PEMETAAN QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) SIFAT PERTUMBUHAN PADA POPULASI DOMBA SILANG BALIK EKOR TIPIS DAN MERINO ENDANG TRI MARGAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat Produksi pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, September 2005 Endang Tri Margawati NIM 04600013 ABSTRAK ENDANG TRI MARGAWATI. Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat Pertumbuhan pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino. Dibimbing oleh HARIMURTI MARTOJO, MULADNO, SUBANDRIYO dan HERMAN W.H. RAADSMA Penelitian dimaksudkan untuk mengestimasikan lokasi quantitative trait loci (QTL) dan gen kandidat sifat pertumbuhan pada domba. Sifat pertumbuhan yang diteliti yaitu berat lahir (BL), berat umur 90 (BB90), umur 180 (BB180), umur 270 (BB270) dan umur 360 (BB360) pada populasi domba. Empat keluarga acuan half-sib telah dirancang yang terdiri dari 381 ekor. Sebagain besar populasi didominasi oleh domba silang balik dari persilangan domba F1 jantan (persilangan domba Ekor Tipis Indonesia dan Merino) kemudian disilang balikkan dengan tetuanya (sejumlah Merino betina) dan sebagian populasi adalah F2. Penelitian ini memanfaatkan perbedaan penampilan berat badan antara domba ekor tipis dan Merino. Sebanyak 136 penciri mikrosatelit telah digunakan dalam perunutan genom yang mencakup 26 pasang kromosom autosomal. Analisis QTL dilakukan secara elektronik dengan perangkat lunak program QTL Express. Lokasi QTL, jarak QTL dan penciri apit (flanking markers) pada kromosom diperoleh dari basic analysis. Sedangkan significance threshold dilakukan dengan uji Permutate Experiment Wide dan Permutate Chromosome Wide pada taraf 5% (p<0.05) dan 1% (p<0.01). Identifikasi gen kandidat diperoleh dengan akses GenBank-NCBI. Hasil penelitian mengindikasikan keberadaan 15 lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan yang dipelajari. Tiga dari 15 lokasi QTL menunjukan keberadaan QTL pada kromosom yang kuat (p<0.01), yaitu kromosom 5 untuk BL pada 112cM (88,8129,2cM), kromosom 7 untuk BB90 pada 8cM (0-46,9cM), untuk BB270 pada 76cM (46,9-105,8cM) dan untuk BB360 pada 80cM (46,9-105,8cM), dan kromosom 18 untuk BB180 pada 96cM (106,4-123,9cM), untuk BB270 dan BB360 pada 104cM (106,4-123,9cM). Lokasi QTL pada kromosom 18 tetap nyata (p<0.01) untuk BB360 dan juga untuk BB270 (p<0.05) mempertahankan pengaruhnya setelah uji experiment wide. Lokasi QTL pada kromsom 18 adalah terletak homolog dengan kromosom14 manusia pada rentangan 98,509 – 105,138 Mb. Sedangkan dua penciri pengapit (flanking markers) gen kandidat terletak pada kromosom 18 yaitu CSSM018 dan TMR1 atau AKT1. Gen kandidat sifat pertumbuhan yang teridentifikasi pada kromosom 5 yaitu gen CAST (Calpastatin), pada kromosom 7 adalah CAPN3 (Calpain3) dan SSTR1 (Somatostatin receptor1). Sementara pada kromosom 18, meskipun terdapat pengaruh kuat QTL untuk sifat pertumbuhan pada kromosom 18 namun belum ditemukan gen kandidatnya. Studi ini menunjukkan gen kandidat untuk sifat pertumbuhan berpeluang kuat berada pada kromosom 18 dan ditemukan tiga gen (CAST, CAPN3, SSTR1) berasosiasi dengan sifat kualitas daging. ABSTRACT ENDANG TRI MARGAWATI. Quantitative Trait Loci (QTL) Mapping for Growth Traits in the Indonesian Thin Tail and Merino Backcross Sheep Populations). Under Supervision of HARIMURTI MARTOJO, MULADNO, SUBANDRIYO and HERMAN W.H. RAADSMA This study was performed to map Quantitative Trait Loci (QTL) locations of growth traits and candidate genes. Traits considered were weights at birth, 90, 180, 270 and 360 days of age (BW, W90, W180, W270 and W360) in Indonesian Thin Tail (ITT) and Merino sheep populations. Four half-sib reference families were designed to establish 381 heads of sheep populations. This population consisted predominantly of backcross progeny of Indonesian Thin Tail (ITT) rams crossed to Merino ewes then F1 sires were backcrossed to a number of Merino ewes and also including some F2 progeny. The study exploited differences in weight performance between Merino and ITT sheep. A total of 136 informative microsatellite markers were used in a genomewide scan covering the 26 autosomal sheep chromosomes. QTL analysis was conducted online using the QTL Express. QTL locations, distances and flanking markers were obtained from a basic analysis. Permutate-experiment wide and permutate-chromosome wide analysis were used to analyze significance threshold differences at levels of 5% and 1%. Identification of candidate genes was obtained by accessing to GenBank-NCBI. The study indicated the existence of 15 QTL locations for growth traits by a chromosome wide analysis while 3 out of 15 QTL locations showed a strong support (p• 0.01) of QTL locations: on chromosome 5 for BW at 112cM (88.8-129.2cM), on chromosome 7 for W90 at 8cM (0-46.9cM), for W270 at 76cM (46.9-105.8cM) and for W360 at 80cM (46.9-105.8cM), and on chromosome 18 for W180 at 96cM (106.4123.9cM), for W270 and W360 at 104cM (106.4-123.9cM). Only the growth trait of W360 retained strong support (p• 0.01) and W270 was retained less strong (p• 0.05) QTL locations on chromosome 18 under experiment-wide significance testing. By investigating homologous human chromosomal segments, this QTL region on chromosome 18 was homologous to human chromosome 14 and resided on chromosome segment between 98.509 – 105.138 Mb and flanked by CSSM018 and TMR1/AKT1 markers. CAST (Calpastatin) and CAPN3 (Calpain3), SSTR1 (Somatostatin receptor1) genes were identified on sheep chromosome 5, and 7, respectively. While on chromosome 18, a candidate gene (s) associated with growth traits could not be shown yet. However, the effect of QTL for growth traits showed strongly on chromosome 18. This study suggests that candidate genes were strongly indicated to exist on chromosome 18 for growth traits and three genes of CAST, CAPN3 and SSTR1 were identified in association with meat quality traits. PEMETAAN QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) SIFAT PERTUMBUHAN PADA POPULASI DOMBA SILANG BALIK EKOR TIPIS DAN MERINO ENDANG TRI MARGAWATI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat Pertumbuhan pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino Nama : Endang Tri Margawati NIM : P04600013 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Harimurti Martojo, M.Sc. Ketua Dr. Ir. Muladno, MSA. Anggota Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc. Anggota Prof. Dr. Herman W. Raadsma Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Tanggal Ujian: 26 September 2005 Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya ilmiah yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat Produksi pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino. Penelitian telah dimulai dari tahun 1999 sampai dengan 2004 untuk koleksi data kuantitatif pertumbuhan dan analisis molekuler. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Professor Dr. Harimurti Martojo, Dr. Muladno, Dr. Subandriyo dan Professor Dr. Herman W. Raadsma (Sydney University, Australia) yang telah memberi bimbingan dan pengarahan selama penyelesaian studi doktoral di Sekolah Pascasarjana, Intstitut Pertanian Bogor. Perhargaan juga disampaikan kepada Dr. Karen Fullard peneliti bidang genetika molekuler dari the Sydney University atas bimbingan dalam analisis QTL dan diskusi yang bermanfaat dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Pekerjaan teknis di laboratorium tidak mungkin terselesaikan tanpa bantuan dari Mrs. Gina Attard dan Mrs. Marilyn Jones dari the Sydney University, Indriawati, S.Si. dari Puslit Bioteknologi – LIPI. Pekerjaan koleksi data di lapang juga tidak mungkin tertangani tanpa bantuan Sdr. Handrie, Agus Istiarto, Nugroho dan beberapa rekan di lapangan yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu baik dari Puslit Bioteknologi – LIPI maupun dari Puslitbang Peternakan, Bogor yang telah membantu dalam koleksi data kuantitatif maupun koleksi darah untuk ekstraksi DNA. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada para pimpinan baik di lingkungan Puslit BioteknologiLIPI, Cibinong, LIPI-Jakarta maupun ACIAR (the Australian Centre for International Agricultural Research) project (Dr. John Copland - Research Program Manager of the Animal Science I, Prof. Dr. Herman W. Raadsma - Australian research leader, Dr. Kusuma Diwyanto - Indonesian research leader) yang telah memberi kesempatan dan ijin melakukan penelitian bersamaan dengan ACIAR project (AS1 97/27) pada Genetic and Immunological Characterisation of High Resistance to Internal Parasites in Indonesian Thin Tail. Semoga karya ilmiah ini memberi wawasan baru dan manfaat di bidang Ilmu Genetika Ternak modern di Indonesia. Bogor, September 2005 Endang Tri Margawati RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang, pada 30 Juni 1955 sebagai anak ke tiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Mintardjo (Alm) dan Ibu Soentari (Almh). Pendidikan Sarjana Peternakan (Ir.) ditempuh pada Fakultas Peternakan dan Perikanan, Jurusan Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang, lulus tahun 1981. Tahun 1993, penulis melanjutkan studi S2 pada Department of Animal Science, the Faculty of Agriculture Science of the Massey University di Palmerston North, New Zealand dan memperoleh gelar M.Agr.Sc. pada tahun 1995. Pada 2001, penulis melanjutkan studi pascasarjana S3 pada program studi Ilmu Ternak, Institut Pertanian Bogor (IPB). Beasiswa diperoleh sebagian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan bantuan penelitian dari ACIAR. Awalnya penulis bekerja sebagai peneliti di Lembaga Biologi Nasional (LBN)LIPI di Bogor sejak tahun 1982 sampai 1986. Adanya pengembangan LBN tahun 1986, penulis berpindah dan bergabung dengan Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI pada bidang Reproduksi dan Genetika Ternak sampai sekarang. Tahun 1999 dan 2000, penulis mendapat pelatihan pada DNA Technology di Sydney University, Australia, sebagai bagian dari penelitian kerjasama ACIAR project: Indonesia dan Australia. Bersamaan melakukan penelitian ACIAR project, penulis melakukan riset untuk penyusunan disertasi. Sebagian besar analisis molekuler (genotyping) dilakukan di Sydney University, Australia. Penulis memperoleh pelatihan Analisis QTL pada Oktober 2004 dari Dr. Karen Fullard (Moleculer Geneticist) dari the Sydney University, Australia. Topik disertasi yang diambil adalah Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat Pertumbuhan pada Populasi Domba Silang Balik Ekor Tipis dan Merino. Selama studi pascasarjana S3, beberapa karya ilmiah telah dipresentasikan, yaitu The application of microsatellite markers for Quantitative Trait Loci (QTL) mapping of production traits in sheep, pada the 3rd Conference of Science Council of ASIA (SCA) in May 2003 di Denpasar, Bali (1); Analisis segregasi karakter berat lahir pada anak domba silang balik (Merino X Ekor Tipis X Merino) pada Simposium PERIPI (Perhimpunan Ilmu Pemuliabiakan Indonesia) di Bogor, Agustus 2004 (2); Analysis of candidate major gene for pre-weaning growth traits in sheep pada the 3rd Indonesian Biotechnology Conference (IBC) di Denpasar, Bali pada Desember 2004 (3). Satu karya ilmiah Quantitative Trait Loci (QTL) Analysis for Production Traits of Birth Weight and Weight 360 days in Backcross Sheep (Indonesian Thin Tail x Merino x Merino) telah dikirim ke Jurnal ilmiah Hayati pada Maret 2005 (4). Dengan selesainya program studi doktoral ini, akan menambah keahlian staf peneliti bidang genetika molekuler hewan di Puslit Bioteknologi - LIPI yang belum terisi sebelumnya. Oleh karena itu masih banyak aspek yang bisa dikerjakan. Semoga gelar doktor yang diperoleh akan bermanfaat pada profesi pekerjaan dan kemajuan penelitian biologi molekuler hewan pada umumnya dan pada kelompok penelitian genetika molekuler hewan khususnya di Puslit Bioteknologi - LIPI. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………..… xi DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..…... xii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..….... xiii PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………………………………….. 1 Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. 4 Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 4 TINJAUAN PUSTAKA Quantitative Trait Loci (QTL)…………………………………………… 5 Pengertian QTL ………………………………………………...…. Sifat Kuantitatif ………………………………………………….…. Gen Mayor……………………………………………………..….. Deteksi QTL……………………………………………………….. 5 6 7 8 Prinsip Pemetaan QTL ………………………………………………...… 9 Pendekatan Studi Pemetaan QTL……………………….………..... Rancangan Hewan Percobaan……………………………………... 10 12 Bangsa Domba……….………………………………………... Sifat Genetik………. ………………………………................. 15 16 Penciri DNA ………………………………………………………. Linkage Mapping ……………………………………………….…. Analisis QTL ……………………………………………………..... 17 23 24 Segregasi Gen……………………………………….................. Analisis Keterpautan (Linkage Analysis)…………………….... 24 25 Studi Pemetaan QTL Sifat Produksi Domba………………………..….... 26 Aplikasi Teknologi Penciri Genetik………………………………..…..… 27 Linked dan Direct Markers…………………………………..…..… Marker-assisted selection (MAS)……………………………….. 27 30 Aplikasi Studi QTL pada Kemajuan Pemuliaan……….……………… 31 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ……………………………………………………. 32 Bahan………………………………………………………………….. 32 DNA Genom…………………………………………………….. Keluarga Acuan dan Pembentukan Populasi Progeny…………… Penciri Mikrosatelit……………………………………………… 32 32 34 Metode………………………………………………………………… 35 Polymerase Chain Reaction (PCR)……………………………… Genotyping………………………………………………………. Koleksi Data Fenotipe.…………………………………………... Analisis Genetik dan Statistik…………………………………… 35 37 38 38 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Penciri…………………………………… …………………. 43 Genotyping Progeny ……………………………………………………. 44 Identifikasi Gen Mayor - Analisis Segregasi …………………………… 46 Identifikasi QTL ………………………………………………………... 49 Keberadaan QTL - Significance Threshold..………………………. Lokasi QTL dan Penciri Apit (Flanking Markers) ……………….. 49 53 Gen Kandidat pada Kromosom 5, 7 dan 18 ……………………………. 60 Akses GenBank .. ………………………………………………… Deskripsi Gen …………………………………………………….. 61 62 Gen Kandidat pada Kromosom 5 …………………………… Gen Kandidat pada Kromosom 7 …………………………… Gen Kandidat pada Kromosom 18 ………………………….. 67 69 73 SIMPULAN ………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… LAMPIRAN …………… …………………………………………………….. 78 … 79 94 DAFTAR TABEL Halaman 1 Tampilan fenotipik domba ekor tipis Indonesia dan domba Merino… . 17 2 Studi gen mayor dan QTL sifat produksi pada domba … …… ..……. 26 3 Daftar petunjuk penggunaan tipe penciri ……… 28 4 QTL terdeteksi pada populasi ternak … ………. …………………….. 5 Rancangan ternak percobaan ……… ………………………………. 6 Penciri mikrosatelit per kromosom … ………………………… ………… … .…….. 29 .. 33 …. ... 34 7 Rataan sifat pertumbuhan pra-sapih (BL dan BB90) pada populasi domba silang balik dari empat keluarga cuan (saudara tiri).……… … 48 8 Significance threshold berat lahir (BL)………………………….... 50 9 Significance threshold berat badan 90 (BB90)………………………. 51 10 Significance threshold berat badan 180 (BB180)……………………. 51 11 Significance threshold berat badan 180 (BB180) ……………………. 51 12 Significance threshold berat badan 360 (BB360)……………………... 51 13 Lokasi QTL dan penciri apit (Flanking Marker) sifat pertumbuhan ... 54 14 Sheep mapping website ……………………… 62 ………………............ .... DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hasil penapisan penciri BMS528………… ……………………… … 44 2 Hasil genotyping keluarga 1261……………………………………. 45 3 Kurva bi-modal …………………………………………………….. 47 4 F-value kromosom 5, 7, 18 …………………………………………. 53 5 Lokasi penciri mikrosatelit pada kromosom 2………………………. 55 6 Lokasi penciri mikrosatelit pada kromosom 18……………………… 57 7 Lokasi penciri mikrosatelit pada kromosom 23……………………… 59 8 Lokasi gen kandidat pada kromosom 5 …………………………… 9 … 63 Lokasi gen kandidat pada kromosom 7……………………………… . 64 10 Lokasi gen kandidat pada kromosom 18…………………………… .. 65 11 Ideogram lokasi gen CAST ………………………………………….. 67 12 Ideogram lokasi gen SSTR1 ………………………………………… 70 13 Ideogram lokasi gen CAPN3 ……………………………………….. 72 14 Foto mikro otot longisimus normal dan Callipyge, domba Callipyge .……………………………………………… …… 77 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Daftar penciri per kromosom……… ………………………………. 2 Individu domba per keluarga ………………………………………. 3 Input data: map file …… …………………………………………… 103 4 Input data: genotype file ………………………………………….... 104 5 Input data: phenotype file ……………………………………......... 105 6 Hasil uji permutasi – significance threshold...................................... 106 7 Homologi kromosom 5 domba dengan romosom 5 Manusia ……………………………………………………………. 107 8 Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3, 14, 15 Manusia ………………………………………………….. 108 9 Homologi kromosom 18 domba dengan kromosom 14 Manusia ……………… ……………………………………………. 116 10 Daftar gen kandidat pada segmen kromosom 5 Manusia homolog dengan kromosom 5 domba ……………………………………….. 118 11 a. Daftar gen kandidat pada segmen kromosom14 Manusia homolog dengan kromosom 7 domba……………………………… ……… 121 b. Daftar gen kandidat pada segmen kromosom 14 dan 15 Manusia homolog dengan kromosom 7 domba……………………………. 127 Daftar gen kandidat pada segmen kromosom 14 Manusia homolog dengan kromosom 18 domba …………………… ………………… 137 12 . 94 100 PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi ternak domba di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data terakhir populasi domba di Indonesia pada tahun 2004, tercatat lebih dari 8.245.000 ekor tersebar hampir di seluruh tiga puluh wilayah propinsi dan paling banyak tersebar di Propinsi Jawa Barat (tidak termasuk Propinsi Banten), yaitu berjumlah 3.673.812 ekor (DJBPP 2004). Hingga saat ini pengusahaan ternak domba masih didominasi oleh peternakan rakyat dalam skala kecil dengan sistem pemeliharaan sederhana atau tradisional. Pemeliharaan domba tersebut pada umumnya ditujukan untuk produksi daging dan sebagian lainnya digunakan sebagai tabungan untuk menunjang ekonomi keluarga. Dilihat dari sisi ekonomi, usaha peternakan domba mempunyai prospek bagus karena mempunyai perputaran modal yang lebih cepat dibandingkan dengan usaha ternak ruminansia besar seperti sapi atau kerbau. Bahkan isu terakhir, ternak domba dari Indonesia dapat memasok sebagian keperluan domba di Timur Tengah. Namun sampai saat ini usaha peternakan domba belum diusahakan secara industri atau dalam skala besar. Selama ini usaha pemuliaan telah diupayakan untuk memperbaiki sifat genetik dalam produksi (daging) tinggi, namun hasil yang diperoleh belum maksimal. Terlebih lagi, usaha pemuliaan produksi domba juga belum merambah untuk memikirkan produksi daging dengan sebaran lemak yang rendah. Kualitas daging akan mempunyai nilai tambah apabila daging yang dihasilkan tidak mengandung banyak lemak atau dihasilkan daging kurus (leaner). Penangkar ternak juga belum belum memperhitungkan efisiensi waktu maupun jumlah ternak yang digunakan dalam program pemuliaan. Perkembangan ilmu pengetahan dan teknologi yang semakin cepat berkembang dewasa ini, usaha perbaikan genetik sekarang dapat lebih diarahkan untuk sifat bernilai ekonomi tertentu. Kemajuan pengetahuan di bidang biologi molekuler dan bidang teknologi informasi utamanya bioinformatika, maka penelitian pada bidang genetika telah berkembang pesat. Selama ini penelitian dalam perbaikan genetik ternak untuk sifat kuantitatif bernilai ekonomi tinggi, dilakukan kurang efektif karena memerlukan populasi ternak yang besar dan hampir semua menggunakan nilai dugaan berdasar analisis statistik. Sekarang, penelitian seperti tersebut akan menjadi lebih cepat dan akurat karena tersedianya peta genetik ternak dan tersedianya program komputer (software) yang basis datanya adalah fragmen DNA (merupakan manifestasi alel) yang digunakan sebagai parameter selain data kuantitatif. Adanya fasilitas peta genetik ternak tersebut, kesempatan untuk mengungkap lebih jauh sifat yang sulit untuk diwariskan, sekarang dimungkinkan untuk diupayakan perbaikan genetiknya. Penelitian pemetaan sifat genetik akhir-akhir ini semakin penting sebagai terobosan pada pencarian sifat kuantitatif bernilai ekonomi pada pemuliaan ternak. Sejarah terciptanya peta genetik ternak tidak terlepas dari teori pewarisan Mendel. Teori pewarisan sifat tersebut dilakukan oleh Bapak Ilmu Genetika Modern Gregor Johann Mendel pada sekitar abad 18 (Russell 1990). Kemajuan ilmu genetika kemudian disusul dengan ditemukannya jarak antara dua gen pada kromosom oleh Morgan. Penetapan jarak fisik antara dua gen tersebut diukur dengan satuan map units, dan akhirnya penetapan satuan jarak ini disepakati dengan nama centi-Morgan (cM) untuk memberi kehormatan pada Morgan sebagai penemunya (Russell 1990). Penentuan jarak antara dua gen, didasarkan pada banyaknya frekuensi terjadinya rekombinasi. Semakin sering terjadi rekombinasi (lokasinya disebut hot spot) diantara 2 gen atau penciri genetik, ini berarti jarak atau interval antara 2 gen tersebut lebih lebar. Sebaliknya semakin jarang kejadian rekombinasi, berarti jarak antara dua gen tersebut adalah lebih pendek. Pada daerah hot spot tersebut dimungkinkan terjadinya segregasi, sementara jarak yang lebih pendek adalah semakin kecil terjadi segregasi. Perkembangan genetika modern dari Mendel dan ditambah penemuan dari Morgan tersebut kemudian mengilhami dibuatnya peta genetik pada hewan budidaya, misal pada domba. Peta genetik tersebut awalnya dikemukakan pada tahun 1994 oleh Broad et al. (1997) yang melaporkan peta fisik kromosom, kemudian disusul pengembangan peta genetik oleh Crawford et al. (1995) dan de Gortari et al. (1998). Kelengkapan peta genetik domba akhir-akhir ini dikembangkan terus dari tahun ke tahun oleh Maddox et al. (2001; 2002). Perkembangan peta genetik ternak domba tersebut sekarang menjadi acuan untuk penelitian pemetaan quantitative trait loci (QTL) untuk sifat kuantitatif penting bernilai ekonomi. Dengan dilengkapinya peta genetik ternak domba, hal ini menjadi kemajuan besar di bidang penelitian genetika molekuler pada ternak domba. Salah satu sifat kuantitatif penting pada ternak adalah produksi karkas. Sifat ini berhubungan dengan sifat bobot badan dan pertumbuhan pada ternak. Sifat tersebut belum diupayakan semaksimal mungkin dalam perbaikan genetik yang ekspresinya dapat dilihat pada perbaikan tampilan fenotipenya. Perbaikan genetik melalui seleksi ternak yang dilakukan selama ini semata-mata berdasarkan tampilan fenotipe untuk menduga kontribusi genetik yang diwariskan atau gen yang dipindahkan dari generasi ke generasi berikutnya. Penemuan saat ini (pada seleksi ternak) dengan melibatkan penggunaan penciri genetik akan mempersempit estimasi karena pendugaan yang tadinya hanya didasarkan pada parameter fenotipe sekarang dimungkinkan untuk meduga dengan tambahan informasi sampai tingkat DNA. Dinyatakan oleh Kinghorn et al. (1994) bahwa penggunaan teknik molekuler dapat membantu memecahkan beberapa keterbatasan dari metode yang selama ini digunakan. Lebih lanjut diterangkan bahwa kemampuan untuk menyusun peta genetik yang lebih lengkap untuk setiap jenis hewan memungkinkan dilakukannya evaluasi QTL seluruh genom untuk QTL yang mempunyai efek besar terhadap fenotipe. Informasi demikian dapat dimanfaatkan di dalam program pemuliaan. Selain itu metode analisis segregasi telah dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan gen mayor (major genes) dari analisis data kuantitatif pedigree (asal usul atau silsilah) tanpa adanya informasi molekuler (Bovenhuis et al. 1997). Namun analisis segregasi ini diketahui kurang kuat dalam pembuktian keberadaan gen mayor dibandingkan dengan studi analisis QTL yang dilengkapi dengan pemanfaatan penciri molekuler. Hingga saat ini di Indonesia belum dilakukan analisis QTL untuk identifikasi gen mayor yang dikaitkan dengan sifat kuantitatif bernilai ekonomi tinggi pada ternak. Kemajuan komputerisasi dan tersedianya perangkat lunak (sowfware) secara online dari internet dan tersedianya fasilitas laboratorium molekuler dapat digunakan untuk membantu analisis pemetaan QTL. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menerapkan metode pemetaan QTL sifat pertumbuhan dengan memanfaatkan penciri genetik 2. Identifikasi QTL dan estimasi lokasi QTL (cM) yang mempengaruhi sifat pertumbuhan pada berat lahir (BL), berat badan umur 90 hari (BB90), berat umur 180 hari (BB180), berat umur 270 hari (BB270) dan berat umur 360 hari (BB360) 3. Identifikasi penciri DNA apit (flanking markers) dalam pemetaan QTL 4. Mencari gen kandidat sifat pertumbuhan pada domba Manfaat Penelitian Dengan ditemukannya penciri DNA dan ketersediaan perangkat lunak dalam komputerisasi untuk membantu analisis pemetaan QTL, maka penelitian pemetaan QTL sifat pertumbuhan dengan beberapa karakter berat badan pada domba memberi beberapa manfaat seperti berikut: 1. Ternak dapat diseleksi lebih akurat dengan informasi keberadaan sifat yang dicari berlokasi relatif tepat 2. Keberadaan gen mayor yang berasosiasi dengan penciri genetik (marker) dapat dideteksi lebih awal 3. Biaya dan waktu seleksi dapat ditekan atau program pemuliaan secara keseluruhan dapat dilakukan secara efisien melalui Marker Assisted Selection (MAS) 4. Metode identifikasi penciri genetik untuk sifat pertumbuhan ini dapat diterapkan dalam penelusuran sifat yang diinginkan (interest traits) lainnya dan pada komoditi ternak lainnya TINJAUAN PUSTAKA Quantitative Trait Loci (QTL) Pengertian QTL Dalam pemuliaan ternak akhir-akhir ini sering dibahas tentang istilah QTL. Banyak pernyataan diuraikan untuk menjelaskan istilah QTL, satu dan lainnya hampir sama artinya atau terkadang bersifat melengkapi istilah QTL lainnya. Kim & Park (2001) menerangkan bahwa bila pada suatu lokasi dalam kromosom suatu individu terdapat suatu gen yang bertanggung jawab terhadap variasi suatu sifat, maka tempat tersebut disebut QTL. Studi lainnya menyebutkan bahwa QTL adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut lokusnya atau lokasinya polygene. Poligen adalah sejumlah gen yang masing-masing mempunyai efek kecil secara bersamaan berekspresi untuk mendeterminasi fenotipe dari satu sifat kuantitatif (Zaid et al. 2001). Van der Werf (2000c) menyatakan bahwa meskipun QTL dapat saja ditempati gen yang mempunyai pengaruh apapun namun di dalam praktek lebih ditekankan hanya terhadap keberadaan gen mayor pada suatu QTL. Dinyatakan oleh Dominik (2005b) bahwa QTL akan bermanfaat apabila pada loci nya ditempati oleh gen mayor. Lebih lanjut dinyatakan bahwa gen mayor sendiri sulit ditemukan namun materi atau penciri genetik tertentu pada kromosom dapat digunakan sebagai tapak atau landmark yang ada keterpautan dengan gen mayor tersebut. Landmark tersebut dianggap sebagai alat penciri atau tool yang dapat membantu dalam penelusuran kemungkinan apakah seekor hewan adalah pembawa suatu gen mayor. Van den Werf (2000c) juga menerangkan bahwa QTL mencerminkan hanya beberapa dari banyak gen yang berpengaruh pada fenotipe. Variasi pada polygene yang terkait dengan polimorfisme QTL menentukan total variasi genetik. Walaupun pengaruh QTL menerangkan hanya sebagian perbedaan genetik diantara hewan, namun pengetahuan gen yang berlokasi pada QTL dapat sangat membantu dalam estimasi suatu genotipe yang benar dari hewan. Oleh karena itu, informasi yang tersedia pada QTL menambah akurasi estimasi dari nilai pemuliaan (Van der Werf 2000c). Jika gen yang terdapat pada QTL berpengaruh besar, gen demikian dapat lebih spesifik dieksploitasi pada program pemuliaan. Sifat Kuantitatif Kebanyakan sifat penting bernilai ekonomi pada pemuliaan ternak adalah beragam yang berlangsung terus menerus (continuously varying), sebagai contoh adalah produksi susu, berat wol, berat badan dan produksi telur (Nicholas 1996). Semua sifat yang menunjukkan continuous variation disebut sifat kuantitatif atau sifat yang dapat diukur (matric traits) dan variasi di dalam sifat kuantitatif disebut variasi atau keragaman kuantitatif (Zaid et al. 2001; Nicholas 1996). Dinyatakan lebih lanjut oleh Nicholas (1996), variasi kuantatif terjadi sebagai akibat adanya aksi dari gen. Menurut laporan Dekkers (2004) kemajuan di bidang genetika molekuler telah memungkinkan identifikasi banyak gen (multiple genes) atau penciri genetik berhubungan dengan gen yang berpengaruh pada sifat penting ternak. Termasuk dalam gen tersebut yaitu gen tunggal (cacat genetik, penyimpangan genetik, penampilan) yang mempengaruhi suatu sifat dan QTL atau daerah genomik yang mempengaruhi sifat kuantitatif. Fasilitas penciri genetik tersebut telah menyediakan kesempatan untuk meningkatkan respons pada seleksi terutama untuk sifat yang sulit berkembang dengan seleksi konvensional (Dekkers 2004). Termasuk dalam sifat yang sulit berkembang tersebut yaitu sifat yang mempunyai heritabilitas rendah atau sifat yang pengukuran fenotipenya sulit, mahal, hanya dapat dilakukan pada akhir kehidupan atau tidak mungkin dilakukan seleksi kandidat. Beberapa karakter sifat kuantitatif yang sulit untuk dikembangkan tersebut diistilahkan sebagai sifat kompleks. Dinyatakan oleh Primrose (1995) bahwa sifat kompleks tersebut diberlakukan untuk semua tampilan fenotipe yang tidak memperlihatkan adanya pewarisan sifat hukum Mendel. Lebih lanjut diterangkan oleh Primrose (1995), sifat kompleks yang disebabkan oleh adanya pewarisan poligenik yang memerlukan keberadaan mutasi secara bersama pada banyak gene (multiple genes). Sifat poligenik juga dikelompokkan sebagai suatu continuous variation (Lander & Schork 1994; Zaid et al. 2001). Gen Mayor Telah diketahui bahwa variasi genetik pada sifat kuantitatif dikarenakan adanya segregasi pada banyak loci. Kebanyakan sifat penting bernilai ekonomi adalah sifat kuantitatif yang kebanyakan dikontrol oleh sejumlah gen. Beberapa gen tersebut dapat mempunyai pengaruh besar dan gen demikian disebut gen mayor atau major gene yang berlokasi pada QTL (Van der Werf 2000a). Dinyatakan oleh Montaldo et al. (1998), bahwa gen mayor menyebabkan perbedaan sifat besar diantara hewan yang menurunkan alel berbeda. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebalikan gen mayor adalah polygene yang mempunyai pengaruh secara individu kecil pada fenotipe yang tidak dapat dihubungkan pada individu gen apapun. Gen mayor dapat dideteksi dengan dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sudut biologi dan teori (Lynch & Walsh 1998). Dari sudut pandang biologi, keberadaan gen mayor menawarkan potensi untuk karakterisasi genetik dan isolasinya. Hal tersebut merupakan suatu informasi berguna yang mendasari proses biologi yang menurunkan variasi karakter atau sifat. Dari sudut pandang teori, terdapat beberapa model genetika kuantitatif yang mengasumsikan sejumlah besar loci yang mempunyai pengaruh sama secara besar (roughly equal effects). Validitas model tersebut dipercayai menunjukkan keberadaan gen mayor. Model lain dengan pengamatan unimodal (=sebaran satu kurva) secara kontinyu dari fenotipe sering mendukung sejumlah besar pengaruh sama secara besar. Hal tersebut dapat dianggap sebagai asumsi jika pengaruh lingkungan cukup besar berhubungan dengan pengaruh individu gen manapun. Apabila alel mayor pada frekuensi cukup rendah, pengaruh segregasi gen mayor dapat benar-benar tidak jelas. Diterangkan oleh (Lynch & Walsh 1998) bahwa gen mayor dapat pula dideteksi dengan bentuk analisis statistik paling sederhana yaitu uji normalitas, kemudian dengan uji yang cukup sederhana, kelompok dari keluarga yang dikenal (known family) dapat diidentifikasi gen mayor. Lebih lanjut dinyatakan oleh Lynch & Walsh (1998), gen mayor juga dapat dideteksi dengan metode mixture-models dimana penyebaran fenotipe diasumsikan, hasil dari campuran terbobot (weighted mixture) adalah yang mendasari penyebaran (2 kurva). Hasil penyebaran gabungan dari distribusi normal umumnya menghasilkan penyebaran tidak normal. Penyimpangan dari distribusi normal diindikasikan terdapatnya gen mayor. Namun kekuatan dari analisis mixture-models tersebut masih rendah. Cara lain adalah analisis segregasi yang lebih kompleks yang melibatkan data fenotipik dan hubungan keluarga yang kompleks (multiple generation) dengan jumlah ternak banyak (Lynch & Walsh (1998). Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan genotipe setiap individu dalam populasi (keluarga) dengan menggunakan semua data fenotipe. Kekuatan metode ini rendah apabila pengaruh gen mayornya kecil. Kekuatan metode segregasi dapat lebih ditingkatkan apabila digunakan penciri DNA, sehinga posisi gen pada kromosom dapat dideteksi (Lynch & Walsh 1998). Penelusuran gen mayor telah berhasil untuk beberapa sifat bernilai penting diantaranya yaitu gen wol karpet, double muscling pada sapi, gen cekaman (stress) pada babi, pembentukan punuk pada sapi Limousin, dan sifat resistensi terhadap penyakit cacing pada domba (Montaldo et al. 1998). Penelusuran gen mayor dapat dilakukan melalui beberapa keluarga yang merupakan hasil persilangan balik bangsa ternak dengan latar belakang genotipe berbeda (Raadsma et al. 2002a). Salah satu pendekatan untuk mencari keberadaan gen mayor untuk sifat tertentu yaitu melalui analisis segregasi data fenotipe dari keluarga acuan yang tepat (LeRoy & Elsen 1992). Deteksi QTL Banyak sifat atau karakter biologi penting diwariskan secara kuantitatif tetapi pengaruh dari pewarisan kuantitatif tersebut secara keseluruhan tidak dapat dideteksi secara individu. Hal ini dikarenakan karakter kuantitatif tersebut selama ini hanya diselesaikan dengan menggunakan prosedur biometrik (Primrose 1995). Selain itu, sebetulnya banyak persoalan pada genetika kuantitatif dan evolusi yang sulit diterangkan tanpa melibatkan informasi tentang gen. Identifikasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan analisis QTL. Analisis QTL dapat dilakukan dengan fasilitas keberadaan penciri genetik yang dari waktu ke waktu semakin banyak macamnya seperti RFLP, mikrosatelit dan lain-lain (Primrose 1995). Dilaporkan oleh Dekkers (2004), guna tujuan aplikasi dan deteksi QTL, sifat kuantitatif dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yaitu sifat yang perlu pencatatan rutin, sifat yang sulit untuk dicatat (asupan pakan, kualitas produksi) dan sifat yang tidak dapat dicatat (ketahan penyakit). Lebih lanjut dinyatakan oleh Dekkers (2004) setiap kelompok kategori tersebut lebih lanjut dibedakan ke dalam 3 sifat, yaitu data tercatat pada kedua jenis kelamin, sifat terbatas jenis kelamin (sexlimited) dan sifat yang dicatat pada akhir hidupnya. Kemampuan mendeteksi QTL tergantung pada ketersediaan data fenotipik dan pengelompokkan pada ke tiga kategori dan ke tiga sifat yang telah disebutkan. Dicontohkan oleh Dekkers (2004), yaitu perunutan genom (genome scans) yang memerlukan lebih banyak data fenotipik dari pada analisis gen kandidat sering digunakan untuk mendeteksi QTL untuk sifat yang dikategorikan pada pencatatan rutin sedangakn pendekatan gen kandidat lebih sering digunakan pada identifikasi QTL untuk sifat yang tidak memerlukan pencatana rutin (dua kategori lainnya). Prinsip Pemetaan QTL Seperti diketahui bahwa terdapat keterpautan antara penciri genetik dengan gen pada locus atau QTL untuk satu sifat kuantitatif tertentu (Van der Werf 2000c; Dominik 2005a). Guna mencari hubungan tersebut, terdapat persyaratan yang perlu dipenuhi, yaitu menyusun suatu populasi yang cukup besar dengan rancangan tertentu, melibatkan sejumlah besar penciri genetik dengan melihat peta keterpautan atau linkage mapping, menetapkan sifat yang akan dicari QTL nya berdasarkan data fenotipe yang diamati sebelumnya dan penggunaan analisis QTL. Saat ini analisis QTL telah dipermudah dengan kemajuan teknologi informasi utamanya ‘bioinformatika’ yang mudah diakses secara elektronik. Disarankan oleh Bovenhuis et al. (1997), sebelum informasi dari penciri genetik dapat digunakan dalam program pemuliaan, gen yang mempengaruhi sifat penting perlu dideteksi dan efeknya perlu diestimasikan. Pendekatan Studi Pemetaan QTL Pada studi Primrose (1995) dinyatakan setidaknya terdapat 2 pendekatan untuk memetakan QTL, pertama metode Edwards et al (1987) yaitu dengan regresi linier, untuk menguji hubungan antara penampilan sifat kuantitatif dan genotipe pada marker locus. Apabila terdapat hubungan nyata secara statistik antara penampilan sifat dan marker locus gene types, hal ini dikatakan bahwa sebuah QTL berlokasi dekat dengan lokus marker. Metode kedua yaitu dengan interval mapping. Analisis yang digunakan dalam metode kedua ini yaitu berdasarkan ukuran genom dan jumlah marker yang dianalisis berdasarkan nilai threshold (nilai ambang) yang ditentukan. Apabila letak QTL untuk sifat tertentu yang dicari tidak diketahui, maka diperlukan suatu rancangan dengan merunut seluruh genom atau full genome scan dengan penciri DNA polimorfik (Raadsma et al. 2002b). Selanjutnya dengan pengetahuan yang lebih baik tentang QTL, maka pengetahuan untuk mempertahankan keragaman dan menggunakannya dengan cara yang lebih efisien, efektif dan berkelanjutan sangat diperlukan (Nicholas 1996). Saat ini terdapat beberapa metode (misal: metode regresi, Maximum Likelihood estimation) untuk mendeteksi QTL yang mempengaruhi sifat poligenik seperti ketahanan penyakit dan pertumbuhan telah diuraikan secara komprehensif (Lynch & Walsh 1997). Semua metode kecuali analisis segregasi tergantung pada linkage disequilibrium antara penciri genetik dan loci yang mempengaruhi sifat tertentu (Crawford et al. 2000). Dasar teori tersebut telah diketahui beberapa tahun terakhir ini dan sekarang telah banyak penciri genetik hasil pemetaan terbaru dan yang terakhir tahun 2004 telah http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm dipublikasikan melalui dan menghasilkan situs perkembangan cepat dalam teknik analisis data QTL. Kemajuan cepat tersebut telah memungkinkan penelitian lebih luas pada struktur pedigree yang digunakan (Crawford et al. (2000). Dasar metode untuk mendeteksi QTL tersebut dapat digunakan untuk ternak domestik. Dinyatakan oleh Crawford et al. (2000) metode terkini yang dipilih ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan sumber dana dan populasi ternak serta informasi QTL komparatif dari jenis ternak lainnya. Guna keperluan pemetaan QTL sifat kuantitatif pada ternak domestik, biasanya dilakukan tahapan yang meliputi pengukuran fenotipe, pembacaan genom atau genome scan melalui genotyping, kemudian dianalisis dengan perangkat lunak (software) yang tersedia pada internet. Saat ini banyak perangkat lunak dibuat dan dapat diakses secara gratis melalui internet. Salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan program QTL Express melalui fasilitas website http://qtl.cap.ed.ac.uk/ yang didasarkan dengan pendekatan regresi rentang atau jarak. Secara detail analisis tersebut dijelaskan oleh Haley & Knott (1992) dan Seaton et al. (2002). Dalam hubungannya dengan studi pemetaan tersebut di atas, beberapa analisis terkait akan diperlukan untuk menentukan apakah sifat produksi dipengaruhi oleh gen mayor. Keberadaan gen mayor dapat diketahui dengan persilangan dua populasi yang berbeda karakter atau sifat (Lynch & Walsh 1998). Lebih lanjut diterangkan bahwa pendekatan terkait yang digunakan untuk mendeteksi gen mayor dalam seleksi yaitu metode seleksi dengan menggunakan populasi ternak silang balik atau disebut selectand-backcross method. Prosedur sederhananya, yaitu dua populasi berbeda karakter disilangkan untuk memperoleh F1 dengan karakter terbaik kemudian disilangkan balik dengan individu dari populasi tetuanya yang mempunyai karakter lebih rendah. Hal demikian dimaksudkan untuk membuang karakter yang lebih kecil untuk kemudian memperoleh karakter yang menonjol dengan pengaruh besar atau disebut gen mayor. Analisis untuk mendeteksi gen mayor atau analisis segregasi dimaksudkan sebagai dasar dalam analisis berikutnya dalam pemetaan QTL. Guna keperluan mendeteksi keberadaan QTL, maka diperlukan rancangan penyusunan ternak penelitian atau populasi ternak yang tepat dan dalam jumlah banyak (Raadsma et al. 2002a, 2002b; Evans et al. 2003). Populasi tersebut terdiri dari tiga generasi yaitu kakek-nenek, bapak dan anak. Pembentukan populasi tersebut dapat berupa half-sib (saudara tiri) atau full-sib (saudara kandung). Populasi tersebut dipersiapkan dalam bentuk beberapa keluarga acuan atau reference family dimana satu keluarga terdiri atas kakek (Grandsire), nenek (GrandDam), bapak (Sire) dan anak atau keturunannya dalam jumlah yang cukup banyak. Dinyatakan oleh Primrose (1995) bahwa untuk melakukan analisis QTL sebaiknya digunakan populasi keturunan silang balik (backcross progeny) atau F2 silang dalam atau intercrossing (F1 x F1). Sementara menurut Seaton et al. (2002) menerangkan bahwa populasi yang tepat akhir-akhir ini untuk QTL Express adalah populasi persilangan luar halfsib. Selain populasi yang cukup, penciri genetik mikrosatelit juga diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak dan diharapkan dapat menunjukkan bahwa sifat kuantitatif yang diteliti bersegregasi dan diwariskan dari tetua kepada turunannya. Penggunaan penciri mikrosatelit akhir akhir ini semakin diminati, karena sifatnya yang sangat polimorfik dan penyebarannya dalam genom cukup merata (Nicholas 1996). Penggunaan mikrosatelit dalam genotyping akan memberikan gambaran ada tidaknya segregasi dan menetapkan genotipe dari sifat yang dicari. Selanjutnya dapat dibuat peta keterpautan (linkage map) dari gen dimaksud (misal untuk sifat produksi). Pemetaan ini dapat dibandingan antara jenis ternak berbeda (misal antara domba dan sapi), hal ini dikarenakan adanya kesamaan letak peta fisik gen pada kromosom dan linkage map (Crawford et al. 1995). Rancangan Hewan Percobaan Dalam studi pemetaan dan deteksi QTL diperlukan rancangan hewan percobaan yang tepat. Hal ini sehubungan dengan penggunaan informasi penciri genetik dalam studi tersebut. Ide dibalik penggunaan informasi penciri genetik untuk memetakan dan mengkarakterisasi QTL adalah cukup sederhana yaitu menyilangkan dua garis keturunan silang dalam (two inbred lines). Keterpautan disekuilibrium dibentuk diantara loci yang berbeda diantara garis keturunan (galur). Keadaan ini membuat hubungan antara marker loci dan linked segregating QTLs. Lynch & Walsh (1998) menerangkan pembentukan populasi dalam rancangan percobaan hewan untuk studi pemetaan QTL. Lebih lanjut disarankan dua rancangan hewan percobaan untuk studi pemetaan QTL, yaitu populasi F2 dan populasi silang balik. Populasi progeny F2 diperoleh dengan menyilangkan dua garis tetua (parental: P1 dan P2), sejumlah besar F1 yang dihasilkan kemudian disilangkan dengan F1 dalam satu saudara. Sementara populasi progeny silang balik (backcross) diperoleh dengan menyilangkan balik F1 dengan salah satu dari garis tetuanya. Kedua rancangan hewan percobaan tersebut paling banyak digunakan. Rancangan pembentukan populasi F2 mempunyai keuntungan melebihi populasi dari rancangan silang balik, recombinant inbred lines (RILs) maupun doubled haploid lines (DHLs). Hal ini dikarenakan rancangan F2 akan menghasilkan tiga macam genotipe pada setiap marker locus. Sementara rancangan silang balik, RILs maupun DHLs akan menghasilkan dua genotipe pada setiap marker locus nya. Penggunaan populasi F2 ini, lebih banyak digunakan pada tanaman. Menurut Lynch & Walsh (1998), Bovenhuis et al. (1997) dan Georges (1998) terdapat dua pendekatan dalam rancangan hewan percobaan untuk identifikasi gen. Kedua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Experimental Crosses Ini dirancang untuk identifikasi gen yang berperan pada perbedaan yang diamati untuk satu sifat penting antara 2 galur, bangsa bahkan subspesies. Contoh dari strategi ini yaitu pemetaan gen berdasar pada banyak perbedaan fenotipe yang diamati antara babi jantan liar (boar) dan babi domestik sebagai hasil dari ribuan tahun domestikasi (Anderson et al. 1994). Atau suatu usaha untuk memetakan gen yang menerangkan perbedaan fertilitas pada bangsa babi Cina dan babi Eropa. Guna pemetaan gen, percobaan silang yang dilakukan adalah dengan mengawinkan galur (line) dari pihak ayah (parental) yang terseleksi dan berbeda secara genetis. Hasil individu F1 digunakan untuk menurunkan sejumlah besar F2 bersegregasi atau populasi silang balik (backcross). Banyak metode statistik untuk mendeteksi QTL pada persilangan tersebut yaitu menggunakan sejumlah penciri DNA (panel marker) untuk genotyping (menentukan genotipe) dan mengobservasi fenotipe sifat penting. Cara paling umum yang digunakan yaitu melalui pendekatan multipoint yang sering disebut sebagai interval mapping. Pendekatan ini menerangkan dimana posisi suatu hipotesis QTL digerakkan (dipindahkan) melalui suatu peta penciri yang sudah pasti (fixed marker map). Bukti keberadaan QTL dihitung untuk setiap posisi dengan menggunakan maximum likelihood method (Lander & Botstein 1989), multiple regression (Haley & Knott 1992; Martinez & Curnow 1992; Haley et al. 1994) atau non-parametric rank-based tests (Kruglyak & Lander 1995). Keuntungan menggunakan pendekatan persilangan backcross yaitu dapat memperkirakan bahwa galur berbeda nyata secara fenotipe akan mempunyai alel QTL sangat berbeda dengan pasti atau mendekati kebenaran. Jika F1 tidak berbeda, perlu dibuat heterosigot untuk alel QTL yang homosigot secara genetik yang diharapkan agar menghasilkan pengaruh pengganti alel QTL relatif penting pada generasi F2 atau backcross. Hal demikian juga berlaku bagi individu F1 yang dihasilkan dari persilangan antara garis keturunan pihak ayah yang mempunyai kemiripan tinggi (increased likelihood) dari yang dibuat heterosigot pada penciri loci. Ini dapat meningkatkan kandungan informasi penciri. Persilangan seperti ini umumnya dilakukan dibawah kondisi lingkungan terkontrol dengan tepat, sehingga pengaruh non-genetik dapat dikurangi secara bersamaan . Kelemahan menggunakan pendekatan crossing, yaitu menghasilkan persilangan jenis ternak yang sangat mahal dan memakan waktu lama. Terlebih lagi, kebanyakan program pemuliabiakan dilakukan terus menerus pada jenis ternak dimana variasi genetiknya terdapat pada galur (line) komersial unggul (elite). Belum diperhitungkan bahwa loci yang menerangkan perbedaan antar galur (line) yang sangat berbeda adalah juga andil pada keberadaan variasi didalam galur suatu populasi komersial. b. Outbred Pedigrees Outbred pedigrees yaitu populasi keturunan yang berasal dari persilangan luar (persilangan dari 2 bangsa atau galur) yang bukan satu keluarga. Tujuan menggunakan keturunan hasil silang luar (outbred pedigrees) yaitu untuk meningkatkan variasi genetik kemudian dipetakan QTL nya. Pemetaan tersebut berdasarkan perbedaan genetik yang diamati untuk suatu sifat penting pada populasi komersial. Populasi ternak unggul pada percobaan ini diarahkan dengan penekanan terhadap seleksi agar alel yang sudah pasti atau mendekati pasti dengan efek luas dapat dipetakan dengan cepat. Penggunaan penciri genetik yang informatif dan heterosigot akan mengurangi jumlah atau besar populasi outbred dan dapat digunakan dalam genetic polymorphism. Perbedaan susunan loci QTL dan alel QTL akan bersegregasi pada keluarga berbeda, dengan demikian akan menambah kompleksitas genetik (perbedaan locus dan alel) dari fenotipe yang dipelajari pada populasi outbred. Diterangkan oleh Bovenhuis et al. (1997) bahwa terdapat beberapa perbedaan diantara rancangan percobaan penelitian untuk deteksi QTL. Perbedaan penting tersebut yaitu analisis data antara populasi inbred lines dan populasi outbred, yaitu - Hanya kelompok grandsire akan bersifat heterosigot untuk marker dan untuk QTL - Grandsire dapat mempunyai perbedaan linkage phase dan pengaruh penciri perlu dianalisis didalam keluarga - QTL dapat mempunyai lebih dari 2 alel dan frekuensi alel tidak diketahui - Linkage phase diantara marker alleles tidak diketahui Perbedaan dalam rancangan percobaan penelitian mempunyai konsekuensi penting untuk analisis statistik data dalam hal kekuatan dan ketepatan metodologi. Bangsa Domba. Domba domestik yang ada saat ini di dunia maupun di Indonesia berasal dari jenis Ovis aries, yang dipercaya sebagai hasil domestikasi sejak 9000-11.000 tahun yang lalu di Asia Barat Daya. Dinyatakan oleh Franklin (1997), domba domestikasi (Ovis aries) dikelompokkan sebagai anggota dari suku Bovidae dari ordo Artiodactyla. Ordo Artiodactyla adalah salah satu ordo mamalia yang paling berhasil dibandingkan dari 10 keluarga lainnya. Ovis aries atau domba domestik yang ada sekarang, dibedakan berdasarkan dari tipe liarnya dan oleh beberapa penulis dibedakan menjadi 7 jenis (Ryder 1984). Tiga jenis diantaranya (Ovis canadensi, Ovis niviola, Ovis dalli) belum didomestikasi (Maijala 1997). Empat jenis lainnya yaitu Ovis amon (argali), Ovis vignei (urial), Ovis orientalis (Asian mouflon) dan Ovis musimon. Ovis orientalis diperkirakan sebagai nenek moyang dari semua domba domestik yang ada sekarang. Ovis amon (argali) adalah domba yang penyebarannya di pegunungan Asia Tengah. Selain itu, uniknya nenek moyang domba masih dapat ditemui dalam kehidupan liarnya dan dalam jumlah yang banyak (Subandriyo 2003). Domestikasi domba selama lebih dari 10.000 tahun yang lalu telah menghasilkan peningkatan ukuran badan dan penurunan ukuran tanduk serta perubahan dari berbulu rontok (hairy moulting fleece) sampai berbulu wool putih (Ryder 1983). Crawford et al. (1995) menyatakan banyak bangsa domba yang tersebar didunia ini merupakan bangsa lokal dan galur yang telah berkembang baik pada sistem produksinya. Lebih jauh diutarakan bahwa perbaikan genetik telah terjadi lebih dari 50 tahun dari aplikasi genetika kuantitatif dalam pemuliaan. Sifat genetik. Sebagai salah satu syarat dalam pemetaan QTL adalah pembentukan suatu populasi dari dua galur atau bangsa domba yang mempunyai sifat genetik berbeda (Primrose 1995; Raadsma et al. 2002a). Persilangan dua sifat genetik berbeda dimaksudkan agar terbentuk suatu keturunan (progeny) populasi heterosigot atau dalam genotyping akan terbentuk sebaran banyak alel dalam pedigree. Dua galur domba yang digunakan sebagai asal-usul penurunan populasi domba silang balik (backcross) atau keturunan F2. Dua galur tersebut yaitu domba lokal ekor tipis Indonesia (Indonesian Thin Tail=ITT) sebagai domba tropis dan tipe domba kecil, dan domba Merino yang berasal dari daerah bersuhu dingin, dianggap sebagai tipe domba besar. Perbedaan sifat genetik dari dua galur yang kontras ini juga dipersyaratkan untuk analisis keberadaan gen mayor suatu sifat penting (Lynch & Walsh 1998). Beberapa karakteristik penampilan yang berbeda dari domba ekor tipis Indonesia dan domba Merino untuk analisis pemetaan QTL sifat pertumbuhan dalam penelitian ini, ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Tampilan fenotipik domba ekor tipis Indonesia dan domba Merino Tampilan Fenotipik Ekor tipis Indonesia (ITT) Tipe Domba kecil (Subandriyo 2003) Berat lahir Berat dewasa Kualitas wol Ekor Telinga Pertumbuhan Umur dewasa Jumlah anak per kelahiran Berat potong (2-3th) % Karkas B: 1,7kg J: 1,8 (Tiesnamurti et al. 1985) B: 23-46kg (Dwiyanto 1982): 22-55kg (Mulliadi 1996) J: 20-29kg (Diwyanto 1982; Mulliadi 1996) Kasar, nilai ekonomi rendah (Sabrani et al. 1982; Subandriyo et al. 1996, Subandriyo 2003; Tiesnamurti et al. 1998) Sedang (Mason 1980; Mulliadi 1996) Bervariasi: pendek, sedang, normal (Subandriyo 2003) 20-40g/hari, pemeliharaan tradisional (Chaniago et al. 1982; Thomas et al. 1982) 6-12 bulan (Zulbardi 1977; Obst et al. 1980; Sitorus et al. 1985) 1,8 kelahiran pertama (Bradford & Inounu 1996); 2,2 kelahiran ke tiga (Sitorus et al. 1985); 2,2 (Setiadi et al. 1995) Merino Domba besar (Maijala 1997) B: 3,45kg