PEMBERIAN TERAPI MUROTTAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. K DENGAN PRE OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMUR SINESTRA DIRUANG MAWAR RSUD Dr.SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI DISUSUN OLEH : DEBY NOVITA PUTRI P11 011 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014 PEMBERIAN TERAPI MUROTTAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. K DENGAN PRE OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMUR SINESTRA DI RUANG MAWAR RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DISUSUN OLEH : DEBY NOVITA PUTRI P11 011 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “ Pemberian Terapi Murottal Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Tn.K Dengan Pre Operasi Fraktur Collum Femur Di Bangsal Mawar RS. Dr. Soediran Mangun Sumarmo” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapati bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Alfyana Nadya R, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 4. S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 5. Nurul Izzawati, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 6. Semua dosen Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. v 7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat, kepercayaan, kasih sayang, kesabaran, nasihat dan dukungan dalam segala bentuk serta atas do’anya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun. 8. Kakak, adikku tersayang serta semua keluargaku yang selalu memberikan semangat, motivasi, do’a dan nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. 9. Sahabat dan teman-teman angkatan 2011 Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin Surakarta, Mei 2014 Penulis vi DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Tujuan Penulis........................................................................ 5 C. Manfaat Penulisan .................................................................. 6 TINJAUAN TEORI A. Fraktur .................................................................................... 7 B. Kecemasan ............................................................................. 26 C. Terapi Murottal ...................................................................... 37 LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ........................................................................ 42 B. Pengkajian .............................................................................. 42 C. Perumusan Masalah Keperawatan ......................................... 48 D. Perencanaan Keperawatan. .................................................... 50 vii E. Implementasi Keperawatan .................................................... 51 F. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 54 BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 57 BAB V SIPULAN DAN SARAN A. Simpulan ................................................................................ 70 B. Saran ....................................................................................... 72 Daftar Pustaka Lampiran Daftar Riwayat Hidup viii DAFTAR GAMBAR halaman 1. Gambar 3.1 Genogram ........................................................................... ix 44 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1 Jurnal Utama 2. Lampiran 2 Keterangan Selesai Pengambilan Data 3. Lampiran 3 Pendelegasian Pasien 4. Lampiran 4 Log Book Surat 5. Lampiran 5 Lembar Konsul 6. Lampiran 6 Lampiran Daftar Riwayat Hidup 7. Lampiran 7 Asuhan Keperawatan 8. Lambiran 8 Skor HRS-A Pasien x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas didunia menurut Anonim (2005) dalam Sawitri dan Sudaryanto (2008) sekitar 140.000 orang setiap hari, lebih dari 3.000 orang meninggal dan 15.000 cacat fisik karena kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan tahun 2020 mengalami kenaikan lebih dari 60 %. Menurut Sujadi (2008) dalam Faradisi (2012) data kepolisian Republik Indonesia tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kasus. Kasus itu menyebabkan kematian pada 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat dan 8.694 luka ringan dan diperkirakan setiap tahun akan mengalami peningkatan. Trauma yang sering terjadi pada kasus ini adalah trauma kepala, fraktur (patah tulang), dan trauma dada. Fraktur yang sering terjadi di Indonesia menurut Isbagio (2007) dalam Indrawati (2013) adalah fraktur femur disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda motor atau mobil. Dari data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknik Makmal Terpadu Imunoendokinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), pada tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas, ternyata yang mengalami fraktur femur adalah sebanyak 249 kasus atau 14,7 %. Berdasarkan data dari RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 2011 terjadi kasus fraktur femur sebanyak 178 kasus. 