Pemanfaatan Limbah Ternak Sebagai Pupuk Cair

advertisement
5
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Selada
Genus Lactuca L. berasal dari famili Asteraceae (Compositae), merupakan
yang terbesar dari keluarga dikotil (Judd et al., 1999). Tanaman yang berasal dari
Lembah Mediterania ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu selada telur atau kropsla
var. capitata, selada umbi var. longifolia, selada daun atau keriting var. crispa L.,
dan selada asparagus var. asparagina Bailey (Ashari, 2006).
Selada telur atau kropsla var. capitata merupakan jenis selada yang paling
banyak dibudidayakan orang, dimana tanaman ini membentuk krop yang sangat
padat. Selada umbi var. longifolia memiliki daun yang berbentuk silindris,
lonjong atau bulat telur, batangnya roset, tumbuh tegak, dan teksturnya kasar.
Jenis selada ini pada umumnya melipat daunnya yang berbentuk jantung. Selada
daun atau keriting var. crispa L. memiliki tekstur daun yang sama dengan var.
capitata, tetapi kurang membentuk krop dan umumnya daunnya keriting. Selada
asparagus var. asparagina Bailey memiliki tekstur daun yang kasar dan bagian
yang biasanya dikonsumsi adalah tangkai daunnya. Jenis selada ini banyak
ditanam di Cina (Ashari, 2006).
Tanaman Selada dapat tumbuh di segala musim baik di dataran rendah
maupun dataran tinggi, akan tetapi lebih baik bila dibudidayakan di dataran tinggi
dengan ketinggian di atas 1 500 m di atas permukaan laut (Ashari, 2006). Suhu
udara optimum yang dibutuhkan selada adalah 20 °C pada siang hari dan 10 °C
pada malam hari. Suhu yang lebih dari 30 °C biasanya menghambat pertumbuhan,
merangsang tumbuhnya tangkai bunga (bolting) dan menyebabkan rasa pahit.
Suhu juga mempengaruhi kematangan tanaman dan masa panen. Pemanenan
dapat dilakukan paling cepat setelah tanaman berumur 60 hari pada cuaca panas
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Tanaman selada dapat ditanam pada media tanah dengan kisaran pH 6.5 – 7.
Selada dapat tumbuh baik pada tanah yang remah, subur, mengandung banyak
bahan organik dan berdrainase baik. Selada membutuhkan air dalam jumlah yang
cukup banyak, terutama pada masa vegetatif, yang harus diberikan setiap hari
6
melalui penyiraman berkala. Sebagian varietas selada ada yang tidak tahan cuaca
panas, tetapi ada juga yang mampu mengatasi keadaan ini seperti varietas selada
daun (Ashari, 2006).
Intensitas cahaya tinggi dan hari panjang dapat meningkatkan laju
pertumbuhan dan mempercepat perkembangan luas daun sehingga daun menjadi
lebih lebar. Namun, pada hari panjang, beberapa kultivar selada terinduksi untuk
membentuk tangkai bunga. Hal ini cenderung karena terpacu oleh suhu tinggi
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Pemupukan
Tanaman membutuhkan unsur hara atau nutrisi selama pertumbuhannya
agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pemberian atau penambahan
unsur hara kepada tanaman dapat dilakukan melalui pemupukan. Pupuk adalah
suatu zat yang ditambahkan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman
untuk menyediakan unsur-unsur kimia untuk pertumbuhan tanaman. Pemupukan
tanaman merupakan kegiatan yang perlu dilakukan karena saat ini pencucian yang
mengakibatkan menurunnya jumlah unsur hara dalam tanah semakin meningkat
(Samekto, 2008).
Unsur hara dari tanah pertanian hilang dalam jumlah yang cukup besar,
seperti panen padi sebanyak 4 000 kg padi kering mengangkut unsur-unsur N, P
dan K dari tanah masing-masing sebanyak 32 kg N, 36 kg P2O5, dan 21 kg K2O
(Hardjowigeno, 2007). Hara pada tanah juga dapat berkurang karena terjadinya
pencucian akibat curah hujan yang tinggi (Salisbury dan Ross, 1995).
