i BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Pengertian Kinerja
Hasibuan (2007:121) menyatakan bahwa kinerja merupakan
perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai
sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja
yang baik merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi.
Sehingga perlu diupayakan usaha untuk meningkatkan kinerja. Tetapi
hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya kinerja seseorang.
Darmanegara (2013) kinerja kerja tinggi diharapkan dapat
memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja dan kemajuan
perusahaan, karena kinerja perusahaan merupakan sinergi dari seluruh
karyawan dan kinerja seluruh tim/unit-unit usahanya. Kinerja karyawan
akan mencerminkan tingkat kinerja yang dapat dicapai oleh organisasi
secara
keseluruhan.
Darmanegara
(2013)
dalam
penelitian
menunjukkan bahwa budaya organisasi Tri Hita Karana tepatnya
budaya merupakan bagian integral dari proses adaptasi sangat berguna
sebagai penentu kinerja organisasi dan efektivitas organsiasi. Penelitian
Darmanegara (2013) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
mempengaruhi kinerja, budaya organisasi mempengaruhi kinerja
organisasi, bekerja efek motivasi tentang kepemimpinan, budaya
i
organisasi mempengaruhi gaya kepemimpinan dan budaya organisasi
mempengaruhi kinerja.
Mangkunegara (2009:9) menyatakan bahwa kinerja sumber daya
manusia adalah pretasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas
maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode
waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikannya. Simamora (2004:39) menyatakan bahwa
kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas
yang
membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan
seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan.
Rivai (2008:131) menyatakan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata
yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja
karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya
perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil suatu
pengertian bahwa kinerja adalah hasil kerja nyata yang sangat penting
dan diharapkan oleh organisasi yang mampu dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria
dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi dan pada akhirnya akan
membantu kelangsungan hidup organisasi secara berkesinambungan.
2.1.2 Penilaian Kinerja
Simamora (2004:351) menyatakan bahwa penilaian kinerja
seyogyanya tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan
ii
beraneka ragam jenis kinerja yang diukur melalui berbagai cara.
Kuncinya adalah dengan sering mengukur kinerja dan menggunakan
informasi tersebut untuk koreksi pertengahan periode.
Mitchell dalam Sedarmayanti, (2009:51) menyatakan bahwa
kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu :
1) Quality of work
2) Promptness
3) Initiative
4) Capability
5) Communication
Darmanegara (2013) menggunakan empat indikator kinerja
ketenagakerjaan yaitu :
1) Kuantitas,
2) Kualitas,
3) Ketepatan waktu
4) Kemampuan kerjasama.
Simamora (2004:383) menyatakan bahwa kinerja karyawan
sesungguhnya dinilai atas lima dimensi :
1) Mutu
2) Kuantitas
3) Penyelesaian proyek
4) Kerjasama
5) Kepemimpinan
iii
Tohardi (2002:225) menyatakan bahwa unsur-unsur yang dinilai
adalah sebagai berikut :
1) Kesetiaan (loyalitas)
2) Tanggung jawab
3) Ketaatan
4) Kejujuran
5) Kerjasama
6) Prakarsa
7) Daerah organisasi
Penelitian dari Cahyono (2014) menggunakan aspek-aspek
kinerja sebagai berikut :
1) Pencapaian jumlah pekerjaan sesuai target
2) Kesediaan menyelesaikan tugas
3) Pengerjaan tugas dan pekerjaan dengan cermat dan teliti
4) Pengerjaan rapi dan mudah dipertanggungjawabkan
5) Tingkat ketidaksalahan dalam bekerja
6) Optimalisasi jam kerja
7) Pengerjaan tugas sesuai dengan kualitas yang ditargetkan
8) Ketepatan waktu kerja
2.1.3 Pengertian Kepuasan Kerja
Luthans dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan keadaan emosional yang positif dari seseorang yang
ditimbulkan dari penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang telah
iv
dilakukannya. Sementara Robbins (dalam Dhermawan, dkk, 2012)
mendefisinikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum terhadap
pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka
terima. Hasibuan (2007 : 202) menyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerja. Gorda dalam Dhermawan, dkk (2012) menyatakan bahwa
kepuasan kerja adalah faktor pendorong meningkatnya kinerja pegawai
yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi kepada peningkatan
kinerja organisasi. Keith Davis, et al., dalam Mangkunegara (2011:117)
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang
menyokong atau tidak menyokong diri karyawan yang berhubungan
dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya.