1 2 Penanganan fraktur menurut Mansjoer (2007) dalam Faradisi (2012) bisa berupa konservatif ataupun operasi. Tindakan operasi terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi interna dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna, dimana didalamnya terdapat banyak prosedur yang harus dilaksanakan. Hal ini menyebabkan kecemasan pada masa preoperasi, kecemasan pada saat ini merupakan hal yang wajar. Ketakutan yang biasanya terungkap setelah pembedahan menurut Efendy (2005) dalam Larasati (2009) antara lain, ketakutan munculnya rasa nyeri setelah pembedahan, ketakutan terjadi perubahan fisik (menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi secara normal), ketakutan keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), ketakutan memasuki ruang operasi, menghadapi peralatan bedah dan petugas, ketakutan mati saat dilakukan anestesi, serta ketakutan apabila operasi akan mengalami kegagalan. Tidak heran jika sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Beberapa orang kadang tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Dampak apabila tidak segera diatasi akan meningkatkan tekanan darah dan pernafasan yang dapat menyebabkan pendarahan baik pada saat pembedahan ataupun pasca operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan operasi. Menurut Potter dan Perry (2006) dalam Nainggolan (2010) Perawat sebagai pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang 3 akan menghadapi tindakan operasi mempunyai tanggung jawab besar dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu salah satunya penanganan rasa cemas. Saat ini telah banyak dikembangkan terapi-terapi keperawatan untuk menangani kecemasan atau pun nyeri, salah satunya adalah terapi musik yang dapat mengurangi tingkat kecemasan pada pasien. Distraksi yang efektif adalah musik, yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu. Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif diberbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik. Alternatif lain selain terapi musik menurut Remolda (2009) dalam Faradisi (2013) adalah terapi religi. Terapi religi dapat mempercepat penyembuhan, hal ini telah dibukikan oleh berbagai ahli seperti yang telah dilakukan Ahmad al Khadi, direktur utama Islamic Medicine Institute for Education and Research di Florida, Amerika Serikat. Dalam konferensi tahunan ke XVII Ikatan Dokter Amerika, wilayah missuori AS, Ahmad Al Kadhi melakukan presentasi tentang hasil penelitianya dengan tema pengaruh Al-Quran pada manusia dalam perspektif fisiologi dan psikologi. Hasil penelitian tersebut menunjukan hasil positif bahwa mendengarkan ayat suci Al-Quran memiliki pengaruh yang signifikan dalam menurunkan ketegangan 4 urat saraf reflektif dan hasil ini tercatat dan terukur secara kuantitatif dan kualitatif oleh sebuah alat berbasis komputer. Bacaan surat Al-Qur’an terbaik yang dapat digunakan untuk mengurangi/menurunkan kecemasan menurut Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an adalah surat Al-Faatihah, dan pemahaman terhadap Al-Qur’an diawali dengan pemahaman terhadap Al-Faatihah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta kualitas nada hurufnya yang tinggi membuat Al-Faatihah mudah dibaca dan dihafal semua orang dengan latar belakang apa pun. Al-Faatihah merupakan surat yang paling banyak dibaca oleh umat manusia, karena Al-Faatihah harus dibaca dalam setiap sholat. Penelitian sebelumnya menyebutkan terapi murottal dan terapi musik dapat menurunkan kecemasan, akan tetapi dalam penelitian sebelumnya terapi murottal lebih cepat menurunkan kecemasan (Faradisi, 2013). Pengelolaan kasus dalam rangka pengaplikasian hasil riset, saat di rumah sakit penulis merawat pasien Tn. K dengan diagnosa fraktur collum femur sinestra. Masalah utama yang dialami Tn.K yaitu takut dan cemas menghadapi operasi. Berdasarkan latar belakang di atas dan dari pengelolaan kasus yang di peroleh maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pemberian Terapi Murottal Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Asuhan Keperawatan Tn. K dengan Pre Operasi Fraktur Collum Femur Sinestra di Bangsal Mawar RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso“. 5 B. Tujuan Penulis 1. Tujuan Umum Melaporkan pemberian terapi murottal terhadap penurunan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan Tn. K dengan fraktur collum femur sinestra di bangsal mawar RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso. 2. Tujuan Khusus a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur collum femur sinestra. b) Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan fraktur collum femur sinestra. c) Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur collum femur sinestra. d) Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan fraktur collum femur sinestra. e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan fraktur collum femur sinestra. f) Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi murottal terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi fraktur collum femur sinestra. 6 C. Manfaat Penulisan 1. Bagi pendidikan Dapat memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik keperawatan kritis dan pemecahan masalah khususnya dalam bidang atau profesi keperawatan. 2. Bagi Pembaca Memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana dan prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan dan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi Pasien Memberikan informasi cara alternatif untuk menurunkan tingkat kecemasan dengan terapi murottal. 