Bab 2 Teori Ensambel 2.1 Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu formalisme yang lebih umum yang dapat digunakan untuk menggambarkan sistem terisolasi dan jenis sistem yang lain, yaitu sistem tertutup dan terbuka. Dalam sebuah keadaan makro, sebuah sistem mungkin dapat terwujudkan oleh sejumlah besar keadaan mikro. Dalam sistem terisolasi, semua keadaan mikro tersebut berada pada permukaan energi dan kesemua keadaan mikro ini secara prinsip telah diasumsikan memiliki kebolehjadian yang sama. Jadi telah diasumsikan bahwa semua keadaan mikro pada permukaan energi dari suatu sistem terisolasi memiliki probabilitas yang sama. Asumsi ini adalah postulat dasar dari mekanika statistik. Untuk sistem yang tidak terisolasi, dapat saja terjadi bahwa keadaan-keadaan mikro dengan energi tertentu lebih besar atau lebih kecil probabilitas terwujudnya dibanding keadaan-keadaan mikro dengan energi yang lain. Sehingga keadaan mikro tidak lagi dianggap memiliki probabilitas yang sama, tetapi harus dikalikan dengan suatu fungsi bobot ρ(qi , pi ) yang bergantung pada energi keadaan tersebut. Jadi untuk setiap titik ruang fase (qi , pi ), terdapat suatu fungsi bobot ρ(qi , pi ) yang diinterpretasikan sebagai rapat probabilitas bagi sistem makro untuk mencapai keadaan titik ruang fase tersebut. Dalam teori ensambel diasumsikan bahwa semua kuantitas termodinamik dari suatu keadaan fisis dapat dituliskan sebagai rerata ensambel dari suatu besaran mikroskopik yang bersesuaian f (qi , pi ). Kita tidak hanya harus menentukan rapat ruang fase untuk suatu sistem yang tidak terisolasi, tetapi juga mencari fungsi f (qi , pi ) yang terkait dengan suatu besaran makroskopik tertentu. Untuk suatu sistem yang terisolasi, ρ akan lenyap diluar permukaan energi, dan akan bernilai konstan pada permukaan energi. Rapat probabilitas ρ disebut juga dengan rapat ruang fase, dan nilainya dipilih dinormalkan sama dengan 11 12 BAB 2. TEORI ENSAMBEL satu (sesuai interpretasinya sebagai probabilitas) sehingga Z d3N qd3N p ρ(qi , pi ) = 1 (2.1) Untuk sebarang observabel f (qi , pi ), secara umum kita dapat memperoleh nilai rerata < f > yang mana setiap keadaan mikro (qi , pi ) menyumbang sesuai dengan bobotnya ρ(qi , pi ) Z < f >= d3N q d3N p f (qi , pi )ρ(qi , pi ) (2.2) Karena setiap titik di ruang fase (qi , pi ) dapat diidentifikasikan dengan sebuah kopi dari sistem dengan keadaan mikroskopik tertentu, maka pers. (2.2) tidak lain adalah rerata meliputi suatu set kopi identik sistem semacam itu, atau meliputi seluruh anggota ensambel. Sehingga kuantitas < f > disebut sebagai rerata ensambel dari kuantitas f . Untuk sistem yang terisolasi, ρ diberikan oleh ρmk (qi , pi ) = 1 δ(E − H(qi , pi )) σ (2.3) Fungsi δ di atas menjamin bahwa semua titik yang tidak berada di permukaan energi dengan luas σ(E) memiliki bobot 0, sedangkan faktor σ adalah faktor penormalisir. Rapat ruang fase untuk suatu sistem teriosolasi terkait dengan suatu ensambel yang disebut sebagai ensambel mikrokanonik (dinotasikan dengan indek mk). Sistem lain tentu miliki rapat ruang fase yang berbeda, yang harus dihitung terlebih dahulu. Untuk perhitungan-perhitungan praktis, karena keberadaaan fungsi δ, persamaan (2.3) menjadi sangat menyulitkan. Untuk itu akan lebih mudah untuk menuliskannya sebagai ( konstan, E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E ρmk = (2.4) 0, selainnya Konstanta dalam persamaan di atas ditentukan dari normalisasi Z Z d3N q d3N p ρmk = konstanta d3N