2.1.4 Indikator-Indikator Kepuasan Kerja
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan
kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing
karyawan. Menurut Burt dalam Tohardi (2002 : 434) faktor-faktor yang
dapat menimbulkan kepuasan kerja sebagai berikut.
1) Faktor hubungan antar karyawan dengan indikator.
(1) Hubungan antara manajer dengan karyawan
(2) Faktor fisik dan kondisi kerja
v
(3) Hubungan sosial diantara karyawan
(4) Sugesti dari teman kerja
(5) Emosi dan situasi kerja
2) Faktor individu, yang berhubungan dengan indikator.
(1) Sikap orang terhadap pekerjaannya
(2) Umur orang sewaktu bekerja
(3) Jenis kelamin
3) Faktor-faktor luar (eksternal) yang berhubungan, dengan indikator.
(1) Keadaan keluarga pegawai
(2) Rekreasi
(3) Pendidikan (training, up-grading dan sebagainya)
Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu yang
ada di dalam diri pegawai dan faktor pekerjaannya menurut
Mangkunegara (2011 : 120).
1) Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur,
jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa
kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja.
2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial,
kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Hasibuan (2007 : 203), kepuasan kerja karyawan dipengaruhi
faktor-faktor sebagai berikut.
1) Balas jasa yang adil dan layak.
2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
vi
3) Berat ringannya pekerjaan.
4) Suasana dan lingkungan kerja.
5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
2.1.5 Pengertian Pemimpin
Bila menyaksikan sebuah perusahaan yang sama, namun dipimpin
oleh orang yang berbeda, ternyata dinamika atau perkembangannya juga
berbeda. Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa peran seorang
pemimpin dalam maju mundurnya sebuah perusahaan sangatlah besar. Dari
sudut manajemen, seorang pimpinan harus mampu menetapkan tujuan yang
hendak dicapai oleh organisasi atau mampu merancang taktik dan strategi
yang tepat. Dengan adanya taktik dan strategi yang tepat tersebut maka
langkah yang akan ditempuh oleh perusahaan tersebut akan berjalan lebih
efektif dan efisien dalam penggunan anggaran, waktu dan tenaga bawahan
yang digunakan oleh perusahaan.
Winanti (2010 : 11) menyatakan bahwa pemimpin adalah orang yang
memberi pengaruh pada suatu kelompok atau organisasi. Danim dan Suparno
(2009 : 3) menyataka bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai
keahlian memimpin dan menjalankan kepemimpinan. Dia berkemampuan
mempengaruhi pendirian atau pendapat orang atau sekelompok orang tanpa
menanyakan alasan-alasannya. Pemimpin adalah seseorang yang aktif
membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan, dan
memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama.
vii
Hasibuan (2007 : 169) menyatakan bahwa pemimpin (leader) adalah
seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya,
mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam
mencapai tujuan organisasi. Leader adalah seorang pemimpin yang
mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dan kewibawaan (personality
authority). Falsafah kepemimpinannya bahwa pemimpin adalah untuk
bawahan dan milik bawahan. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung
menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para
bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diperoleh karena
kecakapan, kemampuan dan perilakunya.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa pemimpin
adalah orang
yang melakukan dan memiliki
kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok dalam suatu organisasi,
tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
2.1.6 Pengertian Kepemimpinan
Thoha (2010 : 9) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku
manusia baik perorangan maupun kelompok.
Winanti (2010 : 12)
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti
yang didalamnya memiliki unsur-unsur : seni, adanya kemampuan dan
kecerdasan mempengaruhi perasaan dan pikiran dari proses tersebut
mengakibatkan adanya kesediaan untuk melakukan suatu usaha yang
diinginkan dan mengarahkan tercapai tujuan bersama.
viii
Danim dan Suparno (2009 : 48) menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan energi mempengaruhi dan memberi arah yang terkandung di
dalam diri pribadi pimpinan. Kepemimpinan juga merupakan energi yang
dapat menggerakkan, menuntun dan menjaga aktivitas orang sehingga tujuan
organisasi dapat dicapai. Wuradji (2008 : 3) menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan proses kegiatan yang diarahkan kepada
pencapaian tujuan untuk memperoleh hasil tertentu. Hasibuan (2007 : 170)
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin
mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Sutrisno (2014:212) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses
kegiatan seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin,
membimbing, mempengaruhi oleh lain, untuk melakukan sesuatu agar
dicapai hasil yang diharapkan.
