BAB II LANDASAN TEORITIS

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Perbankan Syariah
1. Pengertian dan Landasan Hukum Bank Syariah
Pengertian bank menurut Undang-undang No. 10 tahun 1999
tentang perubahan Undang-undang No. 7tahun 1992 tentang perbankan
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari mayarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredir
dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Bank konvensional dapat didefinikan seperti pada pengertian bank
umum pada pasa 1 ayat 3 Undang-undang No. 10 tahun 1998 dengan
menhilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu baik
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pengertian bank syariah sebenarnya telah diatur dalam Undangundang. Pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, memberikan
definisi bahwa Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Produk-produk lembaga
keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk
10
11
dioperasionalkan mempunyai lima konsep. Kelima konsep tersebut adalah
: (1) sistem simpanan, (2) bagi hasil,(3) margin keuntungan, (4) sewa, (5)
jasa (fee). Kegiatan utama perbankan syariah tersebut harus menggunakan
prinsip dasar bank syariah yang ditetapkan, yaitu: Mudharabah,
Musyarakah, Wadi’ah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Qardh, Rahn,
Hiwalah/Hawalah, dan Wakalah. Prinsip-prinsip dasar ini Insya Allah
akan
kami
jelaskan
pada
artikel
selanjutnya
agar
lebih
memahami pengertian bank syariah secara mendalam.
2. Fungsi dan Operasional Bank Syariah
Adapun fungsinya dalam Pasal 4 UU Perbankan Syariah,
dijelaskan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS)
wajib
menjalankan
fungsi
menghimpun
dan
menyalurkan
dana
masyarakat. Selanjutnya dikatakan BUS dan UUS dapat menjalankan
fungsi social dalam bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal
dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana social lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi penglola zakat.
Pengelolaan dana sosial perbankan syariah yang dipeolah dari
zakat. Infak, dan sedekah, serta dana social yng berasal dari penerimaan
operasi (qardh) tahun lalu naik 46 persen dari 27.5 miliar (2006) menjadi
40,1 miliar (2007). Dana ini disalurkan dalam bentuk zakat, pinjaman
usaha, dan sumbangan qardh. Qardh dalam istilah sekarang disebut
dengan corporate social respnsibilty (CSR). Pada ayat selanjutnya
12
dijelaskan, bank syariah dan USS juga dapat menghimpun dana social
yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkan kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
Pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah
dapat dibagi menjadi tiga bagian besar (Karim 2010:97) yaitu:
a. Produk Penyaluran Dana (financing)
Dalam menyaluan dananya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1) Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barangnya. Yang termasuk ke dalam pembiayaan dengan prinsip
jual beli (Ba’i) adalah:
a) Pembiayaan murabahah
b) Pembiayaan salam
c) Pembiayaan istishna’
2) Prinsip Sewa (Ijarah)
3) Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
13
Produk pembiayaan syriah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil
adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan musyarakah
b. Pembiayaan mudharabah
4) Akad Pelengkap
Untuk
mempermudah
pelaksanakan
pembiayaan,
biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk
mempermudah pelaksanakan pembiayaan. Yang termasuk ke
dalam akad pelengkap diantaranya:
a) Hiwalah (alih utang piutang)
b) Rahn (gadai)
c) Qardh
d) Wakalah
e) Kafalah
b. Produk Penghimpunan Dana (finding)
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan
dan deposito. Prinsip operasional syariah yng diterapkan dalam
penghimpunan
dana
masyarakat
adalah prinsip
wadi’ah
dan
mudharabah.
1) Prinsip Wadi’ah
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah
yang diterapkan pada produk rekening giro.
14
2) Prinsip Mudharabah
c. Produk Jasa (service)
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries (penghubung)
antara pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) dengan pihak yang
kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat pula melakukan
sebagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat
imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara
lain berupa:
1) Sharft (jual beli valuta asing)
2) Ijarah (sewa)
B. Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Bank Konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama
dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang
digunakan, syarat-syarat umum dalam melakukan pembukaan rekening maupun
dalam memperoleh pembiayaan. Namun banyak terdapat perbedaan di antara
keduanya.
15
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Item
Bank Konvensional
Bank Syariah
Bunga
Berbasis bunga
Berbasis revenue/profit loss
sharing
Resiko
Anti risk
Risk sharing
Operasional
Beroperasi dengan
Pendekatan
sektor keuangan, tidak
terkait langsung
dengan sektor riil
Beroperasi dengan
pendekatan sektor riil
Produk
Produk tunggal (kredit)
Pendapatan
Pendapatan yang diterima
deposan tidak terkait
dengan pendapatan yang
diperoleh bank dari kredit
Negative
Spread
Mengenal negative
Spread
Dasar Hukum
Bank Indonesia dan
pemerintah
Berdasarkan atas bunga
(riba)
Sumber: Rodoni dan Hamid (2008)
Falsafah
Multi produk (jual beli, bagi
hasil, jasa)
Pendapatan yang diterima
deposan terkait langsung
dengan pendapatan yang
diperoleh bank dari
pembiayaan
Tidak Mengenal negative
spread
Al-quran, sunnah, fatwa
ulama, Bank Indonesia dan
pemerintah
Tidak berdasarkan bunga
(riba), spekulasi (maisir)
C. Sistem Bagi Hasil pada Bank Syariah
1. Pengertian Bagi Hasil
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabtahnya, maka
bank syariah membayar bagi hasil keuntungannya sesuai dengan kesepakatan.
Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau
nisbah. Bagi hasil adalah return dari kontrak investasi yakni yang termasuk ke
dalam natural uncertainly contract (Karim 2010:203). Bagi hasil merupakan
16
sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam
melakukan kegiatan usaha.
Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas
keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil
dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan
kepada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan
pembagian hasil usaha ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya
kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak
ditentukan seesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya
kerelaan di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksan. Mekanisme
perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah terdiri dari
dua sistem, yaitu:
a. Profit Sharing
Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Di
dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaybiaya yang dikeluarkan untuk memperolah pendapatan tersebut. Pada
perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss
sharinf, dimana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung
dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usah yang telah
dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan
bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola
17
modal (entrepreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana
di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika
mendapatkan keuntungan akan dibagi kedua belakh pihak sesuai dengan
nisbah kesepatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami
kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
b. Revenue Sharing
Revenue sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua
kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing
adalah bentuk kata kerja dari share yang berart bagi atau bagian. Revenue
sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue
(pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh
suatu oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan
jasa-jasa (service) yang dihasilkan dari pendapatan penjualan (sales
revenue).
Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari
penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa
atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank. Revenue pada
perbankan syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran
dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana
bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari
aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank. Perbankan syariah
memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah revenue sharing,
yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pengelolaan dana tanpa
18
dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada tota seluruh pendapatan yang diterima sebelum
dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan
bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross
sales), yang digunakan untuk menghitung bagi hasil untuk produk
pendanaan bank. Di dalabm perbankan syariah Indonesia sistem bagi hasil
yang diberlakukan adalah sistem bagi hasil dengan berdasarkan pada
sistem revenue sharing. Bank syariah dapat berperan sebagai pengelola
maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai pengelola
maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebalnk
biknya jika berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya
tersebut pada pihak nasabah pengelola dana.
2. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Menurut Muhammad (2005 : 104) pada mekanisme bank syariah,
pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk peryertaan, baik
penyertaan menyeluruh maupun sebagian-sebagian, atau bentuk bisnis
koorporasi (kerjasama). Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi
secara proporsional antara shohibul mal dengan mudharib. Dengan
demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis
mudharabah,
bukan
untuk
kepentingan
pibadi
mudharib,
dapat
dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi
19
antara shohibuk mal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati
sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak
ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan dana
shohibuk mal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan
sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian
keuntungan dimuka.
Inti mekanisme investasi bagi hasil pada dasarnya adalah terletak
pada kerjasama yang baik antara shohibul mal dengan mudharib.
Kerjasama atau partnership merupakan karakter dalam ekonomi islam.
Kerjasama ekonomi harus dilakukan dalam semua aspek kegitan, yaitu:
produksi, distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerja sama
bisnis ekonomi islam dalah mudharabah. Mudharabah adalah kerjasama
antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau
keterampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau
proyek usaha. Melalui mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak
akan mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit dan
loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati bersama. Bentuk-bentuk
kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat
didilakukan dalam empat akad, yaitu musyarakah, mudharabah,
muzara’ah dan musaqah. Namun, menurut Muhammmad (2005 : 105)
pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada
umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad
musyarakah dan mudharabah.
20
a. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Musyarakah
adalah mencampurkan salah satu dari macam
harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara
keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masingmasing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal/expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Penerapan yang dilakukan bank syariah, musyarakah adalah
suatu kerjasama antara bank dan nasabah, bank setuju untuk
membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah
sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase
tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian
keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut
berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.
b. Mudharabah Trustee Profit Sharing)
Menurut
ensiklopedia
hokum
islam
bagi-hasil
(Al-
Mudharabah) adalah Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada
pekerja/pedagang untuk diusahakan dikelola, sedangkan keuntungan
dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama”. Jadi yang dimaksud
dengan sistem bagi hasil adalah “suatu sistem yang meliputi tata cara
21
pembagian laba hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola
dana”.
Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh
minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil
investasi. Besar kecilnya investasi dipengaruhi oleh banyak faktir.
Factor pengaruh tersebut ada yang berdampak langsung dan ada yang
tidak langsung.