qd3N p = 1 (2.5) E≤H(qi ,pi )≤E+∆E Integral ini, secara pendekatan tidak lain adalah pers. (1.23), sehingga konstanta = (Ω(E, V, N )h3N )−1 (2.6) Karena faktor h3N seringkali muncul, mulai sekarang faktor ini akan diikutsertakan dalam definisi dari elemen volume ruang fase. Sehingga sekarang berlaku Z 1 d3N qd3N p ρ(qi , pi ) = 1 (2.7) h3N 2.2. HIPOTESA ERGODIK dan 13 Z < f >= d3N qd3N p ρ(qi , pi )f (qi , pi ) (2.8) Definisi semacam ini lebih baik, karena sekarang rapat ruang fase adalah suatu besaran yang tak berdimensi. Rapat ruang fase untuk ensambel mikrokanonik yang ternormalisir (tanpa koreksi Gibbs) menjadi ( 1 , E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E (2.9) ρmk = Ω 0, selainnya 2.2 Hipotesa Ergodik Dalam bagian ini akan ditinjau lebih dalam mengenai konsep rerata ensambel. Sampai saat ini, kita telah mulai dari suatu asumsi dasar yang tidak dapat langsung dijabarkan dari mekanika klasik. Padahal di sisi lain, penyelesaian persamaan gerak Hamiltonan dari suatu sistem (qi (t), pi (t)) sebagai fungsi waktu, seharusnya menentukan secara unik semua observabel yang mungkin untuk sistem. Akan tetapi ketergantungan waktu dari lintasan ruang fase, tidaklah begitu penting dalam konsep rerata ensambel. Sebaliknya kita hanya perlu mengkaitkan suatu probabilitas untuk setiap titik ruang fase (qi , pi ). Dalam keadaan setimbang termal, semua besaran termodinamik tidak gayut terhadap waktu. Sehingga secara prinsip, kuantitas-kuantitas termodinamik ini dapat dihitung sebagai rerata waktu dari lintasan ruang fase, yaitu Z T f¯ = lim dtf (qi (t), pi (t)) (2.10) T →∞ o ketergantungan waktu dari (qi (t), pi (t)) ditentukan oleh persamaan gerak Hamilton. Rerata waktu sepanjang lintasan ruang fase bukan merupakan hal yang esensial, sebab untuk menghitungnya solusi lengkap dari persamaan gerak harus diketahui. Akan tetapi, secara prinsip penting. Yaitu, bila seseorang dapat membuktikan secara matematis bahwa rerata waktu secara esensial mengarah kepada hasil yang sama denga rerata ensambel, maka asumsi dasar mekanika statistik dapat memiliki landasan pemikiran dasar secara mikroskopis. Rerata waktu f¯ dan rerata ensambel < f > untuk sistem yang terisolasi dengan nilai energi tertentu, akan bernilai sama bila setiap titik di permukaan energi dilewati dengan jumlah yang sama oleh lintasan ruang fase. Kondisi ini, yang diperkenalkan oleh Boltzman di tahun 1871, disebut dengan hipotesa ergodik. Dalam kasus ini, rerata terhadap waktu akan dengan tepat sama dengan rerata terhadap semua titik di permukaan energi, dan dapat dibenarkan untuk menganggap setiap titik di permukaan energi memiliki bobot yang sama. Sebagai contoh adalah sistem osilator harmonis satu dimensi. Untuk setiap periodenya setiap titik di permukaan energi akan dilewati satu kali. Sayangnya untuk sistem berdimensi tinggi, dengan permukaan energi berdimensi tinggi, dapat dibuktikan secara matematis bahwa lintasan ruang fase secara prinsip tidak akan dapat melintasi semua titik di permukaan energi. Alasan untuk ini 14 BAB 2. TEORI ENSAMBEL adalah karena persamaan gerak Hamilton selalu memiliki suatu penyelesaian unik, sehingga lintasan ruang fase tidak akan pernah melintasi dirinya sendiri, sedangkan di sisi lain tidak akan mungkin memetakan secara bijektif (secara satu - satu) interval (lintasan) satu dimensi ke permukaan berdimensi tinggi. Walaupun begitu untuk membuktikan kesamaan antara rerata waktu dan rerata ensambel, tidak perlu semua titik terlewati oleh lintasan ruang fase. Cukup bila lintasan ruang waktu dapat lewat cukup dekat sekali dengan setiap titik ruang fase. Asumsi ini disebut sebagai hipotesis kuasi ergodic. Sayangnya sampai saat ini semua usaha untuk mendasarkan ensambel teori pada mekanika klasik telah gagal, sehingga asumsi-asumsi fisika statistik harus kita tetapkan secara aksiomatik (diterima sebagai suatu kebenaran). 