2.1.7 Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Anggiriawan (2015) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang
relatif baru dan sering digunakan dalam organisasi adalah gaya
kepemimpinan transaksional dan transformasional. Sebagaimana yang
diangkapkan Robbins (2006) bahwa dewasa ini banyak organisasi-organisasi
yang
mencari
pemimpin
yang
dapat
menerapkan
kepemimpinan
transaksional dan transformasional dalam suatu organisasi.
Antonakis dkk, (2003) dan McCann (2008) dalam Yudisitra dan
Siwantara (2012) menyatakan kepemimpinan transformasi didefinisikan
ix
untuk perilaku seluruh model kepemimpinan saat ini yang proaktif,
meningkatkan minat kolektif transenden pengikut, dan membantu para
pengikut untuk mencapai tujuan tingkat tinggi. Bass et al, (1990) dalam
Salain
dan
Wardana
(2014)
menyatakan
bahwa
kepemimpinan
transformasional adalah pemimpin yang memiliki karakteristik yang
menunjukkan perilaku karismatik, memunculkan motivasi inspirasional,
memberikan stimulasi intelektual dan memperlakukan karyawan dengan
member perhatian terhadap individu.
Kresnandito
(2012:80)
menyatakan
bahwa
kepemimpinan
transformasional pada dasarnya dapat menciptakan lingkungan yang
memotivasi
karyawan
dalam
mencapai
tujuan
organisasi
serta
mengembangkan minat dalam bekerja. Kepemimpinan transformasional
mendasarkan diri pada prinsip pengembangan bawahan (follower
development).
Maulizar
(2012:4)
menyatakan
bahwa
pemimpin
mengembangkan dan mengarahkan potensi dan kemampuan bawahan untuk
mencapai bahkan melampui tujuan organisasi.
Salder dalam Wuradji (2008 : 48) menyatakan bahwa kepemimpinan
transformasional adalah suatu proses kepemimpinan dimana pemimpin
mengembangkan komitmen pengikutnya dengan berbagai nilai-nilai dan
berbagai visi organisasi. Yukl (2010:4) bahwa menyatakan bahwa pemimpin
transformasional adalah pemimpin yang mendorong karyawannya untuk
memunculkan ide-ide baru dan solusi kreatif atas masalah-masalah yang
dihadapi.
x
Dari beberapa tentang pengertian di atas, dapat dinyatakan
kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memotivasi
karyawan untuk melakukan pekerjaan atau tugas lebih baik dari apa yang
bawahan inginkan sehingga mampu menimbulkan kesadaran yang tinggi
terhadap tujuan dan misi organisasi serta akan membangkitkan komitmen
para pekerja untuk melihat dunia kerja melampui batas-batas kepentingan
pribadi demi kepentingan organisasi.
2.1.8 Indikator Kepemimpinan Transformasional
Antonakis dkk, (2003) dan McCann (2008) dalam Yudistira dan
Siwantara (2012) menyatakan gaya kepemimpinan transformasi terdiri atas
empat faktor : sifat pengaruh yang teridealkan, perilaku pengaruh yang
teridealkan, motivasi inspirasi dan stimulasi intelektual.
Wuradji (2008 : 51) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan
tranformasional mengandung empat komponen pokok, yaitu :
1) Charisma : pemimpin transformasional memiliki sifat-sifat kharismatik.
2) Inspiration : pemimpin transformasional kaya akan ide atau inspirasi : di
mata pengikutnya idenya selalu cemerlang
3) Intelectual stimulation : dalam upaya mempengaruhi dan/atau
mengarahkan pengikutnya, menggunakan pertimbangan yang dapat
diterima nalar. Dia mengarahkan pengikutnya melalui pendekatan
kesadaran.
