BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Optimalisasi 2.1.1.1 Pengertian Optimalisasi Optimal didefinisikan sebagai sesuatu terbaik, tertinggi, paling menguntungkan (Alwi, 2001). Pradana (2008) menyatakan bahwa optimalisasi atau optimasi adalah salah satu disiplin ilmu dalam matematika yang fokus untuk mendapatkan nilai minimum atau maksimum secara sistematis dari suatu fungsi, peluang, maupun pencarian nilai lainya dalam berbagai kasus. Optimasi sangat berguna di hampir segala bidang dalam rangka melakukan usaha secara efektif dan efisien untuk mencapai target hasil yang ingin dicapai. Tentunya hal ini akan sangat sesuai dengan prinsip ekonomi yang berorientasikan untuk senantiasa menekan pengeluaran untuk menghasilkan outputan yang maksimal. Menurut teori ekonomi, jika suatu variabel sudah mencapai tingkat optimal, ia tidak layak dibuat lebih banyak atau lebih sedikit tanpa menimbulkan kerugian. Dalam teori produksi, misalnya, tingkat produksi optimal adalah yang menghasilkan keuntungan terbesar. Jika produksi dikurangi, keuntungan akan berkurang, demikian halnya jika produksi ditingkatkan (Anonim, 2007). 2.1.1.2 Tujuan Optimalisasi Pradana (2008) menyatakan bahwa optimalisasi bertujuan untuk melakukan usaha secara efektif dan efisien dalam mencapai target hasil yang ingin 13 dicapai. Ada dua tipe optimalisasi yang dapat dicapai oleh perusahaan yaitu minimisasi biaya (minimize cost) atau maksimisasi profit (maximize profit). Menurut Swanson (1958), optimasi atau optimalisasi harus didefinisikan terlebih dahulu, tergantung dari situasi permasalahan yang dihadapi, karena optimasi bisa berarti minimisasi biaya atau maksimisasi profit. Jadi optimalisasi bertujuan untuk menjamin penggunaan sumber daya yang terbatas secara efektif dan efisien dalam mencapai minimize cost atau maximize profit. 2.1.2 Portofolio Kredit 2.1.2.1 Pengertian Portofolio Kredit Istilah portofolio dalam dunia keuangan digunakan untuk menyebutkan kumpulan investasi yang dimiliki oleh institusi ataupun perorangan. Memiliki portofolio seringkali merupakan suatu bagian dari investasi dan strategi manajemen risiko yang disebut diversifikasi, dengan memiliki beberapa aset, risiko tertentu dapat dikurangi (Anonim, 2008). Portofolio adalah gabungan atau kombinasi dari berbagai instrumen atau aset investasi yang disusun untuk mencapai tujuan investasi investor. Kombinasi berbagai instrumen investasi itu juga menentukan tinggi risiko dan potensi keuntungan yang diperoleh portofolio tersebut. Isi portofolio itu bisa macam-macam; mulai dari properti, saham, instrumen pendapatan tetap seperti obligasi, sampai uang tunai atau setara kas (Anonim, 2008). Awat (1998) menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan portofolio adalah sekumpulan aktiva, baik aktiva nyata (real assets) maupun aktiva keuangan (financial assets). Dalam penelitian ini portofolio yang dibahas 14 adalah portofolio financial assets berupa portofolio kredit yang merupakan earning assets dalam bisnis perbankan. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba sangat berkaitan dengan added value yang dihasilkannya. Jika added value industri yang diperoleh dengan kekuatan tawar menawar pemasok dan pembeli kecil, maka perusahaan juga mengalami kesulitan untuk memperoleh keuntungan yang memuaskan. Dalam bidang perbankan, added value dikenal dengan nama “financial margin” yaitu selisih (spread ) antara biaya dana dengan tingkat bunga kredit (Siamat, 2005). Bank dalam usahanya memperoleh financial margin tidak terlepas dari risiko yang harus ditanggung. Jones (2002), menyebutkan pengukuran risiko berhubungan dengan pengukuran return, karena keputusan investasi melibatkan trade off antara return dan risiko. Secara spesifik, Bank Indonesia menyebut terdapatnya delapan jenis risiko yang perlu diwaspadai, dipantau, dan selanjutnya ditanggulangi, yaitu (1) risiko kredit, (2) risiko pasar, (3) risiko likuiditas, (4) risiko operasional, (5) risiko hukum, (6) risiko reputasi, (7) risiko strategik, (8) risiko kepatuhan (Masyhud, 2004). Penelitian ini akan fokus pada pengelolaan risiko kredit dalam kaitannya dengan portofolio kredit. Risiko kredit (credit risk) adalah risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat kegagalan counterparty (lawan transaksi) dalam memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya (Anonim, 2006). Bank menggunakan sejumlah teknik dan kebijakan dalam mengelola risiko kredit untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kerugian 15 kredit atau yang disebut dengan credit risk mitigation (Anonim, 2006). Teknik dan kebijakan tesebut adalah: 1) Model pemeringkatan (grading model) untuk kredit perorangan. 2) Manajemen portofolio kredit. 3) Sekuritisasi. 4) Agunan 5) Pengawasan arus kas. 6) Manajemen pemulihan (recovery management). Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah membahas teknik dan kebijakan pengelolaan risiko kredit melalui satu teknik saja yaitu manajemen portofolio kredit. Manajemen portofolio kredit pada prinsipnya adalah mengatur pemberian kredit agar tidak terkonsentrasi pada satu industri atau wilayah geografis tertentu atau untuk menghindari dampak credit concentration risk, hal ini memungkinkan bank untuk melakukan diversifikasi pada portofolio kredit (Anonim, 2006). Usaha pertama untuk mendiversifikasikan risiko dilakukan dengan teori portofolio. Teori ini muncul terutama didasarkan atas fenomena bahwa umumnya para investor dalam finansial aset menanamkan dananya tidak hanya pada satu jenis sekuritas saja, tetapi pada beberapa jenis. Penyebabnya adalah untuk mengurangi fluktuasi tingkat keuntungan yang mereka harapkan akan diperoleh dari masing-masing jenis sekuritas cenderung saling mengimbangi (Husnan, 2001). Salah satu definisi portofolio adalah: 16 A portofolio is combination of asset that vary according to an investor’s risk aversion, tax bracket, access to information and judenganement (Jones, 2002). (Suatu portofolio adalah kombinasi dari berbagai asset sesuai dengan keengganan investor terhadap risiko, pengelolaan pajak, perolehan informasi dan penilaian) Demikian juga dalam praktek perbankan, manajemen harus mendiversifikasikan asetnya dalam usaha untuk mengurangi risiko-risiko. Diversifikasi adalah suatu wawasan penting dalam perencanaan program kredit dan investasi sebuah bank. Dari sudut pandangan menyeluruh, program kredit dan investasi itu harus memenuhi beberapa tujuan: menyediakan likuiditas untuk menjamin tersedianya dana pada waktu dibutuhkan, mengisi kebutuhan kredit dari perdagangan dan industri untuk jangka pendek, memenuhi kredit jangka panjang dan mendapatkan tempat investasi bagi kelebihan dana (Husnan, 2001). Aset portofolio yang mendapat perhatian utama dalam bisnis perbankan adalah portofolio kredit, karena kredit merupakan sumber pendapatan utama bank. Portofolio kredit adalah kombinasi kredit suatu bank yang secara umum terdiri dari kredit korporasi, kredit komersial dan kredit konsumtif. Bank harus mengoptimalkan portofolio kreditnya agar upaya meningkatkan profitabilitas dapat tercapai. 2.1.2.2 Tujuan Portofolio Kredit Tujuan pembentukan portofolio adalah mengurangi kerugian investasi yang mungkin timbul dari suatu sarana investasi dengan menutupinya menggunakan keuntungan yang diperoleh dari sarana investasi yang lain (Tim BEI, 2008). 