BAB II LANDASAN TEORITIS A. Perbankan Syariah 1. Pengertian dan Landasan Hukum Bank Syariah Pengertian bank menurut Undang-undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan Undang-undang No. 7tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari mayarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredir dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank konvensional dapat didefinikan seperti pada pengertian bank umum pada pasa 1 ayat 3 Undang-undang No. 10 tahun 1998 dengan menhilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu baik yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pengertian bank syariah sebenarnya telah diatur dalam Undangundang. Pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, memberikan definisi bahwa Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk 10 11 dioperasionalkan mempunyai lima konsep. Kelima konsep tersebut adalah : (1) sistem simpanan, (2) bagi hasil,(3) margin keuntungan, (4) sewa, (5) jasa (fee). Kegiatan utama perbankan syariah tersebut harus menggunakan prinsip dasar bank syariah yang ditetapkan, yaitu: Mudharabah, Musyarakah, Wadi’ah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Qardh, Rahn, Hiwalah/Hawalah, dan Wakalah. Prinsip-prinsip dasar ini Insya Allah akan kami jelaskan pada artikel selanjutnya agar lebih memahami pengertian bank syariah secara mendalam. 2. Fungsi dan Operasional Bank Syariah Adapun fungsinya dalam Pasal 4 UU Perbankan Syariah, dijelaskan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Selanjutnya dikatakan BUS dan UUS dapat menjalankan fungsi social dalam bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana social lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi penglola zakat. Pengelolaan dana sosial perbankan syariah yang dipeolah dari zakat. Infak, dan sedekah, serta dana social yng berasal dari penerimaan operasi (qardh) tahun lalu naik 46 persen dari 27.5 miliar (2006) menjadi 40,1 miliar (2007). Dana ini disalurkan dalam bentuk zakat, pinjaman usaha, dan sumbangan qardh. Qardh dalam istilah sekarang disebut dengan corporate social respnsibilty (CSR). Pada ayat selanjutnya 12 dijelaskan, bank syariah dan USS juga dapat menghimpun dana social yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkan kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar (Karim 2010:97) yaitu: a. Produk Penyaluran Dana (financing) Dalam menyaluan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: 1) Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Ba’i) Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya. Yang termasuk ke dalam pembiayaan dengan prinsip jual beli (Ba’i) adalah: a) Pembiayaan murabahah b) Pembiayaan salam c) Pembiayaan istishna’ 2) Prinsip Sewa (Ijarah) 3) Prinsip Bagi Hasil (syirkah) 13 Produk pembiayaan syriah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut: a. Pembiayaan musyarakah b. Pembiayaan mudharabah 4) Akad Pelengkap Untuk mempermudah pelaksanakan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanakan pembiayaan. Yang termasuk ke dalam akad pelengkap diantaranya: a) Hiwalah (alih utang piutang) b) Rahn (gadai) c) Qardh d) Wakalah e) Kafalah b. Produk Penghimpunan Dana (finding) Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yng diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah. 1) Prinsip Wadi’ah Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. 14 2) Prinsip Mudharabah c. Produk Jasa (service) Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries (penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) dengan pihak yang kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat pula melakukan sebagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa: 1) Sharft (jual beli valuta asing) 2) Ijarah (sewa) B. Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah Bank Konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang digunakan, syarat-syarat umum dalam melakukan pembukaan rekening maupun dalam memperoleh pembiayaan. Namun banyak terdapat perbedaan di antara keduanya. 