mulai bisa miring dan tengkurap saat usia ± 4 bulan, duduk usia ± 6 bulan,
berdiri usia ± 9 bulan, berjalan usia ± 12 bulan, berlari usia 18 bulan, membaca usia 5 tahun.
Selanjutnya ibu pasien tidak ingat lagi namun ibu pasien mengatakan tumbuh kembang
anaknya normal sesuai dengan anak seusianya.
Kesimpulan : Tumbuh kembang anak baik sesuai dengan usianya.
RIWAYAT IMUNISASI
Menurut ibu pasien, pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap sampai usia 9 bulan
Kesan: Imunisasi dasar lengkap
RIWAYAT NUTRISI
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Saat usia 9 bulan, pasien
mendapat susu formula karena jumlah ASI mulai berkurang. Saat usia 1 tahun sampai 1,5
tahun, pasien mulai makan bubur susu. Pada usia 1,5 tahun sampai 2 tahun, pasien makan
nasi tim. Pada usia 2 tahun sampai sekarang pasien makan makanan padat, frekuensi 3
kali/hari,1 piring setiap kali makan, dengan menu yang cukup bervariasi yaitu nasi, sayur,
daging, buah. Selama masa sekolah, pasien mulai jajan di sekolah.
B. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 06/09/2014)
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran:Compos mentis
Tekanan darah: 100/60 mmHg
Nadi: 94x/menit, regular, teraba kuat angkat
Pernapasan: 22 x/menit
Suhu: 37,00C
Antropometri
Berat Badan: 23,5 kg
Tinggi Badan: 129 cm
4
Gambar 1. Plot Berat Badan Terhadap Tinggi Badan1

Berat Badan sekarang terhadap
Tinggi Badan
Berat Badan yang diharapkan
terhadap Tinggi Badan
BB/TB =
23,5/27 x
100% =
87,1% (gizi
Gambar 2. Plot Tinggi Badan dan Berat Badan Menurut Umur1
5
Berat/tinggi badan sekarang
Berat/tinggi badan yang
diharapkan
TB/U=129/1
33
x100%=96,
9% (tinggi
BB/U=23,5/2
9 x 100%=
81,1%
(normal)
Perhitungan status gizi:




BB/U=23,5/29 x 100%= 81,1% (normal)
TB/U=129/133 x 100%=96,9% (tinggi baik)
BB/TB=23,5/27 x 100%=87,1% (gizi sedang)
BMI/U=14,12/16,2 x 100%= 87,2% (gizi sedang)
Kesan: Status gizi baik
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala



Kepala : normocephal
Rambut dan kulit kepala: rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata: kedudukan bola mata simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),

perdarahan konjungtiva (-/-), cekung (–)
Telinga: bentuk normal, liang telinga lapang, terdapat serumen, tidak ada keluar

cairan atau darah
Hidung :bentuk normal, septum deviasi (-), tanda epistaksis (-/-), sekret (-/-), nafas

cuping hidung (-)
Mulut : mukosa bibir kering, sianosis (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-)
6

Tenggorokan : faring tidak hiperemis, non eksudat, tonsil kanan dan kiri (T1-T1
tenang), uvula di tengah dan tidak hiperemis
Leher : Trakea lurus di tengah, kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba membesar dan
tidak ada nyeri tekan
Thoraks
1. Paru
 Inspeksi: bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis,
pernafasan torakoabdominal, retraksi sela iga (-)
 Palpasi: vokal fremitus kanan dan kiri sama kuat
 Perkusi: sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi: suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
2. Jantung
 Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi: ictus cordis teraba pada intercostal 4 linea midclavicular sinistra
 Perkusi: Batas atas jantung di ICS II, linea parasternal kiri.
Batas kiri jantung di ICS IV, linea midclavicula kiri.
Batas kanan jantung di ICS IV, linea sternal kanan.
