Ringkasan Khotbah - 30 Maret 2014 Gembala Yang Baik Yoh. 10:11-18 Ev. Elvis Ratta Setiap manusia pernah mengalami krisis di dalam hidupnya. Bahkan ada kalanya harus menghadapi krisis yang sangat berat, jauh lebih berat dari kemampuannya untuk mengatasinya. Itu sebab, ada sebagian orang yang karena tak sanggup menghadapi krisis hidupnya akhirnya bunuh diri, gila, menjadi orang jahat, atau mengeluh, Tuhan apa salahku hingga Engkau memberikan aku kesulitan yang begitu besar dalam hidupku? Yesus adalah gembala yang baik. Kalimat ini sudah sering kita dengarkan. Bahkan Penggambaran kalimat ini juga dituangkan dalam bentuk lukisan. Tetapi lebih dari pada itu, sebenarnya apa yang menjadi hal penting dari kalimat ini: Yesus adalah Gembala yang Baik? Akulah Gembala Yang Baik. Ini adalah pernyatan keempat dari tujuh pernyataan Tuhan Yesus, ketika Dia mengatakan “Akulah …” yang merupakan keunikan Injil Yohanes dan hanya dicatat dalam Injil Yohanes. Ketujuh pernyataan "Akulah …" ini adalah: Akulah Roti Hidup (Yoh. 6:35); Akulah Terang Dunia (Yoh. 8:12); Akulah Pintu (Yoh. 10:7); Akulah Gembala yang Baik (Yoh. 10:11); Akulah Kebangkitan dan Hidup (Yoh. 11:25); Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup (Yoh. 14:6); Akulah Pokok Anggur yang Benar (Yoh. 15:1). Dengan pernyataan ini Yesus menyatakan secara kiasan peranan-Nya dalam penebusan umat manusia. Injil Yohanes dituliskan oleh Rasul Yohanes di Efesus kepada orang-orang percaya dengan maksud membawa pembacanya supaya terus percaya kepada Yesus Kristus bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah walaupun ada ajaran palsu seperti Gnostik, Doketisme (yang tidak percaya kemanusiaan Yesus) pada waktu itu. Demikian juga menyatakan dengan lebih sempurna rahasia tentang kepribadian Yesus. Injil Yohanes spesifik menjelaskan hubungan Bapa dan Anak, anak dan umat-Nya. Alkitab menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan secara unik, manusia sebagai domba dan Tuhan sebagai Sang Gembala. Dalam kitab Mazmur misalnya, penggambaran ini begitu indah.”Kami ini umat-Mu dan kawanan domba gembalaan-Mu (Mzm. 79:13); “Ketahuilah Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya” (Mzm. 100:3); “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mzm. 23:1). Sebelum menjelaskan diri-Nya sebagai gembala yang baik, penggambaran diri Yesus dimulai dengan Akulah Pintu. Di ayat 9, Yesus mengatakan bahwa Akulah Pintu. Dalam kiasan ini, domba aman jika mereka masuk melalui pintu yang ada, dan domba kenyang jika mereka keluar melalui pintu yang ada, karena di situ ada padang rumput. Kiasan ini merujuk pada kehidupan kekal dan kelimpahan hidup yang ada di dalam Yesus Kristus. Hal ini kemudian 1/7 Ringkasan Khotbah - 30 Maret 2014 dinyatakan dalam ayat berikutnya. Ayat 10, Yesus mengatakan bahwa Ia datang, supaya mereka mempunyai hidup. Yesus Kristus adalah Juru Selamat dunia. Dia menyediakan keselamatan kekal, sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya memperoleh hidup yang kekal. Domba dianggap sebagai hewan penurut, jinak juga bersifat agak dungu sehingga mudah hilang atau sesat. Domba juga mempunyai cirri-ciri yang lain diantaranya lemah, bodoh dan agak keras kepala. Domba juga terlihat tidak dapat membela dirinya sendiri terhadap orang yang menggunting bulunya atau terhadap orang yang akan membantainya. Maka tepatlah penggambaran ini kepada manusia. Domba digambarkan sebagai kefanaan manusia. Mengapa manusia digambarkan sebagai domba, dan bukannya binatang lain yang lebih kuat dan perkasa misanya singa atau kuda? Sepintas kita akan berpikir bahwa tampaknya gambaran mengenai domba yang bodoh itu tidak sesuai bagi manusia. Bukankah manusia