17 Tujuan portofolio kredit adalah mengurangi sejauh mungkin risiko kerugian yang terjadi jika penyaluran dana dalam bentuk kredit terkonsentrasi pada salah satu segmen pasar (debitur) tertentu saja (credit concentration risk). Bank dapat mendiversifikasikan kreditnya pada segmen usaha tertentu berdasarkan aspek geografis, industri, maupun credit grades (Anonim, 2006). Menurut Thomas (2008), dunia perbankan ingin membuat diversifikasi risiko lewat portofolio kredit yang lebih beragam (heterogen). Langkah ini seakan menegaskan sadarnya dunia perbankan terhadap kekeliruan yang dilakukan selama ini, dimana sebelumnya perbankan selalu mengutamakan konglomerat dan korporasi untuk menikmati kredit. Harapannya, korporasi bisa menjalankan fungsi trickle down efect-nya, tetapi yang terjadi sebaliknya, saat krisis ekonomi melanda, korporasi yang menjadi anak emas justru sebagai penyebab ambruknya perbankan. Bank harus mampu menyeimbangkan penyaluran kredit ke semua segmen pasar yang ada seperti korporasi, komersial dan konsumtif karena keputusan portofolio kredit akan berpengaruh langsung terhadap profitabilitas bank yang bersangkutan. Tony (2007) mengatakan, naik atau turunnya porsi kredit pada masing-masing jenis kredit dalam portofolio kredit bukan berarti bank mulai meninggalkan kredit jenis ini, namun fenomena tersebut hanya merupakan strategi bank dalam merotasi portofolio kredit sekaligus mengoptimalkan keuntungan. Semakin ketatnya persaingan antar bank dan lembaga keuangan bukan bank, mengharuskan setiap bank mengoptimalisasikan dana-dana yang ada pada lembaga yang bersangkutan. Penyebabnya adalah dana masyarakat yang dihimpun 18 umumnya merupakan dana mahal seperti deposito berjangka, sehingga bank harus dapat mengoptimalisasikan dana tersebut ke dalam aset portofolio yang memberikan hasil yang baik. 2.1.2.3 Jenis-Jenis Kredit 1) Kredit Korporasi Kredit korporasi diberikan ke berbagai sektor seperti agrikultura; pertambangan; industri; listrik, gas dan air; konstruksi; perdagangan, restoran dan hotel; pengangkutan, pergudangan dan komunikasi; dan jasa dunia usaha (Tim BNI, 2007). Pagu kredit korporasi berbeda-beda pada setiap bank, misalnya pada Bank Danamon pagu kredit korporasi adalah di atas Rp. 50 Milyar, sedangkan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. pagu kredit korporasi adalah di atas Rp. 100 milyar. Marta (2008) menyatakan bahwa kredit korporasi menjadi daya tarik bagi bank dengan beberapa alasan yang mendasarinya yaitu pertama, dilihat dari segi biaya operasional per transaksi kredit korporasi relatif lebih murah, mengingat nilai pinjamannya jauh lebih besar. Kedua, nilai pinjaman yang berskala besar menyebabkan akumulasi keuntungan yang diperoleh bank dari kredit korporasi lebih cepat. Marta menambahkan bahwa kredit korporasi disamping memiliki keunggulan seperti yang telah disebutkan di atas juga memiliki kelemahan yaitu kinerja perusahaan korporasi sangat rentan terhadap gejolak perekonomian sehingga porsi kredit korporasi yang terlalu besar akan berakibat fatal bagi perbankan seperti halnya kondisi krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997. 19 Fauzi (2005) menyatakan bahwa penyaluran kredit korporasi dapat menekan tingkat inflasi dari sisi suplai. Penyaluran kredit korporasi akan menyebabkan tingkat investasi akan naik yang artinya suplai barang naik. Jadi ketika permintaan barang naik, sudah diantisipasi dengan kenaikan suplai. Kalau pertumbuhan ekonomi mengangkat permintaan, suplai bisa mengikuti, dan tidak akan terjadi inflasi. Menurut ekonom senior The Indonesian Economic Intelligence, Djoko Retnadi (2008) kredit korporasi memegang peranan penting yang tidak dapat dikesampingkan karena kredit ini antara lain digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur, energi dan sarana penunjang ekonomi domestik. Jika ditinjau dari jangka waktu, kredit korporasi dapat berjangka pendek(<1 tahun), menengah (1-3 tahun) maupun panjang (>3 tahun) sesuai tujuan penggunaan kredit tersebut yaitu keperluan modal kerja maupun untuk investasi (Masyhud, 2004). 2) Kredit Komersial Menurut Soesilo (2007) kredit komersial, adalah jenis kredit yang diberikan kepada debitur yang berbadan hukum. Mereka mempergunakan kredit tersebut untuk membiayai kebutuhan akan dana modal kerja, dan dana modal investasi. Pagu kredit komersial berbeda pada masing-masing bank, misalnya pada Bank Danamon pagu kredit komersial adalah sebesar Rp. 500 Juta hingga Rp. 50 Milyar, sedangkan pada Bank BNI pagu kredit komersial adalah sebesar Rp. 5 Milyar hingga Rp. 100 Milyar. 20 Kredit komersial fokus untuk membiayai kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Bachri (2002) menyatakan bahwa penyaluran kredit ke sektor UKM dan mikro merupakan portofolio utama bagi perbankan. Ia menilai makin besar kredit yang disalurkan ke usaha menengah ke bawah, sebaran risikonya kian baik. Tingkat pengembalian kredit UKM sangat cepat karena dipergunakan untuk modal kerja dan konsumsi, bukan untuk investasi. Menurut Rusli (2004), kredit UMKM dengan jumlah nasabah yang relatif banyak akan mampu mendiversifikasi portofolio kredit serta memperluas penyebaran risiko penyaluran kredit. Rapma (2008) menyatakan bahwa UMKM memiliki potensi yang cukup besar yaitu : a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memiliki potensi untuk berusaha pada bidang-bidang usaha spesifik yang sulit dikerjakan perusahaan besar. b. Margin yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang digunakan relatif besar, yang bervariasi (di Indonesia antara 3,8%-87,6% per bulan) tergantung pada jenis kegiatan yang diusahakan. c. Potensi lain dari UMKM yang mendukung kelayakan untuk menggunakan pinjaman dari bank komersial adalah sebagian besar pinjaman biasanya digunakan untuk biaya produksi (modal kerja) dengan tenggang waktu yang relatif pendek. Hasil kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tahun 2006), mengemukakan bahwa waktu yang diperlukan oleh UMKM untuk memproduksi barang atau jasa sampai dengan pemasarannya berkisar antara lain kurang dari satu hari (beberapa jam saja) sampai dengan 23,14 hari, dengan rata-rata 9,18 hari. Kecilnya waktu penggunaan pinjaman 21 berkorelasi langsung dengan kecilnya biaya bunga yang harus dibayar oleh UMKM dan kecepatan perputaran modal menjadi cukup tinggi dengan ratarata turn over mencapai 4,63 kali per bulan. d. Kemampuan survival UMKM yang cukup tinggi dalam menghadapi gejolak pasar internasional, karena sebagian besar produk UMKM menggunakan bahan baku lokal dan produk tersebut dikonsumsi oleh masyakat lokal dan regional. Potensi lain dari produk UMKM adalah poduk dapat secara cepat berubah sesuai dengan permintaan pasar, serta tidak banyak memerlukan lagi tambahan investasi untuk melakukan perubahan tersebut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2006, (1) jumlah UKM adalah sebanyak 48,9 juta unit usaha atau 99,98% dari jumlah seluruh unit usaha (Soesilo, 2007), hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat potensi yang besar untuk menyalurkan kredit komersial. Rapma (2008) juga memaparkan kendala penyaluran kredit komersial yang berkaitan dengan usaha yang dibiayai antara lain: a. UMKM yang pada umumnya merupakan perusahaan keluarga atau perusahaan tradisional. UMKM tidak memiliki sistem pembukuan yang standar dengan ketentuan perbankan. b. UMKM pada umumnya tidak memiliki agunan yang cukup. c. Jumlah kredit yang dibutuhkan UMKM biasanya kecil-kecil. Hal tersebut menyebabkan tingginya biaya operasional bank. 22 Susidarto (2004) menyatakan bahwa kendala penyaluran kredit komersial selama ini adalah: a. Kesulitan mendapatkan sektor usaha yang business like dan bankable untuk dibiayai. b. Risiko yang cukup besar pada pengucuran kredit komersial. Risiko itu makin besar ketika banyak industri masih belum menunjukkan kinerja optimalnya. Selama krisis ekonomi-moneter berlangsung banyak sektor usaha yang bangkrut atau menunjukkan kinerja kurang menggembirakan. Dengan kondisi demikian sangat sulit bagi industri yang baru bangun dari sakit parahnya untuk dibiayai perbankan. Kalau pun ada yang sudah menunjukkan kinerja baik maka jumlahnya tidak terlalu banyak. Jumlahnya sedikit, sedangkan bank yang ingin meminang sangat banyak. Risiko kredit yang demikian besar itu paling tidak harus di-cover dengan analisis kredit yang memadai, selain jaminan atau collateral yang marketable. Salah satu strategi yang umum dilakukan perbankan di Indonesia dalam meningkatkan kredit komersialnya adalah dengan mempelajari mata rantai dari bisnis yang dijalankan oleh nasabah korporasi. Lalu bank akan menawarkan fasilitas kredit komersial kepada jaringan mitra bisnis nasabah korporasi (Anonim, 2005). Kredit komersial juga dapat berjangka waktu pendek(<1 tahun), menengah (1-3 tahun) maupun panjang (>3 tahun) sesuai tujuan penggunaan kredit tersebut yaitu keperluan modal kerja maupun untuk investasi (Masyhud, 2004). 