Sifat Pertumbuhan pada Populasi Domba Silang

advertisement
PEMETAAN QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) SIFAT
PERTUMBUHAN PADA POPULASI DOMBA SILANG BALIK
EKOR TIPIS DAN MERINO
ENDANG TRI MARGAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pemetaan Quantitative
Trait Loci (QTL) Sifat Produksi pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan
Merino adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, September 2005
Endang Tri Margawati
NIM 04600013
ABSTRAK
ENDANG TRI MARGAWATI. Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat
Pertumbuhan pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino. Dibimbing
oleh HARIMURTI MARTOJO, MULADNO, SUBANDRIYO dan HERMAN W.H.
RAADSMA
Penelitian dimaksudkan untuk mengestimasikan lokasi quantitative trait loci
(QTL) dan gen kandidat sifat pertumbuhan pada domba. Sifat pertumbuhan yang
diteliti yaitu berat lahir (BL), berat umur 90 (BB90), umur 180 (BB180), umur 270
(BB270) dan umur 360 (BB360) pada populasi domba. Empat keluarga acuan half-sib
telah dirancang yang terdiri dari 381 ekor. Sebagain besar populasi didominasi oleh
domba silang balik dari persilangan domba F1 jantan (persilangan domba Ekor Tipis
Indonesia dan Merino) kemudian disilang balikkan dengan tetuanya (sejumlah
Merino betina) dan sebagian populasi adalah F2. Penelitian ini memanfaatkan
perbedaan penampilan berat badan antara domba ekor tipis dan Merino. Sebanyak
136 penciri mikrosatelit telah digunakan dalam perunutan genom yang mencakup 26
pasang kromosom autosomal. Analisis QTL dilakukan secara elektronik dengan
perangkat lunak program QTL Express. Lokasi QTL, jarak QTL dan penciri apit
(flanking markers) pada kromosom diperoleh dari basic analysis. Sedangkan
significance threshold dilakukan dengan uji Permutate Experiment Wide dan
Permutate Chromosome Wide pada taraf 5% (p<0.05) dan 1% (p<0.01). Identifikasi
gen kandidat diperoleh dengan akses GenBank-NCBI.
Hasil penelitian mengindikasikan keberadaan 15 lokasi QTL untuk sifat
pertumbuhan yang dipelajari. Tiga dari 15 lokasi QTL menunjukan keberadaan QTL
pada kromosom yang kuat (p<0.01), yaitu kromosom 5 untuk BL pada 112cM (88,8129,2cM), kromosom 7 untuk BB90 pada 8cM (0-46,9cM), untuk BB270 pada 76cM
(46,9-105,8cM) dan untuk BB360 pada 80cM (46,9-105,8cM), dan kromosom 18
untuk BB180 pada 96cM (106,4-123,9cM), untuk BB270 dan BB360 pada 104cM
(106,4-123,9cM). Lokasi QTL pada kromosom 18 tetap nyata (p<0.01) untuk BB360
dan juga untuk BB270 (p<0.05) mempertahankan pengaruhnya setelah uji experiment
wide. Lokasi QTL pada kromsom 18 adalah terletak homolog dengan kromosom14
manusia pada rentangan 98,509 – 105,138 Mb. Sedangkan dua penciri pengapit
(flanking markers) gen kandidat terletak pada kromosom 18 yaitu CSSM018 dan
TMR1 atau AKT1. Gen kandidat sifat pertumbuhan yang teridentifikasi pada
kromosom 5 yaitu gen CAST (Calpastatin), pada kromosom 7 adalah CAPN3
(Calpain3) dan SSTR1 (Somatostatin receptor1). Sementara pada kromosom 18,
meskipun terdapat pengaruh kuat QTL untuk sifat pertumbuhan pada kromosom 18
namun belum ditemukan gen kandidatnya.
Studi ini menunjukkan gen kandidat untuk sifat pertumbuhan berpeluang kuat
berada pada kromosom 18 dan ditemukan tiga gen (CAST, CAPN3, SSTR1)
berasosiasi dengan sifat kualitas daging.
ABSTRACT
ENDANG TRI MARGAWATI. Quantitative Trait Loci (QTL) Mapping for Growth
Traits in the Indonesian Thin Tail and Merino Backcross Sheep Populations). Under
Supervision of HARIMURTI MARTOJO, MULADNO, SUBANDRIYO and
HERMAN W.H. RAADSMA
This study was performed to map Quantitative Trait Loci (QTL) locations of growth
traits and candidate genes. Traits considered were weights at birth, 90, 180, 270 and
360 days of age (BW, W90, W180, W270 and W360) in Indonesian Thin Tail (ITT) and
Merino sheep populations. Four half-sib reference families were designed to establish
381 heads of sheep populations. This population consisted predominantly of
backcross progeny of Indonesian Thin Tail (ITT) rams crossed to Merino ewes then
F1 sires were backcrossed to a number of Merino ewes and also including some F2
progeny. The study exploited differences in weight performance between Merino and
ITT sheep. A total of 136 informative microsatellite markers were used in a genomewide scan covering the 26 autosomal sheep chromosomes. QTL analysis was
conducted online using the QTL Express. QTL locations, distances and flanking
markers were obtained from a basic analysis. Permutate-experiment wide and
permutate-chromosome wide analysis were used to analyze significance threshold
differences at levels of 5% and 1%. Identification of candidate genes was obtained by
accessing to GenBank-NCBI.
The study indicated the existence of 15 QTL locations for growth traits by a
chromosome wide analysis while 3 out of 15 QTL locations showed a strong support
(p• 0.01) of QTL locations: on chromosome 5 for BW at 112cM (88.8-129.2cM), on
chromosome 7 for W90 at 8cM (0-46.9cM), for W270 at 76cM (46.9-105.8cM) and for
W360 at 80cM (46.9-105.8cM), and on chromosome 18 for W180 at 96cM (106.4123.9cM), for W270 and W360 at 104cM (106.4-123.9cM). Only the growth trait of
W360 retained strong support (p• 0.01) and W270 was retained less strong (p• 0.05)
QTL locations on chromosome 18 under experiment-wide significance testing. By
investigating homologous human chromosomal segments, this QTL region on
chromosome 18 was homologous to human chromosome 14 and resided on
chromosome segment between 98.509 – 105.138 Mb and flanked by CSSM018 and
TMR1/AKT1 markers. CAST (Calpastatin) and CAPN3 (Calpain3), SSTR1
(Somatostatin receptor1) genes were identified on sheep chromosome 5, and 7,
respectively. While on chromosome 18, a candidate gene (s) associated with growth
traits could not be shown yet. However, the effect of QTL for growth traits showed
strongly on chromosome 18.
This study suggests that candidate genes were strongly indicated to exist on
chromosome 18 for growth traits and three genes of CAST, CAPN3 and SSTR1 were
identified in association with meat quality traits.
PEMETAAN QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) SIFAT
PERTUMBUHAN PADA POPULASI DOMBA SILANG BALIK
EKOR TIPIS DAN MERINO
ENDANG TRI MARGAWATI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
Judul Disertasi: Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat Pertumbuhan pada
Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino
Nama
: Endang Tri Margawati
NIM
: P04600013
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Harimurti Martojo, M.Sc.
Ketua
Dr. Ir. Muladno, MSA.
Anggota
Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc.
Anggota
Prof. Dr. Herman W. Raadsma
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ternak
Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.
Tanggal Ujian: 26 September 2005
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya ilmiah yang
dipilih dalam penelitian ini yaitu Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat
Produksi pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino. Penelitian
telah dimulai dari tahun 1999 sampai dengan 2004 untuk koleksi data kuantitatif
pertumbuhan dan analisis molekuler.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Professor Dr. Harimurti
Martojo, Dr. Muladno, Dr. Subandriyo dan Professor Dr. Herman W. Raadsma
(Sydney University, Australia) yang telah memberi bimbingan dan pengarahan
selama penyelesaian studi doktoral di Sekolah Pascasarjana, Intstitut Pertanian
Bogor. Perhargaan juga disampaikan kepada Dr. Karen Fullard peneliti bidang
genetika molekuler dari the Sydney University atas bimbingan dalam analisis QTL
dan diskusi yang bermanfaat dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Pekerjaan teknis di
laboratorium tidak mungkin terselesaikan tanpa bantuan dari Mrs. Gina Attard dan
Mrs. Marilyn Jones dari the Sydney University, Indriawati, S.Si. dari Puslit
Bioteknologi – LIPI. Pekerjaan koleksi data di lapang juga tidak mungkin tertangani
tanpa bantuan Sdr. Handrie, Agus Istiarto, Nugroho dan beberapa rekan di lapangan
yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu baik dari Puslit Bioteknologi –
LIPI maupun dari Puslitbang Peternakan, Bogor yang telah membantu dalam koleksi
data kuantitatif maupun koleksi darah untuk ekstraksi DNA. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada para pimpinan baik di lingkungan Puslit BioteknologiLIPI, Cibinong, LIPI-Jakarta maupun ACIAR (the Australian Centre for International
Agricultural Research) project (Dr. John Copland - Research Program Manager of the
Animal Science I, Prof. Dr. Herman W. Raadsma - Australian research leader, Dr.
Kusuma Diwyanto - Indonesian research leader) yang telah memberi kesempatan dan
ijin melakukan penelitian bersamaan dengan ACIAR project (AS1 97/27) pada
Genetic and Immunological Characterisation of High Resistance to Internal
Parasites in Indonesian Thin Tail.
Semoga karya ilmiah ini memberi wawasan baru dan manfaat di bidang Ilmu
Genetika Ternak modern di Indonesia.
Bogor, September 2005
Endang Tri Margawati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang, pada 30 Juni 1955 sebagai anak ke tiga dari
tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Mintardjo (Alm) dan Ibu Soentari (Almh).
Pendidikan Sarjana Peternakan (Ir.) ditempuh pada Fakultas Peternakan dan
Perikanan, Jurusan Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang, lulus tahun 1981.
Tahun 1993, penulis melanjutkan studi S2 pada Department of Animal Science, the
Faculty of Agriculture Science of the Massey University di Palmerston North, New
Zealand dan memperoleh gelar M.Agr.Sc. pada tahun 1995. Pada 2001, penulis
melanjutkan studi pascasarjana S3 pada program studi Ilmu Ternak, Institut Pertanian
Bogor (IPB). Beasiswa diperoleh sebagian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) dan bantuan penelitian dari ACIAR.
Awalnya penulis bekerja sebagai peneliti di Lembaga Biologi Nasional (LBN)LIPI di Bogor sejak tahun 1982 sampai 1986. Adanya pengembangan LBN tahun
1986, penulis berpindah dan bergabung dengan Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI
pada bidang Reproduksi dan Genetika Ternak sampai sekarang. Tahun 1999 dan
2000, penulis mendapat pelatihan pada DNA Technology di Sydney University,
Australia, sebagai bagian dari penelitian kerjasama ACIAR project: Indonesia dan
Australia. Bersamaan melakukan penelitian ACIAR project, penulis melakukan riset
untuk penyusunan disertasi. Sebagian besar analisis molekuler (genotyping)
dilakukan di Sydney University, Australia. Penulis memperoleh pelatihan Analisis
QTL pada Oktober 2004 dari Dr. Karen Fullard (Moleculer Geneticist) dari the
Sydney University, Australia.
Topik disertasi yang diambil adalah Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL)
Sifat Pertumbuhan pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino.
Selama studi pascasarjana S3, beberapa karya ilmiah telah dipresentasikan, yaitu The
application of microsatellite markers for Quantitative Trait Loci (QTL) mapping of
production traits in sheep, pada the 3rd Conference of Science Council of ASIA
(SCA) in May 2003 di Denpasar, Bali (1); Analisis segregasi karakter berat lahir pada
anak domba silang balik (Merino X Ekor Tipis X Merino) pada Simposium PERIPI
(Perhimpunan Ilmu Pemuliabiakan Indonesia) di Bogor, Agustus 2004 (2); Analysis
of candidate major gene for pre-weaning growth traits in sheep pada the 3rd
Indonesian Biotechnology Conference (IBC) di Denpasar, Bali pada Desember 2004
(3). Satu karya ilmiah Quantitative Trait Loci (QTL) Analysis for Production
Traits of Birth Weight and Weight 360 days in Backcross Sheep (Indonesian
Thin Tail x Merino x Merino) telah dikirim ke Jurnal ilmiah Hayati pada Maret
2005 (4).
Dengan selesainya program studi doktoral ini, akan menambah keahlian staf
peneliti bidang genetika molekuler hewan di Puslit Bioteknologi - LIPI yang belum
terisi sebelumnya. Oleh karena itu masih banyak aspek yang bisa dikerjakan. Semoga
gelar doktor yang diperoleh akan bermanfaat pada profesi pekerjaan dan kemajuan
penelitian biologi molekuler hewan pada umumnya dan pada kelompok penelitian
genetika molekuler hewan khususnya di Puslit Bioteknologi - LIPI.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..…
xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..…...
xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..…....
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang …………………………………………………………..
1
Tujuan Penelitian ………………………………………………………..
4
Manfaat Penelitian ……………………………………………………….
4
TINJAUAN PUSTAKA
Quantitative Trait Loci (QTL)……………………………………………
5
Pengertian QTL ………………………………………………...….
Sifat Kuantitatif ………………………………………………….….
Gen Mayor……………………………………………………..…..
Deteksi QTL………………………………………………………..
5
6
7
8
Prinsip Pemetaan QTL ………………………………………………...…
9
Pendekatan Studi Pemetaan QTL……………………….……….....
Rancangan Hewan Percobaan……………………………………...
10
12
Bangsa Domba……….………………………………………...
Sifat Genetik………. ……………………………….................
15
16
Penciri DNA ……………………………………………………….
Linkage Mapping ……………………………………………….….
Analisis QTL …………………………………………………….....
17
23
24
Segregasi Gen………………………………………..................
Analisis Keterpautan (Linkage Analysis)……………………....
24
25
Studi Pemetaan QTL Sifat Produksi Domba………………………..…....
26
Aplikasi Teknologi Penciri Genetik………………………………..…..…
27
Linked dan Direct Markers…………………………………..…..…
Marker-assisted selection (MAS)………………………………..
27
30
Aplikasi Studi QTL pada Kemajuan Pemuliaan……….………………
31
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat …………………………………………………….
32
Bahan…………………………………………………………………..
32
DNA Genom……………………………………………………..
Keluarga Acuan dan Pembentukan Populasi Progeny……………
Penciri Mikrosatelit………………………………………………
32
32
34
Metode…………………………………………………………………
35
Polymerase Chain Reaction (PCR)………………………………
Genotyping……………………………………………………….
Koleksi Data Fenotipe.…………………………………………...
Analisis Genetik dan Statistik……………………………………
35
37
38
38
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan Penciri……………………………………
………………….
43
Genotyping Progeny …………………………………………………….
44
Identifikasi Gen Mayor - Analisis Segregasi ……………………………
46
Identifikasi QTL ………………………………………………………...
49
Keberadaan QTL - Significance Threshold..……………………….
Lokasi QTL dan Penciri Apit (Flanking Markers) ………………..
49
53
Gen Kandidat pada Kromosom 5, 7 dan 18 …………………………….
60
Akses GenBank .. …………………………………………………
Deskripsi Gen ……………………………………………………..
61
62
Gen Kandidat pada Kromosom 5 ……………………………
Gen Kandidat pada Kromosom 7 ……………………………
Gen Kandidat pada Kromosom 18 …………………………..
67
69
73
SIMPULAN …………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
LAMPIRAN ……………
……………………………………………………..
78
…
79
94
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Tampilan fenotipik domba ekor tipis Indonesia dan domba Merino… .
17
2
Studi gen mayor dan QTL sifat produksi pada domba … …… ..…….
26
3
Daftar petunjuk penggunaan tipe penciri ………
28
4
QTL terdeteksi pada populasi ternak … ………. ……………………..
5
Rancangan ternak percobaan ……… ……………………………….
6
Penciri mikrosatelit per kromosom … …………………………
…………
… .……..
29
..
33
…. ...
34
7
Rataan sifat pertumbuhan pra-sapih (BL dan BB90) pada populasi
domba silang balik dari empat keluarga cuan (saudara tiri).……… …
48
8
Significance threshold berat lahir (BL)…………………………....
50
9
Significance threshold berat badan 90 (BB90)……………………….
51
10
Significance threshold berat badan 180 (BB180)…………………….
51
11
Significance threshold berat badan 180 (BB180) …………………….
51
12
Significance threshold berat badan 360 (BB360)……………………...
51
13
Lokasi QTL dan penciri apit (Flanking Marker) sifat pertumbuhan ...
54
14
Sheep mapping website ………………………
62
………………............
....
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Hasil penapisan penciri BMS528…………
………………………
…
44
2
Hasil genotyping keluarga 1261…………………………………….
45
3
Kurva bi-modal ……………………………………………………..
47
4
F-value kromosom 5, 7, 18 ………………………………………….
53
5
Lokasi penciri mikrosatelit pada kromosom 2……………………….
55
6
Lokasi penciri mikrosatelit pada kromosom 18………………………
57
7
Lokasi penciri mikrosatelit pada kromosom 23………………………
59
8
Lokasi gen kandidat pada kromosom 5 ……………………………
9
…
63
Lokasi gen kandidat pada kromosom 7………………………………
.
64
10
Lokasi gen kandidat pada kromosom 18……………………………
..
65
11
Ideogram lokasi gen CAST …………………………………………..
67
12
Ideogram lokasi gen SSTR1 …………………………………………
70
13
Ideogram lokasi gen CAPN3 ………………………………………..
72
14
Foto mikro otot longisimus normal dan Callipyge,
domba Callipyge .………………………………………………
……
77
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Daftar penciri per kromosom……… ……………………………….
2
Individu domba per keluarga ……………………………………….
3
Input data: map file …… ……………………………………………
103
4
Input data: genotype file …………………………………………....
104
5
Input data: phenotype file …………………………………….........
105
6
Hasil uji permutasi – significance threshold......................................
106
7
Homologi kromosom 5 domba dengan romosom 5
Manusia …………………………………………………………….
107
8
Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom
3, 14, 15 Manusia …………………………………………………..
108
9
Homologi kromosom 18 domba dengan kromosom 14
Manusia ……………… …………………………………………….
116
10
Daftar gen kandidat pada segmen kromosom 5 Manusia homolog
dengan kromosom 5 domba ………………………………………..
118
11
a. Daftar gen kandidat pada segmen kromosom14 Manusia homolog
dengan kromosom 7 domba………………………………
………
121
b. Daftar gen kandidat pada segmen kromosom 14 dan 15 Manusia
homolog dengan kromosom 7 domba…………………………….
127
Daftar gen kandidat pada segmen kromosom 14 Manusia homolog
dengan kromosom 18 domba ……………………
…………………
137
12
.
94
100
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi ternak domba di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Data terakhir populasi domba di Indonesia pada tahun 2004, tercatat
lebih dari 8.245.000 ekor tersebar hampir di seluruh tiga puluh wilayah propinsi dan
paling banyak tersebar di Propinsi Jawa Barat (tidak termasuk Propinsi Banten), yaitu
berjumlah 3.673.812 ekor (DJBPP 2004). Hingga saat ini pengusahaan ternak domba
masih didominasi oleh peternakan rakyat dalam skala kecil dengan sistem
pemeliharaan sederhana atau tradisional. Pemeliharaan domba tersebut pada
umumnya ditujukan untuk produksi daging dan sebagian lainnya digunakan sebagai
tabungan untuk menunjang ekonomi keluarga. Dilihat dari sisi ekonomi, usaha
peternakan domba mempunyai prospek bagus karena mempunyai perputaran modal
yang lebih cepat dibandingkan dengan usaha ternak ruminansia besar seperti sapi atau
kerbau. Bahkan isu terakhir, ternak domba dari Indonesia dapat memasok sebagian
keperluan domba di Timur Tengah. Namun sampai saat ini usaha peternakan domba
belum diusahakan secara industri atau dalam skala besar. Selama ini usaha pemuliaan
telah diupayakan untuk memperbaiki sifat genetik dalam produksi (daging) tinggi,
namun hasil yang diperoleh belum maksimal. Terlebih lagi, usaha pemuliaan
produksi domba juga belum merambah untuk memikirkan produksi daging dengan
sebaran lemak yang rendah. Kualitas daging akan mempunyai nilai tambah apabila
daging yang dihasilkan tidak mengandung banyak lemak atau dihasilkan daging
kurus (leaner). Penangkar ternak juga belum belum memperhitungkan efisiensi waktu
maupun jumlah ternak yang digunakan dalam program pemuliaan.
Perkembangan ilmu pengetahan dan teknologi yang semakin cepat berkembang
dewasa ini, usaha perbaikan genetik sekarang dapat lebih diarahkan untuk sifat
bernilai ekonomi tertentu. Kemajuan pengetahuan di bidang biologi molekuler dan
bidang teknologi informasi utamanya bioinformatika, maka penelitian pada bidang
genetika telah berkembang pesat.
Selama ini penelitian dalam perbaikan genetik ternak untuk sifat kuantitatif
bernilai ekonomi tinggi, dilakukan kurang efektif karena memerlukan populasi ternak
yang besar dan hampir semua menggunakan nilai dugaan berdasar analisis statistik.
Sekarang, penelitian seperti tersebut akan menjadi lebih cepat dan akurat karena
tersedianya peta genetik ternak dan tersedianya program komputer (software) yang
basis datanya adalah fragmen DNA (merupakan manifestasi alel) yang digunakan
sebagai parameter selain data kuantitatif. Adanya fasilitas peta genetik ternak
tersebut, kesempatan untuk mengungkap lebih jauh sifat yang sulit untuk diwariskan,
sekarang dimungkinkan untuk diupayakan perbaikan genetiknya. Penelitian pemetaan
sifat genetik akhir-akhir ini semakin penting sebagai terobosan pada pencarian sifat
kuantitatif bernilai ekonomi pada pemuliaan ternak.
Sejarah terciptanya peta genetik ternak tidak terlepas dari teori pewarisan
Mendel. Teori pewarisan sifat tersebut dilakukan oleh Bapak Ilmu Genetika Modern Gregor Johann Mendel pada sekitar abad 18 (Russell 1990). Kemajuan ilmu genetika
kemudian disusul dengan ditemukannya jarak antara dua gen pada kromosom oleh
Morgan. Penetapan jarak fisik antara dua gen tersebut diukur dengan satuan map
units, dan akhirnya penetapan satuan jarak ini disepakati dengan nama centi-Morgan
(cM) untuk memberi kehormatan pada Morgan sebagai penemunya (Russell 1990).
Penentuan jarak antara dua gen, didasarkan pada banyaknya frekuensi terjadinya
rekombinasi. Semakin sering terjadi rekombinasi (lokasinya disebut hot spot) diantara
2 gen atau penciri genetik, ini berarti jarak atau interval antara 2 gen tersebut lebih
lebar. Sebaliknya semakin jarang kejadian rekombinasi, berarti jarak antara dua gen
tersebut adalah lebih pendek. Pada daerah hot spot tersebut dimungkinkan terjadinya
segregasi, sementara jarak yang lebih pendek adalah semakin kecil terjadi segregasi.
Perkembangan genetika modern dari Mendel dan ditambah penemuan dari
Morgan tersebut kemudian mengilhami dibuatnya peta genetik pada hewan budidaya,
misal pada domba. Peta genetik tersebut awalnya dikemukakan pada tahun 1994 oleh
Broad et al. (1997) yang melaporkan peta fisik kromosom, kemudian disusul
pengembangan peta genetik oleh Crawford et al. (1995) dan de Gortari et al. (1998).
Kelengkapan peta genetik domba akhir-akhir ini dikembangkan terus dari tahun ke
tahun oleh Maddox et al. (2001; 2002). Perkembangan peta genetik ternak domba
tersebut sekarang menjadi acuan untuk penelitian pemetaan quantitative trait loci
(QTL) untuk sifat kuantitatif penting bernilai ekonomi. Dengan dilengkapinya peta
genetik ternak domba, hal ini menjadi kemajuan besar di bidang penelitian genetika
molekuler pada ternak domba.
Salah satu sifat kuantitatif penting pada ternak adalah produksi karkas. Sifat ini
berhubungan dengan sifat bobot badan dan pertumbuhan pada ternak. Sifat tersebut
belum diupayakan semaksimal mungkin dalam perbaikan genetik yang ekspresinya
dapat dilihat pada perbaikan tampilan fenotipenya. Perbaikan genetik melalui seleksi
ternak yang dilakukan selama ini semata-mata berdasarkan tampilan fenotipe untuk
menduga kontribusi genetik yang diwariskan atau gen yang dipindahkan dari generasi
ke generasi berikutnya. Penemuan saat ini (pada seleksi ternak) dengan melibatkan
penggunaan penciri genetik akan mempersempit estimasi karena pendugaan yang
tadinya hanya didasarkan pada parameter fenotipe sekarang dimungkinkan untuk
meduga dengan tambahan informasi sampai tingkat DNA.
Dinyatakan oleh Kinghorn et al. (1994) bahwa penggunaan teknik molekuler
dapat membantu memecahkan beberapa keterbatasan dari metode yang selama ini
digunakan. Lebih lanjut diterangkan bahwa kemampuan untuk menyusun peta
genetik yang lebih lengkap untuk setiap jenis hewan memungkinkan dilakukannya
evaluasi QTL seluruh genom untuk QTL yang mempunyai efek besar terhadap
fenotipe. Informasi demikian dapat dimanfaatkan di dalam program pemuliaan.
Selain itu metode analisis segregasi telah dikembangkan untuk mendeteksi
keberadaan gen mayor (major genes) dari analisis data kuantitatif pedigree (asal usul
atau silsilah) tanpa adanya informasi molekuler (Bovenhuis et al. 1997). Namun
analisis segregasi ini diketahui kurang kuat dalam pembuktian keberadaan gen mayor
dibandingkan dengan studi analisis QTL yang dilengkapi dengan pemanfaatan penciri
molekuler.
Hingga saat ini di Indonesia belum dilakukan analisis QTL untuk identifikasi
gen mayor yang dikaitkan dengan sifat kuantitatif bernilai ekonomi tinggi pada
ternak. Kemajuan komputerisasi dan tersedianya perangkat lunak (sowfware) secara
online dari internet dan tersedianya fasilitas laboratorium molekuler dapat digunakan
untuk membantu analisis pemetaan QTL.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menerapkan metode pemetaan QTL sifat pertumbuhan dengan memanfaatkan
penciri genetik
2. Identifikasi QTL dan estimasi lokasi QTL (cM) yang mempengaruhi sifat
pertumbuhan pada berat lahir (BL), berat badan umur 90 hari (BB90), berat
umur 180 hari (BB180), berat umur 270 hari (BB270) dan berat umur 360 hari
(BB360)
3. Identifikasi penciri DNA apit (flanking markers) dalam pemetaan QTL
4. Mencari gen kandidat sifat pertumbuhan pada domba
Manfaat Penelitian
Dengan ditemukannya penciri DNA dan ketersediaan perangkat lunak dalam
komputerisasi untuk membantu analisis pemetaan QTL, maka penelitian pemetaan
QTL sifat pertumbuhan dengan beberapa karakter berat badan pada domba memberi
beberapa manfaat seperti berikut:
1. Ternak dapat diseleksi lebih akurat dengan informasi keberadaan sifat yang
dicari berlokasi relatif tepat
2. Keberadaan gen mayor yang berasosiasi dengan penciri genetik (marker)
dapat dideteksi lebih awal
3. Biaya dan waktu seleksi dapat ditekan atau program pemuliaan secara
keseluruhan dapat dilakukan secara efisien melalui Marker Assisted Selection
(MAS)
4. Metode identifikasi penciri genetik untuk sifat pertumbuhan ini dapat
diterapkan dalam penelusuran sifat yang diinginkan (interest traits) lainnya
dan pada komoditi ternak lainnya
TINJAUAN PUSTAKA
Quantitative Trait Loci (QTL)
Pengertian QTL
Dalam pemuliaan ternak akhir-akhir ini sering dibahas tentang istilah QTL.
Banyak pernyataan diuraikan untuk menjelaskan istilah QTL, satu dan lainnya hampir
sama artinya atau terkadang bersifat melengkapi istilah QTL lainnya. Kim & Park
(2001) menerangkan bahwa bila pada suatu lokasi dalam kromosom suatu individu
terdapat suatu gen yang bertanggung jawab terhadap variasi suatu sifat, maka tempat
tersebut disebut QTL. Studi lainnya menyebutkan bahwa QTL adalah suatu istilah
yang digunakan untuk menyebut lokusnya atau lokasinya polygene. Poligen adalah
sejumlah gen yang masing-masing mempunyai efek kecil secara bersamaan
berekspresi untuk mendeterminasi fenotipe dari satu sifat kuantitatif (Zaid et al.
2001). Van der Werf (2000c) menyatakan bahwa meskipun QTL dapat saja ditempati
gen yang mempunyai pengaruh apapun namun di dalam praktek lebih ditekankan
hanya terhadap keberadaan gen mayor pada suatu QTL. Dinyatakan oleh Dominik
(2005b) bahwa QTL akan bermanfaat apabila pada loci nya ditempati oleh gen
mayor. Lebih lanjut dinyatakan bahwa gen mayor sendiri sulit ditemukan namun
materi atau penciri genetik tertentu pada kromosom dapat digunakan sebagai tapak
atau landmark yang ada keterpautan dengan gen mayor tersebut. Landmark tersebut
dianggap sebagai alat penciri atau tool yang dapat membantu dalam penelusuran
kemungkinan apakah seekor hewan adalah pembawa suatu gen mayor.
Van den Werf (2000c) juga menerangkan bahwa QTL mencerminkan hanya
beberapa dari banyak gen yang berpengaruh pada fenotipe. Variasi pada polygene
yang terkait dengan polimorfisme QTL menentukan total variasi genetik. Walaupun
pengaruh QTL menerangkan hanya sebagian perbedaan genetik diantara hewan,
namun pengetahuan gen yang berlokasi pada QTL dapat sangat membantu dalam
estimasi suatu genotipe yang benar dari hewan. Oleh karena itu, informasi yang
tersedia pada QTL menambah akurasi estimasi dari nilai pemuliaan (Van der Werf
2000c). Jika gen yang terdapat pada QTL berpengaruh besar, gen demikian dapat
lebih spesifik dieksploitasi pada program pemuliaan.
Sifat Kuantitatif
Kebanyakan sifat penting bernilai ekonomi pada pemuliaan ternak adalah
beragam yang berlangsung terus menerus (continuously varying), sebagai contoh
adalah produksi susu, berat wol, berat badan dan produksi telur (Nicholas 1996).
Semua sifat yang menunjukkan continuous variation disebut sifat kuantitatif atau
sifat yang dapat diukur (matric traits) dan variasi di dalam sifat kuantitatif disebut
variasi atau keragaman kuantitatif (Zaid et al. 2001; Nicholas 1996). Dinyatakan
lebih lanjut oleh Nicholas (1996), variasi kuantatif terjadi sebagai akibat adanya aksi
dari gen.