 Auskultasi: bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (–)
3. Abdomen
 Inspeksi: datar, gambaran pembuluh darah (-), sikatrik (-)
 Palpasi: supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak membesar, massa


(-), turgor baik
Perkusi: timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal
Ekstremitas
Atas: akral hangat, CRT <3 detik, deformitas (-), edema (-/-), sianosis (-)
Bawah: akral hangat, CRT <3 detik, deformitas (-), edema (-/-), sianosis (-)
Tulang belakang: Tidak terdapat lordosis, kifosis,maupun skoliosis
Kulit: warna kulit sawo matang, petekie (-), hematom (-), purpura (-), ikterik (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rumple Leed Test (06 September 2014) : negatif
Laboratorium (Tanggal: 06 September 2014, jam 10.12)
Darah Rutin
7
Hemoglobin
13,3
g/dl
11,0 – 16,5
Hematokrit
41,0
%
35-45
Eritrosit
4,72
juta/uL
4,43-6,02
Leukosit
3.374
/mm3
4.000-10.000
Trombosit
154.000
/mm3 150.000-450.000
C. RINGKASAN
Seorang anak perempuan, berusia 9 tahun, datang ke RS Tarakan dengan keluhan
demam tinggi mendadak sejak 4 hari SMRS. Demam naik turun, sepanjang hari. Pasien
merasa lemas, mual, sakit perut terutama di ulu hati, dan sakit kepala seperti berdenyut di
seluruh kepala. Pasien sudah berobat ke dokter umum dan diberikan obat racikan, namun
keluhan tidak membaik dengan obat tersebut. Pasien juga mengeluh pegal di seluruh badan
sejak 1 hari SMRS. Tanda-tanda perdarahan spontan seperti mimisan, gusi berdarah, bintikbintik perdarahan pada kulit disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Nafsu makan dan
minum menurun. Pasien juga tidak pernah sakit atau dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Riwayat perdarahan, asma, alergi makanan dan obat disangkal. Imunisasi lengkap. Tumbuh
kembang normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan frekuensi
napas 22x/menit, frekuensi nadi 94x/menit teraba kuat, tekanan darah 100/60 mmHg, dan
suhu 370C, status gizi: gizi sedang. Tidak ditemukan tanda-tanda perdarahan spontan seperti
petekie; mimisan; gusi berdarah. Pada mulut, mukosa bibir kering, tidak ditemukan lidah
kotor. Pada paru-paru: rhonki (-/-). Pada abdomen: nyeri tekan epigastrium (+), supel, turgor
baik, hepar tidak membesar. Pada ekstremitas: akral hangat, CRT < 3 detik. Pemeriksaan
darah menunjukan leukosit 3.374/mm3 dan trombosit 154.000/mm3.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja:
 Demam Dengue
Diagnosis Banding
1. Demam Berdarah Dengue
2. Demam Cikungunya
3. Idiopatic Trombositopeni Purpura (ITP)
4. Demam Tifoid
E. Anjuran Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin tiap 24 jam
2. Observasi TTV tiap 6 jam
3. Cek serologi Dengue
8
F. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
 Tirah baring
 Monitor tanda vital setiap 6 jam.
 Monitor tanda klinis setiap hari: tanda syok, tanda perdarahan.
 Monitor laboratorium: kadar hematokrit dan trombosit setiap hari.