4. Bagi Penulis Dapat melakukan asuhan keerawatan secara langsung dan optimal pada praktek klinik keperawatan, dan sebagai tambahan ilmu baru bagi penulis. BAB II LANDASAN TEORI A. FRAKTUR 1. Definisi Menurut Price dan Wilkinson (2006) dalam Nur Arif dan Kusuma (2013) fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Menurut Sjamsuhidayat (2005) dalam Ningsih (2009) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur collum femur adalah suatu keadaan terputusnya atau hancurnya leher femur yang disebabkan oleh trauma (Muttaqin, 2011:182). Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang osteoporosis. Fraktur ini lebih sering terjadi pada anal laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 3 : 2 (Muttaqin, 2008:203). 7 8 2. Etiologi Penyebab fraktur adalah (Wahid, 2013) : a. Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patahan melintang atau miring. b. Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari ditempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. c. Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. 3. Klasifikasi fraktur Klasifikasi fraktur menurut Chairuddin (2003) dalam Nur Arif dan Kusuma (2013) mengatakan : a. Klasifikasi etiologis 1) Fraktur traumatik 2) Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan. 9 3) Fraktur stress, terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas. b. Klasifikasi klinis 1) Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. 2) Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karenadanya perlukaan dikulit. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union, nonumion, infeksi tulang. c. Klasifikasi radiologis 1) Lokalisasi : diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi. 2) Konfigurasi : fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spinal, fraktur segmental, fraktur komunitif (lebih dari deaf ragmen), fraktur beji biasa vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur pecah, dan fraktur epifisis. 3) Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau torus, fraktur garis rambut, dan fraktur green stick. 10 4) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak bergeser, bergeser (berdampingan, angulasi, rotasi, distraksi, overring, dan impaksi). d. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu : 1) Derajat I : a) Luka < 1cm. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk. b) Fraktur sederhana, transversal, atau komunitatif ringan. c) Kontaminasi minimal. 2) Derajat II : a) Laserasi > 1 cm b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap atau avulasi. c) Fraktur komunitif sedang. d) Kontaminasi sedang. 3) Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. 4. Menifestasi klinis Manifestasi klinis fraktur yaitu (Nur Arif dan Kusuma, 2013) : a) Tidak dapat menggunakan anggota gerak. b) Nyeri pembengkakan. 11 c) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandii pada orang tua,penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olah raga). d) Gangguan fungsio anggota gerak. e) Deformitas. f) 5. Kelainan gerak. Patofisiologi Fraktur collum femur terjadi akibat jatuh pada daerah trokanter, baik pada kecelakaan lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti terpeleset di kamar mandi ketika panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Pada kondisi osteoporosis, insiden fraktur pada posisi ini tinggi. Perubahan struktur pinggul menyebabkan cedera saraf skeatika yang menimbulkan keluhan nyeri pada klien, adanya deformitas pinggul, ketidakmampuan melakukan pergerakan pinggul, dan intervensi reduksi tertutup dengan traksi skeletal menimbulkan menifestasi masalah resiko tinggi trauma dan hambatan mobilitas fisik. Intervensi medis berupa bedah perbaikan memberikan implikasi pada nyeri pasca-bedah dan resiko tinggi infeksi luka pasca-bedah (Muttaqin, 2012 : 182-183). 6. Komplikasi Fraktur Komplikasi pada fraktur digolongkan menjadi dua, yaitu (Wahid, 2013) : 12 1) Komplikasi awal a) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. b) Kompartemen syndrom Kompartemen syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan terlalu kuat. c) Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea, dan demam. 13 d) Infeksi Setelah pertahanan tulang rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. e) Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. f) Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksienasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. 2) Komplikasi dalam waktu lama a. Delayed Union Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disababkan karena penurunan suplai darah ke tulang. b. Non Union Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap,kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Non union ditandai denga adanya pergerakan 14 yang berlebih pada sis fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoaethosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. c. Mal union Mal union merupakan penyembuhan tualng di tandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Mal union dilakukan dalam pembedahan dan reimobilisasi yang baik. 7. Penatalaksanaan Penatalaksaan pada fraktur yaitu (Muttaqin, 2008) : a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas. b. Terapi operatif Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada klien fraktur leher femur, baik orang dewasa maupun orang tua karenaperlu dilakukan reduksi untuk hasil yang akurat dan stabil. Orang tua yang mengalami fraktur femur perlu dimobilisasi dengan cepat untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang bisa dilakukan pada klien femur adalah pemasangan pin, pemasangan plate atau screw, herniartroplasti, serta artroplasi dilakukan pada pasien usia diatas 55 tahun yang berupa eksisi artroplasti. 