Menurut laporan Dekkers (2004) kemajuan di bidang genetika molekuler telah
memungkinkan identifikasi banyak gen (multiple genes) atau penciri genetik
berhubungan dengan gen yang berpengaruh pada sifat penting ternak. Termasuk
dalam gen tersebut yaitu gen tunggal (cacat genetik, penyimpangan genetik,
penampilan) yang mempengaruhi suatu sifat dan QTL atau daerah genomik yang
mempengaruhi sifat kuantitatif. Fasilitas penciri genetik tersebut telah menyediakan
kesempatan untuk meningkatkan respons pada seleksi terutama untuk sifat yang sulit
berkembang dengan seleksi konvensional (Dekkers 2004). Termasuk dalam sifat
yang sulit berkembang tersebut yaitu sifat yang mempunyai heritabilitas rendah atau
sifat yang pengukuran fenotipenya sulit, mahal, hanya dapat dilakukan pada akhir
kehidupan atau tidak mungkin dilakukan seleksi kandidat. Beberapa karakter sifat
kuantitatif yang sulit untuk dikembangkan tersebut diistilahkan sebagai sifat
kompleks. Dinyatakan oleh Primrose (1995) bahwa sifat kompleks tersebut
diberlakukan untuk semua tampilan fenotipe yang tidak memperlihatkan adanya
pewarisan sifat hukum Mendel. Lebih lanjut diterangkan oleh Primrose (1995), sifat
kompleks yang disebabkan oleh adanya pewarisan poligenik yang memerlukan
keberadaan mutasi secara bersama pada banyak gene (multiple genes). Sifat poligenik
juga dikelompokkan sebagai suatu continuous variation (Lander & Schork 1994;
Zaid et al. 2001).
Gen Mayor
Telah diketahui bahwa variasi genetik pada sifat kuantitatif dikarenakan adanya
segregasi pada banyak loci. Kebanyakan sifat penting bernilai ekonomi adalah sifat
kuantitatif yang kebanyakan dikontrol oleh sejumlah gen. Beberapa gen tersebut
dapat mempunyai pengaruh besar dan gen demikian disebut gen mayor atau major
gene yang berlokasi pada QTL (Van der Werf 2000a). Dinyatakan oleh Montaldo et
al. (1998), bahwa gen mayor menyebabkan perbedaan sifat besar diantara hewan
yang menurunkan alel berbeda. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebalikan gen mayor
adalah polygene yang mempunyai pengaruh secara individu kecil pada fenotipe yang
tidak dapat dihubungkan pada individu gen apapun.
Gen mayor dapat dideteksi dengan dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari
sudut biologi dan teori (Lynch & Walsh 1998). Dari sudut pandang biologi,
keberadaan gen mayor menawarkan potensi untuk karakterisasi genetik dan
isolasinya. Hal tersebut merupakan suatu informasi berguna yang mendasari proses
biologi yang menurunkan variasi karakter atau sifat. Dari sudut pandang teori,
terdapat beberapa model genetika kuantitatif yang mengasumsikan sejumlah besar
loci yang mempunyai pengaruh sama secara besar (roughly equal effects). Validitas
model tersebut dipercayai menunjukkan keberadaan gen mayor. Model lain dengan
pengamatan unimodal (=sebaran satu kurva) secara kontinyu dari fenotipe sering
mendukung sejumlah besar pengaruh sama secara besar. Hal tersebut dapat dianggap
sebagai asumsi jika pengaruh lingkungan cukup besar berhubungan dengan pengaruh
individu gen manapun. Apabila alel mayor pada frekuensi cukup rendah, pengaruh
segregasi gen mayor dapat benar-benar tidak jelas.
Diterangkan oleh (Lynch & Walsh 1998) bahwa gen mayor dapat pula dideteksi
dengan bentuk analisis statistik paling sederhana yaitu uji normalitas, kemudian
dengan uji yang cukup sederhana, kelompok dari keluarga yang dikenal (known
family) dapat diidentifikasi gen mayor. Lebih lanjut dinyatakan oleh Lynch & Walsh
(1998), gen mayor juga dapat dideteksi dengan metode mixture-models dimana
penyebaran fenotipe diasumsikan, hasil dari campuran terbobot (weighted mixture)
adalah yang mendasari penyebaran (2 kurva). Hasil penyebaran gabungan dari
distribusi normal umumnya menghasilkan penyebaran tidak normal. Penyimpangan
dari distribusi normal diindikasikan terdapatnya gen mayor. Namun kekuatan dari
analisis mixture-models tersebut masih rendah.
Cara lain adalah analisis segregasi yang lebih kompleks yang melibatkan data
fenotipik dan hubungan keluarga yang kompleks (multiple generation) dengan
jumlah ternak banyak (Lynch & Walsh (1998). Metode ini dimaksudkan untuk
memberi kesempatan genotipe setiap individu dalam populasi (keluarga) dengan
menggunakan semua data fenotipe. Kekuatan metode ini rendah apabila pengaruh gen
mayornya kecil. Kekuatan metode segregasi dapat lebih ditingkatkan apabila
digunakan penciri DNA, sehinga posisi gen pada kromosom dapat dideteksi (Lynch
& Walsh 1998).
Penelusuran gen mayor telah berhasil untuk beberapa sifat bernilai penting
diantaranya yaitu gen wol karpet, double muscling pada sapi, gen cekaman (stress)
pada babi, pembentukan punuk pada sapi Limousin, dan sifat resistensi terhadap
penyakit cacing pada domba (Montaldo et al. 1998). Penelusuran gen mayor dapat
dilakukan melalui beberapa keluarga yang merupakan hasil persilangan balik bangsa
ternak dengan latar belakang genotipe berbeda (Raadsma et al. 2002a). Salah satu
pendekatan untuk mencari keberadaan gen mayor untuk sifat tertentu yaitu melalui
analisis segregasi data fenotipe dari keluarga acuan yang tepat (LeRoy & Elsen
1992).
Deteksi QTL
Banyak sifat atau karakter biologi penting diwariskan secara kuantitatif tetapi
pengaruh dari pewarisan kuantitatif tersebut secara keseluruhan tidak dapat dideteksi
secara individu. Hal ini dikarenakan karakter kuantitatif tersebut selama ini hanya
diselesaikan dengan menggunakan prosedur biometrik (Primrose 1995). Selain itu,
sebetulnya banyak persoalan pada genetika kuantitatif dan evolusi yang sulit
diterangkan tanpa melibatkan informasi tentang gen. Identifikasi permasalahan
tersebut dapat dilakukan dengan analisis QTL. Analisis QTL dapat dilakukan dengan
fasilitas keberadaan penciri genetik yang dari waktu ke waktu semakin banyak
macamnya seperti RFLP, mikrosatelit dan lain-lain (Primrose 1995).
Dilaporkan oleh Dekkers (2004), guna tujuan aplikasi dan deteksi QTL, sifat
kuantitatif dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yaitu sifat yang perlu
pencatatan rutin, sifat yang sulit untuk dicatat (asupan pakan, kualitas produksi) dan
sifat yang tidak dapat dicatat (ketahan penyakit). Lebih lanjut dinyatakan oleh
Dekkers (2004) setiap kelompok kategori tersebut lebih lanjut dibedakan ke dalam 3
sifat, yaitu data tercatat pada kedua jenis kelamin, sifat terbatas jenis kelamin (sexlimited) dan sifat yang dicatat pada akhir hidupnya. Kemampuan mendeteksi QTL
tergantung pada ketersediaan data fenotipik dan pengelompokkan pada ke tiga
kategori dan ke tiga sifat yang telah disebutkan. Dicontohkan oleh Dekkers (2004),
yaitu perunutan genom (genome scans) yang memerlukan lebih banyak data fenotipik
dari pada analisis gen kandidat sering digunakan untuk mendeteksi QTL untuk sifat
yang dikategorikan pada pencatatan rutin sedangakn pendekatan gen kandidat lebih
sering digunakan pada identifikasi QTL untuk sifat yang tidak memerlukan pencatana
rutin (dua kategori lainnya).
Prinsip Pemetaan QTL
Seperti diketahui bahwa terdapat keterpautan antara penciri genetik dengan gen
pada locus atau QTL untuk satu sifat kuantitatif tertentu (Van der Werf 2000c;
Dominik 2005a). Guna mencari hubungan tersebut, terdapat persyaratan yang perlu
dipenuhi, yaitu menyusun suatu populasi yang cukup besar dengan rancangan
tertentu, melibatkan sejumlah besar penciri genetik dengan melihat peta keterpautan
atau linkage mapping, menetapkan sifat yang akan dicari QTL nya berdasarkan data
fenotipe yang diamati sebelumnya dan penggunaan analisis QTL. Saat ini analisis
QTL
telah
dipermudah
dengan
kemajuan
teknologi
informasi
utamanya
‘bioinformatika’ yang mudah diakses secara elektronik. Disarankan oleh Bovenhuis
et al. (1997), sebelum informasi dari penciri genetik dapat digunakan dalam program
pemuliaan, gen yang mempengaruhi sifat penting perlu dideteksi dan efeknya perlu
diestimasikan.
Pendekatan Studi Pemetaan QTL
Pada studi Primrose (1995) dinyatakan setidaknya terdapat 2 pendekatan untuk
memetakan QTL, pertama metode Edwards et al (1987) yaitu dengan regresi linier,
untuk menguji hubungan antara penampilan sifat kuantitatif dan genotipe pada
marker locus. Apabila terdapat hubungan nyata secara statistik antara penampilan
sifat dan marker locus gene types, hal ini dikatakan bahwa sebuah QTL berlokasi
dekat dengan lokus marker. Metode kedua yaitu dengan interval mapping. Analisis
yang digunakan dalam metode kedua ini yaitu berdasarkan ukuran genom dan jumlah
marker yang dianalisis berdasarkan nilai threshold (nilai ambang) yang ditentukan.
Apabila letak QTL untuk sifat tertentu yang dicari tidak diketahui, maka diperlukan
suatu rancangan dengan merunut seluruh genom atau full genome scan dengan penciri
DNA polimorfik (Raadsma et al. 2002b). Selanjutnya dengan pengetahuan yang lebih
baik tentang QTL, maka pengetahuan untuk mempertahankan keragaman dan
menggunakannya dengan cara yang lebih efisien, efektif dan berkelanjutan sangat
diperlukan (Nicholas 1996).
Saat ini terdapat beberapa metode (misal: metode regresi, Maximum Likelihood
estimation) untuk mendeteksi QTL yang mempengaruhi sifat poligenik seperti
ketahanan penyakit dan pertumbuhan telah diuraikan secara komprehensif (Lynch &
Walsh 1997). Semua metode kecuali analisis segregasi tergantung pada linkage
disequilibrium antara penciri genetik dan loci yang mempengaruhi sifat tertentu
(Crawford et al. 2000). Dasar teori tersebut telah diketahui beberapa tahun terakhir
ini dan sekarang telah banyak penciri genetik hasil pemetaan terbaru dan yang
terakhir
tahun
2004
telah
http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm
dipublikasikan
melalui
dan menghasilkan
situs
perkembangan
cepat dalam teknik analisis data QTL. Kemajuan cepat tersebut telah memungkinkan
penelitian lebih luas pada struktur pedigree yang digunakan (Crawford et al. (2000).
Dasar metode untuk mendeteksi QTL tersebut dapat digunakan untuk ternak
domestik.
Dinyatakan oleh Crawford et al. (2000) metode terkini yang dipilih ditentukan
oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan sumber dana dan populasi ternak serta
informasi QTL komparatif dari jenis ternak lainnya. Guna keperluan pemetaan QTL
sifat kuantitatif pada ternak domestik, biasanya dilakukan tahapan yang meliputi
pengukuran fenotipe, pembacaan genom atau genome scan melalui genotyping,
kemudian dianalisis dengan perangkat lunak (software) yang tersedia pada internet.
Saat ini banyak perangkat lunak dibuat dan dapat diakses secara gratis melalui
internet. Salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan program QTL Express
melalui fasilitas website http://qtl.cap.ed.ac.uk/ yang didasarkan dengan pendekatan
regresi rentang atau jarak. Secara detail analisis tersebut dijelaskan oleh Haley &
Knott (1992) dan Seaton et al. (2002).
Dalam hubungannya dengan studi pemetaan tersebut di atas, beberapa analisis
terkait akan diperlukan untuk menentukan apakah sifat produksi dipengaruhi oleh gen
mayor. Keberadaan gen mayor dapat diketahui dengan persilangan dua populasi yang
berbeda karakter atau sifat (Lynch & Walsh 1998). Lebih lanjut diterangkan bahwa
pendekatan terkait yang digunakan untuk mendeteksi gen mayor dalam seleksi yaitu
metode seleksi dengan menggunakan populasi ternak silang balik atau disebut selectand-backcross method. Prosedur sederhananya, yaitu dua populasi berbeda karakter
disilangkan untuk memperoleh F1 dengan karakter terbaik kemudian disilangkan
balik dengan individu dari populasi tetuanya yang mempunyai karakter lebih rendah.
Hal demikian dimaksudkan untuk membuang karakter yang lebih kecil untuk
kemudian memperoleh karakter yang menonjol dengan pengaruh besar atau disebut
gen mayor. Analisis untuk mendeteksi gen mayor atau analisis segregasi
dimaksudkan sebagai dasar dalam analisis berikutnya dalam pemetaan QTL.
Guna keperluan mendeteksi keberadaan QTL, maka diperlukan rancangan
penyusunan ternak penelitian atau populasi ternak yang tepat dan dalam jumlah
banyak (Raadsma et al. 2002a, 2002b; Evans et al. 2003). Populasi tersebut terdiri
dari tiga generasi yaitu kakek-nenek, bapak dan anak. Pembentukan populasi tersebut
dapat berupa half-sib (saudara tiri) atau full-sib (saudara kandung). Populasi tersebut
dipersiapkan dalam bentuk beberapa keluarga acuan atau reference family dimana
satu keluarga terdiri atas kakek (Grandsire), nenek (GrandDam), bapak (Sire) dan
anak atau keturunannya dalam jumlah yang cukup banyak. Dinyatakan oleh Primrose
(1995) bahwa untuk melakukan analisis QTL sebaiknya digunakan populasi
keturunan silang balik (backcross progeny) atau F2 silang dalam atau intercrossing
(F1 x F1). Sementara menurut Seaton et al. (2002) menerangkan bahwa populasi
yang tepat akhir-akhir ini untuk QTL Express adalah populasi persilangan luar halfsib.
Selain populasi yang cukup, penciri genetik mikrosatelit juga diperlukan dalam
jumlah yang cukup banyak dan diharapkan dapat menunjukkan bahwa sifat
kuantitatif yang diteliti bersegregasi dan diwariskan dari tetua kepada turunannya.
Penggunaan penciri mikrosatelit akhir akhir ini semakin diminati, karena sifatnya
yang sangat polimorfik dan penyebarannya dalam genom cukup merata (Nicholas
1996). Penggunaan mikrosatelit dalam genotyping akan memberikan gambaran ada
tidaknya segregasi dan menetapkan genotipe dari sifat yang dicari. Selanjutnya dapat
dibuat peta keterpautan (linkage map) dari gen dimaksud (misal untuk sifat produksi).
Pemetaan ini dapat dibandingan antara jenis ternak berbeda (misal antara domba dan
sapi), hal ini dikarenakan adanya kesamaan letak peta fisik gen pada kromosom dan
linkage map (Crawford et al. 1995).
Rancangan Hewan Percobaan
Dalam studi pemetaan dan deteksi QTL diperlukan rancangan hewan percobaan
yang tepat. Hal ini sehubungan dengan penggunaan informasi penciri genetik dalam
studi tersebut. Ide dibalik penggunaan informasi penciri genetik untuk memetakan
dan mengkarakterisasi QTL adalah cukup sederhana yaitu menyilangkan dua garis
keturunan silang dalam (two inbred lines). Keterpautan disekuilibrium dibentuk
diantara loci yang berbeda diantara garis keturunan (galur). Keadaan ini membuat
hubungan antara marker loci dan linked segregating QTLs.
Lynch & Walsh (1998) menerangkan pembentukan populasi dalam rancangan
percobaan hewan untuk studi pemetaan QTL. Lebih lanjut disarankan dua rancangan
hewan percobaan untuk studi pemetaan QTL, yaitu populasi F2 dan populasi silang
balik. Populasi progeny F2 diperoleh dengan menyilangkan dua garis tetua (parental:
P1 dan P2), sejumlah besar F1 yang dihasilkan kemudian disilangkan dengan F1
dalam satu saudara. Sementara populasi progeny silang balik (backcross) diperoleh
dengan menyilangkan balik F1 dengan salah satu dari garis tetuanya. Kedua
rancangan hewan percobaan tersebut paling banyak digunakan. Rancangan
pembentukan populasi F2 mempunyai keuntungan melebihi populasi dari rancangan
silang balik, recombinant inbred lines (RILs) maupun doubled haploid lines (DHLs).
Hal ini dikarenakan rancangan F2 akan menghasilkan tiga macam genotipe pada
setiap marker locus. Sementara rancangan silang balik, RILs maupun DHLs akan
menghasilkan dua genotipe pada setiap marker locus nya. Penggunaan populasi F2
ini, lebih banyak digunakan pada tanaman.
Menurut Lynch & Walsh (1998), Bovenhuis et al. (1997) dan Georges (1998)
terdapat dua pendekatan dalam rancangan hewan percobaan untuk identifikasi gen.
Kedua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Experimental Crosses
Ini dirancang untuk identifikasi gen yang berperan pada perbedaan yang diamati
untuk satu sifat penting antara 2 galur, bangsa bahkan subspesies. Contoh dari strategi
ini yaitu pemetaan gen berdasar pada banyak perbedaan fenotipe yang diamati antara
babi jantan liar (boar) dan babi domestik sebagai hasil dari ribuan tahun domestikasi
(Anderson et al. 1994). Atau suatu usaha untuk memetakan gen yang menerangkan
perbedaan fertilitas pada bangsa babi Cina dan babi Eropa.
Guna pemetaan gen, percobaan silang yang dilakukan adalah dengan
mengawinkan galur (line) dari pihak ayah (parental) yang terseleksi dan berbeda
secara genetis. Hasil individu F1 digunakan untuk menurunkan sejumlah besar F2
bersegregasi atau populasi silang balik (backcross). Banyak metode statistik untuk
mendeteksi QTL pada persilangan tersebut yaitu menggunakan sejumlah penciri
DNA (panel marker) untuk genotyping (menentukan genotipe) dan mengobservasi
fenotipe sifat penting. Cara paling umum yang digunakan yaitu melalui pendekatan
multipoint yang sering disebut sebagai interval mapping. Pendekatan ini
menerangkan dimana posisi suatu hipotesis QTL digerakkan (dipindahkan) melalui
suatu peta penciri yang sudah pasti (fixed marker map). Bukti keberadaan QTL
dihitung untuk setiap posisi dengan menggunakan maximum likelihood method
(Lander & Botstein 1989), multiple regression (Haley & Knott 1992; Martinez &
Curnow 1992; Haley et al. 1994) atau non-parametric rank-based tests (Kruglyak &
Lander 1995).
Keuntungan menggunakan pendekatan persilangan backcross yaitu dapat
memperkirakan bahwa galur berbeda nyata secara fenotipe akan mempunyai alel
QTL sangat berbeda dengan pasti atau mendekati kebenaran. Jika F1 tidak berbeda,
perlu dibuat heterosigot untuk alel QTL yang homosigot secara genetik yang
diharapkan agar menghasilkan pengaruh pengganti alel QTL relatif penting pada
generasi F2 atau backcross. Hal demikian juga berlaku bagi individu F1 yang
dihasilkan dari persilangan antara garis keturunan pihak ayah yang mempunyai
kemiripan tinggi (increased likelihood) dari yang dibuat heterosigot pada penciri loci.
Ini dapat meningkatkan kandungan informasi penciri. Persilangan seperti ini
umumnya dilakukan dibawah kondisi lingkungan terkontrol dengan tepat, sehingga
pengaruh non-genetik dapat dikurangi secara bersamaan .
Kelemahan menggunakan pendekatan crossing, yaitu menghasilkan persilangan
jenis ternak yang sangat mahal dan memakan waktu lama. Terlebih lagi, kebanyakan
program pemuliabiakan dilakukan terus menerus pada jenis ternak dimana variasi
genetiknya terdapat pada galur (line) komersial unggul (elite). Belum diperhitungkan
bahwa loci yang menerangkan perbedaan antar galur (line) yang sangat berbeda
adalah juga andil pada keberadaan variasi didalam galur suatu populasi komersial.
b.
Outbred Pedigrees
Outbred pedigrees yaitu populasi keturunan yang berasal dari persilangan luar
(persilangan dari 2 bangsa atau galur) yang bukan satu keluarga. Tujuan
menggunakan keturunan hasil silang luar (outbred pedigrees) yaitu untuk
meningkatkan variasi genetik kemudian dipetakan QTL nya. Pemetaan tersebut
berdasarkan perbedaan genetik yang diamati untuk suatu sifat penting pada populasi
komersial. Populasi ternak unggul pada percobaan ini diarahkan dengan penekanan
terhadap seleksi agar alel yang sudah pasti atau mendekati pasti dengan efek luas
dapat dipetakan dengan cepat.
Penggunaan penciri genetik yang informatif dan heterosigot akan mengurangi
jumlah atau besar populasi outbred dan dapat digunakan dalam genetic
polymorphism. Perbedaan susunan loci QTL dan alel QTL akan bersegregasi pada
keluarga berbeda, dengan demikian akan menambah kompleksitas genetik (perbedaan
locus dan alel) dari fenotipe yang dipelajari pada populasi outbred.
Diterangkan oleh Bovenhuis et al. (1997) bahwa terdapat beberapa perbedaan
diantara rancangan percobaan penelitian untuk deteksi QTL. Perbedaan penting
tersebut yaitu analisis data antara populasi inbred lines dan populasi outbred, yaitu
- Hanya kelompok grandsire akan bersifat heterosigot untuk marker dan untuk QTL
- Grandsire dapat mempunyai perbedaan linkage phase dan pengaruh penciri perlu
dianalisis didalam keluarga
- QTL dapat mempunyai lebih dari 2 alel dan frekuensi alel tidak diketahui
- Linkage phase diantara marker alleles tidak diketahui
Perbedaan dalam rancangan percobaan penelitian mempunyai konsekuensi penting
untuk analisis statistik data dalam hal kekuatan dan ketepatan metodologi.
Bangsa Domba. Domba domestik yang ada saat ini di dunia maupun di
Indonesia berasal dari jenis Ovis aries, yang dipercaya sebagai hasil domestikasi
sejak 9000-11.000 tahun yang lalu di Asia Barat Daya. Dinyatakan oleh Franklin
(1997), domba domestikasi (Ovis aries) dikelompokkan sebagai anggota dari suku
Bovidae dari ordo Artiodactyla. Ordo Artiodactyla adalah salah satu ordo mamalia
yang paling berhasil dibandingkan dari 10 keluarga lainnya. Ovis aries atau domba
domestik yang ada sekarang, dibedakan berdasarkan dari tipe liarnya dan oleh
beberapa penulis dibedakan menjadi 7 jenis (Ryder 1984). Tiga jenis diantaranya
(Ovis canadensi, Ovis niviola, Ovis dalli) belum didomestikasi (Maijala 1997).
Empat jenis lainnya yaitu Ovis amon (argali), Ovis vignei (urial), Ovis orientalis
(Asian mouflon) dan Ovis musimon. Ovis orientalis diperkirakan sebagai nenek
moyang dari semua domba domestik yang ada sekarang. Ovis amon (argali) adalah
domba yang penyebarannya di pegunungan Asia Tengah. Selain itu, uniknya nenek
moyang domba masih dapat ditemui dalam kehidupan liarnya dan dalam jumlah yang
banyak (Subandriyo 2003).
Domestikasi domba selama lebih dari 10.000 tahun yang lalu telah
menghasilkan peningkatan ukuran badan dan penurunan ukuran tanduk serta
perubahan dari berbulu rontok (hairy moulting fleece) sampai berbulu wool putih
(Ryder 1983). Crawford et al. (1995) menyatakan banyak bangsa domba yang
tersebar didunia ini merupakan bangsa lokal dan galur yang telah berkembang baik
pada sistem produksinya. Lebih jauh diutarakan bahwa perbaikan genetik telah terjadi
lebih dari 50 tahun dari aplikasi genetika kuantitatif dalam pemuliaan.
Sifat genetik. Sebagai salah satu syarat dalam pemetaan QTL adalah
pembentukan suatu populasi dari dua galur atau bangsa domba yang mempunyai sifat
genetik berbeda (Primrose 1995; Raadsma et al. 2002a). Persilangan dua sifat genetik
berbeda dimaksudkan agar terbentuk suatu keturunan (progeny) populasi heterosigot
atau dalam genotyping akan terbentuk sebaran banyak alel dalam pedigree.
Dua galur domba yang digunakan sebagai asal-usul penurunan populasi domba
silang balik (backcross) atau keturunan F2. Dua galur tersebut yaitu domba lokal ekor
tipis Indonesia (Indonesian Thin Tail=ITT) sebagai domba tropis dan tipe domba
kecil, dan domba Merino yang berasal dari daerah bersuhu dingin, dianggap sebagai
tipe domba besar. Perbedaan sifat genetik dari dua galur yang kontras ini juga
dipersyaratkan untuk analisis keberadaan gen mayor suatu sifat penting (Lynch &
Walsh 1998). Beberapa karakteristik penampilan yang berbeda dari domba ekor tipis
Indonesia dan domba Merino untuk analisis pemetaan QTL sifat pertumbuhan dalam
penelitian ini, ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tampilan fenotipik domba ekor tipis Indonesia dan domba Merino
Tampilan
Fenotipik
Ekor tipis Indonesia (ITT)
Tipe
Domba kecil (Subandriyo 2003)
Berat lahir
Berat dewasa
Kualitas wol
Ekor
Telinga
Pertumbuhan
Umur dewasa
Jumlah anak
per kelahiran
Berat potong
(2-3th)
% Karkas
B: 1,7kg
J: 1,8 (Tiesnamurti et al. 1985)
B: 23-46kg (Dwiyanto 1982): 22-55kg
(Mulliadi 1996)
J: 20-29kg (Diwyanto 1982; Mulliadi 1996)
Kasar, nilai ekonomi rendah (Sabrani et al.
1982; Subandriyo et al. 1996, Subandriyo
2003; Tiesnamurti et al. 1998)
Sedang (Mason 1980; Mulliadi 1996)
Bervariasi: pendek, sedang, normal
(Subandriyo 2003)
20-40g/hari, pemeliharaan tradisional
(Chaniago et al. 1982; Thomas et al. 1982)
6-12 bulan (Zulbardi 1977; Obst et al. 1980;
Sitorus et al. 1985)
1,8 kelahiran pertama (Bradford & Inounu
1996); 2,2 kelahiran ke tiga (Sitorus et al.
1985); 2,2 (Setiadi et al. 1995)
Merino
Domba besar (Maijala
1997)
B: 3,45kg
J: 3,72kg (Putu 1981)
B: 52kg
J: 83kg (Piper &
Ruvinsky 1997)
Halus, nilai ekonomi
tinggi (Dolling &
Jefferies 1991; Maijala
1997)
Panjang
Panjang
195g/hari (Putu 1981)
24 bulan (Piper & Bindon
1996)
1-3 rata-2 pada setiap
kelahiran (SASBA 2001)
45-50kg (Bradford & Inounu, 1996)
62-70kg (Austin 1950)
35%
55-60% (Austin 1950)
Penciri DNA
Semenjak era Mendel sampai tahun 1980 an, para ahli genetika hanya
mendapatkan penciri genetik locus tunggal berupa tampilan fenotipe (Crawford et al.
2000). Penciri tersebut diantaranya seperti warna mata pada Drosophila atau
polimorfisme protein seperti dalam penggolongan darah. Lebih lanjut dijelaskan oleh
Crawford et al. (2000), penggunaan penciri tersebut pada beberapa peta keterpautan
genetik secara rinci telah dikembangkan pada model jenis seperti mencit dan
Drosophila. Namun demikian terdapat beberapa keterbatasan untuk penyusunan peta
keterpautan pada persilangan jenis hewan domestik. Kehadiran teknologi DNA
rekombinan, terutama teknik polymerase chain reaction (PCR) telah mengubah
secara mendadak hambatan dalam penyediaan penciri DNA. Dengan demikian seperti
sekarang ini dapat dilihat banyak proyek pemetaan keterpautan untuk jenis ternak
apapun dapat direncanakan dan diimplementasikan. Selama lebih dari satu dasa warsa
terakhir ini, terdapat sejumlah penciri DNA yang secara rinci telah dideskripsikan
dalam hubungannya dengan pencarian QTL, peta keterpautan perbandingan
(comparative linkage mapping) dan pengukuran keragaman genetik. Secara garis
besar penciri DNA ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Multilocus marker dan
single locus marker (Crawford et al. 2000). Termasuk dalam multilocus markers
yaitu minisatelit atau variable number tandem reapeat (VNTR), randem amplified
polymorphic DNA fragment (RAPD) dan amplified fragment length polymorphisms
(AFLP). Sedangkan yang termasuk single locus markers adalah restriction fragment
length polymorphisms (RFLPs), Mikrosatelit dan single nucleotide polymorphisms
(SNPs). Masing-masing penciri DNA tersebut diuraikan secara jelas seperti di bawah
ini.
Minisatelit. Dikemukakan oleh Crawford et al. (2000), minisatelit merupakan
penciri DNA dengan banyak alel. Ditemukan oleh Jeffreys et al. (1985), minisatelit
ini merupakan penciri DNA pertama pada manusia yang cukup informatif untuk
mengemukakan genotipe unik pada setiap individu. Berdasarkan pola runutan
basanya, minisatelit ini dikelompokan sebagai molekul DNA yang bukan gen dan
menyebar disemua kromosom (Muladno 2002). Berdasarkan ukuran besar
pengulangan unit tandem atau pasangan, minisatelit mempunyai tipe pengulangan
unit tandem antara 10 sampai 100 basa (Nicholas 1996). Minisatelit ini menyebar
lebih meluas pada genom dari pada satellite DNA (pengulangan unit tandem antara 5
sampai 500 pasang basa), Nicholas (1996). Penyebaran minisatelit cenderung
terkonsentrasi pada daerah tertentu seperti pada telomere (Nicholas 1996; Crawford
et al. 2000) dan pada tempat yang tidak umum yaitu daerah yang banyak terjadi
frekuensi rekombinasi, daerah rekombinasi tersebut dikenal hotspots (Nicholas 1996).
Lebih lanjut ditambahkan oleh Nicholas (1996), minisatelit DNA sebetulnya berperan
pada awal rekombinasi. Beberapa single locus minisatellite sangat informatif telah
diidentifikasi pada hewan ternak (Georges et al. 1990) dan dikatakan sangat
bermanfaat karena letaknya hanya pada daerah telomere (Crawford et al. 2000).
Dilaporkan oleh Cockett et al. (1994), single locus minisatellite adalah penciri DNA
pertama yang berasosiasi dengan gen Callipyge domba.