15 Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Item Bank Konvensional Bank Syariah Bunga Berbasis bunga Berbasis revenue/profit loss sharing Resiko Anti risk Risk sharing Operasional Beroperasi dengan Pendekatan sektor keuangan, tidak terkait langsung dengan sektor riil Beroperasi dengan pendekatan sektor riil Produk Produk tunggal (kredit) Pendapatan Pendapatan yang diterima deposan tidak terkait dengan pendapatan yang diperoleh bank dari kredit Negative Spread Mengenal negative Spread Dasar Hukum Bank Indonesia dan pemerintah Berdasarkan atas bunga (riba) Sumber: Rodoni dan Hamid (2008) Falsafah Multi produk (jual beli, bagi hasil, jasa) Pendapatan yang diterima deposan terkait langsung dengan pendapatan yang diperoleh bank dari pembiayaan Tidak Mengenal negative spread Al-quran, sunnah, fatwa ulama, Bank Indonesia dan pemerintah Tidak berdasarkan bunga (riba), spekulasi (maisir) C. Sistem Bagi Hasil pada Bank Syariah 1. Pengertian Bagi Hasil Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabtahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungannya sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Bagi hasil adalah return dari kontrak investasi yakni yang termasuk ke dalam natural uncertainly contract (Karim 2010:203). Bagi hasil merupakan 16 sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan seesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksan. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah terdiri dari dua sistem, yaitu: a. Profit Sharing Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaybiaya yang dikeluarkan untuk memperolah pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharinf, dimana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usah yang telah dilakukan. Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola 17 modal (entrepreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapatkan keuntungan akan dibagi kedua belakh pihak sesuai dengan nisbah kesepatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. b. Revenue Sharing Revenue sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berart bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (service) yang dihasilkan dari pendapatan penjualan (sales revenue). Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank. Revenue pada perbankan syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank. Perbankan syariah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah revenue sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pengelolaan dana tanpa 18 dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.perhitungan bagi hasil didasarkan kepada tota seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan untuk menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank. Di dalabm perbankan syariah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem bagi hasil dengan berdasarkan pada sistem revenue sharing. Bank syariah dapat berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai pengelola maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebalnk biknya jika berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana. 2. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil Menurut Muhammad (2005 : 104) pada mekanisme bank syariah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk peryertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian-sebagian, atau bentuk bisnis koorporasi (kerjasama). Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shohibul mal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pibadi mudharib, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi 19 antara shohibuk mal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan dana shohibuk mal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan dimuka. Inti mekanisme investasi bagi hasil pada dasarnya adalah terletak pada kerjasama yang baik antara shohibul mal dengan mudharib. Kerjasama atau partnership merupakan karakter dalam ekonomi islam. Kerjasama ekonomi harus dilakukan dalam semua aspek kegitan, yaitu: produksi, distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerja sama bisnis ekonomi islam dalah mudharabah. Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati bersama. Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat didilakukan dalam empat akad, yaitu musyarakah, mudharabah, muzara’ah dan musaqah. Namun, menurut Muhammmad (2005 : 105) pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad musyarakah dan mudharabah. 20 a. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing) Musyarakah adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masingmasing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Penerapan yang dilakukan bank syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah, bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu. b. Mudharabah Trustee Profit Sharing) Menurut ensiklopedia hokum islam bagi-hasil (Al- Mudharabah) adalah Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja/pedagang untuk diusahakan dikelola, sedangkan keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama”. Jadi yang dimaksud dengan sistem bagi hasil adalah “suatu sistem yang meliputi tata cara 21 pembagian laba hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana”. Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya investasi dipengaruhi oleh banyak faktir. Factor pengaruh tersebut ada yang berdampak langsung dan ada yang tidak langsung. 1) Faktor langsung Diantara factor-faktor langsung (direct factor) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio). a) Investment rate merupakan prosentasi aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80%, hal ini berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas. b) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat menggunakan dalah satu metode: (a) Rata-rata saldo minimum bulanan (b) Rata-rata total saldo harian dihitung dengan 22 Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan c) Nisbah (profit sharing rartio) (1) Salah satu cirri al-mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian. (2) Nisbah antara salah satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda. (3) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. (4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan accout lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya 2) Faktor langsung Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi-hasil adalah: a) Penentuan butir-butir pendapatan dn biaya mudharabah. (1) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. (2) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing. 23 b) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi) Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya. Dana yang telah dikumpulkan oleh Bank Islam dari titipan dana pihak ketiga atau titipan lainnya, perlu dikelola dengan penuh amanah dan istiqomah. Dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan yang besar, baik untuk nasabah maupun bank islam. Prinsip utama yang harus dikembangkan Bank Islam dalam kaitan dengan manajemen dana adalah bahwa: Bank Islam harus mampu memberikan bagi-hasil kepada penyimpan dana minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank konvensional, dan mampu menarik bagi-hasil dari debitur lebih rendah dari pada bunga yang berlaku di Bank Konvensional (Muhamad, 2005:107). D. Teori Suku Bunga 1. Teori Suku Bunga pada Bank Konvensional Teori klasik menyatakan bunga adalah harga penggunaan dari dana investasi (loanable finds). Bunga terbentuk pada pasa dana investasi, dimana ada kelompok menerima pendapatan yang melebihi kebutuhan konsumsi, sehingga dana lebih ini menjadi “tabungan” yang membentuk penawaran akan dana investasi. Di pihak lain ada kelompok yang membutuhkan dananya untuk memperluas usahanya (investor) dan jumalh kebutuhan akan dana ini membentuk permintaan dana investasi. Kedua kellompok ini bertemu pada 24 pada loanable funds dan terbentuk transaksi/tawar menwar yang menghasilkan tingkat bunga kesepakatan (keseimbangan). Keynes menyatakan tingkat bunga dibutuhkan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Dalam teori Keynes ada tida motif timbulnya permintaan akan uang yaitu transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi. Ketiga motif permintaan uang ini disebut juga liquidity preference yang mengandung makna keinginan seseorang untuk tetap berada pada kondisi yang liquid merupakan faktor pendorong seseorang untuk membayar harga tertentu atas penggunaan uang. Sedangka menurut Keynes adalah merupakan salah satu bentuk kekayaan yang dimiliki seseorang seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di bank, saham, dan surat-surat berharga lainnya. Dari uraian di atas mengenai penabung atan deposan bersifat profit motif adalah dilihat dari segi tingkat suku bunga bank konvensional, jika tingkat suku bunga lebih tinggi dari tingkat bagi hasil maka nasabah memilih untuk menyimpan dananya di bank konvensional dan sebaliknya jika tingkat bagi hasil lebih besar dari tingkat suku bunga maka nasabah memililih