23 3) Kredit Konsumtif Menurut Sipahutar (2004) kredit konsumtif (consumer loan) merupakan skim kredit dengan tujuan penggunaan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat konsumtif seperti untuk membiayai pembelian rumah tinggal, renovasi rumah tinggal, membiayai pembelian kendaraan, dan lain-lain. Pembayaran angsuranangsuran dan pelunasan kredit konsumtif bersumber dari penghasilan atau gaji debitur. Pagu kredit konsumtif juga berbeda pada masing-masing bank, misalnya pada Bank Danamon pagu kredit konsumtif adalah di bawah Rp. 500 Juta, sedangkan pada Bank BNI pagu kredit ini adalah di bawah Rp. 5 Milyar. Susidarto (2004) mendefinisikan kredit konsumtif sebagai kredit yang digunakan untuk kegiatan yang bersifat non produktif dan keperluan bukan usaha. Susidarto juga menjelaskan bahwa persentase kredit konsumtif bank-bank di Indonesia tidaklah terlalu besar jika dibandingkan dengan kredit komersial maka nilai nominalnya jauh lebih kecil. Hanya dari segi jumlah debitur kuantitasnya lebih banyak. Kredit konsumtif tidak mendapatkan porsi yang besar dalam portofolio kredit suatu bank, porsi yang besar menurut Susidarto (2004) adalah tidak sehat bagi perekonomian karena consumer loan pada dasarnya tidak dapat menggerakkan sektor riil atau dunia usaha sebagaimana kredit komersial dan kredit korporasi. Kucuran kredit konsumtif jelas tidak kondusif jika dilihat dari kontribusi perbankan terhadap sektor riil. Perbankan seolah tidak membantu pemerintah dalam memecahkan persoalan pendanaan sektor riil atau dunia usaha. Menurut Sipahutar (2004) yang menjadi persoalan serius adalah apabila kredit konsumtif ini meningkat terus secara signifikan, sementara dana masyarakat atau 24 pihak ketiga tumbuh dengan laju yang sangat lambat, maka akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Dampak negatif yang akan muncul adalah terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi nasional karena tidak bergeraknya sektor riil atau dunia usaha sebagai penggerak perekonomian dan bisnis. Penurunan pertumbuhan laju sektor riil tersebut dapat secara langsung akan meningkatkan angka pengangguran sebagai akibat dari tidak mampunya dunia usaha untuk menyerap angkatan kerja. Sipahutar (2004) juga menyatakan bahwa pertumbuhan yang sangat cepat pada kredit konsumtif akan menurunkan kesempatan menabung masyarakat, meningkatkan jumlah peredaran uang, dan meningkatkan inflasi. Sementara itu dengan pertumbuhan kredit konsumtif yang cepat dan melupakan pertumbuhan kredit produktif korporasi dan komersial, maka akan berakibat buruk bagi perekonomian nasional karena proyek-proyek investasi yang dapat menyerap tenaga kerja dan menggerakkan roda perekonomian nasional akan tertinggal. Untuk meminimalisir dampak dari kondisi percepatan di sektor kredit konsumtif ini maka disarankan agar pertumbuhan kredit konsumtif harus direm, harus dibatasi. Alat yang dapat dipergunakan untuk merem laju kredit konsumtif ini adalah CLDR dan CLLR dengan batasan-batasan: a. CLDR, yaitu melakukan pengaturan perbandingan antara kuantitas kredit konsumtif terhadap dana pihak ketiga pada kisaran yang tertentu. b. CLLR (consumer loan to total loan ratio), yaitu melakukan pengaturan perbandingan antara kuantitas kredit konsumtif terhadap total kredit yang 25 disalurkan perbankan (produktif komersial dan konsumtif) pada kisaran yang tertentu. c. Rasio CLDR dan CLLR adalah batasan maksimal yang dapat dicapai oleh suatu bank dalam operasionalisasi kredit konsumtifnya. d. Rasio CLDR dan CLLR dipergunakan sebagai indikator tambahan untuk menilai tingkat kesehatan bank di samping indikator-indikator lainnya yang sudah diberlakukan sebelumnya. Susidarto (2004) menyatakan bahwa kegencaran pengucuran kredit konsumtif sebenarnya memberikan kontribusi yang tidak kecil, misalnya dengan banyak rumah atau mobil yang terjual, maka dampak ganda yang dihasilkan juga membesar. Meningkatnya pembangunan perumahan akan mendorong bisnis yang menyertai akan bangkit, misalnya bisnis semen, penambangan pasir, besi beton, serta pabrik material bangunan lainnya. Perkembangan industri otomotif akan berdampak pada sektor industri kecil pendukung, contohnya pabrik ban, besi baja, serta komponen-komponen lainnya. Pengucuran kredit konsumtif yang banyak dilakukan industri perbankan tidaklah dapat disalahkan begitu saja. Pengucuran kredit itu ternyata juga menghasilkan efek ganda yang besar. Jika dilihat dari penetapan suku bunga, kredit konsumtif memiliki suku bunga paling tinggi dibandingkan kredit korporasi dan kredit komersial karena menurut Edratna (2007) hal tersebut sejalan dengan tingkat risikonya yang lebih tinggi, sehingga bunga juga dibebankan lebih tinggi. Kredit konsumtif juga dapat berjangka waktu pendek(<1 tahun), menengah (1-3 tahun) maupun panjang (>3 tahun). 26 2.1.3 Profitabilitas 2.1.3.1 Pengertian Profitabilitas Simorangkir (2000) mendefinisikan profitabilitas (profitability) sebagai kemampuan dalam memperoleh laba. Riyanto (2001) juga menyebutkan bahwa profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Sartono (2000) menyatakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Munawir (2004) menyatakan bahwa profitabilitas atau rentabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu atau profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. 2.1.3.2 Pentingnya Profitabilitas Laba/rugi merupakan indikator yang paling umum untuk menunjukkan keberhasilan kinerja sebuah bank (Iman dkk, 2003). Simorangkir (2000) menyebutkan laba merupakan tujuan, dengan alasan sebagai berikut: 1) Dengan laba yang cukup dapat dibagi keuntungan kepada pemegang saham dan atas persetujuan pemegang saham sebagian dari laba disisihkan sebagai cadangan. Sudah barang tentu bertambahnya cadangan akan menaikkan kredibilitas (tingkat kepercayaan) bank tersebut di mata masyarakat. 27 2) Laba merupakan penilaian keterampilan pimpinan. Pimpinan bank yang cakap dan terampil umumnya dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar daripada pimpinan yang kurang cakap. 3) Meningkatkan daya tarik bagi pemilik modal (investor) untuk menanamkan modalnya dengan membeli saham yang dikeluarkan oleh bank. Pada gilirannya bank akan mempunyai kekuatan modal untuk memperluas penawaran produk dan jasanya kepada masyarakat. Profitabilitas bank tidak hanya penting bagi pemiliknya, tetapi juga bagi pihak-pihak lain di masyarakat. Bila bank berhasil memperbesar modal maka akan memperoleh kesempatan memberi kredit lebih luas sehingga akan meningkatkan kredibilitas. Para penyimpan (deposan) tidak akan merasa takut terhadap risiko seandainya simpanannya tidak dapat dilunasi oleh bank karena modal bank cukup besar. Pemerintah dan masyarakat luas berkepentingan terhadap profitabilitas bank dalam hal terjaminnya lalu lintas keuangan. 