Variable Number Tandem Repeat (VNTR). VNTR adalah daerah (region)
pada genom manusia dengan tipe sekuens DNA yang sangat bervariasi dan terletak
terpisah-pisah (Van der Werf 2000b). Sebelumnya Nicholas (1996) menerangkan
pada VNTR terdapat keragaman atau variasi jumlah unit tandem pada satu tempat
dari satu kromosom yang berbeda dengan satu tempat dari kromosom homolognya
pada jenis hewan ternak yang sama. Misal, pada satu tempat dari satu kromosom
terdapat 24 kopi tandem dan pada homolog kromosomnya dari hewan yang sama
hanya terdapat 21 kopi tandem. Pengulangan tandem adalah banyak kopi dari sekuens
pasang basa yang tersusun pada tampilan kepala sampai ekor (Van der Werf 2000b).
Misal, Pengulangan tandem yang sering didapatkan adalah CA, dan satu untai terdiri
atas tipe ulangan tersebut yang dibaca CACACA.., dinotasikan sebagai (CA)n.
Sedangkan untai lain akan dibaca GTGTGT,…. Dalam contoh tersebut jumlah
pengulangan berpasangan adalah dua, namun dapat terjadi lebih dari dua. Bila jumlah
pengulangan berpasangan kurang dari empat, VNTRs disebut microsatellite dan jika
pengulangan lebih panjang disebut minisatellite.
Random Amplified Polymorphic DNA Fragment (RAPD). RAPD adalah
penciri pertama yang didasarkan pada PCR untuk dapat digunakan (Williams et al.
1990). Primer berukuran kecil (8-10 basa) digunakan untuk mengamplifikasi satu
potongan acak DNA suatu genom. Ukuran primer telah disusun sedemikian sehingga
kira-kira 20 pita (bands) diamplifikasi oleh setiap reaksi PCR. Beberapa pita dapat
jadi polimorpik dan dapat digunakan sebagai penciri genetik. Penciri ini dapat
bermanfaat besar untuk menjadi sangat mudah dihasilkan dan memerlukan hanya
sedikit jumlah DNA. Oleh karena itu banyak peta keterpautan, terutama pada
tanaman menggunakan penciri RAPD. Dikarenakan individu heterosigot dan
homosigot tidak dapat dibedakan, maka penciri ini dominan. Penampakan atau tidak
nampaknya pita adalah hal yang sangat sensitif terhadap perubahan kecil pada kondisi
PCR. Oleh karena itu penciri RAPD tidak mudah untuk diproduksi kembali (lower
reproducibility), sehingga sangat tidak menguntungkan dari penciri RAPD adalah
peta baru harus diturunkan kembali untuk setiap turunan (pedigree) baru yang akan
diuji karena tidak adanya spesifisitas locus pada primer yang digunakan. Pita yang
diturunkan dari primer tertentu pada satu pedigree mungkin tidak mendukung
hubungan apapun terhadap pita yang diturunkan dari primer yang sama pada pedigree
kedua.
Amplified Fragment Length Polymorphisms (AFLP). AFLP merupakan
penciri multi locus dan telah digunakan dalam studi biodiversitas (Vos et al. 1995).
Tidak seperti pada penciri RAPD, penciri AFLP diperoleh pada potongan (fragment)
yang diamplifikasi dengan menggunakan primer PCR terseleksi. Diterangkan oleh
Crawford et al. (2000), DNA genom dipotong dengan enzim restriksi endonuclease
dan penghubung (linkers) diligasi (direkatkan) pada setiap ujung potongan. Primer
PCR terseleksi digunakan untuk mengamplifikasi sejumlah potongan dari campuran
potongan restriksi genom. Primer selektif pada PCR tersebut terdiri atas penghubung
yang ditambahkan pada potongan restriksi akhir dan penambahan basa pada akhir tiga
prime (3’) dari primer, dengan demikian memberikan tambahan spesifisitas.
Potongan yang teramplifikasi kemudian dipisahkan menurut ukurannya. Pita-pita
yang terbentuk terdapat pada beberapa individu tetapi tidak ada pada yang lain. Pita
tersebut dapat digunakan sebagai penciri genetik. Penciri AFLP ini mempunyai
keuntungan sama seperti RAPD, yaitu dengan mudah diturunkan tetapi penciri
tersebut kurang memberi kepastian pada kondisi PCR yang sama untuk memperoleh
produk amplifikasi yang diinginkan. Lebih lanjut disarankan oleh Crawford et al.
(2000), untuk memperoleh susunan baru penciri, perubahan kecil pada basa prime
tiga (3’) primer amplifikasi adalah semuanya diperlukan. Dengan demikian teknologi
ini dapat menghasilkan penciri genetik baru secara tak terbatas.
Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLPs). Penciri DNA ini telah
berkembang lebih dulu dari perkembangan metode PCR. Penciri RFLP mendeteksi
ada tidaknya satu tempat pemotongan atau restriction site. Penciri RFLP adalah
codominant (Crawford et al. 2000). Metode RFLP menggunakan enzim pemotong
atau
endonuclease pada DNA
genom,
pemisahan
berdasarkan
ukurannya
diekspresikan dengan gel elektroporesis, pendeteksian dan analisis sekuen DNA
dengan Southern blotting (Nicholas 1996; Crawford et al. 2000). Perbedaan pola pita
pada hewan disebut sebagai RFLP. Dikatakan polymorphism, karena ada perbedaan
ukuran pita lebih dari satu akibat pemotongan enzim restriksi sehingga menghasilkan
panjang fragmen DNA yang berbeda (Nicholas 1996).
Mikrosatelit. Penciri mikrosatelit, diambil dari pengertian suatu unit ulangan
terkecil 1 sampai sekitar 5 basa, misalnya basa T, AC, GGC, ATTT, ACCGG
(Nicholas 1996). Beberapa penulis memasukan Short Tandem Repeats (STRs) ke
dalam kelas Mikrosatelit. Van der Werf (2000b) menyebutkan bahwa Mikrosatelit
adalah daerah DNA dengan jumlah pengulangan tandem pendek yang bervariasi
diapit oleh suatu sekuens unik. Mikrosatelit diketahui dapat membuat penciri genetik
baik karena setiap mikrosatelit mempunyai banyak alel berbeda. Alel adalah bentuk
alternatif gen (Hartl & Clark 1997, Zaid et al. 2001), didefinisikan sebagai jumlah
pengulangan bentuk berbeda dari gen yang terletak pada lokasi yang sama. Dengan
banyak alel, maka kebanyakan individu adalah heterosigot. Hal ini memberikan
informasi yang kuat terhadap hubungan antara penciri alel dan penampilan (fenotipe)
pada anak keturunannya (progeny) yang mewarisi a favourable linked QTL allele.
Penciri mikrosatelit bersifat sangat polimorfik atau hyperpolymorphic dan
sangat informatif. Oleh karenanya, penciri mikrosatelit sering digunakan dalam
pemetaan pautan gen pada organisme yang berbeda. Dengan sifat polimorfik yang
tinggi, memungkinkan individu-individu akan menjadi heterosigot dan oleh
karenanya akan lebih mudah dalam menelusuri pewarisan sifat dalam satu keluarga.
Sifat polimorfik yang tinggi ini terletak diberbagai lokasi disepanjang genom,
sehingga mikrosatelit merupakan sumber data yang ideal untuk determinasi jarak
genetik (Nicholas 1996). Seperti pada minisatelit, mikrosatelit adalah multi allelic
tandem reapeats. Namun mikrosatelit dikelompokkan sebagai single locus,
codominant, menyebar sepanjang genom, diperlukan sedikit sebagai cetakan DNA
(template DNA) dan relatif mudah untuk didapat dan dikarakterisasi (Crawford et al.
2000). Lebih lanjut dikatakan bahwa sebenarnya semua mikrosatelit yang didapatkan
untuk hewan ternak umumnya mempunyai sekuen AC/GT sebagai unit pengulangan.
Hal ini dikarenakan pasangan basa tersebut terdapat berlimpah pada genom ternak
dan oleh karenanya mudah mendapatkannya.
Single
Nucleotide
Polymorphisms
(SNPs).
SNPs
didasarkan
adanya
polimorfisme atau perubahan pada satu pasang basa tunggal (Crawford et al. 2000;
Van der Werf 2000b). Lebih lanjut dijelaskan bahwa SNP adalah satu posisi yang
mana dua basa secara bergantian (alternate) berubah atau berganti pada frekuensi
cukup besar (Van der Werf 2000b). Kejadian perubahan pada satu nukleotida ini
sangat jarang, namun diperkirakan satu SNP setidaknya terjadi kira-kira sekali setiap
satu kilo basa (1.000 basa) dari runutan DNA unik pada manusia (Cooper et al. 1985)
dan dapat lebih dari sekali dalam seribu pasang basa (Zaid et al. 2001). Pada hewan
ternak, kejadiannya mirip, setidaknya dua sampai tiga juta SNPs masih dapat
diidentifikasi dan dikarakterisasi pada banyak jenis hewan ternak (Crawford et al.
2000).
Penciri genetik SNPs ini dihasilkan dari keragaman sekuen atau runutan basa
pada posisi tertentu didalam sekuen DNA. SNPs umumnya hasil dari perubahan
transisi (misal: basa A untuk G, T untuk C) tetapi juga transversi (G atau A untuk T
atau C) dan dilesi basa tunggal (Zaid et al. 2001). SNPs dapat dideteksi dengan
banyak metode. Begitu SNPs dapat dideteksi dan dikarakterisasi, sejumlah tipe SNPs
dapat diketahui. Van der Werf (2000b) menyebutkan dengan tersedianya teknologi
baru DNA chips, SNPs dapat digunakan untuk jumlah skala skrining besar dari
sejumlah besar sampel pada waktu yang sangat singkat. Perkembangan terkahir DNA
chips dapat memuat sample DNA yang lebih banyak (Chee et al. 1996) dan dapat
mempercepat proses analisis bahkan untuk tujuan yang lebih jauh. Sejauh ini SNPs
menunjukkan sumber variasi genetik terkaya yang tersedia untuk tujuan penelitian.
Linkage Mapping
Beberapa penelitian telah mengindikasikan bahwa pemanfaatan penciri genetik
yang berhubungan dengan gen-gen yang terkait dengan sifat kuantitatif ternyata dapat
meningkatkan respon seleksi dari program pemuliaan. Hal ini terutama terjadi pada
sifat kuantitatif yang sulit untuk dikembangkan apabila hanya menggunakan metode
seleksi tradisional (Smith & Simpson 1986; Stam 1986; Kashi et al. 1990;
Meuwissen & van Arendonk 1992; Van der Beek & van Arendonk 1996; Meuwissen
& Goddard 1996). Dikatakan oleh Kim and Park (2001) bahwa penciri pada peta
genetik digunakan untuk identifikasi pola penurunan sifat dari linked segments genom
pada populasi silsilah terstruktur. Hubungan nyata marker alleles dengan fenotipe
sifat penting (interest phenotypes) menunjukan hubungan penciri pada sebuah QTL.
Disarankan oleh Lander & Botstein (1989) bahwa tahap pertama yang perlu
dilakukan untuk mengetahui sifat genetik yang komplek, yaitu perlu memanfaatkan
keragaman genetik yang luas pada domba domestik (Ovis aries) dengan melihat peta
keterpautan genetik (genetic linkage map). Peta keterpautan genetik tersebut berupa
penciri genetik yang menutup sebagian besar genom domba atau pada kromosom.
Disebutkan oleh Van der Werf (2000a) dan Dominik (2005a), penyebaran penciri
genetik pada peta fisik tersebut diistilahkan sebagai landmark atau petunjuk. Hal ini
karena landmark tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa penciri genetik
tersebut berdekatan atau berasosiasi dengan QTL dimana gen yang mengkode sifat
tertentu berdomisili atau terletak.
Saat ini perkembangan peta genetik domba semakin lengkap dari waktu ke
waktu yang diawali tahun 1994 dengan hanya ditemukan 17 penciri genetik (Broad et
al. 1997). Kemudian disusul berturut-turut tahun 1995 dengan 246 penciri genetik
(Crawford et al. 1995), ditingkatkan kelengkapannya menjadi 519 penciri genetik (de
Gortari et al. 1998) selanjutnya Maddox et al. (2001) memperluas perkembangannya
dan ditetapkannya 1.062 loci yang berasosiasi dengan penciri genetik. Peta genom
domba dari Maddox et al. (2001) dan perkembangannya dapat diakses melalui situs:
http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm.
Analisis QTL
Menurut Lynch & Walsh (1998), estimasi dan deteksi QTL dapat dilakukan
dengan metode Maximun Likelihood (ML) dan Linear Models, namun pada
kepustakaan pemetaan QTL lebih popular menggunakan metode ML. Linear models
hanya menggunakan fasilitas penciri genetik (marker means) sementara metode ML
memanfaatkan seluruh informasi dari penyebaran marker-traits, dengan demikian
metode ML diakui lebih kuat (powerful). Lebih lanjut dikemukakan bahwa metode
ML menggunakan fasilitas komputer lebih intensif, memerlukan program yang lebih
khusus untuk memecahkan masalah likelihood equations. Sementara linear models
dapat dilakukan hampir dengan semua paket statistik biasa. Pada metode ML dikenal
dengan regresi Haley-Knott untuk memperkirakan ML interval mapping. Satu
persoalan dengan banyak estimator ML berarti lebih tergantung dengan banyak
penghitungan. Dibandingkan dengan yang lain, metode ML membatasi daya aplikasi
atau pemanfaatan resampling methods yang memerlukan ribuan estimasi ML yang
dihitung per eksperimen. Dengan adanya prosedur regresi sederhana (Haley-Knott
regression), ini memberikan estimasi (approximation) yang kuat dari peta likelihood
untuk ML interval mapping (Haley & Knott 1992; Martinez & Curnow 1992).
Prosedur tersebut memberikan kemudahan pada persoalan besar, dengan demikian
regresi dapat dihitung dengan mudah. Pemikiran Haley & Knott (1992) adalah untuk
mengekspresikan koefisien regresi sebagai satu fungsi parameter QTL yang telah
diketahui.
Segregasi Gen. Untuk mengetahui adanya pemisahan gen dapat dilakukan
dengan cara menguji satu panel penciri genetik dengan sifat kuantitatif penting
(Primrose 1995). Analisis segregasi (tanpa penciri genetik) dimaksudkan untuk
mengetahui penyebaran fenotipe hewan, diuji untuk ketepatan terhadap konsistensi
penyebaran yang diharapkan dengan penyebaran populasi dimana gen mayor atau
major gene bersegregasi (ACIAR report 2001). Pada analisis segregasi tersebut,
ukuran kuantitatif fenotipe dibuat dalam suatu kurva. Apabila ukuran kuantitatif
fenotipe tersebut menunjukkan kurva bimodal pada generasi ke tiga (backcross), ini
suatu indikasi adanya gen mayor. Selanjutnya diuji secara statistik dengan Maximum
likelihood test. Apabila kurva menunjukkan tumpang tindih (overlap), maka ekspresi
fenotipe tidak mampu menunjukkan keberadaan gen mayor dan berarti ukuran
fenotipe tersebut bukan pengaruh faktor genetic (ACIAR report 2001).
Segregasi gen mayor dapat dikonfirmasi melalui analisis keterpautan dengan
menggunakan polymorphic markers yang terletak mendekati gen mayor. Dalam hal
lokasi gen mayor tidak diketahui, maka sejumlah besar polymorphic markers yang
menutup seluruh genom perlu digunakan. Oleh karenanya perlu dilakukan genotyping
dengan suatu panel polymorphic markers. Genotyping dimaksudkan untuk
mengetahui adanya alel pada progeny dari tetuanya dengan uji penciri DNA
microsatellite markers. Menurut Kinghorn (2000a), hasil uji DNA ini dengan
informasi kuantitatif dapat digunakan untuk analisis segregasi dan mempunyai
kekuatan yang maximal. Analisis segregasi tanpa melibatkan sejumlah penciri
genetik dianggap kurang kuat atau less powerful.
Analisis Keterpautan (Linkage Analysis). Analisis keterpautan genetik
dimaksudkan untuk memetakan lokus atau memperoleh satu lokasi kromosom dari
suatu sifat kuantitatif. Prinsip dasar dalam memetakan lokus dari sifat-sifat kuantitatif
yaitu rekombinasi kromosom (Primrose 1995). Dinyatakan lebih lanjut bahwa untuk
identifikasi sifat atau gen tertentu, para ahli genetika telah menciptakan gen penciri
(marker gene), sehingga gen dengan mudah dapat diidentifikasi. Secara genetik, gen
penciri ini diteliti keterpautannya dengan gen pembawa sifat yang dicari. Adanya
keterpautan dapat diuji dengan melakukan perkawinan silang balik (backcross)
seekor hewan heterosigot ganda dengan hewan homosigot resesif untuk kedua pasang
gen (Pallawarukka 1999). Dinyatakan jika ratio rekombinasi (crossing over) kurang
dari 50%, maka disimpulkan bahwa terdapat gen terpaut (Noor 1996). Crossing over
atau pindah silang terjadi antara kromatid yang bukan pasangannya dari kromosom
homolog. Kejadian ini berlangsung pada pembelahan meiosis dan tepatnya pada
profase dan metafase (Noor 1996).
Seperti yang disarikan oleh Georges (1998), pendekatan yang sangat populer
dalam analisis keterpautan genetik yaitu terdiri atas pemetaan gen yang bertanggung
jawab untuk suatu sifat tertentu pada lokasi genetik, kemudian diikuti dengan
potitional cloning dari gen yang bertanggung jawab pada lokasi map yang diketahui.
Dalam prakteknya, analisis keterpautan dilakukan dengan menilai semua genotipe
secara bebas oleh dua penilai dan genotipe dicek untuk konsistensinya dengan catatan
pedigree (Crawford et al. 1995).
Studi Pemetaan QTL Sifat Produksi Domba
Hal terpenting dalam studi analisis QTL yaitu terdeteksinya gen mayor pada
daerah QTL. Beberapa studi sebelumnya telah melaporkan teridentifikasinya
sejumlah gen mayor dengan pengaruh besar yang terletak pada QTL untuk
karakteristik karkas pada domba. Pada studi QTL tersebut telah dilaporkan beberapa
gen yang berpengaruh pada sifat produksi domba, secara rinci hasil studi tersebut
ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Studi gen mayor dan QTL sifat produksi pada domba
No
.
1
Bangsa
Gen/Penciri
Pengaruh
Peneliti
Dorset
Callipyge
Cocket et al.
1996
2
Australian Poll
Dorset
REM*/Carwell Linked
to Callipyge
3
British Texel
4
Australian
Texel, Belgium
Texel, NZ Texel
Gen belum diketahui,
tetapi diketahui penciri
genetik
Gen belum diketahui
Peningkatan hind
quarter, tanpa lemak,
prod karkas tinggi
11% peningkatan
daging sekitar tulang
belakang
Kedalaman lemak
dan otot sekitar
tulang belakang
Kedalaman lemak
dan perkembangan
otot
5
Merino x Awassi Gen belum diketahui
6
Suffolk x Texel
Gen dekat Callipyge &
Carwell
* REM (Rib Eye Muscle)= otot mata rusuk
Penimbunan lemak
punggung
Pertumbuhan dan
Karkas
Banks 1997
Walling et al.
2001
Marshall et al.
1999; Marq et al.
1998; Broad et
al. 2000
Cavanagh et al.
2002
Walling et al.
2004
Aplikasi Teknologi Penciri Genetik
Linked dan Direct Marker
Teknologi penciri genetik (genetic marker) seperti marker-assisted selection
(MAS), identifikasi asal-usul dan gene introgression (penyusupan gen sedikit demi
sedikit) dapat diaplikasikan pada program pemuliaan ternak. Peta genetik yang sangat
padat sekarang sudah tersedia pada sapi, babi dan domba (Davis & DeNise, 1998).
Peta genetik ini dapat menyediakan kerangka genetik untuk pengembangan program
MAS pada penelusuran sifat bernilai ekonomi tinggi, penelusuran sifat resistensi
penyakit atau sifat genetik lainnya. Dinyatakan oleh Davis & DeNise (1998) bahwa
terdapat 3 tahapan untuk mengkomersialisasikan teknologi penciri genetik, yaitu
tahap deteksi, tahap evaluasi dan tahap implementasi. Tahap deteksi, yaitu QTL
dilokasikan dan pengaruhnya pada fenotipe diukur. Tahap evaluasi, yaitu penciri
dievaluasi pada populasi yang bernilai ekonomi tinggi. Tahap implementasi, yaitu
penciri dikombinasikan dengan fenotipe dan informasi pedigree pada evaluasi genetik
untuk prediksi sifat unggul genetik (genetic merit) dari individu di dalam populasi.
Pada studi pemetaan dikenal adanya tipe penciri, yaitu direct marker dan linked
marker. Direct marker merupakan penciri langsung dimana suatu analisis keterpautan
(linkage analysis) dapat dilakukan dan laju rekombinasi nol (a zero recombination
rate) didapatkan diantara penciri dan QTL atau dimana runutan data telah
menetapkan lokasi tepat dari perubahan genetik pada sejumlah individu. Penciri lain
adalah linked markers dapat digunakan di dalam keluarga yang mensegregasikan
penciri dan alel QTL setelah diketahui penetapan hubungan tingkat (phase
relationships). Sementara direct markers dapat digunakan lintas keluarga (across
families) sesudah prediksi dari pengaruh sebuah alel untuk latar belakang genetik
tertentu (a given genetic background). Kedua penciri tersebut (linked dan direct
markers) dapat digunakan pada program MAS yang menggabungkan pedigree lain
dan informasi fenotipik untuk evaluasi genetik hewan.
Kinghorn (2000b) memaparkan petunjuk pemanfaatan tipe penciri yang
berbeda (Tabel 3). Petunjuk pada Tabel 3 tersebut, sifatnya hanya mendekati
kebenaran, dimaksudkan hanya untuk membantu orientasi para peneliti. Persentase
yang disebutkan tidak dapat diandalkan namun tergantung dari rentang faktor seperti
kedekatan keterpautan, frequensi alel dan jumlah informasi pedigree. Petunjuk
tersebut bermanfaat untuk memprediksi mendekati tujuan. Nilai yang lebih tinggi
pada rentang persentase (40-70%) untuk linked markers berhubungan dengan
populasi dan mempunyai informasi penciri dan sifat yang tercatat pada seluruh
generasi.
Tabel 3. Daftar petunjuk penggunaan penggunaan tipe penciri*
Tipe Penciri
Linked
marker
Cara
Pemakaian
Nilai
patokan
pd target
Penciri tunggal 90% untuk prediksi penyebab 40-70%
dekat QTL
variasi QTL diwariskan dari
sire heterosigot
Linked
marker
Penciri dekat
mengapit QTL,
jumlah cukup
untuk memberi
informasi
bagus
Direct
Uji DNA
marker
langsung
Functional
Uji DNA
marker
langsung
Functional
Uji DNA
marker tepat langsung
untuk QTL
Functional
Uji DNA
marker tepat langsung dan
untuk QTL
monitoring
sifat pada
target bangsa
dan linkungan
Nilai patokan pada QTL
50-80% untuk rata-2 ternak
berstatus tepat QTL
98% untuk prediksi penyebab 60-75%
variasi QTL diwariskan dari
sire heterosigot
70-90% untuk rata-2 ternak
berstatus tepat QTL
97-99%*
80%
Nilai jaminan
Menengah
sampai tinggi
untuk banyak
penciri dan
QTL
Menengah
sampai tinggi
untuk banyak
penciri
Rendah
99-100%
82%
Rendah
100%
83%
Rendah
100%
100%
Rendah
* Diadaptasi dari Kinghorn (2000b)
Sementara itu, dilaporkan beberapa studi QTL terdeteksi dengan dua tipe
penciri (indirect dan direct) pada berbagai ternak domestik untuk sifat berbeda yang
diteliti (Tabel 4). Penciri yang digunakan pada studi tersebut dapat diperoleh dari
publikasi peta keterpautan atau linkage map untuk jenis ternak domestik, misal Sapi
(Barendse et al. 1997; Kappes et al. 1997), Babi (Roher et al. 1994) dan Domba
(Crawford et al., 1994). Peta tersebut menyediakan sumber penciri genetik yang
dapat digunakan pada tahap deteksi skema MAS dan menyediakan alat yang kuat
untuk peta perbandingan (comparative mapping) dan seleksi posisi gen kandidat
(positional candidate genes) pada lokasi dimana QTL bersegregasi.
Tabel 4. QTL terdeteksi pada populasi ternak*
Jenis/Bangsa
Ternak
Sapi Potong
Sapi Perah
Babi
Domba
Chicken
Karakter/Sifat
Tipe Marker
Pustaka
Berat lahir
Perkembangan Tanduk
Pertumbuhan
prasapih,
Lemak, daging lingkar
rusuk (rib eye area)
Otot
besar
(muscle
hypertrophy)
Penyakit Pompe
Linked markers
Linked markers
Linked markers
Rocha et al. 1992
Georges et at. 1993b
Beever et al. 1990
Direct markers
Grobet et al. 1997
Direct markers
Reichmann et al. 1994
Produksi
susu
komponen susu
dan Linked markers
Produksi keju
Linked markers
Cowan et al. 1990;
Hoeschele & Meinert
1990; Bovenhuis et al.
1992; Georges et al. 1995
Graham et al. 1984
Weaver syndrome
Linked markers
Georges et al. 1993a
BLAD
Direct markers
Fertilitas
Pertumbuhan (lahir-30kg),
rata-rata kedalaman lemak
punggung, % lemak perut
PSS
Fekunditas
Muscle hypertrophy
Pertumbuhan dan efisiensi
pakan
Linked markers
Linked markers
Shuster et al. (1992);
Kehrli et al. (1994)
Rothschild et al. (1996)
Andersson et al. (1994)
Direct markers
Linked markers
Linked markers
Linked markers
Fujii et al. (1991)
Montgomery et al. (1993)
Cockett et al. (1994)
Van Kaam et al. (1999)
* Dari berbagai Journal PSS= Porcine Stress Syndrome
BLAD= Bovine Leukocyte Adhesion Deficiency
Peta keterpautan juga dapat digunakan untuk membantu mendeterminasi gen
yang bertanggung jawab dan membantu dalam pengembangan direct markers. Linked
markers untuk banyak jenis ternak diharapkan akan segera tersedia, dengan demikian
akan mempercepat perkembangan teknologi untuk penggabungan informasi penciri
pada sistem evaluasi genetic (Davis & DeNise 1998).
Marker-Assisted Selection (MAS)
Salah satu keuntungan dari peta genetik yaitu dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penciri DNA yang terpaut (linked) dengan QTL (Nicholas 1996).
Lebih lanjut dinyatakan oleh Nicholas (1996), jika kandidat QTL dapat di genotip
untuk setiap penciri DNA yang terkait (linked marker), maka genotip tersebut dapat
digunakan sebagai petunjuk terhadap nilai pemuliaan yang benar dari setiap kandidat
QTL atau gen untuk suatu sifat. Penggunaan penciri demikian dalam program
perbaikan genetik, diistilahkan sebagai marker-assisted selection (MAS).
Pemikiran dibalik penggunaan MAS, yaitu terdapat gen dengan pengaruh nyata
yang menjadi sasaran atau target secara spesifik dalam seleksi (Van der Werf 2000d).
Dalam kemajuan di bidang biologi molekuler, dimungkinkan untuk mengidentifikasi
QTL lebih tepat. Apabila penciri genetik terpaut dengan QTL teridentifikasi, penciri
DNA tersebut dapat digunakan dalam program pemuliaan. Penciri yang digunakan
pada program MAS umumnya terpaut (linked) dengan QTL, dengan demikian
rekombinasi diantara penciri dan QTL akan terjadi sebagai fungsi dari jarak diantara
mereka (penciri dan QTL).
Aplikasi MAS akan lebih tepat digunakan pada industri pemuliaan ternak
(Dekkers 2004). Meskipun kesempatan menggunakan informasi molekuler sekarang
dimungkinkan namun keberhasilan implementasinya memerlukan strategi terpadu
yang komprehensif, biasanya hanya mungkin dilakukan dan memberikan keuntungan
apabila dilakukan pada tingkat peternakan industri. Namun demikian, penggunaan
MAS adalah suatu harapan yang optimistik untuk skala usaha peternakan besar.
Aplikasi Studi QTL pada Kemajuan Pemuliaan
Adanya introduksi pengujian sampai taraf DNA, banyak peneliti maupun para
pemulia (breeders) sekarang mempunyai alasan untuk berharap pada perkembangan
pengujian dalam pendeteksian QTL. Quantitative trait loci (QTL) dapat disebut
sebagai penciri genetik yang berasosiasi sangat kuat dengan karakteristik yang
diinginkan pada ternak penting secara ekonomi (ImmGen 2003). Dicontohkan sifat
atau karakteristik yang diinginkan yaitu produksi susu, kepadatan wol, fat marbling,
keempukan daging, produksi karkas, konversi makanan dan sebagainya. Lebih lanjut
diterangkan bahwa keberadaan penciri genetik pada ternak adalah sebagai petunjuk
bahwa ternak bersangkutan sangat dimungkinkan memiliki sifat yang diinginkan
tersebut. Walaupun sebagai petunjuk namun yang lebih penting bahwa ternak akan
mewariskan penciri terhadap sifat yang diinginkan tersebut kepada keturunannya.
Penciri QTL yang sangat berarti yaitu apabila penciri tersebut dapat
mendeteksi gen yang benar dan variasi dalam gen tersebut yang menyandi protein
berperan pada ekspresi dari sifat yang dikehendaki (ImmGen 2003). Saat ini, lokasi
QTL dengan mudah dapat mendeteksi daerah DNA terletak dekat pada peta fisik
kromosom dengan gen dimaksud, penciri genetik tersebut dikenal sebagai linked
marker, salah satu contoh yaitu mikrosatelit. Secara kasar dilaporkan bahwa 60%
ternak yang memiliki penciri genetik (linked markers) diperkirakan juga
menunjukkan sifat yang dikehendaki (ImmGen 2003).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Penelitian
Bioteknologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Puslitbang
Peternakan dan Balitvet, Bogor, Indonesia dan di Laboratory of Animal Genetics, the
Centre for Advanced Technologies in Animal Reproduction and Genetics
(REPROGEN) of the University of Sydney, Australia. Pengadaan populasi anak
domba (flock establishment) dilakukan di Puslitbang Peternakan dan Balitvet, Bogor.
Pemeliharaan anak domba, pengukuran data kuantitatif, koleksi darah dan koleksi
DNA serta analisis QTL dilakukan di Puslit Bioteknologi – LIPI, Cibinong. Semua
analisis molekuler (genotyping) dan evaluasi alel dilakukan di Laboratorium
REPROGEN, Sydney. Penelitian berlangsung dari tahun 1999 sampai 2004 untuk
pengukuran data fenotipe, koleksi DNA dan analisis molekuler, sementara analisis
data dilakukan pada tahun 2005.