makhluk yang paling cerdas? Bukankah manusia telah berhasil mendarat di bulan, dan mencapai berbagai kemajuan dalam bidang sains, teknologi, ilmu pengetahuan dan sebagainya? Tetapi jika Alkitab menggambarkan manusia sebagai domba, maka pasti ada kebenaran penting yang ingin diungkapkan kepada kita. Ada dua prinsip yang setidaknya kita bisa renungkan mengenai keberadaan manusia yang digambarkan sebagai domba. Pertama, menegaskan mengenai keberadaan manusia yang lemah, bodoh, tidak berdaya terhadap keadaannya dan seringkali tidak mampu mengontrol dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk yang mudah terjerumus dalam penipuan diri dan tidak mampu mengontrol dirinya sendiri. Seringkali ketika kita berada dalam kesempatan dimana kita lebih menonjol dari orang lain, kita menjadi orang yang sombong dan merasa lebih pandai dari orang lain, padahal kita memiliki kebodohan tertentu dan sebenarnya banyak orang lain yang lebih hebat dari kita. Ketika kita bertumbuh lebih rohani dari orang lain secara fenomena, kita menjadi orang yang sombong rohani padahal mungkin kita lebih berdosa dari orang lain. Sebenarnya inilah kita, manusia yang rentan, tidak benar di hadapan Allah, dan mudah tersesat. Maka tepat sekali, jikalau kita digambarkan sebagai domba, yang bodoh, lemah, rentan, mudah tersesat, dan selalu dalam bahaya, sehingga kita memerlukan gembala yang baik untuk menuntun hidup kita. Pdt. Stephen Tong berkata bahwa di dalam hati manusia terdapat kuda liar yang sulit untuk dikontrol. Oleh karena itu hati manusia harus digembalakan, harus dikontrol karena dari hatilah terpancar kehidupan. Kedua, menegaskan ketergantungan manusia kepada Tuhan. Manusia sebagai ciptaan memiliki keterbatasan. Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa manusia memiliki tiga keberadaan yaitu ia sebagai created, limited dan polluted. Kesadaran bahwa kita terbatas dan mudah jatuh di dalam dosa, sehingga kita memerlukan Gembala yang Baik untuk menuntun hidup kita. Inilah yang ditegaskan oleh Alkitab yaitu hidup kita hanya berdasarkan Anugerah Allah. From grace to grace. Hanya oleh anugerah Allah, kita dapat diselamatkan, hidup, melakukan kehendak Allah. Bagaimana dengan penggambaran gembala? Dalam Perjanjian Lama, Gambaran gembala tersebut ditujukan untuk para pemimpin yang ditetapkan Allah untuk menuntun umatNya, misalnya raja, imam, nabi, para tua-tua masyarakat baik dalam bidang politik maupun keagamaan. Tetapi mereka tidak memperhatikan umat Tuhan, mereka justru memanfaatkan 2/7 Ringkasan Khotbah - 30 Maret 2014 dan membiarkan domba-domba Allah tersesat (Yeh. 34:1-6). Karena tidak menemukan ada gembala yang setia pada kawanan dombanya, maka Tuhan marah dan menghukum mereka. Tetapi dalam kitab Yehezkiel dinubuatkan bahwa Tuhan akan memberikan gembala lain yang lebih baik, yaitu Ia sendiri yang akan menjadi gembala bagi umat-Nya (Yeh. 34:11-16). Yesus berkata, ”Akulah gembala yang baik” (I am the good shepherds). Jauh sebelum perkataan Tuhan Yesus ini dikeluarkan, Kata I am memiliki latar belakang di dalam Keluaran 3:14, di mana Tuhan menyatakan diri-Nya sebagai “Aku adalah Aku (YHWH). Dan Keluaran 3:14 ini juga merujuk ke kitab Wahyu 1:8 Aku adalah Alfa dan Omega, dan ini merujuk kepada Tuhan Yesus. Jadi dalam penegasan “Akulah gembala yang baik,” Yesus sedang menyatakan bahwa diri-Nya adalah Pribadi Allah. Dia adalah gembala yang dijanjikan itu (Yeh. 34:15-16). Pada masa dimana umat Allah hidup dalam kekacauan dan tanpa pengharapan, Yesus datang sebagai gembala yang baik. Kata ’baik’ yang dipakai dalam bahasa aslinya bukan memakai kata agathos yang mempunyai pengertian baik secara moral, tetapi kalos, yang