2.1.3.3 Cara Menghitung Profitabilitas Mulyono (1999) dan Rimsky (2002) menguraikan beberapa cara serupa yang dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas bank antara lain: 1) Kemampuan bank di dalam menghasilkan laba dari operasi usahanya yang murni. Gross Profit Margin = Operating Income - Operating Expense Operating Income 28 2) Kemampuan bank untuk menghasilkan net income (laba bersih) ditinjau dari sudut operating income Net Profit Margin = Net Income Operating Income 3) Kemampuan bank untuk menghasilkan net income (laba bersih) ditinjau dari sudut equity capitalnya. Return on Equity Capital = Net Income Equity Capital 4) Return on Total Assets, yaitu untuk mengukur kemampuan manajemen bank di dalam mengelola assets yang dikuasainya untuk menghasilkan berbagai income. Rumus ini ditinjau dari 3 segi, yaitu: Gross Yield on Total Assets = Operating Income Total Assets Net Income on Total Assets = Net Income Total Assets Gross Profit Margin = Income Before Taxes & Securities Gains and Losses Total Assets 5) Profitabilitas dapat juga ditinjau dari beberapa assets khusus yang dimiliki oleh bank (Return on Specific Assets) yang terdiri dari: Rate of Return on Loan = Interest and fees on loan Total loan Rate of Return on Securities = Interest ( yield) on securitie s Total securitie s 29 Interest Margin on Earning Assets = Interest Margin on Loans = Interest income - Interest expense Earning assets Interest income - Interest expense Total loans Penelitian ini menggunakan rasio Interest Margin on Loans dalam mengukur profitabilitas PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk karena untuk mengetahui profitabilitas yang dicapai dari earning asset bank yang terbesar yaitu kredit (loans). 2.1.4 Pendekatan Analisis Pada Optimalisasi Portofolio Kredit Situasi dunia yang makin dinamis menyebabkan waktu pengambilan keputusan menjadi sangat penting. Pada saat yang sama, parameter pengambilan keputusan tidak tersedia atau tersedia tetapi tidak lengkap dan jelas. Ketidakjelasan parameter pengambilan keputusan serta waktu pengambilan keputusan harus dapat dikelola dengan baik sehingga keputusan yang diambil tetap optimal. Optimasi adalah salah satu alat bantu manajer dalam mengambil keputusan. Seringkali permasalahan di dunia nyata melibatkan banyak variabel dengan jumlah solusi yang layak bersifat kombinatorial (Sitompul, 2004). Salah satu metode yang digunakan dalam menghadapi masalah dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi dengan segala keterbatasan sumber daya yang ada untuk memperoleh hasil yang optimal adalah metode linear programming (Umar, 2000). Suatu pendekatan yang dapat dipakai dalam rangka optimalisasi portofolio kredit adalah pendekatan operation research dengan metode linear programming. Linear programming adalah suatu prosedur dalam operation research yang dibuat 30 untuk mengoptimumkan suatu fungsi tujuan dengan sejumlah kendala (Taylor, 2001). Penekanannya adalah pada alokasi optimal (yang terbaik) dari suatu sumber daya yang terbatas. Alokasi optimal tersebut tidak lain adalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi tujuan yang memenuhi seperangkat syarat ikatan (kendala) dalam bentuk pertidaksamaan yang linear (Wirawan, 2001). Dengan menerapkan metode ini akan dapat diketahui jumlah dana yang dialokasikan pada masing-masing kredit secara optimal sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal. Linear programming merupakan suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal (Pangestu dkk, 2000). Menurut Wa-Ki (2006), permasalahan optimasi dapat diformulasikan ke dalam model linear programming. Linear programming adalah suatu teknik matematik yang didesain untuk membantu para manajer operasi dalam merencanakan dan membuat keputusan yang diperlukan untuk mengalokasikan sumber daya (Heizer dan Render, 2004). Heizer dan Render (2004) juga menyatakan bahwa sebuah persoalan pemrograman linear memiliki empat sifat umum yaitu : 1) Persoalan linear programming bertujuan untuk memaksimalkan atau meminimalkan kuantitas (pada umumnya berupa laba atau biaya). Sifat umum ini disebut sebagai fungsi tujuan (objective function) dari suatu persoalan linear programming. 2) Adanya batasan (constraints) atau kendala, yang membatasi tingkat sampai di mana sasaran dapat dicapai. 31 3) Harus ada beberapa alternatif tindakan yang dapat diambil. 4) Tujuan dan batasan dalam permasalahan pemrograman linear harus dinyatakan dalam hubungan dengan pertidaksamaan atau persamaan linear. Setiap organisasi dari perusahaan perseorangan hingga perusahaan multinasional begitu pula perusahaan kecil, pabrik, dan lain-lain, selalu membuat sebuah keputusan (investasi, pemerolehan sumber daya, perencanaan produksi, dan lain-lain). Keputusan dibuat dengan memilih nilai dari beberapa variabel bebas yang disebut variabel keputusan atau variabel pengontrol (tingkat produksi, tingkat stok, penganggaran investasi, dan lain-lain) dalam upaya untuk optimalisasi (minimize atau maximize) sebuah tujuan (maximize profit, minimize cost, minimize risk, dan lain-lain) dimana dalam mencapai tujuan tersebut terdapat keterbatasan sumber daya seperti keterbatasan anggaran, tenaga kerja, dan lainlain (Anonim, 2004). Linear programming adalah sebuah metode matematika yang bisa diaplikasikan untuk perencanaan operasional dalam hal optimasi. Menurut Swanson (1958), optimasi harus didefinisikan terlebih dahulu, tergantung dari situasi permasalahan yang dihadapi, karena optimasi bisa berarti minimisasi biaya atau maksimisasi profit. Sejak formulasi pertama ditemukan oleh Kantorovich pada tahun 1939, linear programming telah menemukan aplikasi dalam bidang yang lebih luas yaitu manufaktur, telekomunikasi, penjadwalan, keuangan, ekonomi, dan transportasi (Yildirim, 2001). Menurut Robert (1990), sebelum sebuah optimasi bisa dilakukan, hal yang perlu dipertimbangkan adalah memformulasikan model dasar untuk menjalankan syarat atau keperluan struktur data komputerisasi. Penggunaan 32 linear programming menjadi metode yang lebih baik dalam menyampaikan solusi optimal dan analisis sensitivitas dalam hal waktu proses dan produk itu sendiri. Demikian pula linear programming akan membantu pencapaian efisiensi yang maksimum (Jaydeep, 2000). 2.1.5 Pengertian Bank Definisi mengenai bank yang dikutip di bawah ini, pada dasarnya memiliki makna yang sama satu dengan yang lainnya yaitu bank sebagai perantara keuangan yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. Bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap. Usaha keuangan yang dilakukan disamping menyalurkan dana atau memberikan pinjaman (kredit) juga melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan (Kasmir, 2008). Menurut M. Sinungan (2000), bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan-kekurangan dana. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Perubahan UndangUndang Nomor 7 tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan Bab I Pasal 1, mendefinisikan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. 33 Berdasarkan beberapa definisi bank yang telah diuraikan maka dapat dikatakan bahwa bank adalah suatu badan usaha yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana. Kelebihan dana akan disalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. 2.1.6 Sumber-Sumber Dana Bank Setiap perusahaan memerlukan dana untuk membiayai kegiatan usahanya baik yang bersifat rutin maupun untuk kepentingan perluasan usaha. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki kegiatan utama menghimpun dana dan menyalurkan dana tersebut. Kegiatan penyaluran dana yang bertujuan untuk memperoleh penerimaan baru akan dapat dilakukan jika bank telah berhasil menghimpun dana. Keberhasilan suatu bank dalam menghimpun dana akan menentukan pertumbuhan bank tersebut karena besarnya dana yang berhasil dihimpun akan menentukan besarnya kesempatan bank untuk menginvestasikan dana tersebut ke dalam aktiva produktif yang akan mendatangkan penghasilan bagi bank, misalnya dengan penyaluran kredit kepada masyarakat, pembelian surat-surat berharga atau mendepositokannya pada bank lain. Menurut Kasmir (2008) sumber-sumber dana yang umum digunakan untuk membiayai kegiatan suatu bank adalah sebagai berikut : 34 1) Dana yang bersumber dari bank itu sendiri. Sumber dana ini merupakan jenis pedanaan internal (internal financing) dimana dana dihimpun dari dalam bank itu sendiri. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri terdiri dari: a. Setoran modal dari pemegang saham baik pemegang saham lama maupun pemegang saham baru. b. Cadangan laba, yaitu laba yang setiap tahun dicadangkan oleh bank dan sementara waktu belum digunakan. c. Laba bank yang belum dibagi, yaitu laba tahun berjalan tapi belum dibagikan kepada para pemegang saham. Berdasarkan konsep asset allocation approach (Riyadi, 2006) dana ini umumnya dialokasikan untuk membeli aktiva tetap, investasi surat berharga dan disalurkan dalam bentuk kredit. 2) Dana yang bersumber dari masyarakat luas (pihak ketiga) Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya karena jika bank dapat menawarkan bunga yang relatif lebih tinggi dan dapat memberikan fasilitas menarik lainnya seperti hadiah dan pelayanan yang memuaskan, menarik dana dari sumber ini tidak terlalu sulit. Keuntungan lainnya adalah dana yang tersedia di masyarakat tidak terbatas. Kerugiannya adalah sumber dana dari sumber ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri baik untuk biaya bunga 35 maupun biaya promosi. Adapun sumber dana dari masyarakat luas dapat dihimpun dalam bentuk yaitu : a. Simpanan giro (demand deposit) Pengertian giro menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. b. Simpanan tabungan (saving) Pengertian tabungan menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Berbeda dengan simpanan giro, simpanan tabungan memiliki ciri khas tersendiri. Jika simpanan giro digunakan oleh para pengusaha atau para pedagang dalam bertransaksi maka simpanan tabungan digunakan untuk umum dan lebih banyak digunakan oleh perorangan baik pegawai, mahasiswa atau ibu rumah tangga. Kemudian bank dalam menetapkan suku bunga simpanan tabungan lebih tinggi dari jasa giro yang diberikan kepada nasabah. c. Simpanan deposito (time deposit) Simpanan ini berbeda dengan dua jenis simpanan sebelumnya, dimana simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) lebih panjang dan dapat ditarik atau dicairkan setelah jatuh tempo. Begitu juga 36 dengan suku bunga yang relatif lebih tinggi dari kedua jenis simpanan sebelumnya. Pengertian deposito menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Dalam praktiknya terdapat paling tidak tiga jenis deposito yaitu deposito berjangka yang merupakan deposito yang diterbitkan dengan jenis jangka waktu tertentu yang biasanya bervariasi mulai dari 1,3,6,12 sampai dengan 24 bulan. Jika waktu yang ditentukan habis, pemilik deposito dapat menarik simpanannya atau memperpanjang dengan suatu periode waktu yang ditentukan. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik perorangan maupun lembaga. Tarif bunga ditentukan oleh bank yang bersangkutan dan biasanya sesuai dengan perkembangan pasar. Kedua, yang disebut dengan sertifikat deposito. Sama seperti halnya deposito berjangka, sertifikat deposito merupakan deposito yang diterbitkan dengan jangka waktu 2,3,6, dan 12 bulan. Hanya perbedaannya sertifikat deposito diterbitkan atas unjuk dalam bentuk sertifikat serta dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Perbedaan lain adalah pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan dimuka, baik tunai maupun non tunai, disamping setiap bulan atau jatuh tempo. Kemudian yang ketiga disebut deposit on call, yang merupakan deposito yang digunakan untuk pemilik deposito yang memiliki jumlah uang dalam jumlah besar dan sementara waktu belum digunakan. Penerbitan deposit 37 on call memiliki jangka waktu minimal 7 hari dan paling lama kurang dari 1 bulan. Deposit on call diterbitkan atas nama. 3) Dana yang bersumber dari lembaga lain. Dalam praktiknya sumber dana yang ketiga ini merupakan tambahan jika bank yang mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pertama dan kedua di atas. Pencarian dari sumber ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Kemudian dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari: a. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu. b. Pinjaman antar bank (call money). Biasanya pinjaman ini diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman lainnya. c. Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri. d. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan. SBPU 38 diterbitkan dan ditawarkan dengan tingkat suku bunga yang menarik sehingga masyarakat tertarik untuk membelinya. 2.1.7 Biaya Dana Bank Biaya dana bank adalah biaya bunga yang dibayarkan oleh bank kepada masing-masing sumber dana bank yang bersangkutan (Masyhud, 2004). Ada pengertian yang sering kali dicampur aduk antara cost of fund, cost of loanable fund, dan cost of money, karena sesungguhnya ketiga istilah ini memiliki pengertian yang berbeda satu sama lain (Siamat, 2005). Cost of fund merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank atas dana yang dihimpun sebelum diperhitungkan besarnya ketentuan cadangan likuiditas wajib atau reserve requirement, yang dipersyaratkan oleh Bank Sentral. Cost of loanable fund adalah biaya dana setelah dikurangi ketentuan reserve requirement, sehingga dana yang tersisa adalah dana yang benar-benar efektif dapat dipergunakan oleh bank untuk pemberian kredit. Sedangkan cost of money merupakan penjumlahan dari total cost of loanable fund dan biaya overhead. Biaya dana merupakan biaya terbesar dari total biaya operasional bank. Keberhasilan bank menekan biaya dananya akan memperbaiki net interest margin. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan untuk menghitung biaya dananya. Menurut Hempel (dalam Siamat, 2005), ada beberapa alasan kenapa bank perlu menghitung biaya dana yang digunakan, yaitu: 1) bank mencari kombinasi sumber dana dengan biaya terendah yang tersedia di pasar, 39 2) perhitungan biaya dana yang akurat, penting untuk menentukan besarnya keuntungan yang diperoleh atas aktiva produktifnya, 3) jenis dumber dana yang dihimpun bank dan penggunaannya memiliki dampak terhadap risiko likuiditas, risiko tingkat bunga dan risiko modal bank. Besarnya biaya dana bank dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain struktur sumber dana yang dikelola bank, tingkat bunga yang diberikan kepada deposan dan ketentuan cadangan wajib yang ditetapkan oleh otoritas moneter. Konsep yang dapat digunakan untuk menghitung biaya dana yang dihimpun bank menurut Hempel (dalam Siamat, 2005) adalah sebagai berikut: 1) Konsep biaya dana rata-rata historis (historical average cost of fund). Konsep ini merupakan konsep yang paling umum digunakan untuk mengukur biaya dana bank. Konsep biaya dana rata-rata tertimbang historis penerapannya relatif mudah dan sederhana. Konsep ini menitikberatkan pada perhitungan biaya dana rata-rata tertimbang dihimpun bank pada waktu sebelumnya. Biaya dana rata-rata diperoleh dengan mengalikan jumlah dana dengan tingkat bunga masing-masing sumber dana. Dengan demikian konsep ini lebih relevan digunakan mengevaluasi kinerja dan biaya dana bank pada periode sebelumnya. Konsep ini dapat memberikan gambaran yang menyesatkan, apabila bank akan