BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kinerja Hasibuan (2007:121) menyatakan bahwa kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. Darmanegara (2013) kinerja kerja tinggi diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja dan kemajuan perusahaan, karena kinerja perusahaan merupakan sinergi dari seluruh karyawan dan kinerja seluruh tim/unit-unit usahanya. Kinerja karyawan akan mencerminkan tingkat kinerja yang dapat dicapai oleh organisasi secara keseluruhan. Darmanegara (2013) dalam penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi Tri Hita Karana tepatnya budaya merupakan bagian integral dari proses adaptasi sangat berguna sebagai penentu kinerja organisasi dan efektivitas organsiasi. Penelitian Darmanegara (2013) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempengaruhi kinerja, budaya organisasi mempengaruhi kinerja organisasi, bekerja efek motivasi tentang kepemimpinan, budaya i organisasi mempengaruhi gaya kepemimpinan dan budaya organisasi mempengaruhi kinerja. Mangkunegara (2009:9) menyatakan bahwa kinerja sumber daya manusia adalah pretasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Simamora (2004:39) menyatakan bahwa kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Rivai (2008:131) menyatakan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa kinerja adalah hasil kerja nyata yang sangat penting dan diharapkan oleh organisasi yang mampu dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi dan pada akhirnya akan membantu kelangsungan hidup organisasi secara berkesinambungan. 2.1.2 Penilaian Kinerja Simamora (2004:351) menyatakan bahwa penilaian kinerja seyogyanya tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan ii beraneka ragam jenis kinerja yang diukur melalui berbagai cara. Kuncinya adalah dengan sering mengukur kinerja dan menggunakan informasi tersebut untuk koreksi pertengahan periode. Mitchell dalam Sedarmayanti, (2009:51) menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu : 1) Quality of work 2) Promptness 3) Initiative 4) Capability 5) Communication Darmanegara (2013) menggunakan empat indikator kinerja ketenagakerjaan yaitu : 1) Kuantitas, 2) Kualitas, 3) Ketepatan waktu 4) Kemampuan kerjasama. Simamora (2004:383) menyatakan bahwa kinerja karyawan sesungguhnya dinilai atas lima dimensi : 1) Mutu 2) Kuantitas 3) Penyelesaian proyek 4) Kerjasama 5) Kepemimpinan iii Tohardi (2002:225) menyatakan bahwa unsur-unsur yang dinilai adalah sebagai berikut : 1) Kesetiaan (loyalitas) 2) Tanggung jawab 3) Ketaatan 4) Kejujuran 5) Kerjasama 6) Prakarsa 7) Daerah organisasi Penelitian dari Cahyono (2014) menggunakan aspek-aspek kinerja sebagai berikut : 1) Pencapaian jumlah pekerjaan sesuai target 2) Kesediaan menyelesaikan tugas 3) Pengerjaan tugas dan pekerjaan dengan cermat dan teliti 4) Pengerjaan rapi dan mudah dipertanggungjawabkan 5) Tingkat ketidaksalahan dalam bekerja 6) Optimalisasi jam kerja 7) Pengerjaan tugas sesuai dengan kualitas yang ditargetkan 8) Ketepatan waktu kerja 2.1.3 Pengertian Kepuasan Kerja Luthans dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan dari penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang telah iv dilakukannya. Sementara Robbins (dalam Dhermawan, dkk, 2012) mendefisinikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Hasibuan (2007 : 202) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Gorda dalam Dhermawan, dkk (2012) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah faktor pendorong meningkatnya kinerja pegawai yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi kepada peningkatan kinerja organisasi. Keith Davis, et al., dalam Mangkunegara (2011:117) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. 2.1.4 Indikator-Indikator Kepuasan Kerja Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Menurut Burt dalam Tohardi (2002 : 434) faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja sebagai berikut. 1) Faktor hubungan antar karyawan dengan indikator. (1) Hubungan antara manajer dengan karyawan (2) Faktor fisik dan kondisi kerja v (3) Hubungan sosial diantara karyawan (4) Sugesti dari teman kerja (5) Emosi dan situasi kerja 2) Faktor individu, yang berhubungan dengan indikator. (1) Sikap orang terhadap pekerjaannya (2) Umur orang sewaktu bekerja (3) Jenis kelamin 3) Faktor-faktor luar (eksternal) yang berhubungan, dengan indikator. (1) Keadaan keluarga pegawai (2) Rekreasi (3) Pendidikan (training, up-grading dan sebagainya) Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu yang ada di dalam diri pegawai dan faktor pekerjaannya menurut Mangkunegara (2011 : 120). 1) Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja. 2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja. Hasibuan (2007 : 203), kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut. 1) Balas jasa yang adil dan layak. 2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian. vi 3) Berat ringannya pekerjaan. 4) Suasana dan lingkungan kerja. 5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan. 6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. 7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak. 2.1.5 Pengertian Pemimpin Bila menyaksikan sebuah perusahaan yang sama, namun dipimpin oleh orang yang berbeda, ternyata dinamika atau perkembangannya juga berbeda. Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa peran seorang pemimpin dalam maju mundurnya sebuah perusahaan sangatlah besar. Dari sudut manajemen, seorang pimpinan harus mampu menetapkan tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi atau mampu merancang taktik dan strategi yang tepat. Dengan adanya taktik dan strategi yang tepat tersebut maka langkah yang akan ditempuh oleh perusahaan tersebut akan berjalan lebih efektif dan efisien dalam penggunan anggaran, waktu dan tenaga bawahan yang digunakan oleh perusahaan. Winanti (2010 : 11) menyatakan bahwa pemimpin adalah orang yang memberi pengaruh pada suatu kelompok atau organisasi. Danim dan Suparno (2009 : 3) menyataka bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin dan menjalankan kepemimpinan. Dia berkemampuan mempengaruhi pendirian atau pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan, dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. vii Hasibuan (2007 : 169) menyatakan bahwa pemimpin (leader) adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Leader adalah seorang pemimpin yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dan kewibawaan (personality authority). Falsafah kepemimpinannya bahwa pemimpin adalah untuk bawahan dan milik bawahan. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan dan perilakunya. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa pemimpin adalah orang yang melakukan dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok dalam suatu organisasi, tanpa mengindahkan bentuk alasannya. 2.1.6 Pengertian Kepemimpinan Thoha (2010 : 9) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Winanti (2010 : 12) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti yang didalamnya memiliki unsur-unsur : seni, adanya kemampuan dan kecerdasan mempengaruhi perasaan dan pikiran dari proses tersebut mengakibatkan adanya kesediaan untuk melakukan suatu usaha yang diinginkan dan mengarahkan tercapai tujuan bersama. viii Danim dan Suparno (2009 : 48) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan energi mempengaruhi dan memberi arah yang terkandung di dalam diri pribadi pimpinan. Kepemimpinan juga merupakan energi yang dapat menggerakkan, menuntun dan menjaga aktivitas orang sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Wuradji (2008 : 3) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses kegiatan yang diarahkan kepada pencapaian tujuan untuk memperoleh hasil tertentu. Hasibuan (2007 : 170) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Sutrisno (2014:212) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing, mempengaruhi oleh lain, untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang diharapkan. 2.1.7 Pengertian Kepemimpinan Transformasional Anggiriawan (2015) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang relatif baru dan sering digunakan dalam organisasi adalah gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional. Sebagaimana yang diangkapkan Robbins (2006) bahwa dewasa ini banyak organisasi-organisasi yang mencari pemimpin yang dapat menerapkan kepemimpinan transaksional dan transformasional dalam suatu organisasi. Antonakis dkk, (2003) dan McCann (2008) dalam Yudisitra dan Siwantara (2012) menyatakan kepemimpinan transformasi didefinisikan ix untuk perilaku seluruh model kepemimpinan saat ini yang proaktif, meningkatkan minat kolektif transenden pengikut, dan membantu para pengikut untuk mencapai tujuan tingkat tinggi. Bass et al, (1990) dalam Salain dan Wardana (2014) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memiliki karakteristik yang menunjukkan perilaku karismatik, memunculkan motivasi inspirasional, memberikan stimulasi intelektual dan memperlakukan karyawan dengan member perhatian terhadap individu. Kresnandito (2012:80) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional pada dasarnya dapat menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi serta mengembangkan minat dalam bekerja. Kepemimpinan transformasional mendasarkan diri pada prinsip pengembangan bawahan (follower development). Maulizar (2012:4) menyatakan bahwa pemimpin mengembangkan dan mengarahkan potensi dan