AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR

advertisement
2
Setiawan et al. 2010). Tingginya flavonoid
pada daun gambir diduga berpotensi sebagai
antibakteri yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.
Penelitian mengenai potensi tanaman
gambir di Indonesia belum banyak
dilakukan.
Penelitian
ini
bertujuan
mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak
kasar
flavonoid daun gambir dan
memperoleh karakteristik sifat antibakteri
terhadap S.aureus dan E. coli. Hipotesis
penelitian ini adalah flavonoid yang
terkandung di dalam ekstrak air daun gambir
memiliki aktivitas antibakteri. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah mengenai potensi daun
gambir sebagai sumber alternatif antibakteri
baru.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambir
Berdasarkan taksonomi gambir termasuk
ke dalam kingdom Plantae,
kelas
Angeospermae, sub kelas Monokotiledonae,
ordo Rubiales, Famili Rubiceae, Genus
Uncaria, dan spesies Uncaria gambir Roxb
(Dhalimi 2006).
Tumbuhan gambir memiliki daun
berbentuk oval dengan ujung meruncing,
permukaan daun licin, bunganya tersusun
majemuk, kelopak bunga pendek, benang
sari berjumlah lima, dan buah berupa
kapsula. Tumbuhan gambir diperlihatkan
pada Gambar 1. Tumbuhan perdu setengah
merambat ini tumbuh subur pada lahan
ketinggian 900 m di atas permukaan laut.
Tanaman ini membutuhkan cahaya matahari
penuh dan curah hujan merata sepanjang
tahun. Umumnya panen atau pemangkasan
daun gambir dilakukan setelah tanaman
berumur 1.5 tahun (Zamarel 1991).
Komponen fitokimia pada tanaman
gambir meliputi asam kateku tannat (20%),
katekin (7-33%), dan pirokatekol (20-30%),
(Thorper dan Whiteley 1990). Menurut
Lucida et al.(2007) komponen fitokimia
gambir terdiri atas flavonoid (katekin 50%),
pirokatekol 20-30%, gambirin 1-3%, kateku
merah 3-5%, quersetin 2-4%, zat lilin 1-2%,
dan alkaloid (2-5%). Komponen kimia
utama pada daun gambir ialah senyawa
katekin yang merupakan kelompok senyawa
flavonoid. Katekin pada daun gambir sekitar
40-50% (Hayani 2003 dan Lucida et al
2007).
Kandungan flavonoid yang tinggi pada
daun gambir menyebabkan filtrat rebusan
daun gambir dimanfaatkan masyarakat
tradisional di Indonesia sebagai pewarna
pakaian karena tahan terhadap cahaya
matahari (Risfaheri et al. l995). Gambir juga
sering digunakan sebagai pelengkap
menyirih yang memberikan efek warna
merah pada gigi serta dipercaya mampu
menguatkan gigi dan gambir juga sering
digunakan oleh masyarakat sebagai obat
penyembuh luka (Nazir 2000). Negara
importir gambir seperti Malaysia, Taiwan,
Jepang, dan Singapura memanfaatkan daun
gambir sebagai obat luka bakar, penetralisir
nikotin, bahan baku permen yang melegakan
kerongkongan bagi perokok dan tunasnya
digunakan sebagai obat diare, obat disentri
serta obat kumur-kumur pada sakit
kerongkongan (Suherdi 1991).
Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa
ekstrak daun gambir berfungsi sebagai anti
nematoda Bursapeleucus xyphylus (Alen et
al. 2004). Gambir juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan infus untuk mengatasi
gangguan pada pembuluh darah (Sukati dan
Kusharyono 2004), bahan antifeedan
terhadap hama Spodoptera litura Fab.
(Handayani et al. 2004), sebagai obat tukak
lambung (Tika et al. 2004), perangsang
sistem saraf otonom (Kusharyono 2004), dan
sebagai antioksidan (Kresnawaty et al.
2009). Menurut Nasrun et al. (1997) gambir
dapat menghambat pertumbuhan jamur
Phytophthora cinnamomi.
Flavonoid
Gambar 1 Gambir (Uncaria gambir Roxb)
(Zamarel 1991).
Flavonoid
merupakan
kelompok
senyawa fenol yang terbanyak ditemukan di
alam. Senyawa ini umumnya ditemukan
pada tumbuhan yang berwarna merah, ungu,
biru,
atau
kuning
(Lenny
2006).