mempunyai arti baik secara kualitasnya. Sama seperti kita tidak cukup hanya memiliki seorang dokter yang baik, karena menolong kita, termasuk memberikan pengobatan secara cuma-cuma bagi yang tidak mampu, tapi lebih daripada itu kita membutuhkan dokter yang memang baik secara kualitas dalam bidangnya. Yesus adalah gembala yang baik, dalam arti Ia memiliki selain belas kasihan, juga memiliki kualitas gembala yang baik untuk memimpin kita kepada hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. Dalam perikop ini, Yesus menyebut diri-Nya sebagai gembala yang baik, Ia membedakan diri-Nya dengan gembala-gembala palsu yang mengendalikan agama Yahudi pada masa itu. Yesus menyebut mereka “pencuri dan perampok” (10:1,8,10) dan sekarang Ia menggambarkan mereka sebagai “orang upahan (10:12-13). Keduanya mempunyai ciri yang sama, yaitu hanya memikirkan keuntungan diri sendiri, tidak memperhatikan kesejahteraan domba-dombanya. Ketika mengalami kesulitan, mereka akan lari karena orientasi mereka adalah demi keuntungan mereka sendiri. Tetapi Yesus berbeda. Ia justru bahkan rela memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. Disisi lain, kita sebagai domba, yang memiliki gembala yang agung itu, dituntut untuk hidup taat pada gembala, menyerahkan seluruh hidup kita untuk dituntun oleh Gembala yang Agung itu. Namun seringkali manusia jatuh ke dalam dosa karena manusia itu tidak mau dituntun oleh Tuhan, keras kepala, dan mementingkan diri sendiri. Ada empat pelayanan khusus yang dilakukan Yesus sebagai Gembala yang Baik. Pertama, Ia memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (10:11-13). Di bawah peraturan yang lama, domba-domba mati bagi gembala. Tetapi sekarang Gembala yang Baik memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. Lima kali dalam perikop ini, Yesus dengan jelas menegaskan kematian-Nya sebagai korban (11, 15, 17-18). Ia tidak mati sebagai seorang martir, yang dibunuh oleh manusia. Namun Ia mati sebagai pengganti yang dengan rela 3/7 Ringkasan Khotbah - 30 Maret 2014 memberikan nyawa-Nya bagi kita. Fakta bahwa Yesus mengatakan Ia mati “bagi domba-domba-Nya” merupakan pengajaran mengenai Salib. Namun kematian-Nya hanya bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Pengenalan mengenai salib inilah yang menjadi epistemology rasul Paulus. Di dalam kehidupan Paulus, baginya yang menjadi pengetahuan yang paling utama hanya mengenal Yesus Kristus yaitu Dia yang disalibkan. Paulus menyadari dulu ia melawan Allah namun sekarang ia mengetahui bahwa Yesus mati di atas kayu salib baginya. Dalam konteks ini Yesus membedakan diri-Nya dengan orang upahan yang menjaga domba-dombanya. Mereka bekerja hanya karena ia dibayar untuk itu. Namun apabila ada bahaya, maka orang upahan itu akan lari, sedangkan gembala yang benar akan tetap tinggal dan memperhatikan kawanan dombanya. D.A. Carson mengatakan bahwa Tuhan Yesus tidak hanya rela, tetapi juga dengan sengaja Dia memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. Melalui karya Salib, Yesus rela memberikan nyawa-Nya sehingga kita menjadi milik-Nya. Kedua, Ia juga mengenal domba-domba-Nya (10:14-15). Dalam Injil Yohanes, kata “mengenal” berarti lebih dari sekedar mengerti atau mengetahui. Kata ini mengungapkan suatu hubungan yang erat antara Allah dan umat-Nya. Gembala yang Baik akan mengenal kelemahan-kelemahan tertentu dari domba-domba-Nya. Yesus mengenal sifat kedua belas murid-Nya. Ia mengenal Petrus, orang yang cepat meledak-ledak dan sering bertindak tanpa pikir panjang. Ia mengenal Thomas, sering bimbang dan ragu-ragu. Ia mengenal Andreas, peramah dan selalu membawa orang lain kepada Yesus. Ia juga mengenal Yudas Iskariot, suka