 Banyak minum sekitar 1,5 hingga 2 liter per hari
2. Medikamentosa
 IVFD RL 3 cc/kgBB/jam
 Paracetamol sirup 120 mg/5ml  3 x 2 cth (kalau demam)
 Ranitidin 3 x 20 mg iv
G. Prognosis
Ad vitam
: Ad bonam
Ad fungsionam: Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
FOLLOW UP
Minggu, 7 September 2014
S: Demam (-), nyeri perut epigastrium (+), mual (+), muntah (-), lemas (+), nyeri kepala (-),
badan pegal (+) namun berkurang, batuk (-), pilek (-), perdarahan spontan (-), BAB dan BAK
normal, nafsu makan agak menurun, minum agak banyak (1 liter/hari)
O:











KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
Nadi: 98x/mnt
TD 110/60 mmHg
RR: 24 x/mnt
S: 36,50C
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
Hidung: nafas cuping hidung (-), epiktaksis (-)
Mulut : mukosa lembab, sianosis (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-)
Leher : kelenjar getah bening dan tiroid membesar (-) dan nyeri tekan (-)
Pulmo: suara napas vesikuler, ronkhi (-/-) dan wheezing (-/-)
Cor: BJ 1-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrik (+), hepar dan lien tidak


membesar
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3”
Kulit: ptekie (-), purpura (-), hematom (-)
9
Hasil lab tanggal 07/09/14 jam 06.54
 Hemoglobin:
 Hematokrit:
 Eritrosit:
 Leukosit:
 Trombosit:
13,0 g/dL
37,7 %
4,32 juta/uL
3.310 /mm3
110.000 /mm3
A:
Demam Dengue hari ke-5
P:
IVFD RL 3cc/kgbb/24 Jam, Paracetamol sirup 3x2 cth (k/p), Ranitidin 3x20 mg iv, Cek
H2TL /24 Jam, Observasi KU, TTV dan tanda-tanda perdarahan
Senin, 8 September 2014
S: Demam (-), nyeri perut epigastrium (-), mual (-), muntah (-), lemas (-), nyeri kepala (-),
badan pegal (+) berkurang, perdarahan spontan (-), BAB belum hari ini, BAK normal, nafsu
makan membaik, minum agak banyak ( >1 liter/hari)
O:








KU: tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
Nadi: 96x/mnt
TD 110/60 mmHg
RR: 22 x/mnt
S: 36,70C
Hidung: epiktaksis (-)
Mulut: bibir dan gusi berdarah (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3”
Kulit: ptekie (-), purpura (-), hematom (-)
Hasil lab:
Tanggal 08/09/14 jam 09.49
 Hemoglobin:
 Hematokrit:
 Eritrosit:
 Leukosit:
 Trombosit:
13,8 g/dL
39,3 %
4,57 juta/uL
6.497 /mm3
107.800 /mm3
A: Demam Dengue hari ke-6
10
P:
IVFD RL 3cc/kgbb/24 Jam, Paracetamol sirup 3x2 cth (k/p), Cek H2TL /24 Jam,
Observasi KU, TTV, dan tanda-tanda perdarahan, cek serologi dengue
Selasa, 9 September 2014
S: Demam (-), nyeri perut epigastrium (-), mual (-), muntah (-), lemas (-), nyeri kepala (-),
badan pegal (-), perdarahan spontan (-), BAB belum sejak kemarin, BAK normal, makan dan
minum banyak
O:








KU: aktif
Kesadaran: compos mentis
Nadi: 93x/mnt
TD 100/60 mmHg
RR: 24 x/mnt
S: 36,60C
Hidung: epiktaksis (-)
Mulut: bibir dan gusi berdarah (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3”
Kulit: ptekie (-), purpura (-), hematom (-)
Hasil lab:
Tanggal 09/09/14 jam 11.33
 Hemoglobin:
 Hematokrit:
 Eritrosit:
 Leukosit:
 Trombosit:
 Dengue IgG
 Dengue IgM
14,6 g/dL
43,6 %
4,91 juta/uL
7.140 /mm3
133.000 /mm3
positif
positif
A:
Demam Dengue hari ke-7
P:
IVFD RL 3cc/kgbb/24 Jam, Paracetamol sirup 3x2 cth (k/p), BPL
Analisis Kasus
Demam dengue (DF) adalah penyakit febris dengan demam bifasik, mialgia atau
artralgia, ruam, leukopenia, dan limfadenopati. Pada Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
11
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1,2
Virus Dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang
dikenal sebagai flavivirus, mempunyai 4 jenis serotype yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4,
yang ditularkan melalui gigitan spesies nyamuk Aedes. Infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe lain. Serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat.3
Manifestasi klinis demam dengue adalah demam tinggi mendadak selama 2-7 hari
dengan dua atau lebih gejala penyerta seperti nyeri kepala, nyeri retroorbital, nyeri tulang dan
otot, ruam kulit, meski jarang dapat terjadi manifestasi perdarahan, leukopenia, IgG/IgM
positif.4
Dijumpai trias sindrom yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya
ruam. Anoreksia, obstipasi dan perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium sering dijumpai.
