Teori Ensambel

advertisement
Bab 2
Teori Ensambel
2.1
Rapat Ruang Fase
Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu
sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu formalisme yang lebih umum yang dapat digunakan untuk menggambarkan sistem terisolasi dan jenis sistem yang lain, yaitu sistem tertutup dan terbuka. Dalam sebuah keadaan makro, sebuah sistem mungkin dapat terwujudkan oleh sejumlah besar keadaan mikro. Dalam sistem terisolasi, semua keadaan
mikro tersebut berada pada permukaan energi dan kesemua keadaan mikro ini
secara prinsip telah diasumsikan memiliki kebolehjadian yang sama. Jadi telah
diasumsikan bahwa semua keadaan mikro pada permukaan energi dari suatu
sistem terisolasi memiliki probabilitas yang sama. Asumsi ini adalah postulat
dasar dari mekanika statistik. Untuk sistem yang tidak terisolasi, dapat saja
terjadi bahwa keadaan-keadaan mikro dengan energi tertentu lebih besar atau
lebih kecil probabilitas terwujudnya dibanding keadaan-keadaan mikro dengan
energi yang lain. Sehingga keadaan mikro tidak lagi dianggap memiliki probabilitas yang sama, tetapi harus dikalikan dengan suatu fungsi bobot ρ(qi , pi )
yang bergantung pada energi keadaan tersebut. Jadi untuk setiap titik ruang
fase (qi , pi ), terdapat suatu fungsi bobot ρ(qi , pi ) yang diinterpretasikan sebagai
rapat probabilitas bagi sistem makro untuk mencapai keadaan titik ruang fase
tersebut. Dalam teori ensambel diasumsikan bahwa semua kuantitas termodinamik dari suatu keadaan fisis dapat dituliskan sebagai rerata ensambel dari
suatu besaran mikroskopik yang bersesuaian f (qi , pi ). Kita tidak hanya harus
menentukan rapat ruang fase untuk suatu sistem yang tidak terisolasi, tetapi
juga mencari fungsi f (qi , pi ) yang terkait dengan suatu besaran makroskopik
tertentu.
Untuk suatu sistem yang terisolasi, ρ akan lenyap diluar permukaan energi,
dan akan bernilai konstan pada permukaan energi. Rapat probabilitas ρ disebut
juga dengan rapat ruang fase, dan nilainya dipilih dinormalkan sama dengan
11
12
BAB 2. TEORI ENSAMBEL
satu (sesuai interpretasinya sebagai probabilitas) sehingga
Z
d3N qd3N p ρ(qi , pi ) = 1
(2.1)
Untuk sebarang observabel f (qi , pi ), secara umum kita dapat memperoleh nilai
rerata < f > yang mana setiap keadaan mikro (qi , pi ) menyumbang sesuai
dengan bobotnya ρ(qi , pi )
Z
< f >= d3N q d3N p f (qi , pi )ρ(qi , pi )
(2.2)
Karena setiap titik di ruang fase (qi , pi ) dapat diidentifikasikan dengan sebuah kopi dari sistem dengan keadaan mikroskopik tertentu, maka pers. (2.2)
tidak lain adalah rerata meliputi suatu set kopi identik sistem semacam itu, atau
meliputi seluruh anggota ensambel. Sehingga kuantitas < f > disebut sebagai
rerata ensambel dari kuantitas f . Untuk sistem yang terisolasi, ρ diberikan oleh
ρmk (qi , pi ) =
1
δ(E − H(qi , pi ))
σ
(2.3)
Fungsi δ di atas menjamin bahwa semua titik yang tidak berada di permukaan
energi dengan luas σ(E) memiliki bobot 0, sedangkan faktor σ adalah faktor
penormalisir. Rapat ruang fase untuk suatu sistem teriosolasi terkait dengan
suatu ensambel yang disebut sebagai ensambel mikrokanonik (dinotasikan dengan indek mk). Sistem lain tentu miliki rapat ruang fase yang berbeda, yang
harus dihitung terlebih dahulu.