Bahan
DNA genom
Setiap individu domba dikoleksi darahnya dari vena jugularis untuk dikoleksi
sel darah putihnya kemudian diekstraksi DNA nya dengan metode Montgomery &
Sise (1990) yang telah dimodifikasi. DNA genom dikoleksi dari semua individu
progeny domba silang balik dan tetua dari masing-masing keluarga acuan (reference
families), yaitu terdiri dari kakek (GrandSire), nenek (GrandDam) dan anak jantan
(F1 Sire = Pejantan). Jumlah total sample DNA adalah 393 yang terdiri dari jumlah
populasi domba progeny sebanyak 381 dan 12 sampel yang terdiri dari pejantan F1=
4, tetua dari ke empat pejantan F1= 8).
Keluarga Acuan dan Pembentukan Populasi Progeny
Persyaratan dalam pembentukan keluarga acuan untuk pemetaan QTL adalah
persilangan dua karakter yang berbeda besar (Lynch & Walsh 1998; Raadsma et al.
2002a; Seaton et al. 2002 dan Evans et al. 2003), untuk pembentukan pejantan atau
sire F1. Dua karakter berbeda yaitu berasal dari domba ekor tipis Indonesia sebagai
tipe domba kecil yang diasumsikan sebagai genotipe homosigot resesif, sedangkan
domba Merino sebagai tipe domba besar sehingga diasumsikan sebagai genotipe
homosigot dominan.
Studi analisis QTL ini melibatkan 4 keluarga acuan sebagai sumber penurunan
populasi domba half-sib silang balik (backcross) dan sebagian kecil populasi full-sib
F2. Ke empat keluarga acuan yang dirancang yaitu berasal dari 4 pejantan F1 (sires)
dengan nomor identitas (ID) 1261, 1262, 1263 dan 1273. Selanjutnya pejantan
tersebut disilangkan balik dengan tetua Merino untuk pembentukan populasi progeny
silang balik (BX), dan sebagian disilangkan dengan betina F1 untuk pembentukan
populasi F2. Total populasi progeny yang digunakan dalam studi ini yaitu 381 ekor,
yang terdiri dari 294 ekor domba silang balik dan sebanyak 87 ekor domba F2.
Pembentukan populasi progeny yang dipergunakan dalam penelitian ini digambarkan
pada Tabel 5. Daftar progeny domba yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 5. Rancangan hewan percobaan
Progeny
Jml
BX
Jml F2
Total
Keluarga Acuan
GS
GD
GS
GD
GS
GD
GS
GD
3050/GG 6/MM 25/SS 1/MM 2153/GG 13/MM 102/SS 12/MM
F1 1261 (GM)
F1 1262 (SM)
F1 1263 (GM)
F1 1273(SM)
x
x
x
x
Sejumlah Betina Sejumlah Betina
Sejumlah Betina
Sejumlah Betina
Merino* (MM)
Merino* (MM)
Merino* (MM)
Merino* (MM)
52
96
60
86
F1 1261 (GM)
x
Sejumlah Betina
F1**
57
109
GS= GrandSire (Kakek)
GD= GrandDam (Nenek)
BX= Backcross
96
F1 1263 (GM)
x
Sejumlah Betina
F1**
30
90
GM= Garut Merino
SM= Sumatera Merino
Daftar domba betina (* dan **, lihat Lampiran 2)
86
Termasuk dalam kelompok DET atau domba ekor tipis Indonesia (ITT) yaitu
domba ekor tipis yang tersebar di daerah Jawa Barat dan Sumatera (Subandriyo
2003). Domba ekor tipis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu domba Garut atau
Priangan yang berasal dari Jawa Barat dan domba ekor tipis Sumatera atau Medan
yang berasal dari Sumatera.
Notasi genotipe domba ekor tipis atau ITT dengan demikian ada dua, yaitu GG
untuk domba Garut dan SS untuk domba Sumatera. Sementara domba Merino dalam
studi ini dinotasikan dengan MM. Sire F1 dengan demikian mempunyai notasi
genotipe GM atau SM dan back cross progeny mempunyai notasi GMM atau SMM.
Sementara kemungkinan notasi genotipe F2 dalam studi ini GMGM atau GMSM.
Penciri Mikrosatelit
Penciri Mikrosatelit diperoleh secara komersial dengan acuan penciri genetik
dari Peta Genom Domba de Gortari et al (1998) dan Maddox et al. (2001, 2002).
Sebanyak 250 panel pre-screening penciri mikrosatelit dan setelah melalui penapisan
(screening) diperoleh 136 penciri mikrosatelit informative yang selanjutnya
digunakan untuk perunutan seluruh genom (a genome-wide scan) atau genotyping.
Tabel 6. Penciri mikrosatelit per kromosom
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Kromosom
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jumlah Penciri
15
12
12
7
7
6
5
4
5
6
5
5
4
No
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kromosom
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Jumlah Penciri
3
3
3
5
5
2
3
2
4
4
3
3
3
Jumlah penciri mikrosatelit per kromosom yang digunakan untuk genotyping
sangat bervariasi, paling banyak terdapat pada kromosom 1 sebanyak 15 dan hanya 2
penciri mikrosatelit pada kromosom 19 dan 21 (Tabel 6). Daftar nama penciri
mikrosatelit per kromosom, ukuran fragment, sekuen marker dan suhu annealing per
marker, ditampilkan pada Lampiran 1.
Penciri mikrosatelit yang digunakan disusun secara berurut sesuai dengan
jumlah penciri per kromosom beserta jarak antara 2 penciri mikrosatelit dalam ukuran
cM untuk kemudian digunakan sebagai Map file dalam Input data untuk keperluan
analisis QTL. Contoh penyusunan Map file dapat dilihat pada Lampiran 3.
Metode
Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR digunakan untuk memperbanyak jutaan cetakan (copy) potongan (fragment)
DNA genom dari sejumlah kecil cetakan (template) DNA. Guna keperluan tersebut
diperlukan beberapa reagen, sebagai berikut:
1. Thermostable DNA polymerase. Ensim yang paling umum digunakan yaitu
Taq polymerase turunan dari Thermus aquaticus yaitu suatu jenis bakteri
hidup di sumber air panas (hot spring). Ensim ini sangat toleransi dengan suhu
sangat tinggi.
2. Cetakan DNA (DNA template)
3. Sepasang penciri (primer) adalah sepasang komplemen untuk menetapkan
daerah untuk diamplifikasi pada cetakan (template)
4. Deoxynucleotide triphosphate, yaitu dATP, dCTP, dGTP, dTTP
5. Ion Magnesium (Mg++) dan reagen buffer yang sesuai
6. MilliQ H2O atau aqubidest
7. Pewarna (dye)
Dalam penelitian ini disiapkan reaksi PCR dengan volume 10µl untuk setiap 1µl
cetakan atau sample DNA dengan campuran reagen PCR sebagai berikut:
- 10x NZ buffer
- MgCl2 (25mM – 2.5M)
- dNTP 200 µm
- IR 700 (dye) 1pm/µl
- Forward primer 0,8pm/reaction
- Reverse primer 0,8pm/reaction
- ddH2O
- Taq zung16
1µl
1µl
0,4µl
0,2µl
0,04µl
0,04µl
7,28µl
0,08µl
Mesin PCR yang digunakan yaitu manual PCR (50-Licor atau MJ) dan Robotic PCR
Beckman 2000 untuk mempercepat perolehan produk PCR. PCR dilakukan dengan
pengulangan 35 (35 cycles), setiap siklus terdiri dari tahapan seri sebagai berikut:
5 siklus pertama:
Pemanasan mesin
Denaturasi
Annealing
Extension
95oC selama 5 menit
95oC, selama 45 detik
68oC, selama 90 detik
72oC, selama 60 detik
4 siklus kedua:
Denaturasi
Annealing
Extension
95oC, selama 45 detik
58oC, selama 60 detik
72oC, selama 60 detik
25 siklus terakhir:
Denaturasi
Annealing
Extension
95oC, selama 45 detik
50oC, selama 90 detik
72oC, selama 60 detik
Pendinginan dimulai dari 72oC selama 5 menit, kemudian diturunkan sampai
20oC selama 5 menit dan dipertahankan pada suhu 4oC atau disimpan dalam lemari es
sampai saat dipergunakan. Total kegiatan PCR (35 siklus) memerlukan waktu ± 2,5
jam.
Beberapa penciri miksosatelit memerlukan QIAGEN PCR Kit, hal ini
dikarenakan dengan reagen PCR yang diracik sendiri di dalam laboratorium tidak
terjadi amplifikasi. Terdapat tiga kondisi PCR dengan menggunakan Qiagen kit,
yaitu:
PCR 1. Manual* + Tween20 (1%)
PCR 2. Qiagen Kit + Tween20 (1%)
PCR 3. Qiagen Kit (tanpa Q-solution) + Tween20 (1%)
*Manual yang dimaksud yaitu menggunakan racikan reagen PCR yang dilakukan di
laboratorium seperti pada racikan PCR sebelumnya. Pengerjaan PCR dengan Qiagen
kit ini menggunakan plate dengan 384 sumur (wells) yang disesuaikan dengan mesin
PCR yang digunakan untuk racikan sendiri, namun tanpa mineral oil. Sementara PCR
dengan racikan sendiri menggunakan plate dengan 96 sumur. Ada dua program PCR
yang digunakan pada sampel yang menggunakan reagen Qiagen kit, yaitu:
1. Program 384-Li50: seperti pada pengerjaan untuk PCR dengan peracikkan
sendiri (lihat halaman sebelumnya)
2. Program K384-68
Genotyping
Genotyping dilakukan dengan menganalisis DNA dari produk Polymerase
Chain Reaction (PCR) dari setiap individu domba termasuk tetuanya (Kakek, Nenek,
Pejantan F1). Pada pengerjaan genotyping progeny dimaksudkan untuk melihat
konsistensi penyebaran alel dari tetua (Kakek, Nenek dan Bapak) kepada
keturunannya (progeny). Oleh karena itu penyusunan sample (PCR products individu
domba) pada sumur (well) acrylamide gel juga disesuaikan dengan susunan tersebut.
Pengerjaan genotyping progeny pada intinya sama seperti pada screening markers,
hanya pada genotyping progeny juga menyertakan sejumlah progeny sesuai dengan
keluarganya. Volume produk PCR yang digunakan untuk loading dalam genotyping
yaitu 1 µl. Mesin DNA Analyzer yang digunakan untuk genotyping yaitu mesin
sequencer a semi-automatic Li-COR DNA Analyzer Gene ReadIR 4200. Analisis
DNA ini dimaksudkan untuk melihat penyebaran alel dan untuk melihat apakah ada
konsistensi kemunculan alel dari tetuanya (GrandSire, GrandDam dan Sire) pada
kelompok turunannya (progeny).
Pembacaan alel (scoring alleles) dilakukan oleh minimal dua peneliti (Crawford
et al. 1995) atau menggunakan software khusus seperti Gene ImagIR untuk Li-COR
sequencer machine. Dalam pembacaan alel berlaku ketentuan sebagai berikut:
pemberian angka 1 yaitu untuk alel yang berasal dari pejantan (Sire) dan angka 2
untuk alel yang berasal dari Ibu (Dam) sementara bila tidak salah satu diantaranya (1
atau 2) diberi angka 6. Notasi 0, bila tidak terdapat pewarisan alel dari tetuanya.
Pemberian angka tersebut diperlukan untuk penyusunan genotype file dalam Input
data yang diperlukan dalam analisis QTL. Contoh penyusunan genotype file
dipaparkan dalam excel file seperti pada Lampiran 4.
Koleksi Data Fenotipe
Sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini yaitu anaisis QTL sifat produksi,
maka beberapa karakteristik berat badan disepakati untuk ditimbang. Karakteristik
berat badan tersebut yaitu berat lahir (BL), berat badan umur 90 hari (BB90), umur
180 (BB180), umur 270 (BB270) dan umur 360 (BB360). Data kuantitatif berat badan
tersebut ditimbang (dengan timbangan gantung) sesuai dengan umur yang disepakati
tersebut, data berat badan dikoleksi dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003.
Selama pemeliharaan semua domba diberikan pakan yang sama terdiri dari rumput
gajah (±10% dari berat badan) dan konsentrat (±2,5% dari berat hidup, Indofeed)
serta air minum diberikan ad libitum. Data berat badan setiap individu beserta
genotipe, jenis kelamin dan waktu pengadaan pengadaannya disusun dalam excel file
sebagai phenotype file dalam Input data guna keperluan Analisis QTL. Contoh
susunan phenotype file dipaparkan pada Lampiran 5.
Analisis Genetik dan Statistik
Analisis segregasi. Analisis segregasi dilakukan dengan metode mixture-models
(Lynch & Walsh 1998). Metode ini menggunakan pendekatan goodness of fit dari
data fenotipe terhadap distribusi bi-modal (ditandai 2 kurva) sebagai komposisi
campuran dari dua kelompok distribusi atau sub-distributions. Distribusi campuran
dua kelompok tersebut mempunyai proporsi keragaman yang sama (indikasi adanya
segregasi gen mayor) terhadap kecocokan data. Apabila data fenotipe yang digunakan
menunjukkan
distribusi
normal
atau
tidak
bercampur
(non-mixture),
ini
mengindikasikan tidak terdapat gen mayor. Uji keberadaan segregasi gen mayor
dilakukan dengan uji Likelihood Ratio Test (LRT).
Pada studi ini analisis segregasi dilakukan terhadap populasi progeny half-sib
backcross yang terdiri dari empat keluarga acuan. Ke empat keluarga acuan tersebut
diberi nomor identitas (ID): 1261, 1262, 1263 dan 1273.
Analisis QTL. Model analisis yang digunakan yaitu regresi interval linear
dengan tiga input data (BBSRC 2005) Ke tiga input data terdiri dari Map file (berisi
jumlah penciri per kromosom dengan ukuran (cM) jarak antara 2 penciri, Lampiran
3), Genotype file (berisi ID progeny, ID Pejantan F1 dan semua genotipe individu
atau hasil pembacaan alel dari genotyping, Lampiran 4), dan Phenotype file (berisi
semua ID progeny, ID Pejantan F1, ke empat fixed effects: waktu pengadaan atau
drop, genotype setiap individu, jenis kelamin, tipe kelahiran dan data kuantitatif tiap
karakter berat badan, Lampiran 5). Pada analisis penelitian ini tidak menggunakan
prosedur a robust two-step untuk menentukan IBD (Identity By Descent) seperti yang
diterangkan oleh Seaton et al. (2002). Namun semua analisis pengujian yang
diguanakan seperti permutate-experiment wide, –chromosome wide dan resampling
bootstrap adalah sama seperti yang diterangkan Seaton et al. (2002).
Sebelum tersedianya perangkat lunak (software) secara online, deteksi
keberadaan QTL untuk sifat tertentu perlu dilakukan pencarian jarak penciri genetik
lebih dulu. Pencarian jarak antar penciri genetik pada kromosom tertentu dikalkulasi
dengan menggunakan analisis CRI-MAP menurut Green et al. (1990). Jarak penciri
genetik tersebut digunakan dalam penyusunan peta keterpautan yang mana
selanjutnya digunakan dalam analisis QTL. Namun saat ini, analisis QTL dapat
dilakukan secara online dengan perangkat lunak QTL Express melalui situs:
http://qtl.cap.ed.ac.uk.
QTL Express adalah salah satu program untuk analisis data quantitative trait
loci dari populasi persilangan luar (outbred population), namun sekarang telah
berkembang untuk struktur populasi komplek lainnya. Program sederhana ini
menyediakan perangkat analitik yang kuat. Metode analisis yang digunakan yaitu
regresi interval linier dengan pilihan populasi adalah half-sib, walaupun sebagian
populasi yang digunakan adalah F2.
Dijelaskan pada QTL Express (2001) bahwa analisis dengan QTL Express ini
mengharuskan melewati dua tahap. Pertama, data pada posisi penciri genetik bersama
dengan genotipe penciri aktual, digunakan untuk menghitung probabilitas individu
mewarisi alel 0, 1 atau 2 dari setiap garis kedua tetuanya pada posisi sepanjang
genom. Probabilitas tersebut dikombinasikan ke dalam ‘koefisien’ yang dapat
digunakan untuk melihat isi informasi penciri atau penyimpangan segregasi penciri.
Kedua, analisis data fenotipe di regresikan pada ‘koefisien’ tersebut. Umumnya, cara
pendekatan regresi adalah mencocokkan ragam genetik dan model lingkungan,
seperti satu atau dua linked QTL, aditif, dominan dan pengaruh cetak (imprinting)
QTL, pengaruh faktor lingkungan (fixed effects) atau ko-variat, interaksi QTL
dengan fixed effects.
Oleh karena itu, diperlukan mutlak penyediaan tiga input data untuk analisis
QTL dengan program QTL Express. Ke tiga input data yang harus disediakan,
diistilahkan dengan Map file, genotype file dan phenotype file. Map file, berisi semua
penciri mikrosatelit (136) yang digunakan dan menutup seluruh 26 kromosom
autosom domba beserta jarak penciri. Contoh penyusunan Map file dapat dilihat pada
Lampiran 3. Genotype file, berisi genotipe alel hasil evaluasi alel dari analisis penciri
atau hasil genotyping pada semua individu populasi progeny yang digunakan, contoh
penyusunan lihat Lampiran 4. Phenotype file, berisi data fenotipe (berat badan) atau
data kuantitatif seperti parameter yang digunakan, yaitu BL, BB90, BB180, BB270 dan
BB360. File fenotipe ini, dipersiapkan untuk setiap parameter, masing - masing
parameter disusun untuk semua populasi progeny, contoh penyusunan lihat Lampiran
5. Empat fixed factors yang dianggap berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu waktu
pengadaan ternak (drop), genotipe individu, tipe kelahiran dan jenis kelamin domba.
Ke-empat fixed factors tersebut dimasukkan atau disusun pada genotype file.
Beberapa luaran dari analisis QTL Express, yaitu File warnings, significance
threshold, dan confidence intervals, masing - masing hasil dari basic analysis,
analisis atau uji permutasi (chromosome wide dan experiment wide) dan bootstrap
resampling. Hasil pada file warnings, ditampilkan lokasi QTL (cM), jarak QTL (cM)
dan penciri apit (flanking markers) pada setiap kromosom untuk setiap sifat yang
diamati. Pengaruh QTL atau kekuatan QTL dapat dilihat dari nilai ambang nyata
(significance threshold) pada taraf 5% (p<0.05) dan 1% (p<0.01) menurut Seaton et
al. (2002). Uji permutasi yaitu untuk menetapkan genome-wide significance
threshold (Churchill & Doerge 1994). Confidence interval, dimaksudkan untuk
melihat prediksi lokasi gen terletak pada jarak 95% dari setiap kromosom.
Identifikasi Gen. Identifikasi gen kandidat untuk sifat tertentu pada hewan
domestik, yaitu mengacu pada genom kromosom manusia. Hal ini dikarenakan
genom manusia telah dipetakan lebih sempurna dari ternak domestik. Oleh karenya,
lokasi gen yang ditemukan pada kromosom domba perlu dihomologkan dengan
kromosom manusia. Lokasi gen terletak diantara penciri apit pada segmen kromosom
manusia dengan satuan ukuran Mega base (Mb). Oleh karena itu lokasi gen diantara
penciri apit dari centi Morgan (cM) perlu diprediksi lebih dulu ke dalam satuan Mb
pada segmen kromosom manusia. Homologi dengan kromosom manusia dan lokasi
gen kandidat pada segmen kromosom manusia dengan satuan Mb dapat dilihat
dengan akses ke Australian Sheep Gene Mapping Website (ASGMWS 2004) dengan
situs http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm.
Gen kandidat diidentifikasi dengan menganalisis segmen pada kromosom
manusia (Mb) melalui situs ncbi: (http://www.ncbi.nih.gov) akan terlihat sederetan
daftar gen. Daftar gen kandidat ini perlu dianalisis untuk melihat fungsinya dengan
melihat deskripsi pada Online Mendelian Inheritance of Man (OMIM) dari daftar gen
tersebut. Hanya gen dengan deskripsi yang berasosiasi dengan pertumbuhan dan
perkembangan yang diindikasikan sebagai gen kandidat pertumbuhan yang dicari
pada studi ini.
Parameter yang diamati. Sifat fenotipik untuk analisis segregasi, yaitu karakter
pertumbuhan seperti berat lahir (BL), berat umur 90 hari (BB90) dan pertambahan
bobot badan 1-90 hari (pbb1-90). Semua data sebelum dilakukan analisis segregasi,
telah dikoreksi sesuai dengan bobot badan yang diamati. Sementara sifat fenotipik
pertumbuhan untuk analisis QTL yaitu berat lahir (BL), berat badan umur 90, 180,
270 dan 360 hari (BB90, BB180, BB270, BB360).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum melakukan analisis QTL untuk studi pemetaan, telah dilakukan
estimasi keberadaan gen mayor dengan analisis mixture-models. Dengan demikian
dapat diperkiraan ada tidaknya segregasi sifat penting yang mempunyai pengaruh
besar tersebut atau disebut gen mayor yang diwariskan dari tetua kepada
keturunannya. Pemetaan QTL dengan analisis QTL, pada dasarnya juga melihat ada
atau tidaknya segregasi sifat kuantitatif, namun estimasi pada analisis QTL ini akan
lebih mendekati ketepatan karena telah melibatkan penciri molekuler sebagai
landmark yang mengarahkan terhadap keberadaan gen kandidat yang dicari.
Penapisan Penciri
Sesuai dengan anjuran Grosz & MacNeil (2001), dinyatakan bahwa guna
memaksimalkan hasil dan mengefisienkan proses allele scoring dari hasil genotyping,
perlu dilakukan screening atau penapisan penciri mikrosatelit terhadap panel
mikrosatelit praseleksi. Penapisan dimaksudkan agar penciri mikrosatelit yang
digunakan akan menghasilkan genotipe heterosigot pada turunan domba dari pustaka
keluarga yang terbentuk pada genotyping progeny nantinya.
Lebih lanjut diterangkan oleh Grosz & MacNeil (2001), penapisan penciri
(screening markers) mikrosatelit dilakukan terhadap tiga generasi, yaitu Bapak atau
pejantan F1 (Sire), Kakek (Grandsire = GS) dan Nenek (Grandam = GD). Studi ini
menggunakan empat pejantan F1, oleh karena dalam penapisan penciri mikrosatelit
juga digunakan ke empat pejantan F1 dengan tetuanya (GS dan DD). Ke empat
pejantan F1 tersebut dengan ID 1261 (3050/GS dan 6/GD), 1262 (25/GS dan 1/GD),
1263 (2153/GS dan 13/GD) dan 1273 (102/GS dan 12/GD).
Pada penapisan penciri tersebut dapat dihasilkan penciri mikrosatelit informatif
heterosigot, informatif homosigot atau penciri yang tidak informatif. Namun, pada
studi ini digunakan dua kriteria pertama untuk dijadikan sebagai penciri mikrosatelit
yang informatif. Penciri informatif yang digunakan dalam studi genotyping progeny
yaitu apabila anak mewarisi ke dua alel tetuanya. Namun, dapat terjadi diperoleh
mikrosatelit yang tidak informatif, karena tidak mewarisi kedua alel dari ke orang
tuanya (Sire= Bapak ataupun Dam= Ibu).
Contoh hasil pengerjaan penapisan penciri mikrosatelit, ditampilkan seperti
pada Gambar 1. Pada Gambar 1, ditunjukkan bahwa penciri BMS528 adalah penciri
informatif dan heterosigot untuk F1 sires 1263 dan 1273, karena penciri tersebut
mewarisi 2 alel, masing-masing dari GrandSire dan GrandDam. BMS528 juga
informatif untuk F1 Sire 1261 tetapi homosigot (alel menumpuk tebal jadi satu).
Sementara itu, penciri BMS528 tidak informatif terhadap F1 Sire 1262, karena tidak
mewarisi alel dari kedua orang tuanya (GrandSire dan GrandDam). Hasil penapisan
penciri mikrosatelit yang berjumlah 250, diperoleh 136 penciri mikrosatelit yang
informative setelah diadakan seleksi.
Gambar 1. Hasil penapisan penciri BMS528.
BMS528 adalah penciri informatif
heterosigot untuk pejantan F1
1263 dan 1273, dan informatif
homosigot untuk 1261. Namun
BMS528 tidak informatif untuk
pejantan F1 1262.
Notasi 1, 2 dan 3 menunjukkan
susunan individu Kakek, Nenek,
Pejantan F1 secara berturut-turut
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Genotyping Progeny
Genotyping dilakukan pada seluruh populasi progeny domba silang balik dan
sebagian F2 serta tetuanya yang berjumlah seluruhnya 381 domba. Contoh hasil
pengerjaan progeny ditampilkan pada Gambar 2.
1 2 3 4 …………………………………………………………………………………………………….
48
Gambar2. Hasil genotyping keluarga 1261 dengan penciri BMS2213
Pada Gambar 2 ditunjukkan salah satu hasil genotyping pada acuan keluarga 1261
dengan penciri mikrosatelit BMS2213. Contoh keluarga acuan 1261 terdiri dari
susunan Kakek (GS) 3050, Nenek (GD) 6, Anak F1 (Sire) 1261 masing-masing
menempati sumur (well) nomor urut 1, 2 dan 3. Kemudian disusul progenynya
sebanyak 45 dengan urutan dari no. 4 sampai dengan no. 48. Dengan demikian
jumlah keseluruhan ada 48 individu domba untuk setiap pengerjaan genotyping pada
gel PAGE (Polyacrylamide Gel Electrophoresis). Namun dalam satu gel tersebut
dapat dimaksimalkan sampai 6 kali pengerjaan genotyping. Dengan demikian akan
diperoleh 288 (6x48) genotyped individu dalam satu gel untuk setiap kali running
genotyping. Sementara itu, jumlah penciri mikrosatelit yang digunakan sebanyak 136
dan jumlah individu progeny 381, dengan demikian studi ini telah menghasilkan
51.816 individu genotipe. Memang belum ada standard yang menyebutkan
banyaknya penciri genetik dan jumlah populasi yang digunakan dalam studi
pemetaan. Namun Raadsma et al. (2002a; 2002b), menyarankan diperlukan populasi
besar dan jumlah penciri genetik besar apabila belum diketahui lokasi gen yang
dicari. Lebih banyak penciri genetik dan populasi akan mempersempit jarak rentang
estimasi lokasi QTL atau gen. Lynch & Walsh (1998) menyarankan setidaknya antara
50 sampai 200 penciri genetik atau lebih dapat digunakan dalam analisis QTL untuk
mempersempit jarak rentang daerah estimasi lokasi QTL.
Scoring allele, setelah diperoleh sebaran alel pada genotyping, perlu dilakukan
evaluasi atau menilai sebaran alel. Disarankan oleh Crawford et al. (1995), penilaian
alel pada genotyping setidaknya dilakukan oleh dua (2) peneliti. Namun dalam studi
ini selain dilakukan penilaian oleh 2 peneliti juga dibantu dengan perangkat lunak
(software: Gene ImagIR) yang menjadi satu paket dengan mesin LI-COR DNA
Analyzer yang digunakan untuk genotyping. Terdapat kesepakatan pada penilaian
penyebaran alel, seperti disebutkan sebelumnya bahwa alel dari Pejantan (Sire) dinilai
dengan 1, alel dari Ibu (Dam) dinilai 2, sedangkan tidak termasuk keduanya diberikan
nilai 6 dan tidak menunjukan alel apapun di notasikan dengan nol (0). Penilaian alel
tersebut diperlukan dalam penyusunan input data terutama untuk Genotype file guna
keperluan analisis QTL dengan program QTL Express, contoh penyusunan input data
untuk genotype file dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pada Lampiran 4 (genotype file), disusun genotipe alel dari semua individu
yang berasal dari ke empat keluarga acuan yang di genotipe dengan 136 penciri
mikrosatelit.
Identifikasi Gen Mayor – Analisis Segregasi
Pada awal pembahasan telah disinggung bahwa ada baiknya untuk melakukan
analisis segregasi sebelum melakukan pemetaan QTL. Pada analisis segregasi ini
tidak melibatkan penciri genetik, namun hanya menggunakan data fenotipik. Seperti
diterangkan oleh Crawford et al. (2000) bahwa analisis segregasi dirancang untuk
mendeteksi segregasi genetik pada sifat bernilai ekonomi tinggi tanpa melibatkan
keberadaan informasi penciri genotipe.
Hasil analisis segregasi dengan mixture-models (Lynch & Walsh 1998) dan
setelah diuji dengan Likelihood Ratio Test (LRT) untuk parameter yang diamati dapat
dilihat pada Tabel 7. Keberadaan gen mayor terdeteksi untuk sifat berat lahir (BL)
dari populasi silang balik yang berasal dari keluarga acuan 1263 (3.47±1.09 kg).
Segregasi gen mayor juga nampak pada berat umur 90 (BB90) dari populasi domba
Gambar 3. Kurva bi-modal (terjadi segregasi) terindikasi pada populasi domba
silang balik untuk sifat pra-sapih: a) indikasi keberadaan gen mayor
pada populasi keluarga acuan 1263 untuk berat lahir (BL); segregasi
gen mayor untuk BB90 pada keluarga acuan 1261 (b), pada keluarga
acuan 1262 (c), pada keluarga acuan 1273 (d); segregasi gen mayor
untuk pertambahan bobot badan B1-90 pada keluarga acuan 1261 (e)
dan pada keluarga acuan 1263 (f)
silang balik yang berasal dari keluarga acuan 1261 (13.86±3.46 kg), dari keluarga
acuan 1262 (14.66±4.02 kg) dan dari keluarga acuan 1273 (13.38±3.42kg). Selain itu
gen mayor juga teridentifikasi pada pertambahan bobot badan pbb1-90 pada populasi
keluarga acuan 1261 (112.87±35.80 gram) dan 1263 (110.85±42.98 gram). Ke enam
indikasi keberadaan segregasi gen (ditunjukkan dengan kurva bi-modal) untuk sifat
pertumbuhan pra-sapih yang diamati dari keluarga acuan yang berbeda, dapat dilihat
pada Gambar 3.
Tabel 7. Rataan sifat pertumbuhan pra-sapih (BL dan BB90) pada populasi
domba silang balik dari empat keluarga acuan (saudara tiri)
Keluarga
1261
1262
1263
1273
Total
Populasi
(ekor)
107
100
102
86
381
Rata-rata ± SB
BL (kg)
BB90 (kg)
pbb1-90 (g/hari)
3,2±0,95
3,44±0,67
3,47±1,09*
3,43±0,58
13,86±3,46*
14,66±4,02*
13,54±3,76
13,38±3,42*
112,87±35,80*
123,03±44,39
110,85±42,98*
110,59±36,03
* Terjadi Segregasi (lihat Gambar 3)
SB= simpangan baku
Dinyatakan oleh Lynch & Wals (1998), bahwa kurva bi-modal adalah sebagai
campuran distribusi nilai fenotipe normal. Namun bilamana tidak terjadi campuran
distribusi normal yang menyusun kurva bi-modal, hal ini mungkin gen mayor tidak
berada pada keseimbangan Hardy – Weinberg yang mendasari penyebaran fenotipe
untuk setiap genotipe marker-locus.
Analisis segregasi telah menunjukkan indikasi keberadaan gen mayor untuk
beberapa sifat pertumbuhan pra-sapih yang diamati pada populasi silang balik.