Demam menghilang secara lisis disertai keluarnya banyak keringat. Manifestasi perdarahan
tidak sering dijumpai. Pada pemeriksan laboratorium: biasanya terjadi trombositopeni,
leukopenia selama periode prademam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul
oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa
konvalesen.3
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan berupa:3,5
1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple Leed
Tujuannya untuk menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DBD, sebagai salah
satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan sistem vaskular dan trombosit.
Uji ini sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai sebagai uji
presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Uji dinyatakan
positif jika pada satu inci persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia setelah
dilakukan tekanan selama 5 menit di bagian volar lengan bawah.
2. Hematologi
a. Jumlah Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil.
Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukost dan neutrofil bersama-sama
menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.
b. Jumlah Trombosit
12
Penurunan jumlah trombosit menjadi ≤100.000/µl atau kurang dari 1-2
trombosit/LPB dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan 10 lpb. Pada umumnya
trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum
suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000/µl biasanya ditemukan antara hari ketiga
sakit sampai ketujuh.
c. Kadar Hematokrit
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat
perhatian bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau
perdarahan.
d. Kadar Hemoglobin
Kenaikan kadar hemoglobin >14 gram/100 ml karena terjadi kebocoran plasma/
perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan terjadi
hemokonsentrasi.
e. Pemeriksaan Limfosit Plama Biru (LPB)
Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) >= 4%
dengan berbagai macam bentuk: monositoid, plasmositoid, dan blastoid, di darah
tepi dapat dijumpai pada hari ketiga sampai hari ketujuh. Limfosit monositoid dan
IgG positif berhubungan dengan DBD derajat penyakit II. Limfosit plamastoid dan
blastoid dan IgM positif berhubungan dengan DBD derajat penyakit I.
3. Radiologi
a. Rontgen dada
Pada foto thoraks (DBD derajat 3 atau 4 dan sebagian besar derajat 2) adanya efusi
pleura terutama di hemithoraks dextra.
b. Ultrasonografi
Ascites dan cairan pleura dapat dideteksi dengan USG
4. Pemeriksaan Serologis
a. Uji hemaglutinasi inhibisi
Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya uji serologis ini tidak dapat
menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer
konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum
akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtif positif, atau diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi
b. Uji komplemen fiksasi
Uji ini jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh karena selain
cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga memerlukan tenaga pemeriksa yang
berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan selama 2-3 tahun.
c. Uji netralisasi
13
Uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji
ini memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat ini antibodi neutralisasi
dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih
cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama(>4-8th). Uji ini rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
d.
IgG/IgM Dengue Elisa
Pemeriksaan ini mendeteksi adanya antibodi terhadap virus dengue. Ada dua
antibodi yang dideteksi yaitu Imunoglobulin G dan Imunoglobulin M, muncul
sebagai respon tubuh terhadap masuknya virus ke dalam tubuh penderita.
Imunoglobulin G akan muncul sekitar hari ke-4 dari awal infeksi dan akan
bertahan hingga enam bulan pasca infeksi. Imunoglobulin M juga diproduksi sekitar
hari ke-4 dari infeksi dengue, tetapi antibodi jenis ini lebih cepat hilang dari tubuh.
Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ini cukup tinggi dalam menentukan adanya
infeksi virus dengue.