Untuk perhitungan-perhitungan praktis, karena keberadaaan fungsi δ, persamaan (2.3) menjadi sangat menyulitkan. Untuk itu akan lebih mudah untuk
menuliskannya sebagai
(
konstan, E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E
ρmk =
(2.4)
0,
selainnya
Konstanta dalam persamaan di atas ditentukan dari normalisasi
Z
Z
d3N q d3N p ρmk = konstanta
d3N qd3N p = 1
(2.5)
E≤H(qi ,pi )≤E+∆E
Integral ini, secara pendekatan tidak lain adalah pers. (1.23), sehingga
konstanta = (Ω(E, V, N )h3N )−1
(2.6)
Karena faktor h3N seringkali muncul, mulai sekarang faktor ini akan diikutsertakan dalam definisi dari elemen volume ruang fase. Sehingga sekarang berlaku
Z
1
d3N qd3N p ρ(qi , pi ) = 1
(2.7)
h3N
2.2. HIPOTESA ERGODIK
dan
13
Z
< f >=
d3N qd3N p ρ(qi , pi )f (qi , pi )
(2.8)
Definisi semacam ini lebih baik, karena sekarang rapat ruang fase adalah suatu
besaran yang tak berdimensi. Rapat ruang fase untuk ensambel mikrokanonik
yang ternormalisir (tanpa koreksi Gibbs) menjadi
(
1
, E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E
(2.9)
ρmk = Ω
0, selainnya
2.2
Hipotesa Ergodik
Dalam bagian ini akan ditinjau lebih dalam mengenai konsep rerata ensambel. Sampai saat ini, kita telah mulai dari suatu asumsi dasar yang tidak dapat langsung dijabarkan dari mekanika klasik. Padahal di sisi lain, penyelesaian persamaan gerak Hamiltonan dari suatu sistem (qi (t), pi (t)) sebagai fungsi
waktu, seharusnya menentukan secara unik semua observabel yang mungkin untuk sistem. Akan tetapi ketergantungan waktu dari lintasan ruang fase, tidaklah begitu penting dalam konsep rerata ensambel. Sebaliknya kita hanya perlu
mengkaitkan suatu probabilitas untuk setiap titik ruang fase (qi , pi ). Dalam
keadaan setimbang termal, semua besaran termodinamik tidak gayut terhadap
waktu. Sehingga secara prinsip, kuantitas-kuantitas termodinamik ini dapat
dihitung sebagai rerata waktu dari lintasan ruang fase, yaitu
Z T
f¯ = lim
dtf (qi (t), pi (t))
(2.10)
T →∞
o
ketergantungan waktu dari (qi (t), pi (t)) ditentukan oleh persamaan gerak Hamilton. Rerata waktu sepanjang lintasan ruang fase bukan merupakan hal yang
esensial, sebab untuk menghitungnya solusi lengkap dari persamaan gerak harus
diketahui. Akan tetapi, secara prinsip penting. Yaitu, bila seseorang dapat
membuktikan secara matematis bahwa rerata waktu secara esensial mengarah
kepada hasil yang sama denga rerata ensambel, maka asumsi dasar mekanika
statistik dapat memiliki landasan pemikiran dasar secara mikroskopis.
Rerata waktu f¯ dan rerata ensambel < f > untuk sistem yang terisolasi
dengan nilai energi tertentu, akan bernilai sama bila setiap titik di permukaan
energi dilewati dengan jumlah yang sama oleh lintasan ruang fase. Kondisi ini,
yang diperkenalkan oleh Boltzman di tahun 1871, disebut dengan hipotesa ergodik. Dalam kasus ini, rerata terhadap waktu akan dengan tepat sama dengan
rerata terhadap semua titik di permukaan energi, dan dapat dibenarkan untuk menganggap setiap titik di permukaan energi memiliki bobot yang sama.
Sebagai contoh adalah sistem osilator harmonis satu dimensi. Untuk setiap periodenya setiap titik di permukaan energi akan dilewati satu kali. Sayangnya
untuk sistem berdimensi tinggi, dengan permukaan energi berdimensi tinggi,
dapat dibuktikan secara matematis bahwa lintasan ruang fase secara prinsip
tidak akan dapat melintasi semua titik di permukaan energi. Alasan untuk ini
14
BAB 2. TEORI ENSAMBEL
adalah karena persamaan gerak Hamilton selalu memiliki suatu penyelesaian
unik, sehingga lintasan ruang fase tidak akan pernah melintasi dirinya sendiri,
sedangkan di sisi lain tidak akan mungkin memetakan secara bijektif (secara
satu - satu) interval (lintasan) satu dimensi ke permukaan berdimensi tinggi.
Walaupun begitu untuk membuktikan kesamaan antara rerata waktu dan
rerata ensambel, tidak perlu semua titik terlewati oleh lintasan ruang fase.
Cukup bila lintasan ruang waktu dapat lewat cukup dekat sekali dengan setiap
titik ruang fase. Asumsi ini disebut sebagai hipotesis kuasi ergodic. Sayangnya
sampai saat ini semua usaha untuk mendasarkan ensambel teori pada mekanika
klasik telah gagal, sehingga asumsi-asumsi fisika statistik harus kita tetapkan
secara aksiomatik (diterima sebagai suatu kebenaran).
2.3
Teorema Lioville
Dalam bagian ini kita akan meninjau dinamika dari rapat ruang fase, yang
terrangkum dalam teorema Lioville.