4) Individual consideration : pemimpin yang selalu memperhatikan
kebutuhan dan potensi-potensi yang dimiliki pengikutnya.
xi
Bass, Silin, Rumtini dalam Winanti (2010 : 29) menyatakan bahwa
model kepemimpinan tranformasional terdiri dari tiga komponen yaitu :
1) Karisma
merupakan
komponen
yang
paling
penting
didalam
kepemimpinan transformasional. Perilaku yang mencerminkan seorang
pemimpin karismatik, diantaranya membangun rasa cinta dan percaya diri
dari bawahan, bawahan menerima pemimpinnya karena ekspresi
keteladanan dari si pemimpin, dapat membangkitkan atusiasme kerja
bawahan, mampu membedakan hal-hal yang benar atau tidak,
mengemban misi organisasi melalui sikap loyal, setia, tekun,
menanamkan rasa kebanggaan serta membangkitkan rasa hormat.
2) Konsiderasi individual, tidak mengingkari hakekat manusia sebagai
makhluk
individu,
memperhatikan
seorang
faktor-faktor
pemimpin
individu
transformasional
sebagaimana
tidak
akan
boleh
disamaratakan, karena danya perbedaan kepentingan dan pengembangan
diri yang berbeda satu sama lain.
3) Stimulus intelektual, seorang pemimpin transformasional akan selalu
melakukan
situmulasi-stimulasi
intelektual,
unsur-unsurnya
akan
tercermin dalam kemampuan seorang pemimpin dalam menciptakan,
menginterpretasikan, mengelaborasi simbol-simbol yang muncul dalam
kehidupan, mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara baru dan
mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah secara bebas.
Kepemimpinan transformasional memiliki beberapa karakteristik.
Menurut Pramastuti dalam Sunyoto dan Burhanudin (2011 : 110)
karakteristik kepemimpinan transformasional terdiri dari :
xii
1) Charismatic Leadership
Pemimpin transformasional memiliki suatu karisma yang dikagumi dan
dihormati, sehingga dengan pengaruh dan kekuatan karisma tersebut
pemimpin mudah untuk mengkomunikasikan visi atau misi organisasi
kepada pengikut. Pengikut menganggap pemimpin sebagai model yang
ingin ditiru, sehingga menumbuhkan antusiasme kerja. Melalui karisma
yang dimiliki tersebut pemimpin dapat membentuk dan memperbanyak
anggotanya melalui keyakinan, ambisi, energi, jeli melihat dan
memanfaatkan peluang yang ada. Di samping itu melalui karismanya,
pemimpin dapat mengilhami loyalitas, ketekunan, menanamkan
kebanggaan dan kesetiaan, serta membangkitkan rasa hormat.
2) Inspirational Leadership
Pemimpin transformasional mampu untuk membangkitkan semangat
pengikutnya yang merasa ragu-ragu atau tidak mampu dalam
menyelesaikan suatu tugas. Pemimpin dapat memberikan inspirasi, secara
emosional membangkitkan, menggerakkan, dan menyemarakkan kondisi
yang sudah tidak lagi menggairahkan. Misalnya dengan cara memberikan
semangat, pujian maupun dorongan.
3) Belief
Pemimpin transformasional memiliki insting atau naluri yang kuat, dapat
melihat dan membuat keputusan-keputusan tepat yang berdampak positif
xiii
bagi organisasi, sehingga mampu bertindak dengan penuh keyakinan dan
menanamkan kepercayaan kepada para pengikutnya.
4) Intellectual Stimulation
Pemimpin transformasional mampu memberikan dan melakukan stimulistimuli intelektual kepada para pengikutnya, mampu mendorong para
pengikutnya untuk bertindak secara kreatif, mengajak bawahan untuk
berpikir dengan cara-cara baru, berani memunculkan ide-ide dan berpikir
rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, tidak berdasarkan opini atau
dugaan saja. Bawahan dikondisikan pada situasi untuk selalu bertanya
pada dirinya sendiri dan membandingkan dengan asumsi yang
berkembang di masyarakat, kemudian mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah secara bebas dengan menggunakan intelectual
stimulation yang mereka miliki.
5) Individualized Consideration.
Ciri ini berkaitan dengan tanggung jawab dan kemampuan pemimpin
dalam memberikan kepuasan dan meningkatkan produktivitas para
pengikutnya. Pemimpin transformasional cenderung bersikap membaur
menjadi satu dengan pengikutnya, bersahabat, dekat, informal, dan
mampu memberlakukan pengikutnya sebagaimana layaknya individu
dengan kebutuhan masing-masing. Pemimpin memperhatikan faktorfaktor
individual,
karena
adanya
perbedaan,
kepentingan,
pengembangan diri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
xiv
dan
Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu
memotivasi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan
usaha dan kinerja yang lebih memuaskan kearah tercapainya visi dan misi
organisasi.
