EKPRESI MICRORNA 451 (miR-451) DAN P-GLYCOPROTEIN PADA Raji Cell Line RESISTEN DOXORUBICIN Nihayatus Sa’adah1, Indwiani Astuti2, Sofia Mubarika Haryana3 INTISARI Adanya overekspresi P-glycoprotein (P-gp) yang dikode oleh gen MDR-1 menjadi salah satu penyebab resistensi terhadap kemoterapi. MicroRNA, RNA kecil 18- 22 nukleotida, diketahui memainkan peran penting dalam regulasi ekspresi pada tingkat fisiologi maupun patologi. Beberapa sel-sel kanker yang resisten memperlihatkan adanya over-ekspresi P-gp yang dipengaruhi oleh disregulasi microRNA-451 yang menyebabkan peningkatan aktifasi faktor transkripsi gen MDR1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ekspresi microRNA-451 dan P-glycoprotein pada sel Raji yang resisten terhadap doxorubicin. Dua kelompok sel Raji digunakan dalam penelitian ini yaitu sel Raji (Sensitif) dan sel Raji/Dox (Resisten). Sel dikulturkan pada media komplit RPMI 1640 tanpa doxorubicin, diinkubasi pada 37oC dengan 5% CO2. Aktivitas sitotoksis doxorubicin diuji dengan uji MTT. Efek doxorubicin terhadap ekpresi P-glycoprotein (P-gp) dianalisis dengan metode immunositokimiawi. Ekpresi microRNA-451 (miR-451) dianalisis dengan quantitive Real Time-PCR (qRT-PCR). Uji MTT menunjukkan sel Raji/Dox memiliki nilai IC50 dua kali lebih besar dibandingkan sel Raji parentalnya, yaitu 8,82 µg/mL untuk sel Raji Parental dan 17,15 µg/mL untuk sel Raji/Dox. Ekspresi P-gp tidak ditemukan pada sel Raji Parental akan tetapi ditemukan pada sel Raji/Dox. Terdapat peningkatan ekspresi P-gp pada sel Raji/Dox sebesar 21% dibandingkan sel Raji (0%). Hasil quantitative Real Time-PCR (qRT-PCR) memperlihatkan microRNA-451 tidak terekspresi baik pada sel Raji Parental maupun sel Raji/Dox. Disimpulkan bahwa doxorubicin dapat menginduksi resistensi kemoterapi dan peningkatan ekspresi P-gp. Penelia ini memperlihatkan adanya korelasi antara nilai IC50 dan ekspresi P-gp pada sel Raji/Dox. Over-ekspresi P-gp pada penelitian ini mungkin dikarenakan oleh induksi doxorubicin bukan karena penurunan ekspresi microRNA-451. Kata kunci: Doxorubicin, microRNA 451, P-glycoprotein, Resisten, sel Raji. BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limfoma merupakan suatu kelompok tumor padat ganas yang muncul pada sistem limfatik (Nogai et al., 2011) baik pada limfosit B, limfosit T atau natural killer (NK). Pada limfoma, limfosit mengalami pembelahan yang lebih cepat dibandingkan dengan sel-sel normal. Seperti halnya limfosit normal, limfoma dapat muncul dibeberapa bagian tubuh, diantaranya pada kelenjar getah bening, sum-sum tulang, limpa, darah ataupun organ tubuh yang lain (Franciscus, 2012). Limfoma secara garis besar terbagi menjadi limfoma Hodgkin’s (LH) dan nonHodgkin’s (LNH). Angka kejadian limfoma non-Hodgkin’s lebih tinggi dibandingkan Limfoma Hodgkin’s. World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan LNH menjadi dua, yaitu limfoma sel B dan limfoma sel T (Potter, 1992). Tipe limfoma sel B paling banyak ditemui dari total kasus LNH, yaitu sekitar 80%-85% (Jemal et al., 2008). Limfoma non-Hodgkin’s menduduki peringkat ke-6 penyakit yang menyebabkan kematian di Amerika Serikat (Ribba et al. 2005). Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa pada tahun 2008 LNH menduduki peringkat ke-10 kanker yang paling banyak terjadi didunia. Fadilah (2009) menyebutkan bahwa pada tahun 2008 LNH menduduki peringkat ke-3 penyakit kanker yang sering terjadi pada laki-laki dan ke-2 pada perempuan. Tercatat sebanyak 191.599 orang meninggal akibat LNH pada tahun 2008. Pada tahun 2008, angka kejadian LNH paling tinggi terjadi di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia. Sedangkan angka kejadian LNH rendah terjadi di negara-negara di berkembang. Etiologi LNH sebagian besar belum diketahui. Akan tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan dan mempengaruhi perkembangan LNH, yaitu faktor genetik, kelainan sistem imun, lingkungan, dan infeksi patogen (Bilodeau & Fessele, 1998). Salah satu patogen yang diketahui terlibat dalam perkembangan LNH adalah virus Epstein Barr Virus (EB) (Au et al., 2004). Virus EB merupakan salah satu jenis virus yang banyak ditemukan pada penderita kanker. Virus EB umumnya menginfeksi manusia melalui saliva (Richardson, 2005). Limfosit B merupakan sel target dari virus EB. Adanya infeksi virus EB selanjutnya memungkinkan perubahan pertumbuhan dari sel B. Ibrahim (2010) mengungkapkan bahwa virus EB mengkode beberapa gen dan protein yang berpengaruh terhadap perkembangan dari host cell, diantaranya adalah EBNA, EBER, LMP1 dan 2. Selain itu virus EB juga mengkode microRNA virus yang diketahui mempengaruhi ekspresi protein maupun microRNA selular (Skalsky & Cullen, 2010). Salah satu tipe limfoma sel B yang perkembangannya dipengaruhi oleh infeksi virus EB adalah limfoma Burkitt (Ibrahim, 2010). Kemoterapi kombinasi merupakan salah satu standar terapi yang diberikan pada penderita kanker, termasuk limfoma Burkitt. Doxorubicin (DOX) merupakan salah satu obat kemoterapi kombinasi yang biasanya diberikan bersamaan obat-obat kanker yang lain, seperti siklofosfamid, vinkristin, vincristine, dan prednison (Roschewski & Wilson, 2011). Chu dan Sartorelli (2011) menjelaskan bahwa adanya kandungan DOX pada kemoterapi kombinasi dapat meningkatkan efisiensi dari pengobatan. Doxorubicin secara aktif mampu melawan sel-sel kanker yang cepat membelah dengan cara mengikat enzim yang terikat pada DNA (e.g enzim topoisomerase I dan II) sehingga menyebabkan efek sitotoksik dan antiproliferasi yang mengakibatkan kerusakan DNA. DOX juga bekerja dengan menginterkalasi dirinya pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA dan transkripsi RNA (Tacar et al., 2012). Hal tersebut terjadi jika DOX masuk ke dalam sel dengan afinitas yang tinggi. Minotti et al. (2004) menjelaskan bahwa bersama dengan besi, DOX membentuk suatu kompleks yang dapat memicu pembentukan radikal bebas yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan DNA dan memungkinkan terjadinya peningkatan efek samping toksisitas dari penggunaan obat. Kasus resistensi terhadap kemoterapi obat banyak ditemukan pada penderita kanker dan menjadi salah satu penyebab tingginya angka kegagalan kemoterapi pada penderita kanker (Drebot & Ling, 1990). Pada beberapa penderita kanker sering kali ditemukan kasus penurunan efektifitas obat (Jiang et al., 2009). Adanya over ekpresi gen multidrug resistance protein 1 (MDR-1) yang mengkode protein permeability glycoprotein (P-gp) diketahui menjadi salah satu mekanisme resistensi sel kanker terhadap DOX. Protein P-gp merupakan salah satu protein transporter pengeluaran obat keluar