BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang memerlukan energi untuk melakukan kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari. Energi ini diperoleh dari hasil metabolisme bahan makanan
sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja
fisik dan pertumbuhan seseorang (Irianto, 2007). Gizi merupakan zat makanan
pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan badan (Kamus Bahasa
Indonesia, 2008). Gizi diperlukan oleh setiap manusia yang hidup, baik balita,
anak-anak, remaja, hingga lansia pun membutuhkan gizi untuk kelangsungan
hidup. Gizi juga memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena
bagi anak gizi dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi
pertumbuhan anak, makanan yang berlebih juga dapat menyebabkan obesitas.
Kedua keadaan ini merupakan masalah gizi dan dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas anak (Soetjiningsih,1994). Menurut Ivanovic et.al. (2000), masalah
gizi yang dialami anak dalam jangka panjang akan memberikan efek terhadap
perkembangan otak, Intelectual Quotient (IQ), dan Scolastic Achievment (SA)
pada anak dimasa dewasa. Selain itu, menurut Rancangan Aksi Daerah Pangan
dan Gizi (RAD-PG) 2011-2015 DIY gizi kurang dapat memberikan dampak : (1)
rendahnya produktivitas kerja; (2) berkurangnya kemampuan kognitif; dan (3)
1
2
kehilangan sumber daya karena biaya kesehatan yang tinggi. Kekurangan zat gizi
diperkirakan menyebabkan setengah dari kematian anak di dunia (Arora, 2009).
Menurut WHO (2012), jumlah penderita kurang gizi di dunia mencapai
104 juta anak, dan keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari seluruh
penyebab kematian anak di seluruh dunia. Asia Selatan merupakan daerah yang
memiliki prevalensi kurang gizi terbesar didunia, yaitu sebesar 46 %, disusul subSahara Afrika 28 %, Amerika Latin/Caribbean 7 %, dan yang paling rendah
terdapat di Eropa Tengah, Timur, dan Commonwealth of Independent States
(CEE/CIS) sebesar 5 % (UNICEF,2006). Keadaan kurang gizi pada anak balita
juga dapat dijumpai di Negara berkembang, termasuk di Indonesia.
Masalah kurang gizi ini menjadi tantangan semua pihak dan petugas
pelayanan kesehatan. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang
dilaksanakan oleh Kementrian Kesehatan pada tahun 2010, prevalensi balita yang
mengalami masalah gizi di Indonesia secara garis besar sebesar 17,9%. Dari
prevalensi total tersebut, balita yang menderita gizi kurang sebesar 13%, dan
sebesar 4,9% balita menderita gizi buruk. Prevalensi penderita gizi buruk terjadi
penurunan dari 5,4% di 2007 menjadi 4,9% di 2010. Namun prevalensi gizi
kurang dari tahun 2007 hingga 2010 tidak terjadi penurunan, tetap di angka 13%.
Hasil Riskesdas pada tahun 2010 menyebutkan bahwa prevalensi balita gizi buruk
dan balita gizi kurang pada balita laki-laki lebih besar dibandingkan balita
perempuan.
Masalah gizi pada balita ini dapat dijumpai hampir di setiap provinsi
yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebanyak 15 propinsi terdapat masalah gizi
3
lebih dari 20%, 9 propinsi terdapat masalah gizi 15-19 %, 9 propinsi terdapat
masalah gizi sebesar 10-14,9%, dan belum ada satu pun propinsi yang memiliki
prevalensi masalah gizi pada balita kurang dari 10% (Riskesdas 2010).
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk dalam bagian
yang memiliki prevalensi 10-14,9%. Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Provinsi
Daerah Yogyakarta tahun 2010, prevalensi balita yang mengalami permasalahan
gizi adalah 11,31% (KEP total). Dari prevalensi tersebut, balita dengan status gizi
buruk sebesar 0,7%, dan status gizi kurang sebesar 10,61%. Prevalensi di DIY
sudah melampaui target nasional (persentase gizi kurang sebesar 15% di tahun
2015) namun masih cukup banyak dijumpai penderita gizi kurang di DIY.