Hara harus dilarutkan dalam larutan tanah agar tersedia bagi tanaman dan
bahan organik yang mengandung nutrisi, seperti kotoran, residu tanaman atau
bahan organik tanah harus dipecah dan dimineralisasi menjadi molekul sederhana
sebelum dimanfaatkan oleh tanaman. Hara tanaman dibagi menjadi tiga
subkelompok (Lægreid et al., 1999), yaitu :
1. hara makro atau primer : N, P, K;
2. hara mayor atau sekunder : kalsium (Ca), magnesium (Mg), sulfur (S);
7
3. hara mikro yang merupakan zat yang dibutuhkan oleh tanaman yang sedang
tumbuh : klorin (Cl), besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), seng (Zn), tembaga
(Cu), molybdenum (Mo) dan nikel (Ni).
Tujuan pemupukan adalah memberikan unsur hara yang cukup kepada
tanaman agar produksi meningkat atau mencapai titik optimal, menambah dan
mempertahankan kesuburan tanah. Kebutuhan hara tanaman akan pupuk
tergantung jenis tanamannya. Kebutuhan pupuk oleh tanaman juga ditentukan
oleh bagian tanaman yang akan dipanen (Mulyono, 2007). Tanaman yang diambil
daunnya memerlukan pupuk N (sayuran, teh), tanaman yang menghasilkan pati
atau gula disamping memerlukan N juga unsur K (ubi kayu, ubi jalar, wortel,
lobak), tanaman yang diambil bunga, buah atau bijinya disamping unsur N (untuk
pertumbuhan vegetatif) juga memerlukan banyak unsur P untuk pertumbuhan
generative (Hardjowigeno, 2007).
Cara pemberian pupuk juga merupakan hal yang perlu dperhatikan agar
pengambilan hara oleh akar tanaman lebih efisien dan tidak merusak tanaman
tersebut. Beberapa cara pemupukan, diantaranya dengan cara disebar (broadcast),
di samping tanaman (sideband), dalam larikan (in the row), ditaburkan pada
tanaman setelah tumbuh (top dressed atau side dressed), dimasukkan bersama biji
yang ditanam (pop up), pemupukan lewat daun (foliar application) dan
pemupukan lewat air irigasi atau fertigation (Hardjowigeno, 2007).
Bahan Organik
Bahan organik memiliki peranan yang penting bagi tanah. Jumlah bahan
organik pada permukaan tanah tidak besar, yaitu hanya sekitar 3 – 5 persen.
Peranan bahan organik bagi sifat-sifat tanah dan akibatnya bagi pertumbuhan
tanaman, diantaranya memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara makro dan
mikro, manambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan
tanah untuk menahan unsur-unsur hara (kapasitas tukar kation tanah menjadi
tinggi) dan menjadi sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno, 2007).
Bahan organik juga mampu memperbaiki sifat biologi tanah sehingga tercipta
lingkungan yang lebih baik bagi perakaran tanaman sehingga akar dapat
menyerap unsur hara yang lebih banyak (Pangaribuan dan Pujisiswanto, 2008).
8
Bahan organik tanah adalah sisa-sisa bahan secara keseluruhan yang berasal
dari jasad hidup, baik berupa bahan yang masih segar maupun yang sudah
melalui pembusukan (AAK, 2005). Bahan organik tanah juga diartikan sebagai
fraksi yang berasal dari organisme hidup. Bahan organik merupakan sumber unsur
mineral yang menjadi tersedia apabila sudah terurai oleh bakteri, cendawan, dan
organisme lain dengan membentuk karbondioksida dan air dan pelepasan mineral
(Harjadi, 1984).
Beberapa sumber bahan organik, yaitu tanah-tanah hutan, daun-daun dari
berbagai tanaman dan sisa hewan yang mati pada permukaan tanah; pada tanahtanah pertanian yang diperoleh melalui sisa-sisa tanaman setelah panen dan
berbagai macam rumput liar, serta tanaman penutup tanah, berbagai pupuk hijau
yang dimasukkan ke dalam tanah pada waktu pengolahan tanah; sumber-sumber
lain dari bahan organik, seperti pupuk kandang, kompos, dan berbagai jasad-jasad
hidup dalam tanah yang sudah mati (AAK, 2005).
Tanah yang sehat mengandung cacing tanah, jamur, bakteri, protozoa,
artropoda,
alga
dan
serangga.
Bakteri
dan
organisme
tanah
lainnya
mendekomposisi bahan organik (seperti pupuk kandang), kemudian melepaskan
nutrisi dari bahan organik dan mineral tanah bagi tanaman, memperbaiki struktur
tanah, mengatasi penyakit akar dan detoksifikasi tanah (Bradley, 2008). Proses
dekomposisi atau mineralisasi bahan organik akan mempengaruhi ketersediaan
hara (Setyorini et al., 2006). Ketersediaan unsur hara pada pupuk organik
umumnya lambat. Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk
kegiatan mikroba tanah untuk diubah dari bentuk ikatan kompleks organik yang
tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan
anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002). Mikroba
tanah memetabolisme karbon organik (C) dan mengkonversi senyawa organik N
menjadi ammonium. Proses berikutnya mengoksidasi ammonium menjadi nitrat
melalui proses nitrifikasi (Gaskell dan Smith, 2007).