J: 3,72kg (Putu 1981) B: 52kg J: 83kg (Piper & Ruvinsky 1997) Halus, nilai ekonomi tinggi (Dolling & Jefferies 1991; Maijala 1997) Panjang Panjang 195g/hari (Putu 1981) 24 bulan (Piper & Bindon 1996) 1-3 rata-2 pada setiap kelahiran (SASBA 2001) 45-50kg (Bradford & Inounu, 1996) 62-70kg (Austin 1950) 35% 55-60% (Austin 1950) Penciri DNA Semenjak era Mendel sampai tahun 1980 an, para ahli genetika hanya mendapatkan penciri genetik locus tunggal berupa tampilan fenotipe (Crawford et al. 2000). Penciri tersebut diantaranya seperti warna mata pada Drosophila atau polimorfisme protein seperti dalam penggolongan darah. Lebih lanjut dijelaskan oleh Crawford et al. (2000), penggunaan penciri tersebut pada beberapa peta keterpautan genetik secara rinci telah dikembangkan pada model jenis seperti mencit dan Drosophila. Namun demikian terdapat beberapa keterbatasan untuk penyusunan peta keterpautan pada persilangan jenis hewan domestik. Kehadiran teknologi DNA rekombinan, terutama teknik polymerase chain reaction (PCR) telah mengubah secara mendadak hambatan dalam penyediaan penciri DNA. Dengan demikian seperti sekarang ini dapat dilihat banyak proyek pemetaan keterpautan untuk jenis ternak apapun dapat direncanakan dan diimplementasikan. Selama lebih dari satu dasa warsa terakhir ini, terdapat sejumlah penciri DNA yang secara rinci telah dideskripsikan dalam hubungannya dengan pencarian QTL, peta keterpautan perbandingan (comparative linkage mapping) dan pengukuran keragaman genetik. Secara garis besar penciri DNA ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Multilocus marker dan single locus marker (Crawford et al. 2000). Termasuk dalam multilocus markers yaitu minisatelit atau variable number tandem reapeat (VNTR), randem amplified polymorphic DNA fragment (RAPD) dan amplified fragment length polymorphisms (AFLP). Sedangkan yang termasuk single locus markers adalah restriction fragment length polymorphisms (RFLPs), Mikrosatelit dan single nucleotide polymorphisms (SNPs). Masing-masing penciri DNA tersebut diuraikan secara jelas seperti di bawah ini. Minisatelit. Dikemukakan oleh Crawford et al. (2000), minisatelit merupakan penciri DNA dengan banyak alel. Ditemukan oleh Jeffreys et al. (1985), minisatelit ini merupakan penciri DNA pertama pada manusia yang cukup informatif untuk mengemukakan genotipe unik pada setiap individu. Berdasarkan pola runutan basanya, minisatelit ini dikelompokan sebagai molekul DNA yang bukan gen dan menyebar disemua kromosom (Muladno 2002). Berdasarkan ukuran besar pengulangan unit tandem atau pasangan, minisatelit mempunyai tipe pengulangan unit tandem antara 10 sampai 100 basa (Nicholas 1996). Minisatelit ini menyebar lebih meluas pada genom dari pada satellite DNA (pengulangan unit tandem antara 5 sampai 500 pasang basa), Nicholas (1996). Penyebaran minisatelit cenderung terkonsentrasi pada daerah tertentu seperti pada telomere (Nicholas 1996; Crawford et al. 2000) dan pada tempat yang tidak umum yaitu daerah yang banyak terjadi frekuensi rekombinasi, daerah rekombinasi tersebut dikenal hotspots (Nicholas 1996). Lebih lanjut ditambahkan oleh Nicholas (1996), minisatelit DNA sebetulnya berperan pada awal rekombinasi. Beberapa single locus minisatellite sangat informatif telah diidentifikasi pada hewan ternak (Georges et al. 1990) dan dikatakan sangat bermanfaat karena letaknya hanya pada daerah telomere (Crawford et al. 2000). Dilaporkan oleh Cockett et al. (1994), single locus minisatellite adalah penciri DNA pertama yang berasosiasi dengan gen Callipyge domba. Variable Number Tandem Repeat (VNTR). VNTR adalah daerah (region) pada genom manusia dengan tipe sekuens DNA yang sangat bervariasi dan terletak terpisah-pisah (Van der Werf 2000b). Sebelumnya Nicholas (1996) menerangkan pada VNTR terdapat keragaman atau variasi jumlah unit tandem pada satu tempat dari satu kromosom yang berbeda dengan satu tempat dari kromosom homolognya pada jenis hewan ternak yang sama. Misal, pada satu tempat dari satu kromosom terdapat 24 kopi tandem dan pada homolog kromosomnya dari hewan yang sama hanya terdapat 21 kopi tandem. Pengulangan tandem adalah banyak kopi dari sekuens pasang basa yang tersusun pada tampilan kepala sampai ekor (Van der Werf 2000b). Misal, Pengulangan tandem yang sering didapatkan adalah CA, dan satu untai terdiri atas tipe ulangan tersebut yang dibaca CACACA.., dinotasikan sebagai (CA)n. Sedangkan untai lain akan dibaca GTGTGT,…. Dalam contoh tersebut jumlah pengulangan berpasangan adalah dua, namun dapat terjadi lebih dari dua. Bila jumlah pengulangan berpasangan kurang dari empat, VNTRs disebut microsatellite dan jika pengulangan lebih panjang disebut minisatellite. Random Amplified Polymorphic DNA Fragment (RAPD). RAPD adalah penciri pertama yang didasarkan pada PCR untuk dapat digunakan (Williams et al. 1990). Primer berukuran kecil (8-10 basa) digunakan untuk mengamplifikasi satu potongan acak DNA suatu genom. Ukuran primer telah disusun sedemikian sehingga kira-kira 20 pita (bands) diamplifikasi oleh setiap reaksi PCR. Beberapa pita dapat jadi polimorpik dan dapat digunakan sebagai penciri genetik. Penciri ini dapat bermanfaat besar untuk menjadi sangat mudah dihasilkan dan memerlukan hanya sedikit jumlah DNA. Oleh karena itu banyak peta keterpautan, terutama pada tanaman menggunakan penciri RAPD. Dikarenakan individu heterosigot dan homosigot tidak dapat dibedakan, maka penciri ini dominan. Penampakan atau tidak nampaknya pita adalah hal yang sangat sensitif terhadap perubahan kecil pada kondisi PCR. Oleh karena itu penciri RAPD tidak mudah untuk diproduksi kembali (lower reproducibility), sehingga sangat tidak menguntungkan dari penciri RAPD adalah peta baru harus diturunkan kembali untuk setiap turunan (pedigree) baru yang akan diuji karena tidak adanya spesifisitas locus pada primer yang digunakan. Pita yang diturunkan dari primer tertentu pada satu pedigree mungkin tidak mendukung hubungan apapun terhadap pita yang diturunkan dari primer yang sama pada pedigree kedua. Amplified Fragment Length Polymorphisms (AFLP). AFLP merupakan penciri multi locus dan telah digunakan dalam studi biodiversitas (Vos et al. 1995). Tidak seperti pada penciri RAPD, penciri AFLP diperoleh pada potongan (fragment) yang diamplifikasi dengan menggunakan primer PCR terseleksi. Diterangkan oleh Crawford et al. (2000), DNA genom dipotong dengan enzim restriksi endonuclease dan penghubung (linkers) diligasi (direkatkan) pada setiap ujung potongan. Primer PCR terseleksi digunakan untuk mengamplifikasi sejumlah potongan dari campuran potongan restriksi genom. Primer selektif pada PCR tersebut terdiri atas penghubung yang ditambahkan pada potongan restriksi akhir dan penambahan basa pada akhir tiga prime (3’) dari primer, dengan demikian memberikan tambahan spesifisitas. Potongan yang teramplifikasi kemudian dipisahkan menurut ukurannya. Pita-pita yang terbentuk terdapat pada beberapa individu tetapi tidak ada pada yang lain. Pita tersebut dapat digunakan sebagai penciri genetik. Penciri AFLP ini mempunyai keuntungan sama seperti RAPD, yaitu dengan mudah diturunkan tetapi penciri tersebut kurang memberi kepastian pada kondisi PCR yang sama untuk memperoleh produk amplifikasi yang diinginkan. Lebih lanjut disarankan oleh Crawford et al. (2000), untuk memperoleh susunan baru penciri, perubahan kecil pada basa prime tiga (3’) primer amplifikasi adalah semuanya diperlukan. Dengan demikian teknologi ini dapat menghasilkan penciri genetik baru secara tak terbatas. Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLPs). Penciri DNA ini telah berkembang lebih dulu dari perkembangan metode PCR. Penciri RFLP mendeteksi ada tidaknya satu tempat pemotongan atau restriction site. Penciri RFLP adalah codominant (Crawford et al. 2000). Metode RFLP menggunakan enzim pemotong atau endonuclease pada DNA genom, pemisahan berdasarkan ukurannya diekspresikan dengan gel elektroporesis, pendeteksian dan analisis sekuen DNA dengan Southern blotting (Nicholas 1996; Crawford et al. 2000). Perbedaan pola pita pada hewan disebut sebagai RFLP. Dikatakan polymorphism, karena ada perbedaan ukuran pita lebih dari satu akibat pemotongan enzim restriksi sehingga menghasilkan panjang fragmen DNA yang berbeda (Nicholas 1996). Mikrosatelit. Penciri mikrosatelit, diambil dari pengertian suatu unit ulangan terkecil 1 sampai sekitar 5 basa, misalnya basa T, AC, GGC, ATTT, ACCGG (Nicholas 1996). Beberapa penulis memasukan Short Tandem Repeats (STRs) ke dalam kelas Mikrosatelit. Van der Werf (2000b) menyebutkan bahwa Mikrosatelit adalah daerah DNA dengan jumlah pengulangan tandem pendek yang bervariasi diapit oleh suatu sekuens unik. Mikrosatelit diketahui dapat membuat penciri genetik baik karena setiap mikrosatelit mempunyai banyak alel berbeda. Alel adalah bentuk alternatif gen (Hartl & Clark 1997, Zaid et al. 2001), didefinisikan sebagai jumlah pengulangan bentuk berbeda dari gen yang terletak pada lokasi yang sama. Dengan banyak alel, maka kebanyakan individu adalah heterosigot. Hal ini memberikan informasi yang kuat terhadap hubungan antara penciri alel dan penampilan (fenotipe) pada anak keturunannya (progeny) yang mewarisi a favourable linked QTL allele. Penciri mikrosatelit bersifat sangat polimorfik atau hyperpolymorphic dan sangat informatif. Oleh karenanya, penciri mikrosatelit sering digunakan dalam pemetaan pautan gen pada organisme yang berbeda. Dengan sifat polimorfik yang tinggi, memungkinkan individu-individu akan menjadi heterosigot dan oleh karenanya akan lebih mudah dalam menelusuri pewarisan sifat dalam satu keluarga. Sifat polimorfik yang tinggi ini terletak diberbagai lokasi disepanjang genom, sehingga mikrosatelit merupakan sumber data yang ideal untuk determinasi jarak genetik (Nicholas 1996). Seperti pada minisatelit, mikrosatelit adalah multi allelic tandem reapeats. Namun mikrosatelit dikelompokkan sebagai single locus, codominant, menyebar sepanjang genom, diperlukan sedikit sebagai cetakan DNA (template DNA) dan relatif mudah untuk didapat dan dikarakterisasi (Crawford et al. 2000). Lebih lanjut dikatakan bahwa sebenarnya semua mikrosatelit yang didapatkan untuk hewan ternak umumnya mempunyai sekuen AC/GT sebagai unit pengulangan. Hal ini dikarenakan pasangan basa tersebut terdapat berlimpah pada genom ternak dan oleh karenanya mudah mendapatkannya. Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs). SNPs didasarkan adanya polimorfisme atau perubahan pada satu pasang basa tunggal (Crawford et al. 2000; Van der Werf 2000b). Lebih lanjut dijelaskan bahwa SNP adalah satu posisi yang mana dua basa secara bergantian (alternate) berubah atau berganti pada frekuensi cukup besar (Van der Werf 2000b). Kejadian perubahan pada satu nukleotida ini sangat jarang, namun diperkirakan satu SNP setidaknya terjadi kira-kira sekali setiap satu kilo basa (1.000 basa) dari runutan DNA unik pada manusia (Cooper et al. 1985) dan dapat lebih dari sekali dalam seribu pasang basa (Zaid et al. 2001). Pada hewan ternak, kejadiannya mirip, setidaknya dua sampai tiga juta SNPs masih dapat diidentifikasi dan dikarakterisasi pada banyak jenis hewan ternak (Crawford et al. 2000). Penciri genetik SNPs ini dihasilkan dari keragaman sekuen atau runutan basa pada posisi tertentu didalam sekuen DNA. SNPs umumnya hasil dari perubahan transisi (misal: basa A untuk G, T untuk C) tetapi juga transversi (G atau A untuk T atau C) dan dilesi basa tunggal (Zaid et al. 2001). SNPs dapat dideteksi dengan banyak metode. Begitu SNPs dapat dideteksi dan dikarakterisasi, sejumlah tipe SNPs dapat diketahui. Van der Werf (2000b) menyebutkan dengan tersedianya teknologi baru DNA chips, SNPs dapat digunakan untuk jumlah skala skrining besar dari sejumlah besar sampel pada waktu yang sangat singkat. Perkembangan terkahir DNA chips dapat memuat sample DNA yang lebih banyak (Chee et al. 1996) dan dapat mempercepat proses analisis bahkan untuk tujuan yang lebih jauh. Sejauh ini SNPs menunjukkan sumber variasi genetik terkaya yang tersedia untuk tujuan penelitian. Linkage Mapping Beberapa penelitian telah mengindikasikan bahwa pemanfaatan penciri genetik yang berhubungan dengan gen-gen yang terkait dengan sifat kuantitatif ternyata dapat meningkatkan respon seleksi dari program pemuliaan. Hal ini terutama terjadi pada sifat kuantitatif yang sulit untuk dikembangkan apabila hanya menggunakan metode seleksi tradisional (Smith & Simpson 1986; Stam 1986; Kashi et al. 1990; Meuwissen & van Arendonk 1992; Van der Beek & van Arendonk 1996; Meuwissen & Goddard 1996). Dikatakan oleh Kim and Park (2001) bahwa penciri pada peta genetik digunakan untuk identifikasi pola penurunan sifat dari linked segments genom pada populasi silsilah terstruktur. Hubungan nyata marker alleles dengan fenotipe sifat penting (interest phenotypes) menunjukan hubungan penciri pada sebuah QTL. Disarankan oleh Lander & Botstein (1989) bahwa tahap pertama yang perlu dilakukan untuk mengetahui sifat genetik yang komplek, yaitu perlu memanfaatkan keragaman genetik yang luas pada domba domestik (Ovis aries) dengan melihat peta keterpautan genetik (genetic linkage map). Peta keterpautan genetik tersebut berupa penciri genetik yang menutup sebagian besar genom domba atau pada kromosom. Disebutkan oleh Van der Werf (2000a) dan Dominik (2005a), penyebaran penciri genetik pada peta fisik tersebut diistilahkan sebagai landmark atau petunjuk. Hal ini karena landmark tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa penciri genetik tersebut berdekatan atau berasosiasi dengan QTL dimana gen yang mengkode sifat tertentu berdomisili atau terletak. Saat ini perkembangan peta genetik domba semakin lengkap dari waktu ke waktu yang diawali tahun 1994 dengan hanya ditemukan 17 penciri genetik (Broad et al. 1997). Kemudian disusul berturut-turut tahun 1995 dengan 246 penciri genetik (Crawford et al. 1995), ditingkatkan kelengkapannya menjadi 519 penciri genetik (de Gortari et al. 1998) selanjutnya Maddox et al. (2001) memperluas perkembangannya dan ditetapkannya 1.062 loci yang berasosiasi dengan penciri genetik. Peta genom domba dari Maddox et al. (2001) dan perkembangannya dapat diakses melalui situs: http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm. Analisis QTL Menurut Lynch & Walsh (1998), estimasi dan deteksi QTL dapat dilakukan dengan metode Maximun Likelihood (ML) dan Linear Models, namun pada kepustakaan pemetaan QTL lebih popular menggunakan metode ML. Linear models hanya menggunakan fasilitas penciri genetik (marker means) sementara metode ML memanfaatkan seluruh informasi dari penyebaran marker-traits, dengan demikian metode ML diakui lebih kuat (powerful). Lebih lanjut dikemukakan bahwa metode ML menggunakan fasilitas komputer lebih intensif, memerlukan program yang lebih khusus untuk memecahkan masalah likelihood equations. Sementara linear models dapat dilakukan hampir dengan semua paket statistik biasa. Pada metode ML dikenal dengan regresi Haley-Knott untuk memperkirakan ML interval mapping. Satu persoalan dengan banyak estimator ML berarti lebih tergantung dengan banyak penghitungan. Dibandingkan dengan yang lain, metode ML membatasi daya aplikasi atau pemanfaatan resampling methods yang memerlukan ribuan estimasi ML yang dihitung per eksperimen. Dengan adanya prosedur regresi sederhana (Haley-Knott regression), ini memberikan estimasi (approximation) yang kuat dari peta likelihood untuk ML interval mapping (Haley & Knott 1992; Martinez & Curnow 1992). Prosedur tersebut memberikan kemudahan pada persoalan besar, dengan demikian regresi dapat dihitung dengan mudah. Pemikiran Haley & Knott (1992) adalah untuk mengekspresikan koefisien regresi sebagai satu fungsi parameter QTL yang telah diketahui. Segregasi Gen. Untuk mengetahui adanya pemisahan gen dapat dilakukan dengan cara menguji satu panel penciri genetik dengan sifat kuantitatif penting (Primrose 1995). Analisis segregasi (tanpa penciri genetik) dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran fenotipe hewan, diuji untuk ketepatan terhadap konsistensi penyebaran yang diharapkan dengan penyebaran populasi dimana gen mayor atau major gene bersegregasi (ACIAR report 2001). Pada analisis segregasi tersebut, ukuran kuantitatif fenotipe dibuat dalam suatu kurva. Apabila ukuran kuantitatif fenotipe tersebut menunjukkan kurva bimodal pada generasi ke tiga (backcross), ini suatu indikasi adanya gen mayor. Selanjutnya diuji secara statistik dengan Maximum likelihood test. Apabila kurva menunjukkan tumpang tindih (overlap), maka ekspresi fenotipe tidak mampu menunjukkan keberadaan gen mayor dan berarti ukuran fenotipe tersebut bukan pengaruh faktor genetic (ACIAR report 2001). Segregasi gen mayor dapat dikonfirmasi melalui analisis keterpautan dengan menggunakan polymorphic markers yang terletak mendekati gen mayor. Dalam hal lokasi gen mayor tidak diketahui, maka sejumlah besar polymorphic markers yang menutup seluruh genom perlu digunakan. Oleh karenanya perlu dilakukan genotyping dengan suatu panel polymorphic markers. Genotyping dimaksudkan untuk mengetahui adanya alel pada progeny dari tetuanya dengan uji penciri DNA microsatellite markers. Menurut Kinghorn (2000a), hasil uji DNA ini dengan informasi kuantitatif dapat digunakan untuk analisis segregasi dan mempunyai kekuatan yang maximal. Analisis segregasi tanpa melibatkan sejumlah penciri genetik dianggap kurang kuat atau less powerful. Analisis Keterpautan (Linkage Analysis). Analisis keterpautan genetik dimaksudkan untuk memetakan lokus atau memperoleh satu lokasi kromosom dari suatu sifat kuantitatif. Prinsip dasar dalam memetakan lokus dari sifat-sifat kuantitatif yaitu rekombinasi kromosom (Primrose 1995). Dinyatakan lebih lanjut bahwa untuk identifikasi sifat atau gen tertentu, para ahli genetika telah menciptakan gen penciri (marker gene), sehingga gen dengan mudah dapat diidentifikasi. Secara genetik, gen penciri ini diteliti keterpautannya dengan gen pembawa sifat yang dicari. Adanya keterpautan dapat diuji dengan melakukan perkawinan silang balik (backcross) seekor hewan heterosigot ganda dengan hewan homosigot resesif untuk kedua pasang gen (Pallawarukka 1999). Dinyatakan jika ratio rekombinasi (crossing over) kurang dari 50%, maka disimpulkan bahwa terdapat gen terpaut (Noor 1996). Crossing over atau pindah silang terjadi antara kromatid yang bukan pasangannya dari kromosom homolog. Kejadian ini berlangsung pada pembelahan meiosis dan tepatnya pada profase dan metafase (Noor 1996). Seperti yang disarikan oleh Georges (1998), pendekatan yang sangat populer dalam analisis keterpautan genetik yaitu terdiri atas pemetaan gen yang bertanggung jawab untuk suatu sifat tertentu pada lokasi genetik, kemudian diikuti dengan potitional cloning dari gen yang bertanggung jawab pada lokasi map yang diketahui. Dalam prakteknya, analisis keterpautan dilakukan dengan menilai semua genotipe secara bebas oleh dua penilai dan genotipe dicek untuk konsistensinya dengan catatan pedigree (Crawford et al. 1995). Studi Pemetaan QTL Sifat Produksi Domba Hal terpenting dalam studi analisis QTL yaitu terdeteksinya gen mayor pada daerah QTL. Beberapa studi sebelumnya telah melaporkan teridentifikasinya sejumlah gen mayor dengan pengaruh besar yang terletak pada QTL untuk karakteristik karkas pada domba. Pada studi QTL tersebut telah dilaporkan beberapa gen yang berpengaruh pada sifat produksi domba, secara rinci hasil studi tersebut ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Studi gen mayor dan QTL sifat produksi pada domba No . 1 Bangsa Gen/Penciri Pengaruh Peneliti Dorset Callipyge Cocket et al. 1996 2 Australian Poll Dorset REM*/Carwell Linked to Callipyge 3 British Texel 4 Australian Texel, Belgium Texel, NZ Texel Gen belum diketahui, tetapi diketahui penciri genetik Gen belum diketahui Peningkatan hind quarter, tanpa lemak, prod karkas tinggi 11% peningkatan daging sekitar tulang belakang Kedalaman lemak dan otot sekitar tulang belakang Kedalaman lemak dan perkembangan otot 5 Merino x Awassi Gen belum diketahui 6 Suffolk x Texel Gen dekat Callipyge & Carwell * REM (Rib Eye Muscle)= otot mata rusuk Penimbunan lemak punggung Pertumbuhan dan Karkas Banks 1997 Walling et al. 2001 Marshall et al. 1999; Marq et al. 1998; Broad et al. 2000 Cavanagh et al. 2002 Walling et al. 2004 Aplikasi Teknologi Penciri Genetik Linked dan Direct Marker Teknologi penciri genetik (genetic marker) seperti marker-assisted selection (MAS), identifikasi asal-usul dan gene introgression (penyusupan gen sedikit demi sedikit) dapat diaplikasikan pada program pemuliaan ternak. Peta genetik yang sangat padat sekarang sudah tersedia pada sapi, babi dan domba (Davis & DeNise, 1998). Peta genetik ini dapat menyediakan kerangka genetik untuk pengembangan program MAS pada penelusuran sifat bernilai ekonomi tinggi, penelusuran sifat resistensi penyakit atau sifat genetik lainnya. Dinyatakan oleh Davis & DeNise (1998) bahwa terdapat 3 tahapan untuk mengkomersialisasikan teknologi penciri genetik, yaitu tahap deteksi, tahap evaluasi dan tahap implementasi. Tahap deteksi, yaitu QTL dilokasikan dan pengaruhnya pada fenotipe diukur. Tahap evaluasi, yaitu penciri dievaluasi pada populasi yang bernilai ekonomi tinggi. Tahap implementasi, yaitu penciri dikombinasikan dengan fenotipe dan informasi pedigree pada evaluasi genetik untuk prediksi sifat unggul genetik (genetic merit) dari individu di dalam populasi. Pada studi pemetaan dikenal adanya tipe penciri, yaitu direct marker dan linked marker. Direct marker merupakan penciri langsung dimana suatu analisis keterpautan (linkage analysis) dapat dilakukan dan laju rekombinasi nol (a zero recombination rate) didapatkan diantara penciri dan QTL atau dimana runutan data telah menetapkan lokasi tepat dari perubahan genetik pada sejumlah individu. Penciri lain adalah linked markers dapat digunakan di dalam keluarga yang mensegregasikan penciri dan alel QTL setelah diketahui penetapan hubungan tingkat (phase relationships). Sementara direct markers dapat digunakan lintas keluarga (across families) sesudah prediksi dari pengaruh sebuah alel untuk latar belakang genetik tertentu (a given genetic background). Kedua penciri tersebut (linked dan direct markers) dapat digunakan pada program MAS yang menggabungkan pedigree lain dan informasi fenotipik untuk evaluasi genetik hewan. Kinghorn (2000b) memaparkan petunjuk pemanfaatan tipe penciri yang berbeda (Tabel 3). Petunjuk pada Tabel 3 tersebut, sifatnya hanya mendekati kebenaran, dimaksudkan hanya untuk membantu orientasi para peneliti. Persentase yang disebutkan tidak dapat diandalkan namun tergantung dari rentang faktor seperti kedekatan keterpautan, frequensi alel dan jumlah informasi pedigree. Petunjuk tersebut bermanfaat untuk memprediksi mendekati tujuan. Nilai yang lebih tinggi pada rentang persentase (40-70%) untuk linked markers berhubungan dengan populasi dan mempunyai informasi penciri dan sifat yang tercatat pada seluruh generasi. Tabel 3. Daftar petunjuk penggunaan penggunaan tipe penciri* Tipe Penciri Linked marker Cara Pemakaian Nilai patokan pd target Penciri tunggal 90% untuk prediksi penyebab 40-70% dekat QTL variasi QTL diwariskan dari sire heterosigot Linked marker Penciri dekat mengapit QTL, jumlah cukup untuk memberi informasi bagus Direct Uji DNA marker langsung Functional Uji DNA marker langsung Functional Uji DNA marker tepat langsung untuk QTL Functional Uji DNA marker tepat langsung dan untuk QTL monitoring sifat pada target bangsa dan linkungan Nilai patokan pada QTL 50-80% untuk rata-2 ternak berstatus tepat QTL 98% untuk prediksi penyebab 60-75% variasi QTL diwariskan dari sire heterosigot 70-90% untuk rata-2 ternak berstatus tepat QTL 97-99%* 80% Nilai jaminan Menengah sampai tinggi untuk banyak penciri dan QTL Menengah sampai tinggi untuk banyak penciri Rendah 99-100% 82% Rendah 100% 83% Rendah 100% 100% Rendah * Diadaptasi dari Kinghorn (2000b) Sementara itu, dilaporkan beberapa studi QTL terdeteksi dengan dua tipe penciri (indirect dan direct) pada berbagai ternak domestik untuk sifat berbeda yang diteliti (Tabel 4). Penciri yang digunakan pada studi tersebut dapat diperoleh dari publikasi peta keterpautan atau linkage map untuk jenis ternak domestik, misal Sapi (Barendse et al. 1997; Kappes et al. 1997), Babi (Roher et al. 1994) dan Domba (Crawford et al., 1994). Peta tersebut menyediakan sumber penciri genetik yang dapat digunakan pada tahap deteksi skema MAS dan menyediakan alat yang kuat untuk peta perbandingan (comparative mapping) dan seleksi posisi gen kandidat (positional candidate genes) pada lokasi dimana QTL bersegregasi. Tabel 4. QTL terdeteksi pada populasi ternak* Jenis/Bangsa Ternak Sapi Potong Sapi Perah Babi Domba Chicken Karakter/Sifat Tipe Marker Pustaka Berat lahir Perkembangan Tanduk Pertumbuhan prasapih, Lemak, daging lingkar rusuk (rib eye area) Otot besar (muscle hypertrophy) Penyakit Pompe Linked markers Linked markers Linked markers Rocha et al. 1992 Georges et at. 1993b Beever et al. 1990 Direct markers Grobet et al. 1997 Direct markers Reichmann et al. 1994 Produksi susu komponen susu dan Linked markers Produksi keju Linked markers Cowan et al. 1990; Hoeschele & Meinert 1990; Bovenhuis et al. 1992; Georges et al. 1995 Graham et al. 1984 Weaver syndrome Linked markers Georges et al. 1993a BLAD Direct markers Fertilitas Pertumbuhan (lahir-30kg), rata-rata kedalaman lemak punggung, % lemak perut PSS Fekunditas Muscle hypertrophy Pertumbuhan dan efisiensi pakan Linked markers Linked markers Shuster et al. (1992); Kehrli et al. (1994) Rothschild et al. (1996) Andersson et al. (1994) Direct markers Linked markers Linked markers Linked markers Fujii et al. (1991) Montgomery et al. (1993) Cockett et al. (1994) Van Kaam et al. (1999) * Dari berbagai Journal PSS= Porcine Stress Syndrome BLAD= Bovine Leukocyte Adhesion Deficiency Peta keterpautan juga dapat digunakan untuk membantu mendeterminasi gen yang bertanggung jawab dan membantu dalam pengembangan direct markers. Linked markers untuk banyak jenis ternak diharapkan akan segera tersedia, dengan demikian akan mempercepat perkembangan teknologi untuk penggabungan informasi penciri pada sistem evaluasi genetic (Davis & DeNise 1998). Marker-Assisted Selection (MAS) Salah satu keuntungan dari peta genetik yaitu dapat digunakan untuk mengidentifikasi penciri DNA yang terpaut (linked) dengan QTL (Nicholas 1996). Lebih lanjut dinyatakan oleh Nicholas (1996), jika kandidat QTL dapat di genotip untuk setiap penciri DNA yang terkait (linked marker), maka genotip tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk terhadap nilai pemuliaan yang benar dari setiap kandidat QTL atau gen untuk suatu sifat. Penggunaan penciri demikian dalam program perbaikan genetik, diistilahkan sebagai marker-assisted selection (MAS). Pemikiran dibalik penggunaan MAS, yaitu terdapat gen dengan pengaruh nyata yang menjadi sasaran atau target secara spesifik dalam seleksi (Van der Werf 2000d). Dalam kemajuan di bidang biologi molekuler, dimungkinkan untuk mengidentifikasi QTL lebih tepat. Apabila penciri genetik terpaut dengan QTL teridentifikasi, penciri DNA tersebut dapat digunakan dalam program pemuliaan. Penciri yang digunakan pada program MAS umumnya terpaut (linked) dengan QTL, dengan demikian rekombinasi diantara penciri dan QTL akan terjadi sebagai fungsi dari jarak diantara mereka (penciri dan QTL). Aplikasi MAS akan lebih tepat digunakan pada industri pemuliaan ternak (Dekkers 2004). Meskipun kesempatan menggunakan informasi molekuler sekarang dimungkinkan namun keberhasilan implementasinya memerlukan strategi terpadu yang komprehensif, biasanya hanya mungkin dilakukan dan memberikan keuntungan apabila dilakukan pada tingkat peternakan industri. Namun demikian, penggunaan MAS adalah suatu harapan yang optimistik untuk skala usaha peternakan besar. Aplikasi Studi QTL pada Kemajuan Pemuliaan Adanya introduksi pengujian sampai taraf DNA, banyak peneliti maupun para pemulia (breeders) sekarang mempunyai alasan untuk berharap pada perkembangan pengujian dalam pendeteksian QTL. Quantitative trait loci (QTL) dapat disebut sebagai penciri genetik yang berasosiasi sangat kuat dengan karakteristik yang diinginkan pada ternak penting secara ekonomi (ImmGen 2003). Dicontohkan sifat atau karakteristik yang diinginkan yaitu produksi susu, kepadatan wol, fat marbling, keempukan daging, produksi karkas, konversi makanan dan sebagainya. Lebih lanjut diterangkan bahwa keberadaan penciri genetik pada ternak adalah sebagai petunjuk bahwa ternak bersangkutan sangat dimungkinkan memiliki sifat yang diinginkan tersebut. Walaupun sebagai petunjuk namun yang lebih penting bahwa ternak akan mewariskan penciri terhadap sifat yang diinginkan tersebut kepada keturunannya. Penciri QTL yang sangat berarti yaitu apabila penciri tersebut dapat mendeteksi gen yang benar dan variasi dalam gen tersebut yang menyandi protein berperan pada ekspresi dari sifat yang dikehendaki (ImmGen 2003). Saat ini, lokasi QTL dengan mudah dapat mendeteksi daerah DNA terletak dekat pada peta fisik kromosom dengan gen dimaksud, penciri genetik tersebut dikenal sebagai linked marker, salah satu contoh yaitu mikrosatelit. Secara kasar dilaporkan bahwa 60% ternak yang memiliki penciri genetik (linked markers) diperkirakan juga menunjukkan sifat yang dikehendaki (ImmGen 2003). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Penelitian Bioteknologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Puslitbang Peternakan dan Balitvet, Bogor, Indonesia dan di Laboratory of Animal Genetics, the Centre for Advanced Technologies in Animal Reproduction and Genetics (REPROGEN) of the University of Sydney, Australia. Pengadaan populasi anak domba (flock establishment) dilakukan di Puslitbang Peternakan dan Balitvet, Bogor. Pemeliharaan anak domba, pengukuran data kuantitatif, koleksi darah dan koleksi DNA serta analisis QTL dilakukan di Puslit Bioteknologi – LIPI, Cibinong. Semua analisis molekuler (genotyping) dan evaluasi alel dilakukan di Laboratorium REPROGEN, Sydney. Penelitian berlangsung dari tahun 1999 sampai 2004 untuk pengukuran data fenotipe, koleksi DNA dan analisis molekuler, sementara analisis data dilakukan pada tahun 2005. Bahan DNA genom Setiap individu domba dikoleksi darahnya dari vena jugularis untuk dikoleksi sel darah putihnya kemudian diekstraksi DNA nya dengan metode Montgomery & Sise (1990) yang telah dimodifikasi. DNA genom dikoleksi dari semua individu progeny domba silang balik dan tetua dari masing-masing keluarga acuan (reference families), yaitu terdiri dari kakek (GrandSire), nenek (GrandDam) dan anak jantan (F1 Sire = Pejantan). Jumlah total sample DNA adalah 393 yang terdiri dari jumlah populasi domba progeny sebanyak 381 dan 12 sampel yang terdiri dari pejantan F1= 4, tetua dari ke empat pejantan F1= 8). Keluarga Acuan dan Pembentukan Populasi Progeny Persyaratan dalam pembentukan keluarga acuan untuk pemetaan QTL adalah persilangan dua karakter yang berbeda besar (Lynch & Walsh 1998; Raadsma et al. 2002a; Seaton et al. 2002 dan Evans et al. 2003), untuk pembentukan pejantan atau sire F1. Dua karakter berbeda yaitu berasal dari domba ekor tipis Indonesia sebagai tipe domba kecil yang diasumsikan sebagai genotipe homosigot resesif, sedangkan domba Merino sebagai tipe domba besar sehingga diasumsikan sebagai genotipe homosigot dominan. Studi analisis QTL ini melibatkan 4 keluarga acuan sebagai sumber penurunan populasi domba half-sib silang balik (backcross) dan sebagian kecil populasi full-sib F2. Ke empat keluarga acuan yang dirancang yaitu berasal dari 4 pejantan F1 (sires) dengan nomor identitas (ID) 1261, 1262, 1263 dan 1273. Selanjutnya pejantan tersebut disilangkan balik dengan tetua Merino untuk pembentukan populasi progeny silang balik (BX), dan sebagian disilangkan dengan betina F1 untuk pembentukan populasi F2. Total populasi progeny yang digunakan dalam studi ini yaitu 381 ekor, yang terdiri dari 294 ekor domba silang balik dan sebanyak 87 ekor domba F2. Pembentukan populasi progeny yang dipergunakan dalam penelitian ini digambarkan pada Tabel 5. Daftar progeny domba yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 5. Rancangan hewan percobaan Progeny Jml BX Jml F2 Total Keluarga Acuan GS GD GS GD GS GD GS GD 3050/GG 6/MM 25/SS 1/MM 2153/GG 13/MM 102/SS 12/MM F1 1261 (GM) F1 1262 (SM) F1 1263 (GM) F1 1273(SM) x x x x Sejumlah Betina Sejumlah Betina Sejumlah Betina Sejumlah Betina Merino* (MM) Merino* (MM) Merino* (MM) Merino* (MM) 52 96 60 86 F1 1261 (GM) x Sejumlah Betina F1** 57 109 GS= GrandSire (Kakek) GD= GrandDam (Nenek) BX= Backcross 96 F1 1263 (GM) x Sejumlah Betina F1** 30 90 GM= Garut Merino SM= Sumatera Merino Daftar domba betina (* dan **, lihat Lampiran 2) 86 Termasuk dalam kelompok DET atau domba ekor tipis Indonesia (ITT) yaitu domba ekor tipis yang tersebar di daerah Jawa Barat dan Sumatera (Subandriyo 2003). Domba ekor tipis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu domba Garut atau Priangan yang berasal dari Jawa Barat dan domba ekor tipis Sumatera atau Medan yang berasal dari Sumatera. Notasi genotipe domba ekor tipis atau ITT dengan demikian ada dua, yaitu GG untuk domba Garut dan SS untuk domba Sumatera. Sementara domba Merino dalam studi ini dinotasikan dengan MM. Sire F1 dengan demikian mempunyai notasi genotipe GM atau SM dan back cross progeny mempunyai notasi GMM atau SMM. Sementara kemungkinan notasi genotipe F2 dalam studi ini GMGM atau GMSM. Penciri Mikrosatelit Penciri Mikrosatelit diperoleh secara komersial dengan acuan penciri genetik dari Peta Genom Domba de Gortari et al (1998) dan Maddox et al. (2001, 2002). Sebanyak 250 panel pre-screening penciri mikrosatelit dan setelah melalui penapisan (screening) diperoleh 136 penciri mikrosatelit informative yang selanjutnya digunakan untuk perunutan seluruh genom (a genome-wide scan) atau genotyping. Tabel 6. Penciri mikrosatelit per kromosom No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kromosom 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah Penciri 15 12 12 7 7 6 5 4 5 6 5 5 4 No 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kromosom 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Jumlah Penciri 3 3 3 5 5 2 3 2 4 4 3 3 3 Jumlah penciri mikrosatelit per kromosom yang digunakan untuk genotyping sangat bervariasi, paling banyak terdapat pada kromosom 1 sebanyak 15 dan hanya 2 penciri mikrosatelit pada kromosom 19 dan 21 (Tabel 6). Daftar nama penciri mikrosatelit per kromosom, ukuran fragment, sekuen marker dan suhu annealing per marker, ditampilkan pada Lampiran 1. Penciri mikrosatelit yang digunakan disusun secara berurut sesuai dengan jumlah penciri per kromosom beserta jarak antara 2 penciri mikrosatelit dalam ukuran cM untuk kemudian digunakan sebagai Map file dalam Input data untuk keperluan analisis QTL. Contoh penyusunan Map file dapat dilihat pada Lampiran 3. Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR digunakan untuk memperbanyak jutaan cetakan (copy) potongan (fragment) DNA genom dari sejumlah kecil cetakan (template) DNA. Guna keperluan tersebut diperlukan beberapa reagen, sebagai berikut: 1. Thermostable DNA polymerase. Ensim yang paling umum digunakan yaitu Taq polymerase turunan dari Thermus aquaticus yaitu suatu jenis bakteri hidup di sumber air panas (hot spring). Ensim ini sangat toleransi dengan suhu sangat tinggi. 2. Cetakan DNA (DNA template) 3. Sepasang penciri (primer) adalah sepasang komplemen untuk menetapkan daerah untuk diamplifikasi pada cetakan (template) 4. Deoxynucleotide triphosphate, yaitu dATP, dCTP, dGTP, dTTP 5. Ion Magnesium (Mg++) dan reagen buffer yang sesuai 6. MilliQ H2O atau aqubidest 7. Pewarna (dye) Dalam penelitian ini disiapkan reaksi PCR dengan volume 10µl untuk setiap 1µl cetakan atau sample DNA dengan campuran reagen PCR sebagai berikut: - 10x NZ buffer - MgCl2 (25mM – 2.5M) - dNTP 200 µm - IR 700 (dye) 1pm/µl - Forward primer 0,8pm/reaction - Reverse primer 0,8pm/reaction - ddH2O - Taq zung16 1µl 1µl 0,4µl 0,2µl 0,04µl 0,04µl 7,28µl 0,08µl Mesin PCR yang digunakan yaitu manual PCR (50-Licor atau MJ) dan Robotic PCR Beckman 2000 untuk mempercepat perolehan produk PCR. PCR dilakukan dengan pengulangan 35 (35 cycles), setiap siklus terdiri dari tahapan seri sebagai berikut: 5 siklus pertama: Pemanasan mesin Denaturasi Annealing Extension 95oC selama 5 menit 95oC, selama 45 detik 68oC, selama 90 detik 72oC, selama 60 detik 4 siklus kedua: Denaturasi Annealing Extension 95oC, selama 45 detik 58oC, selama 60 detik 72oC, selama 60 detik 25 siklus terakhir: Denaturasi Annealing Extension 95oC, selama 45 detik 50oC, selama 90 detik 72oC, selama 60 detik Pendinginan dimulai dari 72oC selama 5 menit, kemudian diturunkan sampai 20oC selama 5 menit dan dipertahankan pada suhu 4oC atau disimpan dalam lemari es sampai saat dipergunakan. Total kegiatan PCR (35 siklus) memerlukan waktu ± 2,5 jam. Beberapa penciri miksosatelit memerlukan QIAGEN PCR Kit, hal ini dikarenakan dengan reagen PCR yang diracik sendiri di dalam laboratorium tidak terjadi amplifikasi. Terdapat tiga kondisi PCR dengan menggunakan Qiagen kit, yaitu: PCR 1. Manual* + Tween20 (1%) PCR 2. Qiagen Kit + Tween20 (1%) PCR 3. Qiagen Kit (tanpa Q-solution) + Tween20 (1%) *Manual yang dimaksud yaitu menggunakan racikan reagen PCR yang dilakukan di laboratorium seperti pada racikan PCR sebelumnya. Pengerjaan PCR dengan Qiagen kit ini menggunakan plate dengan 384 sumur (wells) yang disesuaikan dengan mesin PCR yang digunakan untuk racikan sendiri, namun tanpa mineral oil. Sementara PCR dengan racikan sendiri menggunakan plate dengan 96 sumur. Ada dua program PCR yang digunakan pada sampel yang menggunakan reagen Qiagen kit, yaitu: 1. Program 384-Li50: seperti pada pengerjaan untuk PCR dengan peracikkan sendiri (lihat halaman sebelumnya) 2. Program K384-68 Genotyping Genotyping dilakukan dengan menganalisis DNA dari produk Polymerase Chain Reaction (PCR) dari setiap individu domba termasuk tetuanya (Kakek, Nenek, Pejantan F1). Pada pengerjaan genotyping progeny dimaksudkan untuk melihat konsistensi penyebaran alel dari tetua (Kakek, Nenek dan Bapak) kepada keturunannya (progeny). Oleh karena itu penyusunan sample (PCR products individu domba) pada sumur (well) acrylamide gel juga disesuaikan dengan susunan tersebut. Pengerjaan genotyping progeny pada intinya sama seperti pada screening markers, hanya pada genotyping progeny juga menyertakan sejumlah progeny sesuai dengan keluarganya. Volume produk PCR yang digunakan untuk loading dalam genotyping yaitu 1 µl. Mesin DNA Analyzer yang digunakan untuk genotyping yaitu mesin sequencer a semi-automatic Li-COR DNA Analyzer Gene ReadIR 4200. Analisis DNA ini dimaksudkan untuk melihat penyebaran alel dan untuk melihat apakah ada konsistensi kemunculan alel dari tetuanya (GrandSire, GrandDam dan Sire) pada kelompok turunannya (progeny). Pembacaan alel (scoring alleles) dilakukan oleh minimal dua peneliti (Crawford et al. 1995) atau menggunakan software khusus seperti Gene ImagIR untuk Li-COR sequencer machine. Dalam pembacaan alel berlaku ketentuan sebagai berikut: pemberian angka 1 yaitu untuk alel yang berasal dari pejantan (Sire) dan angka 2 untuk alel yang berasal dari Ibu (Dam) sementara bila tidak salah satu diantaranya (1 atau 2) diberi angka 6. Notasi 0, bila tidak terdapat pewarisan alel dari tetuanya. Pemberian angka tersebut diperlukan untuk penyusunan genotype file dalam Input data yang diperlukan dalam analisis QTL. Contoh penyusunan genotype file dipaparkan dalam excel file seperti pada Lampiran 4. Koleksi Data Fenotipe Sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini yaitu anaisis QTL sifat produksi, maka beberapa karakteristik berat badan disepakati untuk ditimbang. Karakteristik berat badan tersebut yaitu berat lahir (BL), berat badan umur 90 hari (BB90), umur 180 (BB180), umur 270 (BB270) dan umur 360 (BB360). Data kuantitatif berat badan tersebut ditimbang (dengan timbangan gantung) sesuai dengan umur yang disepakati tersebut, data berat badan dikoleksi dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003. Selama pemeliharaan semua domba diberikan pakan yang sama terdiri dari rumput gajah (±10% dari berat badan) dan konsentrat (±2,5% dari berat hidup, Indofeed) serta air minum diberikan ad libitum. Data berat badan setiap individu beserta genotipe, jenis kelamin dan waktu pengadaan pengadaannya disusun dalam excel file sebagai phenotype file dalam Input data guna keperluan Analisis QTL. Contoh susunan phenotype file dipaparkan pada Lampiran 5. Analisis Genetik dan Statistik Analisis segregasi. Analisis segregasi dilakukan dengan metode mixture-models (Lynch & Walsh 1998). Metode ini menggunakan pendekatan goodness of fit dari data fenotipe terhadap distribusi bi-modal (ditandai 2 kurva) sebagai komposisi campuran dari dua kelompok distribusi atau sub-distributions. Distribusi campuran dua kelompok tersebut mempunyai proporsi keragaman yang sama (indikasi adanya segregasi gen mayor) terhadap kecocokan data. Apabila data fenotipe yang digunakan menunjukkan distribusi normal atau tidak bercampur (non-mixture), ini mengindikasikan tidak terdapat gen mayor. Uji keberadaan segregasi gen mayor dilakukan dengan uji Likelihood Ratio Test (LRT). Pada studi ini analisis segregasi dilakukan terhadap populasi progeny half-sib backcross yang terdiri dari empat keluarga acuan. Ke empat keluarga acuan tersebut diberi nomor identitas (ID): 1261, 1262, 1263 dan 1273. Analisis QTL. Model analisis yang digunakan yaitu regresi interval linear dengan tiga input data (BBSRC 2005) Ke tiga input data terdiri dari Map file (berisi jumlah penciri per kromosom dengan ukuran (cM) jarak antara 2 penciri, Lampiran 3), Genotype file (berisi ID progeny, ID Pejantan F1 dan semua genotipe individu atau hasil pembacaan alel dari genotyping, Lampiran 4), dan Phenotype file (berisi semua ID progeny, ID Pejantan F1, ke empat fixed effects: waktu pengadaan atau drop, genotype setiap individu, jenis kelamin, tipe kelahiran dan data kuantitatif tiap karakter berat badan, Lampiran 5). Pada analisis penelitian ini tidak menggunakan prosedur a robust two-step untuk menentukan IBD (Identity By Descent) seperti yang diterangkan oleh Seaton et al. (2002). Namun semua analisis pengujian yang diguanakan seperti permutate-experiment wide, –chromosome wide dan resampling bootstrap adalah sama seperti yang diterangkan Seaton et al. (2002). Sebelum tersedianya perangkat lunak (software) secara online, deteksi keberadaan QTL untuk sifat tertentu perlu dilakukan pencarian jarak penciri genetik lebih dulu. Pencarian jarak antar penciri genetik pada kromosom tertentu dikalkulasi dengan menggunakan analisis CRI-MAP menurut Green et al. (1990). Jarak penciri genetik tersebut digunakan dalam penyusunan peta keterpautan yang mana selanjutnya digunakan dalam analisis QTL. Namun saat ini, analisis QTL dapat dilakukan secara online dengan perangkat lunak QTL Express melalui situs: http://qtl.cap.ed.ac.uk. QTL Express adalah salah satu program untuk analisis data quantitative trait loci dari populasi persilangan luar (outbred population), namun sekarang telah berkembang untuk struktur populasi komplek lainnya. Program sederhana ini menyediakan perangkat analitik yang kuat. Metode analisis yang digunakan yaitu regresi interval linier dengan pilihan populasi adalah half-sib, walaupun sebagian populasi yang digunakan adalah F2. Dijelaskan pada QTL Express (2001) bahwa analisis dengan QTL Express ini mengharuskan melewati dua tahap. Pertama, data pada posisi penciri genetik bersama dengan genotipe penciri aktual, digunakan untuk menghitung probabilitas individu mewarisi alel 0, 1 atau 2 dari setiap garis kedua tetuanya pada posisi sepanjang genom. Probabilitas tersebut dikombinasikan ke dalam ‘koefisien’ yang dapat digunakan untuk melihat isi informasi penciri atau penyimpangan segregasi penciri. Kedua, analisis data fenotipe di regresikan pada ‘koefisien’ tersebut. Umumnya, cara pendekatan regresi adalah mencocokkan ragam genetik dan model lingkungan, seperti satu atau dua linked QTL, aditif, dominan dan pengaruh cetak (imprinting) QTL, pengaruh faktor lingkungan (fixed effects) atau ko-variat, interaksi QTL dengan fixed effects. Oleh karena itu, diperlukan mutlak penyediaan tiga input data untuk analisis QTL dengan program QTL Express. Ke tiga input data yang harus disediakan, diistilahkan dengan Map file, genotype file dan phenotype file. Map file, berisi semua penciri mikrosatelit (136) yang digunakan dan menutup seluruh 26 kromosom autosom domba beserta jarak penciri. Contoh penyusunan Map file dapat dilihat pada Lampiran 3. Genotype file, berisi genotipe alel hasil evaluasi alel dari analisis penciri atau hasil genotyping pada semua individu populasi progeny yang digunakan, contoh penyusunan lihat Lampiran 4. Phenotype file, berisi data fenotipe (berat badan) atau data kuantitatif seperti parameter yang digunakan, yaitu BL, BB90, BB180, BB270 dan BB360. File fenotipe ini, dipersiapkan untuk setiap parameter, masing - masing parameter disusun untuk semua populasi progeny, contoh penyusunan lihat Lampiran 5. Empat fixed factors yang dianggap berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu waktu pengadaan ternak (drop), genotipe individu, tipe kelahiran dan jenis kelamin domba. Ke-empat fixed factors tersebut dimasukkan atau disusun pada genotype file. Beberapa luaran dari analisis QTL Express, yaitu File warnings, significance threshold, dan confidence intervals, masing - masing hasil dari basic analysis, analisis atau uji permutasi (chromosome wide dan experiment wide) dan bootstrap resampling. Hasil pada file warnings, ditampilkan lokasi QTL (cM), jarak QTL (cM) dan penciri apit (flanking markers) pada setiap kromosom untuk setiap sifat yang diamati. Pengaruh QTL atau kekuatan QTL dapat dilihat dari nilai ambang nyata (significance threshold) pada taraf 5% (p<0.05) dan 1% (p<0.01) menurut Seaton et al. (2002). Uji permutasi yaitu untuk menetapkan genome-wide significance threshold (Churchill & Doerge 1994). Confidence interval, dimaksudkan untuk melihat prediksi lokasi gen terletak pada jarak 95% dari setiap kromosom. Identifikasi Gen. Identifikasi gen kandidat untuk sifat tertentu pada hewan domestik, yaitu mengacu pada genom kromosom manusia. Hal ini dikarenakan genom manusia telah dipetakan lebih sempurna dari ternak domestik. Oleh karenya, lokasi gen yang ditemukan pada kromosom domba perlu dihomologkan dengan kromosom manusia. Lokasi gen terletak diantara penciri apit pada segmen kromosom manusia dengan satuan ukuran Mega base (Mb). Oleh karena itu lokasi gen diantara penciri apit dari centi Morgan (cM) perlu diprediksi lebih dulu ke dalam satuan Mb pada segmen kromosom manusia. Homologi dengan kromosom manusia dan lokasi gen kandidat pada segmen kromosom manusia dengan satuan Mb dapat dilihat dengan akses ke Australian Sheep Gene Mapping Website (ASGMWS 2004) dengan situs http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm. Gen kandidat diidentifikasi dengan menganalisis segmen pada kromosom manusia (Mb) melalui situs ncbi: (http://www.ncbi.nih.gov) akan terlihat sederetan daftar gen. Daftar gen kandidat ini perlu dianalisis untuk melihat fungsinya dengan melihat deskripsi pada Online Mendelian Inheritance of Man (OMIM) dari daftar gen tersebut. Hanya gen dengan deskripsi yang berasosiasi dengan pertumbuhan dan perkembangan yang diindikasikan sebagai gen kandidat pertumbuhan yang dicari pada studi ini. Parameter yang diamati. Sifat fenotipik untuk analisis segregasi, yaitu karakter pertumbuhan seperti berat lahir (BL), berat umur 90 hari (BB90) dan pertambahan bobot badan 1-90 hari (pbb1-90). Semua data sebelum dilakukan analisis segregasi, telah dikoreksi sesuai dengan bobot badan yang diamati. Sementara sifat fenotipik pertumbuhan untuk analisis QTL yaitu berat lahir (BL), berat badan umur 90, 180, 270 dan 360 hari (BB90, BB180, BB270, BB360). HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan analisis QTL untuk studi pemetaan, telah dilakukan estimasi keberadaan gen mayor dengan analisis mixture-models. Dengan demikian dapat diperkiraan ada tidaknya segregasi sifat penting yang mempunyai pengaruh besar tersebut atau disebut gen mayor yang diwariskan dari tetua kepada keturunannya. Pemetaan QTL dengan analisis QTL, pada dasarnya juga melihat ada atau tidaknya segregasi sifat kuantitatif, namun estimasi pada analisis QTL ini akan lebih mendekati ketepatan karena telah melibatkan penciri molekuler sebagai landmark yang mengarahkan terhadap keberadaan gen kandidat yang dicari. Penapisan Penciri Sesuai dengan anjuran Grosz & MacNeil (2001), dinyatakan bahwa guna memaksimalkan hasil dan mengefisienkan proses allele scoring dari hasil genotyping, perlu dilakukan screening atau penapisan penciri mikrosatelit terhadap panel mikrosatelit praseleksi. Penapisan dimaksudkan agar penciri mikrosatelit yang digunakan akan menghasilkan genotipe heterosigot pada turunan domba dari pustaka keluarga yang terbentuk pada genotyping progeny nantinya. Lebih lanjut diterangkan oleh Grosz & MacNeil (2001), penapisan penciri (screening markers) mikrosatelit dilakukan terhadap tiga generasi, yaitu Bapak atau pejantan F1 (Sire), Kakek (Grandsire = GS) dan Nenek (Grandam = GD). Studi ini menggunakan empat pejantan F1, oleh karena dalam penapisan penciri mikrosatelit juga digunakan ke empat pejantan F1 dengan tetuanya (GS dan DD). Ke empat pejantan F1 tersebut dengan ID 1261 (3050/GS dan 6/GD), 1262 (25/GS dan 1/GD), 1263 (2153/GS dan 13/GD) dan 1273 (102/GS dan 12/GD). Pada penapisan penciri tersebut dapat dihasilkan penciri mikrosatelit informatif heterosigot, informatif homosigot atau penciri yang tidak informatif. Namun, pada studi ini digunakan dua kriteria pertama untuk dijadikan sebagai penciri mikrosatelit yang informatif. Penciri informatif yang digunakan dalam studi genotyping progeny yaitu apabila anak mewarisi ke dua alel tetuanya. Namun, dapat terjadi diperoleh mikrosatelit yang tidak informatif, karena tidak mewarisi kedua alel dari ke orang tuanya (Sire= Bapak ataupun Dam= Ibu). Contoh hasil pengerjaan penapisan penciri mikrosatelit, ditampilkan seperti pada Gambar 1. Pada Gambar 1, ditunjukkan bahwa penciri BMS528 adalah penciri informatif dan heterosigot untuk F1 sires 1263 dan 1273, karena penciri tersebut mewarisi 2 alel, masing-masing dari GrandSire dan GrandDam. BMS528 juga informatif untuk F1 Sire 1261 tetapi homosigot (alel menumpuk tebal jadi satu). Sementara itu, penciri BMS528 tidak informatif terhadap F1 Sire 1262, karena tidak mewarisi alel dari kedua orang tuanya (GrandSire dan GrandDam). Hasil penapisan penciri mikrosatelit yang berjumlah 250, diperoleh 136 penciri mikrosatelit yang informative setelah diadakan seleksi. Gambar 1. Hasil penapisan penciri BMS528. BMS528 adalah penciri informatif heterosigot untuk pejantan F1 1263 dan 1273, dan informatif homosigot untuk 1261. Namun BMS528 tidak informatif untuk pejantan F1 1262. Notasi 1, 2 dan 3 menunjukkan susunan individu Kakek, Nenek, Pejantan F1 secara berturut-turut 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Genotyping Progeny Genotyping dilakukan pada seluruh populasi progeny domba silang balik dan sebagian F2 serta tetuanya yang berjumlah seluruhnya 381 domba. Contoh hasil pengerjaan progeny ditampilkan pada Gambar 2. 1 2 3 4 ……………………………………………………………………………………………………. 