menentukan jenis dana yang akan ditarik, atau bank akan menambah jumlah asetnya dan atau menentukan tingkat bunga kreditnya. Misalkan, apabila tingkat bunga naik, jelas biaya dana yang dihitung dengan konsep biaya dana rata-rata historis akan menjadi lebih rendah dari biaya dana yang menggantikannya. Berdasarkan konsep biaya 40 dana inilah kemudian bank menentukan bunga kreditnya yang mungkin sudah kurang menguntungkan lagi. 2) Konsep biaya dana rata-rata tertimbang (weighted average cost of fund). Konsep perhitungan biaya dana ini merupakan konsep yang paling menggambarkan biaya dana bank yang sesungguhnya. Pendekatan ini memperhatikan struktur sumber dana dan faktor lain yang mempengaruhi langsung besarnya biaya dana antara lain tingkat bunga dan ketentuan reserve requirement. Perhitungan ini dilakukan dengan cara menghitung biaya dana masing-masing jumlah dana yang berbiaya untuk mengetahui besarnya tingkat bunga efektif yaitu tingkat bunga setelah memperhatikan ketentuan reserve requirement. Kontribusi biaya dana masing-masing sumber dana dihitung dari komposisi masing-masing dana dengan tingkat bunga efektif. Tingkat bunga efektif diperoleh dengan perhitungan tingkat bunga dibagi (100% - reserve requirement). Kontribusi biaya dana dihitung dengan mengalikan komposisi dana dengan bunga efektif. 3) Konsep biaya dana marjinal (marginal cost of fund). Kelemahan kedua konsep di atas, dapat diatasi dengan menggunakan konsep biaya dana marjinal. Pada dasarnya konsep ini menyatakan bahwa bank akan menggunakan biaya marjinalnya yaitu biaya yang dibayarkan untuk mendapatkan tambahan dana dan memperoleh keuntungan (spread) yang dapat diterima atas penambahan aset yang dibiayai dengan dana yang diperoleh tersebut. Perhitungan biaya dana menurut konsep ini relatif sederhana dan umumnya digunakan untuk menentukan tingkat bunga kredit 41 kepada nasabah utamanya (prime customer). Cara yang paling mudah untuk menerapkan konsep ini yaitu dengan menentukan sumber dana tunggal sebagai dasar untuk melakukan pricing atas aset bank yang baru. Perhitungan biaya dana marjinal memiliki asumsi bahwa semua dana yang dibutuhkan diperoleh dari satu sumber yaitu baik melalui pasar uang antar bank atau dapat menerbitkan sertifikat deposito. Biaya dana yang diperoleh tersebut menjadi dasar untuk menentukan bunga (pricing) kredit yang diberikan kepada nasabah. 2.1.8 Penggunaan Dana Bank Setelah bank berhasil menghimpun dana, maka kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan bank adalah menyalurkan dana yang berhasil dihimpun tersebut ke dalam berbagai alternatif aktiva produktif. Pengalokasian dana ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang optimal dengan mengkombinasikan berbagai aktiva produktif, namun dengan tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman. Menurut Siamat (2005), penggunaan dana bank berdasarkan sifat aktiva dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengalokasian dana ke dalam aktiva yang dapat memberikan hasil dan tidak memberikan hasil bagi bank yang bersangkutan. Penggunaan dana bank berdasarkan sifat aktiva dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Aktiva tidak produktif Aktiva tidak produktif atau non-earning assets adalah penanaman dana ke dalam aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank terdiri atas: a. Alat likuid. 42 Alat likuid atau cash asset adalah aktiva yang dapat digunakan setiap saat untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Aktiva bank yang dapat digolongkan sebagai cash assets adalah : Kas, Giro pada Bank Sentral, dan Giro pada bank-bank lain. b. Penanaman dalam aktiva tetap dan inventaris Bank dalam melaksanakan tugasnya memerlukan kantor, peralatan, perlengkapan lain untuk dapat menjalankan usaha perbankan secara meyakinkan. Dalam membiayai aktiva tetap dan inventaris, bank hanya diperkenankan menggunakan maksimal 50% dari total modalnya untuk membiayai seluruh kebutuhan aktiva tetap dan inventarisnya. Dalam perhitungan penyediaan modal minimum bank (capital adequacy ratio), penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris dimasukkan sebagai Aktiva Tertimbang Manurut Risiko (ATMR) dengan bobot risiko 100%. Hal ini berarti bahwa dalam penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris dananya harus dibiayai dari modal sendiri bank yang bersangkutan. 2) Aktiva produktif Aktiva produktif atau earning assets adalah semua penanaman dana dalam rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Pengelolaan dana dalam aktiva produktif merupakan sumber pendapatan yang digunakan untuk membiayai keseluruhan biaya operasional bank termasuk biaya bunga, biaya tenaga kerja dan biaya operasional lainnya. Komponen aktiva produktif bank terdiri dari: 43 a. Cadangan sekunder. Penggunaan dana dalam bentuk cadangan sekunder atau secondary reserves yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan likuiditas yang jangka waktunya diperkirakan kurang dari satu tahun. Cadangan sekunder ini semata-mata dimaksudkan untuk kebutuhan likuiditas dan untuk memperoleh keuntungan. Fungsi cadangan sekunder antara lain sebagai berikut: (1) Memenuhi kebutuhan kas yang bersifat jangka pendek dan musiman dari penarikan simpanan dan pencairan kredit dalam jumlah besar yang telah diperkirakan. (2) Memenuhi kebutuhan likuiditas yang segera harus dipenuhi dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang sebelumnya tidak diperkirakan. (3) Sebagai tambahan apabila cadangan primer tidak mencukupi. (4) Kebutuhan likuiditas jangka pendek yang tidak diperkirakan dari deposan dan penarikan nasabah debitur. Karena kebutuhan-kebutuhan likuiditas ini tidak dapat diperkirakan, maka cadangan sekunder harus ditanamkan dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek yang mudah diperjualbelikan. Di Indonesia instrument cadangan sekunder dapat berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) dan Sertifikat Deposito. Sedangkan di luar negeri misalnya Amerika Serikat, cadangan sekunder bisa berupa Federal Funds, surat-surat berharga jangka pendek yang diterbitkan pemerintah 44 Federal maupun negara bagian serta perusahaan besar lainnya misalnya treasury bills dan commercial papers. b. Penyaluran kredit. Setelah mengalokasikan dana untuk cadangan primer dan sekunder, sisa dana akan disalurkan dalam bentuk kredit. Menurut asal mulanya kata kredit berasal dari kata credere yang artinya kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan, sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjam pasti kembali. Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Menurut Kasmir (2002) secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dan dilihat dari berbagai segi adalah sebagai berikut: (1) Dilihat dari Segi Kegunaan Maksud jenis kredit dilihat dari segi kegunaannya adalah untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan utama atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi kegunaan terdapat dua jenis kredit, yaitu: 45 a) Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru di mana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan. b) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Kredit modal kerja merupakan kredit yang dicairkan untuk mendukung kredit investasi yang sudah ada. (2) Dilihat dari Segi Tujuan Kredit Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan adalah: a) Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. b) Kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena 46 memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. c) Kredit perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu. (3) Dilihat dari Segi Jangka Waktu Dilihat dari segi jangka waktu, artinya lamanya masa pemberian