Analisis segregasi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran fenotip
hewan dan diuji untuk ketepatan terhadap konsistensi penyebaran pada populasi
dimana gen mayor bersegregasi (ACIAR report 2001). Kelemahan analisis segregasi
dengan hanya menggunakan data fenotipik yaitu menunjukkan indikasi keberadaan
gen mayor. Kemajuan teknologi penciri molekuler, segregasi gen mayor dapat
dikonfirmasi melalui analisis keterpautan dengan menggunakan polymorphic markers
yang terletak mendekati gen mayor (Van der Werf 2000d). Hal ini hanya dapat
dibuktikan melalui analisis QTL yang melibatkan sejumlah besar jumlah penciri
genetik mikrosatelit. Keberadaan lokasi (QTL) untuk sifat penting yang ditandai
dengan penciri genetik yang terletak dekat dengan gen atau terdapat asosiasi antara
penciri genetik dengan gen mayor (Raadsma et al. 2002b; Dominik 2005b).
Identifikasi QTL
Keberadaan QTL - Significance Threshold
Uji statistik dimaksudkan untuk memastikan secara statistik dapat diambil
kesimpulan yang wewakili. Pada analisis QTL ini, pengujian dilakukan dengan uji
permutasi (de Koning et al. 2001) yang dimaksudkan untuk memperoleh nilai
ambang empiris (empiric threshold) atas pengaruh QTL terhadap sifat yang diteliti.
Pada studi analisis QTL ini, nilai ambang nyata (significance threshold) diuji pada
taraf permutate-chromosome wide (Seaton et al. 2002) dan kemudian untuk melihat
apakah pengaruh nilai ambang nyata QTL tersebut masih dapat tetap dipertahankan
kuat, maka dilakukan uji permutate-experiment wide (Seaton et al. 2002).
Hasil dari ke dua uji tersebut terhadap sifat pertumbuhan untuk berat lahir (BL),
berat umur 90 hari (BB90), umur 180 hari (BB180), umur 270 hari (BB270) dan umur
360 hari (BB360), masing-masing disajikan pada Tabel 8, 9, 10, 11 dan Tabel 12. Dari
ke lima Tabel tersebut, dapat dilihat pengaruh nyata kandidat QTL untuk ke lima sifat
berat badan yang diamati setelah diuji dengan permutate-chromosome wide,
terdeteksi sebanyak 15 lokasi QTL pada kromosom domba. Ke lima belas kromosom
yaitu kromosom 5 untuk BL, kromosom 2, 7, 18 untuk sifat BB90, kromosom 18 dan
23 untuk BB180, kromosom 6, 7, 8, 18 dan 23 untuk BB270, kromosom 7, 8, 18 dan 23
untuk BB360.
Sifat pertumbuhan pada berat lahir (BL) menunjukkan pengaruh QTL yang
nyata untuk berat lahir (BL) anak domba pada kromosom 5 (p<0.01). Penemuan ini
berbeda dari analisis gen mayor sebelumnya yang tidak menunjukkan adanya
pewarisan segregasi sifat berat lahir yang ditemukan pada populasi kecuali hanya
terjadi pada keluarga acuan 1263 (Margawati & Subandriyo 2004; Margawati et al.
2004). Hal ini dapat terjadi seperti diketahui bahwa identifikasi gen mayor dengan
metode mixture-models untuk analisis segregasi dinyatakan kurang kuat atau less
powerfull (Crawford et al. 2000). Dengan demikian setelah dilakukan analisis QTL
dengan melibatkan sejumlah besar penciri genetik mikrosatelit (136), pewarisan
segregasi gen untuk sifat berat lahir (BL) nampak kuat pada kromosom 5.
Tabel 8. Significance threshold berat lahir (BL)
No
Krom
5
Nilai-F
4.42
Chromosome-Wide
5%
1%
3.2373
4.3577**
Experiment-Wide
5%
1%
5.4262
6.4222
Chromosome wide: uji permutasi untuk menetapkan signifikansi pada setiap kromosom
Experiment wide: uji permutasi untuk menetapkan signifikasni pada setiap kromosom yang
dibandingkan dengan seluruh 26 kromosom
* Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji
permutasi chromosome wide maupun experiment wide
Tabel 9. Significance threshold berat badan 90 (BB90)
No Krom
Nilai-F
2
7
18
4.43
4.33
4.13
Chromosome-Wide
5%
1%
4.0092*
5.3145
3.2942
4.0787**
3.2773*
4.7927
Experiment-Wide
5%
1%
5.3728
6.5258
5.3728
6.5258
5.3728
6.5258
* Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji
permutasi chromosome wide maupun experiment wide
Seperti diketahui bahwa persaingan pertumbuhan anak domba baru kelihatan setelah
lepas sapih (Subandriyo et al. 1995). Nampaknya hal ini dibuktikan dengan
diperolehnya lebih banyak lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan mulai berat umur 90
(BB90) terdapat 3 lokasi QTL pada kromosom berbeda (Tabel 9), BB180 terdapat 2
lokasi QTL pada kromosom berbeda (Tabel 10), BB270 terdapat 5 lokasi QTL (Tabel
11) dan BB360 terdapat 4 lokasi QTL nyata pada kromosom berbeda (Tabel 12).
Tabel 10. Significance threshold berat badan 180 (BB180)
No Krom
Nilai-F
18
23
4.3
3.21
Chromosome-Wide
5%
1%
3.1801
4.0585**
2.9808*
3.6954
Experiment-Wide
5%
1%
5.1151
6.3466
5.1151
6.3466
* Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji
permutasi chromosome wide maupun experiment wide
Tabel 11. Significance threshold berat badan 270 (BB270)
No Krom
Nilai-F
6
7
8
18
23
3.89
3.22
3.34
5.53
4.07
Chromosome-Wide
5%
1%
3.343*
4.604
3.207*
4.363
3.277*
4.432
3.170
4.293**
3.074*
4.395
Experiment-Wide
5%
1%
5.0630
5.9550
5.0630
5.9550
5.0630
5.9550
5.0630*
5.9550
5.0630
5.9550
* Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji
permutasi chromosome wide maupun experiment wide
Tabel 12. Significance threshold berat badan 360 (BB360)
No Krom
Nilai-F
7
8
18
23
3.77
3.87
6.27
3.88
Chromosome-Wide
5%
1%
3.2435*
4.2703
3.2086*
4.4071
3.2908
4.3544**
3.1133*
4.0084
Experiment-Wide
5%
1%
5.2299
6.0719
5.2299
6.0719
5.2299
6.0719**
5.2299
6.0719
* Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji
permutasi chromosome wide maupun experiment wide
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa pengaruh QTL untuk sifat pertumbuhan
pada berat hidup 360 hari (BB360) menunjukkan tetap bertahan pada signifikansi
nyata (p<0,01) setelah uji permutasi eksperimen (permutate-experiment wide).
Gambaran ini menunjukkan betapa kemungkinan keberadaan QTL sifat pertumbuhan
domba pada kromosom 18. Sementara itu pada uji yang sama, pengaruh QTL untuk
BB270 hanya menunjukkan signifikansi tingkat 5% (p<0,05), Tabel 11 dan untuk
BB180 tidak menunjukkan tingkat signifikansi (Tabel 10). Meskipun demikian dapat
dinyatakan bahwa lokasi QTL sifat pertumbuhan pasca sapih (BB• 180 hari) terletak
pada kromosom 18. Hasil perolehan pada kromosom 18 domba ini ternyata
memperkuat pendapat sebelumnya untuk sifat pertumbuhan dan karkas pada populasi
komersial domba Suffolk dan Texel Walling et al. (2004).
Kurva significance threshold untuk beberapa sifat berat badan (BL, BB90,
BB180, BB270, BB360) yang menunjukkan pengaruh nyata QTL pada taraf 1% (p<0.01)
dan 5% (p<0.05), disajikan pada Gambar 4. Gambar 4a, menunjukkan tingkat
signifikansi keberadaan QTL untuk BL adalah 1% (p<0.01) setelah uji permutasi
chromosome wide. Gambar 4b dan 4c, masing-masing menunjukkan tingkat
keberadaan QTL pada 1% (p<0.01) setelah uji permutasi chromosome wide, masingmasing BB90 dan BB180. Sementara Gambar 4d dan 4e, masing-masing menunjukan
keberadaan QTL tetap dipertahankan pada 5% (p<0.05) dan 1% (p<0.01) setelah uji
permutasi experiment wide untuk BB270 dan BB360.
Dari keseluruhan hasil uji permutasi tersebut diatas, nampak secara jelas
terdapat pola pengaruh QTL secara nyata terhadap pertumbuhan anak domba
terdeteksi pada kromosom 18 mulai dari BB90 sampai BB360 (Tabel 9, 10, 11, 12).
Hasil uji permutasi (untuk melihat significance threshold) pada semua karakter berat
hidup disajikan pada Lampiran 6.
a
b
4.42 (p<0.01), chr wide
c
4.33 (p<0.01), chr wide
d
5.53 (p0.05), exp wide
4.30 (p<0.01), chr wide
e
6.27 (p<0.01), exp wide
Gambar 4. F-value kromosom 5 untuk BL (a), kromosom 7 untuk BB90 (b),
kromosom 18 untuk BB180 (c); kromosom 18 untuk BB270 (d) dan kromosom 18
untuk BB360 (e). chr wide = chromosome wide; exp wide = experiment wide
Lokasi QTL dan Penciri Apit (Flanking Markers)
Pengaruh nyata QTL sifat pertumbuhan pada masing-masing berat badan yang
diamati telah dipetakan dengan menunjukkan lokasi pada kromosom nomor tertentu,
jarak (interval), penciri DNA yang mengapit lokasi QTL, homologi dengan
kromosom manusia serta posisi QTL pada bagian (segment) kromosom manusia
(Mb), lihat paparan pada Tabel 13.
Tabel 13. Lokasi QTL dan penciri apit (flanking Markers) sifat pertumbuhan
Sifat:
Krom
Domba
Lokasi
QTL
(cM)
Jarak
(cM)
Flanking Markers
Prediksi
(cM)
Krom
Manu
sia
Segmen
(Mb)
BL:
5**
112
40,4
125,5-157,0
5
82.36 –106.889
BB90:
2*
MCM527BMS1247
84
6,4
71,4-76,7
9
34.712–74.436
7**
8
49,9
0,0-46,9
14
0 – 22.077
18*
96
21,3
106,4-123,9
14
98.509-104.318
BB180:
18**
MCM505BMS1341
BM3033RNS5/BRN
CSSM018TMR1/AKT1
96
21,3
106,4-123,9
14
98.509-105.138
23*
48
23,0
44,9-67,6
18
0.89-46.065
BB270:
6*
CSSM018TMR1/AKT1
CSSM31MCM136
0
23,8
CP125-MCM204
2,6-182,0
4
121.483-114.885
7*
76
63,3
RNS5/BRNBMS1620
46,9-105,8
8*
100
62,9
71,1-132,8
0,00
20,227-64,816
0,00-60,325
90,878-143,125
18**
23*
104
56
21,3
23,0
106,4-123,9
44,9-67,6
14
18
98,509-105,138
0,89-46,065
BB360:
7*
KD101-BMS1967
CSSM018TMR1/AKT1
CSSM31MCM136
3
14
15
6
80
63,3
46,9-105,8
8*
18**
104
104
62,9
21,3
3
14
15
6
14
0
22,077-64,816
0-60,325
90,878 – 143,125
98.509-105.138
RNS5/BRNBMS1620
KD101-BMS1967
71,1-132,8
CSSM018106,4-123,9
TMR1/AKT1
23*
52
23,0
CSSM3144,9-67,6
18
0,89-46,065
MCM136
* p<0.05 ** p<0.01, setelah uji permutasi kromosom
Setelah uji permutasi eksperimen, membuktikan tetap nyata untuk BB270 (p<0.05) dan BB360 (p<0.01)
Prediksi (cM)= prediksi lokasi gen pada kromosom domba
Segmen (Mb), lokasi gen pada rentangan kromosom manusia, setelah dilakukan analisis melalui
ASGMWS (2004)
Penciri apit lokasi QTL dimaksudkan untuk mendeterminasi gen kandidat yang
terletak diantara ke dua titik penciri DNA pengapit tersebut dan ditelusuri melalui
situs ncbi: http://www.ncbi.nih.gov. Dari ke lima sifat kuantitatif berat badan (BL,
BB90, BB180, BB270 dan BB360) diperoleh bukti nyata pengaruh QTL untuk sifat
pertumbuhan pada 7 kromosom yang berbeda yaitu kromosom 2, 5, 6, 7, 8, 18 dan
23, lihat Tabel 8, 9, 10, 11 dan 12 dengan tingkat signifikansi antara 5% sampai 1%.
Dukungan terhadap pendugaan keberadaan QTL yang mempengaruhi perototan
pada kromosom 2 diperoleh dari peta perbandingan genom sapi (Grosz & MacNeil
2001). Pada studi ini, teridentifikasi pengaruh QTL untuk pertumbuhan domba pada
berat umur 90 hari (BB90) terletak pada kromosom 2 (p<0.05) setelah uji permutasi
eksperimen. Penemuan ini kemungkinan pada genotyping digunakan 3 dari 12 penciri
mikrosatelit berasal dari sapi (Bovine).
Diperkirakan lokasi QTL untuk BB90 yang terletak pada kromosom 2 berada
disekitar penciri BMS1341 terletak pada 74,8cM atau sekitar penciri BM81124
terletak pada 146,3cM atau sekitar BMS1126 terletak pada 215,3cM. Lokasi QTL
untuk BB90 pada kromosom 2 domba ini terletak menyebar di tiga daerah dari
kromosom 2 dengan 3 penciri terpaut pada estimasi lokasi gen (linked to genes), yaitu
disekitar penciri BMS1341, BM81124 dan disekitar BMS1126 (Gambar 5).
Gambar 5. Lokasi penciri mikrosatelit digunakan dalam analisis alel
(genotyping) pada kromosom 2, QTL teridentifikasi diperkirakan berlokasi disekitar
penciri mikrosatelit berhuruf tebal (BMS1341, BM81124, BMS1126)
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Walling et al. (2002) yang
melaporkan penemuan lokasi QTL pada kromosom 2 dan 18 domba untuk sifat berat
badan (kg) dan ketebalam lemak (mm) pada domba Texel. Penelitian tersebut tidak
melaporkan penciri genetik yang menunjukkan lokasi QTL pada ke dua kromosom,
namun menyebutkan lokasinya. Dilaporkan bahwa lokasi QTL yang mempengaruhi
pertumbuhan otot terletak sekitar 60cM, dimana pada penelitian domba ITT dan
Merino ini menunjukkan penemuan lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan terletak
pada74,8cM dengan penciri BMS1341 (Gambar 5). Sementara lokasi lemak menurut
laporan Walling et al (2002) terletak sekitar 170cM, lokasi tersebut juga terdeteksi
pada penelitian ini yaitu disekitar penciri apit BM81124 dan BMS1126 yang berjarak
antara 146,3 dan 215,3cM (Gambar 5). Terlihat pada penelitian ini, masih perlu
menggunakan penciri mikrosatelit yang lebih rapat atau jarak penciri mikrosatelit
yang lebih pendek (Gambar 5), untuk mempersempit identifikasi lokasi QTL
berasosiasi dengan sifat pertumbuhan.
Hasil analisis keberadaan QTL sifat pertumbuhan pada kromosom 2 (p<0.05)
dan 18 (p<0.01) pada penelitian ini juga mendukung studi sebelumnya pada lima
keluarga kelompok domba Texel di United Kingdom (UK) (Walling et al. 2001).
Dari hasil analisis mereka, dikonfirmasi pembuktian untuk pengaruh QTL tersebut
pada ketebalan otot dan lemak yaitu terletak pada kromosom 2 dan 18 domba Texel
di UK. Sedangkan pada studi lainnya telah mengindikasikan keberadaan gen mayor
untuk peningkatan perototan pada domba Texel Belgia, Australia dan New Zealand
(Marcq et al. 1998; Marshall et al. 1999; Broad et al. 2000). Domba Texel dari
Belgia dan New Zealand telah menunjukkan gen myostatin atau locus yang dekat
dengan gen myostatin yang berperan pada peningkatan perototan. Sementara itu
pendapat Walling et al. (2001) menyatakan bahwa lokasi pada kromosom 2 dan 18
adalah mirip dengan gen Carwell. Studi Walling et al. (2001) menggunakan data
pertumbuhan setelah 8 minggu sementara pada studi ini pengamatan dilakukan mulai
dari berat lahir (BL) sampai dengan berat badan umur 360 (BB360). Perkembangan
perototan ini dinyatakan oleh Cockett et al. (2001) dimulai setelah anak domba
berumur 3 minggu.
Sebanyak 5 penciri mikrosatelit yang digunakan untuk genotipe alel
(genotyping) pada kromosom 18, penciri mikrosatelit dan lokasinyan pada kromosom
18 dipaparkan (Gambar 6). Hasil analisis menunjukkan bahwa QTL teridentifikasi
pada kromosom 18 untuk beberapa karakter berat badan (Tabel 13) terletak diantara
penciri apit CSSM018 dan TMR1 pada jarak antara 107,1 dan 124,8 cM (Gambar 6).
Gambar 6. Lokasi penciri mikrosatelit digunakan dalam analisis alel (genotyping)
pada kromosom 18, QTL teridentifikasi diperkirakan berlokasi diantara penciri apit
berhuruf tebal (CSSM018 dan TMR1)
Pengaruh QTL terhadap pertumbuhan juga dibuktikan secara nyata (p<0.05)
setelah uji permutasi eksperimen (permutate-experiment wide) pada kromosom 6
untuk berat badan umur 270 (BB270). Namun pada penelitian sebelumnya pengaruh
QTL pada kromosom 6 dilaporkan berasosiasi dengan beragam sifat. Seperti
dilaporkan oleh Montgomery et al. (1994) bahwa gen Booroola dipetakan pada
kromosom domba 6 (OOV6). Sebelumnya, Montgomery et al. (1993) melaporkan
bahwa gen fekunditas Booroola domba berasosiasi dengan penciri genetik (linked to
markers) pada daerah kromosom 9 manusia. Sampai saat ini identifikasi gen,
dimungkinkan untuk menggunakan peta perbandingan dengan jenis hewan budidaya
lain (Archibald 1998; Cockett et al. 2001), dengan membandingkan pada sederetan
gen yang telah dipetakan pada manusia dan mencit (Cockett et al. 2001). Penelitian
pada persilangan ITT dan Merino ini juga menggunakan peta genetik manusia untuk
melihat homologi lokasi kromosom (ASGMWS 2004) pada identifikasi gen kandidat.
QTL teridentifikasi pada kromosom 6 domba ini terletak homolog dengan kromosom
4 manusia (Tabel 13).
Sementara itu Walling et al. (2000) melaporkan bahwa hewan pembawa satu
alel Booroola menjadi lebih ringan berat badannya dari pada hewan bukan pembawa
gen Booroola. Dikatakan lebih lanjut bahwa gen Booroola tidak mempunyai efek
pleitropic atau bertanggung jawab pada sejumlah tampilan fenotipik yang berbeda,
tetapi mungkin berasosiasi dekat dengan QTL berpengaruh pada pertumbuhan dari
lahir sampai berat sapih. Diistilahkan bahwa QTL sifat pertumbuhan dapat
membonceng atau hitchhike dengan alel Booroola selama program introgresi
(Walling et al. 2000). Introgresi adalah penyusupan gen sedikit demi sedikit dalam
kurun waktu yang lama. Walling et al. (2000) mengindikasikan bahwa sifat
pertumbuhan tidak dipengaruhi QTL setelah sapih.
Hasil studi pada populasi backcross (Merino dengan ITT) ini manambah
informasi yang menunjukkan adanya kontribusi pada kedekatannya dengan gen
Booroola terletak kromosom 6 domba (p<0.05). Hal yang mendukung pernyataan
tersebut karena pada populasi silang balik (backcross) yang digunakan dalam studi
analisis QTL ini berasal dari dua sub-jenis Merino dan domba Indonesia ekor tipis,
dimana keduanya Merino (Davis et al. 1982) dan Ekor tipis Indonesia termasuk
domba priangan (Tiesnamurti 2001) adalah galur domba mewarisi sifat fekunditas
tinggi atau termasuk domba peridi (jumlah anak per satu kelahiran lebh dari 1).
Dengan demikian diindikasikan penemuan pengaruh QTL pertumbuhan pada
kromosom 6 pada studi ini juga berhubungan dengan sifat fekunditas tinggi yang
pewarisannya berasal dari domba Merino dan domba lokal ekor tipis. Penemuan pada
studi ini juga mendukung penemuan Walling et al. (2000) yang kemungkinan gen
pertumbuhan membonceng dengan gen Boorrola. Gen Booroola pertama kali
diidentifikasi pada domba Merino Booroola yang menunjukkan peningkatan laju
oulasi yang kuat (Davis et al. 1982).
Studi lain dilaporkan oleh Diez-Tascon et al. (2001) bahwa pengaruh QTL pada
kromosom 6 domba berpengaruh untuk sifat produksi susu yang teridentifikasi pada
domba Spanish Churra. Mereka menggunakan analisis interval mapping dengan 8
keluarga tiri (half-sibs), significance threshold diestimasikan melalui uji permutasi
diikuti koreksi untuk multiple testing. Lebih lanjut disebutkan bahwa daerah (region)
pada kromosom 6 domba berdekatan dengan kelompok Casein dengan pengaruh
utama pada susu yaitu persentase protein. Selain itu, perolehan pada domba Churra
ini berdekatan dengan data yang tersedia untuk sapi sebagai konsekuensi pemetaan
komparatif untuk jenis yang berkaitan dalam ruminansia. Diperolehnya banyak sifat
yang bervriasi pada kromosom 6, kemungkinan disebabkan oleh pengaruh sifat
polygene yang kebanyakan tedapat pada pewarisan sifat kuantitatif (Nicholas 1996).
Pada studi ini, pengaruh QTL juga teridentifikasi nyata (p<0.05) setelah uji
permutate-chromosome wide pada kromosom domba 23 untuk sifat pertumbuhan
berat hidup 270 (BB270) dan 360 hari (BB360). Sebanyak 4 penciri mikrosatelit
digunakan untuk menggenotipe alel (genotyping) pada kromosom 23, lokasi ke empat
penciri mikrosatelit dipaparka pada Gambar 7.
Gambar 7. Lokasi penciri mikrosatelit digunakan dalam analisis alel (genotyping)
pada kromosom 23, QTL teridentifikasi diperkirakan berlokasi diantara penciri apit
berhuruf tebal (CSSM031 dan MCM136)
Hasil analisis menunjukkan bahwa QTL teridentifikasi untuk karakter berat
badan pasca sapih (BB180, BB270 dan BB360, Tabel 13) pada penelitian ini terletak
diantara penciri apit CSSM031 dan MCM136 pada jarak antara 42,8 dan 65,8 cM
(Gambar 7).
Pengaruh QTL pada studi ini juga diidentifikasi pada kromosom 5 (p<0.01)
untuk berat lahir (BL), pada kromosom 7 (p<0.01) untuk berat badan umur 90 (BB90)
dan pada kromosom 8 (p<0.05) untuk berat badan umur 270 (BB270) dan umur 360
(BB360) setelah uji chromosome-wide (p<0.05). Teridentifikasinya QTL yang lebih
beragam pada penelitian ini, kemungkinan berhubungan dengan rancangan hewan
percobaan yang digunakan menggunakan persilangan dari dua sub-jenis domba yang
sangat berbeda baik dari faktor klimat (sub tropis dan tropis) maupun sifat
karakteristik berat badan yang berbeda secara genetis. Persilangan ke dua sub-jenis
yang sangat berbeda ini diperkirakan mewariskan pola penyebaran alel yang lebih
beragam atau lebih polimorfik pada variasi genetik (de Koning et al. 2001). Warisan
berat hidup yang lebih beragam ini diperkirakan berasal dari ayah (paternal). Lebih
variatif ini, kemungkinan juga didukung dari populasi domba progeny yang
digunakan dalam studi ini diperoleh dari turunan pustaka keluarga tiri (half-sib)
dimana disusun dari satu garis ayah (F1 sire) dengan banyak ibu (dam) pada setiap
keluarga acuannya. Pengaruh pembentukan populasi atau rancangan hewan
percobaan dalam studi QTL ini juga ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya. de Koning
et al. (2001) melaporkan bahwa analisis regresi dengan model paternal half-sib
(Knott et al. 1996) menunjukkan pengaruh nyata QTL untuk kualitas warna daging
pada babi terletak pada kromosom 3, 4 dan 13. Sementara dengan pendekatan linecross (Haley et al. 1994) antara Meishan dan Dutch large white dan galur Landrace
untuk mendapatkan populasi F2 sebagai animal experimental design ternyata gagal
dalam pendeteksian QTL pada kualitas warna daging babi. Disimpulkan oleh de
Koning et al. (2001) bahwa kelemahan rancangan line-cross mempunyai frekuensi
alel berasal dari tetuanya (founder) adalah serupa pada pengaruh QTL sifat warna
daging babi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemilihan rancangan hewan
percobaan untuk penelusuran lokasi QTL sifat kuantitatif penting.
Gen Kandidat pada Kromosom 5, 7 dan 18
Keseluruhan analisis QTL pada penelitian ini, terdapat 3 lokasi kromosom
berbeda yang menunjukan pengaruh kuat QTL pada sifat pertumbuhan, yaitu pada
kromosom 5, 7 dan 18. Terlebih pengaruh nyata QTL masih tetap kuat dipertahankan
setelah uji permutate-experiment wide terutama pada kromosom 18 (p<0.01) dan
kromosom 7 (p<0.05). Oleh karena itu pada investigasi gen difokuskan hanya pada
ke tiga kromosom tersebut.
Akses GenBank
Kemajuan teknologi informasi telah memberi kemudahan para peneliti bidang
molekuler untuk menyelidiki lebih luas dan lebih dalam sampai tingkat molekuler.
Seperti diketahui bahwa genom manusia telah diidentifikasi lebih lengkap dari
kelompok hewan. Berdasarkan rekomendasi the International Society of Animal
Genetics, loci yang terpetakan pada domba atau genom hewan budidaya (farmed
animal genomes) lainnya diberi nama dengan petunjuk nomenklatur manusia (Broad
et al. 1998). Petunjuk pada manusia ini dirancang untuk mempermudah dalam
identifikasi keragaman pada domba, termasuk identifikasi gen dan data runutan
nukleotida pada peta genomnya. Nama dan simbol gen manusia dapat diperoleh
melalui database dari situs: http://www.gene.ucl.ac.uk/nomenclature/. Petunjuk
singkat peraturan kesamaan (homologues) dengan jenis lain akhir – akhir ini telah
dipublikasikan oleh White et al. (1997).
Pada studi QTL ini, guna mengetahui lebih lanjut gen yang berperan pada sifat
pertumbuhan perlu mengacu pada kemajuan genom manusia. Pada awal studi ini
setelah diketahui posisi kromosom untuk melihat pengaruh QTL (melalui QTL
Express: http://qtl.cap.ed.ac.uk) dan setelah dikonversi homologinya dengan
kromosom manusia serta didapatkan satuan ukuran dalam Mega base (Mb) untuk
mempermudah investigasi gen melalui situs Australian Sheep Gene Mapping:
http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm. Selanjutnya untuk mengidentifikasi
gen kandidat yang berperan pada sifat pertumbuhan seperti diterangkan sebelumnya,
maka perlu mengacu pada human genom dengan akses GenBank melalui situs:
http://www.ncbi.nih.gov.
Segmen dalam Mb pada kromosom manusia dimaksudkan sebagai petunjuk
secara keseluruhan lokasi gen, sementara itu penciri apit (flanking markers) yang
mengapit keberadaan lokasi gen atau penciri berdekatan dengan loci dapat
mempersempit investigasi gen berhubungan dengan QTL sifat pertumbuhan. Oleh
karena itu, penelusuran gen pada studi ini mengacu pada perolehan penciri apit
(flanking markers) yang secara rinci ditampilkan pada Tabel 13. Penciri apit pada
Tabel 13, memaparkan semua QTL pertumbuhan yang terdeteksi pada 15 lokasi yang
terletak pada 7 kromosom (No. 2, 5, 6, 7, 8, 18 dan 23). Namun pada investigasi gen
ini hanya dikonsentrasikan pada 3 kromosom yang secara statistik menunjukkan nilai
ambang nyata (significance threshold) pada taraf 1% (p<0.01). Ke tiga kromosom
tersebut yaitu kromosom nomor 5, 7 dan 18. Pasangan penciri apit dari ke tiga
kromosom tersebut termasuk kesamaan (homologies) dengan kromosom manusia dan
lokasi gen kandidat pada segmen kromosom manusia (Mb), dipaparkan pada Tabel
14.
Tabel 14. Sheep mapping website
Krom
Domba
5
7
Penciri Apit
(flanking markers)
MCM527-BMS1247
BM3033-RNS/BRN
7
RNS/BRN-BMS1620
46,9-105,8
18
CSSM018TMR1/AKT1
106,400-123,900
Prediksi (cM)*
125,5-157,00
0,00-46,90
Krom
Manusia
5
14
3
15
15
15
14
14
14
82,361– 106,889
0 – 22,077
0
0
40,459
42,556 – 61,133
22,077 - 38,954
41,295 – 44,767
46,190 – 64,816
14
98,509 – 105,138
Segmen (Mb)**
* Prediksi (cM)= prediksi lokasi gen pada kromosom domba
**Segmen (Mb), lokasi gen pada rentangan kromosom manusia, setelah dilakukan analisis melalui
ASGMWS
Deskripsi Gen
Deskripsi gen dilakukan dengan akses GenBank dengan melihat segmen atau
daerah yang diapit oleh ke dua titik penciri loci (flanking markers) dan hanya pada ke
tiga kromosom (Tabel 14). Dua hal yang harus diketahui sebelum mendeteksi gen,
yaitu pengertian segmen dan penciri apit loci berasosiasi dengan gen (linked to
genes). Segmen hanya menunjukkan lokasi putative genes secara keseluruhan,
sementara daerah yang diapit oleh ke dua titik penciri loci merupakan daerah putative
genes yang lebih mendekati ketepatan. Posisi homologi untuk kromosom 5, 7 dan 18
domba dengan menunjukkan segmen atau lokasi yang diapit oleh 2 titik penciri apit
pada kromosom manusia untuk ke tiga kromosom domba (Gambar 8, 9 dan 10).