memanfaatkan orang lain untuk memperoleh uang mereka dan yang akhirnya menjual Yesus. Yesus mengenal setiap mereka dan Ia mengetahui bagaimana menghadapi mereka. Gembala yang Baik mengenal domba-domba-Nya dan domba-domba-Nya mengenal Dia. Ia mengasihi “milik-Nya” dan Ia menunjukkan kasih itu dalam cara Ia memperhatikan mereka. Yesus mengenal kita sebelum kita mengenal Yesus. Dia mengenal kita jauh lebih besar dari kita mengenal Allah. Dia mencari kita yang tidak layak untuk dicari, yang seharusnya dibuang. Dia rela datang, Dia rela menderita dan mati di kayu salib. Mengenal domba-domba-Nya, ada pengenalan timbal balik antara Kristus dan gereja-Nya. Hal ini menunjukkan suatu hubungan yang intim, yang penuh cinta kasih. Ketiga, Gembala yang Baik membawa domba-domba lain ke dalam kawanan domba-Nya (10:16). Gambaran “satu kandang” berarti “satu kawanan”. Hanya ada satu kawanan yaitu umat Allah milik Gembala yang Baik. Allah memiliki umat-Nya di seluruh dunia. Ia akan memanggil mereka dan mengumpulkan mereka. Dalam konteks ini, Yesus sedang memperbandingkan diri-Nya dengan orang-orang Farisi dan ahli Taurat. Yesus menentang kebiasaan yang sudah ada dan bersaksi kepada seorang perempuan Samaria. Ia menolak mempertahankan pendekatan sempit para pemimpin agama Yahudi. Yesus tidak membeda-bedakan orang untuk diselamatkan. Ia mati untuk dunia yang terhilang dan keinginan Yesus supaya umat-Nya menjangkau dunia yang terhilang dengan pemberitaan Injil mengenai hidup yang kekal hanya di dalam Yesus. Itulah sebabnya mengapa di dalam Gerakan Reformed Injili kita mengerjakan KPIN, KKR Regional dan pelayanan penginjilan yang lain. Dengan panggilan melaksanakan Amanat Agung Tuhan Yesus, GRII Ngagel Surabaya melaksanakan KKR Regional di Sugihwaras kabupaten Kediri. Keselamatan untuk semua bangsa. Keempat, Gembala yang Baik menerima hidup-Nya kembali (10:17-18). Kematian-Nya yang dilakukan dengan penuh kerelaan diikuti dengan kebangkitan-Nya yang penuh kemenangan. Yesus memiliki kuasa untuk membangkitkan diri-Nya dari antara orang mati karena Ia adalah Allah. Setelah kita melihat empat pelayanan agung yang Yesus lakukan sebagai Gembala yang Baik, 4/7 Ringkasan Khotbah - 30 Maret 2014 maka sebagai orang percaya, ada tiga panggilan kita. Pertama, membiarkan Tuhan mengontrol hidup kita. Ketika kita percaya bahwa Yesus adalah Gembala yang Baik dan berkuasa atas kita, maka kita dipanggil untuk memberikan tempat pada Gembala itu untuk mengontrol hidup kita. Seringkali dalam hidup kita, keinginan daging kita yang menguasai hidup kita. Seringkali kita tidak merasa membutuhkan Tuhan. Kita lebih mengandalkan kekuatan kita, kecakapan kita, kepandaian kita, harta benda kita. Padahal kita lupa bahwa kita terbatas dan hidup kita hanyalah seperti perkataan rasul Yakobus bahwa hidup kita sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Satu ayat di dalam kitab Mazmur yang begitu indah. Mazmur 127:2 mengatakan, sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah – sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur. Ayat ini mau mengatakan, orang percaya tidurlah ketika malam, dan Tuhan yang akan meneruskan pekerjaan-Nya. Tidurlah dan Tuhan yang akan meneruskan pekerjaan yg kita kerjakan. Itulah panggilan kita. Membiarkan Tuhan bekerja dalam hidup kita. Gembala yang Baik membawa domba, mencari padang rumput, jauh dari rumah dan ia menjaganya dengan setia, dengan tongkat dan gadanya. Demikianlah Tuhan selalu menjaga kita, mata-Nya tidak pernah tertidur. Seperti ayah dan ibu yang selalu menjaga anak ketika demam tinggi, matanya selalu mengawasi, berjaga-jaga; kuatir karena demam yang tinggi akan mengancam nyawa si anak. Tuhan