untuk menyimpan dananya di bank syariah. Pada masyarakat sekarang lebih memilih untuk mendepositokan dananya dari pada menabung rabungan biasa, dengan alasan bahwa keuntungan yang didapat adalah lebih besar walaupun risiko yang dihadapi cukup besar juga. Tingkat bunga merupakan salah satu pertimbangan seseorang untuk menabung atau mendepositokan dananya pada bank. Tingkat bunga yang 25 tinggi akan mendorong seseorang untuk menabing atau mendepisitokan dananya di bank konvensional dan mengorbankan konsumsi sekarang untuk dimanfaatkan dimasa yang akan datang. (Karim, 2010:55). Dimana para penabung atau deposan berdifat positif motif, yaitu mengandalkan keuntungan disaat bunga bank tinggi. 2. Teori Suku Bunga pada Bank Syariah Perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah suku bunga di perbankan konvensional dan nisbah bagi hasil pada perbankan syariah. Bisa dikatakanm bagi hasil dalam perbankan syariah merupakan pengganti suku bunga dalam perbankan konvensional. Bunga atau riba adalah penambahan, perkembangan, peningkatan dan pembesaran yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam dari jumlah pinjaman pokok sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu. Secara umum riba adalah pengambilan yang harus dibayarkan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syariah. Konsep mengenai bunga adalah sangat berlawanan dengan konsep yang ada pada sistem perbankan syariah yang mana perbankan syariah menekankan pada profit sharing, dengan pengertian bahwa simpanan yang ditabung atau didepositokan pada bank syariah nantinya akan digunakan untuk pembiayaan ke sector riil oleh bank syariah, kemudian hasil atau keuntungan yang didapat akan dibagi menurut nisbah yang disepakati bersama. 26 Konsekuensi dari sistem mudharabah adalah adanya untung rugi, jika keuntungan yang didapat besar maka bagi-hasil yang didapat juga besar, tetapi jika merugi maka keduanya menanggung risiko atas usaha tersebut. E. Pendapatan Nasional 1. Konsep Pendapatan Nasional Pendapatan nasional merupakan nilai barang dan jasa seluruhnya yang diproduksi dalam suatu perekonomian selama satu periode tertentu, biasanya satu tahun. Secara singkat produk nasional bruto (GNP) adalah angka yang kita perolah bila kita menjumlahkan seluruh nilai barang dan jasa akhir (nilai beras, komputer, jasa tukang rambut, jasa dokter, jasa angkutan dan berbagai macam yang dihasilkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan tenaga kerja, modal, tanah, dan ilmu pengetahuan. Perbedaan Gross National Product (GNP) dengan Gross National Product, GDP adalah nilai dari bahan akhir yang diproduksi dalam negeri sedangkan GNP sebagiannya didapatkan dari luar negeri. Kita juga dapat mengenal GDP Nominal dan GDP riil. GDP Nominal adalah diukur dari produksi barang dan jasa akhir dengan hargaharga yang berlaku dimasa sekarang, sedangan GDP riil adalah diukur dari produksi barang dan jasa dengan harga-harga tetap, dimana ditetapkan dimasa lampau dan berlaku sampai sekarang. GDP riil tidak dipengaruhi oleh perubahan harga, perubahan GDP riil merupakan ukuran dari perubahan produksi barang dan jasa. (Junaiddin, 2009:9) 27 Menurut Junaiddin (2009:10) beberapa konsep pendapatan nasional adalah sebagai berikut: a) Gross National Product (GNP) GNP adalah jumlah dari seluruh nilai barang dan jasa akhir tahun berdasarkan harga pasar yang dihasilkan dalam setahun. Dalam jumlah barang akhir itu termasuk barang konsumsi maupun barang modal. Barang modal yang dimaksud meliputi (1) barang modal baru yang merupakan tambahan pada jumlah peralatan modal yang sudah ada, (2) barang modal untuk mengganti sebagian atau seluruh peralatan barang yang lama. b) Nett National Product (NNP) atau Produk Nasional Netto NNP sedikit berbeda dari GNP. Produksi barang modal untuk penggantian barang-barang modal yang lama tidak dimasukkan dalam NNP. Jadi NNP = GNP – replacement (atau – depreciation). NNP merupakan nilai produksi yang hanya merupakan tambahan netto pada jumlah barang lama, dan meliputi semua pajak yang dibayarkan kepada pemerintah. c) Net National Income (NNI) Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah jumlah penerimaan untuk para rumah tangga keluarga. Jadi NNI = NNP – pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung meliputi antara lain : pajak peredaran, pajak penjualan, biaya ekspor dan impor. 