kredit mulai dari pertama sekali diberikan sampai masa pelunasannya, jenis kredit adalah: a) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. b) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun. Kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja. c) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang masa pengembaliannya paling panjang yaitu di atas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan 47 karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk juga kredit konsumtif seperti kredit perumahan. (4) Dilihat dari Segi Jaminan Dilihat dari segi jaminan maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau suratsurat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan adalah: a) Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud, artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur. b) Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan. (5) Dilihat dari Segi Sektor Usaha Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena itu pemberian fasilitas kredit pun berbeda pula. Jenis kredit jika dilihat dari sektor usaha sebagai berikut: a) Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang. 48 b) Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti kambing atau sapi. c) Kredit industri, yaitu jenis kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah, atau besar. d) Kredit pertambangan, yaitu jenis kredit untuk usaha tambang yang dibiayainya, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, atau tambang timah. e) Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar. f) Kredit profesi, diberikan kepada kalangan para profesional seperti dosen, dokter, atau pengacara. g) Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan. h) Dan sektor-sektor usaha lainnya. c. Penempatan pada bank lain. Penempatan pada bank lain antara lain dalam bentuk call money, deposito berjangka, deposit on call, dan sertifikat deposito. d. Surat-surat berharga. Penanaman dana dalam surat-surat berharga meliputi surat-surat berharga jangka pendek dan jangka panjang yang dimaksudkan untuk mempertinggi profitabilitas bank. Pengalokasian dana dalam surat-surat berharga dapat 49 dilakukan dengan cara mendiskonto atau membeli surat-surat berharga pasar uang dan pasar modal baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Penanaman dana dalam surat-surat berharga tersebut antara lain meliputi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Bankers Acceptance, Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), commercial paper, reksa dana, dan saham-saham yang terdaftar di Bursa Efek. Perbankan Indonesia sampai saat ini belum diperkenankan menempatkan dananya dalam bentuk saham yang diperdagangkan di Bursa Efek. e. Penyertaan. Penyertaan modal adalah penanaman dana dalam bentuk saham secara langsung (direct investment) pada bank atau lembaga keuangan lain yang berkedudukan di dalam dan luar negeri. Menurut ketentuan Bank Indonesia, bank dapat melakukan penyertaan modal hanya pada lembaga keuangan di dalam dan luar negeri dengan ketentuan: (1) Besarnya penyertaan modal tidak melebihi 15% dari modal lembaga keuangan tersebut. (2) Jumlah seluruh penyertaan modal tidak melebihi 25% dari modal sendiri bank yang bersangkutan. Menurut Sudirman (2000), penggunaan dana bank supaya dana tersebut produktif, bank melakukan langkah dengan dasar beberapa pertimbangan, yaitu: 1) Penggunaan dana yang sah atau legal dan bank selalu dapat menyediakan dana kas yang likuid untuk memenuhi cadangan wajib bank atau legal reserve requirement sesuai dengan ketentuan kesehatan bank. 50 2) Likuiditas bank selalu dijaga di atas legal reserve requirement setelah dikurangi penggunaan atau penempatan dana. Kelebihan cadangan wajib bank atau excess legal reserve retirement dimaksudkan agar bank selalu dapat memenuhi kewajiban pembayaran setiap saat. 3) Penyediaan dana untuk kredit selalu disediakan agar pendapatan utama bank berupa bunga selalu dapat dipertahankan atau ditingkatkan. 4) Penanaman atau penempatan dana bank hanya dapat dilakukan setelah terpenuhinya kebutuhan dana untuk legal reserve requirement , excess legal reserve requirement, dan kredit. Penanaman atau penempatan dana dilakukan hanya bersifat sementara sebelum dana difungsikan untuk kredit. Penanaman dana bank dapat dilakukan karena adanya kelebihan dana di bank yang sementara dapat ditanamkan misalnya dalam surat berharga, seperti saham di perusahaan lain. 2.1.9 Manajemen Aktiva dan Pasiva Bank Manajemen aktiva dan pasiva bank atau asset and liability management (ALM) menjadi bagian yang sangat penting dalam menjalankan bisnis perbankan. Secara eksplisit, peraturan Bank Indonesia menetapkan bahwa dalam melaksanakan fungsi pengendalian risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan risiko likuiditas, bank sekurang-kurangnya menerapkan asset liability management (Masyhud, 2004). Oguzsoy dan Guven (1997) menyatakan bahwa ALM bertujuan membangun alat optimisasi yang dapat menjamin kemampuan bank dalam memperoleh laba (profitability) yang berkesinambungan dan pengelolaan risiko yang baik. Menurut Graddy dan Spencer (1991), ALM merupakan usaha yang 51 mengarah pada maksimisasi laba dalam pengendalian risiko yang lebih baik. Asset liability management pengertian sempit menurut Sinkey (1992) adalah spread management yang dikaitkan dengan pemeliharaan spread positive, antara tingkat bunga dalam pos pendapatan di sisi aktiva dan pos biaya di sisi kewajiban pada neraca perbankan. Sinkey juga menjelaskan bahwa ALM dalam pengertian luas, meliputi: (1) spread management,(2) control of net non-interest income or burden, (3) liquidity management, (4) capital management, (5) tax management, dan (6) management off-balance sheet activities. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatkan bahwa ALM adalah manajemen struktur keuangan bank untuk mengoptimalkan tingkat kesehatan keuangan bank dan memaksimalkan laba dalam batas-batas risiko tertentu. Risiko yang perlu diamati dalam konteks assetliabilities management adalah risiko tingkat bunga, risiko kredit, dan risiko likuiditas. Setiap terjadi perubahan tingkat bunga akan memberi dampak langsung terhadap pendapatan bunga dari aktiva produktif, dan di sisi lain akan berpengaruh pada biaya bunga meskipun pengaruhnya terhadap pos-pos asset dan liabilities tidaklah sama yang disebabkan karena sensitivitasnya berbeda-beda. Perbedaan sensitivitas terhadap perubahan tingkat bunga tersebut membawa perubahan net interest spread bank, oleh karena itu bank perlu menata komposisi assets dan liabilities bank berdasarkan tingkat keperluannya misalnya mulai dari yang bersifat fixed sampai pada tingkat floating. Jangka waktu jatuh tempo masing-masing asset liabilities turut pula menentukan sensitivitas pendapatan bunga terhadap semua perubahan. 