kemampuan bawahan untuk mencapai bahkan melampui tujuan organisasi. Salder dalam Wuradji (2008 : 48) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah suatu proses kepemimpinan dimana pemimpin mengembangkan komitmen pengikutnya dengan berbagai nilai-nilai dan berbagai visi organisasi. Yukl (2010:4) bahwa menyatakan bahwa pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mendorong karyawannya untuk memunculkan ide-ide baru dan solusi kreatif atas masalah-masalah yang dihadapi. x Dari beberapa tentang pengertian di atas, dapat dinyatakan kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan atau tugas lebih baik dari apa yang bawahan inginkan sehingga mampu menimbulkan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan dan misi organisasi serta akan membangkitkan komitmen para pekerja untuk melihat dunia kerja melampui batas-batas kepentingan pribadi demi kepentingan organisasi. 2.1.8 Indikator Kepemimpinan Transformasional Antonakis dkk, (2003) dan McCann (2008) dalam Yudistira dan Siwantara (2012) menyatakan gaya kepemimpinan transformasi terdiri atas empat faktor : sifat pengaruh yang teridealkan, perilaku pengaruh yang teridealkan, motivasi inspirasi dan stimulasi intelektual. Wuradji (2008 : 51) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan tranformasional mengandung empat komponen pokok, yaitu : 1) Charisma : pemimpin transformasional memiliki sifat-sifat kharismatik. 2) Inspiration : pemimpin transformasional kaya akan ide atau inspirasi : di mata pengikutnya idenya selalu cemerlang 3) Intelectual stimulation : dalam upaya mempengaruhi dan/atau mengarahkan pengikutnya, menggunakan pertimbangan yang dapat diterima nalar. Dia mengarahkan pengikutnya melalui pendekatan kesadaran. 4) Individual consideration : pemimpin yang selalu memperhatikan kebutuhan dan potensi-potensi yang dimiliki pengikutnya. xi Bass, Silin, Rumtini dalam Winanti (2010 : 29) menyatakan bahwa model kepemimpinan tranformasional terdiri dari tiga komponen yaitu : 1) Karisma merupakan komponen yang paling penting didalam kepemimpinan transformasional. Perilaku yang mencerminkan seorang pemimpin karismatik, diantaranya membangun rasa cinta dan percaya diri dari bawahan, bawahan menerima pemimpinnya karena ekspresi keteladanan dari si pemimpin, dapat membangkitkan atusiasme kerja bawahan, mampu membedakan hal-hal yang benar atau tidak, mengemban misi organisasi melalui sikap loyal, setia, tekun, menanamkan rasa kebanggaan serta membangkitkan rasa hormat. 2) Konsiderasi individual, tidak mengingkari hakekat manusia sebagai makhluk individu, memperhatikan seorang faktor-faktor pemimpin individu transformasional sebagaimana tidak akan boleh disamaratakan, karena danya perbedaan kepentingan dan pengembangan diri yang berbeda satu sama lain. 3) Stimulus intelektual, seorang pemimpin transformasional akan selalu melakukan situmulasi-stimulasi intelektual, unsur-unsurnya akan tercermin dalam kemampuan seorang pemimpin dalam menciptakan, menginterpretasikan, mengelaborasi simbol-simbol yang muncul dalam kehidupan, mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara baru dan mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah secara bebas. Kepemimpinan transformasional memiliki beberapa karakteristik. Menurut Pramastuti dalam Sunyoto dan Burhanudin (2011 : 110) karakteristik kepemimpinan transformasional terdiri dari : xii 1) Charismatic Leadership Pemimpin transformasional memiliki suatu karisma yang dikagumi dan dihormati, sehingga dengan pengaruh dan kekuatan karisma tersebut pemimpin mudah untuk mengkomunikasikan visi atau misi organisasi kepada pengikut. Pengikut menganggap pemimpin sebagai model yang ingin ditiru, sehingga menumbuhkan antusiasme kerja. Melalui karisma yang dimiliki tersebut pemimpin dapat membentuk dan memperbanyak anggotanya melalui keyakinan, ambisi, energi, jeli melihat dan memanfaatkan peluang yang ada. Di samping itu melalui karismanya, pemimpin dapat mengilhami loyalitas, ketekunan, menanamkan kebanggaan dan kesetiaan, serta membangkitkan rasa hormat. 2) Inspirational Leadership Pemimpin transformasional mampu untuk membangkitkan semangat pengikutnya yang merasa ragu-ragu atau tidak mampu dalam menyelesaikan suatu tugas. Pemimpin dapat memberikan inspirasi, secara emosional membangkitkan, menggerakkan, dan menyemarakkan kondisi yang sudah tidak lagi menggairahkan. Misalnya dengan cara memberikan semangat, pujian maupun dorongan. 3) Belief Pemimpin transformasional memiliki insting atau naluri yang kuat, dapat melihat dan membuat keputusan-keputusan tepat yang berdampak positif xiii bagi organisasi, sehingga mampu bertindak dengan penuh keyakinan dan menanamkan kepercayaan kepada para pengikutnya. 