2.1.9. Pedoman Untuk Kepemimpinan Transformasional
Yukl (2010 : 316) menyatakan bahwa pedoman untuk kepemimpinan
transformasional antara lain :
1) Menyatakan visi yang jelas dan menarik
Para pemimpin transformasional memperkuat visi yang ada atau
membangun komitmen terhadap sebuah visi baru. Sebuah visi yang jelas
mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau akan jadi apakah sebuah
organisasi itu akan membantu orang untuk memahami tujuan, sasaran dan
prioritas dari organisasi. Hal ini memberikan makna pada pekerjaan,
berfungsi sebagai sebuah sumber keyakinan diri dan memupuk rasa tujuan
bersama.
2) Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai
Tidaklah cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang menarik,
pemimpin juga harus meyakinkan para pengikut bahwa visi itu
memungkinkan. Amatlah penting untuk membuat hubungan yang jelas
antara visi itu dengan sebuah strategu yang dapat dipercaya untuk
mencapainya.
3) Bertindak secara rahasia dan optimis
xv
Adalah penting untuk tetap optimistis tentang kemungkinan keberhasilan
kelompok itu dalam mencapai visinya, khususnya dihadapan halangan dan
kemunduran sementara. Keyakinan dan optimisme seorang manajer dapat
amat menular.
4) Memperlihat keyakinan terhadap pengikut
Pengaruh yang memberikan motivasi dari sebuah visi bergantung pada
batasan dimana bawahan yakin akan kemampuan mereka untuk
mencapainya.
5) Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilainilai penting.
Tindakan dramatis dan jelas terlihat merupakan cara efektif untuk
menekankan nilai penting, seperti dalam contoh berikut :
Manajer divisi memiliki sebuah visi yang meliputi hubungan dimana
orang-orang itu terbuka, kreatif, kooperatif, dan berorientasi menuju
pembelajaran. Pertemuan tim manajemen yang sebelumnya adalah terlalu
formal, dengan agenda rinci, presentasi yang teliti, dan kecaman yang
berlebihan. Ia memulai sebuah pertemuan tiga hari utnuk menyampaikan
visinya bagi divisi itu dengan mengundang orang ke upcara di tepi pantai
dimana mereka membakar setumpuk agenda, catatan dan formulir
evaluasi.
6) Memimpin dengan memberikan contoh
Memimpin dengan memberikan contoh terkadang disebut ”pembuatan
model peran”. Ini amatlah penting untuk tindakan yang tidak
menyenangkan, berbahaya, tidak konvensional atau kontroversial.
xvi
7) Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu
Pemberian kewenangan berarti mengelegasikan kewenangan utnuk
keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan kepada orang-orang
dan tim. Ini berarti meminta orang untuk menentukan sendiri cara terbaik
utnuk menerapkan strategi atau mencapai sasaran, bukannya memberi
tahu mereka secara rinci tentang apa yang harus dilakukan.
2.1.10 Pengertian Komitmen Organisasional
Wibowo (2014:429) menyatakan bahwa komitmen organisasional
adalah perasaan, sikap dan perilaku individu mengidentifikasikan dirinya
sebagai bagian dari organisasi, terlibat dalam proses kegiatan organisasi
dan loyal terhadap organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.
Sementara Trisnaningsih dalam Tranggono (2008) mengatakan
bahwa komitmen organisasional merupakan kepercayaan dan penerimaan
terhadap tujuan nilai-nilai dari organisasi dan berkeinginan untuk selalu
memelihara keanggotaannya dalam organisasi tersebut.
Menurut Mathis dan Jackson dalam Sopiah (2008:155)
menyatakan derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuantujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan
organisasi.
Mowday dalam Sopiah (2008:155) komitmen organisasional
merupakan dimensi prilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai
kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi.
Komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang
xvii
yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasi adalah
keinginan anggota organisai untuk mempertahankan keanggotannya
dalam organiasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan
organisasi.
O’Reilly dalam Sopiah (2008:156) menyebutkan komitmen
karyawan pada organisasi sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap
organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, kesetiaan dan perasaan
percaya terhadap nilai-nilai organisasi.
Steers dan Porter dalam Sopiah (2008:156) menyatakan bahwa
suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang
pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja
yang memiliki tujuan memberikan sesuatu usaha demi keberhasilan
organisasi yang bersangkutan.
