BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Manajemen mengacu kepadaproses pengoordinasian kegiatankegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif melalui orang lain. Efisiensi mengacu kepada memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil. Efektivitas yaitu aktifitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai sasaran. (Robbins & Coulter, 2011) 2.1.1.1 Fungsi manajemen Fungsi manajemen dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Robbins & Coulter, 2011) : 1. Planning Perencanaan melibatkan mendefinisikan tujuan, menetapkan strategi untuk mencapai mereka tujuan, dan rencana pengembangan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan. 2. Organizing Pengorganisasian melibatkan kegiatan mengatur dan penataan kerja untuk mencapai tujuan organisasi.Organizing melibatkan kegiatan mengelompokkan berbagai aktivitas dan sumber daya. 3. Leading Kepemimpinan (leading) adalah serangkaian proses yang dilakukan agar anggota dari suatu organisasi bekerja bersama demi kepentingan organisasi tersebut. 15 16 4. Controlling Untuk memastikan pekerjaan yang akan sebagaimana mestinya, manajer harus memonitor dan mengevaluasi kinerja. Kinerja aktual harus dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Jika ada penyimpangan yang signifikan, tugas manajemen untuk mengendalikan agar kinerja kembali ke jalur yang telah ditentukan. Proses pemantauan, membandingkan, dan mengoreksi merupakan aktivitas dari fungsi controlling. 2.1.2 Kinerja Perusahaan Kinerja Perusahaan didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi atau perusahaan, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut (Tangkilisan, 2005). Kinerja organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer/pengusaha. (Sembiring, 2009).Kinerja sebuah perusahaan adalah hal yang sangat menentukan dalam perkembangan perusahaan. Kinerja perusahaan merujuk pada tingkat pencapaian atau prestasi dari perusahaan dalam periode waktu tertentu (Rahayu, 2009). Kinerja suatu perusahaan dipengaruhi adanya faktor-faktor berikut(Tangkilisan, 2005): a. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi. b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi. c. Sumber daya manusia, yang berhubungan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal. 17 d. System informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan database untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi. e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi. Dapat ditarik kesimpulan, kinrja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi atau perusahaan, dalam mewujudkan sasaranperusahaan dalam periode waktu tertentu. 2.1.2.1 Dimensi Kinerja Perusahaan Dalam Soedjono (2005), kinerja perusahaan diukur melalui konsep balanced scorecard (digunakna sebagai dimensi dalam penelitian tersebut) yaitu melalui Perspektif Finansial, Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Bisnis Internal, dan Perspektif Pertumbuhan dan Pelajaran. Seperti yang dikatakan dalam penelitian Hafsari (2015), tolak ukur dalam balanced scorecard terbagi menjadi : 1. Perspektif Keuangan Menurut Kaplan dan Norton terdapat beberapa rasio dalam pengukuran keuangan, antara lain: a) Rasio Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya. Posisi likuiditas yang baik memungkinkan perusahaan memperoleh investasi guna menggunakan kesempatan investasi dan memenuhi kebutuhan operasional. Rasio likuiditas mengukur sebaik apa perusahaan dapat memenuhi kewajibannya. Untuk menentukan tingkat likuiditas perusahaan diperlukan rasio likuiditas sebagai berikut: • Rasio Lancar (Current Ratio) Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban 18 jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki. Rasio Lancar (Current Ratio) = Aktiva Lancar Hutang Lancar Rasio Cepat (Quick Ratio) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid. Rumus untuk mencari rasio cepat atau quick ratio, yaitu sebagai berikut: Rasio Cepat = Aktiva Lancar - Persediaan Hutang Lancar • Rasio Solvabilitas Rasio ini disebut juga Ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (Bank). Suatu perusahaan yang solvable belum tentu likuid dan sebaliknya sebuah perusahaan yang insolvable belum tentu likuid. Untuk menentukan tingkat solvabilitas perusahaan diperlukan rasio solvabilitas, sebagai berikut: 1. Rasio Hutang terhadap Harta (Debt to Asset Ratio) Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. Rumus yang digunakan untuk mencari debt to asset ratio, yaitu sebagai berikut: Debt to Asset Ratio = Total Hutang X 100% Total Aktiva 19 2. Rasio Hutang terhadap Equitas (Debt to Equity Ratio) Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang–hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibanya. Rumus yang digunakan untuk mencari debt to equity ratio, yaitu sebagai berikut: Debt to Equity Ratio = Total Hutang X 100% Total Aktiva b) Rasio Profitabilitas Rasio yang mengukur efektivitas manajemen yang ditunjukan melalui keuntungan (laba) yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Untuk menentukan tingkat profitabilitas perusahaan diperlukan rasio profitabilitas, sebagai berikut: 1. Return on Assets (ROA) Salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis. Rumus yang digunakan untuk mencari return on assets, yaitu sebagai berikut: Return on Assets = Laba Bersih Total Aset 2. Return on Equity (ROE) Piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan volume penjualan kredit, karena timbulnya piutang disebabkan oleh penjualan barang-barang secara kredit dan hasil dari penjualan secara kredit netto dibagi dengan piutang rata-rata merupakan perputaran piutang. Rumus yang digunakan untuk mencari return on equity, yaitu sebagai berikut: Return on Equity = Laba Bersih Total Ekuitas 20 2. Perspektif Pelanggan Organisasi mengidentifikasikan pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi akan bersaing. Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan pelanggan. Sekarang strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis ini mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen (Heppy Julianto, 2000). 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi: a) Inovasi. Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolak ukur yang digunakan adalah besarnya produkproduk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan. b) Proses Operasi. Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.tolak ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi. c) Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan. Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian produk 21 atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran. 4. Perspektif Pertumbuhan dan Pelajaran Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996): a. Kemampuan Karyawan. Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses 13 internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus. b. Kemampuan Sistem Informasi. Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolak ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut. Berdasarkan pengertian mengenai Blanaced Scorecard menurut para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam mengukur kinerja perusahaan terdapat empat perspektif diantaranya adalah perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran. Dikarenakan metode penilitan yang bersifat sekunder maka untuk penelitian ini lebih cocok dengan menggunakan dimensi keuangan yang dilihat dari porsentase ROE perusahaan yang tercantum pada laporan tahunan perusahaan. 22 2.1.3 Knowledge Management Peneliti menambil teori knowledge management ini dikarenakan adanya variable X1, X2, dan X3 yakni human capital, structural capital dan relational capital yang merupakan komponen dari intellectual capital yang dapat dipelajari dalam knowledge management (manajemen pengetahuan). Knowledge management adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, dan mengendalikan orang, dan sistem dalam organisasi untuk memastikan bahwa aset terkait pengetahuan yang ditingkatkan dan efektif digunakan. Aset terkait pengetahuan termasuk pengetahuan dalam bentuk dokumen seperti hak paten, pengetahuan yang disimpan dalam database, pengetahuan karyawan tentang cara terbaik untuk melakukan pekerjaan mereka dan pengetahuan yang tertanam dalam proses dan hubungan organisasi.(King, 2009) Menurut Grey, manajemen pengetahuan adalah pendekatan kolaboratif dan terpadu untuk penciptaan, organisasi, akses dan penggunaan aset intelektual suatu perusahaan (Dalkir, 2005).Knowledge Management diartikan sebagai strategi dan proses yang dirancang untuk mengidentifikasi, menangkap, struktur, nilai, dan berbagi aset intelektual organisasi untuk meningkatkan kinerja dan daya saing. (Business Dictionary) Manajemen pengetahuan mengembangkan sistem dan proses untuk memperoleh dan berbagi aset intelektual.Manajemen pengetahuan menyatakan bahwa bisnis yang sukses adalah bukan kumpulan dari produk tetapi dari basis pengetahuan yang khas. Modal intelektual ini adalah kunci yang akan memberikan perusahaan keunggulan kompetitif dengan sasaran pelanggan. Manajemen pengetahuan berusaha untuk mengumpulkan modal intelektual yang akan menciptakan kompetensi inti yang unik dan mengakibatkan hasil yang lebih unggul (Bain & Company, 2009). 23 2.1.4 Modal Intelektual Seperti yang dikatakan oleh Heng, modal intelektual atau yang sering disebut Intellectual Capital (IC) sebagai aset berbasis pengetahuan dalam perusahaan yang menjadi basis kompetensi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing(Artinah, 2011). Bukh mengatakan bahwa Intellectual Capital merupakan sumber daya pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi yang mana perusahaan dapat menggunakannya dalam proses penciptaan nilai bagi perusahaan (Ulum, 2009). Intellectual Capitalmencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah dan keunggulan kompetitif.(Karyawati & Salim, 2013). Intelectual Capital merupakankumpulan sumber daya, kemampuan dan kompetensi yang mengarah untuk meningkatkan kinerja organisasi dan menciptakan nilai.