1) Faktor langsung
Diantara factor-faktor langsung (direct factor) yang mempengaruhi
perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang
tersedia dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
a) Investment rate merupakan prosentasi aktual dana yang
diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment
rate sebesar 80%, hal ini berarti 20% dari total dana
dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
b) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan
jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk
diinvestasikan.
Dana
tersebut
dapat
menggunakan dalah satu metode:
(a) Rata-rata saldo minimum bulanan
(b) Rata-rata total saldo harian
dihitung
dengan
22
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia
untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana aktual
yang digunakan
c) Nisbah (profit sharing rartio)
(1) Salah satu cirri al-mudharabah adalah nisbah yang harus
ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
(2) Nisbah antara salah satu bank dengan bank lainnya dapat
berbeda.
(3) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu
bank misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12
bulan.
(4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan
accout lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh
temponya
2) Faktor langsung
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi-hasil adalah:
a) Penentuan butir-butir pendapatan dn biaya mudharabah.
(1) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan
yang diterima dikurangi biaya-biaya.
(2) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut
revenue sharing.
23
b) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh
berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan
dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
Dana yang telah dikumpulkan oleh Bank Islam dari titipan dana pihak
ketiga atau titipan lainnya, perlu dikelola dengan penuh amanah dan
istiqomah. Dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan yang
besar, baik untuk nasabah maupun bank islam. Prinsip utama yang harus
dikembangkan Bank Islam dalam kaitan dengan manajemen dana adalah
bahwa: Bank Islam harus mampu memberikan bagi-hasil kepada penyimpan
dana minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di
bank konvensional, dan mampu menarik bagi-hasil dari debitur lebih rendah
dari pada bunga yang berlaku di Bank Konvensional (Muhamad, 2005:107).
D. Teori Suku Bunga
1. Teori Suku Bunga pada Bank Konvensional
Teori klasik menyatakan bunga adalah harga penggunaan dari dana
investasi (loanable finds). Bunga terbentuk pada pasa dana investasi, dimana
ada kelompok menerima pendapatan yang melebihi kebutuhan konsumsi,
sehingga dana lebih ini menjadi “tabungan” yang membentuk penawaran akan
dana investasi. Di pihak lain ada kelompok yang membutuhkan dananya untuk
memperluas usahanya (investor) dan jumalh kebutuhan akan dana ini
membentuk permintaan dana investasi. Kedua kellompok ini bertemu pada
24
pada loanable funds dan terbentuk transaksi/tawar menwar yang menghasilkan
tingkat bunga kesepakatan (keseimbangan).
Keynes menyatakan tingkat bunga dibutuhkan oleh penawaran dan
permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Dalam teori Keynes
ada tida motif timbulnya permintaan akan uang yaitu transaksi, berjaga-jaga,
dan spekulasi. Ketiga motif permintaan uang ini disebut juga liquidity
preference yang mengandung makna keinginan seseorang untuk tetap berada
pada kondisi yang liquid
merupakan faktor pendorong seseorang untuk
membayar harga tertentu atas penggunaan uang. Sedangka menurut Keynes
adalah merupakan salah satu bentuk kekayaan yang dimiliki seseorang seperti
halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di bank, saham, dan surat-surat
berharga lainnya.
Dari uraian di atas mengenai penabung atan deposan bersifat profit
motif adalah dilihat dari segi tingkat suku bunga bank konvensional, jika
tingkat suku bunga lebih tinggi dari tingkat bagi hasil maka nasabah memilih
untuk menyimpan dananya di bank konvensional dan sebaliknya jika tingkat
bagi hasil lebih besar dari tingkat suku bunga maka nasabah memililih untuk
menyimpan dananya di bank syariah. Pada masyarakat sekarang lebih memilih
untuk mendepositokan dananya dari pada menabung rabungan biasa, dengan
alasan bahwa keuntungan yang didapat adalah lebih besar walaupun risiko
yang dihadapi cukup besar juga.
Tingkat bunga merupakan salah satu pertimbangan seseorang untuk
menabung atau mendepositokan dananya pada bank. Tingkat bunga yang
25
tinggi akan mendorong seseorang untuk menabing atau mendepisitokan
dananya di bank konvensional dan mengorbankan konsumsi sekarang untuk
dimanfaatkan dimasa yang akan datang. (Karim, 2010:55). Dimana para
penabung atau deposan berdifat positif motif, yaitu mengandalkan keuntungan
disaat bunga bank tinggi.
2. Teori Suku Bunga pada Bank Syariah
Perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah
adalah suku bunga di perbankan konvensional dan nisbah bagi hasil pada
perbankan syariah. Bisa dikatakanm bagi hasil dalam perbankan syariah
merupakan pengganti suku bunga dalam perbankan konvensional. Bunga atau
riba adalah penambahan, perkembangan, peningkatan dan pembesaran yang
diterima pemberi pinjaman dari peminjam dari jumlah pinjaman pokok
sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya
selama periode waktu tertentu. Secara umum riba adalah pengambilan yang
harus dibayarkan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam
yang bertentangan dengan prinsip syariah.