Kelemahan: pemeriksaan ini seringkali tidak dapat mendeteksi infeksi virus
dengue pada penderita yang mengalami gejala panas hari ke-0 hingga hari ke-4.
e. NS1 Ag Dengue
Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan
yang mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian
tubuh virus dan tidak menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan
ini dilakukan paling baik saat panas hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah
pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi virus dengue bahkan sebelum terjadi
penurunan trombosit. Setelah hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun
dan akan hilang setelah hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya pun
juga tinggi. Bila ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau seseorang ‘hampir
pasti’ terkena infeksi virus dengue.
Pada kasus ini, gejala yang mendukung diagnosis Demam Dengue adalah berdasarkan
anamnesis, pasien mengalami demam tinggi mendadak sejak 4 hari SMRS. Selain demam,
pasien juga mengeluh nyeri perut di bagian epigastrium, nyeri kepala, nyeri otot dan tulang
(badan terasa pegal) namun tidak terlalu berat sehingga pasien tidak kesulitan untuk bergerak,
14
mual, lemas. Di sekitar rumah pasien terdapat tempat penyimpanan barang bekas yang bisa
menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pasien tampak sakit sedang, dengan tanda-tanda vital dalam batas normal. Tidak ditemukan
tanda-tanda perdarahan spontan seperti petekie; purpura; hematom; mimisan; gusi berdarah.
Pada mulut tidak ditemukan lidah kotor. Pada abdomen: nyeri tekan epigastrium (+), hepar
tidak membesar. Pada ekstremitas: akral hangat, CRT < 3 detik. Pada pemeriksaan darah
didapatkan nilai hemoglobin dan hematokrit tidak menunjukan tanda-tanda hemokonsentrasi,
ditemukan leukopeni dan jumlah trombosit yang menurun dibandingkan hari sebelumnya.
Pemeriksaan serologi IgM dan IgG Dengue positif pada hari sakit ke 7. Berdasarkan kriteria
WHO (ditemukan demam tinggi mendadak dengan 2 gejala penyerta yaitu nyeri kepala, nyeri
otot dan tulang serta leukopeni, tanpa tanda kebocoran plasma) maka pasien didiagnosis
dengan Demam Dengue.
Penatalaksanaan pasien demam dengue adalah pasien dapat berobat jalan, tidak perlu
dirawat, pengobatan secara simtomatik dan suportif. Pada fase demam pasien dianjurkan tirah
baring, selama masih demam, obat anti piretik atau kompres hangat diberikan apabila
diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi <39˚C, dianjurkan pemberian parasetamol (1015 mg/kgBB/kali). Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat
mnyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis. Pada pasien dewasa, analgetik atau sedatif
ringan kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi nyeri kepala, nyeri otot, atau nyeri sendi.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain air putih
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Tidak boleh dilupakan monitor suhu,
jumlah trombosit, serta kadar hematokrit sampai normal kembali. Pada pasien DD saat suhu
turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien
harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama dua hari setelah suhu trun.
Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD
pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas pada saat suhu turun, yaitu pada DD akan
terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu,
terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila harus
segera dibawa ke rumah sakit (penerangan orang tua tertera pada lampiran). Pada pasien yang
tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.3
Penatalaksaan DBD fase demam tidak berbeda dengan DD. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan karena muntah, tidak mau minum, nyeri perut berlebihan, maka cairan
15
rumatan intravena perlu diberikan. Antipiretik diperlukan tapi tidak mengurangi lama demam
pada DBD. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kgBB dalam 24 jam
berikutnya. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
Hematokrit harus diperiksa berkala sampai suhu normal kembali.3
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan 1/3 NaCl
0,9%. Bila terdapat asidosis, ¼ dari jumlah cairan total dikeluarkan dan diganti dengan
larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian terisi larutan NaCl 0,9% +
glukosa ditambah ¼ natrium bikarbonat).3
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5
sampai 8%).3
Pasien harus segera dirawat dan diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oliguri dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit
( <=20 mmHg) atau hipotensi dan peningkatan terus menerus kadar hematokrit walaupun
diberi cairan intravena.3
Tanda-tanda bahaya pada DHF/DF: segala bentuk manifestasi perdarahan, tidak
dapat/mau makan atau minum, nyeri abdomen berat, kencing lebih sedikit dari biasanya,
gelisah/iritabel, anak terlihat makin lemah, berkeringat, kulit dingin. Kriteria pasien masuk
perawatan: adanya tanda-tanda syok, segala bentuk manifestasi perdarahan, sangat lemah
sehingga asupan oral tidak adekuat, mengantuk, lemah badan,tidur sepanjang hari ketika
penurunan suhu, jumlah trombosit <100.000/uL, dan atau ada kecendrungan penurunan
trombosit diikuti peningkatan hematokrit 10-20%, nyeri abdomen akut hebat, bukti adanya
kebocoran plasma (efusi pleura,acites,dll), tempat tinggal yang jauh dari rumah sakit. Kriteria
memulangkan pasien: tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik,
tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah
16
trombosit > 50.000/ml, tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau
asidosis).5
Penatalaksanaan pada pasien ini bersifat simtomatik dan suportif saja. Karena pasien
mual dan tidak nafsu makan dan minum, maka diberikan cairan intravena untuk mencegah
dehidrasi. Pemberian parasetamol dan ranitidin bersifat simtomatik untuk mengurangi gejala
klinis. Karena pasien memenuhi kriteria pulang seperti tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, jumlah
trombosit > 50.000/ml, tidak dijumpai adanya distress pernafasan, maka pasien boleh pulang
pada hari Selasa 9 September 2014.
Infeksi primer demam dengue biasanya sembuh sendiri. Kematian telah terjadi pada
40%-50% penderita dengan syok tetapi dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan
kurang dari 2%. Prognosis secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.5
Patokan diagnosa DBD berdasarkan kriteria diagnosis WHO, terdiri dari gejala klinis
dan laboratorium:3,4
1) Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif,dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis, dan/atau melena
c. Pembesaran hati
d. Syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<=20
mmHg), hipotensi (tekanan sistolik <= 80 mmHg) disertai kulit yang teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien gelisah dan timbul sianosis
di sekitar mulut.
2) Laboratorium
a. Trombositopenia (<= 100.000/ul)
b. Hemokonsentrasi dengan manifestasi: peningkatan kadar hematokrit >= 20%
dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen.
Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosa DBD, yang dibuktikan oleh
pemeriksaan serologis. WHO membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat (pada setiap
derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) yaitu:3,4
 Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji bendung positif.
 Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
17
 Derajat III : Ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekan nadi
menurun (<= 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin dan lembab, pasien
menjadi gelisah.
 Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Pada kasus ini, gejala yang mendukung diagnosis DBD adalah demam tinggi
mendadak selama 2-7 hari dan trombositopenia, serologi IgG dan IgM dengue positif. Namun
hal yang tidak mendukung diagnosis DBD adalah pada pasien ini tidak ditemukan tandatanda perdarahan seperti petekie, purpura, perdarahan gusi, mimisan, hematemesis maupun
melena, hepar tidak membesar, akral hangat, CRT <3 detik, TTV dalam batas normal. Tidak
ditemukan hemokonsentrasi pada pasien ini.