(Noghlebari, 2013) Berdasarkan kajian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa modal intelektual atau intellectual capital merupakan bagian dari asset pengetahuan dann kemampuan perusahaan yang dapat memberi manfaat bagi perusahaan. Manfaat di sini berarti bahwa pengetahuan tersebut mampu menyumbangkan sesuatu atau memberikan kontribusi yang dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan dan mengarah untuk meningkatkan kinerja organisasi. Modal intelektual dapat dibagi menjadi 3 (tiga) komponen yaitu sebagai berikut: 1. Human Capital (Modal Sumber Daya Manusia) 2. Structural Capital (Modal Struktural) 3. Consumer Capitalatau Relational Capital(Modal Relasional) 24 2.1.5 Human Capital Human capital (Modal sumber Daya Manusia)merupakan modal yang terkait dengan pengembangan sumber daya manusia perusahaan, seperti kompetensi, komitmen, motivasi, dan loyalitas karyawan. Human Capital menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia. Intelectual capital jenis ini menganggap manusia sebagai aset yang bernilai karena pengetahuan yang dimiliki. (Karyawati & Salim, 2013) Human Capitaladalah kemampuan dari karyawan untuk mentransformasikan pengetahuan yang dimilikinya menjadi suatu value yang tercipta di dalam produk badan usaha.Human capital meliputi semua karyawanbadan usaha dengan pengetahuan yang dimilikinya, kemampuan, sikap, perilaku,pengalaman, dan emosional(Gunawan & Tan, 2013). Human capital meliputi pengetahuan individu dari suatu organisasi yang ada pada pegawainya yang dihasilkan melalui kompetensi, sikap dan kecerdasan intelektual. Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Human capital juga merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, ketrampilan dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan(Artinah, 2011). Human capital merupakankemampuanuntuk mendapatkan hasil terbaik dari karyawan perusahaan, dengan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Produk baru dapat dikembangkan hanya melalui human capital.Human capital merupakan elemen yang tergantung pada keterampilan karyawan sepertipengetahuan teknis dan keterampilan, motivasi, inovasi, adaptasi dan modal sosial, (Ergun & Yılmaz, 2015) Human Capital dapat dikatakan sebagai kemampuan perusahaan dalam mengelola pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu dari karyawan yang ada dalam sebuah organisasi yang menjadi nilai tambah bagi organisasi tersebut. 25 2.1.6 Structural Capital Structural Capital (Modal Struktural) merupakan modal yang dimiliki perusahan, meliputi pengetahuan yang akan tetap berada dalam perusahaan. Intelectualcapital jenis ini terdiri dari rutinitas perusahaan, prosedur, sistem, budaya, dan database. Structural Capital menunjukkan pengetahuan yang akan tetap ada dalam perusahaan yang bersifat bukan manusia, seperti: rutinitas perusahaan, prosedur, sistem, budaya, dan database.(Karyawati & Salim, 2013). Structural capital digambarkan sebagai apa yang tersisa dalam perusahaan pada saat pegawai pulang pada saat malam. Jika sebuah organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk dalam menjalankan aktivitasnya, intellectual capital keseluruhan tidak akan mencapai potensinya yang paling penuh(Divianto, 2010). Structural capital didefinisikan sebagai pengetahuan yang akan tetap berada dalam perusahaan. Yang termasuk structural capital adalah membangun sistem seperti database yang memungkinkan orang-orang dapat saling berhubungan dan belajar satu sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam organisasi dan semua hal selain manusia yang berasal dari pengetahuan yang berada dalam suatu organisasi termasuk struktur organisasi, petunjuk proses, strategi, rutinitas, software, hardware dan semua hal yang nilainya terhadap perusahaan lebih tinggi daripada nilai materialnya(Artinah, 2011). Structural Capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan untuk menciptakan nilai, misalnya sistem operasional perusahaan, jaringan distribusi, proses manufacturing, budaya organisasi dan filosofi manajemen yang dimiliki oleh perusahaan.(Gunawan & Tan, 2013) 26 Maka dari itu, Structural Capital dapat dikatakan sebagai kemampuan sebuah perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya dalam mendukung para karyawan untuk meningkatkan kinerja dengan adanya kemudahan berbagi ilmu dan bekerja sama sehingga mempengaruhi kinerja bisnis secara keseluruhan. 2.1.7 Consumer Capital Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Relational atau Consumer Capital merupakan hubungan yang harmonis yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan. (Divianto, 2010). Relational atau Consumer Capital mengacu pada hubungan yang dibangun antara perusahaan dan pihak ketiga yang mengacu pada pemasok dan pelanggan. Hubungan didasarkan padakolaborasi dan saling percaya dan keuntungan akan hadir baik bagi perusahaan dan mitra bisnis(Gruian, 2011). Consumer Capital merupakan modal yang dimiliki perusahaan berupa dana keuangan dan aset fisik yang digunakan untuk membantu penciptaan nilai tambah perusahaan.Consumer capital menunjukkanhubungan yang harmonis denganmitranya, baik dari pemasok,pelanggan, pemerintah danmasyarakat sekitar(Karyawati & Salim, 2013). Consumer Capital sebagai hubungan formal dan informal dari suatu organisasi dengan pihak eksternal dan pemahaman mereka tentang 27 organisasi dan juga pertukaran informasi di antara mereka dan organisasi . Dalam beberapa penelitian, consumer capital juga bernama relational capital.