4) Intellectual Stimulation Pemimpin transformasional mampu memberikan dan melakukan stimulistimuli intelektual kepada para pengikutnya, mampu mendorong para pengikutnya untuk bertindak secara kreatif, mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara baru, berani memunculkan ide-ide dan berpikir rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, tidak berdasarkan opini atau dugaan saja. Bawahan dikondisikan pada situasi untuk selalu bertanya pada dirinya sendiri dan membandingkan dengan asumsi yang berkembang di masyarakat, kemudian mengembangkan kemampuan pemecahan masalah secara bebas dengan menggunakan intelectual stimulation yang mereka miliki. 5) Individualized Consideration. Ciri ini berkaitan dengan tanggung jawab dan kemampuan pemimpin dalam memberikan kepuasan dan meningkatkan produktivitas para pengikutnya. Pemimpin transformasional cenderung bersikap membaur menjadi satu dengan pengikutnya, bersahabat, dekat, informal, dan mampu memberlakukan pengikutnya sebagaimana layaknya individu dengan kebutuhan masing-masing. Pemimpin memperhatikan faktorfaktor individual, karena adanya perbedaan, kepentingan, pengembangan diri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. xiv dan Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu memotivasi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan usaha dan kinerja yang lebih memuaskan kearah tercapainya visi dan misi organisasi. 2.1.9. Pedoman Untuk Kepemimpinan Transformasional Yukl (2010 : 316) menyatakan bahwa pedoman untuk kepemimpinan transformasional antara lain : 1) Menyatakan visi yang jelas dan menarik Para pemimpin transformasional memperkuat visi yang ada atau membangun komitmen terhadap sebuah visi baru. Sebuah visi yang jelas mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau akan jadi apakah sebuah organisasi itu akan membantu orang untuk memahami tujuan, sasaran dan prioritas dari organisasi. Hal ini memberikan makna pada pekerjaan, berfungsi sebagai sebuah sumber keyakinan diri dan memupuk rasa tujuan bersama. 2) Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai Tidaklah cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang menarik, pemimpin juga harus meyakinkan para pengikut bahwa visi itu memungkinkan. Amatlah penting untuk membuat hubungan yang jelas antara visi itu dengan sebuah strategu yang dapat dipercaya untuk mencapainya. 3) Bertindak secara rahasia dan optimis xv Adalah penting untuk tetap optimistis tentang kemungkinan keberhasilan kelompok itu dalam mencapai visinya, khususnya dihadapan halangan dan kemunduran sementara. Keyakinan dan optimisme seorang manajer dapat amat menular. 4) Memperlihat keyakinan terhadap pengikut Pengaruh yang memberikan motivasi dari sebuah visi bergantung pada batasan dimana bawahan yakin akan kemampuan mereka untuk mencapainya. 5) Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilainilai penting. Tindakan dramatis dan jelas terlihat merupakan cara efektif untuk menekankan nilai penting, seperti dalam contoh berikut : Manajer divisi memiliki sebuah visi yang meliputi hubungan dimana orang-orang itu terbuka, kreatif, kooperatif, dan berorientasi menuju pembelajaran. Pertemuan tim manajemen yang sebelumnya adalah terlalu formal, dengan agenda rinci, presentasi yang teliti, dan kecaman yang berlebihan. Ia memulai sebuah pertemuan tiga hari utnuk menyampaikan visinya bagi divisi itu dengan mengundang orang ke upcara di tepi pantai dimana mereka membakar setumpuk agenda, catatan dan formulir evaluasi. 6) Memimpin dengan memberikan contoh Memimpin dengan memberikan contoh terkadang disebut ”pembuatan model peran”. Ini amatlah penting untuk tindakan yang tidak menyenangkan, berbahaya, tidak konvensional atau kontroversial. xvi 7) Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu Pemberian kewenangan berarti mengelegasikan kewenangan utnuk keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan kepada orang-orang dan tim. Ini berarti meminta orang untuk menentukan sendiri cara terbaik utnuk menerapkan strategi atau mencapai sasaran, bukannya memberi tahu mereka secara rinci tentang apa yang harus dilakukan. 