2.3 Teorema Lioville Dalam bagian ini kita akan meninjau dinamika dari rapat ruang fase, yang terrangkum dalam teorema Lioville. Rerata ensambel untuk sebuah sistem yang setimbang termodinamik harus independen terhadap waktu, maka rapat ruang fase tidak boleh secara eksplisit bergantung pada waktu. Ensambel seperti ini (∂ρ/∂t = 0) disebut sebagai ensambel yang stasioner. Akan tetapi konsep ruang fase dapat juga digunakan untuk mendeskripsikan proses dinamik. Untuk itu kita membolehkan ketergatungan waktu secara eksplisit pada rapat ruang fase ρ(qi , pi , t), walau untuk termodinamika kita hanya membutuhkan ensambel yang tak tergantung pada waktu. Bila suatu saat t0 suatu sistem berada pada suatu keadaan mikro (qi , pi ), maka dengan berjalannya waktu sistem ini akan berevolusi ke keadaan mikro yang lain (qi (t), pi (t)). Sepanjang lintasan ruang fase, rapat ruang fasenya berubah dengan waktu. Perubahannya dapat secara umum dituliskan sesuai pers. (1.4) ∂ d ρ(qi (t), pi (t), t) = ρ(qi (t), pi (t), t) + {ρ, H} (2.11) dt ∂t Tinjau suatu volume ruang fase ω. Setiap titik ruang fase dari volume ini akan menjadi titik awal dari lintasan ruang fase. Dengan berjalannya waktu, semua sistem akan bergerak ke titik-titik ruang fase yang berbeda, memetakan seluruh volume ω pada saat t ke volume ω 0 pada saat t0 . Dalam proses ini, tidak ada titik yang hilang dan tidak ada titik yang terbentuk (karena keadaan mikro sistem tidak mungkin tiba-tiba hilang atau tiba-tiba terbentuk). Sehingga proses pemetaan ini dapat diinterpretasikan sebagai aliran dari suatu ‘fluida’ yang tak termampatkan. Kelajuan sistem ‘mengalir keluar’ dari suatu volume berhingga ω diberikan oleh fluks yang melalui permukaan pembatas volume ∂ ∂t Z Z dωρ = − ω ρ (~v · ~n)dσ σ (2.12) 2.4. ENSAMBEL MIKROKANONIK 15 dengan ~v adalah kecepatan ‘fluida’, yang diberikan oleh vektor (q˙i , p˙i ). Menurut hukum Gauss, pers. (2.12) dapat ditulis sebagai Z ∂ dω ρ + ∇ · (ρ~v ) = 0 (2.13) ∂t ω Di mana divergensi di atas adalah ∇ · (ρ~v ) = 3N X ∂ ∂ (ρq˙i + (ρp˙i ) ∂qi ∂pi i=1 (2.14) Sehingga sepanjang lintasan ruang fase, persamaan kontinuitas berlaku ∂ρ + ∇ · (ρ~v ) = 0 ∂t (2.15) Di sisi lain, dari pers. (1.1), dengan menggunakan persamaan gerak Hamiltonan, kita dapatkan P3N ∂ρ ∂ q˙i ∂ρ ∂ p˙i ∇ · (ρ~v ) = (2.16) i=1 ∂qi q˙i + ∂pi p˙i + ρ ∂qi + ∂pi P3N P3N ∂ρ ∂H ∂ρ ∂H ∂2H ∂2H (2.17) = i=1 ∂qi ∂pi − ∂pi ∂qi i=1 ∂qi ∂pi − ∂pi ∂qi + atau ∇ · (ρ~v ) = {ρ, H} (2.18) karena suku terakhir pada pers. (2.16) lenyap. Sehingga kita dapatkan ∂ρ dρ = + {ρ, H} = 0 dt ∂t (2.19) Derivatif waktu total dari rapat ruang fase lenyap sepanjang lintasan ruang fase. Inilah teorema Lioville (1838). Untuk ensambel stasioner, yang tidak bergantung secara eksplisit terhadap waktu (∂ρ/∂t = 0), sehingga diperoleh 3N X ∂ρ ∂H ∂ρ ∂H {ρ, H} = − =0 ∂qi ∂pi ∂pi ∂qi i=1 (2.20) Seperti yang kita ketahui dari mekanika klasik, ini berarti bahwa ρ adalah konstanta gerak dan hanya bergantung pada kuantitas yang kekal. Sebagai contoh dapat ditunjukkan bahwa rapat ruang fase yang berupa fungsi dari Hamiltonan, ρ(H(qi , pi )), akan memenuhi pers. (2.20). 