Doktor-doktor Fenomenal dari Al-Azhar (2) Oleh : Musriadi Musanif, S.Th.I Minggu, 23 Oktober 2011 20:36 KOPI, DOSEN Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang juga Dewan Pengawas Yayasan Rahmah El-Yunusiyyah, Prof. Dr. H. Fauzan, MA, menegaskan, Rahmah El-Yunusiyyah tidak sempat mengecap pendidikan formal karena zaman itu belum membolehkan kalangan perempuan untuk bersekolah. Oleh karena itu, Rahmah El-Yunusiyyah yang kemudian hari dikenal sebagai wanita pejuang, pelopor dan pemimpin wanita dalam menggapai pendidikan, termasuk di antaranya belajar tentang agama Islam, pantas dicatat sebagai fenomena baru, karena beliau menjadi satu-satunya wanita yang dianugerahi gelar doktor honoris causa alias syaikhah dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dari berbagai catatan sejarah dapat diketahui, Ramah ternyata tidak mendapat banyak pendidikan dari ayahnya, Syekh Muhammad Yunus, karena sang ayah telah meninggal dunia tatkala Rahmah masih anak-anak. Pendidikan di keluarga diperolehnya dari ibu dan kakak-kakaknya. Kemauan keras dan cita-cita tinggi, agaknya, dipetik rahmah dari kakaknya, Zainuddin Labay. Zainuddin tercatat tidak pula menamatkan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar (SD). Dia berhenti setelah Kelas IV. Rahmah pun demikian keadaannya. Menurut Fauzan, pendidikan yang dilalui Rahmah lebih banyak melalui pembelajaran privat, di mana orangtua dan kakaknya mendatangkan guru ke rumah mereka. Karena mereka adalah juga termasuk orang ‘berdarah biru’, guru-guru privat yang didatangkan pun bukanlah sembarangan orang, tetapi berasal dari ulama, guru dan tokoh-tokoh besar dan berpengaruh di masa itu, Abdul Karim Amarullah atau Inyiak Rasul, Abdul Hamid Hakim, Abdul Latif Rasjidi, Daud Rasjidi, M.Djamil Djambek dan lain-lain. Untuk menulis dan membaca, Rahmah belajar kepada kedua abangnya, Zainuddin dan M. Rasyad. Rahmah berkesempatan juga belajar di sekolah yang didirikan Zainuddin sendiri, yakni Diniyyah School. Tapi beliau tidak buas belajar di lembaga pendidikan tersebut. Alhasil, Rahmah pun menampah tempat belajar guna memperoleh ilmu yang lebih banyak lagi di sebuah kelompok pengajian (halaqah) yang diadakan sejumlah ulama terkemuka di Surau Jembatan Besi dan di rumah Inyiak Rasul alias ayah Hamka di Gatangan, Padang Panjang. Rupanya, di tempat pengajian itu hanya ada empat perempuan yang menjadi murid dan belajar 1/3 Doktor-doktor Fenomenal dari Al-Azhar (2) Oleh : Musriadi Musanif, S.Th.I Minggu, 23 Oktober 2011 20:36 dengan tekun, yakni Rahmah, Rasuna Said, Nanisah dan Jawana Basyir alias Upiak Japang. Berdasarkan catatan sejarah yang ditemukan, sebelum keempat orang itu ikut penyakit, tidak ada seorang wanita pun yang berani menuntut ilmu sebagaimana yang dilakukan Rahmah dan ketiga temannya. D kelompok empat perempuan tersebut, Rahmah dipercaya menjadi pemimpin. Mata pelajaran uang didalami di sini di antaranya nahu, saraf, fiqh dan ushul fiqh. Menurut cerita Fauzan, Rahmah memang telah gemar belajar dari guru-guru dan ikut pengajian di surau-surau ketika masih berusia 10 tahun. Delapan surau yang ada di Padang Panjang pada waktu itu, semuanya sudah dijejak Rahmah untuk mendapatkan pendidikan agama. Ini menjadi penyebab kenapa Rahmah bisa mendapatkan wawasan dan pola berpikir yang demikian luas. Pada kesempatan lain, Fauzan menjelaskan pula, Rahmah tidak hanya belajar ilmu-ilmu agama saja, melalui keahlian yang dimiliki mak tuonya, Rahmah juga belajar ilmu kebidanan. Ilmu ini pun terus diperdalamnya dengan menambah pengetahuan bidang kesehatan dan teori merawat orang yang mengalami kecelakaan. “Untuk mendalami ilmu-ilmu itu, Rahmah belajar kepada enam orang dokter yang ada di Minangkabau, yakni Dokter Syofyan dan Dokter Tazar yang bertugas di Rumah Sakit Umum Kayutanam, Dokter A. Saleh di RSU Bukittinggi, Dokter Arifin di Payakumbuh, Dokter Rasjidin dan Dokter A. Sani di Padang Panjang,” terangnya. Guna mengaplikasikan ilmu yang diperdapat, terutama di bidang kebidanan dan kesehatan, tiga sekali dalam sepekan, Rahmah menjaklani praktek di RSU Kayutanam yang kala itu dikenal sebagai sebuah rumah sakit yang paling lengkap peralatan dan tenaga dokternya. Nampaknya, pola pendidikan privat menjadi pilihan bagi Rahmah untuk mendapat beragam ilmu pengetahuan, tidak hanya di bidang pengetahuan keagamaan, kebidanan dan kesehatan, beragam ilmu lain pun diperolehnya dengan cara privat, sebutlah misalnya ilmu tentang gymnastiek alias senam. Untuk yang satu ini, Rahmah belajar privat dengan seorang Belanda yang berprofesi sebagai guru di Normaal School, yakni Nona Oliver. Lewat belajar privat kepada Oliver itu pulalah, Rahmah berkenalan dengan Djusair, Rosminanturi Gaban, Siti Akmar dan Ibu Montok yang kemudian membawa beliau untuk 2/3 Doktor-doktor Fenomenal dari Al-Azhar (2) Oleh : Musriadi Musanif, S.Th.I Minggu, 23 Oktober 2011 20:36 mendakami ilmu tentang menenun tanpa mesin, memasak, pelajaran-pelajaran tentang kewanitaan, menjahit dan berenang. “Rahmah juga menguasai ilmu hayat, ilmu alam, ilmu bumi dan sebagainya yang dia pelajari dengan banyak membaca buku. Ia belajar secara otodidak. Ilmu-ilmu yang demikian banyak dan beragam itulah yang dia ajarkan kepada murid-muridnya di Diniyyah Puteri,” terang Fauzan.(Musriadi Musanif) 3/3