Keberadaannya dalam daun dipengaruhi
oleh adanya proses fotosintesis sehingga
2
3
daun muda umumnya belum terlalu banyak
mengandung flavonoid (Harborne 1987).
Sebagian besar senyawa flavonoid di alam
ditemukan dalam bentuk glikosid. Glikosida
adalah kombinasi antara suatu gula dan
suatu alkohol yang saling berikatan melalui
ikatan glikosida. Gula yang terikat pada
flavonoid
cenderung
menyebabkan
flavonoid akan larut dalam pelarut polar
seperti etanol, metanol, butanol, aseton,
dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air
(Lenny 2006). Aglikon yang kurang polar
seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta
flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih
mudah larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform (Harborne 1993).
Flavonoid merupakan deretan senyawa
C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri
atas dua gugus C6 (cincin benzena) yang
dihubungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.
Kelas yang berlainan dalam golongan
flavonoid dibedakan berdasarkan cincin
heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus
hidroksil yang tersebar menurut pola yang
berlainan. Berdasarkan penambahan rantai
oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus
hidroksilnya flavonoid digolongkan menjadi
enam jenis, yaitu flavon, isoflavon, flavonol,
flavanon, kalkon, dan auron (Gambar 2)
(Grotewold 2005).
Gambar 2 Jenis-Jenis Flavonoid
Senyawa golongan flavonoid dari
beberapa bahan alam dilaporkan memiliki
aktivitas antibakteri. Aglikon epigenin,
quersetin, kaempferol, dan luteolin-7,3O’diglukosida pada tanaman Mentha
Longifolia dilaporkan mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif (Akroum
et al 2009). Katekin dari Elaeagnus glabra
dilaporkan
mampu
menghambat
Staphylococcus
epidermidis
penyebab
penyakit kulit. Mekanisme kerja flavonoid
diduga mendenaturasi protein sel bakteri dan
merusak membran sel (Nishino et al. 1987).
Antibakteri
Aktivitas
mikroorganisme
dapat
dikendalikan dengan penghambatan secara
fisik maupun kimia. Bahan antimikrob
adalah penghambat mikroorganisme secara
kimia
yang
mengganggu
aktivitas
metabolisme mikrob. Antibakteri adalah zat
yang menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan cara kerjanya, antibakteri
dibedakan
menjadi
bakterisidal
dan
bakteriostatik. Bakteriostatik adalah zat yang
bekerja menghambat pertumbuhan bakteri
sedangkan bakterisidal adalah zat yang
bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat
antibakteri bersifat bakteriostatik pada
konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal
pada konsentrasi tinggi (Chomnawang et al
2005)
Mekanisme kerja antibakteri secara
umum adalah merusak dinding sel (seperti
penisilin; sefalosporin; dan vankomisin),
mengganggu permeabilitas sel (seperti
penisilin; sefalosporin; vankomisin), dan
menghambat sintesis protein dan asam
nukleat (seperti kloramfenikol; rifampisin;
dan asam). Efektivitas kerja antibakteri
dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya konsentrasi antibakteri, jumlah
bakteri, spesies bakteri, bahan organik, suhu,
dan pH lingkungan (Cowan 1999).
Sifat antibakteri dapat berbeda satu
dengan yang lainnya. Antibakteri termasuk
ke dalam jenis spektrum luas bila
menghambat atau membunuh bakteri Gram
negatif dan Gram positif. Antibakteri
termasuk ke dalam jenis spektrum sempit
bila menghambat atau membunuh bakteri
Gram negatif atau Gram positif saja (Jones
2000).
Pengujian aktivitas antimikrob menggunakan antibiotik standar bertujuan
membandingkan kemampuan senyawa aktif
hasil isolasi dengan antibiotik standar dalam
3
4
menghambat ataupun membunuh mikrob
patogen yang diujikan. Pemilihan antibiotik
yang tepat dapat memberikan gambaran
mengenai daya kerja senyawa aktif hasil
isolasi. Antibiotik dengan spektrum luas
pada uji aktivitas antibakteri lebih baik
daripada antibiotik spektrum sempit (Dewi
2008).
Kloramfenikol merupakan antibiotik
yang diisolasi dari Streptomyces venezuelae.
Senyawa ini bekerja dengan cara
menghambat
sintetis
protein
yakni
mengganggu aktivitas peptidil transferase
melalui pengikatan pada subunit ribosom
70S
bakteri.