Konsep mengenai bunga adalah sangat berlawanan dengan konsep
yang ada pada sistem perbankan syariah yang mana perbankan syariah
menekankan pada profit sharing, dengan pengertian bahwa simpanan yang
ditabung atau didepositokan pada bank syariah nantinya akan digunakan untuk
pembiayaan ke sector riil oleh bank syariah, kemudian hasil atau keuntungan
yang didapat akan dibagi menurut nisbah yang disepakati bersama.
26
Konsekuensi dari sistem mudharabah adalah adanya untung rugi, jika
keuntungan yang didapat besar maka bagi-hasil yang didapat juga besar, tetapi
jika merugi maka keduanya menanggung risiko atas usaha tersebut.
E. Pendapatan Nasional
1. Konsep Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional merupakan nilai barang dan jasa seluruhnya yang
diproduksi dalam suatu perekonomian selama satu periode tertentu, biasanya
satu tahun. Secara singkat produk nasional bruto (GNP) adalah angka yang
kita perolah bila kita menjumlahkan seluruh nilai barang dan jasa akhir (nilai
beras, komputer, jasa tukang rambut, jasa dokter, jasa angkutan dan berbagai
macam yang dihasilkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan tenaga kerja,
modal, tanah, dan ilmu pengetahuan. Perbedaan Gross National Product
(GNP) dengan Gross National Product, GDP adalah nilai dari bahan akhir
yang diproduksi dalam negeri sedangkan GNP sebagiannya didapatkan dari
luar negeri. Kita juga dapat mengenal GDP Nominal dan GDP riil. GDP
Nominal adalah diukur dari produksi barang dan jasa akhir dengan hargaharga yang berlaku dimasa sekarang, sedangan GDP riil adalah diukur dari
produksi barang dan jasa dengan harga-harga tetap, dimana ditetapkan dimasa
lampau dan berlaku sampai sekarang. GDP riil tidak dipengaruhi oleh
perubahan harga, perubahan GDP riil merupakan ukuran dari perubahan
produksi barang dan jasa. (Junaiddin, 2009:9)
27
Menurut Junaiddin (2009:10) beberapa konsep pendapatan nasional
adalah sebagai berikut:
a) Gross National Product (GNP)
GNP adalah jumlah dari seluruh nilai barang dan jasa akhir tahun
berdasarkan harga pasar yang dihasilkan dalam setahun. Dalam jumlah
barang akhir itu termasuk barang konsumsi maupun barang modal. Barang
modal yang dimaksud meliputi (1) barang modal baru yang merupakan
tambahan pada jumlah peralatan modal yang sudah ada, (2) barang modal
untuk mengganti sebagian atau seluruh peralatan barang yang lama.
b) Nett National Product (NNP) atau Produk Nasional Netto
NNP sedikit berbeda dari GNP. Produksi barang modal untuk
penggantian barang-barang modal yang lama tidak dimasukkan dalam
NNP. Jadi NNP = GNP – replacement (atau – depreciation). NNP
merupakan nilai produksi yang hanya merupakan tambahan netto pada
jumlah barang lama, dan meliputi semua pajak yang dibayarkan kepada
pemerintah.
c) Net National Income (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah jumlah
penerimaan untuk para rumah tangga keluarga. Jadi NNI = NNP – pajak
tidak langsung. Pajak tidak langsung meliputi antara lain : pajak
peredaran, pajak penjualan, biaya ekspor dan impor.
28
d) Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah
pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk
pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan
perseorangan
juga
menghitung
pembayaran
transfer
(transfer
payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan
merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian
pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan,
tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang
pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan
perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak
yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak
dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk
beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan
iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap
perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja
tersebut tidak lagi bekerja).
e) Disposible Income (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah
pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi
investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI)
dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak
29
yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus
langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
2. Perhitungan Pendapatan Nasional
Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
a) Pendekatan
pendapatan,
dengan
cara
menjumlahkan
seluruh
pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga
konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai
imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.
b) Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk
yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif,
jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang
dihitung
dengan
pendekatan
ini
adalah
nilai jasa dan barang
jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi).
c) Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh
pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam
suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan
pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang
dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah
tangga
(Consumption),
pemerintah
(Government),
pengeluaran
investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor
(
).
30
3. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nasional
a. Permintaan dan Penawaran Agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan
permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat
harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang
dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai
tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan
antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan
oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.
Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat,
maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan
pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan
ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan
agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output
nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi
tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat
cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional
(pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
b. Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barangbarang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah
bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara
31
konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini
dapat
kita
lihat
dari
pendapat
Keynes yang
dikenal
dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku
masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
c. Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen
penting dari pengeluaran agregat.