sel. Overekspresi P-gp banyak ditemukan pada kasus sel kanker yang resisten terhadap pengobatan (Setiabudi, 2010). Salah satu faktor yang diketahui mempengaruhi regulasi ekpresi P-gp adalah microRNAs yang bekerja dengan mentarget gen MDR-1. Deregulasi ekpresi miRNAs menyebabkan perubahan ekpresi mRNA target dan protein. MicroRNAs (miRNA) merupakan salah satu jenis noncoding RNA yang mengkontrol stabilitas dan translasi mRNA yang mengkode protein. miRNAs berperan sebagai regulator post-transkripsi ekspresi mRNA. miRNAs terikat pada sisi komplemen 3’un-translated regions (UTRs) dari mRNA target (Tang, 2005). Terbentuknya struktur stem-loop miRNAs mature yang memiliki urutan yang sama dengan mRNA target menyebabkan perubahan pada stabilitas atau efisiensi dari translasi mRNA target (Gibbons et al., 2011). miRNAs mentarget mRNA sehingga menyebabkan terjadinya degradasi mRNA atau penghambatan proses translasi dari mRNA menjadi protein. Oleh karena itu, adanya perubahan ekspresi pada miRNAs akan mempengaruhi proses post-transkripsi dari mRNA target dan protein yang dihasilkan. miRNAs ditemukan terlibat pada fisiologi maupun proses patofisiologi seperti apoptosis atau kanker (Jansson & Lund, 2012; Melo & Melo, 2014). miRNA memiliki kemampuan memainkan peran fungsional yang penting pada perkembangan kanker (Rodrigues et al., 2011). Deregulasi miRNA banyak ditemukan pada sel kanker. Deregulasi miRNA dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu perubahan genetik, mekanisme epigenetik, regulasi oleh faktor transkripsi, mutasi pada jalur pembentukan miRNA, alternative splicing atau poliadenilasi dan infeksi virus. Deregulasi miRNA menyebabkan terjadinya perubahan jumlah ekpresi mRNA target dan protein yang dikode mRNA target (Bartel, 2004). miRNA ditemukan selain pada sel juga ditemukan pada virus. miRNA yang dikode oleh virus dapat bekerja sebagai regulator ekpresi gen virus atau mengganggu ekpresi host gene (Lagana et al., 2010), maupun miRNAs seluler (Cameron et al., 2008). miRNAs virus mengkontrol proliferasi host cell dengan mentarget siklus sel dan regulator apoptosis. miRNAs virus diketahui terlibat pada patogenesis kanker. Virus EB merupakan virus manusia pertama yang ditemukan mengkode miRNA dan terlibat dalam patogenesis kanker (Choy et al., 2008). Saat ini mulai banyak dikembangkan penelitian mengenai miRNA yang digunakan sebagai biomarker kanker (George & Mittal, 2010). Biomarker kanker terbukti menjadi alat yang baik untuk mendeteksi respon sel terhadap terapi. Biomarker miRNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi beberapa penyakit-penyakit ganas, mengklasifikasikan jenis-jenis tumor, dan sebagai indikator prognosis (Noonan et al., 2011). Biomarker yang bersifat spesifik, sensitif, dan non-invasive untuk mendeteksi tumor pada stadium awal dibutuhkan sebagai titik utama prevensi dan terapi pada tumor/kanker (Chen et al., 2011). Salah satu miRNA yang mulai dikembangkan sebagai kandidat biomarker untuk kanker adalah microRNA-451 (miR-451) (Wiemer, 2011). Beberapa penelitian memperlihatkan adanya keterlibatan miR-451 pada perkembangan kanker, yaitu pada mekanisme resistensi kemoterapi obat antikanker DOX pada sel lini MCF-7. Pada sel lini MCF-7/DOX kanker payudara, penurunan ekspresi miR-451 menyebabkan adanya kegagalan pengobatan kanker melalui