48 Gambar2. Hasil genotyping keluarga 1261 dengan penciri BMS2213 Pada Gambar 2 ditunjukkan salah satu hasil genotyping pada acuan keluarga 1261 dengan penciri mikrosatelit BMS2213. Contoh keluarga acuan 1261 terdiri dari susunan Kakek (GS) 3050, Nenek (GD) 6, Anak F1 (Sire) 1261 masing-masing menempati sumur (well) nomor urut 1, 2 dan 3. Kemudian disusul progenynya sebanyak 45 dengan urutan dari no. 4 sampai dengan no. 48. Dengan demikian jumlah keseluruhan ada 48 individu domba untuk setiap pengerjaan genotyping pada gel PAGE (Polyacrylamide Gel Electrophoresis). Namun dalam satu gel tersebut dapat dimaksimalkan sampai 6 kali pengerjaan genotyping. Dengan demikian akan diperoleh 288 (6x48) genotyped individu dalam satu gel untuk setiap kali running genotyping. Sementara itu, jumlah penciri mikrosatelit yang digunakan sebanyak 136 dan jumlah individu progeny 381, dengan demikian studi ini telah menghasilkan 51.816 individu genotipe. Memang belum ada standard yang menyebutkan banyaknya penciri genetik dan jumlah populasi yang digunakan dalam studi pemetaan. Namun Raadsma et al. (2002a; 2002b), menyarankan diperlukan populasi besar dan jumlah penciri genetik besar apabila belum diketahui lokasi gen yang dicari. Lebih banyak penciri genetik dan populasi akan mempersempit jarak rentang estimasi lokasi QTL atau gen. Lynch & Walsh (1998) menyarankan setidaknya antara 50 sampai 200 penciri genetik atau lebih dapat digunakan dalam analisis QTL untuk mempersempit jarak rentang daerah estimasi lokasi QTL. Scoring allele, setelah diperoleh sebaran alel pada genotyping, perlu dilakukan evaluasi atau menilai sebaran alel. Disarankan oleh Crawford et al. (1995), penilaian alel pada genotyping setidaknya dilakukan oleh dua (2) peneliti. Namun dalam studi ini selain dilakukan penilaian oleh 2 peneliti juga dibantu dengan perangkat lunak (software: Gene ImagIR) yang menjadi satu paket dengan mesin LI-COR DNA Analyzer yang digunakan untuk genotyping. Terdapat kesepakatan pada penilaian penyebaran alel, seperti disebutkan sebelumnya bahwa alel dari Pejantan (Sire) dinilai dengan 1, alel dari Ibu (Dam) dinilai 2, sedangkan tidak termasuk keduanya diberikan nilai 6 dan tidak menunjukan alel apapun di notasikan dengan nol (0). Penilaian alel tersebut diperlukan dalam penyusunan input data terutama untuk Genotype file guna keperluan analisis QTL dengan program QTL Express, contoh penyusunan input data untuk genotype file dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada Lampiran 4 (genotype file), disusun genotipe alel dari semua individu yang berasal dari ke empat keluarga acuan yang di genotipe dengan 136 penciri mikrosatelit. Identifikasi Gen Mayor – Analisis Segregasi Pada awal pembahasan telah disinggung bahwa ada baiknya untuk melakukan analisis segregasi sebelum melakukan pemetaan QTL. Pada analisis segregasi ini tidak melibatkan penciri genetik, namun hanya menggunakan data fenotipik. Seperti diterangkan oleh Crawford et al. (2000) bahwa analisis segregasi dirancang untuk mendeteksi segregasi genetik pada sifat bernilai ekonomi tinggi tanpa melibatkan keberadaan informasi penciri genotipe. Hasil analisis segregasi dengan mixture-models (Lynch & Walsh 1998) dan setelah diuji dengan Likelihood Ratio Test (LRT) untuk parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7. Keberadaan gen mayor terdeteksi untuk sifat berat lahir (BL) dari populasi silang balik yang berasal dari keluarga acuan 1263 (3.47±1.09 kg). Segregasi gen mayor juga nampak pada berat umur 90 (BB90) dari populasi domba Gambar 3. Kurva bi-modal (terjadi segregasi) terindikasi pada populasi domba silang balik untuk sifat pra-sapih: a) indikasi keberadaan gen mayor pada populasi keluarga acuan 1263 untuk berat lahir (BL); segregasi gen mayor untuk BB90 pada keluarga acuan 1261 (b), pada keluarga acuan 1262 (c), pada keluarga acuan 1273 (d); segregasi gen mayor untuk pertambahan bobot badan B1-90 pada keluarga acuan 1261 (e) dan pada keluarga acuan 1263 (f) silang balik yang berasal dari keluarga acuan 1261 (13.86±3.46 kg), dari keluarga acuan 1262 (14.66±4.02 kg) dan dari keluarga acuan 1273 (13.38±3.42kg). Selain itu gen mayor juga teridentifikasi pada pertambahan bobot badan pbb1-90 pada populasi keluarga acuan 1261 (112.87±35.80 gram) dan 1263 (110.85±42.98 gram). Ke enam indikasi keberadaan segregasi gen (ditunjukkan dengan kurva bi-modal) untuk sifat pertumbuhan pra-sapih yang diamati dari keluarga acuan yang berbeda, dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 7. Rataan sifat pertumbuhan pra-sapih (BL dan BB90) pada populasi domba silang balik dari empat keluarga acuan (saudara tiri) Keluarga 1261 1262 1263 1273 Total Populasi (ekor) 107 100 102 86 381 Rata-rata ± SB BL (kg) BB90 (kg) pbb1-90 (g/hari) 3,2±0,95 3,44±0,67 3,47±1,09* 3,43±0,58 13,86±3,46* 14,66±4,02* 13,54±3,76 13,38±3,42* 112,87±35,80* 123,03±44,39 110,85±42,98* 110,59±36,03 * Terjadi Segregasi (lihat Gambar 3) SB= simpangan baku Dinyatakan oleh Lynch & Wals (1998), bahwa kurva bi-modal adalah sebagai campuran distribusi nilai fenotipe normal. Namun bilamana tidak terjadi campuran distribusi normal yang menyusun kurva bi-modal, hal ini mungkin gen mayor tidak berada pada keseimbangan Hardy – Weinberg yang mendasari penyebaran fenotipe untuk setiap genotipe marker-locus. Analisis segregasi telah menunjukkan indikasi keberadaan gen mayor untuk beberapa sifat pertumbuhan pra-sapih yang diamati pada populasi silang balik. Analisis segregasi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran fenotip hewan dan diuji untuk ketepatan terhadap konsistensi penyebaran pada populasi dimana gen mayor bersegregasi (ACIAR report 2001). Kelemahan analisis segregasi dengan hanya menggunakan data fenotipik yaitu menunjukkan indikasi keberadaan gen mayor. Kemajuan teknologi penciri molekuler, segregasi gen mayor dapat dikonfirmasi melalui analisis keterpautan dengan menggunakan polymorphic markers yang terletak mendekati gen mayor (Van der Werf 2000d). Hal ini hanya dapat dibuktikan melalui analisis QTL yang melibatkan sejumlah besar jumlah penciri genetik mikrosatelit. Keberadaan lokasi (QTL) untuk sifat penting yang ditandai dengan penciri genetik yang terletak dekat dengan gen atau terdapat asosiasi antara penciri genetik dengan gen mayor (Raadsma et al. 2002b; Dominik 2005b). Identifikasi QTL Keberadaan QTL - Significance Threshold Uji statistik dimaksudkan untuk memastikan secara statistik dapat diambil kesimpulan yang wewakili. Pada analisis QTL ini, pengujian dilakukan dengan uji permutasi (de Koning et al. 2001) yang dimaksudkan untuk memperoleh nilai ambang empiris (empiric threshold) atas pengaruh QTL terhadap sifat yang diteliti. Pada studi analisis QTL ini, nilai ambang nyata (significance threshold) diuji pada taraf permutate-chromosome wide (Seaton et al. 2002) dan kemudian untuk melihat apakah pengaruh nilai ambang nyata QTL tersebut masih dapat tetap dipertahankan kuat, maka dilakukan uji permutate-experiment wide (Seaton et al. 2002). Hasil dari ke dua uji tersebut terhadap sifat pertumbuhan untuk berat lahir (BL), berat umur 90 hari (BB90), umur 180 hari (BB180), umur 270 hari (BB270) dan umur 360 hari (BB360), masing-masing disajikan pada Tabel 8, 9, 10, 11 dan Tabel 12. Dari ke lima Tabel tersebut, dapat dilihat pengaruh nyata kandidat QTL untuk ke lima sifat berat badan yang diamati setelah diuji dengan permutate-chromosome wide, terdeteksi sebanyak 15 lokasi QTL pada kromosom domba. Ke lima belas kromosom yaitu kromosom 5 untuk BL, kromosom 2, 7, 18 untuk sifat BB90, kromosom 18 dan 23 untuk BB180, kromosom 6, 7, 8, 18 dan 23 untuk BB270, kromosom 7, 8, 18 dan 23 untuk BB360. Sifat pertumbuhan pada berat lahir (BL) menunjukkan pengaruh QTL yang nyata untuk berat lahir (BL) anak domba pada kromosom 5 (p<0.01). Penemuan ini berbeda dari analisis gen mayor sebelumnya yang tidak menunjukkan adanya pewarisan segregasi sifat berat lahir yang ditemukan pada populasi kecuali hanya terjadi pada keluarga acuan 1263 (Margawati & Subandriyo 2004; Margawati et al. 2004). Hal ini dapat terjadi seperti diketahui bahwa identifikasi gen mayor dengan metode mixture-models untuk analisis segregasi dinyatakan kurang kuat atau less powerfull (Crawford et al. 2000). Dengan demikian setelah dilakukan analisis QTL dengan melibatkan sejumlah besar penciri genetik mikrosatelit (136), pewarisan segregasi gen untuk sifat berat lahir (BL) nampak kuat pada kromosom 5. Tabel 8. Significance threshold berat lahir (BL) No Krom 5 Nilai-F 4.42 Chromosome-Wide 5% 1% 3.2373 4.3577** Experiment-Wide 5% 1% 5.4262 6.4222 Chromosome wide: uji permutasi untuk menetapkan signifikansi pada setiap kromosom Experiment wide: uji permutasi untuk menetapkan signifikasni pada setiap kromosom yang dibandingkan dengan seluruh 26 kromosom * Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji permutasi chromosome wide maupun experiment wide Tabel 9. Significance threshold berat badan 90 (BB90) No Krom Nilai-F 2 7 18 4.43 4.33 4.13 Chromosome-Wide 5% 1% 4.0092* 5.3145 3.2942 4.0787** 3.2773* 4.7927 Experiment-Wide 5% 1% 5.3728 6.5258 5.3728 6.5258 5.3728 6.5258 * Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji permutasi chromosome wide maupun experiment wide Seperti diketahui bahwa persaingan pertumbuhan anak domba baru kelihatan setelah lepas sapih (Subandriyo et al. 1995). Nampaknya hal ini dibuktikan dengan diperolehnya lebih banyak lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan mulai berat umur 90 (BB90) terdapat 3 lokasi QTL pada kromosom berbeda (Tabel 9), BB180 terdapat 2 lokasi QTL pada kromosom berbeda (Tabel 10), BB270 terdapat 5 lokasi QTL (Tabel 11) dan BB360 terdapat 4 lokasi QTL nyata pada kromosom berbeda (Tabel 12). Tabel 10. Significance threshold berat badan 180 (BB180) No Krom Nilai-F 18 23 4.3 3.21 Chromosome-Wide 5% 1% 3.1801 4.0585** 2.9808* 3.6954 Experiment-Wide 5% 1% 5.1151 6.3466 5.1151 6.3466 * Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji permutasi chromosome wide maupun experiment wide Tabel 11. Significance threshold berat badan 270 (BB270) No Krom Nilai-F 6 7 8 18 23 3.89 3.22 3.34 5.53 4.07 Chromosome-Wide 5% 1% 3.343* 4.604 3.207* 4.363 3.277* 4.432 3.170 4.293** 3.074* 4.395 Experiment-Wide 5% 1% 5.0630 5.9550 5.0630 5.9550 5.0630 5.9550 5.0630* 5.9550 5.0630 5.9550 * Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji permutasi chromosome wide maupun experiment wide Tabel 12. Significance threshold berat badan 360 (BB360) No Krom Nilai-F 7 8 18 23 3.77 3.87 6.27 3.88 Chromosome-Wide 5% 1% 3.2435* 4.2703 3.2086* 4.4071 3.2908 4.3544** 3.1133* 4.0084 Experiment-Wide 5% 1% 5.2299 6.0719 5.2299 6.0719 5.2299 6.0719** 5.2299 6.0719 * Berbeda nyata pada 5% (p<0.05), ** Berbeda nyata pada 1% (p<0.01), berlaku baik pada uji permutasi chromosome wide maupun experiment wide Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa pengaruh QTL untuk sifat pertumbuhan pada berat hidup 360 hari (BB360) menunjukkan tetap bertahan pada signifikansi nyata (p<0,01) setelah uji permutasi eksperimen (permutate-experiment wide). Gambaran ini menunjukkan betapa kemungkinan keberadaan QTL sifat pertumbuhan domba pada kromosom 18. Sementara itu pada uji yang sama, pengaruh QTL untuk BB270 hanya menunjukkan signifikansi tingkat 5% (p<0,05), Tabel 11 dan untuk BB180 tidak menunjukkan tingkat signifikansi (Tabel 10). Meskipun demikian dapat dinyatakan bahwa lokasi QTL sifat pertumbuhan pasca sapih (BB• 180 hari) terletak pada kromosom 18. Hasil perolehan pada kromosom 18 domba ini ternyata memperkuat pendapat sebelumnya untuk sifat pertumbuhan dan karkas pada populasi komersial domba Suffolk dan Texel Walling et al. (2004). Kurva significance threshold untuk beberapa sifat berat badan (BL, BB90, BB180, BB270, BB360) yang menunjukkan pengaruh nyata QTL pada taraf 1% (p<0.01) dan 5% (p<0.05), disajikan pada Gambar 4. Gambar 4a, menunjukkan tingkat signifikansi keberadaan QTL untuk BL adalah 1% (p<0.01) setelah uji permutasi chromosome wide. Gambar 4b dan 4c, masing-masing menunjukkan tingkat keberadaan QTL pada 1% (p<0.01) setelah uji permutasi chromosome wide, masingmasing BB90 dan BB180. Sementara Gambar 4d dan 4e, masing-masing menunjukan keberadaan QTL tetap dipertahankan pada 5% (p<0.05) dan 1% (p<0.01) setelah uji permutasi experiment wide untuk BB270 dan BB360. Dari keseluruhan hasil uji permutasi tersebut diatas, nampak secara jelas terdapat pola pengaruh QTL secara nyata terhadap pertumbuhan anak domba terdeteksi pada kromosom 18 mulai dari BB90 sampai BB360 (Tabel 9, 10, 11, 12). Hasil uji permutasi (untuk melihat significance threshold) pada semua karakter berat hidup disajikan pada Lampiran 6. a b 4.42 (p<0.01), chr wide c 4.33 (p<0.01), chr wide d 5.53 (p0.05), exp wide 4.30 (p<0.01), chr wide e 6.27 (p<0.01), exp wide Gambar 4. F-value kromosom 5 untuk BL (a), kromosom 7 untuk BB90 (b), kromosom 18 untuk BB180 (c); kromosom 18 untuk BB270 (d) dan kromosom 18 untuk BB360 (e). chr wide = chromosome wide; exp wide = experiment wide Lokasi QTL dan Penciri Apit (Flanking Markers) Pengaruh nyata QTL sifat pertumbuhan pada masing-masing berat badan yang diamati telah dipetakan dengan menunjukkan lokasi pada kromosom nomor tertentu, jarak (interval), penciri DNA yang mengapit lokasi QTL, homologi dengan kromosom manusia serta posisi QTL pada bagian (segment) kromosom manusia (Mb), lihat paparan pada Tabel 13. Tabel 13. Lokasi QTL dan penciri apit (flanking Markers) sifat pertumbuhan Sifat: Krom Domba Lokasi QTL (cM) Jarak (cM) Flanking Markers Prediksi (cM) Krom Manu sia Segmen (Mb) BL: 5** 112 40,4 125,5-157,0 5 82.36 –106.889 BB90: 2* MCM527BMS1247 84 6,4 71,4-76,7 9 34.712–74.436 7** 8 49,9 0,0-46,9 14 0 – 22.077 18* 96 21,3 106,4-123,9 14 98.509-104.318 BB180: 18** MCM505BMS1341 BM3033RNS5/BRN CSSM018TMR1/AKT1 96 21,3 106,4-123,9 14 98.509-105.138 23* 48 23,0 44,9-67,6 18 0.89-46.065 BB270: 6* CSSM018TMR1/AKT1 CSSM31MCM136 0 23,8 CP125-MCM204 2,6-182,0 4 121.483-114.885 7* 76 63,3 RNS5/BRNBMS1620 46,9-105,8 8* 100 62,9 71,1-132,8 0,00 20,227-64,816 0,00-60,325 90,878-143,125 18** 23* 104 56 21,3 23,0 106,4-123,9 44,9-67,6 14 18 98,509-105,138 0,89-46,065 BB360: 7* KD101-BMS1967 CSSM018TMR1/AKT1 CSSM31MCM136 3 14 15 6 80 63,3 46,9-105,8 8* 18** 104 104 62,9 21,3 3 14 15 6 14 0 22,077-64,816 0-60,325 90,878 – 143,125 98.509-105.138 RNS5/BRNBMS1620 KD101-BMS1967 71,1-132,8 CSSM018106,4-123,9 TMR1/AKT1 23* 52 23,0 CSSM3144,9-67,6 18 0,89-46,065 MCM136 * p<0.05 ** p<0.01, setelah uji permutasi kromosom Setelah uji permutasi eksperimen, membuktikan tetap nyata untuk BB270 (p<0.05) dan BB360 (p<0.01) Prediksi (cM)= prediksi lokasi gen pada kromosom domba Segmen (Mb), lokasi gen pada rentangan kromosom manusia, setelah dilakukan analisis melalui ASGMWS (2004) Penciri apit lokasi QTL dimaksudkan untuk mendeterminasi gen kandidat yang terletak diantara ke dua titik penciri DNA pengapit tersebut dan ditelusuri melalui situs ncbi: http://www.ncbi.nih.gov. Dari ke lima sifat kuantitatif berat badan (BL, BB90, BB180, BB270 dan BB360) diperoleh bukti nyata pengaruh QTL untuk sifat pertumbuhan pada 7 kromosom yang berbeda yaitu kromosom 2, 5, 6, 7, 8, 18 dan 23, lihat Tabel 8, 9, 10, 11 dan 12 dengan tingkat signifikansi antara 5% sampai 1%. Dukungan terhadap pendugaan keberadaan QTL yang mempengaruhi perototan pada kromosom 2 diperoleh dari peta perbandingan genom sapi (Grosz & MacNeil 2001). Pada studi ini, teridentifikasi pengaruh QTL untuk pertumbuhan domba pada berat umur 90 hari (BB90) terletak pada kromosom 2 (p<0.05) setelah uji permutasi eksperimen. Penemuan ini kemungkinan pada genotyping digunakan 3 dari 12 penciri mikrosatelit berasal dari sapi (Bovine). Diperkirakan lokasi QTL untuk BB90 yang terletak pada kromosom 2 berada disekitar penciri BMS1341 terletak pada 74,8cM atau sekitar penciri BM81124 terletak pada 146,3cM atau sekitar BMS1126 terletak pada 215,3cM. Lokasi QTL untuk BB90 pada kromosom 2 domba ini terletak menyebar di tiga daerah dari kromosom 2 dengan 3 penciri terpaut pada estimasi lokasi gen (linked to genes), yaitu disekitar penciri BMS1341, BM81124 dan disekitar BMS1126 (Gambar 5). Gambar 5. Lokasi penciri mikrosatelit digunakan dalam analisis alel (genotyping) pada kromosom 2, QTL teridentifikasi diperkirakan berlokasi disekitar penciri mikrosatelit berhuruf tebal (BMS1341, BM81124, BMS1126) Hasil penelitian ini mendukung penelitian Walling et al. (2002) yang melaporkan penemuan lokasi QTL pada kromosom 2 dan 18 domba untuk sifat berat badan (kg) dan ketebalam lemak (mm) pada domba Texel. Penelitian tersebut tidak melaporkan penciri genetik yang menunjukkan lokasi QTL pada ke dua kromosom, namun menyebutkan lokasinya. Dilaporkan bahwa lokasi QTL yang mempengaruhi pertumbuhan otot terletak sekitar 60cM, dimana pada penelitian domba ITT dan Merino ini menunjukkan penemuan lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan terletak pada74,8cM dengan penciri BMS1341 (Gambar 5). Sementara lokasi lemak menurut laporan Walling et al (2002) terletak sekitar 170cM, lokasi tersebut juga terdeteksi pada penelitian ini yaitu disekitar penciri apit BM81124 dan BMS1126 yang berjarak antara 146,3 dan 215,3cM (Gambar 5). Terlihat pada penelitian ini, masih perlu menggunakan penciri mikrosatelit yang lebih rapat atau jarak penciri mikrosatelit yang lebih pendek (Gambar 5), untuk mempersempit identifikasi lokasi QTL berasosiasi dengan sifat pertumbuhan. Hasil analisis keberadaan QTL sifat pertumbuhan pada kromosom 2 (p<0.05) dan 18 (p<0.01) pada penelitian ini juga mendukung studi sebelumnya pada lima keluarga kelompok domba Texel di United Kingdom (UK) (Walling et al. 2001). Dari hasil analisis mereka, dikonfirmasi pembuktian untuk pengaruh QTL tersebut pada ketebalan otot dan lemak yaitu terletak pada kromosom 2 dan 18 domba Texel di UK. Sedangkan pada studi lainnya telah mengindikasikan keberadaan gen mayor untuk peningkatan perototan pada domba Texel Belgia, Australia dan New Zealand (Marcq et al. 1998; Marshall et al. 1999; Broad et al. 2000). Domba Texel dari Belgia dan New Zealand telah menunjukkan gen myostatin atau locus yang dekat dengan gen myostatin yang berperan pada peningkatan perototan. Sementara itu pendapat Walling et al. (2001) menyatakan bahwa lokasi pada kromosom 2 dan 18 adalah mirip dengan gen Carwell. Studi Walling et al. (2001) menggunakan data pertumbuhan setelah 8 minggu sementara pada studi ini pengamatan dilakukan mulai dari berat lahir (BL) sampai dengan berat badan umur 360 (BB360). Perkembangan perototan ini dinyatakan oleh Cockett et al. (2001) dimulai setelah anak domba berumur 3 minggu. Sebanyak 5 penciri mikrosatelit yang digunakan untuk genotipe alel (genotyping) pada kromosom 18, penciri mikrosatelit dan lokasinyan pada kromosom 18 dipaparkan (Gambar 6). Hasil analisis menunjukkan bahwa QTL teridentifikasi pada kromosom 18 untuk beberapa karakter berat badan (Tabel 13) terletak diantara penciri apit CSSM018 dan TMR1 pada jarak antara 107,1 dan 124,8 cM (Gambar 6). Gambar 6. Lokasi penciri mikrosatelit digunakan dalam analisis alel (genotyping) pada kromosom 18, QTL teridentifikasi diperkirakan berlokasi diantara penciri apit berhuruf tebal (CSSM018 dan TMR1) Pengaruh QTL terhadap pertumbuhan juga dibuktikan secara nyata (p<0.05) setelah uji permutasi eksperimen (permutate-experiment wide) pada kromosom 6 untuk berat badan umur 270 (BB270). Namun pada penelitian sebelumnya pengaruh QTL pada kromosom 6 dilaporkan berasosiasi dengan beragam sifat. Seperti dilaporkan oleh Montgomery et al. (1994) bahwa gen Booroola dipetakan pada kromosom domba 6 (OOV6). Sebelumnya, Montgomery et al. (1993) melaporkan bahwa gen fekunditas Booroola domba berasosiasi dengan penciri genetik (linked to markers) pada daerah kromosom 9 manusia. Sampai saat ini identifikasi gen, dimungkinkan untuk menggunakan peta perbandingan dengan jenis hewan budidaya lain (Archibald 1998; Cockett et al. 2001), dengan membandingkan pada sederetan gen yang telah dipetakan pada manusia dan mencit (Cockett et al. 2001). Penelitian pada persilangan ITT dan Merino ini juga menggunakan peta genetik manusia untuk melihat homologi lokasi kromosom (ASGMWS 2004) pada identifikasi gen kandidat. QTL teridentifikasi pada kromosom 6 domba ini terletak homolog dengan kromosom 4 manusia (Tabel 13). Sementara itu Walling et al. (2000) melaporkan bahwa hewan pembawa satu alel Booroola menjadi lebih ringan berat badannya dari pada hewan bukan pembawa gen Booroola. Dikatakan lebih lanjut bahwa gen Booroola tidak mempunyai efek pleitropic atau bertanggung jawab pada sejumlah tampilan fenotipik yang berbeda, tetapi mungkin berasosiasi dekat dengan QTL berpengaruh pada pertumbuhan dari lahir sampai berat sapih. Diistilahkan bahwa QTL sifat pertumbuhan dapat membonceng atau hitchhike dengan alel Booroola selama program introgresi (Walling et al. 2000). Introgresi adalah penyusupan gen sedikit demi sedikit dalam kurun waktu yang lama. Walling et al. (2000) mengindikasikan bahwa sifat pertumbuhan tidak dipengaruhi QTL setelah sapih. Hasil studi pada populasi backcross (Merino dengan ITT) ini manambah informasi yang menunjukkan adanya kontribusi pada kedekatannya dengan gen Booroola terletak kromosom 6 domba (p<0.05). Hal yang mendukung pernyataan tersebut karena pada populasi silang balik (backcross) yang digunakan dalam studi analisis QTL ini berasal dari dua sub-jenis Merino dan domba Indonesia ekor tipis, dimana keduanya Merino (Davis et al. 1982) dan Ekor tipis Indonesia termasuk domba priangan (Tiesnamurti 2001) adalah galur domba mewarisi sifat fekunditas tinggi atau termasuk domba peridi (jumlah anak per satu kelahiran lebh dari 1). Dengan demikian diindikasikan penemuan pengaruh QTL pertumbuhan pada kromosom 6 pada studi ini juga berhubungan dengan sifat fekunditas tinggi yang pewarisannya berasal dari domba Merino dan domba lokal ekor tipis. Penemuan pada studi ini juga mendukung penemuan Walling et al. (2000) yang kemungkinan gen pertumbuhan membonceng dengan gen Boorrola. Gen Booroola pertama kali diidentifikasi pada domba Merino Booroola yang menunjukkan peningkatan laju oulasi yang kuat (Davis et al. 1982). Studi lain dilaporkan oleh Diez-Tascon et al. (2001) bahwa pengaruh QTL pada kromosom 6 domba berpengaruh untuk sifat produksi susu yang teridentifikasi pada domba Spanish Churra. Mereka menggunakan analisis interval mapping dengan 8 keluarga tiri (half-sibs), significance threshold diestimasikan melalui uji permutasi diikuti koreksi untuk multiple testing. Lebih lanjut disebutkan bahwa daerah (region) pada kromosom 6 domba berdekatan dengan kelompok Casein dengan pengaruh utama pada susu yaitu persentase protein. Selain itu, perolehan pada domba Churra ini berdekatan dengan data yang tersedia untuk sapi sebagai konsekuensi pemetaan komparatif untuk jenis yang berkaitan dalam ruminansia. Diperolehnya banyak sifat yang bervriasi pada kromosom 6, kemungkinan disebabkan oleh pengaruh sifat polygene yang kebanyakan tedapat pada pewarisan sifat kuantitatif (Nicholas 1996). Pada studi ini, pengaruh QTL juga teridentifikasi nyata (p<0.05) setelah uji permutate-chromosome wide pada kromosom domba 23 untuk sifat pertumbuhan berat hidup 270 (BB270) dan 360 hari (BB360). Sebanyak 4 penciri mikrosatelit digunakan untuk menggenotipe alel (genotyping) pada kromosom 23, lokasi ke empat penciri mikrosatelit dipaparka pada Gambar 7. Gambar 7. Lokasi penciri mikrosatelit digunakan dalam analisis alel (genotyping) pada kromosom 23, QTL teridentifikasi diperkirakan berlokasi diantara penciri apit berhuruf tebal (CSSM031 dan MCM136) Hasil analisis menunjukkan bahwa QTL teridentifikasi untuk karakter berat badan pasca sapih (BB180, BB270 dan BB360, Tabel 13) pada penelitian ini terletak diantara penciri apit CSSM031 dan MCM136 pada jarak antara 42,8 dan 65,8 cM (Gambar 7). Pengaruh QTL pada studi ini juga diidentifikasi pada kromosom 5 (p<0.01) untuk berat lahir (BL), pada kromosom 7 (p<0.01) untuk berat badan umur 90 (BB90) dan pada kromosom 8 (p<0.05) untuk berat badan umur 270 (BB270) dan umur 360 (BB360) setelah uji chromosome-wide (p<0.05). Teridentifikasinya QTL yang lebih beragam pada penelitian ini, kemungkinan berhubungan dengan rancangan hewan percobaan yang digunakan menggunakan persilangan dari dua sub-jenis domba yang sangat berbeda baik dari faktor klimat (sub tropis dan tropis) maupun sifat karakteristik berat badan yang berbeda secara genetis. Persilangan ke dua sub-jenis yang sangat berbeda ini diperkirakan mewariskan pola penyebaran alel yang lebih beragam atau lebih polimorfik pada variasi genetik (de Koning et al. 2001). Warisan berat hidup yang lebih beragam ini diperkirakan berasal dari ayah (paternal). Lebih variatif ini, kemungkinan juga didukung dari populasi domba progeny yang digunakan dalam studi ini diperoleh dari turunan pustaka keluarga tiri (half-sib) dimana disusun dari satu garis ayah (F1 sire) dengan banyak ibu (dam) pada setiap keluarga acuannya. Pengaruh pembentukan populasi atau rancangan hewan percobaan dalam studi QTL ini juga ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya. de Koning et al. (2001) melaporkan bahwa analisis regresi dengan model paternal half-sib (Knott et al. 1996) menunjukkan pengaruh nyata QTL untuk kualitas warna daging pada babi terletak pada kromosom 3, 4 dan 13. Sementara dengan pendekatan linecross (Haley et al. 1994) antara Meishan dan Dutch large white dan galur Landrace untuk mendapatkan populasi F2 sebagai animal experimental design ternyata gagal dalam pendeteksian QTL pada kualitas warna daging babi. Disimpulkan oleh de Koning et al. (2001) bahwa kelemahan rancangan line-cross mempunyai frekuensi alel berasal dari tetuanya (founder) adalah serupa pada pengaruh QTL sifat warna daging babi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemilihan rancangan hewan percobaan untuk penelusuran lokasi QTL sifat kuantitatif penting. Gen Kandidat pada Kromosom 5, 7 dan 18 Keseluruhan analisis QTL pada penelitian ini, terdapat 3 lokasi kromosom berbeda