Rerata ensambel untuk sebuah sistem yang setimbang termodinamik harus
independen terhadap waktu, maka rapat ruang fase tidak boleh secara eksplisit
bergantung pada waktu. Ensambel seperti ini (∂ρ/∂t = 0) disebut sebagai ensambel yang stasioner. Akan tetapi konsep ruang fase dapat juga digunakan
untuk mendeskripsikan proses dinamik. Untuk itu kita membolehkan ketergatungan waktu secara eksplisit pada rapat ruang fase ρ(qi , pi , t), walau untuk
termodinamika kita hanya membutuhkan ensambel yang tak tergantung pada
waktu.
Bila suatu saat t0 suatu sistem berada pada suatu keadaan mikro (qi , pi ),
maka dengan berjalannya waktu sistem ini akan berevolusi ke keadaan mikro
yang lain (qi (t), pi (t)). Sepanjang lintasan ruang fase, rapat ruang fasenya
berubah dengan waktu. Perubahannya dapat secara umum dituliskan sesuai
pers. (1.4)
∂
d
ρ(qi (t), pi (t), t) = ρ(qi (t), pi (t), t) + {ρ, H}
(2.11)
dt
∂t
Tinjau suatu volume ruang fase ω. Setiap titik ruang fase dari volume ini
akan menjadi titik awal dari lintasan ruang fase. Dengan berjalannya waktu,
semua sistem akan bergerak ke titik-titik ruang fase yang berbeda, memetakan
seluruh volume ω pada saat t ke volume ω 0 pada saat t0 . Dalam proses ini,
tidak ada titik yang hilang dan tidak ada titik yang terbentuk (karena keadaan
mikro sistem tidak mungkin tiba-tiba hilang atau tiba-tiba terbentuk). Sehingga
proses pemetaan ini dapat diinterpretasikan sebagai aliran dari suatu ‘fluida’
yang tak termampatkan.
Kelajuan sistem ‘mengalir keluar’ dari suatu volume berhingga ω diberikan
oleh fluks yang melalui permukaan pembatas volume
∂
∂t
Z
Z
dωρ = −
ω
ρ (~v · ~n)dσ
σ
(2.12)
2.4. ENSAMBEL MIKROKANONIK
15
dengan ~v adalah kecepatan ‘fluida’, yang diberikan oleh vektor (q˙i , p˙i ). Menurut
hukum Gauss, pers. (2.12) dapat ditulis sebagai
Z
∂
dω
ρ + ∇ · (ρ~v ) = 0
(2.13)
∂t
ω
Di mana divergensi di atas adalah
∇ · (ρ~v ) =
3N X
∂
∂
(ρq˙i +
(ρp˙i )
∂qi
∂pi
i=1
(2.14)
Sehingga sepanjang lintasan ruang fase, persamaan kontinuitas berlaku
∂ρ
+ ∇ · (ρ~v ) = 0
∂t
(2.15)
Di sisi lain, dari pers. (1.1), dengan menggunakan persamaan gerak Hamiltonan,
kita dapatkan
P3N ∂ρ
∂ q˙i
∂ρ
∂ p˙i
∇ · (ρ~v ) =
(2.16)
i=1 ∂qi q˙i + ∂pi p˙i + ρ ∂qi + ∂pi
P3N
P3N ∂ρ ∂H
∂ρ ∂H
∂2H
∂2H
(2.17)
=
i=1 ∂qi ∂pi − ∂pi ∂qi
i=1 ∂qi ∂pi − ∂pi ∂qi +
atau
∇ · (ρ~v ) = {ρ, H}
(2.18)
karena suku terakhir pada pers. (2.16) lenyap. Sehingga kita dapatkan
∂ρ
dρ
=
+ {ρ, H} = 0
dt
∂t
(2.19)
Derivatif waktu total dari rapat ruang fase lenyap sepanjang lintasan ruang
fase. Inilah teorema Lioville (1838). Untuk ensambel stasioner, yang tidak
bergantung secara eksplisit terhadap waktu (∂ρ/∂t = 0), sehingga diperoleh
3N X
∂ρ ∂H
∂ρ ∂H {ρ, H} =
−
=0
∂qi ∂pi
∂pi ∂qi
i=1
(2.20)
Seperti yang kita ketahui dari mekanika klasik, ini berarti bahwa ρ adalah konstanta gerak dan hanya bergantung pada kuantitas yang kekal. Sebagai contoh
dapat ditunjukkan bahwa rapat ruang fase yang berupa fungsi dari Hamiltonan,
ρ(H(qi , pi )), akan memenuhi pers. (2.20).
2.4
Ensambel mikrokanonik
Dalam bagian ini kita akan membuktikan bahwa untuk sistem yang terisolasi,
rapat ruang fase yang konstan pada permukaan energi adalah yang paling terbolehjadi untuk sistem tersebut. Metode yang kita gunakan nantinya juga akan
berguna untuk menjabarkan rapat probabilitas sistem lainnya.