2.4 Ensambel mikrokanonik Dalam bagian ini kita akan membuktikan bahwa untuk sistem yang terisolasi, rapat ruang fase yang konstan pada permukaan energi adalah yang paling terbolehjadi untuk sistem tersebut. Metode yang kita gunakan nantinya juga akan berguna untuk menjabarkan rapat probabilitas sistem lainnya. 16 BAB 2. TEORI ENSAMBEL Kita tinjau N kopi identik dari sebuah sistem terisolasi (sebuah ensambel), yang masing-masingnya dengan kuantitas makroskopik keadaan (E, V, N ). Perhatikan perbedaan antara N dengan jumlah partikel N dalam sistem. Setiap sistem dari N adalah suatu sistem pada saat tertentu dan berada dalam keadaaan mikro tertentu (qi , pi ). Secara umum keadaan mikro ini berbeda satu sama lain, tetapi kesemuanya berada pada permukaan energi. Sekarang permukaan energi kita bagi kedalam elemen-elemen permukaan dengan luas yang sama, ∆σi , yang kita beri nomer. Setiap elemen permukaan ini mengandung sejumlah ni sistem (sub ensambel). Bila kita memilih elemen permukaannya cukup kecil, maka setiap elemen terkait dengan satu keadaan mikro. Tinjau suatu ∆σi , yang mengandung ni buah keadaan mikro (sistem). Untuk keseluruh tentunya terpenuhi N = X ni (2.21) i Jumlah sistem ni dalam suatu elemen permukaan tertentu ∆σi terkait dengan bobot keadaan mikro tersebut dalam ensambel. Kuantitas ni /N dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas suatu keadaan mikro i di ∆σi . Probabilitas pi = ni /N terkait dengan ρ(qi , pi )d3N qd3N p dalam formulasi kontinu. Distribusi tertentu {n1 , n2 , . . . } dari N sistem di elemen-elemen permukaan dapat dicapai melalu beberapa cara yang berbeda. Bila kita melabeli N sistem, misalkan untuk N = 5 dengan 4 elemen permukaan, dengan n1 = 2, n2 = 2, n3 = 1 dan n4 = 0, maka ada banyak kemungkinan konfigurasi yang beda, sebagiannya sebagai berikut n1 = 2 1,2 1,3 2,5 n2 = 2 3,4 2,5 1,4 n3 = 1 5 4 3 n4 = 0 Penghitungan total jumlah konfigurasi untuk suatu distribusi tertentu {ni } hanyalah masalah kombinatorial. Ada N ! beda cara untuk melabeli sistemsistem yang ada, tetapi untuk setiap cara ada ni ! pertukaran di setiap sel ruang fase yang tidak memberi kasus yang berbeda, seperti misalnya di atas, bila sistem berlabel 1 dan 2 di sel nomer 1 dipertukarkan, jelas tidak ada perubahan. Sehingga total jumlah konfigurasi w{ni } untuk menghasilkan suatu distribusi tertentu {ni } diberikan oleh N! w{ni } = Q i ni ! (2.22) Sekarang kita akan mencari probabilitas Wtot {ni } untuk mendapatkan suatu distribusi {ni } pada elemen permukaan σi . Misalkan ωi dalah probabilitas mendapatkan sebuah sistem ada pada elemen permukaan ∆σi , maka probabilitas untuk mendapatkan ni buah sistem di ∆σi adalah (ωi )ni , karena sistem 2.4. ENSAMBEL MIKROKANONIK 17 dalam ensambel independen secara statistik satu dari yang lainnya. Sehingga Wtot {ni } = N ! Y (ωi )ni i ni ! (2.23) Untuk mendapatkan distribusi yang paling besar kemungkinannya untuk terwujud {ni }∗ dari N sistem, maka kita harus menentukan nilai maksimum dari pers. (2.23). Bentuk pers. (2.23) kurang menguntungkan, sehingga tidak begitu mudah untuk mencari nilai maksimumnya. Untuk itu kita akan mencari maksimum dari ln Wtot {ni } yang secara prinsip sama dengan maksimum dari Wtot {ni }. Untuk N → ∞, semua ni → ∞, sehingga semua faktor pada logaritma pada pers. (2.23) dapat didekati dengan pendekatan Stirling ln n! ≈ n ln n − n. P ln Wtot = ln N + i (ni ln ωi − ln ni !) P = N ln N − N + i (ln ni − ln ωi − (ni ln ni − ni )) (2.24) Untuk