F. Deposito Syariah
1. Pengertan Deposito Mudharabah
Selain giro dan tabungan, poduk perbankan syariah lainnya yang
termasuk produk penghimpunan dana (funding) adalah deposito. Berdasarkan
Undang-undaang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1992 tentanf Perbankan, yang dimaksud deposito
berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang
bersangkutan. Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah
deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah (Karim, 2010:351).
Dalam hal inim Dewa Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 telah
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa desposito yang dibenarkan
adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
Syarikat Mudharabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan
Al Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin.
32
Penduduk Irak menggunakan istilah Al Muudharabah untuk mengungkapkan
transaksi srarikat ini. Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata
dhard di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk
berniaga atau berperang, Allah berfirman:
َ‫ﯾَﺒْﺘَﻐُﻮنَ اﻟْﺄَرْضِ ﻓِﻲ ﯾَﻀْﺮِﺑُﻮنَ ﺮُونَوَآﺧَ ﻣَﺮْﺿَﻰ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺳَﯿَﻜُﻮنُ أَنْ ﻋَﻠِﻢ‬
ْ‫ﻣِﻨْﮫُ ﺗَﯿَﺴﱠﺮَ ﻣَﺎ ﻓَﺎﻗْﺮَءُوا اﻟﻠﱠﮫِ ﺳَﺒِﯿﻞِ ﻓِﻲ ﯾُﻘَﺎﺗِﻠُﻮنَ وَآﺧَﺮُونَ اﻟﻠﱠﮫِ ﻓَﻀْﻞِ ﻣِﻦ‬
“Dia mengetahui bahwa aka nada di antara kamu orang-orang yang
sakit dan orang-orang yang berjalan dimuka buki mencari sebagian karunia
Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. “(Qs. Al Musammil: 20)
Ada juga yang mengatakan diambil dari kata; dharb (mengambil)
keuntungan dengan saham yang dimiliki. Dalam istilah bahasa Hijaaz disebut
juga sebagai qiraadh, karena diambil dari kata muqaaradhah yang artinya
penyamaan dan penyeimbangan. Seperti
َ‫اﻟﺸَﺎﻋِﺮَانِ ﺗَﻘَﺎرَض‬
“Dua orang penyair melakukan muqaaradhah”, yakni saling membandingkan
syair-syair mereka. Disini perbandingan antara usaha pengelola modal dan
modal yang dimiliki pihak pemodal, sehingga keduanya seimbang. Ada juga
yang menyatakan bahwa kata itu diambil dari qardh yakni memotong. Tikus
itu melakukan qardh terhadap kain, yakni menggigitnya hingga putus. Dalam
kasus ini, pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diserahkan
kepada pengelola modal, dan dia juga akan memotong keuntungan usahanya.
Sedangkan dalam istilah para ulama Syarikat Mudharabah memiliki
pengertian: Pihak memodal (investor) menyerahkan sejumlah modal kepada
33
pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu
dari keuntungan. Dengn kata lain Al Mudharabah adalah akad (transaksi)
antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang
yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara
keduanya sesuai dengan kesepakatan. Sehingga Al Mudharabah adlah bentuk
kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (sohobui
mal/investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan
kerjasama dengan kontribusi 100% modal dan shohibul mal dan keahlian dari
mudharib.
MITRA USAHA
Jual barang
Investasi
mudharabah
Menjual jasa
Investor
BANK
(pemilik modal)
(pelaksana usaha)
Bayar cicilan
MITRA USAHA
Bagi Hasil Usaha
Bayar cicilan
Gambar 2.1
Skema Penyaluran dan Penghimpunan Dana
Sumber : (Karim, 2010: 109)
2. Bentuk-bentuk Deposito Mudharabah
34
Para ulama membagi Al Mudharabah menjadi dua ajenis :
a. Al Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya
adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (Investor/sohibul
mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis
usaha, tempat dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi.
Jenis ini memberikan kebebasan kepada mudharib (pengelola modal)
melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.
b. Al
Mudharabah
al
Muqayyamah
(Mudharabah
terbatas).
Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada
pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau
orang yang akan bertransaksi dengan mudharib (pengelola modal).
Jenis kedua ini diperselisihkan para ulama keabsahan syaratnya,
namun yang rajah bahwa pembatasan tersebut berguna dan tidak sama
sekali menyelisihi dalil syar’i. itu hanya sekedar ijtihad dan dilakukan
dengan kesepakatan dan keridhoan kedua belah pihak sehingga wajib
ditunaikan.
Perbedaan antara keduanya terletak pada pembatasan penggunaan
modal sesuai permintaan investor.
3. Rukun Al Mudharabah
35
Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki
tiga rukun:
a. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan
pengelola (mudharib)
Kedua pelaku kerjasama ini adalah pemilik modal dan pengelola
modal. Diisyaratkan pada rukun pertama ini keduanya memilliki
kompetensi beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka
berdua baligh, berakal, rasyid dan tidak dilarang beraktivitas pada
hartanya. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus
muslim atau pengelola harus muslim, sebab seorang muslim tidak
ditakurkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram. Namun
sebagian
lainnya
tidak
mensyaratkan
hal
tersebut,
sehingga
diperbolehkan bekerjasama dengan orang kafir yang dapat dipercaya
dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas
pengelolaan modal dari pihal muslim sehingga terlepas dari praktek
riba dan haram.
b. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.