Gambar 8. Lokasi gen kandidat pada kromosom 5 domba terletak diantara penciri
apit MCM527 – BMS1247 dan homolog dengan kromosom 5 manusia
(http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm)
Gambar 9. Lokasi gen kandidat pada kromosom 7 domba terletak diantara penciri
apit BM3033 – RNS5/BRN dan antara RNS5- BMS1620, dan homolog
dengan kromosom 14 dan 15 manusia
(http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm)
Gambar 10. Lokasi gen kandidat pada kromosom 18 domba terletak diantara penciri
apit CSSM018 –TMR1/AKT1, homolog dengan kromosom 14 manusia
(http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm)
Terdapat kerumitan dalam investigasi gen tersebut karena kromosom domba
sebelumnya harus dihomologkan dengan kromosom manusia. Sebagai contoh,
pengaruh QTL untuk sifat pertumbuhan terlihat pada kromosom 7 baik untuk BB90
(p<0.01) dan BB270 dan BB360 (p<0.05). Kromosom 7 domba mempunyai homologi
dengan kromosom manusia 3, 14 dan 15. Sementara itu pada kromosom 7 domba
yang pertama untuk BB90 (p<0.01) yaitu hanya terletak homologi dengan kromosom
manusia 14 dan tidak menempati segmen kromosom manusia manapun. Pada
kromosom 14 tersebut, penciri loci yang mengapit adalah BM3033-RNS5/BRN
terletak pada segmen 0 sampai 22.077 Mb. Sementara itu pada kromosom 7 lainnya
(BB270 dan BB360; p<0.05), keduanya diapit oleh dua titik penciri loci RNS/BRN dan
BMS1620 dan homolog dengan kromosom manusia nomor 3, 14 dan 15 dengan
segmen yang diapit (setelah dirapikan) berlokasi mulai 0 Mb (tidak ada atau belum
diketemukan gennya) untuk segmen pada kromosom 3, terletak antara 20,227-64,816
Mb untuk segmen pada kromosom 14 dan terletak antara 0,00-60,325 Mb untuk
segmen pada kromosom 15 (Tabel 14). Segmen dengan satuan ukuran Mb pada
kromosom manusia sebelum dirapikan terletak sangat tidak teratur atau campur aduk
(jumble up), lihat Lampiran 8. Segmen (Mb) pada kromosom homologi lainnya, yaitu
kromosom 5 (p<0.01) domba homolog dengan kromosom 5 manusia (Lampiran 7)
dan kromosom 18 (p<0.01) domba homolog dengan kromosom 14 manusia, juga
terletak sangat tidak teratur (Lampiran 9).
Hal lain yang perlu diperhatikan pada investigasi gen kandidat yaitu pembacaan
deskripsi gen pada Online Mendelian Inheritance of Man (OMIM) dari situs NCBI
(http://www.ncbi.nih.gov). Investigasi gen hanya mengacu pada prediksi gen yang
disertai OMIM, dan hanya yang memuat keterangan yang berasosiasi dengan
pertumbuhan (sesuai dengan tujuan penelitian) yang dipertimbangkan sebagai
putative genes untuk pertumbuhan. OMIM memuat hasil penelitian sebelumnya yang
menyertakan keterangan fungsi gen, dan lebih jauh tentang ukuran gen, runutan basa
gen (sequence) deskripsi molekuler lainnya. Hal ini diperlukan untuk penelitian lebih
lanjut bilamana ingin melakukan kloning dan sebagainya.
Pada akses GenBank, yang diperhatikan hanya lokasi segmen yang diapit oleh 2
titik penciri apit. Pada akses tersebut tidak selalu mendapatkan lokasi persis sesuai
dengan panjang rentangan diantara 2 penciri apit. Tampilan pada akses GenBank
untuk masing-masing kromosom disertai simbol loci yang menandakan linked to
genes.
Hasil investigasi gen untuk masing-masing lokasi QTL pada kromosom 5, 7 dan
18 yang telah dihomologkan dengan kromosom manusia, secara rinci informasi gen
kandidat pada masing-masing segmen kromosom manusia dapat dilihat pada
Lampiran 10, 11a, 11b dan 12. Pada lampiran tersebut dipaparkan runutan segmen
secara rinci beserta keberadaan gen kandidat yang tidak secara penuh menutup
sepanjang rentang segmen namun ada beberapa jarak (interval) yang belum
ditemukan gennya. Sebagai contoh pada kromosom 7, estimasi keberadaan gen
kandidat terletak sangat tidak teratur, terutama pada homologinya dengan kromosom
14 manusia (Tabel 14).
Gen Kandidat pada Kromosom 5. Gen kandidat diperkirakan terletak diantara
dua titik penciri apit MCM527-BMS1247 pada segmen kromosom 5 manusia antara
82,361– 106,889 Mb (Tabel 14). Dari 14 referensi Online Mendelian Inheritance of
Man (OMIM) pada kromosom 5 (Lampiran 10), setelah dianalisis teridentifikasi satu
gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat pertumbuhan. Gen kandidat tersebut yaitu
dengan simbol CAST pada locus 5q15-q21 pada segmen antara 96,057-96,136Mb
dengan deskripsi Calpastatin. Pada referensi OMIM diterangkan bahwa Calpastatin
adalah penghambat alami Calpain, aktivitas Calpain ditunjukkan pada distropi otot
atau necrosis otot (OMIM 2005). Ideogram gen CAST yang dipetakan pada lokasi
5q15-q21 dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut Nonneman et al. (1999) bahwa
Calpastatin adalah spesifik, penghambat endogenous dari calpain (kerjanya
tergantung keberadaan calcium secara alami) yang berperan pada pengaturan
proteolisis otot. Diterangkan oleh Palmer et al. (1998) bahwa fungsi Calpastatin yaitu
berperan mengatur pertumbuhan otot dan pengaturan dalam keempukan daging
setelah pemotongan (postmortem). Keempukan daging postmortem dihubungkan
dengan degradasi rataan calpastatin pada otot postmortem (Delgado et al. 2001).
Gambar 11. Ideogram lokasi gen CAST pada 5q15-q21 (96,057-96,136Mb)
Menurut Spencer & Mellgren (2002) Ekspresi Calpastatin yang berlebihan
ditemukan pada mencit transgenik (mdx mice). Daerah exon dan intron gen
Calpastatin domba telah diamplifikasi dengan ukuran 622 pasang basa (bp)
menggunakan primers yang didasarkan pada sekuens sapi (Killefer & Koohmaraie
1994, GenBank accession no. L14450) dan gen Calpastatin domba (Collingwood et
al. 1992). Perbedaan atau polimorfisme tersebut dapat digunakan untuk markedaasissted selection (MAS) domba dengan kualitas daging yang berbeda. Penggunaan
MAS dalam aplikasi seleksi genetik untuk keempukan daging ini dapat digunakan
dengan uji DNA yang dapat mengungkapkan apakah hewan yang diuji membawa
spesifik gen yang berasosiasi dengan keempukan daging (Smith 2003). Lebih lanjut
Smith (2003) mengemukakan bahwa telah tersedia di Amerika uji keempukan dengan
GeneSTAR (R) yang dikembangkan di Australia dan TenderGENE (R) yang
dikembangkan di Amerika untuk memberi jaminan kepada konsumen atas
keempukan daging.
Pada studi lainnya, telah dideskripsikan fungsi gen Calpastatin. Dilaporkan
bahwa penyebab terjadinya kekerasan pada perototan domba yang lebih tua karena
adanya tingkat Calpastatin yang tinggi (Freking et al. 1999; Duckett et al. 2000).
Dilaporkan oleh Smith (2003) bahwa uji di atas berkenaan dengan perbedaan gen
yang dihubungkan dengan keberadaan enzim secara normal atau alami (Calpastatin
dan Calpain) yang berpengaruh pada keempukan daging normal yang terjadi selama
pelayuan postmortem (post-harvest aging). Lebih lanjut Smith (2003) menyatakan
bahwa uji keempukan dengan GeneSTAR dapat mengidentifikasi keberadaan 2
macam gen Calpastatin, satu dihubungkan dengan sifat keempukan sementara yang
lainnya dihubungkan dengan kekerasan daging.
Teridentifikasinya QTL sifat pertumbuhan berat badan pada kromosom 5 dari
studi ini yaitu dengan ditemukannya gen Calpastatin, maka memperjelas laporan
Palmer et al. (1998) yang menyatakan tidak dikenalnya gen Calpastatin pada domba
pada masa atau waktu penelitian tersebut. Sementara Hediger et al. (1991) dan
Crawford et al. (1995) hanya menyatakan didapatkannya ovine gene terletak pada
kromosom 5. Sementara pada sapi, gen Calpastatin teridentifikasi pada kromosom 7
dengan posisi 117,8cM (Bishop et al. 1993; Kappes et al. 1997). Studi terakhir, gen
Calpastatin juga ditemukan pada kromosom 2 babi yang mempengaruhi sifat kualitas
daging yaitu kenyal (chewiness) dan berair (juiciness), Ciobanu et al. (2004).
Peningkatan aktivitas Calpastatin dan pada penurunan degradasi protein
kelihatannya dihubungkan dengan pertumbuhan otot pada sapi (Morgan et al. (1993)
dan anak domba Callipyge (Lorenzen et al. 2000). Lebih lanjut Lorenzen et al. (2000)
melaporkan bahwa peningkatan pada calpastatin otot telah diketahui selama
pertumbuhan anak domba Callipyge dan pada anak domba yang diberi makan growth
promotant beta-agonist, (Speck et al. 1993). Ditemukannya gen Calpastatin dengan
demikian dapat diasosiasikan dengan kemungkinan adanya ekspresi gen Callypige
pada kromosom 5 yang diperoleh dari studi ini.
Gen Kandidate pada Kromosom 7. Pengaruh QTL terhadap sifat pertumbuhan
yang terdeteksi pada kromosom 7 ini terletak pada 2 segmen yang masing-masing
diapait oleh sepasang penciri apit berbeda. Kedua segmen tersebut masing-masing
pada sifat pertumbuhan untuk berat badan 90 atau BB90 (p<0.01) yang diapit oleh
BM3033-RNS/BRN dan untuk BB270 dan BB360 (p<0.05) yang diapit oleh
RNS/BRN-BMS1620. Hasil analisis gen dengan akses GenBank-NCBI pada kedua
segmen tersebut dijelaskan seperti pada paparan berikut di bawah ini.
Gen Kandidat diantara BM3033 - RNS/BRN. Gen kandidat pada segmen pertama
dari kromosom 7 yang diapit oleh dua titik penciri apit BM3033 - RNS/BRN terletak
homolog dengan kromosom 14 manusia pada segmen antara 0 – 22,077Mb (Tabel
14). Hasil analisis dari GenBank-ncbi menunjukkan bahwa gen kandidat yang telah
ditemukan terletak diantara 18,241 - 22,077 Mb (Lampiran 11a). Pada lampiran 11a
dipaparkan secara rinci jumlah gen yang sudah ditemukan sebanyak 208 terletak pada
rentangan 18,241 - 22,077 Mb dan 17 gen diantaranya sudah terdapat referensi
OMIM. Dari ke 17 referensi OMIM tersebut tidak ditemukan gen kandidat yang
berasosiasi dengan sifat pertumbuhan yang diteliti. Dengan demikian pada segmen
pertama dari kromosom 7 domba (antara penciri apit BM3033 - RNS/BRN) tidak
diketemukan gen pertumbuhan. Hal ini diperkirakan tidak cukup jumlah penciri
mikrosatelit yang digunakan untuk menutup kromosom 7 dalam genotyping. Pada
penelitian ini hanya menggunakan 5 penciri mikrosatelit yang digunakan untuk
menutup kromosom 7 domba (Lampiran 1). Kemungkinan lain diperkirakan dengan
menggunakan comparative mapping, belum semua gen yang ditemukan pada domba
telah teridentifikasi pada kromosom manusia. Kemungkinan perlu dilakukan analisis
dengan mengacu pada pemetaan hewan domestik ruminansia apabila peta genetik
hewan ruminansia (missal sapi) telah lebih lengkap dipetakan.
Gen Kandidat diantara RNS/BRN-BMS1620. Gen kandidat pada segmen kedua
dari kromosom 7 yang diapit oleh dua titik penciri apit RNS/BRN-BMS1620 terletak
homolog dengan kromosom 3, 14 dan 15 manusia pada segmen (Mb) yang secara
rinci ditampilkan pada Tabel 14. Hasil analisis dari GenBank-NCBI menunjukkan
bahwa belum ditemukan gen kandidat pada kromosom 3 manusia (=0Mb). Sementara
gen kandidat yang telah ditemukan pada kromosom 14 dan 15, dipaparkan pada
Lampiran 11b.
Kromosom 14 Manusia. Keseluruhan paparan gen pada kromosom 14 manusia
dapat dilihat pada Lampiran 11b. Dari keseluruhan gen yang ditemukan pada
kromosom 14 manusia tersebut, terdeteksi satu (1) gen kandidat yang berasosiasi
dengan sifat pertumbuhan. Gen kandidat yang terdeteksi tersebut dinotasikan dengan
simbol SSTR1 dan dideskripsikan sebagai gen Somatostatin Receptor1 yang persisnya
terentang pada segmen 37,746-37,752Mb dengan lokasi locus pada 14q13. Ideogram
lokasi gen SSTR1 dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Ideogram lokasi gen SSTR1 pada 14q13 (37.746-37.752Mb)
Deskripsi pada OMIM 182450 (2005) diterangkan bahwa somatostatin atau
SST menggunakan kekuatan pengaruh biologinya dengan mengikat pada penerima
khusus yang mempunyai afinitas tinggi (specific high-affinity receptors), dalam
beberapa kasus diikat dengan GTP-binding proteins. Somatostatin atau SST adalah
tetradecapeptide pertama kali diisolasi dari ekstrak hipotalamik dan menunjukkan
penghambat kuat pada sekresi hormon pertumbuhan dari anterior pituitary (OMIM
182450 2005). Somatostatin tersebar luas pada sistem syaraf pusat dan jaringan
permukaan (peripheral tissues) seperti perut, usus dan pancreas. Reaksi atau aksinya
pada banyak tempat untuk menghambat pelepasan banyak hormon dan sekresi protein
lainnya. Dua somatostatin receptors yang berbeda adalah SSTR1 dan SSTR2, masingmasing terdiri dari 391 dan 369 asam amino (Yamada et al. 1992). Menggunakan
analisis segregasi pada satu panel reduced human-hamster somatic cell hybrids,
Yamada et al. (1992) menetapkan lokasi gen SSTR1 pada kromosom 14 dengan
lokasi 14q13. DNA polimorfisme short tandem repeat (STR) yang sangat informatif
telah diidentifikasi terdapat pada SSTR1 (OMIM 182451. 2005).
Pada kamus medis (Anonymous 2005), diterangkan bahwa somatostatin sebagai
suatu hormon polypeptide yang dihasilkan pada hypothalamus atau jaringan lain dan
organ. Somatostatin menghambat pelepasan hormon pertumbuhan Somatotropin dan
juga mengatur fungsi fisiologi penting dari ginjal, pancreas dan saluran pencernaan
(gastrointestinal). Somatostatin receptor diekspresikan secara luas diseluruh tubuh,
bertindak sebagai pemancar syaraf (neurotransmitter) pada sistem saraf pusat dan
permukaan. Dengan demikian teridentifikasinya gen somatostatin receptor1 pada
studi ini diperkirakan dapat mengatur pelepasan hormon pertumbuhan. Seperti
diketahui bahwa pada mekanisme pelepasan hormon pertumbuhan dikontrol oleh
factor hipotalamus yang diketahui sebagai growth hormone releasing factor. Hormon
pertumbuhan disekresikan oleh pituitary, mempunyai pengaruh pada otot yang diatur
melalui IGF-I (Insulin-like Growth Factor-I) dan binding sites untuk IGF-I. Hormon
pertumbuhan saling berpengaruh dengan receptor pada sel membran hati, ginjal dan
otot yang menyebabkan pelepasan IGF-I pada peredaran atau sirkulasi darah. IGF-I
dapat memicu proliferasi dan diferensiasi myoblast. Myoblast pada perkembangan
embrio hewan merespon terhadap perbedaan sinyal yang mengontrol proliferasi dan
migrasi sel.
Kromosom 15 Manusia. Keseluruhan paparan gen pada kromosom 15 manusia
dapat dilihat pada Lampiran 11b. Dari keseluruhan gen yang ditemukan pada
kromosom 15 manusia tersebut, terdeteksi satu (1) gen kandidat yang berasosiasi
dengan sifat pertumbuhan. Gen kandidat yang terdeteksi tersebut dengan simbol
CAPN3 dan dideskripsikan sebagai gen Calpain3 yang persisnya terentang pada
segmen 40,427-40,491Mb dengan lokasi locus pada 15q15.1-q21.1. Ideogram lokasi
gen CAPN3 dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Ideogram lokasi gen CAPN3 pada 15q15.1-q21.1 (40.427-40.491Mb)
Pada OMIM 114240 (2005) diterangkan bahwa Calpain atau enzim protease
netral yang diaktifkan oleh ion calcium (Ca) atau enzim yang memerlukan calcium
untuk aktivitas katalisnya (OMIM 11420. 2005). Diterangkan lebih lanjut enzim
tersebut adalah enzim cystein intraseluler nonlysosomal. Enzim proteolitik
nonlisosomal bekerja aktif pada pH rata-rata lebih tinggi (• 6.5) dari enzim proteolitik
lisosomal (<6.5) pada awal pelayuan (Etherington 1984).
Termasuk dalam Calpain hewan mamalia yaitu CAPN1 (OMIM 114220. 2005)
dan CAPN2 (OMIM 114230. 2005) dan CAPN3 adalah berasosiasi khusus dengan
otot (muscle-specific). Dilaporkan oleh Richard et al. (1995) bahwa gen CAPN3
terdiri dari 24 exons dengan ukuran 40 kb. Ohno et al. (1989) memetakan gen
CAPN3 pada kromosom 15 manusia. Dalam peta fisik dan genetik dari daerah
kromosom 15 mengandung gen untuk limb-girdle muscular dystrophy type 2A atau
LGMD2A (OMIM 253600. 2005) dan gen kandidat LGMD2A tersebut telah
diisolasi. Richard et al (1997) menerangkan bahwa Limb-girdle muscular dystrophies
(LGMDs) adalah satu grup dari penyakit otot saraf (neuromuscular) menunjukkan
heterogen klinis sangat besar (great clinical heterogeneity). Penyakit ini jarang
terjadi, merupakan penyakit cacat molekuler (molecular defect) yang mempunyai
keragaman luas.
Dengan penapisan mutasi pada grup LGMD2A, Richard et al. (1995) telah
mengidentifikasi 15 mutasi (nonsense, splice site, frameshift atau missense) CAPN3
yang mengadakan segregasi secara bersamaan (co-segregating) dengan sifat penyakit
(OMIM 114240. 2005). Gen CAPN3 adalah gen kandidat yang menarik sebab
fungsinya pada otot (OMIM 114240. 2005) atau gen yang menyandi calpain khusus
pada otot (Richard et al. 1997). Aktivitas m-calpain (proenzyme calpain2) lebih besar
pada otot biceps femoris dan longissimus dari domba Callipyge dari pada domba
normal (Delgado et al. 2001). Ditemukannya gen CAPN3 pada penelitian ini, dengan
demikian ada kemungkinan secara tidak langsung lokasi QTL pada kromosom 7 yang
diapit oleh penciri RNS/BRN-BMS1620 menunjukkan ada hubungannya dengan
kualitas daging.
Gen Kandidat pada Kromosom 18. Estimasi keberadaan gen kandidat dari
pengaruh QTL yang berlokasi pada kromosom 18 terdeteksi kuat (p<0.01) setelah uji
permutate-chromosome wide dan masih tetap dipertahankan (p<0.01) setelah uji
permutate-experiment wide. Gen kandidat diperkirakan pada rentangan 98,508 –
105,008 Mb dari kromosom 14 manusia yang diapit oleh penciri loci CSSM018TMR1/AKT1 (Tabel 14). Dari rentangan segmen tersebut ditemukan 102 simbol gen
dengan 32 diantaranya dengan referensi OMIM. Secara rinci deskripsi untuk semua
simbol gen tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari ke 32 gen kandidat yang
terdapat pada rentangan segmen 98,508 – 105,008 Mb kromosom 14 manusia belum
diketemukan gen yang berasosiasi dengan sifat pertumbuhan. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena pada analisis gen kromosom 18 domba hanya diketahui
mempunyai satu daerah (region) homolog pada kromosom manusia, yaitu kromosom
14 manusia. Pada kromosom 14 manusia tersebut hanya diwakili pada rentangan
segmen 98,508 – 105,008 Mb (Tabel 14). Oleh karenanya, diperkirakan masih
banyak yang belum terdeteksi gen kandidat yang ditemukan pada peta komparatif
manusia, termasuk di dalamnya gen kandidat untuk sifat produksi domba yang belum
diketemukan.
Pada studi QTL ini, sebagian besar sifat pertumbuhan berat badan (BB90, BB180,
BB270, dan BB360) menunjukkan hasil yang konsisten dengan pendapat Cockett et al.
(2001) dan Walling et al. (2001; 2004) yaitu lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan
terletak pada kromosom 18. Lokasi QTL yang terdeteksi pada kromosom 18 diapait
oleh penciri mikrosatelit CSSM018 dan TMR1/AKT1 (Gambar 6). Penemuan ini
didukung oleh studi sebelumnya yang melaporkan bahwa locus pada kromosom 18
yang berdekatan dengan penciri CSSM018 dikatakan menyebabkan peningkatan
perototan baik pada daerah longissimus dorsi maupun peningkatan berat pada rusuk
ke sebelas domba (Nicoll et al. 1998). Lebih lanjut disebutkan bahwa locus tersebut
dinamakan locus Carwell.
Teridentifikasinya QTL pada penelitian ini diantara ke dua penciri tersebut
(CSSM018-TMR1/AKT1) memperkuat perolehan Cockett et al. (1994) yang
menyatakan bahwa penciri CSSM018 ternyata sesuai dengan keterpautan penciri
yang ditempati oleh gen Callipyge. Locus gen tersebut terletak dibagian akhir
kromosom 18 domba. Lebih lanjut dilaporkan oleh Cockett et al. (1994) bahwa lokasi
Callipyge tersebut berpaut dengan penciri TGLA122, CSSM18 dan GMBT16
sedangkan lebih tepat gen tersebut dipetakan pada jarak 4,6 cM diantara penciri
IDVGA30 dan OY3. Seperti dinyatakan oleh Dominik (2005a) bahwa terdapat
keterpautan antara landmark penciri genetik pada kromosom terhadap gen sifat
kuantitatif. Dilaporkan oleh Walling et al. (2004) bahwa QTL yang berasosiasi
dengan kedalaman otot terletak pada kromosom 18 dikatakan dekat dengan locus gen
Callipyge dan Carwell. Gen Callipyge pertama kali dideteksi karena pengaruhnya
yang sangat nyata yaitu mempunyai pembesaran perototan atau muscular hypertrophy
(Haley 2001). Dilaporkan bahwa ekspresi gen Callipyge mengakibatkan beberapa
individu otot (individual muscle) dapat mencapai lebih dari 40% lebih berat pada
anak domba Callipyge dibandingkan kontrol (Duckett et al. 2000). Studi akhir-akhir
ini telah melakukan penelitian potitional candidates dan diketahui adanya kejadian
mutasi secara alami yang menghasilkan tampilan fenotipik yang unik pada domba
(Cockett et al. 2001). Keberadaan gen Callipyge ini sebetulnya lebih nyata di
kromosom 18 domba seperti yang dilaporkan beberapa peneliti sebelumnya (Cockett
et al. 1996; Freking et al. 1998, Haley 2001).
Melihat kekuatan pengaruh QTL untuk sifat pertumbuhan pada kromosom 18
domba yang sangat kuat dan penemuan sebelumnya pada bangsa domba berasal dari
daerah dingin, maka diperkirakan bahwa gen pertumbuhan jelas berada pada
kromosom 18 domba yang diteliti (persilangan ITT dan Merino).
Gen Callipyge. Suatu sifat yang diwariskan pada ternak (contoh: pada domba)
yang menghasilkan terhadap ketebalan daging, kaki belakang lebih berdaging dan
oleh karenanya menghasilkan produksi daging per ekor lebih tinggi (Zaid et al.
2001). Asal-usul tentang gen Callipyge yaitu diawali kelahiran dari keturunan domba
jantan Dorset Solid Gold pada tahun 1983 dari kawanan domba Moffat dekat
Piedmondt, Oklahoma, Amerika. Beberapa hasil keturunannya menunjukkan
perkembangan pasca lahir yang luar biasa dan fenotipe dengan otot yang berat atau
padat. Sebutan Callipyge berasal dari bahasa Yunani yang berarti pantat yang montok
atau nice buttock (Dominik 2005a). Hal ini dikarenakan domba pembawa gen
Callipyge menunjukkan perototan yang berlimpah pada bagian pantat dengan
peningkatan sampai 46% dibandingkan dengan domba bukan Callipyge (Cockett et
al. 1996). Dinyatakan oleh Jackson et al. (1997) bahwa perbandingan fenotipik dari
genotipe yang diturunkan dari perkawinan terancang telah konsisten mengandung alel
mutan baru dengan aksi gen non-resesif pada locus autosom dan tunggal. Selanjutnya
Cockett et al. (1994) menyebutkan bahwa locus tersebut dinyatakan sebagai
Callipyge (CLPG), dipetakan pada daerah telomer dari kromosom 18 domba. Lebih
lanjut Cockett et al. (1996) menerangkan bahwa aksi gen CLPG didasarkan pada
sejumlah terbatas anaknya berasal dari lima kombinasi perkawinan berbeda dimana
alel berasal dari Ibu (maternal) dan dari Bapak (paternal) diduga berasal dari 5 penciri
DNA pada kromosom 18. Sehubungan dengan CLPG tersebut, terdapat istilah polar
overdominance (Cockett et al. 1996; Freking et al. 1998). Polar overdominance yaitu
menggambarkan karakterisasi genetik dari satu locus yang menunjukkan suatu model
pewarisan unik dimana hanya individu anak heterosigot yang mewarisi mutasi dari
ekspresi fenotipe bapaknya (sire). Pengaruh fenotipe Callipyge sebelumnya telah
diestimasikan dari data yang dikoleksi pada heterosigot atau alel CLPG mutan
diwariskan dari Bapak/sire dan anak domba yang bukan pembawa sifat (non-carrier),
dengan masing-masing anak domba dikelompokkan sebagai yang mengekspresikan
Callipyge atau yang mempunyai fenotipe normal.
Gen Callipyge adalah suatu mutasi genom domba yang bertanggung jawab pada
pembesaran (hyperthrophy) otot yang sangat besar dari serat otot fast-twitch, terutama
pada otot pinggul (Koohmaraie et al. 1995; Carpenter et al. 1996). Pembesaran otot
ini tidak terekspresi pada anak yang baru lahir dan baru berkembang setelah berumur
3 minggu (Cockett et al. 2001) dengan demikian tidak menimbulkan masalah dalam
kelahiran (Jackson et al. 1997). Ternak Callipyge menghasilkan daging tanpa lemak
dan persentase karkas yang lebih tinggi (Jackson et al. 1997; Koohmaraie et al. 1995)
namun kelenturan atau kelembutannya pada daging pinggang (loin) berkurang (Kerth
et al. 1995; Koohmaraie et al. 1995). Dari studi fisiologi telah dipelajari domba yang
mewarisi gen Callipyge dan dibandingkan dengan domba normal, gambaran jaringan
otot longisimus dan domba Callipyge dapat dilihat pada Gambar 14.
c
a
b
Gambar 14. Foto mikro otot longisimus normal (a), Callipyge (b) dan domba
Callipyge (c) (Sumber: Pringle 2005)
Gen Carwell. Gen lain yang dihubungkan dengan peningkatan kualitas karkas
yaitu gen Carwell. Gen Carwell adalah gen yang mengkode pewarisan sifat pada
peningkatan pada otot lingkar atau otot mata rusuk (rib-eye muscle= REM) ditemukan
pada jenis domba Poll Dorset Australia (Banks 1997). Dibandingkan dengan gen
Callipyge, pengaruh gen REM lebih rendah yaitu hanya 11% peningkatan pada masa
otot dan terbatas pada longissimus dorsi (Marcq et al. 1998; 1999; Jopson et al.
2001). Selain itu, gen Carwell tidak berpengaruh pada penumpukan lemak dengan
demikian tidak mempunyai pengaruh negatif pada keempukan daging (Dominik
2005a). Lebih lanjut diterangkan bahwa gen Carwell terletak dekat tetapi bukan gen
Callipyge. Pengaruh serupa pada perototan dan tidak ada perlemakan juga ditemukan
pada kawanan domba Texel Inggris (Walling et al. 2001) dan penciri gen telah
diidentifikasi (Dominik 2005a). Kemungkinan gen tersebut adalah variasi dari gen
REM atau Callipyge.
SIMPULAN
Dari studi pemetaan QTL sifat pertumbuhan dapat disimpulkan beberapa catatan
penting sebagai berikut:
1. Secara nyata diipetakan 7 (tujuh) lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan pada
lokasi yang berbeda, yaitu pada kromosom 2, 5, 6 , 7, 8, 18 dan 23
2. Secara konsisten dan nyata (p<0.01) lokasi QTL sifat pertumbuhan terletak
pada kromosom 18 untuk berat badan pasca sapih (BB180, BB270 dan BB360).
Bahkan lokasi QTL secara kuat dipertahankan pada kromosom 18 (p<0.01)
untuk BB360 dan sedikit melemah (p<0.05) untuk BB270 setelah uji
Permutate experiment wide
3. Dari ke tujuh lokasi QTL yang teridentifikasi, 3 diantranya (kromosom 5, 7,
18) menunjukan signifikansi nyata (p<0.01)
4. Gen kandidat pada kromosom 5 terletak antara MCM527 - BMS1247, yaitu
ditemukan gen CAST (Calpastatin) berasosiasi dengan sifat kealotan
(toughness) daging
5. Gen kandidat pada kromosom 7 teridentifikasi diantara dua pasang penciri
apit (antara BM3033 - RNS5/BRN dan RNS5/BRN - BMS1620). Namun gen
kandidat hanya ditemukan diantara RNS5/BRN - BMS1620 yaitu gen CAPN3
(Calpain3) berasosiasi dengan perototan dan gen SSTR1 (Somatostatin
receptor1) berasosiasi dengan pelepasan hormon pertumbuhan somatotropin
6. Gen kandidat pada kromosom 18 terletak antara CSSM018 dan TMRI/AKTI,
belum ditemukan, namun diperkirakan terletak dekat dengan gen Callipyge
(pertumbuhan cepat, produksi daging kurus atau leaner) dan Carwell
(pertumbuhan daging lingkar rusuk bebas lemak)
7. Perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk memperbaiki resolusi atau
memperjelas posisi QTL dan pengaruh QTL yang terdeteksi pada studi ini.
DAFTAR PUSTAKA
ACIAR Report. 2001. Genetic and Immunological Characterisation of High
Resistance to Internal Parasites in Indonesian Thin Tail Sheep. Annual Report.
Project AS1/9727.
Anderson L et al. 1994. Genetic mapping of quantitative trait loci for growth and
fatness in pigs. Science 263: 1771-1774
Anonymous. 2005. Medical dictionary. http://medical-conditions.org [4 Juli 2005].
Archibald AL. 1998. Comparative Genome Mapping – The Livestock Perspective. Di
dalam: Clarck AJ, editor. Animal Breeding Technology for the 21st Century.
Australia: Harwod Academic. hlm. 137-152.