Demam cikungunya adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai dengan
sekumpulan gejala yang mirip dengan infeksi virus dengue yaitu demam mendadak, artralgia,
ruam makulopapular dan leukopenia. Pada demam cikungunya, demam tinggi mendadak
selama 1-6 hari, disertai sakit kepala, fotofobia ringan, mialgia dan artralgia yang melibatkan
berbagai sendi serta dapat pula anoreksia, mual dan muntah. Nyeri sendi (atralgia/arthritis)
merupakan gejala yang menonjol, dapat berlangsung selama berminggu-minggu dan menjadi
persisten, mulai dari nyeri sendi ringan sampai berat bahkan sampai tidak bisa berjalan
terutama pagi hari saat bangun tidur. Sendi yang paling sering dikeluhkan adalah sendi lutut,
pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang. Nyeri otot biasanya pada seluruh otot
atau pada otot bagian kepala dan bahu. Pembengkakan di sekitar pergelangan kaki, tangan
dan jari sering terjadi. Pada kulit sering ditemukan petekie atau ruam makulopapular pada
tubuh dan ekstremitas yang mengikuti atau terjadi segera setelah demam. Pada saat ini sering
terjadi limfadenopati hebat. Keluhan seperti nyeri sendi, sakit kepala dan insomnia, pada
sebagian besar kasus akan menetap 5-7 hari. Infeksi cikungunya lebih cepat durasinya
daripada dengue, hampir 50% anak dengan cikungunya mengalami demam yang berakhir
dalam 72 jam setelah onset, sedangkan median lamanya penyakit demam dengue 2 hari lebih
lama. Ruam makulopapular terminal, artralgia atau arthritis dan injeksi konjungtiva lebih
umum pada cikungunya. Perdarahan dan syok jarang terjadi pada infeksi cikungunya karena
cikungunya menyerang jaringan ikat sendi. Tidak tampak penurunan kadar trombosit dan
peningkatan kadar hematokrit yang berarti. Pemeriksaan penunjang: isolasi virus
chikungunya dengan menggunakan serum pada masa akut 0-6 hari, tetapi ada beberapa
literatur menyebutkan bisa sampai 8 hari. Spesimen yang berasal dari nyamuk juga dapat
digunakan untuk bahan isolasi virus. Semua spesimen biologis untuk isolasi virus harus
18
diproses secepatnya, bila memang perlu ditunda maksimal penundaan adalah 48 jam dengan
disimpan pada suhu 2-8oC. Infeksi Chikungunya juga dapat dideteksi secara serologi dengan
mendeteksi anti-chik berupa IgM atau IgG. Sampai saat ini telah banyak dikembangkan
teknik
diagnostik
untuk
mendeteksi
chikungunya
secara
serologi
diantaranya
Haemaglutination, Complement Fixation Test (CFT), Immuno flourescent assay (IFA), dan
Plaque Reduction Neutralization Testing (PRNT). Antibodi IgM dapat dideteksi dari hari ke-4
infeksi sampai beberapa minggu waktu lamanya. Antibodi IgG dapat dideteksi hari ke-15
sampai beberapa tahun lamanya.3
Pada pasien ini, hal yang mendukung diagnosis cikungunya adalah timbulnya demam
tinggi mendadak, nyeri pada sendi pada hari ke-4 sakit, sakit kepala, tubuh terasa lemas,
leukopeni. Namun hal yang tidak mendukung diagnose cikungunya adalah demam tinggi
yang masih berlangsung hingga hari ke-4, nyeri sendi yang ringan (berupa badan pegal dan
tidak terlalu mengganggu pasien) dan tidak menetap (sembuh dalam 2 hari), tidak ditemukan
limfadenopati servikal, ada penurunan trombosit yang berlangsung hingga hari sakit ke-6,
hasil pemeriksaan serologi IgG dan IgM dengue positif.