2.1.10 Pengertian Komitmen Organisasional Wibowo (2014:429) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah perasaan, sikap dan perilaku individu mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi, terlibat dalam proses kegiatan organisasi dan loyal terhadap organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Sementara Trisnaningsih dalam Tranggono (2008) mengatakan bahwa komitmen organisasional merupakan kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan nilai-nilai dari organisasi dan berkeinginan untuk selalu memelihara keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Menurut Mathis dan Jackson dalam Sopiah (2008:155) menyatakan derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuantujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Mowday dalam Sopiah (2008:155) komitmen organisasional merupakan dimensi prilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang xvii yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasi adalah keinginan anggota organisai untuk mempertahankan keanggotannya dalam organiasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. O’Reilly dalam Sopiah (2008:156) menyebutkan komitmen karyawan pada organisasi sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, kesetiaan dan perasaan percaya terhadap nilai-nilai organisasi. Steers dan Porter dalam Sopiah (2008:156) menyatakan bahwa suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan sesuatu usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Ivancevich, et al (2008:184) menyatakan bahwa komitmen adalah perasaan identifikasi, pelibatan, dan loyalitas dinyatakan oleh pekerja terhadap perusahaan. Dengan demikian komitmen menyangkut tiga sifat : 1) Perasaan identifikasi dengan tujuan organisasi 2) Perasaan terlibat dalam tugas organisasi 3) Perasaan loyal pada organisasi Kreitner dan Kinicki (2010:166) menyatakan bahwa komitmen adalah kesepakatan untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri, individu lain, kelompok atau organisasi. Sedangkan komitmen organisasional xviii mencerminkan tingkatan keadaan dimana individu mengidentifkasikan dirinya dengan organisasi dan terikat pada tujuannya. Sedangkan Schermerhorn, at al (2011:72) menyatakan komtimen sebagai loyalitas seorang individu pada organisasi. Individu dengan komitmen organisasional tinggi mengidentifikasi dengan sangat kuat dengan organisasi dan merasa bangga mempertimbangkan dirinya sebagai anggota. Newstrom (2011:223) menyatakan bahwa komitmen organisasional atau loyalitas pekerjaan adalah tingkatan di mana pekerja mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Gibson, at al (2012:182) memberikan pengertian komitmen organisasi sebagai perasaan identifikasi, loyalitas dan pelibatan dinyatakan oleh pekerja terhadap organisasi atau unit dalam organisasi. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya: 1) Sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilainilai dari organisasi. 2) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang bersungguhsungguh guna kepentingan organisasi. 3) Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi. xix 2.1.12 Faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional Januarti dalam Yudhaningsih (2011:43) mengemukakan komitmen organisasional terbangun bila tiap individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi meliputi identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi, involtmen yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan, dan loyality yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal. Menurut David dalam Sopiah, (2008 : 163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu : 1) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian. 2) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan. 3) Karakteristik struktur, misalnya besar atau kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerja. 4) Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan dalam organisasi. 2.1.13 Indikator Komitmen Organisasional xx Menurut Mowday dalam Sopiah (2008:165) indikator komitmen organisasional yaitu: 1) Penerimaan terhadap tujuan organisasi. 2) Keinginan untuk bekerja keras. 3) Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi. 2.1.14 Proses terjadinya Komitmen Organisasional Gary Dessler dalam Sopiah (2008 : 159-161) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu : 1) Make it charismatic : Jadikan visi dan misi organisasi sebagai suatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak. 2) Build the tradition : Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya. 3) Have comprehensive grievance procedures : Bila ada keluhan atau komplain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh. 4) Provide extensive two-way communications : Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan. xxi 5) Create a sense of community : Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa meliliki, kerja sama, berbagi, dll. 6) Build value-based homogeneity : Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah kemampuan, keterampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada diskriminasi. 7) Share and share alike : sebaiknya organisasi membuat kebijakan dimana karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dll. 8) Emphazise barnraising, cross-utilization, and teamwork : organisasi sebagai suatu community harus bekerja sama, saling berbagi, saling memberi, manfaat dan memberikan kesmpatan yang sama kepada anggota organisasi. 