52 Tujuan utama ALM adalah untuk menstruktur portofolio sisi aktiva dan pasiva bank secara konsisten, terkoordinasi dan terpadu dalam rangka memaksimalkan keuntungan. Keputusan terhadap suatu pos aktiva dan pasiva harus dilakukan dalam konteks keseluruhan sisi neraca bank. Menurut Masyhud (2004), pengelolaan aktiva-pasiva bank diarahkan untuk menjaga tingkat kesehatan bank dengan mampu melakukan antisipasi yang tepat terhadap terjadinya perubahan-perubahan variabel eksternal bank. Masalah utama yang sering dihadapi oleh bank dalam ALM adalah memecahkan konflik atau dilema antara likuiditas di satu pihak dengan kemampuan meningkatkan laba di pihak lain. Dilema semacam ini dalam ALM disebut liquidity vs profitability atau kadang-kadang disebut safety vs earnings. Manajer bank dalam usaha meningkatkan profitabilitas dituntut untuk mengalokasikan dananya ke dalam aktiva produktif, sementara harus pula memperhatikan kebutuhan likuiditas dan keamanan aktiva tersebut. Karena setiap kewajiban bank hampir selalu dibayar dengan kas, maka dilihat dari kepentingan likuiditas sudah barang tentu alat likuid merupakan aktiva yang paling utama. Penanaman dana dalam bentuk aktiva yang dapat segera dicairkan tanpa mengalami kerugian dan penundaan dapat dikategorikan sebagai alat likuid. Namun jenis aktiva ini biasanya hampir selalu memiliki kelemahan dilihat dari tingkat profitabilitasnya karena sudah pasti tingkat keuntungan aktiva ini akan jauh lebih kecil. Jenis aktiva yang memiliki kemungkinan mengalami kerugian pada saat dijadikan uang sebelum jatuh tempo justru umumnya memberikan penghasilan yang tinggi. Kondisi inilah yang menimbulkan suatu dilema di mana 53 bank dihadapkan pada suatu konflik antara likuiditas atau keamanan di satu pihak dengan profitabilitas di pihak lain dalam pengelolaan sisi aktiva bank. Menurut Riyadi (2006) ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menghadapi dilema liquidity vs profitability dalam pengelolaan aktivapasiva bank adalah: 1) Pool of funds approach Konsep metode ini adalah semua sumber dana yang dihimpun oleh bank digabung menjadi satu tanpa memperhatikan jenis dana, sifat sumber dana, jangka waktu penemptan dana, serta biaya dana kemudian dana-dana tersebut dialokasikan ke berbagai bentuk penempatan dana berdasarkan prioritasnya. Prioritas pertama penggunaan dana menurut pendekatan ini adalah memenuhi kebutuhan cadangan primer yaitu ketentuan likuiditas wajib minimum disamping untuk kebutuhan kelancaran operasional bank sehari-hari. Prioritas kedua adalah cadangan sekunder yang pada prinsipnya sebagai pendukung apabila cadangan primer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang sifatnya jangka pendek dan kebutuhan lain yang tidak dapat diperkirakan. Prioritas ketiga adalah pemberian kredit. Dana yang tersisa setelah memenuhi semua prioritas di atas dapat ditanamkan dalam bentuk surat-surat berharga jangka panjang yang biasanya terdiri dari berbagai jenis obligasi baik yang dikeluarkan oleh negara maupun perusahaan yang bonafid. Tujuan pengalokasian dana dalam aktiva ini adalah sebagai tambahan profitabilitas disamping sebagai tambahan cadangan likuiditas. Kemudian yang terakhir adalah pengalokasian dana dalam aktiva tetap. 54 2) Asset allocation approach Pendekatan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa masing-masing sumber dana memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga harus diperlakukan secara individual sesuai dengan karakteristik dana tersebut. Sumber dana yang memiliki mobilitas tinggi (seperti giro) karena dapat ditarik setiap saat, maka sumber dana ini memerlukan pemantauan yang ketat dari bank agar bank setiap saat dapat memenuhi kebutuhan likuiditas yang diperlukan untuk menampung penarikan dana-dana tersebut. Dengan demikian, dana dari dengan karakteristik seperti ini harus dialokasikan pada penanaman sebagai cadangan primer dan cadanga sekunder. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang membahas tentang penyaluran kredit di sektor perbankan pernah dilakukan oleh Laksmi (2004) mengenai “Optimalisasi Penyaluran Kredit Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah kebijakan penyaluran kredit pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk pada tahun 2003 sudah optimal, ditinjau dari realisasi penyaluran kredit pada masing-masing portofolio kredit dan pendapatan bunga yang diperoleh dari kebijakan penyaluran kredit tersebut. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Linear Programming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan penyaluran kredit yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk pada tahun 2003 belum optimal, hal tersebut ditunjukkan dengan hasil perhitungan dengan penggunaan aplikasi persamaan pendapatan bunga yang digunakan sebagai model dalam penentuan target menghasilkan 55 pendapatan bunga sebesar Rp. 3.035,089 miliar, sedangkan pendapatan bunga aktual yang diperoleh adalah sebesar Rp. 1.826 miliar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan metode linear programming untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Persamaan lain penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Laksmi adalah sama-sama menggunakan perusahaan yang bergerak pada sektor perbankan sebagai obyek penelitian dan sama-sama meneliti tentang portofolio kredit. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Laksmi terletak pada obyek penelitian dimana penelitian tersebut dilakukan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, periode waktu, dan perbedaan yang paling mendasar terletak pada rasio atau perbandingan jumlah kredit yang disalurkan terhadap jumlah dana masyarakat yang dihimpun pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dari tahun 2001 sampai 2003 terus mengalami peningkatan yaitu 24,94% pada tahun 2001, 34,89% pada tahun 2002, dan 41,62% pada tahun 2003, sedangkan pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. terjadi kecenderungan penurunan rasio tersebut pada periode tahun 2004 sampai tahun 2006 yaitu 54,48% pada tahun 2004, 53,59% pada tahun 2005, dan 48,04% pada tahun 2006. Hatma (2008), meneliti tentang “Linear Programming and Sensitivity Analysis”. Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah perencanaan produksi pada PT. X yang memiliki empat varian produk dengan melewati tiga proses yaitu assembling, finishing, dan packing. Sumberdaya yang tersedia pada perusahaan tersebut tiap tahunnya adalah 100.000 minutes of assembly time, 50.000 minutes of polishing time and 60.000 minutes of packing time available. 56 Masing-masing varian membutuhkan waktu yang berbeda dalam setiap proses produksi dan masing-masing varian menghasilkan laba yang berbeda. Permasalahan ini dipecahkan dengan menggunakan metode linear programming dimana hasil penelitian menunjukan bahwa laba maksimal adalah Rp. 58.000.000,- dengan jumlah produksi masing-masing varian yaitu X1 = 0, X2 = 16.000, X3 = 6000, X4 = 0. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan metode linear programming untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Hatma adalah penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang bergerak dalam sektor perbankan sedangkan penelitian oleh Hatma dilakukan pada perusahaan manufaktur. Natawidjaja (2002), melakukan penelitian tentang “Optimasi Keuntungan di PT. Mitory dengan Menggunakan Metode Program Linear”. PT. Mitory adalah sebuah perusahaan yang dalam usahanya memproduksi karung plastik. Jumlah produk yang dibuat adalah 6 jenis produk. Untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh perusahaan maka perlu dicari kombinasi jumlah produksi produk yang optimal dengan mempertimbangkan batasan-batasan yang ada. Batasanbatasan yang ada tersebut antara lain yaitu kapasitas mesin, setup mesin, input output antar mesin, demand produk jadi, benang warna, bahan baku, dan persediaan awal. Dari fungsi tujuan dan batasan-batasan tersebut dibentuk model matematis dan dengan menggunakan metode linear programming yang dibuat untuk masalah ini, maka didapatkan kombinasi jumlah produksi yang menghasilkan keuntungan maksimal dan memenuhi kendala-kendala yang ada. 57 Hasil yang didapatkan dari optimasi bauran produk ini adalah keuntungan maksimal sebesar Rp. 160.553.776 ,-. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan metode linear programming untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Natawidjaja adalah penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang bergerak dalam sektor perbankan sedangkan penelitian oleh Natawidjaja dilakukan pada perusahaan manufaktur. 58