16
BAB 2. TEORI ENSAMBEL
Kita tinjau N kopi identik dari sebuah sistem terisolasi (sebuah ensambel), yang masing-masingnya dengan kuantitas makroskopik keadaan (E, V, N ).
Perhatikan perbedaan antara N dengan jumlah partikel N dalam sistem. Setiap sistem dari N adalah suatu sistem pada saat tertentu dan berada dalam
keadaaan mikro tertentu (qi , pi ). Secara umum keadaan mikro ini berbeda satu
sama lain, tetapi kesemuanya berada pada permukaan energi.
Sekarang permukaan energi kita bagi kedalam elemen-elemen permukaan
dengan luas yang sama, ∆σi , yang kita beri nomer. Setiap elemen permukaan
ini mengandung sejumlah ni sistem (sub ensambel). Bila kita memilih elemen
permukaannya cukup kecil, maka setiap elemen terkait dengan satu keadaan
mikro. Tinjau suatu ∆σi , yang mengandung ni buah keadaan mikro (sistem).
Untuk keseluruh tentunya terpenuhi
N =
X
ni
(2.21)
i
Jumlah sistem ni dalam suatu elemen permukaan tertentu ∆σi terkait dengan
bobot keadaan mikro tersebut dalam ensambel. Kuantitas ni /N dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas suatu keadaan mikro i di ∆σi . Probabilitas
pi = ni /N terkait dengan ρ(qi , pi )d3N qd3N p dalam formulasi kontinu.
Distribusi tertentu {n1 , n2 , . . . } dari N sistem di elemen-elemen permukaan
dapat dicapai melalu beberapa cara yang berbeda. Bila kita melabeli N sistem,
misalkan untuk N = 5 dengan 4 elemen permukaan, dengan n1 = 2, n2 =
2, n3 = 1 dan n4 = 0, maka ada banyak kemungkinan konfigurasi yang beda,
sebagiannya sebagai berikut
n1 = 2
1,2
1,3
2,5
n2 = 2
3,4
2,5
1,4
n3 = 1
5
4
3
n4 = 0
Penghitungan total jumlah konfigurasi untuk suatu distribusi tertentu {ni }
hanyalah masalah kombinatorial. Ada N ! beda cara untuk melabeli sistemsistem yang ada, tetapi untuk setiap cara ada ni ! pertukaran di setiap sel ruang
fase yang tidak memberi kasus yang berbeda, seperti misalnya di atas, bila
sistem berlabel 1 dan 2 di sel nomer 1 dipertukarkan, jelas tidak ada perubahan.
Sehingga total jumlah konfigurasi w{ni } untuk menghasilkan suatu distribusi
tertentu {ni } diberikan oleh
N!
w{ni } = Q
i ni !
(2.22)
Sekarang kita akan mencari probabilitas Wtot {ni } untuk mendapatkan suatu distribusi {ni } pada elemen permukaan σi . Misalkan ωi dalah probabilitas
mendapatkan sebuah sistem ada pada elemen permukaan ∆σi , maka probabilitas untuk mendapatkan ni buah sistem di ∆σi adalah (ωi )ni , karena sistem
2.4. ENSAMBEL MIKROKANONIK
17
dalam ensambel independen secara statistik satu dari yang lainnya. Sehingga
Wtot {ni } = N !
Y (ωi )ni
i
ni !
(2.23)
Untuk mendapatkan distribusi yang paling besar kemungkinannya untuk
terwujud {ni }∗ dari N sistem, maka kita harus menentukan nilai maksimum
dari pers. (2.23). Bentuk pers. (2.23) kurang menguntungkan, sehingga tidak
begitu mudah untuk mencari nilai maksimumnya. Untuk itu kita akan mencari maksimum dari ln Wtot {ni } yang secara prinsip sama dengan maksimum
dari Wtot {ni }. Untuk N → ∞, semua ni → ∞, sehingga semua faktor pada
logaritma pada pers. (2.23) dapat didekati dengan pendekatan Stirling ln n! ≈
n ln n − n.
P
ln Wtot =
ln N + i (ni ln ωi − ln ni !)
