Sumber Ekonomi Indonesia Kian Dikuasai Asing

advertisement
Sumber Ekonomi Indonesia Kian Dikuasai Asing
Rabu, 22 Desember 2010
JAKARTA (Suara Karya): Kebijakan terbuka yang diterapkan pemerintah terkait masalah
investasi sudah mengarah pada kondisi puncak bahwa sumber perekonomian Indonesia
sepenuhnya akan dikuasai pihak asing.
Jika dibiarkan, maka ini akan menjadi ujian bagi pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY). Kebijakan terbuka terhadap investasi asing yang
diusung pemerintah saat ini menurut banyak kalangan kian mendorong supremasi
asing di Indonesia. Ini diperparah dengan kenyataan ketidakberpihakan pemerintah
terhadap potensi pelaku usaha domestik. Masalah ini menjadi pemicu utama
lunturnya citra presiden SBY di kalangan pelaku usaha nasional.
Menurut pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri, masalah
investasi asing ini merupakan pertaruhan legitimasi dan citra SBY di mata publik.
Ketidakberpihakan pemerintah pada pengusaha domestik, salah satunya terlihat dari
kebijakan investasi yang dicanangkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) Gita Irawan Wiryawan.
Kebijakan BKPM hanya mengejar target realisasi investasi, namun minus strategi
untuk menciptakan dampak berantai (multiplier effect) terhadap kesejahteraan
rakyat.
"Bagaimana mungkin peta jalan investasi mampu menciptakan kesejahteraan dan
dampak positif jika proses pengelolaan arus modal justru sebagian besar oleh
pengusaha asing. Logika sederhananya, pihak asing tidak mungkin memberikan
sebagian besar rendemen profitnya ke Indonesia alias akan diboyong ke luar negeri,"
ujarnya.
Dia lantas mengingatkan agar SBY tidak terbius publikasi retoris terkait realisasi
target investasi. Ini karena hasilnya tidak membawa perubahan signifikan pada
struktur ekonomi nasional yang dapat mendorong kemandirian. Justru akan
membuat Indonesia terjebak dalam pengaturan penguasaan aset strategis oleh
pihak asing, sehingga ketahanan ekonomi nasional menjadi rapuh.
"Sebagian besar investasi asing justru masuk ke sektor komoditas primer (sumber
daya alam), padahal yang kita butuhkan adalah investasi yang dapat mendorong
industri manufaktur. Ini dapat membuka lapangan pekerjaan lebih banyak. Jika
dibiarkan, pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan pemerintah tidak akan tercapai,"
ujarnya.
Lebih lanjut Faisal mengingatkan, konsep keterbukaan tak terbatas bagi investor
asing berpotensi mereduksi ketahanan ekonomi nasional. Sebab, konsep dan strategi
ini justru akan mempersempit ruang gerak investor domestik. Di negara mana pun,
pemerintah tetap menjalankan proteksionisme untuk menghadapi dampak negatif
globalisasi dan liberalisasi.
"Jika indikatornya hanya diukur dari total realisasi investasi, sebenarnya tidak
memberikan nilai apa-apa bagi Indonesia. Sama saja artinya dengan pertumbuhan
yang semu, karena tidak berimplikasi langsung pada perekonomian nasional,"
tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan ekonom Sri Edi Swasono. Menurut dia, presiden harus
tegas menyikapi hal ini. Jangan hanya karena publikasi pencapaian target dan
kedekatan pribadi, lalu menjadi lengah. "Presiden harus jeli dalam menilai performa
pembantunya. Jangan hanya menilai dari angka-angka yang dipublikasikan saja,"
tuturnya.
Dia mengatakan, ekonomi kerakyatan sebagai fondasi pertumbuhan kesejahteraaan
masyarakat harus menjadi pilar utama pembangunan ekonomi. Karena itu, sektorsektor strategis harus tetap dikondisikan untuk dikelola oleh pelaku ekonomi
nasional.
"Saya tidak alergi dengan ivestor asing. Namun, perlu dicatat, investor asing harus
bisa mengikuti aturan main yang dibuat oleh pemerintah, khususnya terkait
pengelolaan aset-aset strategis yang dikuasai negara. Sebab, negara mengemban
amanat agar sumber-sumber tersebut tetap dikuasai untuk kemakmuran rakyat,"
ucapnya. (Andrian)
Download