15 8. Pemeriksaan diagnostik Menurut Ignatavicius dan Donna D (2006) dalam Wahid (2013) mengatakan pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan Radiologi Untuk menentukan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya super posisi. Perlu disadari bahwa X-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasinya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada hasil X-ray : 1) Bayangan jaringan lunak. 2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. 3) Trombukulasi ada tidaknya rare fraction. 4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khususnya sepertinya : 1) Tomografi 2) Myelografi 3) Arthrografi 16 4) Computed Tomografi-Scanning. b. Pemeriksaan Laboratorium. 1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulag. 2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. 3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), asparat amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. c. Pemeriksaan lain-lain 1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : Didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. 2) Biopsi tulang dan otot : Pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. 3) Elektromyografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. 4) Arthoscopy : Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. 5) Indium imaging : Pada pemeriksaan ini di dapatkan adanya infeksi pada tulang. 17 6) MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. 9. Asuhan Keperawatan Fraktur a. Pengkajian Pengkajian adalah proses yang mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya (Smeltzer dan Bare, 2002: 595). Pengkajian pada pasien fraktur meliputi (Ningsih, 2009) : 1) Aktivitas atau istirahat Tanda : keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan atau nyeri). 2) Sirkulasi Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi (hipovolemia). Takikardi (respon stres, hipovolemia). Penurunan atau tidak teraba nadi distal, pengisisn kapiler lambat (capillary refille), kulit dan kuku pucat atau sionatik. Pembengkakan jaringan atau massa hematom pada sisi cidera. 3) Neurosensori Gejala : hilang gerak atau sensasi, spasme otot. Kebas atau kesemutan (parestesi) 18 Tanda : diformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan atau rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan atau kehilangan fungsi. Angitasi berhubungan dengan nyeri, amsietas, dan trauma lain. 4) Nyeri atau kenyamanan Gejala : nyeri berat tiba-tiba saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobiloisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme atau kram otot (setal imobilisasi). 5) Keamanan Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan dan perubahan warna kulit. Pembengkakan lokal (dapat meningkatkan secara bertahap atau tiba-tiba). b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifikpasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. Label diagnosa keperawatan memberi format untuk mengekspresikan bagian indentifikasi masalah dari proses keperawatan ( Doenges, 2000: 8). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien fraktur collum femur menurut Muttaqin (2011) meliputi : 19 a) Nyeri berhubunga denga saraf skeatika, kerusakan jaringan luka pesca bedah. b) Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan collum femur, ketidaktahuan teknik mobilisasi. c) Resiko infeksi berhubungan dengan luka pasca bedah. d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera muskuluskeletal sekunder akibat fraktur pinggul. e) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap konsep diri, perubahan status kesehatan atau ekoomi atau fungsi peran c. Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan adalah presripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan pemulangan. Intervensi ini mempunyai maksud mengindividualkan perawatan dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan-kekuatan pasien yang telah di identifikasi bila memungkinkan (Doenges, 2000 : 10). Menurut Bulechek and McCloskey (1985) dalam Carpenito (1999) intervensi keperawatan adalah tindakan otonomi berdasakan pada alasan ilmiah yang dilakukan untuk keuntungan klien dengan cara yang dapat diperkirakan yang berhubungan dengan diagnosa 20 keperawatan dan tujuan. Intervensi yang dilakukan pada fraktur yaitu (Muttaqi, 2008) : a) Nyeri yang berhubungan dengan cedera saraf skiatika, kerusakan jaringan luka pasca-bedah. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang atau hilang atau teradaptasi. Kriteria hasil : secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri 0-4, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah. Intervensi : (1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pedera nyeri nonfarmakologi dan non-invasif. Rasional : pendekatan denga menggunakan relaksasi dan nonfarmakologis lainnya telah menunjukkan keefektifan mengurangi nyeri. (2) Lakukan managemen nyeri keperawatan : istirahatkan klien dan atur posisi fisiologis. Rasional : istirahat secara fisiologis akan mengurangi kebutuhan oksigen yag diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal dan 21 posisi fisiologis dengan memperhatikan kondisi mobilisasi dan imobilitas dapat menghindari kompresi saraf sehingga dapat meningkatkan mobilisasi dan menurunkan respon nyeri. (3) Atur pemberat beban traksi Rasional : apabila klien mendapat terapi traksi skeletal, berat badan disesuaikan dengan berat badan klien. Apabila berat badan belum mencukupi untuk melakukan tarikan, kompresi saraf masih dapat terjadi, sedangkan apabila berat badan melebihi kondisi traksi yang diperlukan, menyebabkan fragmen tulang tidak menyatu. (4) Ajarkan teknik relaksasi pernafasan ketika nyeri muncul. Rasional : meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia spina. (5) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri. Rasional : distraksi (pengalihan perhatian) menurunkan stimulus interna. (6) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. dapat 22 Rasional : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang b) Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan pemasan traksi skeletal, cedera neuromuskular, pemasangan fiksasi eksterna. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi trauma. Kriteria hasil : klien mau beradaptasi dengan pencegahan trauma. Intervensi : (1) Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi. Rasional : meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya. (2) Lakukan perawatan luka pada kawat traksi skeletal. Rasional : dapat mengurangi infeksi. (3) Atur telapak kaki dalam posisi ke atas. Rasional : menghindari resiko footdrop akibat kontraktur sendi yang selalu melakukan ekstensi. (4) Kolaborasi pemberian obat antibiotik pasca-bedah. Rasional : antibiotik bakteriostatik bersifat untuk bakteriosida atau membunuh atau menghambat perkembangan kuman. 23 c) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan cedera neuromuskuler. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam mobilitas berkurang atau hilang. Kriteria hasil : klien terlihat mampu melakukan mobilitas ekstremitas bawah secara bertahap, klien dapat mengenal cara melakukan mobilisasi dan secara kooperatif mau melaksanakan teknik mobilisasi secara bertahap. Intervensi : (1) Kaji kemampuan mobilitas ekstremitas bawah. Rasional : membantu dalam merencanakan mengantisipasi pertemuan dan kebutuhan individual. (2) Kaji kemampuan ekstremitas bawah untuk menilai adanya defisit neurologi pada kondisi motorik. Rasional :kelemahan pada ekstremitas bawah di periksa untuk mengetahui adanya defisit neurologi. (3) Ajarkan untuk mobilisasi pada ekstremitas yang sehat. Rasional : mobilitas yang optimal dapat menurunkan kontraktur sendi sehingga apabila fragmen tulang asetabulum teratasi, klien tidak 24 mengalami masalah pada ekstremitas yang sehat. d) Resiko infeksi yang berhubungan dengan luka pasca-bedah. Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawatan selama 12x24 jam tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil : jahitan terlepas pada hari ke 12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV normal. Intervensi : (1) Tingkatkan asupan nutri tinggi kalori tinggi protein. Rasional : nutrisi sangat diperlukan dalam proses perbaikan jaringan. (2) Lakukan perawatan luka. Rasional : mencegah terjadinya infeksi. (3) Jaga kebersihan umum Rasional : menghindari kontaminasi ke luka. e) Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi dan perubahan fungsi peran (Muttaqin, 2008). Tujuan Kriteria : ansietas hilang atau berkurang Hasil : klien mengenal perasaanya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang 25 mempengaruhi dan menyatakan ansietas berkurang atau hilang. Intervensi : (1) Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas, dampingi klien dan lakukan tindakan bila klien menunjukan perilaku merusak. Rasional : reaksi verbal atau nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah. (2) Hindari konfrontasi Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan. (3) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. (4) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktivitas yang diharapkan. Rasional : orientasi tahap-tahap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas (Muttaqin, 2008 : 222). 26 d. Evaluasi Evaluasi pada masalah keperawatan fraktur adalah (Muttaqin, 2008) : a. Nyeri teratasi b. Terpenuhinya pergerakan atau mobilitas fisik c. Terhindar dari resiko cidera d. Terhindar dari resiko infeksi pascaoperasi e. Ansietas berkurang B. Kecemasan 1. Definisi kecemasan Menurut Asmadi (2008) dalam Syahputra dkk (2013) kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan, terlihat jelas bahwa kecemasan ini mempunyai dampak terhadap kehidupan seseorang, baik dampak positif maupun negatif. Pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit dengan berbagai situasi dan kondisi akan membuatnya semakin cemas. Kaplan (2010) dam Syahputra dkk (2013) kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan merupakan respons terhadap suatu 27 ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Hal yang dapat menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum, kehangatan, sex, dan ancaman terhadap keselamatan diri seperti tidak menemukan integritas diri, tidak menemukan status prestise, tidak memperoleh pengakuan dari orang lain dan ketidak sesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata. Cemas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu sedangkan kecemasan diartikan sebagai suatu kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab atau objek yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran menghadapi operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi kecacatan), kekhawatiran terhadap anestesi/pembiusan (misalnya takut terjadi kegagalan anestesi/meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Suliswati, 2005:109). 