P
= N ln N − N + i (ln ni − ln ωi − (ni ln ni − ni ))
(2.24)
Untuk memaksimalkannya maka total diferensialnya harus lenyap, sehingga
X
d ln Wtot = −
(ln ni − ln ωi )dni = 0
(2.25)
i
akan tetapi karena {ni } terkait satu dengan yang lain melalui pers. (2.21),
maka kita harus menggunakan metode pengali Lagrange, dengan menambahkan
differensial dari pers. (2.21)
X
λdN = λ
dni = 0
(2.26)
i
sehingga, setelah digabung dengan pers. (2.25), menghasilkan syarat
X
(ln ni − ln ωi − λ)dni = 0
(2.27)
i
sebagai kondisi untuk memaksimalkan ln Wtot . Karena sekarang dni sudah saling independen, maka untuk setiap koefisiennya kita dapatkan syarat
ln ni = λ + ln ωi
(2.28)
ni = ωi eλ = konstan
(2.29)
atau berarti
Persamaan (2.29) menunjukkan bahwa jumlah sistem ni dalam suatu elemen
permukaan ∆σi sebanding dengan probabilitas ωi , sehingga sebanding dengan
probabilitas mendapatkan sebuah sistem dalam ∆σi .
Salah satu asumsi dasar dari fisika statistik adalah bahwa semua keadaan
mikro (semua titik dalam ruang fase) secara prinsip adalah sama sehingga, terlepas dari raat ruang fase yang telah menampung probabilitas keterwujudannya,
18
BAB 2. TEORI ENSAMBEL
setiap titik harus memiliki probabilitas ωi yang sama. Jadi ωi sebanding dengan elemen permukaan ∆σi . Ini berarti probabilitas ωi untuk mendapatakan
sebuah sistem di elemen permukaan i sebanding dengan ukuran ∆σi . Bila semua elemen permukaan dipilih dengan ukuran luas yang sama, dan amat kecil,
maka jumlah sistem ni harus sama di semua elemen permukaan. Jadi telah terbuktikan bahwa untuk ensambel mikrokanonik, rapat ruang fase yang konstan
pada permukaan energi adalah kemungkinan yang paling besar.
2.5
Entropi sebagai rerata ensambel
Kita belum menentukan fungsi f (qi , pi ) yang mana yang harus dipilih untuk
menghitung kuantitas termodinamik tertentu sebagai rerata ensambel. Untuk
ensambel mikrokanonik, dapat ditunjukkan bahwa hubungan antara termodinamik dan ensambel, diberikan lewat entropi. Pertama-tama, rapat ruang fase
mikrokanonik diberikan oleh
(
1
E ≤ H(qi , pi ) ≤ E + ∆E
(2.30)
ρmc = Ω
0 selainnya
kita juga ingat bahwa entropi diberikan oleh
S(E, V, N ) = k ln Ω(E, V, N ).
Sehingga secara formal dapat ditulis
Z
1
S(E, V, N ) = 3N
d3N q d3N p ρmc (qi , pi )(−k ln ρmc (qi , pi ))
h
Untuk membuktikannya, masukkan pers. (2.30) ke dalam pers. (2.32)
Z
1
1
1
d3N q d3N p (−k ln )
S(E, V, N ) = 3N
h
Ω
Ω
E≤H(qi ,pi )≤E+∆E
karena integrannya konstan maka
Z
1
1
S(E, V, N ) = k ln Ω 3N
d3N q d3N p = k ln Ω
Ω
h
E≤H(qi ,pi )≤E+∆E
(2.31)
(2.32)
(2.33)
(2.34)
Sehingga dapat dituliskan
S =< −k ln ρ >
(2.35)
Jadi entropi adalah rerata ensambel dari logaritma rapat ruang fase.
2.6
Ensambel Kanonik
Berikutnya kita akan mencari rapat ruang fase untuk sebuah sistem yang berada
dalam kesetimbangan termal dengan lingkungannya pada termperatur tertentu
2.6. ENSAMBEL KANONIK
19
T , tetapi jumlah partikel (obyek) dalam sistem tidak berubah (sistem tertutup).
Kita akan menggunakan teori ensambel yang telah dijabarkan di atas. Untuk
sistem tertutup, energi sistem Ei tidak konstan sehingga setiap titik ruang fase
dapat merupakan keadaan mikro yang mungkin bagi sistem. Ensambel yang
terkait dengan sistem tertutup disebut sebagai ensambel kanonik. Dalam penjabaran di bawah ini, akan digunakan hasil-hasil yang telah diperoleh pada kasus
ensambel mikrokanonik .
Pertama-tama, seluruh ruang fase kita bagi menjadi sel-sel yang sama ukurannya ∆ωi . Bila sel ini cukup kecil, maka masing-masing akan terkait dengan
satu keadaan mikro i. Kita tinjau N kopi identik dari sebuah sistem tertutup,
yang masing-masingnya memiliki besaran makroskopik keadaan (T, V, N ) yang
sama. Setiap sistem dari N sistem pada saat tertentu, berada dalam keadaaan
mikro tertentu (qi , pi ).