yang menunjukan pengaruh kuat QTL pada sifat pertumbuhan, yaitu pada kromosom 5, 7 dan 18. Terlebih pengaruh nyata QTL masih tetap kuat dipertahankan setelah uji permutate-experiment wide terutama pada kromosom 18 (p<0.01) dan kromosom 7 (p<0.05). Oleh karena itu pada investigasi gen difokuskan hanya pada ke tiga kromosom tersebut. Akses GenBank Kemajuan teknologi informasi telah memberi kemudahan para peneliti bidang molekuler untuk menyelidiki lebih luas dan lebih dalam sampai tingkat molekuler. Seperti diketahui bahwa genom manusia telah diidentifikasi lebih lengkap dari kelompok hewan. Berdasarkan rekomendasi the International Society of Animal Genetics, loci yang terpetakan pada domba atau genom hewan budidaya (farmed animal genomes) lainnya diberi nama dengan petunjuk nomenklatur manusia (Broad et al. 1998). Petunjuk pada manusia ini dirancang untuk mempermudah dalam identifikasi keragaman pada domba, termasuk identifikasi gen dan data runutan nukleotida pada peta genomnya. Nama dan simbol gen manusia dapat diperoleh melalui database dari situs: http://www.gene.ucl.ac.uk/nomenclature/. Petunjuk singkat peraturan kesamaan (homologues) dengan jenis lain akhir – akhir ini telah dipublikasikan oleh White et al. (1997). Pada studi QTL ini, guna mengetahui lebih lanjut gen yang berperan pada sifat pertumbuhan perlu mengacu pada kemajuan genom manusia. Pada awal studi ini setelah diketahui posisi kromosom untuk melihat pengaruh QTL (melalui QTL Express: http://qtl.cap.ed.ac.uk) dan setelah dikonversi homologinya dengan kromosom manusia serta didapatkan satuan ukuran dalam Mega base (Mb) untuk mempermudah investigasi gen melalui situs Australian Sheep Gene Mapping: http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm. Selanjutnya untuk mengidentifikasi gen kandidat yang berperan pada sifat pertumbuhan seperti diterangkan sebelumnya, maka perlu mengacu pada human genom dengan akses GenBank melalui situs: http://www.ncbi.nih.gov. Segmen dalam Mb pada kromosom manusia dimaksudkan sebagai petunjuk secara keseluruhan lokasi gen, sementara itu penciri apit (flanking markers) yang mengapit keberadaan lokasi gen atau penciri berdekatan dengan loci dapat mempersempit investigasi gen berhubungan dengan QTL sifat pertumbuhan. Oleh karena itu, penelusuran gen pada studi ini mengacu pada perolehan penciri apit (flanking markers) yang secara rinci ditampilkan pada Tabel 13. Penciri apit pada Tabel 13, memaparkan semua QTL pertumbuhan yang terdeteksi pada 15 lokasi yang terletak pada 7 kromosom (No. 2, 5, 6, 7, 8, 18 dan 23). Namun pada investigasi gen ini hanya dikonsentrasikan pada 3 kromosom yang secara statistik menunjukkan nilai ambang nyata (significance threshold) pada taraf 1% (p<0.01). Ke tiga kromosom tersebut yaitu kromosom nomor 5, 7 dan 18. Pasangan penciri apit dari ke tiga kromosom tersebut termasuk kesamaan (homologies) dengan kromosom manusia dan lokasi gen kandidat pada segmen kromosom manusia (Mb), dipaparkan pada Tabel 14. Tabel 14. Sheep mapping website Krom Domba 5 7 Penciri Apit (flanking markers) MCM527-BMS1247 BM3033-RNS/BRN 7 RNS/BRN-BMS1620 46,9-105,8 18 CSSM018TMR1/AKT1 106,400-123,900 Prediksi (cM)* 125,5-157,00 0,00-46,90 Krom Manusia 5 14 3 15 15 15 14 14 14 82,361– 106,889 0 – 22,077 0 0 40,459 42,556 – 61,133 22,077 - 38,954 41,295 – 44,767 46,190 – 64,816 14 98,509 – 105,138 Segmen (Mb)** * Prediksi (cM)= prediksi lokasi gen pada kromosom domba **Segmen (Mb), lokasi gen pada rentangan kromosom manusia, setelah dilakukan analisis melalui ASGMWS Deskripsi Gen Deskripsi gen dilakukan dengan akses GenBank dengan melihat segmen atau daerah yang diapit oleh ke dua titik penciri loci (flanking markers) dan hanya pada ke tiga kromosom (Tabel 14). Dua hal yang harus diketahui sebelum mendeteksi gen, yaitu pengertian segmen dan penciri apit loci berasosiasi dengan gen (linked to genes). Segmen hanya menunjukkan lokasi putative genes secara keseluruhan, sementara daerah yang diapit oleh ke dua titik penciri loci merupakan daerah putative genes yang lebih mendekati ketepatan. Posisi homologi untuk kromosom 5, 7 dan 18 domba dengan menunjukkan segmen atau lokasi yang diapit oleh 2 titik penciri apit pada kromosom manusia untuk ke tiga kromosom domba (Gambar 8, 9 dan 10). Gambar 8. Lokasi gen kandidat pada kromosom 5 domba terletak diantara penciri apit MCM527 – BMS1247 dan homolog dengan kromosom 5 manusia (http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm) Gambar 9. Lokasi gen kandidat pada kromosom 7 domba terletak diantara penciri apit BM3033 – RNS5/BRN dan antara RNS5- BMS1620, dan homolog dengan kromosom 14 dan 15 manusia (http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm) Gambar 10. Lokasi gen kandidat pada kromosom 18 domba terletak diantara penciri apit CSSM018 –TMR1/AKT1, homolog dengan kromosom 14 manusia (http://rubens.its.unimelb.edu.au/~jillm/jill.htm) Terdapat kerumitan dalam investigasi gen tersebut karena kromosom domba sebelumnya harus dihomologkan dengan kromosom manusia. Sebagai contoh, pengaruh QTL untuk sifat pertumbuhan terlihat pada kromosom 7 baik untuk BB90 (p<0.01) dan BB270 dan BB360 (p<0.05). Kromosom 7 domba mempunyai homologi dengan kromosom manusia 3, 14 dan 15. Sementara itu pada kromosom 7 domba yang pertama untuk BB90 (p<0.01) yaitu hanya terletak homologi dengan kromosom manusia 14 dan tidak menempati segmen kromosom manusia manapun. Pada kromosom 14 tersebut, penciri loci yang mengapit adalah BM3033-RNS5/BRN terletak pada segmen 0 sampai 22.077 Mb. Sementara itu pada kromosom 7 lainnya (BB270 dan BB360; p<0.05), keduanya diapit oleh dua titik penciri loci RNS/BRN dan BMS1620 dan homolog dengan kromosom manusia nomor 3, 14 dan 15 dengan segmen yang diapit (setelah dirapikan) berlokasi mulai 0 Mb (tidak ada atau belum diketemukan gennya) untuk segmen pada kromosom 3, terletak antara 20,227-64,816 Mb untuk segmen pada kromosom 14 dan terletak antara 0,00-60,325 Mb untuk segmen pada kromosom 15 (Tabel 14). Segmen dengan satuan ukuran Mb pada kromosom manusia sebelum dirapikan terletak sangat tidak teratur atau campur aduk (jumble up), lihat Lampiran 8. Segmen (Mb) pada kromosom homologi lainnya, yaitu kromosom 5 (p<0.01) domba homolog dengan kromosom 5 manusia (Lampiran 7) dan kromosom 18 (p<0.01) domba homolog dengan kromosom 14 manusia, juga terletak sangat tidak teratur (Lampiran 9). Hal lain yang perlu diperhatikan pada investigasi gen kandidat yaitu pembacaan deskripsi gen pada Online Mendelian Inheritance of Man (OMIM) dari situs NCBI (http://www.ncbi.nih.gov). Investigasi gen hanya mengacu pada prediksi gen yang disertai OMIM, dan hanya yang memuat keterangan yang berasosiasi dengan pertumbuhan (sesuai dengan tujuan penelitian) yang dipertimbangkan sebagai putative genes untuk pertumbuhan. OMIM memuat hasil penelitian sebelumnya yang menyertakan keterangan fungsi gen, dan lebih jauh tentang ukuran gen, runutan basa gen (sequence) deskripsi molekuler lainnya. Hal ini diperlukan untuk penelitian lebih lanjut bilamana ingin melakukan kloning dan sebagainya. Pada akses GenBank, yang diperhatikan hanya lokasi segmen yang diapit oleh 2 titik penciri apit. Pada akses tersebut tidak selalu mendapatkan lokasi persis sesuai dengan panjang rentangan diantara 2 penciri apit. Tampilan pada akses GenBank untuk masing-masing kromosom disertai simbol loci yang menandakan linked to genes. Hasil investigasi gen untuk masing-masing lokasi QTL pada kromosom 5, 7 dan 18 yang telah dihomologkan dengan kromosom manusia, secara rinci informasi gen kandidat pada masing-masing segmen kromosom manusia dapat dilihat pada Lampiran 10, 11a, 11b dan 12. Pada lampiran tersebut dipaparkan runutan segmen secara rinci beserta keberadaan gen kandidat yang tidak secara penuh menutup sepanjang rentang segmen namun ada beberapa jarak (interval) yang belum ditemukan gennya. Sebagai contoh pada kromosom 7, estimasi keberadaan gen kandidat terletak sangat tidak teratur, terutama pada homologinya dengan kromosom 14 manusia (Tabel 14). Gen Kandidat pada Kromosom 5. Gen kandidat diperkirakan terletak diantara dua titik penciri apit MCM527-BMS1247 pada segmen kromosom 5 manusia antara 82,361– 106,889 Mb (Tabel 14). Dari 14 referensi Online Mendelian Inheritance of Man (OMIM) pada kromosom 5 (Lampiran 10), setelah dianalisis teridentifikasi satu gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat pertumbuhan. Gen kandidat tersebut yaitu dengan simbol CAST pada locus 5q15-q21 pada segmen antara 96,057-96,136Mb dengan deskripsi Calpastatin. Pada referensi OMIM diterangkan bahwa Calpastatin adalah penghambat alami Calpain, aktivitas Calpain ditunjukkan pada distropi otot atau necrosis otot (OMIM 2005). Ideogram gen CAST yang dipetakan pada lokasi 5q15-q21 dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut Nonneman et al. (1999) bahwa Calpastatin adalah spesifik, penghambat endogenous dari calpain (kerjanya tergantung keberadaan calcium secara alami) yang berperan pada pengaturan proteolisis otot. Diterangkan oleh Palmer et al. (1998) bahwa fungsi Calpastatin yaitu berperan mengatur pertumbuhan otot dan pengaturan dalam keempukan daging setelah pemotongan (postmortem). Keempukan daging postmortem dihubungkan dengan degradasi rataan calpastatin pada otot postmortem (Delgado et al. 2001). Gambar 11. Ideogram lokasi gen CAST pada 5q15-q21 (96,057-96,136Mb) Menurut Spencer & Mellgren (2002) Ekspresi Calpastatin yang berlebihan ditemukan pada mencit transgenik (mdx mice). Daerah exon dan intron gen Calpastatin domba telah diamplifikasi dengan ukuran 622 pasang basa (bp) menggunakan primers yang didasarkan pada sekuens sapi (Killefer & Koohmaraie 1994, GenBank accession no. L14450) dan gen Calpastatin domba (Collingwood et al. 1992). Perbedaan atau polimorfisme tersebut dapat digunakan untuk markedaasissted selection (MAS) domba dengan kualitas daging yang berbeda. Penggunaan MAS dalam aplikasi seleksi genetik untuk keempukan daging ini dapat digunakan dengan uji DNA yang dapat mengungkapkan apakah hewan yang diuji membawa spesifik gen yang berasosiasi dengan keempukan daging (Smith 2003). Lebih lanjut Smith (2003) mengemukakan bahwa telah tersedia di Amerika uji keempukan dengan GeneSTAR (R) yang dikembangkan di Australia dan TenderGENE (R) yang dikembangkan di Amerika untuk memberi jaminan kepada konsumen atas keempukan daging. Pada studi lainnya, telah dideskripsikan fungsi gen Calpastatin. Dilaporkan bahwa penyebab terjadinya kekerasan pada perototan domba yang lebih tua karena adanya tingkat Calpastatin yang tinggi (Freking et al. 1999; Duckett et al. 2000). Dilaporkan oleh Smith (2003) bahwa uji di atas berkenaan dengan perbedaan gen yang dihubungkan dengan keberadaan enzim secara normal atau alami (Calpastatin dan Calpain) yang berpengaruh pada keempukan daging normal yang terjadi selama pelayuan postmortem (post-harvest aging). Lebih lanjut Smith (2003) menyatakan bahwa uji keempukan dengan GeneSTAR dapat mengidentifikasi keberadaan 2 macam gen Calpastatin, satu dihubungkan dengan sifat keempukan sementara yang lainnya dihubungkan dengan kekerasan daging. Teridentifikasinya QTL sifat pertumbuhan berat badan pada kromosom 5 dari studi ini yaitu dengan ditemukannya gen Calpastatin, maka memperjelas laporan Palmer et al. (1998) yang menyatakan tidak dikenalnya gen Calpastatin pada domba pada masa atau waktu penelitian tersebut. Sementara Hediger et al. (1991) dan Crawford et al. (1995) hanya menyatakan didapatkannya ovine gene terletak pada kromosom 5. Sementara pada sapi, gen Calpastatin teridentifikasi pada kromosom 7 dengan posisi 117,8cM (Bishop et al. 1993; Kappes et al. 1997). Studi terakhir, gen Calpastatin juga ditemukan pada kromosom 2 babi yang mempengaruhi sifat kualitas daging yaitu kenyal (chewiness) dan berair (juiciness), Ciobanu et al. (2004). Peningkatan aktivitas Calpastatin dan pada penurunan degradasi protein kelihatannya dihubungkan dengan pertumbuhan otot pada sapi (Morgan et al. (1993) dan anak domba Callipyge (Lorenzen et al. 2000). Lebih lanjut Lorenzen et al. (2000) melaporkan bahwa peningkatan pada calpastatin otot telah diketahui selama pertumbuhan anak domba Callipyge dan pada anak domba yang diberi makan growth promotant beta-agonist, (Speck et al. 1993). Ditemukannya gen Calpastatin dengan demikian dapat diasosiasikan dengan kemungkinan adanya ekspresi gen Callypige pada kromosom 5 yang diperoleh dari studi ini. Gen Kandidate pada Kromosom 7. Pengaruh QTL terhadap sifat pertumbuhan yang terdeteksi pada kromosom 7 ini terletak pada 2 segmen yang masing-masing diapait oleh sepasang penciri apit berbeda. Kedua segmen tersebut masing-masing pada sifat pertumbuhan untuk berat badan 90 atau BB90 (p<0.01) yang diapit oleh BM3033-RNS/BRN dan untuk BB270 dan BB360 (p<0.05) yang diapit oleh RNS/BRN-BMS1620. Hasil analisis gen dengan akses GenBank-NCBI pada kedua segmen tersebut dijelaskan seperti pada paparan berikut di bawah ini. Gen Kandidat diantara BM3033 - RNS/BRN. Gen kandidat pada segmen pertama dari kromosom 7 yang diapit oleh dua titik penciri apit BM3033 - RNS/BRN terletak homolog dengan kromosom 14 manusia pada segmen antara 0 – 22,077Mb (Tabel 14). Hasil analisis dari GenBank-ncbi menunjukkan bahwa gen kandidat yang telah ditemukan terletak diantara 18,241 - 22,077 Mb (Lampiran 11a). Pada lampiran 11a dipaparkan secara rinci jumlah gen yang sudah ditemukan sebanyak 208 terletak pada rentangan 18,241 - 22,077 Mb dan 17 gen diantaranya sudah terdapat referensi OMIM. Dari ke 17 referensi OMIM tersebut tidak ditemukan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat pertumbuhan yang diteliti. Dengan demikian pada segmen pertama dari kromosom 7 domba (antara penciri apit BM3033 - RNS/BRN) tidak diketemukan gen pertumbuhan. Hal ini diperkirakan tidak cukup jumlah penciri mikrosatelit yang digunakan untuk menutup kromosom 7 dalam genotyping. Pada penelitian ini hanya menggunakan 5 penciri mikrosatelit yang digunakan untuk menutup kromosom 7 domba (Lampiran 1). Kemungkinan lain diperkirakan dengan menggunakan comparative mapping, belum semua gen yang ditemukan pada domba telah teridentifikasi pada kromosom manusia. Kemungkinan perlu dilakukan analisis dengan mengacu pada pemetaan hewan domestik ruminansia apabila peta genetik hewan ruminansia (missal sapi) telah lebih lengkap dipetakan. Gen Kandidat diantara RNS/BRN-BMS1620. Gen kandidat pada segmen kedua dari kromosom 7 yang diapit oleh dua titik penciri apit RNS/BRN-BMS1620 terletak homolog dengan kromosom 3, 14 dan 15 manusia pada segmen (Mb) yang secara rinci ditampilkan pada Tabel 14. Hasil analisis dari GenBank-NCBI menunjukkan bahwa belum ditemukan gen kandidat pada kromosom 3 manusia (=0Mb). Sementara gen kandidat yang telah ditemukan pada kromosom 14 dan 15, dipaparkan pada Lampiran 11b. Kromosom 14 Manusia. Keseluruhan paparan gen pada kromosom 14 manusia dapat dilihat pada Lampiran 11b. Dari keseluruhan gen yang ditemukan pada kromosom 14 manusia tersebut, terdeteksi satu (1) gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat pertumbuhan. Gen kandidat yang terdeteksi tersebut dinotasikan dengan simbol SSTR1 dan dideskripsikan sebagai gen Somatostatin Receptor1 yang persisnya terentang pada segmen 37,746-37,752Mb dengan lokasi locus pada 14q13. Ideogram lokasi gen SSTR1 dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Ideogram lokasi gen SSTR1 pada 14q13 (37.746-37.752Mb) Deskripsi pada OMIM 182450 (2005) diterangkan bahwa somatostatin atau SST menggunakan kekuatan pengaruh biologinya dengan mengikat pada penerima khusus yang mempunyai afinitas tinggi (specific high-affinity receptors), dalam beberapa kasus diikat dengan GTP-binding proteins. Somatostatin atau SST adalah tetradecapeptide pertama kali diisolasi dari ekstrak hipotalamik dan menunjukkan penghambat kuat pada sekresi hormon pertumbuhan dari anterior pituitary (OMIM 182450 2005). Somatostatin tersebar luas pada sistem syaraf pusat dan jaringan permukaan (peripheral tissues) seperti perut, usus dan pancreas. Reaksi atau aksinya pada banyak tempat untuk menghambat pelepasan banyak hormon dan sekresi protein lainnya. Dua somatostatin receptors yang berbeda adalah SSTR1 dan SSTR2, masingmasing terdiri dari 391 dan 369 asam amino (Yamada et al. 1992). Menggunakan analisis segregasi pada satu panel reduced human-hamster somatic cell hybrids, Yamada et al. (1992) menetapkan lokasi gen SSTR1 pada kromosom 14 dengan lokasi 14q13. DNA polimorfisme short tandem repeat (STR) yang sangat informatif telah diidentifikasi terdapat pada SSTR1 (OMIM 182451. 2005). Pada kamus medis (Anonymous 2005), diterangkan bahwa somatostatin sebagai suatu hormon polypeptide yang dihasilkan pada hypothalamus atau jaringan lain dan organ. Somatostatin menghambat pelepasan hormon pertumbuhan Somatotropin dan juga mengatur fungsi fisiologi penting dari ginjal, pancreas dan saluran pencernaan (gastrointestinal). Somatostatin receptor diekspresikan secara luas diseluruh tubuh, bertindak sebagai pemancar syaraf (neurotransmitter) pada sistem saraf pusat dan permukaan. Dengan demikian teridentifikasinya gen somatostatin receptor1 pada studi ini diperkirakan dapat mengatur pelepasan hormon pertumbuhan. Seperti diketahui bahwa pada mekanisme pelepasan hormon pertumbuhan dikontrol oleh factor hipotalamus yang diketahui sebagai growth hormone releasing factor. Hormon pertumbuhan disekresikan oleh pituitary, mempunyai pengaruh pada otot yang diatur melalui IGF-I (Insulin-like Growth Factor-I) dan binding sites untuk IGF-I. Hormon pertumbuhan saling berpengaruh dengan receptor pada sel membran hati, ginjal dan otot yang menyebabkan pelepasan IGF-I pada peredaran atau sirkulasi darah. IGF-I dapat memicu proliferasi dan diferensiasi myoblast. Myoblast pada perkembangan embrio hewan merespon terhadap perbedaan sinyal yang mengontrol proliferasi dan migrasi sel. Kromosom 15 Manusia. Keseluruhan paparan gen pada kromosom 15 manusia dapat dilihat pada Lampiran 11b. Dari keseluruhan gen yang ditemukan pada kromosom 15 manusia tersebut, terdeteksi satu (1) gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat pertumbuhan. Gen kandidat yang terdeteksi tersebut dengan simbol CAPN3 dan dideskripsikan sebagai gen Calpain3 yang persisnya terentang pada segmen 40,427-40,491Mb dengan lokasi locus pada 15q15.1-q21.1. Ideogram lokasi gen CAPN3 dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Ideogram lokasi gen CAPN3 pada 15q15.1-q21.1 (40.427-40.491Mb) Pada OMIM 114240 (2005) diterangkan bahwa Calpain atau enzim protease netral yang diaktifkan oleh ion calcium (Ca) atau enzim yang memerlukan calcium untuk aktivitas katalisnya (OMIM 11420. 2005). Diterangkan lebih lanjut enzim tersebut adalah enzim cystein intraseluler nonlysosomal. Enzim proteolitik nonlisosomal bekerja aktif pada pH rata-rata lebih tinggi (• 6.5) dari enzim proteolitik lisosomal (<6.5) pada awal pelayuan (Etherington 1984). Termasuk dalam Calpain hewan mamalia yaitu CAPN1 (OMIM 114220. 2005) dan CAPN2 (OMIM 114230. 2005) dan CAPN3 adalah berasosiasi khusus dengan otot (muscle-specific). Dilaporkan oleh Richard et al. (1995) bahwa gen CAPN3 terdiri dari 24 exons dengan ukuran 40 kb. Ohno et al. (1989) memetakan gen CAPN3 pada kromosom 15 manusia. Dalam peta fisik dan genetik dari daerah kromosom 15 mengandung gen untuk limb-girdle muscular dystrophy type 2A atau LGMD2A (OMIM 253600. 2005) dan gen kandidat LGMD2A tersebut telah diisolasi. Richard et al (1997) menerangkan bahwa Limb-girdle muscular dystrophies (LGMDs) adalah satu grup dari penyakit otot saraf (neuromuscular) menunjukkan heterogen klinis sangat besar (great clinical heterogeneity). Penyakit ini jarang terjadi, merupakan penyakit cacat molekuler (molecular defect) yang mempunyai keragaman luas. Dengan penapisan mutasi pada grup LGMD2A, Richard et al. (1995) telah mengidentifikasi 15 mutasi (nonsense, splice site, frameshift atau missense) CAPN3 yang mengadakan segregasi secara bersamaan (co-segregating) dengan sifat penyakit (OMIM 114240. 2005). Gen CAPN3 adalah gen kandidat yang menarik sebab fungsinya pada otot (OMIM 114240. 2005) atau gen yang menyandi calpain khusus pada otot (Richard et al. 1997). Aktivitas m-calpain (proenzyme calpain2) lebih besar pada otot biceps femoris dan longissimus dari domba Callipyge dari pada domba normal (Delgado et al. 2001). Ditemukannya gen CAPN3 pada penelitian ini, dengan demikian ada kemungkinan secara tidak langsung lokasi QTL pada kromosom 7 yang diapit oleh penciri RNS/BRN-BMS1620 menunjukkan ada hubungannya dengan kualitas daging. Gen Kandidat pada Kromosom 18. Estimasi keberadaan gen kandidat dari pengaruh QTL yang berlokasi pada kromosom 18 terdeteksi kuat (p<0.01) setelah uji permutate-chromosome wide dan masih tetap dipertahankan (p<0.01) setelah uji permutate-experiment wide. Gen kandidat diperkirakan pada rentangan 98,508 – 105,008 Mb dari kromosom 14 manusia yang diapit oleh penciri loci CSSM018TMR1/AKT1 (Tabel 14). Dari rentangan segmen tersebut ditemukan 102 simbol gen dengan 32 diantaranya dengan referensi OMIM. Secara rinci deskripsi untuk semua simbol gen tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari ke 32 gen kandidat yang terdapat pada rentangan segmen 98,508 – 105,008 Mb kromosom 14 manusia belum diketemukan gen yang berasosiasi dengan sifat pertumbuhan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada analisis gen kromosom 18 domba hanya diketahui mempunyai satu daerah (region) homolog pada kromosom manusia, yaitu kromosom 14 manusia. Pada kromosom 14 manusia tersebut hanya diwakili pada rentangan segmen 98,508 – 105,008 Mb (Tabel 14). Oleh karenanya, diperkirakan masih banyak yang belum terdeteksi gen kandidat yang ditemukan pada peta komparatif manusia, termasuk di dalamnya gen kandidat untuk sifat produksi domba yang belum diketemukan. Pada studi QTL ini, sebagian besar sifat pertumbuhan berat badan (BB90, BB180, BB270, dan BB360) menunjukkan hasil yang konsisten dengan pendapat Cockett et al. (2001) dan Walling et al. (2001; 2004) yaitu lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan terletak pada kromosom 18. Lokasi QTL yang terdeteksi pada kromosom 18 diapait oleh penciri mikrosatelit CSSM018 dan TMR1/AKT1 (Gambar 6). Penemuan ini didukung oleh studi sebelumnya yang melaporkan bahwa locus pada kromosom 18 yang berdekatan dengan penciri CSSM018 dikatakan menyebabkan peningkatan perototan baik pada daerah longissimus dorsi maupun peningkatan berat pada rusuk ke sebelas domba (Nicoll et al. 1998). Lebih lanjut disebutkan bahwa locus tersebut dinamakan locus Carwell. Teridentifikasinya QTL pada penelitian ini diantara ke dua penciri tersebut (CSSM018-TMR1/AKT1) memperkuat perolehan Cockett et al. (1994) yang menyatakan bahwa penciri CSSM018 ternyata sesuai dengan keterpautan penciri yang ditempati oleh gen Callipyge. Locus gen tersebut terletak dibagian akhir kromosom 18 domba. Lebih lanjut dilaporkan oleh Cockett et al. (1994) bahwa lokasi Callipyge tersebut berpaut dengan penciri TGLA122, CSSM18 dan GMBT16 sedangkan lebih tepat gen tersebut dipetakan pada jarak 4,6 cM diantara penciri IDVGA30 dan OY3. Seperti dinyatakan oleh Dominik (2005a) bahwa terdapat keterpautan antara landmark penciri genetik pada kromosom terhadap gen sifat kuantitatif. Dilaporkan oleh Walling et al. (2004) bahwa QTL yang berasosiasi dengan kedalaman otot terletak pada kromosom 18 dikatakan dekat dengan locus gen Callipyge dan Carwell. Gen Callipyge pertama kali dideteksi karena pengaruhnya yang sangat nyata yaitu mempunyai pembesaran perototan atau muscular hypertrophy (Haley 2001). Dilaporkan bahwa ekspresi gen Callipyge mengakibatkan beberapa individu otot (individual muscle) dapat mencapai lebih dari 40% lebih berat pada anak domba Callipyge dibandingkan kontrol (Duckett et al. 2000). Studi akhir-akhir ini telah melakukan penelitian potitional candidates dan diketahui adanya kejadian mutasi secara alami yang menghasilkan tampilan fenotipik yang unik pada domba (Cockett et al. 2001). Keberadaan gen Callipyge ini sebetulnya lebih nyata di kromosom 18 domba seperti yang dilaporkan beberapa peneliti sebelumnya (Cockett et al. 1996; Freking et al. 1998, Haley 2001). Melihat kekuatan pengaruh QTL untuk sifat pertumbuhan pada kromosom 18 domba yang sangat kuat dan penemuan sebelumnya pada bangsa domba berasal dari daerah dingin, maka diperkirakan bahwa gen pertumbuhan jelas berada pada kromosom 18 domba yang diteliti (persilangan ITT dan Merino). Gen Callipyge. Suatu sifat yang diwariskan pada ternak (contoh: pada domba) yang menghasilkan terhadap ketebalan daging, kaki belakang lebih berdaging dan oleh karenanya menghasilkan produksi daging per ekor lebih tinggi (Zaid et al. 2001). Asal-usul tentang gen Callipyge yaitu diawali kelahiran dari keturunan domba jantan Dorset Solid Gold pada tahun 1983 dari kawanan domba Moffat dekat Piedmondt, Oklahoma, Amerika. Beberapa hasil keturunannya menunjukkan perkembangan pasca lahir yang luar biasa dan fenotipe dengan otot yang berat atau padat. Sebutan Callipyge berasal dari bahasa Yunani yang berarti pantat yang montok atau nice buttock (Dominik 2005a). Hal ini dikarenakan domba pembawa gen Callipyge menunjukkan perototan yang berlimpah pada bagian pantat dengan peningkatan sampai 46% dibandingkan dengan domba bukan Callipyge (Cockett et al. 1996). Dinyatakan oleh Jackson et al. (1997) bahwa perbandingan fenotipik dari genotipe yang diturunkan dari perkawinan terancang telah konsisten mengandung alel mutan baru dengan aksi gen non-resesif pada locus autosom dan tunggal. Selanjutnya Cockett et al. (1994) menyebutkan bahwa locus tersebut dinyatakan sebagai Callipyge (CLPG), dipetakan pada daerah telomer dari kromosom 18 domba. Lebih lanjut Cockett et al. (1996) menerangkan bahwa aksi gen CLPG didasarkan pada sejumlah terbatas anaknya berasal dari lima kombinasi