28 d) Pendapatan Perseorangan (PI) Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja). e) Disposible Income (DI) Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak 29 yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan. 2. Perhitungan Pendapatan Nasional Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: a) Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan. b) Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi). c) Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor ( ). 30 3. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nasional a. Permintaan dan Penawaran Agregat Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu. Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran. b. Konsumsi dan tabungan Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barangbarang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara 31 konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan. c. Investasi Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat. F. Deposito Syariah 1. Pengertan Deposito Mudharabah Selain giro dan tabungan, poduk perbankan syariah lainnya yang termasuk produk penghimpunan dana (funding) adalah deposito. Berdasarkan Undang-undaang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1992 tentanf Perbankan, yang dimaksud deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah (Karim, 2010:351). Dalam hal inim Dewa Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa desposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Syarikat Mudharabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin. 32 Penduduk Irak menggunakan istilah Al Muudharabah untuk mengungkapkan transaksi srarikat ini. Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dhard di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga atau berperang, Allah berfirman: َﯾَﺒْﺘَﻐُﻮنَ اﻟْﺄَرْضِ ﻓِﻲ ﯾَﻀْﺮِﺑُﻮنَ ﺮُونَوَآﺧَ ﻣَﺮْﺿَﻰ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺳَﯿَﻜُﻮنُ أَنْ ﻋَﻠِﻢ ْﻣِﻨْﮫُ ﺗَﯿَﺴﱠﺮَ ﻣَﺎ ﻓَﺎﻗْﺮَءُوا اﻟﻠﱠﮫِ ﺳَﺒِﯿﻞِ ﻓِﻲ ﯾُﻘَﺎﺗِﻠُﻮنَ وَآﺧَﺮُونَ اﻟﻠﱠﮫِ ﻓَﻀْﻞِ ﻣِﻦ “Dia mengetahui bahwa aka nada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan dimuka buki mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. “(Qs. Al Musammil: 20) Ada juga yang mengatakan diambil dari kata; dharb (mengambil) keuntungan dengan saham yang dimiliki. Dalam istilah bahasa Hijaaz disebut juga sebagai qiraadh, karena diambil dari kata muqaaradhah yang artinya penyamaan dan penyeimbangan. Seperti َاﻟﺸَﺎﻋِﺮَانِ ﺗَﻘَﺎرَض “Dua orang penyair melakukan muqaaradhah”, yakni saling membandingkan syair-syair mereka. Disini perbandingan antara usaha pengelola modal dan modal yang dimiliki pihak pemodal, sehingga keduanya seimbang. Ada juga yang menyatakan bahwa kata itu diambil dari qardh yakni memotong. Tikus itu melakukan qardh terhadap kain, yakni menggigitnya hingga putus. Dalam kasus ini, pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diserahkan kepada pengelola modal, dan dia juga akan memotong keuntungan usahanya. Sedangkan dalam istilah para ulama Syarikat Mudharabah memiliki pengertian: Pihak memodal (investor) menyerahkan sejumlah modal kepada 33 pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan. Dengn kata lain Al Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan. Sehingga Al Mudharabah adlah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (sohobui mal/investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dan shohibul mal dan keahlian dari mudharib. MITRA USAHA Jual barang Investasi mudharabah Menjual jasa Investor BANK (pemilik modal) (pelaksana usaha) Bayar cicilan MITRA USAHA Bagi Hasil Usaha Bayar cicilan Gambar 2.1 Skema Penyaluran dan Penghimpunan Dana Sumber : (Karim, 2010: 109) 2. Bentuk-bentuk Deposito Mudharabah 34 Para ulama membagi Al Mudharabah menjadi dua ajenis : a. Al Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (Investor/sohibul mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada mudharib (pengelola modal) melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan. b. Al Mudharabah al Muqayyamah (Mudharabah terbatas). Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan bertransaksi dengan mudharib (pengelola modal). Jenis kedua ini diperselisihkan para ulama keabsahan syaratnya, namun yang rajah bahwa pembatasan tersebut berguna dan tidak sama sekali menyelisihi dalil syar’i. itu hanya sekedar ijtihad dan dilakukan dengan kesepakatan dan keridhoan kedua belah pihak sehingga wajib ditunaikan. Perbedaan antara keduanya terletak pada pembatasan penggunaan modal sesuai permintaan investor. 