1) Modal
Dalam sistem mudharabah ada empat syat modal yang harus
dipenuhi:
a) Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al Nagd)
dasarnya adalah ijma atau barang yang ditetapkan nilainya
ketika akad menurut pendapat yang rojih.
36
b) Modal diserahkan harus jelas dikeahui.
c) Modal yang diserahkan harus tertentu.
d) Modal diserahkan kepada pihak penelola modan dan pengelola
menerimanya langsung dan dapat beraktivitas dengannya.
Jadi dalam mudharabah disyaratkan modal yang diserahkan
harus diketahui dan penyerahan jumlah modal kepada mudharibi
(pengelola modal) harus berupa alat tukar seperti emas, perak dan
satuan mata uang secara umum. Tidak diperbolehkan berupa
barang kecuali bila ditentukan nilai barang tersebut dengan nilai
mata uang ketika akad transaksi, sehingga nilai barang tersebut
yang menjadi modal mudharabah. contohnya seorang memiliki
sebuah mobil Toyota kijang lalu diserhakan kepada mudharib
(pengelola modal), maka ketika akad kerjasama tersebut disepakati
wajib ditentukan harga mobil tersebut dengan mata uang, misalnya
80 juta; maka modak mudharabah tersebut adalah 80 juta.
Kejelasan modal ini menjadi syarat karena menentukan
pembagian keuntungan. Apabila modal tersebut berupa barang dan
tidak diketahui nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut
berubah harga dan nilainya seiring berjalannya waktu, sehingga
memiliki
konsekuensi
ketidakjelasan
salam
keuntungan.
2) Usaha
Jenis usaha disini diisyaratkan beberapa syarat:
pembagian
37
a) Jenis usaha tersebut dibidang perniagaan.
b) Tidak menhusahkan pengelola modan dengan [pembatasan
yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar
sekali didapatkan, sontohnya harus berdagang permata merah
delima atau mutiara yang sangat jarang sekali adanya.
Asal dari usaha dalam mudharabah adalah di bidang
perbiagaan dan bidang yang terkait dengannya yang tidak dilarang
syariat.
Pengeloal
modal
silarang
mengadakan
transaksi
perdagangan barang-barang haram seprti daging babi, minuman
keras dan sebagainya.
3) Keuntungan
Setiap usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, demikian
juga mudharabah. Namun dalam mudharabah ada empat syarat
pada keuntungan tersebut, antara lain:
a) Keuntungan khusus untuk kedua pihak yang berkerja sama
yaitu
pemilik modal
(investor) dan pengelola modal.
Seandainya diisyaratkan sebagian keuntungan untuk pihak
ketiga. Misalnya dengan menyatakan “mudharabah dengan
pembagian 1/3 keuntungan untukmu. 1/3 untukku dan 1/3 lagi
untuk istriku atau orang lain, maka tidak sah kecuali
diisyaratkan pihak ketiga ikut mengelola modal tersebut,
sehingga menjadi qiraadh bersama dua orang. Seandainya
dikatakan: “separuh keuntungan untukku dan separuhnya
38
untukmu, namun separuh dari bagianku untuk istriku”, maka
ini sah karena ini akad janji hadiyah kepada istri.
b) Pembagian keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk
satu pihak saja. Seandainya dikatakan: “saya bekerjasama
mudharabah denganmu dengan
keuntungan sepenuhnya
untukmu” maka dalam madzhab Syafi’I tidak sah.
c) Keuntungan harus diketahui secara jelas.
Dalam pembagian keuntungan perlu sekali melihat halhal berikut:
(1) Keuntungan berdasarkan kesepakatan dua belaj pihak,
namun kerugian hanya ditanggung pemilik modal. Ibnu
Qudamah dalam Syahril Kabil menyatakan: “keuntungan
sesuai dengan kesepakatan berdua”. Lalu dijelaskan dengan
pernyataan: “Maksudnya dalam seluruh jenis syarikat dan
hal itu tidak ada perselisihannya dalam Al Mudharabah
murni.” Ibnu Mundzir menyatakan: “Para ulama bersepakat
bahwa pengelola berhak memberikan syarat atas pemilik
modal 1/3 keuntunga atau ½ atau sesuai kesepakatan berdua
setelah hal itu diketahui dengan jelas dalam bentuk
persentase.”