9) Get together : Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin. 10) Support employee development : Hasil studi menunjukkan bahwa karyawan akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi memperhatikan perkembangan karier karyawan dalam jangka panjang. xxii 11) Commit to Actualizing : Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing-masing. 12) Provide first-year job challenge : Karyawan masuk ke organisasi dengan membawa mimpi dan harapannya, kebutuhannya. 13) Enrich and empower : Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan. 14) Promote from within : bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut karyawan dari luar perusahaan. 15) Provide developmental activities : Bila organisasi memberi kebijakan untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang personalianya, juga jabatannya. 16) The questuin of employee security : Bila karyawan merasa aman, baik fisik maupun psikis maka komitmen akan muncul dengan sendirinya. 17) Commit to people-first values : Membangun komitmen karyawan pada organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara instan. 18) Put it in writing : Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, strategi, dll. Organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan hanya sekedar bahasa lisan. xxiii 19) Hire ”Right-Kind” managers : Bila pimpinan ingin menambahkan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dll. Pada bawahannya, sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari. 20) Walk the talk : Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila pimpinan ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-katau atau berbicara. Mowday et al dalam Sopiah (2008:161) mengemukakan bahwa faktor-faktor pembentuk komitmen organisasional akan berbeda bagi karyawan yang baru bekerja, setelah menjalani masa kerja yang cukup lama, serta bagi karyawannya yang bekerja dalam tahapan yang lama yang menganggap perusahaan atau organisasi tersebut sudah menjadi bagian dalam hidupnya. 2.2 Kerangka Pemikiran Berdasarkan definisi dan kajian teori dari beberapa para ahli yang ada, maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai dasar penentu hipotesis seperti gambar berikut. Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian Kepemimpinan Transformasional (X1) H4 H1 Kepuasan Kerja (Y1) xxiv H3 Kinerja Pegawai (Y2) H2 Komitmen Organisasional (X2) H5 Sumber : hasil pemikiran dan teori dari beberapa ahli yang ada 2.3 Hipotesis Penelitian 2.3.1 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Yudistira dan Siwantara (2012) menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional ketua koperasi berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja manajer koperasi di Kabupaten Buleleng. Setiawan (2013) menemukan gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja para karyawan PT. Tohitindo Multi Craft Industries. Anggraeni dan Santosa (2013) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT POS Indonesia Cabang Sumedang. Kaihatu dan Rini (2007) menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan transformasiona l dari kepala sekolah meningkatkan kepuasan akan kualitas kehidupan kerja Guru-Guru SMU di Kota Surabaya. Suyuthi, dkk (2009) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memberikan tingkat pengaruh terhadap kepuasan kerja yang cukup kuat. Ini mengindikasikan bahwa penerapan kepemimpinan transformasional dapat xxv memberikan kontribusi terhadap peningkatan kepuasan kerja, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Ada pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja karyawan pada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali. 2.3.2 Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Darmawati, dkk (2011) menemukan bahwa komitmen tidak memiliki pengaruh terhadap variabel kepuasan kerja karyawan FISE UNY. Setiyawan (2009) menemukan komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pada pada Inspektorat Kabupaten Temanggung. Penelitian dari Tobing (2009) menemukan bahwa komitmen organisasional (komitmen afektif, komitmen kontinuan dan komitmen normatif) berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PTPN III di Sumatera Utara. Akbar (2013) menemukan bahwa komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja auditor pada Kantor Akuntan Publik Di DKI Jakarta. Chandra (2013) menunjukkan bahwa komitmen organisasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja, dimana kepuasan kerja karyawan akan miningkat dengan adanya komitmen organisasi pada PD.Wonoagung Sejahtera Di Gresik. Tranggono dan Kartika (2008) menunjukkan bahwa komitmen organisasinal berpengaruh terhadap kepuasan kerja auditor pada Kantor Akuntan Publik di di Semarang, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : xxvi H2 : Ada pengaruh positif komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja pegawai pada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali. 2.3.