Misalkan setiap elemen sel ∆ωi mengandung sejumlah ni sistem. Keseluruhannya memenuhi
X
N =
ni
(2.36)
i
Kuantitas pi = ni /N dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas munculnya
suatu keadaan mikro i dari keseluruhan N kopi sistem. Dalam keadaan setimbang termodinamis, walau energi sistem tidak tetap, akan ada nilai rerata
energi yang kita simbolkan dengan U dan nantinya diidentifikasikan sebagai energi dalam sistem. Jadi U adalah rerata statistik dari semua nilai energi yang
mungkin, sehingga
X
U =< Ei >=
pi E i
(2.37)
i
atau dengan pi = ni /N , dapat ditulis
NU =
X
n i Ei
(2.38)
i
Jadi selain pers. (2.36), pers. (2.38) adalah persyaratan yang harus dipenuhi
dalam ensambel kanonik. Hasil yang kita peroleh ketika menjabarkan ensambel
mikrokanonik dapat kita gunakan di sini, hanya saja kalau dalam ensambel
mikrokanonik kita memakai elemen permukaan, di sini kita memakai elemen sel
ruang fase dalam seluruh ruang fasenya.
Total jumlah cara W {ni } untuk menghasilkan suatu distribusi tertentu {ni }
diberikan oleh
Y (ωi )ni
(2.39)
Wtot {ni } = N !
ni !
i
dengan ωi adalah probabilitas mendapatkan satu keadaan mikro di dalam sel
elemen ∆ωi . Untuk mendapatkan distribusi yang paling besar kemungkinannya {ni }∗ dari N sistem, kita harus menentukan nilai maksimum dari pers.
(2.39), dengan persyaratan dari pers. (2.36) dan pers. (2.38). Kita akan mencari maksimum dari ln Wtot {ni } yang sama dengan maksimum dari Wtot {ni }.
20
BAB 2. TEORI ENSAMBEL
Untuk N → ∞, semua ni → ∞, sehingga semua faktor dapat didekati dengan
pendekatan Stirling.
X
ln W {ni } = N ln N − N +
((ni ln ni − ni ) − ni ln ωi )
(2.40)
i
Untuk memaksimalkannya, maka total diferensialnya harus lenyap, sehingga
X
d ln W {ni } = −
(ln ni − ln ωi )dni = 0
(2.41)
i
akan tetapi karena {ni } terkait satu dengan yang lain melalui pers. (2.36) dan
(2.38), maka harus kita gunakan metode pengali Lagrange, dengan menambahkan differensial dari pers. (2.36) dan (2.38) dikali suatu konstanta sembarang
X
λ
dni = 0
(2.42)
i
−β
X
Ei dni = 0
(2.43)
i
sehingga, setelah digabung dengan pers. (2.41), menghasilkan syarat
X
(ln ni − ln ωi − λ + βEi )dni = 0
(2.44)
i
sebagai kondisi untuk memaksimalkan ln Wtot . Karena sekarang dni sudah saling independen, maka untuk setiap koefisiennya kita dapatkan syarat
ln ni = λ + ln ωi − βEi
(2.45)
ni = ωi eλ e−βEi
(2.46)
atau berarti
dengan memakai fakta bahwa probabilitas ωi untuk sel ruang fase yang sama
ukurannya, akan bernilai sama, maka diperoleh
exp − βEi
ni
=P
(2.47)
pi =
N
i exp − βEi
Kuantitas yang ada dalam penyebut persamaan di atas didefinisikan sebagai
fungsi partisi kanonik, yaitu
X
Z≡
exp − βEi
(2.48)
i
Untuk menentukan faktor β, kita gunakan konsep dalam ensambel mikrokanonik
yang dianggap juga berlaku pada sembarang ensambel, yaitu entropi sebagai
rerata ensambel adalah S =< −k ln ρ >
Z
1
S =< −k ln ρc >= 3N
d3N q d3N p ρc (qi , pi )(−k ln ρc (qi , pi ))
(2.49)
h
2.6. ENSAMBEL KANONIK
21
sebelum melanjutkan, bentuk perumusan dalam energi diskrit di pers. (2.47)
dan (2.48), dituliskan dalam bentuk spektrum energi kontinu
Z
1
d3N q d3N p exp(−βH(qi , pi ))
(2.50)
Z = 3N
h
dan
exp(−βH(qi , pi ))
Z
Sedangkan entropi dapat ditulis sebagai
Z
1
d3N q d3N p ρc (qi , pi )[kβH(qi , pi ) + k ln Z]
S = 3N
h
ρc (qi , pi ) =
(2.51)
(2.52)
Suku pertama dalam kurung siku menyumbang rerata energi, yaitu karena
U =< H >. Sedangkan suku kedua tidak bergantung pada titik ruang fase,
sehingga dapat ditulis
S = kβU + k ln Z
(2.53)
Dengan menggunakan ∂S/∂U = 1/T , kita dapatkan
Karena
∂S
∂β
∂
1
=
= kU
+ kβ +
(k ln Z)
T
∂U
∂U
∂U
(2.54)
∂β
∂
k X
∂β
(k ln Z) =
= −kU
−
Ei exp(−βEi )
∂U
Z
∂U
∂U
i
(2.55)
sehingga pers. (2.54) menjadi
1
∂S
=
= kβ
∂U
T
(2.56)
sehingga diperoleh β = 1/kT .