Ivancevich, et al (2008:184) menyatakan bahwa komitmen adalah
perasaan identifikasi, pelibatan, dan loyalitas dinyatakan oleh pekerja
terhadap perusahaan. Dengan demikian komitmen menyangkut tiga sifat
:
1) Perasaan identifikasi dengan tujuan organisasi
2) Perasaan terlibat dalam tugas organisasi
3) Perasaan loyal pada organisasi
Kreitner dan Kinicki (2010:166) menyatakan bahwa komitmen
adalah kesepakatan untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri, individu
lain, kelompok atau organisasi. Sedangkan komitmen organisasional
xviii
mencerminkan tingkatan keadaan dimana individu mengidentifkasikan
dirinya dengan organisasi dan terikat pada tujuannya.
Sedangkan Schermerhorn, at al (2011:72) menyatakan komtimen
sebagai loyalitas seorang individu pada organisasi. Individu dengan
komitmen organisasional tinggi mengidentifikasi dengan sangat kuat
dengan organisasi dan merasa bangga mempertimbangkan dirinya
sebagai anggota. Newstrom (2011:223) menyatakan bahwa komitmen
organisasional atau loyalitas pekerjaan adalah tingkatan di mana pekerja
mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif
berpartisipasi di dalamnya. Gibson, at al (2012:182) memberikan
pengertian komitmen organisasi sebagai perasaan identifikasi, loyalitas
dan pelibatan dinyatakan oleh pekerja terhadap organisasi atau unit dalam
organisasi.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
komitmen organisasional adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada
organisasi yang ditandai dengan adanya:
1) Sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilainilai dari organisasi.
2) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang bersungguhsungguh guna kepentingan organisasi.
3) Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.
xix
2.1.12 Faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional
Januarti dalam Yudhaningsih (2011:43) mengemukakan komitmen
organisasional terbangun bila tiap individu mengembangkan tiga sikap
yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi meliputi
identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi,
involtmen yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan
bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan, dan loyality yaitu perasaan
bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal.
Menurut David dalam Sopiah, (2008 : 163) mengemukakan empat
faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :
1) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, kepribadian.
2) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik,
peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
3) Karakteristik struktur, misalnya besar atau kecilnya organisasi, bentuk
organisasi, kehadiran serikat pekerja.
4) Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang
baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun
bekerja tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan dalam
organisasi.
2.1.13 Indikator Komitmen Organisasional
xx
Menurut Mowday dalam Sopiah (2008:165) indikator komitmen
organisasional yaitu:
1) Penerimaan terhadap tujuan organisasi.
2) Keinginan untuk bekerja keras.
3) Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi.
2.1.14 Proses terjadinya Komitmen Organisasional
Gary Dessler dalam Sopiah (2008 : 159-161) mengemukakan
sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen
karyawan pada organisasi, yaitu :
1)
Make it charismatic : Jadikan visi dan misi organisasi sebagai suatu
yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap
karyawan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak.
2)
Build the tradition : Segala sesuatu yang baik di organisasi
jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus-menerus
dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.
3)
Have comprehensive grievance procedures : Bila ada keluhan atau
komplain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi maka
organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan
tersebut secara menyeluruh.
4)
Provide extensive two-way communications : Jalinlah komunikasi
dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
xxi
5)
Create a sense of community : Jadikan semua unsur dalam organisasi
sebagai suatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai
kebersamaan, rasa meliliki, kerja sama, berbagi, dll.
6)
Build value-based homogeneity : Membangun nilai-nilai yang
didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki
kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang
digunakan untuk promosi adalah kemampuan, keterampilan, minat,
motivasi, kinerja, tanpa ada diskriminasi.
7)
Share and share alike : sebaiknya organisasi membuat kebijakan
dimana karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu
berbeda atau mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya
hidup, penampilan fisik, dll.
8)
Emphazise barnraising, cross-utilization, and teamwork : organisasi
sebagai suatu community harus bekerja sama, saling berbagi, saling
memberi, manfaat dan memberikan kesmpatan yang sama kepada
anggota organisasi.
9)
Get together : Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota
organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin.
10) Support employee development : Hasil studi menunjukkan bahwa
karyawan akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila
organisasi memperhatikan perkembangan karier karyawan dalam
jangka panjang.
xxii
11) Commit to Actualizing : Setiap karyawan diberi kesempatan yang
sama untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi
sesuai dengan kapasitas masing-masing.