Kabupaten Kulon Progo sebesar 10,46 % penderita gizi kurang, 0,88% gizi buruk,
kabupaten Bantul sebesar 12% gizi kurang dan 0,58 % gizi buruk, kabupaten
Gunung Kidul 11,16 % gizi kurang dan 0,70% gizi buruk, kabupaten Sleman
9,53 % gizi kurang dan 0,66% gizi buruk, dan kota Yogyakarta 9,70 % gizi
kurang dan 1,01% gizi buruk. Prevalensi balita yang menderita permasalah gizi
kurang tertinggi ditemukan di kabupaten Bantul, yaitu sebesar 12% dan prevalensi
balita menderita gizi buruk terbesar terdapat di kota Yogyakarta. Di kabupaten
Bantul, prevalensi balita yang menderita gizi kurang tertinggi terdapat di wilayah
puskesmas Pundong yaitu sebesar 17,06 % dengan jumlah 309 balita (Dinkes
Bantul, 2011). Walapun sudah melampaui target nasional, namun sesuai dengan
RAD-PG 2011-2015, DIY masih memiliki tantangan untuk menurunkan
prevalensi gizi kurang hingga kurang dari 10%.
4
Masalah gizi pada balita dapat muncul karena beberapa faktor yaitu
penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah
(UNICEF,1998 dalam Soekirman 2000). Menurut Shetty (2006) masalah gizi
berawal dari kekurangan nutrient yang spesifik atau karena diet yang tidak
adekuat atau karena komposisi proporsi makanan yang dikonsumsi tidak tepat.
Penyebab langsung yaitu asupan makan yang kurang dan penyakit infeksi yang
diderita balita. Balita yang mendapat asupan makanan yang cukup tetapi sering
menderita penyakit infeksi misalnya diare, akhirnya dapat menderita kekurangan
gizi. Sebaliknya anak yang tidak cukup makan dapat melemahkan daya tahan
tubuhnya (imunitas), menurunkan nafsu makan dan mudah terserang infeksi,
sehingga akhirnya juga dapat terjadi kekurangan gizi. Penyebab tidak langsung
diantaranya pengetahuan ibu, ketersediaan pangan, pola asuh, pelayanan
kesehatan, dll. Faktor tidak langsung ini saling berkaitan dan bersumber pada akar
masalah yaitu pendidikan, dan ekonomi keluarga (Soekirman,2000).
Mengingat bahwa status gizi kurang pada balita adalah masalah yang
mendasar di Negara Indonesia ini, menilik tantangan di DIY sesuai dengan RADPG 2011-2015, dan banyak faktor yang mempengaruhinya, maka peneliti merasa
tertarik untuk meneliti Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang pada Balita
di wilayah puskesmas Pundong kabupaten Bantul Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka
rumusan masalah penelitian yang dapat diangkat adalah “Apa sajakah faktor-
5
faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada balita di wilayah puskesmas Pundong
kabupaten Bantul Yogyakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi gizi kurang pada balita di wilayah puskesmas Pundong
kabupaten Bantul Yogyakarta.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengetahui faktor asupan makanan pada balita gizi kurang di wilayah
puskesmas Pundong kabupaten Bantul Yogyakarta.
2. Mengetahui faktor penyakit infeksi pada balita gizi kurang di wilayah
pueskesmas Pundong kabupaten Bantul Yogyakarta.
3. Mengetahui faktor pengetahuan ibu tentang gizi pada balita gizi kurang di
wilayah puskesmas Pundong kabupaten Bantul Yogyakarta.
4. Mengetahui faktor pendidikan ibu pada balita gizi kurang di wilayah
puskesmas Pundong kabupaten Bantul Yogyakarta.
5. Mengetahui faktor pendapatan keluarga pada balita gizi kurang di wilayah
puskesmas Pundong kabupaten Bantul Yogyakarta.