(Noghlebari, 2013) Berdasarkan pengertian tersebut, consumer capitalini berarti modal nyata yang dimiliki perusahaan yang menunjukkan hubungan yang terjalin dengan mitranya yakni pemasok, pelanggan dan masyarakat dalam pemahaman dan pertukaran informasi dari organisasi. 2.1.8 Pengukuran Komponen Intelectual Capital Value Added Intellectual Coefficient dikembangkan oleh Pulic pada tahun 1998 sebagai instrumen untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. (Karyawati & Salim, 2013). Pulic menyatakan bahwa “value creation is entirely based onknowledge” sehingga model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). ValueAdded adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan sebagai hasil intelectual capital(Ulum, 2009). Model ini menggunakan nilai dari laporan laba rugi dan neraca untuk mengukur apakah ada nilai tambah yang terjadi di perusahaan yang dapat dikaitkan dengan Intellectual Capital dan berasal dari perkembangan Intellectual Capital. Valueadded dihitung sebagai selisih antara output dan input.(Joshi, Cahill, Sidhu, & Kansal, 2013) Value Added Intellectual Capital mengukur efisiensi intellectual capital dalam menciptakan nilai, berdasarkan hubungan ketiga komponen utama intelectual capital yaitu consumer capital, human capital, dan structural capital. VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC), Structural Capital (SC) dan ConsumerCapital (CC), Hubungan VA dengan human capital diformulasikan dengan Value Added Human Capital(VAHU), hubungan VA terhadap structural capital diformulasikan dengan Value Added Structural Capital(STVA), dan hubungan VA dengan Consumer capital atau consumer capital dapat 28 diformulasikan denganValue Added Capital Employed(VACE). Berikut ini adalah penjelasannya: 1. Value Added Human Capital (VAHU) menunjukan besarnya value added yang dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dengan HC (Human Capital) mengindikasikan kemampuan HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan.Perusahaan harus dapat mengelola sumber daya yang berkualitas tersebut dengan maksimal sehingga dapat menciptakan value added dan keunggulan kompetitif perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. 2. Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan penciptaan indikasi bagaimana nilai.Structural adalahdatabase, keberhasilan capital organizational charts, meliputi proocess SC dalam diantaranya manuals, strategies,routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya. Perusahaan dengan structural capital yang kuat akan memiliki dukungan budaya yang memungkinkan perusahaan untuk mencoba sesuatu, untuk belajar, dan untuk mencoba kembali sesuatu. 3. Value Added of Capital Employed (VACE) adalah indikator untuk nilai tambah yang diciptakan oleh satu unit dari modal fisikyang berfokus pada customer capital. VACE merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya yang berupa capital assetdan apabila dikelola dengan baik akan meningkatkan kinerja perusahaannya.Capital employed menunjukkan nilai aset berwujud perusahaan dimana aset ini dinilai sebagai upaya perusahaan menjaga hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan para stakeholdernya dalam menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Sebagai contoh adalah terdapatnya gedung-gedung serta 29 fasilitas perusahaan yang digunakan untuk mendukung kinerja para karyawan juga sebagai fasilitas untuk menjalin hubungan dengan para konsumen. 2.2 Kerangka Pemikiran Human Capital(X1) Structural Capital(X2) Kinerja Perusahaan (Y) Consumer Capital(X3) 2.3 Hipotesis T-1 : Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikanantara human capital dengan kinerja perusahaan Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikanantara human capital dengan kinerja perusahaan Ha : Ada pengaruh yang signifikanantara human capital dengan kinerja perusahaan T-2 : Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikanantara structural capital dengan kinerja perusahaan Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikanantara structural capital dengan kinerja perusahaan 30 Ha : Ada pengaruh yang signifikanantara structural capital dengan kinerja perusahaan T-3 : Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikanantara consumer capital dengan kinerja perusahaan Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikanantara consumer capital dengan kinerja perusahaan Ha : Ada pengaruh yang signifikanantara consumer capital dengan kinerja perusahaan T-4 : Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikanantara human capital, structural capital, dan consumer capital secara bersama-sama terhadap kinerja perusahaan. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikanantara human capital, structural capital, dan consumer capital secara bersama-sama terhadap kinerja perusahaan. Ha : Ada pengaruh yang signifikanantara human capital, structural capital, dan consumer capital secara bersama-sama terhadap kinerja perusahaan.