12) Provide first-year job challenge : Karyawan masuk ke organisasi
dengan membawa mimpi dan harapannya, kebutuhannya.
13) Enrich and empower : Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak
secara monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan
bagi karyawan.
14) Promote from within : bila ada lowongan jabatan, sebaiknya
kesempatan pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan
sebelum merekrut karyawan dari luar perusahaan.
15) Provide developmental activities : Bila organisasi memberi kebijakan
untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan
sendirinya hal itu akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh
dan berkembang personalianya, juga jabatannya.
16) The questuin of employee security : Bila karyawan merasa aman, baik
fisik maupun psikis maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.
17) Commit to people-first values : Membangun komitmen karyawan
pada organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa
dibentuk secara instan.
18) Put it in writing : Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan,
filosofi, sejarah, strategi, dll. Organisasi sebaiknya dibuat dalam
bentuk tulisan, bukan hanya sekedar bahasa lisan.
xxiii
19) Hire ”Right-Kind” managers : Bila pimpinan ingin menambahkan
nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dll. Pada
bawahannya, sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam
bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
20) Walk the talk : Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila
pimpinan ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya
pimpinan tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-katau
atau berbicara.
Mowday et al dalam Sopiah (2008:161) mengemukakan bahwa
faktor-faktor pembentuk komitmen organisasional akan berbeda bagi
karyawan yang baru bekerja, setelah menjalani masa kerja yang cukup
lama, serta bagi karyawannya yang bekerja dalam tahapan yang lama
yang menganggap perusahaan atau organisasi tersebut sudah menjadi
bagian dalam hidupnya.
2.2 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan definisi dan kajian teori dari beberapa para ahli yang ada,
maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai dasar penentu hipotesis
seperti gambar berikut.
Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian
Kepemimpinan
Transformasional (X1)
H4
H1
Kepuasan Kerja
(Y1)
xxiv
H3
Kinerja
Pegawai
(Y2)
H2
Komitmen
Organisasional
(X2)
H5
Sumber : hasil pemikiran dan teori dari beberapa ahli yang ada
2.3 Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan
Yudistira
dan
Siwantara
(2012)
menemukan
bahwa
gaya
kepemimpinan transformasional ketua koperasi berpengaruh positif dan
signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja manajer koperasi di
Kabupaten Buleleng. Setiawan (2013) menemukan gaya kepemimpinan
transformasional memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja
para karyawan PT. Tohitindo Multi Craft Industries. Anggraeni dan Santosa
(2013) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh
positif terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT POS Indonesia Cabang
Sumedang. Kaihatu dan Rini (2007) menunjukkan bahwa penerapan
kepemimpinan transformasiona l dari kepala sekolah meningkatkan kepuasan
akan kualitas kehidupan kerja Guru-Guru SMU di Kota Surabaya. Suyuthi,
dkk
(2009)
menunjukkan
bahwa
kepemimpinan
transformasional
memberikan tingkat pengaruh terhadap kepuasan kerja yang cukup kuat. Ini
mengindikasikan bahwa penerapan kepemimpinan transformasional dapat
xxv
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kepuasan kerja, sehingga dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Ada pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap
kepuasan kerja karyawan pada Biro Umum dan Protokol Setda
Provinsi Bali.
2.3.2 Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan
Darmawati, dkk (2011) menemukan bahwa komitmen tidak memiliki
pengaruh terhadap variabel kepuasan kerja karyawan FISE UNY. Setiyawan
(2009) menemukan komitmen organisasional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja pada pada Inspektorat Kabupaten
Temanggung. Penelitian dari Tobing (2009) menemukan bahwa komitmen
organisasional (komitmen afektif, komitmen kontinuan dan komitmen
normatif) berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PTPN III di
Sumatera Utara. Akbar (2013) menemukan bahwa komitmen organisasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja auditor pada
Kantor Akuntan Publik Di DKI Jakarta. Chandra (2013) menunjukkan
bahwa komitmen organisasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja,
dimana kepuasan kerja karyawan akan miningkat dengan adanya komitmen
organisasi pada PD.Wonoagung Sejahtera Di Gresik. Tranggono dan Kartika
(2008) menunjukkan bahwa komitmen organisasinal berpengaruh terhadap
kepuasan kerja auditor pada Kantor Akuntan Publik di di Semarang, sehingga
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
xxvi
H2 : Ada pengaruh positif komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja
pegawai pada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali.