Proses fermentasi pupuk cair organik dapat berlangsung selama tujuh hari
(Londra, 2008; Prabukusuma dan Sulistyorini, 2009). Pupuk cair yang sudah
difermentasi memiliki warna yang coklat gelap dan bau amoniaknya sudah
berkurang (Prabukusuma dan Sulistyorini, 2009).
9
Limbah Peternakan
Limbah peternakan merupakan limbah yang diperoleh dalam jumlah besar dan
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Limbah ternak dapat berupa limbah
padat (feses) dan limbah cair (urin). Limbah peternakan umumnya meliputi semua
kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah
padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan (Hidayatullah et al., 2005). Pupuk dari
limbah peternakan (cair atau padat) dapat dimanfaatkan untuk menyediakan hara
dalam tanah, sebagai sumber bahan organik dan membantu memperbaiki struktur
tanah dan kandungan humus, walaupun aplikasi pupuk kandang untuk
mengembalikan hara ke tanah hanya sebagian kecil (Lægreid et al., 1999).
Pupuk kandang merupakan sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan
sebagai penyedia hara bagi tanah dan tanaman. Pupuk kandang terdiri dari
beberapa bentuk, yaitu pupuk kandang yang berasal dari lahan pertanian atau
pupuk kandang stabil (kering-limbah ternak dicampur dengan sampah/jerami yang
digunakan untuk alas), urin (cair), kental (dicampur dengan kotoran kering dan
basah) atau kompos.
Setiap pupuk kandang memiliki kandungan hara yang berbeda-beda.
Kandungan hara pada pupuk tergantung pada spesies hewan, jenis pakan, metode
pengumpulan dan lama penyimpanan. Proses pengolahan pupuk kandang juga
tergantung pada metode yang digunakan, baik untuk pengumpulan maupun
penyimpanannya (Lægreid et al.,1999). Pupuk kandang mengandung banyak
nutrisi yang dibutuhkan tanaman dan merupakan sumber penting untuk
penyediaan nitrogen. Pupuk kandang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
melalui pemberian bahan organik yang diperlukan tanaman dan peningkatan
kondisi fisik tanah (Splittstoesser, 1990).
Pengolahan limbah ternak menjadi pupuk cair dapat menggunakan bahan
yang berasal dari urin (biourin) dan pupuk cair dari kotoran ternak yang padat
(biokultur). Pupuk kandang cair merupakan pupuk kandang berbentuk cair
yang berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan
urin hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air dengan
perbandingan tertentu. Urin dihasilkan oleh ginjal dan merupakan sisa hasil
perombakan nitrogen dan sisa-sisa bahan dari tubuh, yaitu urea, asam uric dan
10
creatine hasil metabolisme protein. Urin juga berasal dari perombakan
senyawa-senyawa sulfur dan fosfat dalam tubuh (Hartatik dan Widowati,
2006).
Pengolahan limbah ternak menjadi pupuk cair dapat dilakukan melalui
proses fermentasi. Hasil analisis di laboratorium menunjukkan kadar hara N, K
dan C-organik pada biourin maupun biokultur yang diferrnentasi lebih tinggi
dibanding urin atau cairan feses yang belum difermentasi. Kandungan N pada
biourin meningkat dari rata-rata 0.34% menjadi 0.89%, sedangkan pada
biokultur meningkat dari 0.27% menjadi 1.22%. Kandungan K dan C-organik
juga meningkat drastis (Londra, 2008).