3. Rukun Al Mudharabah 35 Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun: a. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib) Kedua pelaku kerjasama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Diisyaratkan pada rukun pertama ini keduanya memilliki kompetensi beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka berdua baligh, berakal, rasyid dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus muslim atau pengelola harus muslim, sebab seorang muslim tidak ditakurkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram. Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerjasama dengan orang kafir yang dapat dipercaya dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihal muslim sehingga terlepas dari praktek riba dan haram. b. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan. 1) Modal Dalam sistem mudharabah ada empat syat modal yang harus dipenuhi: a) Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al Nagd) dasarnya adalah ijma atau barang yang ditetapkan nilainya ketika akad menurut pendapat yang rojih. 36 b) Modal diserahkan harus jelas dikeahui. c) Modal yang diserahkan harus tertentu. d) Modal diserahkan kepada pihak penelola modan dan pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas dengannya. Jadi dalam mudharabah disyaratkan modal yang diserahkan harus diketahui dan penyerahan jumlah modal kepada mudharibi (pengelola modal) harus berupa alat tukar seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum. Tidak diperbolehkan berupa barang kecuali bila ditentukan nilai barang tersebut dengan nilai mata uang ketika akad transaksi, sehingga nilai barang tersebut yang menjadi modal mudharabah. contohnya seorang memiliki sebuah mobil Toyota kijang lalu diserhakan kepada mudharib (pengelola modal), maka ketika akad kerjasama tersebut disepakati wajib ditentukan harga mobil tersebut dengan mata uang, misalnya 80 juta; maka modak mudharabah tersebut adalah 80 juta. Kejelasan modal ini menjadi syarat karena menentukan pembagian keuntungan. Apabila modal tersebut berupa barang dan tidak diketahui nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut berubah harga dan nilainya seiring berjalannya waktu, sehingga memiliki konsekuensi ketidakjelasan salam keuntungan. 2) Usaha Jenis usaha disini diisyaratkan beberapa syarat: pembagian 37 a) Jenis usaha tersebut dibidang perniagaan. b) Tidak menhusahkan pengelola modan dengan [pembatasan yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar sekali didapatkan, sontohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara yang sangat jarang sekali adanya. Asal dari usaha dalam mudharabah adalah di bidang perbiagaan dan bidang yang terkait dengannya yang tidak dilarang syariat. Pengeloal modal silarang mengadakan transaksi perdagangan barang-barang haram seprti daging babi, minuman keras dan sebagainya. 3) Keuntungan Setiap usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, demikian juga mudharabah. Namun dalam mudharabah ada empat syarat pada keuntungan tersebut, antara lain: a) Keuntungan khusus untuk kedua pihak yang berkerja sama yaitu pemilik modal (investor) dan pengelola modal. Seandainya diisyaratkan sebagian keuntungan untuk pihak ketiga. Misalnya dengan menyatakan “mudharabah dengan pembagian 1/3 keuntungan untukmu. 1/3 untukku dan 1/3 lagi untuk istriku atau orang lain, maka tidak sah kecuali diisyaratkan pihak ketiga ikut mengelola modal tersebut, sehingga menjadi qiraadh bersama dua orang. Seandainya dikatakan: “separuh keuntungan untukku dan separuhnya 38 untukmu, namun separuh dari bagianku untuk istriku”, maka ini sah karena ini akad janji hadiyah kepada istri. b) Pembagian keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk satu pihak saja. Seandainya dikatakan: “saya bekerjasama mudharabah denganmu dengan keuntungan sepenuhnya untukmu” maka dalam madzhab Syafi’I tidak sah. c) Keuntungan harus diketahui secara jelas. Dalam pembagian keuntungan perlu sekali melihat halhal berikut: (1) Keuntungan berdasarkan kesepakatan dua belaj pihak, namun kerugian hanya ditanggung pemilik modal. Ibnu Qudamah dalam Syahril Kabil menyatakan: “keuntungan sesuai dengan kesepakatan berdua”. Lalu dijelaskan dengan pernyataan: “Maksudnya dalam seluruh jenis syarikat dan hal itu tidak ada perselisihannya dalam Al Mudharabah murni.” Ibnu Mundzir menyatakan: “Para ulama bersepakat bahwa pengelola berhak memberikan syarat atas pemilik modal 1/3 keuntunga atau ½ atau sesuai kesepakatan berdua setelah hal itu diketahui dengan jelas dalam bentuk persentase.” (2) Pengelola modal hendaknya menentukan bagiannya dari keuntungan. Apabila keduanya tidak menentukan hal tersebut maka pengelola mendapatkan gaji yang umum dan 39 seluruh keuntungan milik pemilik modal (investor). Ibu qudamah menyatakan: “Diantara syarat sah mudharabah adalah penentuan bagian pengelola modal karena ia berhak mendapatkan keuntungan dengan syarat sehingga tidak ditetapkan kecuali dengannya. Seandainya dikatakan: “Ambil harta ini secara mudharabah dan tidak disebutkan (ketika akad) bagian pengelola sedikitpun dari keuntungan, maka keuntungan seluruhnya untuk pemilik modal dan kerugian ditanggung pemilik modal sedangkan pengelola modal mendapat gaji umumnya. Inilah pedapat Al Tsauri, Al Syafi’I, Ishaad, abu Tsaur dan Ashhab Al Ra’i (Hanafiah). (3) Pengelola modal tidak berhak menerima keuntungan sebelum menyerahkan kembali modal secara sempurna. Berarti tidak seorang pun berhak mengambil bagian dan keuntungan sampai modal diserahkan kepada pemilik modal, apanila ada kerugian dan keuntungan maka kerugian ditutupi dari keuntungan tersebut, baik kerugian dan keuntungannya dalam satu kali atau kerugian dalam satu perniagaan dan keuntungan yang lainnya atau yang satu dalam satu perjalanan niaga dan yang lainnya dalam perjalanan lain. Karena makna keuntungan adalah 40 kelebihan dari modal dan yang tidak ada kelebihannya maka buka keuntungan. (4) Keuntungan tidak dibagikan selama akad masih berjalan kecuali apabila kedua pihak saling ridha dan sepakat. Ibnu Qudamah menyatakan: “Keuntungan jika tampak dalam mudharabah, maka pengelola tidak boleh mengambil sedikitpun darinya tanpa izin pemilik modal. Tidak dapat dibagikan karena tiga hal: (a) Keuntungan adalah cadangan modal, karena tidak bisa dipastikan tidak ada kerugian yang dapat ditutupi dengan keuntungan tersebut, sehingga berakhir hal itu tidak menjadi keuntungan. (b) Pemilik modal adalah mitra udaha pengelola sehingga ia tidak memiliki hak membagi keuntungan tersebut untuk dirinya. (c) Keuntungan atas hal itu tidak tetap, karena mungkin sekali keluar tangganya untuk menutupi kerugian. Namun apabila pemilik modal mengijinkan untuk mengambil sebagiannya, maka diperbolehkan, karena hak tersebut milik mereka berdua. Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilalukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut. Sesungguhnya hak kepemilikan masingmasing pihak terhadap keuntungan yang dibagikan adalah hak 41 yang labil dan tisak akan bersikap permanen sebelum diberakhirkannya perjanjian dan disaring seluruh bentuk usaha bersama yang ada. Adapun sebelum itu, keuntungan yang dibagikan itupun masih bersifat cadangan modal yang digunakan untuk menutupi kerugian yang bisa saja terjadi kemudian sebelum dilakukan perhitungan akhir. c. Pelafalan perjanjian. Shigah adalah ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shigah ini terdiri dari ijab qabul. Transaksi mudharabah atau syarikat dianggap sah dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya. Sedangkan imam al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelaskan bahwa rukun mudharabah adala lima, yaitu modal, jenis usaha, keuntungan, pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi. Ini semua ditinjau dari perinciannya dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun di atas. 4. Berakhirnya Usaha Mudharabah Mudharabah termasuk akad kerjasama yang dipernolehkan. Usaha ini berakhir dengan pembatalan dari salah satu pihak. Karena tidak ada syarat keberlangsungan terus menerus dalam transaksi usaha semacam ini. 42 Masing-masing pihak bisa membatalkan transaksi kappa saja dia menghendaki. Transkasi mudharabah ini juga bisa berakhir dengan meninggalnya salah satu piha traksaktor, atau karena ia gila atau idiot. Imam Ibnu Qudamah (wafat tahun 620) menyatakan: “Al Mudharabah termasuk jenis akad yang diperbolehkan. Ia juga berakhir dengan pembatalan salah seorang dari kedua belah pihak –siapa saja-, dengan