[ASGMWS] Australian Sheep Genome Mapping Website. 2004. Predicted Sheep
Gene Map. The University of Melbourne. http://rubbens.its.unimelb.edu.au/
~jillm/jill.htm [6 Mei 2005]
Austin HB. 1950. The MERINO: Past, Present and Probable. Sydney- Australia:
Grahame Book Company.
Banks R. 1997. The meat elite project: establishment and achievements of an elite
meat sheep nucleus. Proceedings of the Association for Advancement in Animal
Breeding and Genetics. Dubbo, NSW, Australia. 12: 596-601.
Barendse WJ et al. 1997. A medium-density genetic linkage map of the bovine
genome. Mammalian Genome 8: 21-28.
Beever JE, George PD, Fernando RL, Stormont CJ, Lewin HA. 1990. Association
between genetic markers and growth and carcass traits in a paternal half-sib
family of Angus cattle. J. Anim. Sci. 68: 337-344.
Bishop MD, Koohmaraie M, Killefer J, Kappes SM. 1993. Restriction fragment
length polymorphisms of the bovine calpastatin gene. J Anim Sci 71: 22772278.
Bovenhuis H, Van Arendong JAM, Korver S. 1992. Associations between milk
protein polymorphisms and milk production traits. J. Dairy Sci. 75: 2549-2559.
Bovenhuis H et al. 1997. Detection and mapping of quantitative trait loci in farm
animals. Livestock Production Science 52: 135-144
Bradford G.E, Inounu I. 1996. Prolific Breeds of Indonesia . In: Prolific Sheep
(Editor: Mohamed H. Fahmy). Cambridge-UK: CAB International.
Broad TE, Hayes H, Long SE. 1997. Cytogenetics: physical chromosome maps. In:
The Genetics of Sheep. Edited by Piper L and Ruvinsky A. Oxon, UK: CAB
International. Hal. 241-295.
Broad TE, Hill DF, Maddox JF, Montgomery GW, Nicholas FW. 1998. The sheep
gene Map. ILAR Journal 39: 23 halaman. http://dels.nas.edu/ilar_n/
ilarjournal/39_2_3/39_2_3Sheep.shtml [13 Juni 2005]
Broad TE et al. 2000. Search for a locus near to myostatin that increases muscling in
Texel Sheep in New Zealand. Proceedings of the New Zealand Society of
Animal Production. 60: 110-112.
Carpenter CE, Rice OD, Cockett NE, Snowder GD. 1996. Histology and composition
of muscles from normal and Callipyge lambs. J Anim Sci 74: 388-393.
Cavanagh CR et al. 2002. Comparisons for Quantitative Trait Loci (QTL) detected
for fat deposition in sheep using computed tomography (CT). 7th World
Congress on Genetic Applied to Livestock Production. France: August, 19-23,
Montpellier. 4pp.
Chaniago T, Obst JM, Boyes T. 1982. The growth of Javanese thin-tail rams with
improved feed and management. In: Animal Production and Health in the
Tropics. Eds. M.R. Jainudeen and A.R. Omar. Universiti Pertanian Malaysia.
Pp. 327-328.
Chee M et al. 1996. Accessing genetic information with high-density DNA arrays.
Science 274: 610-614.
Churchill GA, Doerge RW. 1994. Empirical threshold values for quantitative trait
mapping. Genetics 138: 963-971.
Ciobanu DC et al. 2004. New alleles in calpastatin gene are associated with meat
quality traits in pigs. J Anim Sci 82: 2829-2839.
Cockett NE et al. 1994. Chromosomal localization of the Callipyge gene in sheep
(Ovis aries) using bovine DNA markers. Proc Natl Acad Sci USA 91: 30193023.
Cockett NE et al. 1996. Polar overdominance at the ovine Callipyge locus. Science
(Washington DC) 273: 236-238.
Cockett NE, Shay TL, Smit M. 2001. Analysis of the sheep genome. Physiol
Genomics 7: 69-78.
Collingwood KM et al. 1992. cDNA sequence and ontogenic expression of ovine
calpastatin. Ninth International ICOP conference on proteolysis and protein
turnover. Williamsburg, VA.
Cooper DN, Smith BA, Cooke HJ, Niemann S, Schmidtke J. 1985. An estimate of
unique DNA sequence heterozygosity in the human genome. Human Genetics
69: 201-205.
Cowan CM, Dentine MR, Ax RL, Schuler LA. 1990. Structural variation around
prolactin gene linked to quantitative traits in an elite Holstein sire family.
Theor. Appl. Genet. 79: 577-582.
Crawford AM et al. 1994. Sheep linkage mapping: Nineteen linkage groups derived
from the analysis of paternal half-sib families. Genetics 137: 573-579.
Crawford AM et al. 1995. An autosomal genetic linkage map of the sheep genome.
Genetics. Vol. 140: 703-724.
Crawford AM, Dodds KG, McEwan JC. 2000. DNA Markers, Genetic Maps and the
Identification of QTL: General Principles. Di dalam: Axford RFE, Bishop SC,
Nicholas FW, Owen JB, editor. Breeding for Disease Resistance in Farm
Animals, Edisi ke-2. UK: CAB International. hlm. 3-26.
Davis GH, Montgomery GW, Allison JA, Kelly RW, Bray AR. 1982. Segregation of
major gene influencing fecundity in progeny of Booroola sheep. New Zealand
Journal of Agricultural Research 25: 525-529.
Davis GP, DeNise SK. 1998. The impact of genetic markers on selction. J Anim Sci
76: 2331-2339.
Delgado EF, Geesink GH, Marchello JA, Goll DE, Koohmaraie M. 2001. The calpain
system in three muscle of normal and callipyg sheep. J Anim Sci 79: 398-412.
de Gortari MJ et al. 1998. A second-generation linkage map of the sheep genome.
Mamm Genome 9: 204-209.
Dekkers JCM. 2004. Commercial application of marker- and gene-assisted selection
in livestock: Strategies and lessons. J Anim Sci 82 (E. Suppl.): E313-E328
de Koning DJ et al. 2001. Detection and characterization of quantitative trait loci for
meat quality traits in pigs. J Anim Sci 779: 2812-2819.
Diez-Tascon C, Bayon Y, Arranz JJ, De La Fuente F, San Primitivo F. 2001.
Mapping quantitative trait loci for milk production traits on ovine chromosome
6. J Dairy Res 68: 389-397.
Diwyanto K. 1982. Pengamatan fenotip domba Priangan serta hubungan antara
beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Magister Sain Thesis. Fakultas
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[DJBPP] Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2004. Satistik Peternakan
Tahun 2004.. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta: Departemen
Pertanian. hlm.118 (228 hal)
Dolling CHC, Jefferies BC. 1991. Genetic resources for woll production. In: K.
Maijala, K. (ed.) World Animal Science, B 8. Genetic resources of Pig, Sheep
and Goat. Elsevier. Amsterdam. 277-290.
Dominik S. 2005a. Gene Markers and Gene Research. CSIRO Livestock Industries,
Armidale, NSW. Australia. [email protected] [28 Feb 2005].
Dominik S. 2005b. Quantitative trait loci for internal nematode resistance in sheep: a
review. Genet. Sel. Evol. 37 (Suppl. 1): S83-S96.
Duckett SK, Snowder GD, Cockett NE. 2000. Effect of the Callipyge gene on muscle
growth, calpastatin activity and tenderness of three muscles across the growth
curve. J Anim Sci 78: 2836-2841.
Edwards MD, Stuber CW, Wendel JF. 1987. Molecular-marker-facilitated
investigations of quantitative-trait loci in maize. I. Numbers, genomic
distribution and types of gene action. Genetics 116: 113-125
Etherington DJ. 1984. The combination of proteolytic enzymes to postmortem
changes in muscle. J Anim Sci 59:1644-1649.
Evans GJ et al. 2003. Identification of quantitative trait loci for production traits in
commercial pig populations. Genetics 164: 621-627.
Franklin IR. 1997. Systematics and Phylogeny of the Sheep. Di dalam: L. Piper & A.
Ruvinsky, editor. The Genetics of Sheep. Cambridge: Cab International. hlm 112.
Freking BA et al. 1998. Evaluation of the ovine Callipyge locus. I. Relative
chromosomal position and gene action. J Anim Sci 76: 2062-2071.
Freking BA et al. 1999. Evaluation of the ovine Callipyge locus: III. Genotypic
effects on meat quality traits. J Anim Sci 77: 2336-2344.
Fujii J et al. 1991. Identification of a mutation in the porcine ryanodine receptor that
is associated with malignant hyperthermia. Science 253: 448-451.
GenBank accession no. L14450. http://www.ncbi.nih.gov/GenBank [6 Juni 2005]
Georges M et al. 1990. On the use of DNA fingerprints for linkage studies in cattle.
Genomics 6: 461-474.
Georges M et al. 1993a. Microsatellite mapping of the gene causing weaver disease
in cattle will allow the study of an associated quantitative trait locus. Proc. Natl.
Acad. Sci. USA. 90: 1058-1062.
Georges M et al. 1993b. Microsatellite mapping of a gene affecting horn
development in Bos taurus. Nat. Genet. 4: 206-210.
Georges M et al. 1995. Mapping quantitative trait loci controlling milk production in
dairy cattle by exploiting progeny testing. Genetics 139: 907-920.
Georges M. 1998. Mapping genes underlying production traits in livestock. P. 77101. Di dalam: Animal Breeding, Technology for the 21st century (Edt. AJ.
Clark). Australia: Howard Academic Press.
Graham ERB, McLean DM, Zuledrans P. 1984. The effect of milk protein genotypes
on the cheesemaking properties of milk and on yield of cheese. Proc. 4th Conf.
Aust. Assoc. Anim. Breed. Genet. Adelide. P. 136.
Green P, Falls K, Crooks S. 1990. CRI-MAP Documentation, version 2.4. 30 hal.
[email protected] [21 September 2001]
Grobet L et al. 1997. A deletion in the bovine myostatin gene causes the doublemuscled phenotype in cattle. Nat. Genet. 17: 71-74.
Grosz MD, MacNeil MD. 2001. Putative quantitative trait locus affecting birth
weight on bovine chromosome 2. J Anim Sci 79: 68-72.
Haley C. 1999. Advances in quantitative trait locus mapping. In Proceedings of From
Jay L., Lush to Genomics. Visions for Animal Breeding and Genetics. Iowa
State University, Ames. Iowa, USA: 47-59.
Haley CS. 2001. Mapping genes for milk and meat quality. http://www.bsas.org.uk
/downloads/annlproc/Pdf2001/275.pdf [14 April 2005].
Haley CS, Knott SA. 1992. A simple regression method for mapping quantitative trait
loci inline crosses using flank markers. Heredity 69: 315-324.
Haley CS, Knott SA, Elsen J-M. 1994. Mapping quantitative trait loci in crosses
between outbred lines using least squares. Genetics 136: 1195-1207.
Hartl D, Clark AG. 1997. Principles of Population Genetics. Sinauer Associates, Inc.
Sunderland, Massachusetts
Hediger R, Ansarai HA, Stranzinger GF. 1991. Chromosome binding and gene
localizations support extensive conservation of chromosome structure between
cattle and sheep. Cytogenet Cell Genet 57: 127.
Hoeschele I, Meinert TR. 1990. Association of genetic defects with yield and type
traits: The weaver locus effect on yield. J. Dairy Sci. 73: 2503-2515.
ImmGen. 2003. Quantitative Trait Loci. http://www.immgen.com/ Services/ Traits/
QTL.html [1 Agustus 2003].
Jackson SP, Green RD, Miller MF. 1997. Phenotyphic characterization of
Rambouillet sheep expressing the Callipyge gene: I. Inheritance of the condition
and production characteristics. J Anim Sci 75: 14-18.
Jopson NB et al. 2001. Mode of inhereitance and effects on meat quality of the ribeye muscling (REM) QTL in sheep. Proc Assoc Adv Anim Breed Genet 14:
111-114.
Jeffreys AJ, Wilson V, Thien SL. 1985. Hypervariable minisatellite regions in human
DNA. Nature 34:67-73.
Kappes SM et al. 1997. A second-generation linkage map of the bovine genome.
Genome Res. 7: 235-249.
Kashi Y, Hallerman E, Soller M. 1990. Marker-assisted selection of candidate bull
for progeny testing programmes. Anim. Prod. 51: 63-74.
Kehrli ME Jr, Acermann MR, Shuster DE, Gilbert RO, Ryncarz RE. 1994. Bovine
leukocyte adhesion deficiency. Proc. 5th World Congr. Genet. Appl. Livest.
Prod. 21: 157- 163.
Kerth CR, Jackson SP, Miller MF, Ramsey CB. 1995. Physiological and sensory
characteristics of Callipyge sheep. Texas Tech Univ Res Rep No. T-5-356, 3133.
Killefer J, Koohmaraie M. 1994. Bovine skeletal muscle calpastatin: cloning,
sequence analysis, and steady-state m RNA expression. J Anim Sci 72: 606-614.
Kim JJ, Park YI. 2001. Current status of quantitative trait locus mapping in livestock
species. Asian Australian Journal of Animal Science 14: 587-596.
Kinghorn B, Van der Werf J. 2000. Identifying and incorporating genetic markers
and major genes in animal breeding programs. Armidale-Australia: University
of New England.
Kinghorn B. 2000a. DNA test and segregation analysis for genetic disorders (Chapter
3). Di dalam: Kinghorn B & Van der Werf J, editor. Identifying and
incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs.
QTL course: June 2000: Belo Horizonte-Brazil. Armidale: University of New
England.
Kinghorn B. 2000b. Implementing direct and indirect markers (Chapter 16). Di
dalam: Kinghorn B & Van der Werf J, editor. Identifying and incorporating
genetic markers and major genes in animal breeding programs. QTL course:
June 2000: Belo Horizonte-Brazil. Armidale: University of New England.
Kinghorn B, van Arendonk JAM, Hetzel J. 1994. Detection and use of major genes in
animal breeding. AgBiotech News and Information 6: 297N-302N.
Knott SA, Elsen JM, Haley CS. 1996. Methods for multiple-marker mapping of
quantitative trait loci in half-sib populations. Theor Appl Genet 93: 71-80.
Knott SA, Haley CS. 1992. Maximun likelihood mapping of quantitative trait loci
using full-sib families. Genetics 132: 1211-1222.
Koohmaraie M, Shackelford SD, Wheeler TL, Lonergan SM, Doumit ME. 1995. A
muscle hypertrophy condition in lamb (Callipyge): characterization of effects
on muscle growth and meat quality traits. J Anim Sci 73: 3596-3607.
Kruglyak L, Lander ES. 1995. Complete multipoint sib-pair analysis of quantitative
and quantitative traits. American Journal of Human Genetics 57: 439-454.
Lander ES, Schork NJ. 1994. Genetic dissection of complex traits. Science 265:
2037-2048.
Lander ES, Botstein D. 1989. Mapping Mendelian factors underlying quantitative
traits using RFLP linkage maps. Genetics 121: 185-199.
LeRoy P, Elsen JM. 1992. Simple test statistics for major gene detection: a numerical
comparison. Theor. Appl. Genet. 83: 635-644.
Lorenzen CL et al. 2000. Protein kinetics in Callipyge lambs. J Anim Sci 78:78-87.
Lynch M, Walsh B. 1998. Genetic and Analysis of Quantitative Traits.
Massachusettes-USA: Sinauer Associates, Inc.
MacKinnon MJ, Georges MAJ. 1998. Marker-assisted preselection of young dairy
sires prior to progeny-testing. Livestock Production Science 54: 229-250.
Maddox JF et al. 2001. An Enhanced Linkage Map of the Sheep Genome Comprising
More Than 1000 Loci. Genome Research 11, Issue 7, 1275-1289.
Maddox JF et al. 2002. An enhanced sheep linkage map comprising more than 220
genes and EST associated markers. XXVIII International Conference on Animal
Genetics. International Society for Animal Genetics (ISAG). August 11-15,
2002. Gottingen, Germany. Section D: Marker, Polymorphism and Biodiversity.
D 080, p. 116.
Maijala K. 1997. Genetic aspects of Domestication, Common Breeds and their
Origin. Di dalam: L. Piper & A. Ruvinsky, editor. The Genetics of Sheep.
Cambridge: Cab International. hlm 13-49.
Marcq F et al. 1998. Investigating the role of myostatin in the determinism of double
muscling characterizing Belgian Texel sheep. Animal Genetics 29: 52-53.
Marcq F et al. 1999. Mapping quantitative trait loci causing the muscular hypertrophy
of Belgian Texel sheep. Proc 50th EAAP Zurich Switzerland.
Margawati ET, Subandriyo, Muladno, Martojo H, Raadsma HW. 2004. Analysis of
Candidate major gene for pre-weaning growth traits in sheep. The 3rd
Indonesian Biotechnology Conference. Bali, December 1-3rd. 9pp (In Press)
Margawati ET, Subandriyo. 2004. Analisa segregasi karakter berat lahir pada anak
domba silang balik (Merino X Ekor Tipis X Merino). Prosiding PERIPI
(Perhimpunan Pemuliabiakan Indonesia), in press.
Marshall K, Henshall J, Banks RG, Van der Werf JHJ. 1999. Finding mjor gene
effects in Australian meat sheep – feasibility study for a Texel dataset.
Proceedings of the Associtaion for Advancement in Aminal Breding and
Genetics 13: 86-89.
Martinez O, Curnow RN. 1992. Estimating the locations and the size of the effects of
quantitative trait loci using flanking markers. Theoretical and Applied Genetics
85: 480-488.
Mason IL. 1980. Prolific Tropical Sheep. FAO Animal Production and Health Paper.
Food and Agriculture Organization of United Nations. Rome 17: 65-74.
Meuwissen THE, Goddard ME. 1996. The use of marker haplotypes in animal
breeding schemes. Genetics Selection Evolution 28: 161-176.
Meuwissen THE, Goddard ME. 2000. Fine mapping of quantitative trait loci using
linkage disequilibria with closely linked marker loci. Genetics 155: 421-430.
Meuwissen THE, van Arendonk JAM, 1992. Potential improvements in rate of
genetic gain from marker-assisted selection in dairy cattle breeding schemes. J.
Dairy Sci. 75: 1651-1659.
Montaldo HH, Kinghorn BP, Kerr RJ. 1998. Screening pedigreed data sets for
evidence
of
major
genes.
http//metz.une.edu.au/~bkinghor/sept98/
hugo/sld011.htn
Montaldo HH, Meza-Herrera CA. 1999. Use of molecular markers and major genes
in the genetic improvement of livestock. BIP Article. 6pp.
Montgomery GW, Sise JA. 1990. Extraction of DNA from sheep white blood cells.
New Zealand Journal of Agricultural Research. Vol. 33: 437-441
Montgomery GW et al. 1993. The ovine Booroola fecundity gene is linked to
markers from a region of human chromosome 9. Nat. Genet. 4: 410-414.
Montgomery GW et al. 1994. The Booroola fecundity (FecB) gen maps to sheep
chromosome 6. Genomics 22: 148-153.
Morgan JB, Wheeler TL, Koohmaraie M, Crouse JD, Savell JW. 1993. Effect of
castration on myofibrillar protein turnover, endogenous proteinase activities,
and muscle growth in bovine skeletal muscle. J Anim Sci 71: 408-414.
Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda.
Mulliadi ND. 1996. Sifat fenotipik domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan
Garut. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nicholas FW. 1996. Introduction of Veterinary Genetics. Oxford and New York:
Oxford University Press.
Nicoll GB et al. 1998. Genetic linkage of microsatellite markers to the Carwell locus
for rib-eye muscling in sheep. Proc 6th World Cong Genet Appl Livestock Prod,
Armidale, Australia 26: 529-532.
Nonneman D, Kappes SM, Koohmaraie M. 1999. A polymorphic microsatellite in the
promoter region of the bovine Calpastatin gene. J Anim Sci 77: 3114-3115.
Noor RR. 1996. Genetika Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya.
Obst JM, Chaniago T, Boyes T. 1980. Survey of sheep and goats slaughtered at
Bogor, West Java, Indonesia. Centre for Animal Research and Development,
Bogor, Indonesia. Centre Report No. 10.
Ohno S et al. 1989. Four genes for the calpain family locate on four distinct human
chromosomes. Cytogenet Cell Genet 51: 1054-1055.
OMIM 114240.2005. CALPAIN3; CAPN3. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/
dispomim.cgi?id=114240&_gene=CAPN3 [23 Juni 2005]
OMIM 114220. 2005. CALPAIN1; CAPN1. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/
dispomim.cgi?id=114220 [23 Juni 2005]
OMIM 114230. 2005. CALPAIN2; CAPN2. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/
dispomim.cgi?id=114230. [23 Juni 2005]
OMIM 253600. 2005. MUSCULAR DYSTROPHY, LIMB-GIRDLE, TYPE 2A;
LGMD2A. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.cgi?id=253600 [23
Juni 2005]
OMIM. 114090. 2005. Calpastatin: CAST. Gene Map Locus 5q15-q21.
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/dispomim.cgi?id=114090&_gene=CAST
[23Juni 2005].
OMIM 182450. 2005. SOMATOSTATIN; SST. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/
dispomim.cgi?id=182450 [29 Juni 2005]
OMIM
182451.
2005.
SOMATOSTATIN
RECEPTOR1;
SSTR1.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.cgi?id=182451 [29 Juni 2005]
Palmer BR, Roberts N, Hickford JGH, Bickerstaffe R. 1998. Rapid Communication:
PCR-RFLP for MspI dan NcoI in the ovine calpastatin gene. J Anim Sci 76:
1499-1500.
Pallawarukka. 1999. Ilmu Pemuliaan Ternak Perah. Bogor: Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Piper L, Ruvisnky A. 1997. The Genetics of Sheep. Cambridge-UK: CAB
International., UK.
Piper LR, Bindon BM. 1996. The Boorola Merino. In: Prolific Sheep (Editor:
Mohamed H. Fahmy). Cambridge-UK: CAB International.
Primrose SB. 1995. Principles of Genome Analyis. A Guide to Mapping and
Sequencing DNA from Different Organisms. Australia: Blackwell Science Ltd.
Pringle TD. 2005. The Callypige Sheep: A Model for Developing Laboratory Skills
in Muscle Growth and Meat Quality. Animal and Dairy Science. The University
of
Georgia.
http://www.teach-usda.ahnrit.vt.edu/workshops/
southern/
symposium_pdfs/pringle.pdf [6 Juli 2005]
Putu IG. 1981. Reproductive wastage in ewes involved in a twice yearling lambing
programme. Thesis submitted to the School of Wool and Pastoral Sciences,
University of New South Wales, for the Degree of Master of Science.
[BBSRC] 2005. QTL Express. http://qtl.cap.ed.ac.uk. [20 Januari 2005].
Raadsma HW et al. 2002a. Major genes for high resistance to Haemonchus contortus
and fasciola gigantica in Idonesia Thin Tail (ITT) Sheep. XXVIII Intl. Conf.
Anim. Genet. Intl. Soc. Anim. Genet. (ISAG). August 11-15, 2002. Gottingen –
Germany. Section E: Association between markers and traits. E 071. p. 188.
Raadsma HW et al. 2002b. Towards molecular genetic characterisation of high
resistance to internal parasite in Indonesian Thin Tail Sheep. Proc. 7th World
Congr. Genet. Appl. Livest. Prod., August 19-23, 2002. Montpellier, France,
Communication No. 13-19, Session 13, Disease Resistance.
Reichmann KG, Drinkwater RD, Hetzel DJS, Hielscher RW, Healy PJ. 1994.
Generalised glycogenosis (Pompe’s Disease) in Brahman cattle. A review of the
syndrome and its control in Australia. Proc. 5th World Congr. Genet. Appl.
Livest. Prod. 21: 165-168.
Richard I et al. 1995. Mutations in the proteolytic enzyme calpain 3 cause limb-girdle
muscular dystrophy type 2A. Cell 81: 27-40.
Richard I et al. 1997. Multiple independent molecular etiology for limb-girdle
muscular dystrophy type 2A patients from various geographical origins. Am J
Hum Genet 60: 1128-1138
Rocha JL, Braker JF, Womack JE, Sanders JO, Taylor JF. 1992. Statistical
associations between restriction fragment length polymorphisms and
quantitative traits in beef cattle. J. Anim. Sci. 70: 360-3370.
Roher GA, Alexander LJ, Keele JW, Smith TP, Beattie CW. 1994. A microsatellite
map of the porcine genome. Genetics 136: 231-245.
Rothschild MF et al. 1994. A major gene for litter size in pigs. Proc. 5th World
Congr. Genet. Appl. Livest. Prod. 21: 225-228.
Rothschild MF et al. 1996. The estrogen receptor locus is associated with a major
gene influencing litter size in pigs. Proceedings of the National Academy of
Sciences USA, 201-205
Russell PJ. 1990. Genetics. Edisi ke-2. London: Scott, Foresman and Company.
Ryder ML . 1983. Sheep and Man. London: Duckworth Press.
Ryder ML. 1984. Sheep. Di dalam I.L. Mason, editor. Evolution of Domestic
Animals. London: Longman. hlm. 63-85.
Sabrani M et al. 1982. Laporan Survey Baseline Ternak Kambing dan Domba. SRCRSP. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Bogor. 65-76.
[SASBA] The South Africa Stud Book and Livestock Improvement Association.
2001. Merino Landsheep Breeders’ Society. http://www.classicreader.com/
read.php/sid.6/bookid.1335/ [6 September 2005]
Seaton G, Haley CS, Knott SA, Kearsey M, Visscher PM. 2002. QTL Express:
mapping quantitative trait loci in simple and complex pedigree. Bioinformatics
18: 339-340.
Setiadi B, Subandriyo, Iniguez LC. 1995. Reproductive performance of small
ruminants in an outreach pilot project in West Java. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner. 1: 73-80.
Shuster DE, Kehrli ME, Ackermann MR, Golbert RO. 1992. Identification and
prevalence of a genetic defect that causes leukocyte adhesion deficiency in
Holstein cattle. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 93: 201-205.
Sitorus SS, Ginting S, Van Eys JE, Inounu I. 1985. Effect of level of feeding and
litter size on milk and composition from Javanese ewes. Proceedings of the 3rd
AAAP Animal Science Congress, Seoul. 1: 784-786.
Smith C, Simpson SP. 1986. The use of genetic polymorphisms in livestock
improvement. Animal Production 20: 1-10.
Smith C, Smith DB. 1993. The need for close linkges in marked-assisted selection for
economic merit in livestock. Anim. Breed. Abst. 61: 197-204.
Smith T. 2003. Genetic Selection for Tenderness. http://www.beefquality.biz
/030926.htm [23 Juni 2005]
Speck PA et al. 1993. Transient changes in growth and calpain and calpastatin
expression in ovine skeletal muscle after short-term dietary inclusion of
cimaterol. Biochemie 75: 917-923.
Spencer MJ, Mellgren RL. 2002. Overexpression of a calpastatin transgene in mdx
muscle reduces dystrophic pathology. Human Molecular Genet 11: 2645-2655.
Stam P. 1986. The use of marker loci in selection for quantitative characters. Di
dalam: C Smith, JWB King, JC McKay, editor. Exploiting new technologies in
animal breeding. Oxford. UK. hlm. 170-182.
Subandriyo et al. 1996. Pemuliaan bangsa domba sintetis hasil persilangan antara
domba lokal Sumatera dengan domba Balu. Laporan Penelitian. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjama dengan Proyek Pembinan
Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Subandriyo, Vogt DW. 1995. Adjustment factors of birth weight and four postnatal
weights for type of birth and rearing, sex of lambs and dam age. Jurnal ilmu
Ternak dan Veteriner 1: 1-10.
Subandriyo. 2003. Merentang potensi plasma nutfah domba ekor tipis dan
peningkatan mutu genetik melalui persilangan. Paper Orasi Pengukuhan Ahli
Peneliti Utama. Bogor: Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Badan
Litbang Pertanian. Deptan.
Thomas N, Mathius W, Sabrani M. 1982. Small ruminant production in West Java:
Methodology and initial results. Di dalam: J.C. Fine & R.G. Lattimore, editor.
Livestock in Asia: Issues and Policies. Ottawa, Canada: Int. Development
Research Centre, hlm. 161-166.
Tiesnamurti B, Inounu I, Sitorus P, Subandriyo. 1985. Pre-weaning performance of
Javanese lambs. Proceedings of the 3rd AAAP Animal Science Congress, Seoul.
2: 321-323.
Tiesnamurti B, Subandriyo, Sudaryanto B, Suparyanto A, Handayani SW. 1998.
Keragaan Biologi domba ekor tipis local di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Buletin Plasma Nutfah 3: 46-54.
Tiesnamurti B. 2001. Kajian genetik induk domba priangan peridi ditinjau dari aspek
kuantitatif dan molekuler. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
van der Beek S, van Arendonk JAM. 1996. Marker-assisted selection in an outbred
poultry breeding nucleus. J Anim Sci 62: 171-180.
Van der Werf J. 2000a. An overview of animal breeding programs (Chapter 1: hlm 18). Di dalam: B. Kinghorn, J. Van der Werf, editor. QTL course: Identifying and
incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs.
Armidale, Australia: University of New England.
Van der Werf J. 2000b. Introduction to some aspects of molecular genetics (Chapter
4: hlm 35-43). Di dalam: B. Kinghorn, J. Van der Werf, editor. QTL course:
Identifying and incorporating genetic markers and major genes in animal
breeding programs. Armidale, Australia: University of New England.
Van der Werf J. 2000c. Methods for QTL Analysis (Chapter 9: hlm 79-90). Di dalam:
B. Kinghorn, J. Van der Werf, editor. QTL course: Identifying and
incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs.
Armidale, Australia: University of New England
Van der Werf J. 2000d. Basic of Marker Assisted Selection (Chapter 15: hlm 119127). Di dalam: B. Kinghorn, J. Van der Werf, editor. QTL course: Identifying
and incorporating genetic markers and major genes in animal breeding
programs. Armidale, Australia: University of New England.
van Kaam JBCHM et al. 1999. Whole genome scan in chickens for quantitative trait
loci affecting growth and feed efficiency. Poultry Science 78: 15-23.
Vos P et al. 1995. AFLP: a new technique for DNA fingerprinting. Nucleic Acids
Research 23: 4407-4414.
Walling GA, et al. 2000. The consequences of carrying the Booroola fecundity
(FecB) gene on shep liveweight. www.bsas.org.uk/meeting/annlproc
/PDF2000/043.pdf [25 Februari 2005]
Walling GA, Visscher PM, Simm G, Bishop SC. 2001. Confirmed linkage for QTLs
affecting muscling in Texel sheep on chromosome 2 and 18. Proceedings of the
52nd Annual Meeting of the European Association for Animal Production. Paper
G5.6.
Walling GA et al. 2002. QTL detection in the UK Suffolk and Texel sheep sire
referencing schemes. www.projects.roslin.ac.uk/sheepmap/bsas2002.pdf [25
Februari 2005]
Walling GA. 2004. Mapping of quantitative trait loci for growth and carcass traits in
commercial sheep populations. Journal of Animal Science 82: 2234-2245.
White JA et al. 1997. Guidelines for human gene nomenclature. Genomics 45: 468471.
Williams JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA, Tingey SV. 1990. DNA
polymorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic markers.