perkawinan berbeda dimana alel berasal dari Ibu (maternal) dan dari Bapak (paternal) diduga berasal dari 5 penciri DNA pada kromosom 18. Sehubungan dengan CLPG tersebut, terdapat istilah polar overdominance (Cockett et al. 1996; Freking et al. 1998). Polar overdominance yaitu menggambarkan karakterisasi genetik dari satu locus yang menunjukkan suatu model pewarisan unik dimana hanya individu anak heterosigot yang mewarisi mutasi dari ekspresi fenotipe bapaknya (sire). Pengaruh fenotipe Callipyge sebelumnya telah diestimasikan dari data yang dikoleksi pada heterosigot atau alel CLPG mutan diwariskan dari Bapak/sire dan anak domba yang bukan pembawa sifat (non-carrier), dengan masing-masing anak domba dikelompokkan sebagai yang mengekspresikan Callipyge atau yang mempunyai fenotipe normal. Gen Callipyge adalah suatu mutasi genom domba yang bertanggung jawab pada pembesaran (hyperthrophy) otot yang sangat besar dari serat otot fast-twitch, terutama pada otot pinggul (Koohmaraie et al. 1995; Carpenter et al. 1996). Pembesaran otot ini tidak terekspresi pada anak yang baru lahir dan baru berkembang setelah berumur 3 minggu (Cockett et al. 2001) dengan demikian tidak menimbulkan masalah dalam kelahiran (Jackson et al. 1997). Ternak Callipyge menghasilkan daging tanpa lemak dan persentase karkas yang lebih tinggi (Jackson et al. 1997; Koohmaraie et al. 1995) namun kelenturan atau kelembutannya pada daging pinggang (loin) berkurang (Kerth et al. 1995; Koohmaraie et al. 1995). Dari studi fisiologi telah dipelajari domba yang mewarisi gen Callipyge dan dibandingkan dengan domba normal, gambaran jaringan otot longisimus dan domba Callipyge dapat dilihat pada Gambar 14. c a b Gambar 14. Foto mikro otot longisimus normal (a), Callipyge (b) dan domba Callipyge (c) (Sumber: Pringle 2005) Gen Carwell. Gen lain yang dihubungkan dengan peningkatan kualitas karkas yaitu gen Carwell. Gen Carwell adalah gen yang mengkode pewarisan sifat pada peningkatan pada otot lingkar atau otot mata rusuk (rib-eye muscle= REM) ditemukan pada jenis domba Poll Dorset Australia (Banks 1997). Dibandingkan dengan gen Callipyge, pengaruh gen REM lebih rendah yaitu hanya 11% peningkatan pada masa otot dan terbatas pada longissimus dorsi (Marcq et al. 1998; 1999; Jopson et al. 2001). Selain itu, gen Carwell tidak berpengaruh pada penumpukan lemak dengan demikian tidak mempunyai pengaruh negatif pada keempukan daging (Dominik 2005a). Lebih lanjut diterangkan bahwa gen Carwell terletak dekat tetapi bukan gen Callipyge. Pengaruh serupa pada perototan dan tidak ada perlemakan juga ditemukan pada kawanan domba Texel Inggris (Walling et al. 2001) dan penciri gen telah diidentifikasi (Dominik 2005a). Kemungkinan gen tersebut adalah variasi dari gen REM atau Callipyge. SIMPULAN Dari studi pemetaan QTL sifat pertumbuhan dapat disimpulkan beberapa catatan penting sebagai berikut: 1. Secara nyata diipetakan 7 (tujuh) lokasi QTL untuk sifat pertumbuhan pada lokasi yang berbeda, yaitu pada kromosom 2, 5, 6 , 7, 8, 18 dan 23 2. Secara konsisten dan nyata (p<0.01) lokasi QTL sifat pertumbuhan terletak pada kromosom 18 untuk berat badan pasca sapih (BB180, BB270 dan BB360). Bahkan lokasi QTL secara kuat dipertahankan pada kromosom 18 (p<0.01) untuk BB360 dan sedikit melemah (p<0.05) untuk BB270 setelah uji Permutate experiment wide 3. Dari ke tujuh lokasi QTL yang teridentifikasi, 3 diantranya (kromosom 5, 7, 18) menunjukan signifikansi nyata (p<0.01) 4. Gen kandidat pada kromosom 5 terletak antara MCM527 - BMS1247, yaitu ditemukan gen CAST (Calpastatin) berasosiasi dengan sifat kealotan (toughness) daging 5. Gen kandidat pada kromosom 7 teridentifikasi diantara dua pasang penciri apit (antara BM3033 - RNS5/BRN dan RNS5/BRN - BMS1620). Namun gen kandidat hanya ditemukan diantara RNS5/BRN - BMS1620 yaitu gen CAPN3 (Calpain3) berasosiasi dengan perototan dan gen SSTR1 (Somatostatin receptor1) berasosiasi dengan pelepasan hormon pertumbuhan somatotropin 6. Gen kandidat pada kromosom 18 terletak antara CSSM018 dan TMRI/AKTI, belum ditemukan, namun diperkirakan terletak dekat dengan gen Callipyge (pertumbuhan cepat, produksi daging kurus atau leaner) dan Carwell (pertumbuhan daging lingkar rusuk bebas lemak) 7. Perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk memperbaiki resolusi atau memperjelas posisi QTL dan pengaruh QTL yang terdeteksi pada studi ini. DAFTAR PUSTAKA ACIAR Report. 2001. Genetic and Immunological Characterisation of High Resistance to Internal Parasites in Indonesian Thin Tail Sheep. Annual Report. Project AS1/9727. Anderson L et al. 1994. Genetic mapping of quantitative trait loci for growth and fatness in pigs. Science 263: 1771-1774 Anonymous. 2005. Medical dictionary. http://medical-conditions.org [4 Juli 2005]. Archibald AL. 1998. Comparative Genome Mapping – The Livestock Perspective. Di dalam: Clarck AJ, editor. Animal Breeding Technology for the 21st Century. Australia: Harwod Academic. hlm. 137-152. [ASGMWS] Australian Sheep Genome Mapping Website. 2004. Predicted Sheep Gene Map. The University of Melbourne. http://rubbens.its.unimelb.edu.au/ ~jillm/jill.htm [6 Mei 2005] Austin HB. 1950. The MERINO: Past, Present and Probable. Sydney- Australia: Grahame Book Company. Banks R. 1997. The meat elite project: establishment and achievements of an elite meat sheep nucleus. Proceedings of the Association for Advancement in Animal Breeding and Genetics. Dubbo, NSW, Australia. 12: 596-601. Barendse WJ et al. 1997. A medium-density genetic linkage map of the bovine genome. Mammalian Genome 8: 21-28. Beever JE, George PD, Fernando RL, Stormont CJ, Lewin HA. 1990. Association between genetic markers and growth and carcass traits in a paternal half-sib family of Angus cattle. J. Anim. Sci. 68: 337-344. Bishop MD, Koohmaraie M, Killefer J, Kappes SM. 1993. Restriction fragment length polymorphisms of the bovine calpastatin gene. J Anim Sci 71: 22772278. Bovenhuis H, Van Arendong JAM, Korver S. 1992. Associations between milk protein polymorphisms and milk production traits. J. Dairy Sci. 75: 2549-2559. Bovenhuis H et al. 1997. Detection and mapping of quantitative trait loci in farm animals. Livestock Production Science 52: 135-144 Bradford G.E, Inounu I. 1996. Prolific Breeds of Indonesia . In: Prolific Sheep (Editor: Mohamed H. Fahmy). Cambridge-UK: CAB International. Broad TE, Hayes H, Long SE. 1997. Cytogenetics: physical chromosome maps. In: The Genetics of Sheep. Edited by Piper L and Ruvinsky A. Oxon, UK: CAB International. Hal. 241-295. Broad TE, Hill DF, Maddox JF, Montgomery GW, Nicholas FW. 1998. The sheep gene Map. ILAR Journal 39: 23 halaman. http://dels.nas.edu/ilar_n/ ilarjournal/39_2_3/39_2_3Sheep.shtml [13 Juni 2005] Broad TE et al. 2000. Search for a locus near to myostatin that increases muscling in Texel Sheep in New Zealand. Proceedings of the New Zealand Society of Animal Production. 60: 110-112. Carpenter CE, Rice OD, Cockett NE, Snowder GD. 1996. Histology and composition of muscles from normal and Callipyge lambs. J Anim Sci 74: 388-393. Cavanagh CR et al. 2002. Comparisons for Quantitative Trait Loci (QTL) detected for fat deposition in sheep using computed tomography (CT). 7th World Congress on Genetic Applied to Livestock Production. France: August, 19-23, Montpellier. 4pp. Chaniago T, Obst JM, Boyes T. 1982. The growth of Javanese thin-tail rams with improved feed and management. In: Animal Production and Health in the Tropics. Eds. M.R. Jainudeen and A.R. Omar. Universiti Pertanian Malaysia. Pp. 327-328. Chee M et al. 1996. Accessing genetic information with high-density DNA arrays. Science 274: 610-614. Churchill GA, Doerge RW. 1994. Empirical threshold values for quantitative trait mapping. Genetics 138: 963-971. Ciobanu DC et al. 2004. New alleles in calpastatin gene are associated with meat quality traits in pigs. J Anim Sci 82: 2829-2839. Cockett NE et al. 1994. Chromosomal localization of the Callipyge gene in sheep (Ovis aries) using bovine DNA markers. Proc Natl Acad Sci USA 91: 30193023. Cockett NE et al. 1996. Polar overdominance at the ovine Callipyge locus. Science (Washington DC) 273: 236-238. Cockett NE, Shay TL, Smit M. 2001. Analysis of the sheep genome. Physiol Genomics 7: 69-78. Collingwood KM et al. 1992. cDNA sequence and ontogenic expression of ovine calpastatin. Ninth International ICOP conference on proteolysis and protein turnover. Williamsburg, VA. Cooper DN, Smith BA, Cooke HJ, Niemann S, Schmidtke J. 1985. An estimate of unique DNA sequence heterozygosity in the human genome. Human Genetics 69: 201-205. Cowan CM, Dentine MR, Ax RL, Schuler LA. 1990. Structural variation around prolactin gene linked to quantitative traits in an elite Holstein sire family. Theor. Appl. Genet. 79: 577-582. Crawford AM et al. 1994. Sheep linkage mapping: Nineteen linkage groups derived from the analysis of paternal half-sib families. Genetics 137: 573-579. Crawford AM et al. 1995. An autosomal genetic linkage map of the sheep genome. Genetics. Vol. 140: 703-724. Crawford AM, Dodds KG, McEwan JC. 2000. DNA Markers, Genetic Maps and the Identification of QTL: General Principles. Di dalam: Axford RFE, Bishop SC, Nicholas FW, Owen JB, editor. Breeding for Disease Resistance in Farm Animals, Edisi ke-2. UK: CAB International. hlm. 3-26. Davis GH, Montgomery GW, Allison JA, Kelly RW, Bray AR. 1982. Segregation of major gene influencing fecundity in progeny of Booroola sheep. New Zealand Journal of Agricultural Research 25: 525-529. Davis GP, DeNise SK. 1998. The impact of genetic markers on selction. J Anim Sci 76: 2331-2339. Delgado EF, Geesink GH, Marchello JA, Goll DE, Koohmaraie M. 2001. The calpain system in three muscle of normal and callipyg sheep. J Anim Sci 79: 398-412. de Gortari MJ et al. 1998. A second-generation linkage map of the sheep genome. Mamm Genome 9: 204-209. Dekkers JCM. 2004. Commercial application of marker- and gene-assisted selection in livestock: Strategies and lessons. J Anim Sci 82 (E. Suppl.): E313-E328 de Koning DJ et al. 2001. Detection and characterization of quantitative trait loci for meat quality traits in pigs. J Anim Sci 779: 2812-2819. Diez-Tascon C, Bayon Y, Arranz JJ, De La Fuente F, San Primitivo F. 2001. Mapping quantitative trait loci for milk production traits on ovine chromosome 6. J Dairy Res 68: 389-397. Diwyanto K. 1982. Pengamatan fenotip domba Priangan serta hubungan antara beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Magister Sain Thesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [DJBPP] Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2004. Satistik Peternakan Tahun 2004.. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. hlm.118 (228 hal) Dolling CHC, Jefferies BC. 1991. Genetic resources for woll production. In: K. Maijala, K. (ed.) World Animal Science, B 8. Genetic resources of Pig, Sheep and Goat. Elsevier. Amsterdam. 277-290. Dominik S. 2005a. Gene Markers and Gene Research. CSIRO Livestock Industries, Armidale, NSW. Australia. [email protected] [28 Feb 2005]. Dominik S. 2005b. Quantitative trait loci for internal nematode resistance in sheep: a review. Genet. Sel. Evol. 37 (Suppl. 1): S83-S96. Duckett SK, Snowder GD, Cockett NE. 2000. Effect of the Callipyge gene on muscle growth, calpastatin activity and tenderness of three muscles across the growth curve. J Anim Sci 78: 2836-2841. Edwards MD, Stuber CW, Wendel JF. 1987. Molecular-marker-facilitated investigations of quantitative-trait loci in maize. I. Numbers, genomic distribution and types of gene action. Genetics 116: 113-125 Etherington DJ. 1984. The combination of proteolytic enzymes to postmortem changes in muscle. J Anim Sci 59:1644-1649. Evans GJ et al. 2003. Identification of quantitative trait loci for production traits in commercial pig populations. Genetics 164: 621-627. Franklin IR. 1997. Systematics and Phylogeny of the Sheep. Di dalam: L. Piper & A. Ruvinsky, editor. The Genetics of Sheep. Cambridge: Cab International. hlm 112. Freking BA et al. 1998. Evaluation of the ovine Callipyge locus. I. Relative chromosomal position and gene action. J Anim Sci 76: 2062-2071. Freking BA et al. 1999. Evaluation of the ovine Callipyge locus: III. Genotypic effects on meat quality traits. J Anim Sci 77: 2336-2344. Fujii J et al. 1991. Identification of a mutation in the porcine ryanodine receptor that is associated with malignant hyperthermia. Science 253: 448-451. GenBank accession no. L14450. http://www.ncbi.nih.gov/GenBank [6 Juni 2005] Georges M et al. 1990. On the use of DNA fingerprints for linkage studies in cattle. Genomics 6: 461-474. Georges M et al. 1993a. Microsatellite mapping of the gene causing weaver disease in cattle will allow the study of an associated quantitative trait locus. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 90: 1058-1062. Georges M et al. 1993b. Microsatellite mapping of a gene affecting horn development in Bos taurus. Nat. Genet. 4: 206-210. Georges M et al. 1995. Mapping quantitative trait loci controlling milk production in dairy cattle by exploiting progeny testing. Genetics 139: 907-920. Georges M. 1998. Mapping genes underlying production traits in livestock. P. 77101. Di dalam: Animal Breeding, Technology for the 21st century (Edt. AJ. Clark). Australia: Howard Academic Press. Graham ERB, McLean DM, Zuledrans P. 1984. The effect of milk protein genotypes on the cheesemaking properties of milk and on yield of cheese. Proc. 4th Conf. Aust. Assoc. Anim. Breed. Genet. Adelide. P. 136. Green P, Falls K, Crooks S. 1990. CRI-MAP Documentation, version 2.4. 30 hal. [email protected] [21 September 2001] Grobet L et al. 1997. A deletion in the bovine myostatin gene causes the doublemuscled phenotype in cattle. Nat. Genet. 17: 71-74. Grosz MD, MacNeil MD. 2001. Putative quantitative trait locus affecting birth weight on bovine chromosome 2. J Anim Sci 79: 68-72. Haley C. 1999. Advances in quantitative trait locus mapping. In Proceedings of From Jay L., Lush to Genomics. Visions for Animal Breeding and Genetics. Iowa State University, Ames. Iowa, USA: 47-59. Haley CS. 2001. Mapping genes for milk and meat quality. http://www.bsas.org.uk /downloads/annlproc/Pdf2001/275.pdf [14 April 2005]. Haley CS, Knott SA. 1992. A simple regression method for mapping quantitative trait loci inline crosses using flank markers. Heredity 69: 315-324. Haley CS, Knott SA, Elsen J-M. 1994. Mapping quantitative trait loci in crosses between outbred lines using least squares. Genetics 136: 1195-1207. Hartl D, Clark AG. 1997. Principles of Population Genetics. Sinauer Associates, Inc. Sunderland, Massachusetts Hediger R, Ansarai HA, Stranzinger GF. 1991. Chromosome binding and gene localizations support extensive conservation of chromosome structure between cattle and sheep. Cytogenet Cell Genet 57: 127. Hoeschele I, Meinert TR. 1990. Association of genetic defects with yield and type traits: The weaver locus effect on yield. J. Dairy Sci. 73: 2503-2515. ImmGen. 2003. Quantitative Trait Loci. http://www.immgen.com/ Services/ Traits/ QTL.html [1 Agustus 2003]. Jackson SP, Green RD, Miller MF. 1997. Phenotyphic characterization of Rambouillet sheep expressing the Callipyge gene: I. Inheritance of the condition and production characteristics. J Anim Sci 75: 14-18. Jopson NB et al. 2001. Mode of inhereitance and effects on meat quality of the ribeye muscling (REM) QTL in sheep. Proc Assoc Adv Anim Breed Genet 14: 111-114. Jeffreys AJ, Wilson V, Thien SL. 1985. Hypervariable minisatellite regions in human DNA. Nature 34:67-73. Kappes SM et al. 1997. A second-generation linkage map of the bovine genome. Genome Res. 7: 235-249. Kashi Y, Hallerman E, Soller M. 1990. Marker-assisted selection of candidate bull for progeny testing programmes. Anim. Prod. 51: 63-74. Kehrli ME Jr, Acermann MR, Shuster DE, Gilbert RO, Ryncarz RE. 1994. Bovine leukocyte adhesion deficiency. Proc. 5th World Congr. Genet. Appl. Livest. Prod. 21: 157- 163. Kerth CR, Jackson SP, Miller MF, Ramsey CB. 1995. Physiological and sensory characteristics of Callipyge sheep. Texas Tech Univ Res Rep No. T-5-356, 3133. Killefer J, Koohmaraie M. 1994. Bovine skeletal muscle calpastatin: cloning, sequence analysis, and steady-state m RNA expression. J Anim Sci 72: 606-614. Kim JJ, Park YI. 2001. Current status of quantitative trait locus mapping in livestock species. Asian Australian Journal of Animal Science 14: 587-596. Kinghorn B, Van der Werf J. 2000. Identifying and incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs. Armidale-Australia: University of New England. Kinghorn B. 2000a. DNA test and segregation analysis for genetic disorders (Chapter 3). Di dalam: Kinghorn B & Van der Werf J, editor. Identifying and incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs. QTL course: June 2000: Belo Horizonte-Brazil. Armidale: University of New England. Kinghorn B. 2000b. Implementing direct and indirect markers (Chapter 16). Di dalam: Kinghorn B & Van der Werf J, editor. Identifying and incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs. QTL course: June 2000: Belo Horizonte-Brazil. Armidale: University of New England. Kinghorn B, van Arendonk JAM, Hetzel J. 1994. Detection and use of major genes in animal breeding. AgBiotech News and Information 6: 297N-302N. Knott SA, Elsen JM, Haley CS. 1996. Methods for multiple-marker mapping of quantitative trait loci in half-sib populations. Theor Appl Genet 93: 71-80. Knott SA, Haley CS. 1992. Maximun likelihood mapping of quantitative trait loci using full-sib families. Genetics 132: 1211-1222. Koohmaraie M, Shackelford SD, Wheeler TL, Lonergan SM, Doumit ME. 1995. A muscle hypertrophy condition in lamb (Callipyge): characterization of effects on muscle growth and meat quality traits. J Anim Sci 73: 3596-3607. Kruglyak L, Lander ES. 1995. Complete multipoint sib-pair analysis of quantitative and quantitative traits. American Journal of Human Genetics 57: 439-454. Lander ES, Schork NJ. 1994. Genetic dissection of complex traits. Science 265: 2037-2048. Lander ES, Botstein D. 1989. Mapping Mendelian factors underlying quantitative traits using RFLP linkage maps. Genetics 121: 185-199. LeRoy P, Elsen JM. 1992. Simple test statistics for major gene detection: a numerical comparison. Theor. Appl. Genet. 83: 635-644. Lorenzen CL et al. 2000. Protein kinetics in Callipyge lambs. J Anim Sci 78:78-87. Lynch M, Walsh B. 1998. Genetic and Analysis of Quantitative Traits. Massachusettes-USA: Sinauer Associates, Inc. MacKinnon MJ, Georges MAJ. 1998. Marker-assisted preselection of young dairy sires prior to progeny-testing. Livestock Production Science 54: 229-250. Maddox JF et al. 2001. An Enhanced Linkage Map of the Sheep Genome Comprising More Than 1000 Loci. Genome Research 11, Issue 7, 1275-1289. Maddox JF et al. 2002. An enhanced sheep linkage map comprising more than 220 genes and EST associated markers. XXVIII International Conference on Animal Genetics. International Society for Animal Genetics (ISAG). August 11-15, 2002. Gottingen, Germany. Section D: Marker, Polymorphism and Biodiversity. D 080, p. 116. Maijala K. 1997. Genetic aspects of Domestication, Common Breeds and their Origin. Di dalam: L. Piper & A. Ruvinsky, editor. The Genetics of Sheep. Cambridge: Cab International. hlm 13-49. Marcq F et al. 1998. Investigating the role of myostatin in the determinism of double muscling characterizing Belgian Texel sheep. Animal Genetics 29: 52-53. Marcq F et al. 1999. Mapping quantitative trait loci causing the muscular hypertrophy of Belgian Texel sheep. Proc 50th EAAP Zurich Switzerland. Margawati ET, Subandriyo, Muladno, Martojo H, Raadsma HW. 2004. Analysis of Candidate major gene for pre-weaning growth traits in sheep. The 3rd Indonesian Biotechnology Conference. Bali, December 1-3rd. 9pp (In Press) Margawati ET, Subandriyo. 2004. Analisa segregasi karakter berat lahir pada anak domba silang balik (Merino X Ekor Tipis X Merino). Prosiding PERIPI (Perhimpunan Pemuliabiakan Indonesia), in press. Marshall K, Henshall J, Banks RG, Van der Werf JHJ. 1999. Finding mjor gene effects in Australian meat sheep – feasibility study for a Texel dataset. Proceedings of the Associtaion for Advancement in Aminal Breding and Genetics 13: 86-89. Martinez O, Curnow RN. 1992. Estimating the locations and the size of the effects of quantitative trait loci using flanking markers. Theoretical and Applied Genetics 85: 480-488. Mason IL. 1980. Prolific Tropical Sheep. FAO Animal Production and Health Paper. Food and Agriculture Organization of United Nations. Rome 17: 65-74. Meuwissen THE, Goddard ME. 1996. The use of marker haplotypes in animal breeding schemes. Genetics Selection Evolution 28: 161-176. Meuwissen THE, Goddard ME. 2000. Fine mapping of quantitative trait loci using linkage disequilibria with closely linked marker loci. Genetics 155: 421-430. Meuwissen THE, van Arendonk JAM, 1992. Potential improvements in rate of genetic gain from marker-assisted selection in dairy cattle breeding schemes. J. Dairy Sci. 75: 1651-1659. Montaldo HH, Kinghorn BP, Kerr RJ. 1998. Screening pedigreed data sets for evidence of major genes. http//metz.une.edu.au/~bkinghor/sept98/ hugo/sld011.htn Montaldo HH, Meza-Herrera CA. 1999. Use of molecular markers and major genes in the genetic improvement of livestock. BIP Article. 6pp. Montgomery GW, Sise JA. 1990. Extraction of DNA from sheep white blood cells. New Zealand Journal of Agricultural Research. Vol. 33: 437-441 Montgomery GW et al. 1993. The ovine Booroola fecundity gene is linked to markers from a region of human chromosome 9. Nat. Genet. 4: 410-414. Montgomery GW et al. 1994. The Booroola fecundity (FecB) gen maps to sheep chromosome 6. Genomics 22: 148-153. Morgan JB, Wheeler TL, Koohmaraie M, Crouse JD, Savell JW. 1993. Effect of castration on myofibrillar protein turnover, endogenous proteinase activities, and muscle growth in bovine skeletal muscle. J Anim Sci 71: 408-414. Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Mulliadi ND. 1996. Sifat fenotipik domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nicholas FW. 1996. Introduction of Veterinary Genetics. Oxford and New York: Oxford University Press. Nicoll GB et al. 1998. Genetic linkage of microsatellite markers to the Carwell locus for rib-eye muscling in sheep. Proc 6th World Cong Genet Appl Livestock Prod, Armidale, Australia 26: 529-532. Nonneman D, Kappes SM, Koohmaraie M. 1999. A polymorphic microsatellite in the promoter region of the bovine Calpastatin gene. J Anim Sci 77: 3114-3115. Noor RR. 1996. Genetika Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya. Obst JM, Chaniago T, Boyes T. 1980. Survey of sheep and goats slaughtered at Bogor, West Java, Indonesia. Centre for Animal Research and Development, Bogor, Indonesia. Centre Report No. 10. Ohno S et al. 1989. Four genes for the calpain family locate on four distinct human chromosomes. Cytogenet Cell Genet 51: 1054-1055. OMIM 114240.2005. CALPAIN3; CAPN3. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/ dispomim.cgi?id=114240&_gene=CAPN3 [23 Juni 2005] OMIM 114220. 2005. CALPAIN1; CAPN1. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/ dispomim.cgi?id=114220 [23 Juni 2005] OMIM 114230. 2005. CALPAIN2; CAPN2. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/ dispomim.cgi?id=114230. [23 Juni 2005] OMIM 253600. 2005. MUSCULAR DYSTROPHY, LIMB-GIRDLE, TYPE 2A; LGMD2A. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.cgi?id=253600 [23 Juni 2005] OMIM. 114090. 2005. Calpastatin: CAST. Gene Map Locus 5q15-q21. http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/dispomim.cgi?id=114090&_gene=CAST [23Juni 2005]. OMIM 182450. 2005. SOMATOSTATIN; SST. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/ dispomim.cgi?id=182450 [29 Juni 2005] OMIM 182451. 2005. SOMATOSTATIN RECEPTOR1; SSTR1. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.cgi?id=182451 [29 Juni 2005] Palmer BR, Roberts N, Hickford JGH, Bickerstaffe R. 1998. Rapid Communication: PCR-RFLP for MspI dan NcoI in the ovine calpastatin gene. J Anim Sci 76: 1499-1500. Pallawarukka. 1999. Ilmu Pemuliaan Ternak Perah. Bogor: Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Piper L, Ruvisnky A. 1997. The Genetics of Sheep. Cambridge-UK: CAB International., UK. Piper LR, Bindon BM. 1996. The Boorola Merino. In: Prolific Sheep (Editor: Mohamed H. Fahmy). Cambridge-UK: CAB International. Primrose SB. 1995. Principles of Genome Analyis. A Guide to Mapping and Sequencing DNA from Different Organisms. Australia: Blackwell Science Ltd. Pringle TD. 2005. The Callypige Sheep: A Model for Developing Laboratory Skills in Muscle Growth and Meat Quality. Animal and Dairy Science. The University of Georgia. http://www.teach-usda.ahnrit.vt.edu/workshops/ southern/ symposium_pdfs/pringle.pdf [6 Juli 2005] Putu IG. 1981. Reproductive wastage in ewes involved in a twice yearling lambing programme. Thesis submitted to the School of Wool and Pastoral Sciences, University of New South Wales, for the Degree of Master of Science. [BBSRC] 2005. QTL Express. http://qtl.cap.ed.ac.uk. [20 Januari 2005]. Raadsma HW et al. 2002a. Major genes for high resistance to Haemonchus contortus and fasciola gigantica in Idonesia Thin Tail (ITT) Sheep. XXVIII Intl. Conf. Anim. Genet. Intl. Soc. Anim. Genet. (ISAG). August 11-15, 2002. Gottingen – Germany. Section E: Association between markers and traits. E 071. p. 188. Raadsma HW et al. 2002b. Towards molecular genetic characterisation of high resistance to internal parasite in Indonesian Thin Tail Sheep. Proc. 7th World Congr. Genet. Appl. Livest. Prod., August 19-23, 2002. Montpellier, France, Communication No. 13-19, Session 13, Disease Resistance. Reichmann KG, Drinkwater RD, Hetzel DJS, Hielscher RW, Healy PJ. 1994. Generalised glycogenosis (Pompe’s Disease) in Brahman cattle. A review of the syndrome and its control in Australia. Proc. 5th World Congr. Genet. Appl. Livest. Prod. 21: 165-168. Richard I et al. 1995. Mutations in the proteolytic enzyme calpain 3 cause limb-girdle muscular dystrophy type 2A. Cell 81: 27-40. Richard I et al. 1997. Multiple independent molecular etiology for limb-girdle muscular dystrophy type 2A patients from various geographical origins. Am J Hum Genet 60: 1128-1138 Rocha JL, Braker JF, Womack JE, Sanders JO, Taylor JF. 1992. Statistical associations between restriction fragment length polymorphisms and quantitative traits in beef cattle. J. Anim. Sci. 70: 360-3370. Roher GA, Alexander LJ, Keele JW, Smith TP, Beattie CW. 1994. A microsatellite map of the porcine genome. Genetics 136: 231-245. Rothschild MF et al. 1994. A major gene for litter size in pigs. Proc. 5th World Congr. Genet. Appl. Livest. Prod. 21: 225-228. Rothschild MF et al. 1996. The estrogen receptor locus is associated with a major gene influencing litter size in pigs. Proceedings of the National Academy of Sciences USA, 201-205 Russell PJ. 1990. Genetics. Edisi ke-2. London: Scott, Foresman and Company. Ryder ML . 