adalah gembala yang baik, Dia menjaga kita, menuntun kita, mengasihi jiwa kita. Suatu kali seorang pendeta yang membesuk seorang ibu yang akan meninggal. Ibu ini lalu terus memegang tangan pendeta itu. Pendeta itu mengatakan, ibu kenapa memegang tangan saya terus? Ibu ini mengatakan, saya mau pegang tangan Tuhan. Saya mau pegang tangan Tuhan. Menjelang saya akan bertemu Tuhan saya harus pegang tangan Tuhan. Pendeta itu mengatakan: Ibu, satu hal yang engkau harus tahu, bukan engkau yang BISA pegang tangan Tuhan. Bukalah .. Bukalah tanganmu… Tuhanlah yang akan memegang tanganmu. Seringkali dalam hidup kita, kita mengaku percaya akan kuasa Allah bahkan kita yang disebut orang reformed yang percaya kedaulatan Allah, namun sesungguhnya kita belum menghidupi doktrin yang begitu agung ini. Kita justru lebih mengandalkan kekuatan kita, mengandalkan apa yang kita miliki. Itu sebabnya ketika kita mengaku Tuhan adalah gembalaku, ini bukan sekedar pengakuan, pengakuan ini harusnya menjadi dasar yang kokoh di dalam hidup kita. Menyadari akan keterbatasan kita sehingga terus menggantungkan hidup kita kepada Tuhan. Walaupun ada persoalan dalam hidup kita, namun persoalan itu tidak perlu membuat kita gelisah, tidak perlu membuat kita kecewa, tidak perlu membuat kita pesimis dan putus asa, karena ada Gembala yang sejati. Ada iman yang Tuhan karuniakan kepada kita. Ketika kita menghidupi suatu keyakinan bahwa segala sesuatu ada di dalam Kedaulatan Tuhan, Allah telah menetapkan segala sesuatu bahkan dosa pun di dalam penetapan Allah, maka seharusnya itulah yang membuat kita semakin bergantung kepada Tuhan. Mari kita berikan diri kita untuk dikontrol oleh Tuhan. Mari kita membiarkan Tuhan bekerja di dalam hidup kita. Betapa damainya hidup kita jika dipimpin oleh Tuhan. Kedua, menjadi True Sacrifice (Korban Yang Hidup). Rela berkorban untuk orang lain sebagai bukti kita mengasihi Tuhan. Yesus memberikan nyawa-Nya sebagai persembahan yang agung. Ia rela berkorban demi umat-Nya sebagai bukti kasih-Nya. Teladan inilah yang menjadi panggilan kita. Rela berkorban demi visi kerajaan Allah, rela berkorban demi menggenapkan rencana Tuhan, rela berkorban demi kemuliaan bagi nama Tuhan. Sebagai contoh, ketika 5/7 Ringkasan Khotbah - 30 Maret 2014 seorang ayah harus bersabar untuk anak-anaknya dalam mendidiknya, ketika seorang istri harus rela melayani suaminya dalam kesetiaannya dan kelembutan hatinya, ketika seorang suami mengasihi istri dan keluarganya dengan penuh tanggung jawab dihadapan Tuhan. Walaupun ada pengorbanan, namun inilah true sacrifice yang berkenan kepada Allah. Berbeda dengan spirit dunia ini (filsafat untung rugi, spirit opportunistic). Yesus berkata ”setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku”. Ada orang Kristen yang terlalu latah mengucapkan kata “itu salibmu-tanggunglah salibmu”. Ketika di PHK dari perusahaan karena bekerja tidak bertanggung jawab, dikatakan itu salibmu. Tanggunglah salibmu. Ketika menderita sakit karena kesalahan dan dosa yang diperbuatnya, orang lain mengatakan ya itulah salibmu. Itu bukan Salib! Itu adalah konsekwensi dari dosa yang kita lakukan! Salib adalah ketika hidup kita menjadi True Sacrifice. Maka beban, tanggung jawab yang Tuhan berikan, kita akan pikul dengan sukacita, karena kita adalah korban yang hidup. Karena apa? Karena Kristus Tuhan kita (Gembala yang Baik), sudah memberikan jalan itu! Kristus sudah menjadi teladan bagi kita bagaimana Dia telah mengorbankan diri-Nya menjadi true sacrifice. Dunia baru ada harapan yang dimulai dari hidup saudara dan saya sebagai anak-anak Allah yang hidupnya berkenan dipakai oleh Tuhan untuk berjalan di dalam kehendak Allah. Mari