6. Mengetahui faktor jumlah anggota keluarga pada balita gizi kurang di
wilayah puskesmas Pundong kabupaten Bantul Yogyakarta.
6
7. Mengetahui faktor determinan yang mempengaruhi gizi kurang pada balita
gizi kurang di wilayah puskesmas Pundog kabupaten Bantul Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan
memperkaya ilmu pengetahuan khususnya pada bidang kesehatan.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi pihak ibu balita
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada anaknya, sehingga
dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam
memperbaiki status gizi anaknya.
b. Bagi tenaga kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
tenaga kesehatan khususnya perawat yang melakukan perawatan pada balita
yang mengalami gizi kurang serta faktor-faktor yang mempengaruhinya,
sehingga dapat menentukan langkah-langkah strategis dalam menangani dan
memperbaiki status gizi balita.
c. Bagi kalangan akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
informasi, dan pengetahuan serta dapat digunakan sebagai gambaran dan
7
masukan bagi peneliti, untuk mengembangkan dan mengadakan penelitian
lebih lanjut terkait topik yang sama.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan
faktor yang berhubungan dengan status gizi pada balita antara lain :
1. Warda (2006) dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Anak Balita di Desa Adu Kecamatan Hu’u Kabupaten Dompu
Nusa Tenggara Barat”. Penelitian ini menggunakan metode croos
sectional. Variabel terikat dalam penelitian ini status gizi anak balita,
sedangkan variabel bebasnya adalah pengetahuan gizi ibu, pendidikan
formal ibu, besar keluarga dan pendapatan perkapita keluarga. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu, pendidikan
ibu, besar keluarga dan pendapatan perkapitan dengan status gizi anak
balita. Persamaan dengan penelitian ini adalah subjek penelitian yaitu
balita. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah tempat penelitian, jenis
penelitian, serta variabel penelitiannya.
2. Ikhwansyah (2004) dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten
Banjar Propinsi Kalimantan Selatan”. Penelitian merupakan penelitian
observasional dengan rancangan cross sectional. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah status gizi, dan variabel bebasnya adalah pelayanan
kesehatan (sikap petugas, keterjangkauan pelayanan kesehatan), status
8
imunisasi, asupan makanan, dan keluarga (pendidikan ibu, pengetahuan
ibu, sikap ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, sanitasi rumah).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik
keluarga, karakteristik balita, akses terhadap sarana kesehatan dan sanitasi
rumah dengan status gizi anak balita. Persamaan dengan penelitian ini
adalah subjek penelitian yaitu balita. Perbedaan dengan penelitian penulis
terletak pada jenis penelitian, variabel penelitian, dan tempat penelitian.
3. Werdiningsih (2001) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perbaikan Status Gizi Balita Gizi Buruk di Kabupaten Sleman dan Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini menggunakan rancangan
longitudinal study. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan
status gizi balita KEP berat, dan variabel bebasnya adalah asupan energy
dan protein, penyakit, variabel balita (umur,jenis kelamin, dan nomor urut
anak), dan variabel orang tua (pendidikan dan pekerjaan). Persamaan
dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, yaitu balita.
Perbedaan dengan penelitian penulis adalah variabel penelitian, jenis
penelitian dan tempat penelitian.
4. Sakisaka et. al. (2006) dengan judul “Nutritional status and associated
factors in children aged 0–23 months in Granada, Nicaragua”. Penelitian
ini mengunakan rancangan cross-sectional study. Tujuan penelitian ini
adalah untuk klarifikasi status nutrisi anak usia 0-23 bulan dan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan status nutrisi di
sebuah desa di Nicaragua. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner
9
untuk ibu dan pengukuran antropometri untuk anak. Hasil penelitian ini
adalah karakteristik sosiodemografi ibu dan partisipasi dalam aktivitas
kesehatan seperti memonitor pertumbuhan anak dapat memproteksi dari
malnutrisi, khususnya kurang gizi. Perbedaan dengan penelitian ini
terletak pada variabel penelitian, jenis penelitian, subjek penelitian. dan
tempat penelitian.
Download