kematian, gila atau dibatasik arena idiot; hal iti karena ia beraktivitas pada harta orang lain dengan seijinnya, maka ia sperti weikel dana tidak ada bedanya antara sebelum beraktivitas dan sesudahnya. Sedangkan Imam Al Nawawi menyatakan: “Penghentian qiraadh boleh, karena ia diawalnya adalah perwakilan setelah itu menjadi syarikat. Apabila terdapat keuntungan maka masing-masing boleh memberhentikannya kapan suka dan tidak butuh kehadiran dan keridoan mitranya. Apabila meninggal atau gila atau hilang akal maka berakhir usaha tersebut. Imam Syafi’i menyatakan: “Kapan pemilik modal ingin mengambil modalnya sebelum diusahakan dan sesudahnya dan kapan pengelola ingin keluar dari qiraadh maka ia keluar darinya. Apabila telah dihentikan dan harta (modal) utuh, namun tidak memiliki keuntungan maka harta tersebut diambil pemilik modal. Apabila terdapat keuntungan maka keduanya membagi keuntungan tersebut sesuau dengan kesepakatan. Apabila berhenti dan harta berbentuk barang, lalu keduanya sepakat menjualnya ataumembaginya maka diperbolehkan, karena hak milik kedia belah pihak. Apabila pengelola minta menjualnya 43 sedang pemilik modal menolak dan tampak dalam usaha tersebut ada keuntungan, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena hal pengelola ada pada keuntungan dan tidak tampak kecuali dengan dijual. Namun bila tidak tampak keuntungan maka pemilik modal tidak dipaksa. Tampak sekali dari sini keadilan syariat islam yang sangat memperhatikan keadaan dua belah pihak yang bertransaksi mudharabah. sehingga seharusnya kembali memotivasi diri kita untuk belajar dan mengetahui tat aturan syariat dalam muamalah sehari-hari. G. Penelitian Sebelumnya Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya No. Peneliti Judul 1. Delvin Hamongan Pasaribu 2. Muhammad Pengaruh Tingkat Ghafur W Bagi Hasil, Suku Bunga dan Pendapatan terhadap Simapan Mudharabah: Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia (BMI) Tahun Pengaruh Tingkat 2010 Suku Bunga dan bagi Hasil terhadap Deposito Mudharabah: Studi Kasus BPR Syariah Puduarta Insani Medan 2003 Hasil Variabel tingkat bagi hasil berbepangaruh positif terhadap jumlah deposito mudharabah, variable tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap jumlah deposito mudharabah. Varibel pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap simpanan mudharabah, sedangkan variable tingkat bagi hasil dan tingkat suku bunga tidak berpengaruh secara signifikan. 44 3. Jan Vilben Harapan P Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Pendapatan Perkapita terhadap Jumlah Dana Deposito di Kotamadya Medan 2009 Variable tingkat suku bunga berpangaruh postif terhadap jumlah dana deposito, faktor yang berpangaruh dominan terhadap jumlah dana deposito adalah pendapatan perkapita, pada tingkat pendapatan perkapia tinggim masyarakat kota Meda akan lebih terdotog untuk meningkatkan jumlah sana tabungan (deposito) 4. Siti Marwati Hanum Pengaruh Tingkat Bagi Hasil terhadap Perkembangan Dana Mudharabah pada PT Bank Negara Indonesia Tbk Divisi Usaha Syariah 2008 Bagi hasil berpengaruh terhadap dana mudharabah secara signifikan pada taraf kepercayaan 95%. 5. Indriani Budinurani Pengaruh Bagi Hasil terhadap Pertumbuhan Dana Mudharabah Studi Kasus pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 2009 Bagi Hasil berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan dana deposito mudharabah, dan mempunyai hubungan yang positif dan atau searah yang artinya jika tingkat bagi hasil meningkat maka deposito mudharabah juga meningkat. 6. Andhika Try Yunita Pengaruh Tingkat 2011 Bagi Hasil terhaap Perkembangan Dana Mudharabah PT Bank Muamalat Pengaruh perkembangan tingkat bagi hasil termhadap perkembangan dana mudharabah di Bank Muamalat Indonesia 45 Indonesia sejak akhir tahun 2002-2010 terus meningkat sesuai dengan bertambahnya tingkat bagi hasil yang diberikan Bank. H. Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori-teori tersebut diatas kerangka berpikir dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Nisbah Bagi Hasil, Tingkat Suku Bunga, dan Pendapatan Domestik Bruto terhadapa Deposito Mudharabah pada Perbankan Syariah di Indonesia” dapat disusun sebagai berikut: Nisbah Bagi Hasil Tingkat Suku Bunga Pendapatan Domestik Bruto H1 H4 H2 H3 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran DEPOSITO MUDHARABAH