2.3.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Penelitian dari Tobing (2009) menunjukkan kepuasan kerja
berpengaruh terhadap kinerja karyawan PTPN III di Sumatera Utara.
Chandra (2013) menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja.
Hal ini berpengaruh secara langsung, namun memiliki hubungan yang
sifnifikan akan karena hasil riset menunjukan hasil positif. Ciptodihardjo
(2013) menunjukkan Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan
sebesar 0,259, artinya setiap peningkatan kepuasan kerja sebesar satu satuan
maka akan meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,259. Suyuthi, dkk
(2009) menunjukkan bahwa kepuasan kerja memberikan pengaruh terhadap
kinerja karyawan yang signifikan. Ini mengindikasikan bahwa kepuasan kerja
mampu memberi kontribusi kepada peningkatan kinerja karyawan.
Risambessy, dkk (2011) menunjukkan bahwa kepuasan kerja yang diwakili
oleh indicator pekerjaan itu sendiri, kesempatan untuk dipromosikan,
supervise, imbalan yang layak dan dukungan rekan kerja dapat memberikan
pengaruh langsung terhadap kinerja karyawan. Artinya semakin tinggi
kepuasan kerja karyawan akan semakin tinggi kinerja yang dihasilkan oleh
karyawan, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H3 : Ada pengaruh positif kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai pada
Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali.
2.3.4 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Pegawai
xxvii
Penelitian dari Correa (2005) menyatakan bahwa kepemimpinan
transformasional berpengaruh positif dan signifikan baik langsung maupun
tidak langsung terhadap terhadap kinerja. Voirin (2010) menemukan bahwa
kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan. Sosik (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional
dengan indikator pemimpinan karismatik, pemimpinan idealis, pemimpin
inspiratif dan pemimpinan konsideration mempunyai hubungan positif dan
signifikan terhadap kinerja manajer. Strang (2009) menyatakan pemimpin
yang sering melalukan pengembangan sangat dipentingkan oleh karyawan
untuk meningkatkan kinerjanya
Salain (2014) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di lingkungan Kanwil PT.
Pegadaian (Persero) Denpasar. Yudistira dan Siwantara (2012) menemukan
bahwa gaya kepemimpinan transformasional ketua koperasi berpengaruh
positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja manajer koperasi di
Kabupaten Buleleng.
Givens (2008) menemukan gaya kepemimpinan transformasional
berdampak positif terhadap organizational outcomes (kinerja, kultur, dan
visi). Adnan, et al,
(2010) pemimpin transformasional memfasilitasi
pemahaman baru dengan meningkatkan atau mengubah kesadaran akan
masalah. Akhirnya, mereka menumbuhkan inspirasi dan semangat untuk
menempatkan usaha ekstra untuk mencapai tujuan bersama. Penelitian dari
Agustina,
dkk
(2012)
menemukan
xxviii
bahwa
gaya
kepemimpinan
transformasional dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja
karyawan pada Rumah Sakit Malang.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut.
H4 : Ada pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
pegawai pada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali.
2.3.5 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Pegawai
Penelitian yang dilakukan oleh Tolentino (2013) menemukan tiga
dimensi dari komitmen organisasional yaitu efektitif komitmen, normatif
komitmen dan kesinambungan komitmen, hanya efektif komitmen yang
mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja kerja dari Akademi dan
Personal Administrasi. Memari, at al (2013) menemukan diantara tiga
dimensi dari komitmen organisasional efektitif komitmen, normatif
komitmen dan kesinambungan komitmen, normative komitmen mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja kerja karyawan. Thamrin
(2012) menemukan komitmen organisasional mempunyai pengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Syauta, at all (2012) menemukan
bahwa komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan baik langsung maupun tidak langsung. Penelitian dari Tobing (2009)
menyatakan bahwa komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap
kinerja pada PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara. Madhuri (2012)
komitmen organisasi berefek positif signifikan terhadap kinerja kerja
karyawan, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
xxix
H5 : Ada pengaruh positif komitmen organisasional terhadap kinerja
pegawai pada Biro Umum dan Protokol Setda Provinsi Bali.
xxx
xxxi
Download