regulasinya terhadap gen MDR-1 yang merupakan target gen dari miR-451 sehingga menyebabkan peningkatan ekspresi protein P-gp yang dikode MDR-1 (Kovalchuk et al., 2008). Sel Raji merupakan sel lini manusia pertama yang berasal dari hematopoietic. Sel ini diperoleh dari turunan limfoma Burkitt yang ditemukan pada tahun 1963 dari rahang kiri anak lelaki dari Afrika yang saat itu terkena limfoma Burkitt. Anvret et al. (1984) menjelaskan bahwa setiap sel dari sel Raji mengandung sekitar 50-60 genom yang sama dari DNA virus EB. Sel Raji merupakan salah satu jenis sel yang terinfeksi virus EB yang sering digunakan dalam penelitian mengenai resistensi sel terhadap kemoterapi (Pop, 2008). Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang “Ekspresi MicroRNA-451 (miRNA-451) dan P-Glycoprotein (P-gp) pada Raji cell line Resisten Doxorubicin”. Penelitian dilakukan dengan mendeteksi ekspresi miR-451 dan P-gp pada kultur sel lini Raji (Raji-Burkitt’s Lymphoma cell line) yang diberi Doxorubicin (sel Raji/Dox) serta membandingkannya dengan kultur sel Raji Parentalnya. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana ekspresi protein P-gp pada sel Raji/Dox? 2. Bagaimana ekspresi miR-451 pada sel Raji/Dox? 3. Adakah hubungan miR-451 dan ekpresi P-gp pada resistensi sel terhadap DOX? I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum: Penelitian ini bertujuan untuk melihat ekpresi miR 451 dan P-glycoprotein pada Burkitt’s Lymphoma Cell Line sebagai kandidat biomarker kanker untuk diagnosa dan terapi pada sel Raji yang resisten kemoterapi obat anti kanker. I.3.2 Tujuan Khusus: 1. Mengetahui ekspresi protein P-gp pada sel Raji/Dox. 2. Mengetahui ekspresi miR-451 pada sel Raji/Dox. 3. Mengetahui hubungan miR-451 dan ekpresi P-gp pada resistensi sel terhadap DOX. I.4 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain mengenai keterlibatan miR-451 pada beberapa jenis kanker adalah sebagai berikut: 1. Kovalchuk et al. (2008) tentang adanya keterlibatan miR-451 terhadap mekanisme resistensi sel MCF-7 kanker payudara terhadap kemoterapi obat Doxorubicin. 2. Zhu et al. (2008) tentang peran miR-451 pada regulasi ekspresi MDR1/P-glikoprotein di sel lini kanker ovarium dan karsinoma serviks manusia. 3. Min et al. (2012) tentang ekspresi miR-451 dan hubungannya dengan resistensi terhadap ADM (adriamycin) pada sel kanker payudara. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya adalah analisis ekspresi miR-451 dan P-glycoprotein dilakukan pada kultur sel lini Raji yang merupakan sel kanker positif EBV yang berkorelasi dengan sel pada limfoma dan kanker lain. I.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: Penelitian ini merupakan langkah awal pengembangan miRNA sebagai kandidat biomarker prognostik. Memberikan gambaran profil ekspresi dari miR-451 serta P-glycoprotein pada sel Raji (sel lini kanker yang terinfeksi virus Epstein-Barr), serta hubungannya dengan mekanisme multidrug resistance pada sel Raji. Gambaran profil ekspresi miR-451 dan P-glycoprotein pada sel Raji yang resisten doxorubicin dapat dikembangkan sebagai biomarker kanker yang potensial untuk diagnostik dan terapi pada pasien limfoma non-Hodgkins (LNH) dan kanker-kanker lain yang disebabkan oleh adanya infeksi virus Epstein-Barr sehingga dapat membantu mengatasi permasalahan resistensi obat.