Pers. (2.53) di atas mempunyai makna yang terkait dengan termodinamika.
Bila kita masukkan nilai β di atas, akan diperoleh
U − T S = −kT ln Z
(2.57)
Sedangkan dari termodinamika kita ketahui bahwa energi bebas dari sebuah
sistem F = U − T S. Sehingga kita dapatkan hubungan
F (T, V, N ) = −kT ln Z(T, V, N )
(2.58)
Jadi fungsi partisi Z dan energi bebas F adalah penghubung antara ensambel
kanonik dengan termodinamik. Dalam penghitungan Z untuk suatu energi tertentu, semua keadaan di permukaan energi memiliki probabilitas yang sama,
tetapi sekarang ada banyak permukaan energi yang berbeda dengan probabilitas sebanding dengan e−βE . Kuantitas e−βE disebut juga dengan faktor Boltzmann. Seperti halnya rapat ruang fase mikrokanonik, rapat ruang fase kanonik
juga hanya bergantung pada H(qi , pi ), hal ini sesuai dengan teorema Liouville.
22
2.7
BAB 2. TEORI ENSAMBEL
Ensambel Makrokanonik
Dalam bagian ini kita akan menjabarkan rapat ruang fase untuk sistem terbuka,
sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan termal dengan lingkungan
pada suatu suhu tertentu T , dan berada dalam keadaan kesetimbangan jumlah
partikel, dengan potensial kimia tertentu µ.
Tinjau suatu ensambel terdiri dari N kopi sistem dengan keadaan makro
yang identik, yaitu pada T , V dan µ tertentu. Masing-masing sistem ini memiliki sejumlah partikel N (untuk semua kemungkinan nilainya) dan berada pada
titik ruang fase tertentu. Semua ruang fase untuk setiap N = 1, 2, . . . kemudian
dibagi menjadi sel-sel yang sama besarnya ∆ωi,N yang dilabeli dengan i dan N .
Indeks i, N menunjukkan sel ruang fase i dalam ruang fase dengan jumlah partikel tertentu N . Di dalam setiap sel ruang fase ini akan terdapat sejumlah ni,N
kopi sistem, dan kita akan mencari distribusi yang paling terbolehjadi {ni,N ∗}
bagi keseluruhan ensambel. Distribusi ni,N ini harus memenuhi tiga kondisi.
Pertama total jumlah N tetap
X
ni,N = N
(2.59)
i,N
Kedua, untuk nilai termperatur tertentu, terdapat energi rerata
X
ni,N Ei = N < Ei >= N U
(2.60)
i,N
Kedua kondisi di atas mirip dengan kondisi untuk ensambel kanonik. Kondisi
ketiga terkait dengan sistem terbuka yaitu jumlah partikel dalam sistem tidak
tetap, tetapi dalam keadaan setimbang termodinamik akan terdapat nilai rerata
jumlah partikel tertentu < N >
X
ni,N N = N N
(2.61)
i,N
Hasil yang kita peroleh ketika menjabarkan ensambel kanonik dan mikrokanonik,
dapat kita gunakan untuk mendapatkan distribusi untuk kasus makrokanonik.
Jadi dengan logika yang sama, akan kita dapatkan bahwa total probabilitas
untuk suatu distribusi diberikan oleh
W {ni,N } = N !
Y (ωi,N )ni ,N
i,N
ni,N !
(2.62)
hanya saja sekarang sel-sel ruang fase dilabeli dengan dua indeks, dan ωi,N
adalah probabilitas mendapatkan satu keadaan mikro di dalam sel ∆ωi,N . Untuk mendapatkan distribusi yang paling terbolehjadi, dicari nilai ekstrim dari
logaritma pers. (2.62),
X
ln W {ni,N } = N ln N − N −
[(ni,n ln ni,N ) − ni,N ln ωi,N ]
(2.63)
i,N
2.7. ENSAMBEL MAKROKANONIK
23
yaitu
X
d ln W {ni,N } = −
[ln ni,N − ln ωi,N ]dni,N = 0.