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan penghancuran trombosit secara berlebihan dalam sistem retikuloendotelial dan
tidak ditemukan penyakit trombositopeni lainnya. Gejala ITP secara umum ditandai dengan
keadaan penderita ITP yang tampak sehat, namun tiba-tiba mengalami ptekie, purpura,
epistaksis, perdarahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya. Pada ITP, riwayat
penggunaan obat dapat ditemukan dan riwayat keluarga dengan penyakit autoimun maupun
kelainan darah umumnya tidak ditemukan. Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
trombosit <150.000/ul dan pada pemeriksaan gambaran darah tepi dan hitung jenis sel-sel
darah kecuali trombosit ditemukan dalam batas normal. Sekitar 15% penderita mengalami
anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya. Megakariosit ditemukan pad sebagian
besar penderita. Gambaran klinis ITP akut sering terjadi pada usia 2 hingga 6 tahun, dengan
perbandingan perempuan dan laki-laki adalah sama (1:1), didahului oleh infeksi, permulaan
penyakit timbul mendadak, jumlah trombosit <20.000/ul, hasil laboratorium biasanya terjadi
peningkatan limfosit, kadar IgA normal, waktu berlangsungnya penyakit sekitar 2 hingga 6
minggu, dan prognosisnya 80% sembuh spontan. Sedangkan pada ITP kronik sering terjadi
pada usia dewasa, dengan perbandingan wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki (3:1),
jarang didahului oleh infeksi, permulaan penyakit timbul perlahan-lahan, jumlah trombosit
19
berada di kisaran 40.000-80.000/ul, jarang ditemukan limfositosis, kadar IgA ditemukan
rendah, waktu berlangsungnya penyakit dapat berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.6
Pada pasien ini, hal yang mendukung diagnosa ITP adalah adanya trombositopenia.
Namun hal yang tidak mendukung ITP adalah pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda
perdarahan spontan seperti petekie, purpura, epistaksis, perdarahan konjungtiva, pasien
sebelumnya memiliki gejala yang mengarah pada diagnosis demam dengue seperti demam
tinggi mendadak selama 4 hari, mual, nyeri kepala, nyeri perut di epigastrik, dan
trombositopeni yang berlansung hingga hari ke-6 (tidak berlangsung >2 minggu seperti pada
ITP) dan hasil pemeriksaan serologi dengue terhadap IgG dan IgM dengue positif.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Pada anak, periode inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari. Gejalanya
bervariasi, dari gejala klinis ringan yang tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan
berat sehingga harus dirawat. Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal
penyakit, yang dikenal sebagai step-ladder temperature chart yang ditandai demam insidious,
naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama,
demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis. Gejala
sistemik lain adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut, radang
tenggorokan. Bahkan dapat disertai syok hipovolemik karena kurang masukan cairan dan
makanan. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi atau obstipasi kemudian diare, pada
sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya
kemerahan. Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak. Diagnosa ditegakan dari gejala
klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan mungkin perubahan kesadaran, dengan
kriteria ini maka dapat membuat dianosa tersangka demam tifoid. Diagnosa pasti melalui
isolasi S.typhi dari darah. Pada 2 minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.typhi
dari darah lebih besar daripada minggu berikutnya. Uji serologi Widal yang memeriksa
antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagella (H) banyak dipakai untuk
mendiagnosa demam tifoid. Jika titer O aglutinin sekali periksa >= 1/200 atau pada titer
sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakan.3
Pada pasien ini hal yang mendukung diagnosis demam tifoid adalah adanya demam,
nyeri kepala, nyeri perut, anoreksia, nausea, mialgia, malaise, leukopeni, trombositopeni dan
pasien sering jajan di luar rumah. Namun yang tidak mendukung adalah pada pasien ini
demam tinggi mendadak (tidak step-ladder temperature chart) yang berlangsung selama 4
20
hari, tidak ada gangguan gastrointestinal, lidah tidak kotor, hasil pemeriksaan serologi IgG
dan IgM dengue positif.
Daftar Pustaka
1. Arvin BK. Dengue fever. Dalam: Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta:
EGC, 2012.
2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing, 2009.h.2773-9.
3. Soedarmo SSS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar infeksi
& pediatri tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2012.h.155-81.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Infeksi virus dengue. Dalam: Buku saku
pelayanan kesehatan anak di rumah sakit pedoman bagi rumah rujukan tingkat
pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO Indonesia, 2009.h.162-7.
5. Hadinegoro SRS, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana demam berdarah
dengue di Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006.h.1-66.
6. Setyoboedi B. Purpura Trombositopenik Idiopatika pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 6,
No. 1, Juni 2004: 16-22.
21
Download