Nucleic Acids Res 18: 6531-6535
Yamada Y et al. 1992. Cloning and functional characterization of a family of human
and mouse somatostatin receptors expressed in brain, gastrointestinal tract, and
kidney. Proc. Nat. Acad. Sci. 89: 251-255.
Zaid A, Hughes HG, Porceddu E, Nicholas FW. 1999. Glossary of Biotechnology and
Genetic Engineering. Rome-Italy: FAO Research and Technology Paper 7.
Zaid A, Hughes HG, Porceddu E, Nicholas FW. 2001. Glossary of Biotechnology and
Genetic Engineering. Rome-Italy: FAO Research and Technology Paper 9.
Zulbardi, M. 1977. Sheep in Indonesia. Report for FAO/UNEP “Conservation of
Animal Genetic Resources” TS 13pp.
94
Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom
No
Penciri
Krom
Sekuen penciri
Suhu
Anneal
(oC)
Ukuran
(pb)
1
MCM46
1
AGTTGGACACGACTAAGTGAGC
_TCACAGTCATAACCAGAGTAGCAGT
59
104-132
2
EPCDV21
1
GATCTGCGCACTGCTCTGTC
GGCTGACCTGGTCGAACTTG
58
135
3
HH51
1
CAAATTTATAAACTGGCCTGCCGC
AACTCTTGCGATTGTCTTTCGAGATTACC
55
125-165
4
BM6465
1
AGGAGCAAGCATCTTTAATGTG
TGCCAGGCTATAGAAGGACTT
58
119-133
5
BM4129
1
AACCTTTATTAGGGGAGTTCGG
TAAGCTGTGGAGTGCAGCAA
56
72-80
6
BMS482
1
ACTTCCCCAGTCTTCCCAGT
TGGTGGACAGTCCCATACAG
56
167-225
7
BM6438
1
ACTTCCCCAGTCTTCCCAGT
TGGTGGACAGTCCCATACAG
56
109-141
8
MAF64
1
AATAGACCATTCAGAGAAACGTTGAC
CTCATGGAATCAGACAAAAGGTAGG
63
109-141
9
CSSM04
1
ATGCGTCCTAGAAACTTGAGATTG
GAAATCATCTGGTCATTATCAGTG
52
196-220
10
INRA011
1
CGAGTTTCTTTCCTCGTGGTAGGC
GCTCGGCACATCTTCCTTAGCAAC
52
203-208
11
BM6506
1
GCACGTGGTAAAGAGATGGC
AGCAACTTGAGCATGGCAC
54
192-208
12
URB038
1
CAGTAGCTGAGCGAGAAGGTGAG
AAACGAGAGGTGCCAGGGCTGT
?
154
13
BMS4045
1
TTTTTATTTTGGCTATCCTTGG
ATGCCTGTAGGTTAGGAAAGTG
58
116-123
14
BMS1789
1
CTGGAAACTGGAAACTAGTGGG
GTGAGGCATTATCAAGAAGCTG
52
117-121
95
15
MCM357
1
ATCTCTTTGCTCACCAATTAAGCA
CCTGAGAAAACATTGAGTGTGCG
60
93-115
16
LSCV42
2
CAGTCCATGGGATTGCAGAG
CTGAGGAAAGCGGGAACAGA
54
117-141
17
CSRD65
2
TAGAGAAGGTGGCTGATGTCAGAG
AAACAGCAGTTGCTTGGGTGTACG
55
142-156
18
MCM147
2
TCCGATGTTAGATGACTTTTGTGC
AGCTGGTATCTGTGTCTGTCATCC
55
177-223
19
MCM505
2
ATCAGCACCATCTTAGGCCTAGA
TGTAGATTCCCTCAATATAAAAATGGT
?
104-128
20
BMS1341
2
CCTACCTACTGCACAGTTTTGC
CTCCCATATAAGTTACCCACCC
56
115-137
21
FCB128
2
CAGCTGAGCAACTAAGACATACATGCG
ATTAAAGCATCTTCTCTTTATTTCCTCGC
60
99-131
22
TGLA10
2
CTAAATTTATCCCACTGTGGCTCTT
CAATCTGCAGTAGCATACATCCTTG
52
185-207
23
BM81124
2
GCTGTAAGAATCTTCATTAAGCACT
CCTGATACATGCTAAGGTTAAAAAC
54
183-223
Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan)
No
Penciri
Krom
Sekuen penciri
Suhu
Anneal
(oC)
Ukuran
(pb)
24
HH30
2
CTCAGTCTCAACTTTGTTCCTCTATAGC
GAAAGCTAAGGCTGAACATTGTGCCC
55
103-117
25
BMS1126
2
AGCCAGCAGCAATCAAGG
GCCAGCATCAAGTCAGCTC
59
164-180
26
MCM554
2
TGCTGTTTTCCTTTACACCTGCTC
GGAATTAGAATATCATTCCTTCATCG
52
130-160
27
FCB11
2
GGCCTGAACTCACAAGTTGATATATCTATCAC
GCAAGCAGGTTCTTTACCACTAGCACC
63
121-143
28
BMS1350
3
GTGGTAATCGGAAAATGCAA
ACTGTTGGGAGAATCACATTTC
57
116-144
96
29
ILSTS28
3
TCCAGATTTTGTACCAGACC
GTCATGTCATACCTTTGAGC
55
130-171
30
BMS710
3
TTCTACTCTCCAGCCTCCTCC
GTTGGCTCCAAGAGCAAGTC
58
98-138
31
TGLA67
3
GTGTCAAGTAAGACTGTTCAAA
TATGGAATTGCAAAGAATTGGAT
52
107-121
32
INRA131
3
GGTAAAATCCTGCAAAACACAG
TGACTGTATAGACTGAAGCAAC
57
98-126
33
BM827
3
GGGCTGGTCGTATGCTGAG
GTTGGACTTGCTGAAGTGACC
55
204-224
34
ILSTS42
3
AGGATTCTTTACCTCCAAGG
TGGCTCTTCGTATCAGGTGG
55
143
35
BMS1617
3
GCCTGCATGTGTCTGTGG
TCTGTGTCGGAATACCCTCC
54
159-171
36
VH130
3
ACTCTTTACTACTGTACCACCTAGG
ATATTGAGGGCTTAAGTTCTGTCTTC
55
106-128
37
BM8230
3
GTAATTCTGGACACGACACACA
TTAAGGATATGCAGAGGGTGTT
57
97-111
38
BMS1248
3
GTAATGTAGCCTTTTGTGCCG
TCACCAACATGAGATAGTGTGC
55
130-150
39
BMS772
3
TTGTGCAATCAAGTGGTAACTG
CTCACTAAGATGCCTGGTGATC
58
125-169
40
BMS1788
4
ACGTCCAGATTCAGATTTCTTG
GGAGAGGAATCTTGCAAAGG
58
105-117
41
MCM218
4
GATCCTAGCATCAGTCTCCAGATG
CACTAAAAGCTTATGAAAGTTCCAGC
?
140-160
42
MCM2
4
TCCAGGATTCATTATGTAGTAGAGCG
TTTCAAGTGACTTCTCCCAGAGAC
55
83-117
43
BMS1237
4
GTTTTCACTAGCACCCTGTGG
CCCAGTTAACCCTAGAGTCGG
58
167-173
44
MCM144
4
GGGTCCCAAAGAACTGGACTT
TCTCTGGTACTCGATTCTACTCTGGA
?
96-124
45
HH35
4
AATTGCATTCAGTATCTTTAACATCTGGC
ATGAAAATATAAAGAGAATGAACCACACGG
55
119-139
97
46
MCM73
4
CTCTTCATTCTGCAAAAGTTTGTCAC
GCTTGTGAGATGAACAATAAGTCATAGG
55
133-193
Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan)
No
Penciri
Krom
Sekuen penciri
Suhu
Anneal
(oC)
Ukuran
(pb)
47
MCM380
5
TAAGAACCACTTTGGGGACTCC
AGGGCTCTGACTGCTTTGTGT
50
102-122
48
TGLA303
5
CTTGTGTGCCAGACCCAGGAATCC
CATAAGTCAAAGTAACAGTTTAGATGTCC
60
?
49
BMS2258
5
CCAGCAGAAGAGAAAGATACTGA
AGTGGTAGAACTTCCATCTCACA
57
131-149
50
BMS792
5
AGCATGTATCCAATCTACCCTG
GCAAGCCCTAGGCTGAAA
57
120-170
51
TGLA137
5
GTTGACTTGTTAATCACTGACAGCC
CCTTAGACACACGTGAAGTCCAC
55
?
52
MCM527
5
GTCCATTGCCTCAAATCAATTC
AAACCACTTGACTACTCCCCAA
50
165-175
53
BMS1247
5
TCAGCTCTCAGCAGCCTGTA
GGGGTTAATGGTGATCTGCA
55
114-132
54
CP125
6
GCAAATAGCCTCTTGTATGATCCTTGG
ACCAAAACAAGACCTTTATTTTTCATGG
52
127-149
55
MCM204
6
TCAGCTATAAAATGTTTCAGCTCTACG
_GTAACAGCTTACCCAACTGTTCACC
56
159-175
56
HH55
6
GTTATTCCATATTCTTTCCTCCATCATAAGC
CCACACAGAGCAACTAAAACCCAGC
55
117-155
57
BM4621
6
CAAATTGACTTATCCTTGGCTG
TGTAACATCTGGGCTGCATC
52
135-157
58
CSRD93
6
GGATCGCAAAGAGTTAAGACATGA
CCTGCTTATGAGTTTGACCACCTT
55
98-140
59
MCM214
6
AAGCGACTCAGGAGCAGCAG
AATGCTTGCATTTATCAAAAGCC
55
74-98
98
60
BM3033
7
TGCTGGTGGTCTTTGAACAG
GCAAACTGCTGGATAGGGAG
56
127-143
61
RNS5/BRN
7
CCTCCACACAGGCTTCTCTGACTT
CCTAACTTGCTTGAGTTATTGCCC
59
?
62
BMS1620
7
TATGAACTCACATGGTTACCACA
TTGCCCAAAAATAGACCTTAAA
58
84-104
63
BMS2721
7
GTTCTCTGGGATTTGTGTCATT
ATCCATGCAATAAAATTTAAAAGTG
58
141-169
64
MCM185
7
TGTTATTTGCATCCAAACTAAATGTG
TTTGGGCCAGTGAAATAATCTACAC
53
75-89
65
BM1227
8
CACCAGTGATATTGGCTTATGG
GGAAGAAACACTTCCAAACCC
51
120-158
66
UWCA9
8
CCTTCTCTGAATTTTTGTTGAAAGC
GGACAGAAGTGAGTGACTGAGA
52
83-113
67
KD101
8
GTTCCACTTTTAGAACCTGCCTCT
GCCACAACAGAAACCGTAGCTTCGACT
55
139-165
68
BMS1967
8
GGGCAGATGTGAGTAATTTTCC
AACTGAGCTGTATGGTGGACG
58
97-133
69
ETH225
9
GATCACCTTGCCACTATTTCCT
ACATGACAGCCAGCTGCTACT
57
136-156
70
BM757
9
TGGAAACAATGTAAACCTGGG
TTGAGCCACCAAGGAACC
55
176-200
Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan)
No
Penciri
Krom
Sekuen penciri
Suhu
Anneal
(oC)
Ukuran
(pb)
71
BL1009
9
TCTGTGTCAAAGTCCTGAGGG
CCTGGCATTCTGCAGTCC
58
162-184
72
BM4513
9
GCGCAAGTTTCCTCATGC
TCAGCAATTCAGTACATCACCC
55
144-168
73
RJH1
9
TGATTTAGATGCTTTGCTAATGCCA
GGATTCTTTACCACTAGCCCCACCT
55
167-210
74
SRCRS25
10
AACTATAACGGGAAGGAGTCTGG
AGGTTGTAGGAGTCGGACACAG
55
?
99
75
AGLA226
10
AACAAGCCATGCTGAATGGTCTTATGTG
GAAATGCAGTGTTGTCAGCCAAGC
60
1400
76
HH41
10
TCCACAGGCTTAAATCTATATAGCAACC
CCAGCTAAAGATAAAAGATGATGTGGGAG
63
120-144
77
ILSTS56
10
GCTACTGAGTGATGGTAGGG
AATATAGCCCTGGAGGATGG
55
155-179
78
BMS585
10
GCATTCCCCAATCTGTGAG
TCTTTCTGTCTTAGTCTCTCCCTG
58
117-133
79
TGLA441
10
CACAACTGGTAAAATGGCAGTGGCAG
GGCCAAGTCATCTGAATTTAATATACAG
54
119-130
80
HEL10
11
ATCTGCCTGAAGCCAGTCAC
GGTTTCCTGCACCTGCATGA
62
98-114
81
CSSME70
11
ATACAGATTAAATACCCACCTG
TTCTAACAGCTGTCACTCAGGC
50
137
82
BM17132
11
ATCTGCCAGTATCACATCAACA
GTTACTTTTCCAGGCATGAAGC
56
79-89
83
MCM120
11
: TAGCTGTCAGGCCGTGCAGT
GAGGTAAGTCTATAAGGCTCCCCTG
57
104-138
84
ETH3
11
GAACCTGCCTCTCCTGCATTGG
ACTCTGCCTGTGGCCAAGTAGG
52
95-108
85
HUJ614
12
CGCCAGGCATGGTGAAGTCG
CCCAGCACAGTACAGGCTGC
60
200
86
TGLA53
12
CAGCAGACAGCTGCAAGAGTTAGC
CTTTCAGAAATAGTTTGCATTCATGCAG
58
121-147
87
CSSM03
12
GTACCTTAAGGTCAAGGGCTTTCT
TGGGTCCAATTGAGAATCTTCATG
45
256-272
88
BM8225
12
AACAGCTCTAGGTGGACAACAC
CTGAGCTTCATCCTCACAACC
56
139-149
89
MCMA52
12
ATGACTGAGTGCGCCACACT
GGTCATAGAATTAAAACATCGGAA
52
97-125
90
IL2RA
13
AGCAGAGGTACAGGTGGTAAGCA
GATATGCCTTGGAGAAGGTAGCGTAT
58
172-192
91
MCM152
13
CCTAGAAGCCTGGCTAAAATGTG
GGAACTCTCATAGTTTCCCACTCC
?
128-150
100
92
HUJ616
13
TTCAAACTACACATTGACAGGG
GGACCTTTGGCAATGGAAGG
52
115-154
93
BMS2319
13
AACTTGCATTTGGGCCTG
GATTTGACCTGGATCTCCTCC
57
110-158
Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan)
No
Penciri
Krom
Sekuen penciri
Suhu
Anneal
(oC)
Ukuran
(pb)
94
CSRD70
14
TTGCCTGAGCCAATTCTTTACAGT
TGCTTGCAGCTGTGGTTGTATTAG
55
201-233
95
BMS2213
14
ATGGGCAGCTTAGGGATTG
CTTCAAGAGCCTTCAGTGGG
58
127-147
96
LSCV30
14
GTGGATTTGTCTGTTCAAGC
CAAAGAGTTGGACACAACTG
54
108-134
97
BR3510
15
GCTGGTGGGTTGTTTACCAC
ACCCCGTGGACTGTAGTCTG
55
88-122
98
Z27076
15
TCTCCTGGCTACAGGGCTAA
CCCACTGGCCTAGAACCC
56
151-184
99
BM848
15
TGGTTGGAAGGAAAACTTGG
CCTCTGCTCCTCAAGACAC
50
?
100
RM106
16
TGCAGTTCCGACCATGGTGGA
CAAATGCTATCATTTCTTGGACAA
48
131-153
101
BM1225
16
TTTCTCAACAGAGGTGTCCAC
ACCCCTATCACCATGCTCTG
52
245-259
102
MCM150
16
AGGAAAATCTTCCGGAGCTAAAC
CCACTTGGAGTGAAAATGAGACA
?
117-153
103
VH98
17
ATGAACTAACCTCCGTAGACCCAGC
CCGGAAGTCCATAAGAGCTATTCTTAACC
48
147-171
104
AGLA299
17
CAACTCGAAGTTGATCTTAAGACAC
GAAAAACCAGAACTAAGGAGTTGGCTG
55
155
105
VH116
17
AGTGTGACTAGAGAACTAAATTTTGAAGGTC
TATTTTTCCATCAAAAAGAACTCTATAGGGC
52
129-141
101
106
BM7136
17
TCCAACAACATCTTCTATCTGCC
AAACATCCATTGGTGAGGGA
53
100-124
107
TGLA322
17
CATGCCACCTCTTGTCTGAAA
CTTTAACATGGTTTAAATGACTATT
?
120
108
BM1117A
18
CACCTTTGAAATGTGTGCTCTCT
AAAGCAGGGATCAGGCACTTT
60
102
109
VH54
18
CCTTAGGAACTAATGTGCACTTGTATGTG
ATGGTTACTGAATGGCTGCCTAACCC
50
100-116
110
HH47
18
TTTATTGACAAACTCTCTTCCTAACTCCACC
GTAGTTATTTAAAAAAATATCATACCTCTTAAGG
60
124-148
111
CSSM18
18
TGTGCATAATTTGTGTCCGTCCGGA
AGGAATTCCCTCTAGAAAAGCAGGC
58
116-134
112
TMR1
18
GCCGCTGGTTCCTCCTCCA
CAGAGCCCTGCGTCCATCTTCT
60
124-138
113
CSSM06
19
AGCTTCTGACCTTTAAAGAAAATG
AGCTTATAGATTTGCACAAGTGCC
55
196-220
114
BMS875
19
TCCAGCTTGAATCCCTTCC
AAGCAAAGGCTGGGAACAC
58
98-122
115
INRA132
20
AACATTTCAGCTGATGGTGGC
TTCTGTTTTGAGTGGTAAGCTG
58
152-178
116
CSRD26
20
TGGAGAATTCCATGGTTAGAGGAG
GATGGCTGGAAGCAGATACTCTAA
56
149-195
117
SMHCC1
20
ATCTGGTGGGCTACAGTCCATG
GCAATGCTTTCTAAATTCTGAGGAA
58
191
Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan)
No
Penciri
Krom
Sekuen penciri
Suhu
Anneal
(oC)
Ukuran
(pb)
118
VH110
21
CTCTAGAGGATCACAGAGAGTCGG
GCAGAAACATTTTTTTCCTTCAATATAGTTTCCC
55
109-139
119
BMC1206
21
GGGTGGCTATGACTCCAGTG
GGTCCAGCCTTCCACCAC
52
129-141
120
BMS651
22
AATATGTGAAAACAAGTCAAAGCA
CCTGGCAAGCAACAGTTAAT
58
89-127
102
121
BMS907
22
AGTTTCTACTCTGCCACTGTCC
TAAAGTCCTGTCTGCCTCTTTC
60
80-112
122
BM1314
22
TTCCTCCTCTTCTCTCCAAAC
ATCTCAAACGCCAGTGTGG
55
137-169
123
MAF36
22
TTGCGAAAAGTTGGACACAATTGAGC
CATATACCTGGGAGGAATGCATTACG
63
99-125
124
BL6
23
TTTTTCACTGTACTAAAACGCTGC
TCTCAAGTTTACATTTCCCTTTCC
50
166-202
125
CSSM31
23
CCAAGTTTAGTACTTGTAAGTAGA
GACTCTCTAGCACTTTATCTGTGT
55
172
126
MCM136
23
GCACACACATACACAGAGATGCG
AAAGAGGAAAGGGTTATGTCTGGA
55
140-170
127
URB031
23
TGGACAGCATAGGGAACTAGAT
CTCAGCCTTCATACCAGTATTG
52
?
128
JMP29
24
GTATACACGTGGACACCGCTTTGTAC
GAAGTGGCAAGATTCAGAGGGGAAG
?
96-150
129
BMS744
24
CCGAGTGGAGTTCACACAAC
CATAGGGTCACAAAGAGCTGG
55
130-148
130
BM737
24
TGGGATAGACCACATTGGAA
GAATGCTGTTTGGGAGGGTA
54
119-139
131
MCM200
25
ACCAAACAGTGTCTCAACCCTG
ACAGTCCTTAGATGCCATGTGC
55
130-150
132
MCMA7
25
ATCAGTCCTTCACAAGGTTG
CCTGTTGCTATGTCATGTTG
52
240-268
133
RBP3
25
CTATGATCACCTTCTATGCTTCC
CCCTAAATACTACCATCTTAGAAG
52
178-192
134
BMS2168
26
TCAGGGTTTCTGGAATATAGTCTT
AAGGAATCGAAAGCAGGACT
55
145-169
135
BMS629
26
GCCTCAGGAAAGACAACCTG
CCACAAAGGGACACAAAACC
58
149-165
136
JMP23
26
GTATCTTGGGAGCCTGTGGTTTATC
GTCCCAGATGGGAATTGTCTCCAC
60
128
103
Lampiran 3. Input data: map file
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
26
1
Chr1
MCM46
Chr2
LSCV42
Chr3
BMS1350
Chr4
BMS1788
Chr5
MCM380
Jumlah marker perkromosom
15
14.3
12
14.4
12
32
7
1.6
7
16.6
1
EPCDV21
1
CSRD65
1
ILSTS28
1
BMS1237
1
TGLA303
28.5
OARHH51
28.2
BM6465
20.2
BM4129
23.3
BMS482
18.3
BMS482
24.8
MCM147
30.2
MCM505
5.4
BMS1341
22.7
OARFCB128
18
TGLA10
57
BMS710
0.6
TGLA67
21.9
INRA131
44.2
BM827
3.5
ILSTS42
13.5
MCM218
12.9
MCM2
18.7
MCM144
56.8
OARHH35
28.7
MCM73
46.4
BMS2258
3.1
BMS792
20.4
TGLA137
12.3
MCM527
31.5
BMS1247
dst s/d kromosom 26
Keterangan;
26
= Jumlah kromosom domba
Kolom B = Jarak marker (cM) antara A dan C
Kolom D = Jarak marker (cM) antara C dan E, dan seterusnya
104
Lampiran 4. Input data: genotype file
A
136
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
s/d 136 marker
MCM46
EPCDV21
1
0
1261
1262
1263
1273
1322
1339
1345
1347
1354
1358
1360
1362
1369
1375
2
0
0
0
0
1261
1261
1261
1261
1261
1261
1261
1261
1261
1261
HH51
BM6465
0
0
0
0
10001
10002
10003
10004
10005
10006
10007
10008
10009
10010
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
BM4129
BMS482
BM6438
MAF64
CSSM04
F1
F1
F1
F1
OFF
OFF
OFF
OFF
OFF
OFF
OFF
OFF
OFF
OFF
12
12
12
12
12
26
26
00
00
00
26
16
00
26
12
12
12
12
16
26
26
00
26
00
26
00
00
26
12
12
12
12
26
26
26
12
16
00
26
26
00
26
12
12
12
12
26
26
26
16
26
00
26
16
00
26
Keterangan:
136
= Jumlah marker yang digunakan
Kolom A = ID domba yang digunakan
Kolom B = Pejantan F1 yang digunakan
Kolom C = Induk yang digunakan
Kolom D = Jenis kelamin (1= jantan; 2= betina)
Kolom E = Keterangan individu domba (F1= pejantan; OFF=offspring/progeny)
Kolom F dan seterusnya = Hasil evaluasi alel
105
Lampiran 5. Input data: phenotype file
A
B
C
4
0
1
Drop
Genotype
Sex
*
1322
1
GMMM
1339
1
GMMM
1345
1
GMMM
1347
1
GMMM
1354
1
GMMM
1358
1
GMMM
1360
1
GMMM
1362
1
GMMM
1369
1
GMMM
1375
1
GMMM
1376
1
GMMM
1377
1
GMMM
1378
1
GMMM
1379
1
GMMM
1389
1
GMMM
1390
1
GMMM
1391
1
GMMM
1401
1
GMMM
1402
1
GMMM
1403
1
GMMM
1405
1
GMMM
D
E
F
0
Type
BL
F
M
M
M
F
M
M
F
M
M
F
F
M
F
M
M
F
M
M
M
F
1
2
1
1
1
2
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
1
2
2
2
1
3.5
2.7
4.5
3.8
3.5
4.2
3.6
3.5
2.6
4.5
3.1
3.5
4
3.5
4.4
3.5
4.8
3.5
3
4.8
3.5
Keterangan :
4
= Fixed effects
Kolom A = ID domba yang digunakan
Kolom B = Trial ke…(1, 2, 3 atau 4)
Kolom C = Genotipe individu domba
Kolom D = Jenis kelamin individu domba
Kolom E = Tipe kelahiran individu domba
Kolom F = Data fenotipe individu domba
106
Lampiran 6. Hasil uji permutasi-significance threshold
Chr
BL1-GENO
No
FValue
5%
1 2.57
4.0302
2 3.23
3.7239
3 3.61
3.8248
4 1.91
3.2499
5
4.42** 3.2373
6 1.9
3.2949
7 1.43
3.315
8 0.72
3.2948
9 2.7
3.2399
10 2.08
3.3063
11 1.37
3.3203
12 0.87
3.0355
13 1.48
3.0321
14 1.85
2.9372
15 1.53
3.146
16 1.64
3.0481
17 2.28
3.3577
18 3.09
3.3147
19 1.58
2.9313
20 1.67
2.9689
21 0.66
2.9963
22 1.71
3.0716
23 2.11
3.1159
24 0.55
2.8682
25 2.4
3.105
26 1.49
2.6613
SUMMARY
5.4262
1%
4.9789
4.9351
4.7283
4.2497
4.3577
4.7423
4.4543
4.4488
4.3484
4.3411
4.6202
4.1433
3.9454
3.9084
4.2427
4.3831
4.6498
4.4512
3.9215
4.2022
3.9971
4.0852
4.0632
3.8969
4.3548
3.9182
6.4222
BL90-GENO
FValue
5%
1%
2.5
3.8172 5.1881
4.43*
4.0092 5.3145
1.37
3.6973 4.6133
0.83
3.2519 4.312
1.37
3.1893 4.156
2.85
3.2322 4.4101
4.33** 3.2942 4.0787
1.95
3.2845 4.4266
1.95
3.2134 4.0746
2.89
2.9904 4.0459
1.78
3.0455 4.1083
2.19
3.1819 4.4106
1.33
3.1821 4.4471
1.09
2.9991 4.3124
1.72
3.1074 4.0114
0.83
3.1285 4.0342
1.29
3.19
4.375
4.13*
3.2773 4.7927
1.39
2.8508 3.6181
1.2
2.7591 3.8086
0.83
2.7176 3.8476
1.17
3.0851 3.9045
1.7
2.9509 4.0195
0.76
2.7338 3.6535
2.05
3.0016 4.1334
2.69
2.8096 3.6953
5.3728 6.5258
Fvalue
1.68
2.81
1.34
1.39
2.36
2.7
2.78
2.81
1.23
2.23
1.84
2.07
1.35
1.2
1.33
1.49
0.9
4.3**
0.88
1.72
2.22
0.66
3.21*
1.89
1.97
0.9
BL180-GENO
5%
1%
3.8853
4.8573
3.6445
4.4609
3.3883
4.1761
3.3474
4.2128
3.0937
4.1314
3.1137
4.087
3.3219
4.0223
3.1799
4.278
3.1379
3.9784
3.0213
4.0415
3.0103
3.7822
3.184
4.2043
3.1096
3.9349
2.9216
3.989
3.0859
4.2256
2.9241
4.1707
3.0172
4.0716
3.1801
4.0585
2.8517
3.7701
2.9251
4.1302
2.7969
3.9313
3.1184
4.2386
2.9808
3.6954
2.8949
3.8811
2.964
4.2499
2.9152
3.9802
5.1151
6.3466
BL270-GENO
FValue
5%
1%
3.2
3.818
4.68
3.32
3.729
4.501
1.44
3.563
4.546
1.81
3.264
4.187
1.44
3.242
4.542
3.89*
3.343
4.604
3.22*
3.207
4.363
3.34*
3.277
4.432
1.51
2.975
3.82
1.11
3.239
4.124
1.07
2.868
3.98
2.41
2.856
3.827
1.42
2.969
4.009
1.75
3.074
4.246
1.95
3.127
4.521
2.01
2.932
3.83
2.31
3.334
4.333
5.53** 3.17
4.293
1.17
2.804
4.186
1.27
2.811
3.856
2.15
2.753
3.577
0.81
3.069
3.869
4.07*
3.074
4.395
1.69
2.579
3.519
2.17
2.964
3.898
1.54
2.842
4.005
5.063
5.955
BL360-GENO
FValue
5%
1%
3.84
3.951
5.251
2.68
3.6826 5.0698
2.16
3.675
4.6683
1.82
3.625
4.3933
1.57
3.1561 4.1288
2.92
3.2931 4.3362
3.77*
3.2435 4.2703
3.87*
3.2086 4.4071
192
3.2365 4.1219
0.78
3.0681 4.0048
0.97
2.9754 3.8593
1.82
3.2099 4.2698
1.52
3.0234 4.1573
1.83
3.0798 3.8618
0.89
3.051
4.0118
1.94
2.978
3.9909
2.73
3.0768 3.9952
6.27** 3.2908 4.3544
2.54
2.8867 3.6835
1.4
2.8128 3.5909
1.83
2.8554 4.0122
1.18
3.0681 4.0543
3.88*
3.1133 4.0084
1.93
2.7113 3.6477
2.24
2.9079 3.9079
1.57
2.6927 3.97
5.2299 6.0719
107
Lampiran 7. Homologi kromosom 5 domba dengan kromosom 5 Manusia
108
Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia
109
Lampiran 8. Homologi kromosom 7 komba dengan kromosom 3, 14 dan 15 manusia
(lanjutan)
110
Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia
(Lanjutan)
111
Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia
(lanjutan)
112
Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia
(lanjutan)
113
Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia
(lanjutan)
114
Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 Manusia
(lanjutan)
115
Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 Manusia
(lanjutan)
116
Lampiran 9. Homologi kromosom 18 domba dengan kromosom 14 Manusia
117
Lampiran 9. Homologi kromosom 18 domba dengan kromosom 14 Manusia
(lanjutan)
118
Lampiran 10. Daftar gen kandidat kromosom 5 domba
119
Lampiran 10. Daftar gen kandidat kromosom 5 domba (lanjutan)
120
Lampiran 10. Daftar gen kandidat kromosom 5 domba (lanjutan)
121
Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia)
122
Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia)
(lanjutan)
123
Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia)
(lanjutan)
124
Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia)
(lanjutan)
125
Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 omba (kromosom 14 Manusia)
(lanjutan)
126
Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia)
(lanjutan)
127
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
Manusia)
128
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
Manusia) (lanjutan)
129
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
Manusia) (lanjutan)
130
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
Manusia) (lanjutan)
131
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (romosom 14 dan 15
Manusia) (lanjutan)
132
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
Manusia) (lanjutan)
133
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
Manusia) (lanjutan)
134
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
Manusia) (lanjutan)
135
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
Manusia) (lanjutan)
136
Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15
anusia) (lanjutan)
137
Lampiran 12. Daftar gen kandidat kromosom 18 domba
138
Lampiran 12. Daftar gen kandidat kromosom 18 domba (lanjutan)
Download