(2.64)
i,N
Karena ni,N saling terkait dengan pers. (2.59) - (2.61), maka dipakai metode
pengali Lagrange, dengan pengali Lagrangenya λ, −β, dan α
X
λ
dni,N = 0
(2.65)
i,N
X
−β
Ei dni,N = 0
(2.66)
N dni,N = 0
(2.67)
i,N
α
X
i,N
Bila keseluruhanya dijumlah, diperoleh
X
ln ni,N − ln ωi,N − λ + βE− αN ]dni,N = 0
(2.68)
i,N
Sekarang semua dni,N saling independen, sehingga koefisien dalam kurung siku
di atas harus lenyap. Sehingga diperoleh kondisi untuk distribusi yang paling
terbolehjadi sebagai berikut
n∗i,N = ωi,N eλ exp[−βEi + αN ]
(2.69)
Nilai eλ ditentukan melalui (2.59), sedangkan probabilitas ωi,N untuk sel ruang
fase yang seukuran dianggap sama. Sehingga dari pers. (2.59) diperoleh
pi,N =
n∗i,N
exp(−βEi + αN )
=P
,
N
i,N exp(−βEi + αN )
(2.70)
yang diinterpretasikan sebagai probabilitas ruang fase. Untuk kasus dengan
spektrum energi kontinu, persamaan ini menjadi rapat ruang fase makrokanonik
ρM k (N, qi , pi ) = P∞
1
N =1 h3N
R
exp(−βH(qi , pi ) + αN )
d3N qd3N p exp[−β(H(qi , pi ) − µN )
(2.71)
Analog dengan kasus ensambel kanonik, bagian penyebut persamaan di atas
didefinisikan sebagai fungsi partisi makrokanonik
Z
∞
X
1
Z=
d3N qd3N p exp[−β(H(qi , pi ) − µN )]
(2.72)
h3N
N =1
Nilai β dan α dapat ditentukan melalui formulasi entropi sebagai rerata ensambel dari logaritma rapat ruang fase S =< −k ln ρ >. Dari pers. (2.71), kita
peroleh
Z
∞
X
1
d3N qd3N p ρM k [k ln Z + kβH(qi , pi ) − kαN ] (2.73)
S(β, V, α) =
h3N
N =1
24
BAB 2. TEORI ENSAMBEL
Suku pertama dalam kurung segi di atas tidak bergantung pada titik di ruang
fase, dan juga tidak bergantung pada jumlah partikel, sehingga bisa ditarik
keluar dari integral ruang fase dan penjumlahan jumlah partikel, dan yang tersisa adalah integral normalisasi. Suku kedua dalam kurung persegi tidak lain
adalah rerata dari energi, sedangkan suku terakhir adalah rerata jumlah partikel. Sehingga kita peroleh
S(β, V, α) = k ln Z(β, V, α) + kβU − kα < N >
(2.74)
Perlu diperhatikan bahwa karena pers. (2.60), β dapat merupakan fungsi dari
U dan α, demikian pula karena pers. (2.61), α dapat merupakan fungsi dari
< N > dan β. Sehingga derivatif dari S terhadap U menghasilkan
∂β ∂
∂β
∂S
=
k ln Z(β, V, α) + k
U + kβ
(2.75)
∂U
∂U ∂β
∂U
Dengan memakai
∂ ln Z
∂β
= −kU , maka
1
∂S
=
= kβ
∂U
T
sehingga β = 1/kT .
Derivatif S terhadap jumlah partikel menghasilkan
∂α
∂
∂α
∂S
=
k ln Z(β, V, α) − k
< N > −kα
∂<N >
∂ < N > ∂α
∂<N >
Dengan memakai
∂k ln Z
∂α
(2.76)
(2.77)
= k < N >, maka
µ
∂S
=
= −kα
(2.78)
∂<N >
T
sehingga α = µ/kT . Bila hasil untuk β dan α kita kembalikan ke pers. (2.74),
dan menyusun ulang hasilnya agar sesuai dengan bentuk yang dikenal dalam
termodinamika, akan kita peroleh
U − T S − µ < N >= −kT ln Z(T, V, µ)
(2.79)
Sisi kiri persamaan di atas tidak lain adalah potensial makrokanonik dalam termodinamika φ. Sehingga kita dapat menghitung φ dari fungsi partisi makrokanonik
dengan menggunakan formulasi
φ(T, V, µ) = −kT ln Z(T, V, µ)
(2.80)
Jadi penghubung antara mekanika statistik dengan termodinamika untuk ensambel makrokanonik adalah fungsi partisi makrokanonik, melalui potensial
makrokanonik φ.
Perumusan untuk fungsi partisi makrokanonik di pers. (2.72) di atas adalah
untuk sistem partikel yang terbedakan. Untuk sistem partikel tak terbedakan,
seperti pada kedua ensambel lainnya, kita harus menambahkan faktor koreksi
Gibbs 1/N !, sehingga fungsi partisinya menjadi
Z
∞
X
1
Z(T, V, µ) =
d3N qd3N p exp[−β(H(qi , pi ) − µN )]
(2.81)
N !h3N
N =1
Download