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Penelitian dari Tobing (2009) menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PTPN III di Sumatera Utara. Chandra (2013) menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini berpengaruh secara langsung, namun memiliki hubungan yang sifnifikan akan karena hasil riset menunjukan hasil positif. Ciptodihardjo (2013) menunjukkan Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 0,259, artinya setiap peningkatan kepuasan kerja sebesar satu satuan maka akan meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,259. Suyuthi, dkk (2009) menunjukkan bahwa kepuasan kerja memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan yang signifikan. Ini mengindikasikan bahwa kepuasan kerja mampu memberi kontribusi kepada peningkatan kinerja karyawan. Risambessy, dkk (2011) menunjukkan bahwa kepuasan kerja yang diwakili oleh indicator pekerjaan itu sendiri, kesempatan untuk dipromosikan, supervise, imbalan yang layak dan dukungan rekan kerja dapat memberikan pengaruh langsung terhadap kinerja karyawan. Artinya semakin tinggi kepuasan kerja karyawan akan semakin tinggi kinerja yang dihasilkan oleh karyawan, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : Ada pengaruh positif kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai pada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali. 2.3.4 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Pegawai xxvii Penelitian dari Correa (2005) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan baik langsung maupun tidak langsung terhadap terhadap kinerja. Voirin (2010) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Sosik (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dengan indikator pemimpinan karismatik, pemimpinan idealis, pemimpin inspiratif dan pemimpinan konsideration mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap kinerja manajer. Strang (2009) menyatakan pemimpin yang sering melalukan pengembangan sangat dipentingkan oleh karyawan untuk meningkatkan kinerjanya Salain (2014) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di lingkungan Kanwil PT. Pegadaian (Persero) Denpasar. Yudistira dan Siwantara (2012) menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional ketua koperasi berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja manajer koperasi di Kabupaten Buleleng. Givens (2008) menemukan gaya kepemimpinan transformasional berdampak positif terhadap organizational outcomes (kinerja, kultur, dan visi). Adnan, et al, (2010) pemimpin transformasional memfasilitasi pemahaman baru dengan meningkatkan atau mengubah kesadaran akan masalah. Akhirnya, mereka menumbuhkan inspirasi dan semangat untuk menempatkan usaha ekstra untuk mencapai tujuan bersama. Penelitian dari Agustina, dkk (2012) menemukan xxviii bahwa gaya kepemimpinan transformasional dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan pada Rumah Sakit Malang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut. H4 : Ada pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai pada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali. 2.3.5 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Pegawai Penelitian yang dilakukan oleh Tolentino (2013) menemukan tiga dimensi dari komitmen organisasional yaitu efektitif komitmen, normatif komitmen dan kesinambungan komitmen, hanya efektif komitmen yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja kerja dari Akademi dan Personal Administrasi. Memari, at al (2013) menemukan diantara tiga dimensi dari komitmen organisasional efektitif komitmen, normatif komitmen dan kesinambungan komitmen, normative komitmen mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja kerja karyawan. Thamrin (2012) menemukan komitmen organisasional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Syauta, at all (2012) menemukan bahwa komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan baik langsung maupun tidak langsung. Penelitian dari Tobing (2009) menyatakan bahwa komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pada PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara. Madhuri (2012) komitmen organisasi berefek positif signifikan terhadap kinerja kerja karyawan, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : xxix H5 : Ada pengaruh positif komitmen organisasional terhadap kinerja pegawai pada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali. xxx xxxi