Tabel 1. Kandungan Unsur Hara dan Air Beberapa Jenis Pupuk Kandang
Kadar Unsur Hara dan Air (%)
Fosfor
Kalium
Sapi
-Padat
0.40
0.20
0.10
-Cair
1.00
0.50
1.50
Kerbau
-Padat
0.60
0.30
0.34
-Cair
1.00
0.15
1.50
Kambing
-Padat
0.60
0.30
0.17
-Cair
1.50
0.13
1.80
Domba
-Padat
0.75
0.50
0.45
-Cair
1.35
0.05
2.10
Sapi : kotoran dan urin*
1.20 – 1.70
0.30 – 1.01
0.50 – 0.94
Domba*
1.50
0.33
1.35
Kelinci*
1.20 – 1.90
0.29 – 0.55
0.46 – 1.67
Ayam**
1.50
1.50
0.80
Sapi**
0.50
0.20
0.50
Sumber : Lingga (1998), *Lekasi et al. (2001), **William et al. (1993)
Pupuk Kandang
Nitrogen
Air
85
92
85
92
60
85
60
85
Pupuk cair organik dapat menambah unsur hara pada tanah yang berkurang
akibat beberapa hal, seperti erosi. Pemberian urin ternak dalam 1 m3 pada lahan
dapat mengembalikan sekitar 1.5 kg N; 0.25 kg P; dan 4 kg K (AAK, 2007).
Kandungan K dan N pada urin ternak juga lebih tinggi dibandingkan kotoran
padat. Urin ternak memiliki kandungan K lima kali lebih banyak dan kandungan
N dua sampai tiga kali lebih banyak daripada unsur N dalam kotoran padat
(Hardjowigeno, 2007).
11
Kualitas Selada setelah Panen
Kualitas sayur
selada tergantung dari beberapa
faktor
yang bila
dikombinasikan akan menentukan produk tersebut dapat diterima atau tidak oleh
konsumen. Hal ini terbagi atas dua kategori, yaitu 1) sifat-sifat yang mudah
teramati (dirasakan) seperti kenampakan, warna, tekstur dan ketegaran (turgidity),
2) sifat-sifat yang kurang mudah teramati (dirasakan dari aroma dan nilai gizi.
Kualitas sayuran adalah sifat yang tidak stabil yang harus dipertahankan dalam
jangka waktu tertentu (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Warna merupakan salah satu pengamatan penampakan bahan pangan yang
berperan penting. Warna dapat menarik konsumen secara organoleptik dan dapat
digunakan sebagai indikator kualitas serta kandungan gizi (Apriantini, 2009).
Warna sayuran juga akan memengaruhi harga sayuran berdasarkan persentase
atau banyaknya daun yang menguning, serta kelayakan produk untuk dipasarkan.
Persentase daun yang menguning semakin tinggi menyebabkan harga akan
semakin menurun dan jika daun yang sudah menguning lebih dari 10 %, maka
selada tidak dapat dipasarkan (Utama et al., 2007).
Selada yang telah dipanen harus segera diangkut dari lapangan untuk
mempertahankan kualitas yang tinggi. Sayur Selada yang disimpan pada suhu
rendah (1 – 2 °C) dan kelembaban yang tinggi (90 – 95 %) dapat bertahan dalam
kondisi baik selama 2 – 3 minggu. Pemaparan etilen harus dihindari karena dalam
jumlah yang kecil juga dapat menyebabkan sense dini, bercak coklat kemerahan
dan kemerosotan kualitas yang nyata (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Produk sayuran yang disimpan akan mengalami pembusukan. Hal ini akan
berdampak pada kualitas produk sayuran. Kerusakan atau pembusukan produk
dapat terjadi akibat dehidrasi pada jaringan karena terbentuknya kristal dari
pembekuan air pada sel-sel dan menyebabkan jaringan menjadi kering dan hitam
(Apriantini, 2009). Sayuran yang layu juga dapat menurunkan kualitas. Awalnya
sayuran memiliki warna hijau segar, tetapi semakin lama warna menjadi hijau
cerah tetapi tidak segar, pucat dan mengalami pelayuan (Utama et al., 2007).
Kecerahan pada bahan pangan mentah dapat disebabkan kurangnya pigmen pada
kulit bahan tersebut (Apriantini, 2009).
12
Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman
Beberapa penelitian telah membuktikan dengan adanya penggunaan pupuk
organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Bahan
pembuatan pupuk organik dapat berasal dari limbah ternak (kotoran padat dan
urin), sampah dedaunan (jerami, serasah bambu, sisa dedaunan), tulang dan
sebagainya. Penggunaan pupuk organik, seperti pupuk kandang, sudah dilakukan
petani sejak lama, tetapi penggunaannya dalam jumlah besar menimbulkan
kesulitas dalam sumber penyediaan, pengangkutan dan aplikasinya (Hartatik dan
Widowati, 2006).