Kloramfenikol
tidak
mempengaruhi sintesis protein pada sel-sel
mamalia karena subunit ribosom yang
dimiliki oleh sel-sel mamalia adalah subunit
80S (Recse 1988).
Bakteri Uji
Bakteri merupakan protista bersel
tunggal yang berukuran sangat kecil
(mikroskopis). Sel-sel bakteri berbentuk
bola (kokus), batang atau (basilus), dan
spiral (spirilium). Pola penataan sel
berbentuk tunggal, berpasangan, gerombol,
rantai, dan filamen (Pelczar & Chan 1998).
Bakteri dapat memperbanyak diri dengan
beberapa cara, yakni pembelahan biner dan
fragmentasi. Waktu yang dibutuhkan sel
untuk membelah diri menjadi dua kali lipat
disebut waktu generasi. Waktu generasi
masing-masing spesies bakteri tidak sama
bergantung kondisi dan nutrisi (Pelczar &
Chan 1998).
Dinding sel merupakan komponen utama
yang memberikan bentuk serta kekuatan
pada sel prokariot. Berdasarkan komposisi
dan struktur dinding selnya, bakteri
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bakteri
Gram positif dan bakteri Gram negatif
(Pelczar & Chan 1998). Perbedaan antara
bakteri Gram positif dan bakteri Gram
negatif diperlihatkan pada Tabel 2.
Bakteri uji yang dipilih ialah S.aureus
(Gram positif) dan E.coli (Gram negatif).
S.aureus tergolong bakteri Gram positif,
berbentuk kokus dengan diameter 0.7-0.9
µm, dapat hidup secara aerob maupun
anaerob fakultatif, dinding sel mengandung
peptidoglikan dan asam teikoat, tidak
membentuk spora, dan pola penataan sel
bergerombol
(seperti
buah
anggur).
Pembentukan
kelompok
ini
karena
pembelahan sel-sel cenderung berada di
dekat sel induknya (Gupte 1990). Koloni
bakteri ini berwarna putih sampai kuning
keemasan. Tumbuh optimum pada suhu
37ºC dan pH 7.0-7.5 (Todar 1997). S. aureus
umumnya ditemukan pada hidung manusia
(Fournier dan Phillpot 2005). Bakteri ini
memiliki
kemampuan
melakukan
pembelahan, dan mampu memproduksi
bahan ekstraseluler
seperti katalase,
koagulase, eksotoksin, lekosidin, toksin
eksfoliatif, dan enterotoksin (Brooks et al
2001).
E. coli merupakan mikroba dari famili
Enterobactericeae yang normal terdapat di
saluran pencernaan hewan dan manusia.
Bakteri ini berbentuk batang berukuran 2-6
µm, bersifat anaerob fakultatif dan tergolong
bakteri Gram negatif. Bakteri ini tumbuh
optimum pada suhu 37ºC dan pH 7.0-7.5,
serta pada suhu 44ºC E. coli mampu
melakukan fermentasi laktosa (Pelczar dan
Chan 1988). Beberapa strain E.coli
menyebabkan diare yaitu Enterophatogenic
E.coli (EPEC) dan Enterotoxigenic E.coli
(ETEC). Strain yang menyebabkan diare
akut yaitu Enteroagregative E. coli (EAEC)
sedangkan Enteroinvasive E. coli (EIEC)
menyebabkan penyakit shigellosis (Brooks
et al. 2001).
Tabel 2 Perbedaan antara bakteri Gram
positif dan bakteri Gram negatif
Ciri-ciri
Struktur
dinding sel
Komposisi
dinding sel
Kerentanan
terhadap
penisilin
Perbedaan
Gram positif
Gram negatif
Tebal (5-80 Tipis (10-15
nm)
dan nm)
dan
berlapis
berlapis tiga
tunggal
(multi)
(mono)
Kandungan
Kandungan
lipid rendah lipid tinggi
(1-4%),
(11-21%),
peptidoglikan peptidoglikan
berlapis
di
dalam
tunggal dan lapisan kaku,
komponen
jumlah
utama lebih sedikit (10%
besar
dari berat kering)
50%
berat
kering
Lebih rentan
Kurang
rentan
Resisten
Lebih
Kurang
terhadap
resisten
resisten
gangguan
fisik
(Sumber : Pelczar & Chan 1998)
4
Download