(2) Pengelola modal hendaknya menentukan bagiannya dari
keuntungan. Apabila keduanya tidak menentukan hal
tersebut maka pengelola mendapatkan gaji yang umum dan
39
seluruh keuntungan milik pemilik modal (investor). Ibu
qudamah menyatakan: “Diantara syarat sah mudharabah
adalah penentuan bagian pengelola modal karena ia berhak
mendapatkan keuntungan dengan syarat sehingga tidak
ditetapkan kecuali dengannya. Seandainya dikatakan:
“Ambil harta ini secara mudharabah dan tidak disebutkan
(ketika akad) bagian pengelola sedikitpun dari keuntungan,
maka keuntungan seluruhnya untuk pemilik modal dan
kerugian ditanggung pemilik modal sedangkan pengelola
modal mendapat gaji umumnya. Inilah pedapat Al Tsauri,
Al Syafi’I, Ishaad, abu Tsaur dan Ashhab Al Ra’i
(Hanafiah).
(3) Pengelola modal tidak berhak menerima keuntungan
sebelum menyerahkan kembali modal secara sempurna.
Berarti tidak seorang pun berhak mengambil bagian dan
keuntungan sampai modal diserahkan kepada pemilik
modal, apanila ada kerugian dan keuntungan maka kerugian
ditutupi dari keuntungan tersebut, baik kerugian dan
keuntungannya dalam satu kali atau kerugian dalam satu
perniagaan dan keuntungan yang lainnya atau yang satu
dalam satu perjalanan niaga dan yang lainnya dalam
perjalanan
lain.
Karena
makna
keuntungan
adalah
40
kelebihan dari modal dan yang tidak ada kelebihannya
maka buka keuntungan.
(4) Keuntungan tidak dibagikan selama akad masih berjalan
kecuali apabila kedua pihak saling ridha dan sepakat. Ibnu
Qudamah menyatakan: “Keuntungan jika tampak dalam
mudharabah, maka pengelola tidak boleh mengambil
sedikitpun darinya tanpa izin pemilik modal. Tidak dapat
dibagikan karena tiga hal:
(a) Keuntungan adalah cadangan modal, karena tidak bisa
dipastikan tidak ada kerugian yang dapat ditutupi
dengan keuntungan tersebut, sehingga berakhir hal itu
tidak menjadi keuntungan.
(b) Pemilik modal adalah mitra udaha pengelola sehingga
ia tidak memiliki hak membagi keuntungan tersebut
untuk dirinya.
(c) Keuntungan atas hal itu tidak tetap, karena mungkin
sekali keluar tangganya untuk menutupi kerugian.
Namun
apabila
pemilik
modal
mengijinkan
untuk
mengambil sebagiannya, maka diperbolehkan, karena hak tersebut
milik mereka berdua. Hak mendapatkan keuntungan tidak akan
diperoleh salah satu pihak sebelum dilalukan perhitungan akhir
terhadap usaha tersebut. Sesungguhnya hak kepemilikan masingmasing pihak terhadap keuntungan yang dibagikan adalah hak
41
yang
labil
dan
tisak
akan
bersikap
permanen
sebelum
diberakhirkannya perjanjian dan disaring seluruh bentuk usaha
bersama yang ada. Adapun sebelum itu, keuntungan yang
dibagikan itupun masih bersifat cadangan modal yang digunakan
untuk menutupi kerugian yang bisa saja terjadi kemudian sebelum
dilakukan perhitungan akhir.
c. Pelafalan perjanjian.
Shigah adalah ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak
pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shigah
ini terdiri dari ijab qabul. Transaksi mudharabah atau syarikat
dianggap sah dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan
maksudnya.
Sedangkan imam al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelaskan
bahwa rukun mudharabah adala lima, yaitu modal, jenis usaha,
keuntungan, pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi. Ini semua
ditinjau dari perinciannya dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun
di atas.
4. Berakhirnya Usaha Mudharabah
Mudharabah termasuk akad kerjasama yang dipernolehkan. Usaha
ini berakhir dengan pembatalan dari salah satu pihak. Karena tidak ada
syarat keberlangsungan terus menerus dalam transaksi usaha semacam ini.
42
Masing-masing pihak bisa membatalkan transaksi kappa saja dia
menghendaki. Transkasi mudharabah ini juga bisa berakhir dengan
meninggalnya salah satu piha traksaktor, atau karena ia gila atau idiot.
Imam Ibnu Qudamah (wafat tahun 620) menyatakan: “Al
Mudharabah termasuk jenis akad yang diperbolehkan. Ia juga berakhir
dengan pembatalan salah seorang dari kedua belah pihak –siapa saja-,
dengan kematian, gila atau dibatasik arena idiot; hal iti karena ia
beraktivitas pada harta orang lain dengan seijinnya, maka ia sperti weikel
dana tidak ada bedanya antara sebelum beraktivitas dan sesudahnya.
Sedangkan Imam Al Nawawi menyatakan: “Penghentian qiraadh boleh,
karena ia diawalnya adalah perwakilan setelah itu menjadi syarikat.