memaksimalkannya maka total diferensialnya harus lenyap, sehingga X d ln Wtot = − (ln ni − ln ωi )dni = 0 (2.25) i akan tetapi karena {ni } terkait satu dengan yang lain melalui pers. (2.21), maka kita harus menggunakan metode pengali Lagrange, dengan menambahkan differensial dari pers. (2.21) X λdN = λ dni = 0 (2.26) i sehingga, setelah digabung dengan pers. (2.25), menghasilkan syarat X (ln ni − ln ωi − λ)dni = 0 (2.27) i sebagai kondisi untuk memaksimalkan ln Wtot . Karena sekarang dni sudah saling independen, maka untuk setiap koefisiennya kita dapatkan syarat ln ni = λ + ln ωi (2.28) ni = ωi eλ = konstan (2.29) atau berarti Persamaan (2.29) menunjukkan bahwa jumlah sistem ni dalam suatu elemen permukaan ∆σi sebanding dengan probabilitas ωi , sehingga sebanding dengan probabilitas mendapatkan sebuah sistem dalam ∆σi . Salah satu asumsi dasar dari fisika statistik adalah bahwa semua keadaan mikro (semua titik dalam ruang fase) secara prinsip adalah sama sehingga, terlepas dari raat ruang fase yang telah menampung probabilitas keterwujudannya, 18 BAB 2. TEORI ENSAMBEL setiap titik harus memiliki probabilitas ωi yang sama. Jadi ωi sebanding dengan elemen permukaan ∆σi . Ini berarti probabilitas ωi untuk mendapatakan sebuah sistem di elemen permukaan i sebanding dengan ukuran ∆σi . Bila semua elemen permukaan dipilih dengan ukuran luas yang sama, dan amat kecil, maka jumlah sistem ni harus sama di semua elemen permukaan. Jadi telah terbuktikan bahwa untuk ensambel mikrokanonik, rapat ruang fase yang konstan pada permukaan energi adalah kemungkinan yang paling besar. 2.5 Entropi sebagai rerata ensambel Kita belum menentukan fungsi f (qi , pi ) yang mana yang harus dipilih untuk menghitung kuantitas termodinamik tertentu sebagai rerata ensambel. Untuk ensambel mikrokanonik, dapat ditunjukkan bahwa hubungan antara termodinamik dan ensambel, diberikan lewat entropi. Pertama-tama, rapat ruang fase mikrokanonik diberikan oleh ( 1 E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E (2.30) ρmc = Ω 0 selainnya kita juga ingat bahwa entropi diberikan oleh S(E, V, N ) = k ln Ω(E, V, N ). Sehingga secara formal dapat ditulis Z 1 S(E, V, N ) = 3N d3N q d3N p ρmc (qi , pi )(−k ln ρmc (qi , pi )) h Untuk membuktikannya, masukkan pers. (2.30) ke dalam pers. (2.32) Z 1 1 1 d3N q d3N p (−k ln ) S(E, V, N ) = 3N h Ω Ω E≤H(qi ,pi )≤E+∆E karena integrannya konstan maka Z 1 1 S(E, V, N ) = k ln Ω 3N d3N q d3N p = k ln Ω Ω h E≤H(qi ,pi )≤E+∆E (2.31) (2.32) (2.33) (2.34) Sehingga dapat dituliskan S =< −k ln ρ > (2.35) Jadi entropi adalah rerata ensambel dari logaritma rapat ruang fase. 2.6 Ensambel Kanonik Berikutnya kita akan mencari rapat ruang fase untuk sebuah sistem yang berada dalam kesetimbangan termal dengan lingkungannya pada termperatur tertentu 2.6. ENSAMBEL KANONIK 19 T , tetapi jumlah partikel (obyek) dalam sistem tidak berubah (sistem tertutup). Kita akan menggunakan teori ensambel yang telah dijabarkan di atas. Untuk sistem tertutup, energi sistem Ei tidak konstan sehingga setiap titik ruang fase dapat merupakan keadaan mikro yang mungkin bagi sistem. Ensambel yang terkait dengan sistem tertutup disebut sebagai ensambel kanonik. Dalam penjabaran di bawah ini, akan digunakan hasil-hasil yang telah diperoleh pada kasus ensambel mikrokanonik . Pertama-tama, seluruh ruang fase kita bagi menjadi sel-sel yang sama ukurannya ∆ωi . Bila sel ini cukup kecil, maka masing-masing akan terkait dengan satu keadaan mikro i. Kita tinjau