kita kembali kepada kesadaran yang sesungguhnya. Kita dipanggil untuk menjadi true sacrifice, berkorban bagi orang lain demi menyatakan Kemuliaan Allah. Ketiga, Kasih Kristus membuat kita semakin mengasihi Tuhan dan sesama. Kristus yang mau mengasihi kita, orang yang tidak layak untuk dikasihi. Ia mengasihi kepada siapa Ia kasihi. Berbeda dengan spirit dunia. Manusia akan mengasihi sesamanya jika orang lain memberikan keuntungan bagi dirinya, mementingkan diri sendiri. Kasih dunia adalah kasih karena …, kasih dunia adalah kasih supaya…, kasih dunia adalah kasih kepada objek yang pantas, kasih dunia adalah kasih yang dipengaruhi oleh filsafat untung rugi…, kasih dunia adalah kasih yang memberi dengan motivasi ada umpan balik bagi dirinya. Tetapi ketika Yesus memandang kita dari atas kayu salib, Dia tidak mengatakan Aku memberikan nyawa-Ku bagimu karena kamu sangat menarik bagi hati-Ku. Di atas kayu salib, Dia tertikam oleh karena dosa-dosa kita. Ketika Dia disalib, Dia memandang ke bawah, yang dilihat-Nya adalah orang-orang yang menyangkal-Nya, orang-orang yang telah menganiaya-Nya, orang-orang yang telah meludahi-Nya, tetapi apa yang Tuhan kita lakukan? Dia mengatakan “Bapa ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Tuhan kita mengasihi kita bukan karena kita menarik. Namun Tuhan Yesus mengasihi kita supaya Dia bisa membuat kita menjadi orang yang penuh cinta kasih. Itulah yang menjadi alasan yang harus kita ingat, mengapa kita mau mengasihi sesama kita manusia, karena Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengasihi kita. Siapa kita sehingga mendapat tempat yang begitu special dalam hati Tuhan? Orang yang tahu siapa dirinya dihadapan Tuhan, maka hidupnya akan terus ada dalam ucapan syukur dihadapan Tuhan sehingga akan merubah cara pandang, sikap hidup, sikap hati dan seluruh aspek dalam hidupnya untuk sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki. Mari kita belajar dari teladan Tuhan Yesus. Melalui kasih Kristus yang rela berkorban untuk manusia berdosa, biarlah kita sadar siapa kita dihadapan Tuhan. Tidak ada perubahan hati yang sejati tanpa berjumpa dengan salib Kristus. Manusia akan mengenal kasih yang sejati hanya melalui kasih Kristus di atas kayu salib. C.S.Lewis mengatakan, dengan kasih Kristus kita menjadi seperti 6/7 Ringkasan Khotbah - 30 Maret 2014 pengemis yang bersukacita karena Anugerah Allah. Mari kita menyaksikan kasih Kristus melalui hidup kita. Kasih duniawi diubah menjadi kasih Allah di dalam dan melalui hidup kita. Bagaimana kita mengasihi Tuhan dan sesama kita? Suatu kali, seorang tokoh perdamaian ditanya oleh wartawan? Bagaimana caranya supaya kami bisa menyatakan kasih kepada sesama manusia? Dengan sederhana orang itu mengatakan, Tuhan sudah memberikanmu istri, suami, anak, saudara, keluarga. Sayangilah mereka! Nyatakanlah kasih Tuhan melalui hidupmu untuk mereka. Tuhan memberikan kita orang-orang dekat untuk kita kasihi. Begitu juga dengan gereja. Kristus mengasihi gereja sebagai tubuh-Nya, maka gereja harus saling mengasihi. Kasih diantara jemaat Tuhan akan mengkonfirmasikan kehadiran Tuhan dalam gereja ini. Kiranya teladan Kristus sang Gembala yang Baik akan membawa hidup kita semakin mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama kita. Pdt. Andi Halim mengatakan bahwa hidup manusia adalah hidup yang terus belajar. Mari kita terus belajar untuk menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan, mari kita terus belajar untuk menjadi True Sacrifice demi menggenapkan rencana Tuhan dalam hidup kita, mari kita terus belajar untuk semakin mengasihi Tuhan dan sesama kita. Kiranya Tuhan memberkati kita. Soli Deo Gloria. Amin. (ER) 7/7