Apabila
terdapat
keuntungan
maka
masing-masing
boleh
memberhentikannya kapan suka dan tidak butuh kehadiran dan keridoan
mitranya. Apabila meninggal atau gila atau hilang akal maka berakhir
usaha tersebut. Imam Syafi’i menyatakan: “Kapan pemilik modal ingin
mengambil modalnya sebelum diusahakan dan sesudahnya dan kapan
pengelola ingin keluar dari qiraadh maka ia keluar darinya.
Apabila telah dihentikan dan harta (modal) utuh, namun tidak
memiliki keuntungan maka harta tersebut diambil pemilik modal. Apabila
terdapat keuntungan maka keduanya membagi keuntungan tersebut sesuau
dengan kesepakatan. Apabila berhenti dan harta berbentuk barang, lalu
keduanya sepakat menjualnya ataumembaginya maka diperbolehkan,
karena hak milik kedia belah pihak. Apabila pengelola minta menjualnya
43
sedang pemilik modal menolak dan tampak dalam usaha tersebut ada
keuntungan, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena hal
pengelola ada pada keuntungan dan tidak tampak kecuali dengan dijual.
Namun bila tidak tampak keuntungan maka pemilik modal tidak dipaksa.
Tampak sekali dari sini keadilan syariat islam yang sangat
memperhatikan keadaan dua belah pihak yang bertransaksi mudharabah.
sehingga seharusnya kembali memotivasi diri kita untuk belajar dan
mengetahui tat aturan syariat dalam muamalah sehari-hari.
G. Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.2
Penelitian Sebelumnya
No.
Peneliti
Judul
1.
Delvin
Hamongan
Pasaribu
2.
Muhammad Pengaruh Tingkat
Ghafur W
Bagi Hasil, Suku
Bunga dan
Pendapatan
terhadap Simapan
Mudharabah:
Studi Kasus Bank
Muamalat
Indonesia (BMI)
Tahun
Pengaruh Tingkat
2010
Suku Bunga dan
bagi Hasil terhadap
Deposito
Mudharabah: Studi
Kasus BPR
Syariah Puduarta
Insani Medan
2003
Hasil
Variabel tingkat bagi
hasil berbepangaruh
positif terhadap jumlah
deposito mudharabah,
variable tingkat suku
bunga SBI
berpengaruh negatif
terhadap jumlah
deposito mudharabah.
Varibel pendapatan
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap simpanan
mudharabah,
sedangkan variable
tingkat bagi hasil dan
tingkat suku bunga
tidak berpengaruh
secara signifikan.
44
3.
Jan Vilben
Harapan P
Pengaruh Tingkat
Suku Bunga dan
Pendapatan
Perkapita terhadap
Jumlah Dana
Deposito di
Kotamadya Medan
2009
Variable tingkat suku
bunga berpangaruh
postif terhadap jumlah
dana deposito, faktor
yang berpangaruh
dominan terhadap
jumlah dana deposito
adalah pendapatan
perkapita, pada tingkat
pendapatan perkapia
tinggim masyarakat
kota Meda akan lebih
terdotog untuk
meningkatkan jumlah
sana tabungan
(deposito)
4.
Siti
Marwati
Hanum
Pengaruh Tingkat
Bagi Hasil
terhadap
Perkembangan
Dana Mudharabah
pada PT Bank
Negara Indonesia
Tbk Divisi Usaha
Syariah
2008
Bagi hasil berpengaruh
terhadap dana
mudharabah secara
signifikan pada taraf
kepercayaan 95%.
5.
Indriani
Budinurani
Pengaruh Bagi
Hasil terhadap
Pertumbuhan Dana
Mudharabah Studi
Kasus pada PT
Bank Muamalat
Indonesia, Tbk.
2009
Bagi Hasil
berpengaruh secara
signifikan terhadap
pertumbuhan dana
deposito mudharabah,
dan mempunyai
hubungan yang positif
dan atau searah yang
artinya jika tingkat
bagi hasil meningkat
maka deposito
mudharabah juga
meningkat.
6.
Andhika
Try Yunita
Pengaruh Tingkat
2011
Bagi Hasil terhaap
Perkembangan
Dana Mudharabah
PT Bank Muamalat
Pengaruh
perkembangan tingkat
bagi hasil termhadap
perkembangan dana
mudharabah di Bank
Muamalat Indonesia
45
Indonesia
sejak akhir tahun
2002-2010 terus
meningkat sesuai
dengan bertambahnya
tingkat bagi hasil yang
diberikan Bank.
H. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori-teori tersebut diatas kerangka berpikir dalam
penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Nisbah Bagi Hasil, Tingkat Suku
Bunga, dan Pendapatan Domestik Bruto terhadapa Deposito Mudharabah
pada Perbankan Syariah di Indonesia” dapat disusun sebagai berikut:
Nisbah Bagi
Hasil
Tingkat Suku
Bunga
Pendapatan
Domestik Bruto
H1
H4
H2
H3
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
DEPOSITO
MUDHARABAH
Download