N kopi identik dari sebuah sistem tertutup, yang masing-masingnya memiliki besaran makroskopik keadaan (T, V, N ) yang sama. Setiap sistem dari N sistem pada saat tertentu, berada dalam keadaaan mikro tertentu (qi , pi ). Misalkan setiap elemen sel ∆ωi mengandung sejumlah ni sistem. Keseluruhannya memenuhi X N = ni (2.36) i Kuantitas pi = ni /N dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas munculnya suatu keadaan mikro i dari keseluruhan N kopi sistem. Dalam keadaan setimbang termodinamis, walau energi sistem tidak tetap, akan ada nilai rerata energi yang kita simbolkan dengan U dan nantinya diidentifikasikan sebagai energi dalam sistem. Jadi U adalah rerata statistik dari semua nilai energi yang mungkin, sehingga X U =< Ei >= pi E i (2.37) i atau dengan pi = ni /N , dapat ditulis NU = X n i Ei (2.38) i Jadi selain pers. (2.36), pers. (2.38) adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam ensambel kanonik. Hasil yang kita peroleh ketika menjabarkan ensambel mikrokanonik dapat kita gunakan di sini, hanya saja kalau dalam ensambel mikrokanonik kita memakai elemen permukaan, di sini kita memakai elemen sel ruang fase dalam seluruh ruang fasenya. Total jumlah cara W {ni } untuk menghasilkan suatu distribusi tertentu {ni } diberikan oleh Y (ωi )ni (2.39) Wtot {ni } = N ! ni ! i dengan ωi adalah probabilitas mendapatkan satu keadaan mikro di dalam sel elemen ∆ωi . Untuk mendapatkan distribusi yang paling besar kemungkinannya {ni }∗ dari N sistem, kita harus menentukan nilai maksimum dari pers. (2.39), dengan persyaratan dari pers. (2.36) dan pers. (2.38). Kita akan mencari maksimum dari ln Wtot {ni } yang sama dengan maksimum dari Wtot {ni }. 20 BAB 2. TEORI ENSAMBEL Untuk N → ∞, semua ni → ∞, sehingga semua faktor dapat didekati dengan pendekatan Stirling. X ln W {ni } = N ln N − N + ((ni ln ni − ni ) − ni ln ωi ) (2.40) i Untuk memaksimalkannya, maka total diferensialnya harus lenyap, sehingga X d ln W {ni } = − (ln ni − ln ωi )dni = 0 (2.41) i akan tetapi karena {ni } terkait satu dengan yang lain melalui pers. (2.36) dan (2.38), maka harus kita gunakan metode pengali Lagrange, dengan menambahkan differensial dari pers. (2.36) dan (2.38) dikali suatu konstanta sembarang X λ dni = 0 (2.42) i −β X Ei dni = 0 (2.43) i sehingga, setelah digabung dengan pers. (2.41), menghasilkan syarat X (ln ni − ln ωi − λ + βEi )dni = 0 (2.44) i sebagai kondisi untuk memaksimalkan ln Wtot . Karena sekarang dni sudah saling independen, maka untuk setiap koefisiennya kita dapatkan syarat ln ni = λ + ln ωi − βEi (2.45) ni = ωi eλ e−βEi (2.46) atau berarti dengan memakai fakta bahwa probabilitas ωi untuk sel ruang fase yang sama ukurannya, akan bernilai sama, maka diperoleh exp − βEi ni =P (2.47) pi = N i exp − βEi Kuantitas yang ada dalam penyebut persamaan di atas didefinisikan sebagai fungsi partisi kanonik, yaitu X Z≡ exp − βEi (2.48) i Untuk menentukan faktor β, kita gunakan konsep dalam ensambel mikrokanonik yang dianggap juga berlaku pada sembarang ensambel, yaitu entropi sebagai rerata ensambel adalah S =< −k ln ρ > Z 1 S =< −k ln ρc >= 3N d3N q d3N p ρc (qi , pi )(−k ln ρc (qi , pi )) (2.49) h 2.6. ENSAMBEL KANONIK 21 sebelum melanjutkan, bentuk perumusan dalam energi diskrit di pers. (2.47) dan (2.48), dituliskan dalam bentuk spektrum energi kontinu Z 1 d3N q d3N p exp(−βH(qi , pi )) (2.50) Z = 3N h dan exp(−βH(qi , pi )) Z Sedangkan entropi dapat ditulis sebagai Z 1 d3N q d3N p ρc (qi , pi )[kβH(qi , pi ) + k ln Z] S = 3N h ρc (qi , pi ) = (2.51) (2.52) Suku pertama dalam kurung siku menyumbang rerata energi, yaitu karena U =< H >. Sedangkan suku kedua tidak bergantung pada titik ruang fase, sehingga dapat ditulis S = kβU + k ln Z (2.53) Dengan menggunakan ∂S/∂U = 1/T , kita dapatkan Karena ∂S ∂β ∂ 1 = = kU + kβ + (k ln Z) T ∂U ∂U ∂U (2.54) ∂β ∂ k X ∂β (k ln Z) = = −kU − Ei exp(−βEi ) ∂U Z ∂U ∂U i (2.55) sehingga pers. (2.54) menjadi 1 ∂S = = kβ ∂U T (2.56) sehingga diperoleh β = 1/kT . Pers. (2.53) di atas mempunyai makna yang terkait dengan termodinamika. Bila kita masukkan nilai β di atas, akan diperoleh U − T S = −kT ln Z (2.57) Sedangkan dari termodinamika kita ketahui bahwa energi bebas dari sebuah sistem F = U − T S. Sehingga kita dapatkan hubungan F (T, V, N ) = −kT ln Z(T, V, N ) (2.58) Jadi fungsi partisi Z dan energi bebas F adalah penghubung antara ensambel kanonik dengan termodinamik. Dalam penghitungan Z untuk suatu energi tertentu, semua keadaan di permukaan energi memiliki probabilitas yang sama, tetapi sekarang ada banyak permukaan energi yang berbeda dengan probabilitas sebanding dengan e−βE . Kuantitas e−βE disebut juga dengan faktor Boltzmann. Seperti halnya rapat ruang fase mikrokanonik, rapat ruang fase kanonik juga hanya bergantung pada H(qi , pi ), hal ini sesuai dengan teorema Liouville. 22 2.7 BAB 2. TEORI ENSAMBEL Ensambel Makrokanonik Dalam bagian ini kita akan menjabarkan rapat ruang fase untuk sistem terbuka, sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan termal dengan lingkungan pada suatu suhu tertentu T , dan berada dalam keadaan kesetimbangan jumlah partikel, dengan potensial kimia tertentu µ. Tinjau suatu ensambel terdiri dari N kopi sistem dengan keadaan makro yang identik, yaitu pada T , V dan µ tertentu. Masing-masing sistem ini memiliki sejumlah partikel N (untuk semua kemungkinan nilainya) dan berada pada titik ruang fase tertentu. Semua ruang fase untuk setiap N = 1, 2, . . . kemudian dibagi menjadi sel-sel yang sama besarnya ∆ωi,N yang dilabeli dengan i dan N . Indeks i, N menunjukkan sel ruang fase i dalam ruang fase dengan jumlah partikel tertentu N . Di dalam setiap sel ruang fase ini akan terdapat sejumlah ni,N kopi sistem, dan kita akan mencari distribusi yang paling terbolehjadi {ni,N ∗} bagi keseluruhan ensambel. Distribusi ni,N ini harus memenuhi tiga kondisi. Pertama total jumlah N tetap X ni,N = N (2.59) i,N Kedua, untuk nilai termperatur tertentu, terdapat energi rerata X ni,N Ei = N < Ei >= N U (2.60) i,N Kedua kondisi di atas mirip dengan kondisi untuk ensambel kanonik. Kondisi ketiga terkait dengan sistem terbuka yaitu jumlah partikel dalam sistem tidak tetap, tetapi dalam keadaan setimbang termodinamik akan terdapat nilai rerata jumlah partikel tertentu < N > X ni,N N = N N (2.61) i,N Hasil yang kita peroleh ketika menjabarkan ensambel kanonik dan mikrokanonik, dapat kita gunakan untuk mendapatkan distribusi untuk kasus makrokanonik. Jadi dengan logika yang sama, akan kita dapatkan bahwa total probabilitas untuk suatu distribusi diberikan oleh W {ni,N } = N ! Y (ωi,N )ni ,N i,N ni,N ! (2.62) hanya saja sekarang sel-sel ruang fase dilabeli dengan dua indeks, dan ωi,N adalah probabilitas mendapatkan satu keadaan mikro di dalam sel ∆ωi,N . Untuk mendapatkan distribusi yang paling terbolehjadi, dicari nilai ekstrim dari logaritma pers. (2.62), X ln W {ni,N } = N ln N − N − [(ni,n ln ni,N ) − ni,N ln ωi,N ] (2.63) i,N 2.7. ENSAMBEL MAKROKANONIK 23 yaitu X d ln W {ni,N } = − [ln ni,N − ln ωi,N ]dni,N = 0. (2.64) i,N Karena ni,N saling terkait dengan pers. (2.59) - (2.61), maka dipakai metode pengali Lagrange, dengan pengali Lagrangenya λ, −β, dan α X λ dni,N = 0 (2.65) i,N X −β Ei dni,N = 0 (2.66) N dni,N = 0 (2.67) i,N α X i,N Bila keseluruhanya dijumlah, diperoleh X ln ni,N − ln ωi,N − λ + βE− αN ]dni,N = 0 (2.68) i,N Sekarang semua dni,N saling independen, sehingga koefisien dalam kurung siku di atas harus lenyap. Sehingga diperoleh kondisi untuk distribusi yang paling terbolehjadi sebagai berikut n∗i,N = ωi,N eλ exp[−βEi + αN ] (2.69) Nilai eλ ditentukan melalui (2.59), sedangkan probabilitas ωi,N untuk sel ruang fase yang seukuran dianggap sama. Sehingga dari pers. (2.59) diperoleh pi,N = n∗i,N exp(−βEi + αN ) =P , N i,N exp(−βEi + αN ) (2.70) yang diinterpretasikan sebagai probabilitas ruang fase. Untuk kasus dengan spektrum energi kontinu, persamaan ini menjadi rapat ruang fase makrokanonik ρM k (N, qi , pi ) = P∞ 1 N =1 h3N R exp(−βH(qi , pi ) + αN ) d3N qd3N p exp[−β(H(qi , pi ) − µN ) (2.71) Analog dengan kasus ensambel kanonik, bagian penyebut persamaan di atas didefinisikan sebagai fungsi partisi makrokanonik Z ∞ X 1 Z= d3N qd3N p exp[−β(H(qi , pi ) − µN )] (2.72) h3N N =1 Nilai β dan α dapat ditentukan melalui formulasi entropi sebagai rerata ensambel dari logaritma rapat ruang fase S =< −k ln ρ >. Dari pers. (2.71), kita peroleh Z ∞ X 1 d3N qd3N p ρM k [k ln Z + kβH(qi , pi ) − kαN ] (2.73) S(β, V, α) = h3N N =1 24 BAB 2. TEORI ENSAMBEL Suku pertama dalam kurung segi di atas tidak bergantung pada titik di ruang fase, dan juga tidak bergantung pada jumlah partikel, sehingga bisa ditarik keluar dari integral ruang fase dan penjumlahan jumlah partikel, dan yang tersisa adalah integral normalisasi. Suku kedua dalam kurung persegi tidak lain adalah rerata dari energi, sedangkan suku terakhir adalah rerata jumlah partikel. Sehingga kita peroleh S(β, V, α) = k ln Z(β, V, α) + kβU − kα < N > (2.74) Perlu diperhatikan bahwa karena pers. (2.60), β dapat merupakan fungsi dari U dan α, demikian pula karena pers. (2.61), α dapat merupakan fungsi dari < N > dan β. Sehingga derivatif dari S terhadap U menghasilkan ∂β ∂ ∂β ∂S = k ln Z(β, V, α) + k U + kβ (2.75) ∂U ∂U ∂β ∂U Dengan memakai ∂ ln Z ∂β = −kU , maka 1 ∂S = = kβ ∂U T sehingga β = 1/kT . Derivatif S terhadap jumlah partikel menghasilkan ∂α ∂ ∂α ∂S = k ln Z(β, V, α) − k < N > −kα ∂<N > ∂ < N > ∂α ∂<N > Dengan memakai ∂k ln Z ∂α (2.76) (2.77) = k < N >, maka µ ∂S = = −kα (2.78) ∂<N > T sehingga α = µ/kT . Bila hasil untuk β dan α kita kembalikan ke pers. (2.74), dan menyusun ulang hasilnya agar sesuai dengan bentuk yang dikenal dalam termodinamika, akan kita peroleh U − T S − µ < N >= −kT ln Z(T, V, µ) (2.79) Sisi kiri persamaan di atas tidak lain adalah potensial makrokanonik dalam termodinamika φ. Sehingga kita dapat menghitung φ dari fungsi partisi makrokanonik dengan menggunakan formulasi φ(T, V, µ) = −kT ln Z(T, V, µ) (2.80) Jadi penghubung antara mekanika statistik dengan termodinamika untuk ensambel makrokanonik adalah fungsi partisi makrokanonik, melalui potensial makrokanonik φ. Perumusan untuk fungsi partisi makrokanonik di pers. (2.72) di atas adalah untuk sistem partikel yang terbedakan. Untuk sistem partikel tak terbedakan, seperti pada kedua ensambel lainnya, kita harus menambahkan faktor koreksi Gibbs 1/N !, sehingga fungsi partisinya menjadi Z ∞ X 1 Z(T, V, µ) = d3N qd3N p exp[−β(H(qi , pi ) − µN )] (2.81) N !h3N N =1