Pupuk organik mempunyai peran yang cukup besar dalam meningkatkan
kandungan hara tanah, terutama kandungan C-organik tanah. Tanah-tanah yang
mempunyai kandungan C-organik yang rendah mutlak harus diberikan pupuk
organik untuk meningkatkan produktivitas tanah. Dengan semakin meningkatnya
kandungan C-organik tanah akan berpengaruh terhadap aktivitas mikroba tanah
sehingga ketersediaan hara lebih meningkat (Sirappa dan Razak, 2007).
Aplikasi pupuk kandang meningkatkan produksi kentang lebih dari 50 % dan
pisang 11 % (pada petani kecil), pertumbuhan jenis sayuran utama (ubi jalar,
wortel, kubis dan buncis Perancis) 43 – 45 % (Lekasi et al., 2001). Tanaman
sayuran dan bunga yang telah diberi pupuk cair organik juga memiliki daun yang
lebih hijau. Pemberian pupuk organik cair dari urin sapi yang difermentasi dengan
dosis 4 000 l/ha mampu menekan penggunaan pupuk kimia sampai 50 % dengan
tingkat produksi yang lebih tinggi ± 5 % (Prabukusuma dan Sulistyorini, 2009).
Padi sawah (Oryza sativa) mengalami pertumbuhan vegetatif yang cukup
baik dengan melakukan manajemen jerami dimana salah satunya dengan
memberikan kompos jerami padi (Amrah, 2008). Pemberian kompos jerami padi
juga meningkatkan produksi tanaman tomat (Pangaribuan dan Pujisiswanto,
2008). Pertumbuhan dan hasil tanaman padi cenderung lebih tinggi dengan
menggunakan bahan organik dibanding tanpa pupuk organik baik secara tunggal
maupun interaksinya dengan pupuk N, P dan K (Arafah dan Sirappa, 2003).
Pemberian
Posidan-HT
pada
tanaman
selada
secara
umum
dapat
meningkatkan produktivitas tanaman selada. Posidan-HT adalah salah satu pupuk
13
organik cair yang bahannya berasal dari ekstrak tumbuhan (daun, bunga, kara,
batang dan biji-bijian). Posidan-HT pada dosis 150 ml/l air memberikan pengaruh
yang paling baik terhadap pertumbuhan tinggi dan bobot segar tanaman selada
(Azis et. al., 2006). Pemberian pupuk hayati yang dikombinasikan dengan pupuk
organik menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil
Cucumis sativus L. (Rachmat et al., 2005). Penelitian pada tanaman Bit (Beta
vulgaris L.) dan selada head (Lactuca sativa L.) menunjukkan terdapat pengaruh
nyata pemberian perlakuan pupuk organik terhadap produksi tanaman bit dan selada
(Mahasari, 2008).
Tanah Latosol
Tanah latosol memiliki lapisan solum yang tebal sampai sangat tebal, yaitu
dari 130 cm s.d. 5 m bahkan lebih, sedangkan batas horizon tidak begitu jelas.
Warna tanah ini adalah merah, coklat hingga kekuning-kuningan dengan
kandungan bahan organik 3 – 9 persen. Reaksi tanah pH dari jenis tanah ini adalah
4.5 – 6.5, yaitu dari asam sampai agak asam. Tekstur jenis tanah ini umumnya
adalah liat, sedangkan strukturnya remah. Ciri-ciri umum lainnya adalah
kandungan hara tanah ini rendah hingga sedang, agak sukar merembeskan air,
daya menahan air cukup baik dan tahan terhadap erosi (Sarief, 1985).
Daerah penyebaran jenis tanah ini, yaitu pada daerah dengan tipe iklim AlfaAma (menurut Koppen), sedang Schmidt dan Ferguson pada tipe A, B, dan C,
dengan curah hujan sebesar 2 000 – 7 000 mm/tahun, tanpa atau mempunyai
bulan kering kurang dari tiga bulan. Tanah ini terdapat pada daerah dengan
ketinggian 10 – 1 000 di atas permukaan laut (m dpl). Daerah penyebarannya
terutama di daerah Sumatera dan Sulawesi, tetapi dalam areal yang tidak begitu
luas terdapat pula di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Kepulauan
Maluku, Minahasa, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Tanaman yang dapat tumbuh baik pada jenis tanah ini, diantaranya padi,
sayur-sayuran, buah-buahan, palawija, dan beberapa jenis tanaman perkebunan
(kelapa sawit, karet, cengkeh, kopi dan lada). Tanah ini secara keseluruhan
mempunyai sifat-sifat fisik yang baik, tetapi sifat-sifat kimianya kurang baik
(Sarief, 1985).
Download