1983. Sheep and Man. London: Duckworth Press. Ryder ML. 1984. Sheep. Di dalam I.L. Mason, editor. Evolution of Domestic Animals. London: Longman. hlm. 63-85. Sabrani M et al. 1982. Laporan Survey Baseline Ternak Kambing dan Domba. SRCRSP. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. 65-76. [SASBA] The South Africa Stud Book and Livestock Improvement Association. 2001. Merino Landsheep Breeders’ Society. http://www.classicreader.com/ read.php/sid.6/bookid.1335/ [6 September 2005] Seaton G, Haley CS, Knott SA, Kearsey M, Visscher PM. 2002. QTL Express: mapping quantitative trait loci in simple and complex pedigree. Bioinformatics 18: 339-340. Setiadi B, Subandriyo, Iniguez LC. 1995. Reproductive performance of small ruminants in an outreach pilot project in West Java. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 1: 73-80. Shuster DE, Kehrli ME, Ackermann MR, Golbert RO. 1992. Identification and prevalence of a genetic defect that causes leukocyte adhesion deficiency in Holstein cattle. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 93: 201-205. Sitorus SS, Ginting S, Van Eys JE, Inounu I. 1985. Effect of level of feeding and litter size on milk and composition from Javanese ewes. Proceedings of the 3rd AAAP Animal Science Congress, Seoul. 1: 784-786. Smith C, Simpson SP. 1986. The use of genetic polymorphisms in livestock improvement. Animal Production 20: 1-10. Smith C, Smith DB. 1993. The need for close linkges in marked-assisted selection for economic merit in livestock. Anim. Breed. Abst. 61: 197-204. Smith T. 2003. Genetic Selection for Tenderness. http://www.beefquality.biz /030926.htm [23 Juni 2005] Speck PA et al. 1993. Transient changes in growth and calpain and calpastatin expression in ovine skeletal muscle after short-term dietary inclusion of cimaterol. Biochemie 75: 917-923. Spencer MJ, Mellgren RL. 2002. Overexpression of a calpastatin transgene in mdx muscle reduces dystrophic pathology. Human Molecular Genet 11: 2645-2655. Stam P. 1986. The use of marker loci in selection for quantitative characters. Di dalam: C Smith, JWB King, JC McKay, editor. Exploiting new technologies in animal breeding. Oxford. UK. hlm. 170-182. Subandriyo et al. 1996. Pemuliaan bangsa domba sintetis hasil persilangan antara domba lokal Sumatera dengan domba Balu. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjama dengan Proyek Pembinan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Subandriyo, Vogt DW. 1995. Adjustment factors of birth weight and four postnatal weights for type of birth and rearing, sex of lambs and dam age. Jurnal ilmu Ternak dan Veteriner 1: 1-10. Subandriyo. 2003. Merentang potensi plasma nutfah domba ekor tipis dan peningkatan mutu genetik melalui persilangan. Paper Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Bogor: Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian. Deptan. Thomas N, Mathius W, Sabrani M. 1982. Small ruminant production in West Java: Methodology and initial results. Di dalam: J.C. Fine & R.G. Lattimore, editor. Livestock in Asia: Issues and Policies. Ottawa, Canada: Int. Development Research Centre, hlm. 161-166. Tiesnamurti B, Inounu I, Sitorus P, Subandriyo. 1985. Pre-weaning performance of Javanese lambs. Proceedings of the 3rd AAAP Animal Science Congress, Seoul. 2: 321-323. Tiesnamurti B, Subandriyo, Sudaryanto B, Suparyanto A, Handayani SW. 1998. Keragaan Biologi domba ekor tipis local di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Buletin Plasma Nutfah 3: 46-54. Tiesnamurti B. 2001. Kajian genetik induk domba priangan peridi ditinjau dari aspek kuantitatif dan molekuler. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. van der Beek S, van Arendonk JAM. 1996. Marker-assisted selection in an outbred poultry breeding nucleus. J Anim Sci 62: 171-180. Van der Werf J. 2000a. An overview of animal breeding programs (Chapter 1: hlm 18). Di dalam: B. Kinghorn, J. Van der Werf, editor. QTL course: Identifying and incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs. Armidale, Australia: University of New England. Van der Werf J. 2000b. Introduction to some aspects of molecular genetics (Chapter 4: hlm 35-43). Di dalam: B. Kinghorn, J. Van der Werf, editor. QTL course: Identifying and incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs. Armidale, Australia: University of New England. Van der Werf J. 2000c. Methods for QTL Analysis (Chapter 9: hlm 79-90). Di dalam: B. Kinghorn, J. Van der Werf, editor. QTL course: Identifying and incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs. Armidale, Australia: University of New England Van der Werf J. 2000d. Basic of Marker Assisted Selection (Chapter 15: hlm 119127). Di dalam: B. Kinghorn, J. Van der Werf, editor. QTL course: Identifying and incorporating genetic markers and major genes in animal breeding programs. Armidale, Australia: University of New England. van Kaam JBCHM et al. 1999. Whole genome scan in chickens for quantitative trait loci affecting growth and feed efficiency. Poultry Science 78: 15-23. Vos P et al. 1995. AFLP: a new technique for DNA fingerprinting. Nucleic Acids Research 23: 4407-4414. Walling GA, et al. 2000. The consequences of carrying the Booroola fecundity (FecB) gene on shep liveweight. www.bsas.org.uk/meeting/annlproc /PDF2000/043.pdf [25 Februari 2005] Walling GA, Visscher PM, Simm G, Bishop SC. 2001. Confirmed linkage for QTLs affecting muscling in Texel sheep on chromosome 2 and 18. Proceedings of the 52nd Annual Meeting of the European Association for Animal Production. Paper G5.6. Walling GA et al. 2002. QTL detection in the UK Suffolk and Texel sheep sire referencing schemes. www.projects.roslin.ac.uk/sheepmap/bsas2002.pdf [25 Februari 2005] Walling GA. 2004. Mapping of quantitative trait loci for growth and carcass traits in commercial sheep populations. Journal of Animal Science 82: 2234-2245. White JA et al. 1997. Guidelines for human gene nomenclature. Genomics 45: 468471. Williams JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA, Tingey SV. 1990. DNA polymorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acids Res 18: 6531-6535 Yamada Y et al. 1992. Cloning and functional characterization of a family of human and mouse somatostatin receptors expressed in brain, gastrointestinal tract, and kidney. Proc. Nat. Acad. Sci. 89: 251-255. Zaid A, Hughes HG, Porceddu E, Nicholas FW. 1999. Glossary of Biotechnology and Genetic Engineering. Rome-Italy: FAO Research and Technology Paper 7. Zaid A, Hughes HG, Porceddu E, Nicholas FW. 2001. Glossary of Biotechnology and Genetic Engineering. Rome-Italy: FAO Research and Technology Paper 9. Zulbardi, M. 1977. Sheep in Indonesia. Report for FAO/UNEP “Conservation of Animal Genetic Resources” TS 13pp. 94 Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom No Penciri Krom Sekuen penciri Suhu Anneal (oC) Ukuran (pb) 1 MCM46 1 AGTTGGACACGACTAAGTGAGC _TCACAGTCATAACCAGAGTAGCAGT 59 104-132 2 EPCDV21 1 GATCTGCGCACTGCTCTGTC GGCTGACCTGGTCGAACTTG 58 135 3 HH51 1 CAAATTTATAAACTGGCCTGCCGC AACTCTTGCGATTGTCTTTCGAGATTACC 55 125-165 4 BM6465 1 AGGAGCAAGCATCTTTAATGTG TGCCAGGCTATAGAAGGACTT 58 119-133 5 BM4129 1 AACCTTTATTAGGGGAGTTCGG TAAGCTGTGGAGTGCAGCAA 56 72-80 6 BMS482 1 ACTTCCCCAGTCTTCCCAGT TGGTGGACAGTCCCATACAG 56 167-225 7 BM6438 1 ACTTCCCCAGTCTTCCCAGT TGGTGGACAGTCCCATACAG 56 109-141 8 MAF64 1 AATAGACCATTCAGAGAAACGTTGAC CTCATGGAATCAGACAAAAGGTAGG 63 109-141 9 CSSM04 1 ATGCGTCCTAGAAACTTGAGATTG GAAATCATCTGGTCATTATCAGTG 52 196-220 10 INRA011 1 CGAGTTTCTTTCCTCGTGGTAGGC GCTCGGCACATCTTCCTTAGCAAC 52 203-208 11 BM6506 1 GCACGTGGTAAAGAGATGGC AGCAACTTGAGCATGGCAC 54 192-208 12 URB038 1 CAGTAGCTGAGCGAGAAGGTGAG AAACGAGAGGTGCCAGGGCTGT ? 154 13 BMS4045 1 TTTTTATTTTGGCTATCCTTGG ATGCCTGTAGGTTAGGAAAGTG 58 116-123 14 BMS1789 1 CTGGAAACTGGAAACTAGTGGG GTGAGGCATTATCAAGAAGCTG 52 117-121 95 15 MCM357 1 ATCTCTTTGCTCACCAATTAAGCA CCTGAGAAAACATTGAGTGTGCG 60 93-115 16 LSCV42 2 CAGTCCATGGGATTGCAGAG CTGAGGAAAGCGGGAACAGA 54 117-141 17 CSRD65 2 TAGAGAAGGTGGCTGATGTCAGAG AAACAGCAGTTGCTTGGGTGTACG 55 142-156 18 MCM147 2 TCCGATGTTAGATGACTTTTGTGC AGCTGGTATCTGTGTCTGTCATCC 55 177-223 19 MCM505 2 ATCAGCACCATCTTAGGCCTAGA TGTAGATTCCCTCAATATAAAAATGGT ? 104-128 20 BMS1341 2 CCTACCTACTGCACAGTTTTGC CTCCCATATAAGTTACCCACCC 56 115-137 21 FCB128 2 CAGCTGAGCAACTAAGACATACATGCG ATTAAAGCATCTTCTCTTTATTTCCTCGC 60 99-131 22 TGLA10 2 CTAAATTTATCCCACTGTGGCTCTT CAATCTGCAGTAGCATACATCCTTG 52 185-207 23 BM81124 2 GCTGTAAGAATCTTCATTAAGCACT CCTGATACATGCTAAGGTTAAAAAC 54 183-223 Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan) No Penciri Krom Sekuen penciri Suhu Anneal (oC) Ukuran (pb) 24 HH30 2 CTCAGTCTCAACTTTGTTCCTCTATAGC GAAAGCTAAGGCTGAACATTGTGCCC 55 103-117 25 BMS1126 2 AGCCAGCAGCAATCAAGG GCCAGCATCAAGTCAGCTC 59 164-180 26 MCM554 2 TGCTGTTTTCCTTTACACCTGCTC GGAATTAGAATATCATTCCTTCATCG 52 130-160 27 FCB11 2 GGCCTGAACTCACAAGTTGATATATCTATCAC GCAAGCAGGTTCTTTACCACTAGCACC 63 121-143 28 BMS1350 3 GTGGTAATCGGAAAATGCAA ACTGTTGGGAGAATCACATTTC 57 116-144 96 29 ILSTS28 3 TCCAGATTTTGTACCAGACC GTCATGTCATACCTTTGAGC 55 130-171 30 BMS710 3 TTCTACTCTCCAGCCTCCTCC GTTGGCTCCAAGAGCAAGTC 58 98-138 31 TGLA67 3 GTGTCAAGTAAGACTGTTCAAA TATGGAATTGCAAAGAATTGGAT 52 107-121 32 INRA131 3 GGTAAAATCCTGCAAAACACAG TGACTGTATAGACTGAAGCAAC 57 98-126 33 BM827 3 GGGCTGGTCGTATGCTGAG GTTGGACTTGCTGAAGTGACC 55 204-224 34 ILSTS42 3 AGGATTCTTTACCTCCAAGG TGGCTCTTCGTATCAGGTGG 55 143 35 BMS1617 3 GCCTGCATGTGTCTGTGG TCTGTGTCGGAATACCCTCC 54 159-171 36 VH130 3 ACTCTTTACTACTGTACCACCTAGG ATATTGAGGGCTTAAGTTCTGTCTTC 55 106-128 37 BM8230 3 GTAATTCTGGACACGACACACA TTAAGGATATGCAGAGGGTGTT 57 97-111 38 BMS1248 3 GTAATGTAGCCTTTTGTGCCG TCACCAACATGAGATAGTGTGC 55 130-150 39 BMS772 3 TTGTGCAATCAAGTGGTAACTG CTCACTAAGATGCCTGGTGATC 58 125-169 40 BMS1788 4 ACGTCCAGATTCAGATTTCTTG GGAGAGGAATCTTGCAAAGG 58 105-117 41 MCM218 4 GATCCTAGCATCAGTCTCCAGATG CACTAAAAGCTTATGAAAGTTCCAGC ? 140-160 42 MCM2 4 TCCAGGATTCATTATGTAGTAGAGCG TTTCAAGTGACTTCTCCCAGAGAC 55 83-117 43 BMS1237 4 GTTTTCACTAGCACCCTGTGG CCCAGTTAACCCTAGAGTCGG 58 167-173 44 MCM144 4 GGGTCCCAAAGAACTGGACTT TCTCTGGTACTCGATTCTACTCTGGA ? 96-124 45 HH35 4 AATTGCATTCAGTATCTTTAACATCTGGC ATGAAAATATAAAGAGAATGAACCACACGG 55 119-139 97 46 MCM73 4 CTCTTCATTCTGCAAAAGTTTGTCAC GCTTGTGAGATGAACAATAAGTCATAGG 55 133-193 Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan) No Penciri Krom Sekuen penciri Suhu Anneal (oC) Ukuran (pb) 47 MCM380 5 TAAGAACCACTTTGGGGACTCC AGGGCTCTGACTGCTTTGTGT 50 102-122 48 TGLA303 5 CTTGTGTGCCAGACCCAGGAATCC CATAAGTCAAAGTAACAGTTTAGATGTCC 60 ? 49 BMS2258 5 CCAGCAGAAGAGAAAGATACTGA AGTGGTAGAACTTCCATCTCACA 57 131-149 50 BMS792 5 AGCATGTATCCAATCTACCCTG GCAAGCCCTAGGCTGAAA 57 120-170 51 TGLA137 5 GTTGACTTGTTAATCACTGACAGCC CCTTAGACACACGTGAAGTCCAC 55 ? 52 MCM527 5 GTCCATTGCCTCAAATCAATTC AAACCACTTGACTACTCCCCAA 50 165-175 53 BMS1247 5 TCAGCTCTCAGCAGCCTGTA GGGGTTAATGGTGATCTGCA 55 114-132 54 CP125 6 GCAAATAGCCTCTTGTATGATCCTTGG ACCAAAACAAGACCTTTATTTTTCATGG 52 127-149 55 MCM204 6 TCAGCTATAAAATGTTTCAGCTCTACG _GTAACAGCTTACCCAACTGTTCACC 56 159-175 56 HH55 6 GTTATTCCATATTCTTTCCTCCATCATAAGC CCACACAGAGCAACTAAAACCCAGC 55 117-155 57 BM4621 6 CAAATTGACTTATCCTTGGCTG TGTAACATCTGGGCTGCATC 52 135-157 58 CSRD93 6 GGATCGCAAAGAGTTAAGACATGA CCTGCTTATGAGTTTGACCACCTT 55 98-140 59 MCM214 6 AAGCGACTCAGGAGCAGCAG AATGCTTGCATTTATCAAAAGCC 55 74-98 98 60 BM3033 7 TGCTGGTGGTCTTTGAACAG GCAAACTGCTGGATAGGGAG 56 127-143 61 RNS5/BRN 7 CCTCCACACAGGCTTCTCTGACTT CCTAACTTGCTTGAGTTATTGCCC 59 ? 62 BMS1620 7 TATGAACTCACATGGTTACCACA TTGCCCAAAAATAGACCTTAAA 58 84-104 63 BMS2721 7 GTTCTCTGGGATTTGTGTCATT ATCCATGCAATAAAATTTAAAAGTG 58 141-169 64 MCM185 7 TGTTATTTGCATCCAAACTAAATGTG TTTGGGCCAGTGAAATAATCTACAC 53 75-89 65 BM1227 8 CACCAGTGATATTGGCTTATGG GGAAGAAACACTTCCAAACCC 51 120-158 66 UWCA9 8 CCTTCTCTGAATTTTTGTTGAAAGC GGACAGAAGTGAGTGACTGAGA 52 83-113 67 KD101 8 GTTCCACTTTTAGAACCTGCCTCT GCCACAACAGAAACCGTAGCTTCGACT 55 139-165 68 BMS1967 8 GGGCAGATGTGAGTAATTTTCC AACTGAGCTGTATGGTGGACG 58 97-133 69 ETH225 9 GATCACCTTGCCACTATTTCCT ACATGACAGCCAGCTGCTACT 57 136-156 70 BM757 9 TGGAAACAATGTAAACCTGGG TTGAGCCACCAAGGAACC 55 176-200 Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan) No Penciri Krom Sekuen penciri Suhu Anneal (oC) Ukuran (pb) 71 BL1009 9 TCTGTGTCAAAGTCCTGAGGG CCTGGCATTCTGCAGTCC 58 162-184 72 BM4513 9 GCGCAAGTTTCCTCATGC TCAGCAATTCAGTACATCACCC 55 144-168 73 RJH1 9 TGATTTAGATGCTTTGCTAATGCCA GGATTCTTTACCACTAGCCCCACCT 55 167-210 74 SRCRS25 10 AACTATAACGGGAAGGAGTCTGG AGGTTGTAGGAGTCGGACACAG 55 ? 99 75 AGLA226 10 AACAAGCCATGCTGAATGGTCTTATGTG GAAATGCAGTGTTGTCAGCCAAGC 60 1400 76 HH41 10 TCCACAGGCTTAAATCTATATAGCAACC CCAGCTAAAGATAAAAGATGATGTGGGAG 63 120-144 77 ILSTS56 10 GCTACTGAGTGATGGTAGGG AATATAGCCCTGGAGGATGG 55 155-179 78 BMS585 10 GCATTCCCCAATCTGTGAG TCTTTCTGTCTTAGTCTCTCCCTG 58 117-133 79 TGLA441 10 CACAACTGGTAAAATGGCAGTGGCAG GGCCAAGTCATCTGAATTTAATATACAG 54 119-130 80 HEL10 11 ATCTGCCTGAAGCCAGTCAC GGTTTCCTGCACCTGCATGA 62 98-114 81 CSSME70 11 ATACAGATTAAATACCCACCTG TTCTAACAGCTGTCACTCAGGC 50 137 82 BM17132 11 ATCTGCCAGTATCACATCAACA GTTACTTTTCCAGGCATGAAGC 56 79-89 83 MCM120 11 : TAGCTGTCAGGCCGTGCAGT GAGGTAAGTCTATAAGGCTCCCCTG 57 104-138 84 ETH3 11 GAACCTGCCTCTCCTGCATTGG ACTCTGCCTGTGGCCAAGTAGG 52 95-108 85 HUJ614 12 CGCCAGGCATGGTGAAGTCG CCCAGCACAGTACAGGCTGC 60 200 86 TGLA53 12 CAGCAGACAGCTGCAAGAGTTAGC CTTTCAGAAATAGTTTGCATTCATGCAG 58 121-147 87 CSSM03 12 GTACCTTAAGGTCAAGGGCTTTCT TGGGTCCAATTGAGAATCTTCATG 45 256-272 88 BM8225 12 AACAGCTCTAGGTGGACAACAC CTGAGCTTCATCCTCACAACC 56 139-149 89 MCMA52 12 ATGACTGAGTGCGCCACACT GGTCATAGAATTAAAACATCGGAA 52 97-125 90 IL2RA 13 AGCAGAGGTACAGGTGGTAAGCA GATATGCCTTGGAGAAGGTAGCGTAT 58 172-192 91 MCM152 13 CCTAGAAGCCTGGCTAAAATGTG GGAACTCTCATAGTTTCCCACTCC ? 128-150 100 92 HUJ616 13 TTCAAACTACACATTGACAGGG GGACCTTTGGCAATGGAAGG 52 115-154 93 BMS2319 13 AACTTGCATTTGGGCCTG GATTTGACCTGGATCTCCTCC 57 110-158 Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan) No Penciri Krom Sekuen penciri Suhu Anneal (oC) Ukuran (pb) 94 CSRD70 14 TTGCCTGAGCCAATTCTTTACAGT TGCTTGCAGCTGTGGTTGTATTAG 55 201-233 95 BMS2213 14 ATGGGCAGCTTAGGGATTG CTTCAAGAGCCTTCAGTGGG 58 127-147 96 LSCV30 14 GTGGATTTGTCTGTTCAAGC CAAAGAGTTGGACACAACTG 54 108-134 97 BR3510 15 GCTGGTGGGTTGTTTACCAC ACCCCGTGGACTGTAGTCTG 55 88-122 98 Z27076 15 TCTCCTGGCTACAGGGCTAA CCCACTGGCCTAGAACCC 56 151-184 99 BM848 15 TGGTTGGAAGGAAAACTTGG CCTCTGCTCCTCAAGACAC 50 ? 100 RM106 16 TGCAGTTCCGACCATGGTGGA CAAATGCTATCATTTCTTGGACAA 48 131-153 101 BM1225 16 TTTCTCAACAGAGGTGTCCAC ACCCCTATCACCATGCTCTG 52 245-259 102 MCM150 16 AGGAAAATCTTCCGGAGCTAAAC CCACTTGGAGTGAAAATGAGACA ? 117-153 103 VH98 17 ATGAACTAACCTCCGTAGACCCAGC CCGGAAGTCCATAAGAGCTATTCTTAACC 48 147-171 104 AGLA299 17 CAACTCGAAGTTGATCTTAAGACAC GAAAAACCAGAACTAAGGAGTTGGCTG 55 155 105 VH116 17 AGTGTGACTAGAGAACTAAATTTTGAAGGTC TATTTTTCCATCAAAAAGAACTCTATAGGGC 52 129-141 101 106 BM7136 17 TCCAACAACATCTTCTATCTGCC AAACATCCATTGGTGAGGGA 53 100-124 107 TGLA322 17 CATGCCACCTCTTGTCTGAAA CTTTAACATGGTTTAAATGACTATT ? 120 108 BM1117A 18 CACCTTTGAAATGTGTGCTCTCT AAAGCAGGGATCAGGCACTTT 60 102 109 VH54 18 CCTTAGGAACTAATGTGCACTTGTATGTG ATGGTTACTGAATGGCTGCCTAACCC 50 100-116 110 HH47 18 TTTATTGACAAACTCTCTTCCTAACTCCACC GTAGTTATTTAAAAAAATATCATACCTCTTAAGG 60 124-148 111 CSSM18 18 TGTGCATAATTTGTGTCCGTCCGGA AGGAATTCCCTCTAGAAAAGCAGGC 58 116-134 112 TMR1 18 GCCGCTGGTTCCTCCTCCA CAGAGCCCTGCGTCCATCTTCT 60 124-138 113 CSSM06 19 AGCTTCTGACCTTTAAAGAAAATG AGCTTATAGATTTGCACAAGTGCC 55 196-220 114 BMS875 19 TCCAGCTTGAATCCCTTCC AAGCAAAGGCTGGGAACAC 58 98-122 115 INRA132 20 AACATTTCAGCTGATGGTGGC TTCTGTTTTGAGTGGTAAGCTG 58 152-178 116 CSRD26 20 TGGAGAATTCCATGGTTAGAGGAG GATGGCTGGAAGCAGATACTCTAA 56 149-195 117 SMHCC1 20 ATCTGGTGGGCTACAGTCCATG GCAATGCTTTCTAAATTCTGAGGAA 58 191 Lampiran 1. Daftar penciri per kromosom (lanjutan) No Penciri Krom Sekuen penciri Suhu Anneal (oC) Ukuran (pb) 118 VH110 21 CTCTAGAGGATCACAGAGAGTCGG GCAGAAACATTTTTTTCCTTCAATATAGTTTCCC 55 109-139 119 BMC1206 21 GGGTGGCTATGACTCCAGTG GGTCCAGCCTTCCACCAC 52 129-141 120 BMS651 22 AATATGTGAAAACAAGTCAAAGCA CCTGGCAAGCAACAGTTAAT 58 89-127 102 121 BMS907 22 AGTTTCTACTCTGCCACTGTCC TAAAGTCCTGTCTGCCTCTTTC 60 80-112 122 BM1314 22 TTCCTCCTCTTCTCTCCAAAC ATCTCAAACGCCAGTGTGG 55 137-169 123 MAF36 22 TTGCGAAAAGTTGGACACAATTGAGC CATATACCTGGGAGGAATGCATTACG 63 99-125 124 BL6 23 TTTTTCACTGTACTAAAACGCTGC TCTCAAGTTTACATTTCCCTTTCC 50 166-202 125 CSSM31 23 CCAAGTTTAGTACTTGTAAGTAGA GACTCTCTAGCACTTTATCTGTGT 55 172 126 MCM136 23 GCACACACATACACAGAGATGCG AAAGAGGAAAGGGTTATGTCTGGA 55 140-170 127 URB031 23 TGGACAGCATAGGGAACTAGAT CTCAGCCTTCATACCAGTATTG 52 ? 128 JMP29 24 GTATACACGTGGACACCGCTTTGTAC GAAGTGGCAAGATTCAGAGGGGAAG ? 96-150 129 BMS744 24 CCGAGTGGAGTTCACACAAC CATAGGGTCACAAAGAGCTGG 55 130-148 130 BM737 24 TGGGATAGACCACATTGGAA GAATGCTGTTTGGGAGGGTA 54 119-139 131 MCM200 25 ACCAAACAGTGTCTCAACCCTG ACAGTCCTTAGATGCCATGTGC 55 130-150 132 MCMA7 25 ATCAGTCCTTCACAAGGTTG CCTGTTGCTATGTCATGTTG 52 240-268 133 RBP3 25 CTATGATCACCTTCTATGCTTCC CCCTAAATACTACCATCTTAGAAG 52 178-192 134 BMS2168 26 TCAGGGTTTCTGGAATATAGTCTT AAGGAATCGAAAGCAGGACT 55 145-169 135 BMS629 26 GCCTCAGGAAAGACAACCTG CCACAAAGGGACACAAAACC 58 149-165 136 JMP23 26 GTATCTTGGGAGCCTGTGGTTTATC GTCCCAGATGGGAATTGTCTCCAC 60 128 103 Lampiran 3. Input data: map file A B C D E F G H I J K L M 26 1 Chr1 MCM46 Chr2 LSCV42 Chr3 BMS1350 Chr4 BMS1788 Chr5 MCM380 Jumlah marker perkromosom 15 14.3 12 14.4 12 32 7 1.6 7 16.6 1 EPCDV21 1 CSRD65 1 ILSTS28 1 BMS1237 1 TGLA303 28.5 OARHH51 28.2 BM6465 20.2 BM4129 23.3 BMS482 18.3 BMS482 24.8 MCM147 30.2 MCM505 5.4 BMS1341 22.7 OARFCB128 18 TGLA10 57 BMS710 0.6 TGLA67 21.9 INRA131 44.2 BM827 3.5 ILSTS42 13.5 MCM218 12.9 MCM2 18.7 MCM144 56.8 OARHH35 28.7 MCM73 46.4 BMS2258 3.1 BMS792 20.4 TGLA137 12.3 MCM527 31.5 BMS1247 dst s/d kromosom 26 Keterangan; 26 = Jumlah kromosom domba Kolom B = Jarak marker (cM) antara A dan C Kolom D = Jarak marker (cM) antara C dan E, dan seterusnya 104 Lampiran 4. Input data: genotype file A 136 B C D E F G H I J K L M s/d 136 marker MCM46 EPCDV21 1 0 1261 1262 1263 1273 1322 1339 1345 1347 1354 1358 1360 1362 1369 1375 2 0 0 0 0 1261 1261 1261 1261 1261 1261 1261 1261 1261 1261 HH51 BM6465 0 0 0 0 10001 10002 10003 10004 10005 10006 10007 10008 10009 10010 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 BM4129 BMS482 BM6438 MAF64 CSSM04 F1 F1 F1 F1 OFF OFF OFF OFF OFF OFF OFF OFF OFF OFF 12 12 12 12 12 26 26 00 00 00 26 16 00 26 12 12 12 12 16 26 26 00 26 00 26 00 00 26 12 12 12 12 26 26 26 12 16 00 26 26 00 26 12 12 12 12 26 26 26 16 26 00 26 16 00 26 Keterangan: 136 = Jumlah marker yang digunakan Kolom A = ID domba yang digunakan Kolom B = Pejantan F1 yang digunakan Kolom C = Induk yang digunakan Kolom D = Jenis kelamin (1= jantan; 2= betina) Kolom E = Keterangan individu domba (F1= pejantan; OFF=offspring/progeny) Kolom F dan seterusnya = Hasil evaluasi alel 105 Lampiran 5. Input data: phenotype file A B C 4 0 1 Drop Genotype Sex * 1322 1 GMMM 1339 1 GMMM 1345 1 GMMM 1347 1 GMMM 1354 1 GMMM 1358 1 GMMM 1360 1 GMMM 1362 1 GMMM 1369 1 GMMM 1375 1 GMMM 1376 1 GMMM 1377 1 GMMM 1378 1 GMMM 1379 1 GMMM 1389 1 GMMM 1390 1 GMMM 1391 1 GMMM 1401 1 GMMM 1402 1 GMMM 1403 1 GMMM 1405 1 GMMM D E F 0 Type BL F M M M F M M F M M F F M F M M F M M M F 1 2 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 3.5 2.7 4.5 3.8 3.5 4.2 3.6 3.5 2.6 4.5 3.1 3.5 4 3.5 4.4 3.5 4.8 3.5 3 4.8 3.5 Keterangan : 4 = Fixed effects Kolom A = ID domba yang digunakan Kolom B = Trial ke…(1, 2, 3 atau 4) Kolom C = Genotipe individu domba Kolom D = Jenis kelamin individu domba Kolom E = Tipe kelahiran individu domba Kolom F = Data fenotipe individu domba 106 Lampiran 6. Hasil uji permutasi-significance threshold Chr BL1-GENO No FValue 5% 1 2.57 4.0302 2 3.23 3.7239 3 3.61 3.8248 4 1.91 3.2499 5 4.42** 3.2373 6 1.9 3.2949 7 1.43 3.315 8 0.72 3.2948 9 2.7 3.2399 10 2.08 3.3063 11 1.37 3.3203 12 0.87 3.0355 13 1.48 3.0321 14 1.85 2.9372 15 1.53 3.146 16 1.64 3.0481 17 2.28 3.3577 18 3.09 3.3147 19 1.58 2.9313 20 1.67 2.9689 21 0.66 2.9963 22 1.71 3.0716 23 2.11 3.1159 24 0.55 2.8682 25 2.4 3.105 26 1.49 2.6613 SUMMARY 5.4262 1% 4.9789 4.9351 4.7283 4.2497 4.3577 4.7423 4.4543 4.4488 4.3484 4.3411 4.6202 4.1433 3.9454 3.9084 4.2427 4.3831 4.6498 4.4512 3.9215 4.2022 3.9971 4.0852 4.0632 3.8969 4.3548 3.9182 6.4222 BL90-GENO FValue 5% 1% 2.5 3.8172 5.1881 4.43* 4.0092 5.3145 1.37 3.6973 4.6133 0.83 3.2519 4.312 1.37 3.1893 4.156 2.85 3.2322 4.4101 4.33** 3.2942 4.0787 1.95 3.2845 4.4266 1.95 3.2134 4.0746 2.89 2.9904 4.0459 1.78 3.0455 4.1083 2.19 3.1819 4.4106 1.33 3.1821 4.4471 1.09 2.9991 4.3124 1.72 3.1074 4.0114 0.83 3.1285 4.0342 1.29 3.19 4.375 4.13* 3.2773 4.7927 1.39 2.8508 3.6181 1.2 2.7591 3.8086 0.83 2.7176 3.8476 1.17 3.0851 3.9045 1.7 2.9509 4.0195 0.76 2.7338 3.6535 2.05 3.0016 4.1334 2.69 2.8096 3.6953 5.3728 6.5258 Fvalue 1.68 2.81 1.34 1.39 2.36 2.7 2.78 2.81 1.23 2.23 1.84 2.07 1.35 1.2 1.33 1.49 0.9 4.3** 0.88 1.72 2.22 0.66 3.21* 1.89 1.97 0.9 BL180-GENO 5% 1% 3.8853 4.8573 3.6445 4.4609 3.3883 4.1761 3.3474 4.2128 3.0937 4.1314 3.1137 4.087 3.3219 4.0223 3.1799 4.278 3.1379 3.9784 3.0213 4.0415 3.0103 3.7822 3.184 4.2043 3.1096 3.9349 2.9216 3.989 3.0859 4.2256 2.9241 4.1707 3.0172 4.0716 3.1801 4.0585 2.8517 3.7701 2.9251 4.1302 2.7969 3.9313 3.1184 4.2386 2.9808 3.6954 2.8949 3.8811 2.964 4.2499 2.9152 3.9802 5.1151 6.3466 BL270-GENO FValue 5% 1% 3.2 3.818 4.68 3.32 3.729 4.501 1.44 3.563 4.546 1.81 3.264 4.187 1.44 3.242 4.542 3.89* 3.343 4.604 3.22* 3.207 4.363 3.34* 3.277 4.432 1.51 2.975 3.82 1.11 3.239 4.124 1.07 2.868 3.98 2.41 2.856 3.827 1.42 2.969 4.009 1.75 3.074 4.246 1.95 3.127 4.521 2.01 2.932 3.83 2.31 3.334 4.333 5.53** 3.17 4.293 1.17 2.804 4.186 1.27 2.811 3.856 2.15 2.753 3.577 0.81 3.069 3.869 4.07* 3.074 4.395 1.69 2.579 3.519 2.17 2.964 3.898 1.54 2.842 4.005 5.063 5.955 BL360-GENO FValue 5% 1% 3.84 3.951 5.251 2.68 3.6826 5.0698 2.16 3.675 4.6683 1.82 3.625 4.3933 1.57 3.1561 4.1288 2.92 3.2931 4.3362 3.77* 3.2435 4.2703 3.87* 3.2086 4.4071 192 3.2365 4.1219 0.78 3.0681 4.0048 0.97 2.9754 3.8593 1.82 3.2099 4.2698 1.52 3.0234 4.1573 1.83 3.0798 3.8618 0.89 3.051 4.0118 1.94 2.978 3.9909 2.73 3.0768 3.9952 6.27** 3.2908 4.3544 2.54 2.8867 3.6835 1.4 2.8128 3.5909 1.83 2.8554 4.0122 1.18 3.0681 4.0543 3.88* 3.1133 4.0084 1.93 2.7113 3.6477 2.24 2.9079 3.9079 1.57 2.6927 3.97 5.2299 6.0719 107 Lampiran 7. Homologi kromosom 5 domba dengan kromosom 5 Manusia 108 Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia 109 Lampiran 8. Homologi kromosom 7 komba dengan kromosom 3, 14 dan 15 manusia (lanjutan) 110 Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia (Lanjutan) 111 Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia (lanjutan) 112 Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia (lanjutan) 113 Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 manusia (lanjutan) 114 Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 Manusia (lanjutan) 115 Lampiran 8. Homologi kromosom 7 domba dengan kromosom 3. 14 dan 15 Manusia (lanjutan) 116 Lampiran 9. Homologi kromosom 18 domba dengan kromosom 14 Manusia 117 Lampiran 9. Homologi kromosom 18 domba dengan kromosom 14 Manusia (lanjutan) 118 Lampiran 10. Daftar gen kandidat kromosom 5 domba 119 Lampiran 10. Daftar gen kandidat kromosom 5 domba (lanjutan) 120 Lampiran 10. Daftar gen kandidat kromosom 5 domba (lanjutan) 121 Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia) 122 Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia) (lanjutan) 123 Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia) (lanjutan) 124 Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia) (lanjutan) 125 Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 omba (kromosom 14 Manusia) (lanjutan) 126 Lampiran 11. a. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 Manusia) (lanjutan) 127 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 Manusia) 128 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 Manusia) (lanjutan) 129 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 Manusia) (lanjutan) 130 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 Manusia) (lanjutan) 131 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (romosom 14 dan 15 Manusia) (lanjutan) 132 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 Manusia) (lanjutan) 133 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 Manusia) (lanjutan) 134 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 Manusia) (lanjutan) 135 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 Manusia) (lanjutan) 136 Lampiran 11. b. Daftar gen kandidat kromosom 7 domba (kromosom 14 dan 15 anusia) (lanjutan) 137 Lampiran 12. Daftar gen kandidat kromosom 18 domba 138 Lampiran 12. Daftar gen kandidat kromosom 18 domba (lanjutan)