28 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan menurut Struart (2007) antara lain: a. Dalam pandangan psikoanalisa kecemasan/ ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan Super ego. id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma-norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. b. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat. c. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang 29 dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan. Konflik menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan. d. Kajian keluarga, menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi. e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama- aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologi berhubungan dengan kecemasan. Selain itu kesehatan umum individu dan riwayat kecemasna pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu unutk mengatasi stressor. 30 3. Tingkat kecemasan Menurut Peplau (1952) dalam Videbeck (2008) ada empat tingkat ansietas, yaitu ringan, sedang, berat dan panik. Pada masing-masimg tahap individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas. Menurut Stuart (2007) kecemasan dibagi menjadi empat tingkat kecemasan, yaitu : 1) Kecemasan Ringan Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meningkat. 2) Kecemasan Sedang Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang 31 lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif : lapang persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi : meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak. 3) Kecemasan Berat Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi : nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif : lapang persepsi, amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman meningkat. 4) Panik Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Respon fisologis : nafas pendek, rasa terkecik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik 32 rendah. Respon kognitif : lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi : mengamuk, marah, ketakutan dan kehilangan kendali. 4. Manifestasi Kecemasan Manifestasi respon kecemasan dapat berupa perubahan respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif antara lain (Stuart, 2007): a. Respon fisiologi 1) Respon kardiovaskuler seperti palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah tinggi, rasa mau pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. 2) Respon pernafasan seperti nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah. 3) Respon neuromuskuler seperti refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal. 4) Respon gastrointestinal seperti kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare. 5) Respon traktus urinarius seperti tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. 33 6) Respon kulit antara lain wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh. b. Respon perilaku seperti: gelisah, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah. c. Respon kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk, salah dalam memberikan penilaian. d. Respon afektif meliputi hambatan berpikir, bidang persepsi menurun, kreatifitas dan produktifitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran meningkat, kehilangan objektifitas, takut kehilangan control, takut pada gambaran visual, takut cidera, mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, tremor, gugup, gelisah. Menurut Hawari (2007) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali (panik) digunakan alat ukur (instrumen) yang disebut Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah: a. Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. b. Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu, tidak dapat istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah. 34 c. Ketakutan ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan orang banyak. d. Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan. e. Gangguan kecerdasan ditandai dengan sukar konsentrasi, daya ingat buruk, daya ingat menurun. f. Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah sepanjang hari. g. Gejala somatik ditandai dengan nyeri pada otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. h. Gejala sensorik ditandai oleh tinitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk. i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh takikardi, berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap. j. Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan terkecik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang. 35 k. Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan setelah makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi. l. Gejala urogenital ditandai oleh sering kencing, tidak dapat menahan kencing, amenorrhoe, menorrhagia, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, frigiditas, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang, impoten. m. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri. n. Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah. 5. Cara Penilaian Kecemasan Cara penilaian tingkat kecemasan menurut Hawari (2007) sebagai berikut: a. Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali. b. Skor 1 : 1 dari gejala yang ada. c. Skor 2 : separuh dari gejala yang ada. d. Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada. e. Skor 4 : semua gejala ada. 36 Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut : 6. a. Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan. b. Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan. c. Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang. d. Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat. e. Skor 42 sampai dengan 56 = kecemasan berat sekali/panik. Penatalaksanaan non farmakologi a. Distraksi Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter dan Perry, 2006). Menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) salah satu distraksi yang efektif adalah dengan Murottal (mendengarkan bacaan Al-Qur’an), yang dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau 37 lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. b. Relaksasi Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter dan Perry, 2006). C. Terapi Murottal 1. Definisi Menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) murottal adalah rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang qori’ (pembaca Al-Qur’an). Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, sedangkan suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. 38 2. Mekanisme murottal terhadap kecemasan Terapi murotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis besar terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi (Faradisi, 2012). Menurut Oriordan (2002) dalam Faradisi (2012) terapi murotal memberikan dampak psikologis kearah positif, hal ini dikarenakan ketika murotal diperdengarkan dan sampai ke otak, maka murotal ini akan diterjemahkan oleh otak. Persepsi kita ditentukan oleh semua yang telah terakumulasi, keinginan, hasrat, kebutuhan dan pra anggapan. Menurut Krishna (2001) dalam Faradisi (2012) keinginan dan harapan terbesar pasien yang akan menjalani operasi adalah agar operasi dapat berjalan lancar dan pasien dapat pulih seperti semula. Maka kebutuhan terbesar adalah kekuatan penyokong, yaitu realitas kesadaran terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Menurut MacGrego (2001) dalam Faradisi (2012) dengan terapi murotal maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al- Quran atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha, merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14Hz. Ini merupakan 39 keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan stres dan menurunkan. Dalam keadaan tenang otak dapat berpikir dengan jernih dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan, akan terbentuk koping, atau harapan positif pada pasien. 3. Manfaat Berikut ini adalah beberapa manfaat dari murottal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an) menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) : a. Mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tartil akan mendapatkan ketenangan jiwa. b. Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. Menurut Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) bacaan surat Al-Qur’an yang terbaik adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an 40 adalah surat Al-Faatihah, dan pemahaman terhadap Al-Qur’an diawali dengan pemahaman terhadap Al-Faatihah. Surat tersebut juga dapat digunakan untuk mengurangi /menurunkan kecemasan. Keseluruhan efeknya telah menjadikan Al-Faatihah sangat selaras dengan nuansa sholat dan ibadah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta kualitas nada hurufnya yang tinggi membuat Al-Faatihah mudah dibaca dan dihafal semua orang dengan latar belakang apa pun. Al-Faatihah merupakan surat yang paling banyak dibaca oleh umat manusia, karena Al-Faatihah harus dibaca dalam setiap sholat. Ketika seseorang mendengarkan alunan Al-Fatihah, sinyal itu akan ditangkap oleh daun telinga. Selanjutnya impuls bacaan Al-Faatihah diteruskan sampai talamus (bagian batang otak). Bila seseorang memahami bahasa/makna Al-Faatihah, impuls akan diteruskan ke area auditorik primer dan sekunder, lalu diolah di area wernicke untuk diinterpretasikan makna-maknanya. Kemudian, impuls akan diasosiasikan ke area prefrontal agar terjadi perluasan pemikiran atau pendalaman makna yang turut berperan dalam menetukan respon hipotalamus terhadap makna-makna tersebut. Hasil yang diperoleh di area Wernicke akan disimpan sebagai memori, lalu dikirimkan ke amigdala untuk ditentukan reaksi emosionalnya. Oleh karena itu, jika kita meresapi makna AlFaatihah, maka kita akan memperoleh ketenangan jiwa. Mendengarkan Al-Faatihah tanpa mengetahui maknanya juga bermanfaat walaupun tidak sebesar bila mengetahui maknanya. Bacaan 41 Al-Faatihah yang didengarnya, impuls dari talamus akan tetap dikirim ke amigdala, walaupun tidak ditransmisikan ke korteks. Apabila seseorang mendengar bacaan Al-Fatihah secara tartil dan didengar dengan hati yang ridha dan ikhlas, maka bacaan Al-Faatihah akan berpengaruh positif terhadap mental. BAB III LAPORAN KASUS Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. K dengan diagnosa medis fraktur collum femur sinestra, dilaksanakan pada tanggal 10-12 April 2014. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Identitas klien Cara pengkjian pada tanggal 10 April 2014 jam 09.00 WIB, pada kasus ini dilakukan dengan cara alloanamnesa dan autoanamnesa. Perawat mengadakan wawancara, pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat. Dari data pengkajian tersebut didapat hasil identitas klien bahwa klien bernama Tn. K umur 85 tahun beragama Islam dengan alamat Sukurejo, Baturetno RT 01 RW 08 Wonogiri yang dirawat diruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Tn.K di rawat sejak hari rabu tanggal 09 april 2014 dan di diagnosa dokter bahwa Tn. K menderita fraktur collum femur sinestra. Yang bertanggung jawab kepada klien adalah Tn. T, berumur 45 tahun, pekerjaan butuh, pendidikan terakhir SMP, beragama islam, dengan alamat Sukurjo, baturetno RT 01 RW 08 Wonogiri. B. Pengkajian Pengkajian tentang riwayat kesehatan pasien didapatkan data, keluhan utama yang dirasakan klien mengatakan kaki kirinya patah. Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan kakinya sakit karena patah, nyeri 42 43 seperti ditusuk-tusuk, patah pada kaki kiri, skala nyeri 6, nyeri bertambah saat kaki digerakan. Nyeri dirasakan selama ± 1 bulan setengah setelah jatuh dari sepada ± 2 tahun yang lalu, saat kecelakan dulu tidak merasakan sakit apaapa. Tanggal 9 April 2014 pasien mengatakan kakinya terasa sangat nyeri lalu oleh keluarga di bawa ke IGD RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso, dan di rontgen ternyata hasinya fraktur collum femur pada kaki kiri. Pasien di rencanakan akan di operasi pada hari senin tanggal 14 April 2014. Pasien mengtakan takut dan khawatit untuk di lakukan operasi. Pasien tanpak tegang dan gelisah, pengkajian skor HRS-A didapatkan skor 24 (kecemasan tingkat sedang), pasien terpasang infus RL 20 tpm, TD : 110/60 mmHg, S : 36,80C, Nadi 90 kali/ menit dan RR : 26 kali/menit. Pasien mendapakan terapi ceftriaxone 250 mg/8 jam dan ketorolac 10mg/ 8 jam. Pada pengkajian penyakit dahulu pasien mengatakan sebelumnya pernah rawat inap karena muntah-muntah, tidak pernah operasi, tidak mempunyai riwayat alergi obat maupun makanan, tentang imunisasi pasien sudah lupa, pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok ataupun minumminuman beralkohol, tidak ada penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, dan lain-lain. 44 Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Meninggal : garis perkawinan : garis keturunan : pasien : tinggal bersama Gambar 3.1 Genogram Pada pola pengkajian primer didapatkan data airway pasien tidak ada sumbatan atau obstruksi oleh sekret maupun benda asing, breathing RR 26 kali/menit, tidak ada suara nafas tambahan, circulation TD 110/60mmHg, nadi 90 x/ menit, bunyi jantung normal, membran mukosa bibir kering, tidak sianosis, disability pasien komposmentis GCS : E4 M6 V5 serta ekposure pasien suhu 36,80C, tedapat fraktur pada kaki kiri. Pada pengkajian fungsi kesehatan menurut Gordon, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan klien mengatakan sakitnya ini perlu pengobatan atau perawatan karena bila tidak akan menghambat aktivitas sehari-hari. Pasien 45 mengatakan sebelumnya bila sakit biasanya pasien hanya membeli obat warung tidak di bawa ke dokter maupun pelayanan kesehatan lainnya. Pola nutrisi dan metabolik klien mengtakan sebelum sakit makan 3 kali dalam sehari dan habis 1 porsi setiap makan, dengan menu nasi, sayur, lauk ikan, pasien tidak begitu suka dengan daging. Dan klien minum sehari ± 6 gelas perhari. Selama sakit klien mengatakan makan tetap 3 kali dalam sehari tetapi hanya habis setengah porsi dari yang di sediakan oleh RS, karena klien tidak suka dengan menu makanan yang disediakan oleh RS, minum 4-5 gelas sehari. Pengkajian pola eliminasi klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien BAB 1 kali dalam sehari setiap pagi dengan teratur, konsistensi lunak berbentuk tidak ada keluhan dalam BAB. Klien mangatakan tidak pernah menggunakan obat pencahar. BAK lancar dan tidak ada keluhan, sehari ± 5-6 kali, tidak ada keluhan dalam BAK, warna kuning jernih. Selama di rumah sakit klien mengatakan sampai saat ini di kaji belum BAB, klien mengatakan di rumah sakit pasien BAK lancar tidak ada keluhan dan warna urine kuning jernih, klien pipis menggunakan pispot. Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan sebelum sakit kemampuan perawatan diri dalam makan atau minum, toileting, berpakainan, mobilitas di tempat tidut, berpindah, dan ambulasi atau ROM klien melakukan dengan mandiri. Selama di rumah sakit kemampuan perawatan diri dalam makan atau minum, toileting, berpakainan, mobilitas di tempat tidut, berpindah, dan 46 ambulasi atau ROM tidak dapat melakukannya secara mandiri klien tergantung total. Pengkajian pola istirahat dan tidur klien mengatakan saat dirumah klien tidur teratur ± 7 jam setiap malam, dan ± 1 jam tidur siang tidak ada gangguan dalam tidur, saat sakit klien tidak ada masalah dalam tidur, tidur malam ± 7 jam setiap malam, dan ± 2 jam tidur siang. Pengkajian pola presepsi klien mengatakan pendengarannya sedikit menurun dan penglihatannya sedikit kabur karena faktor usia, pasien mengatakan nyeri, nyeri karena patah tulang, nyeri seperti di tusuk-tusuk, nyeri pada kaki kiri, skala nyeri 6, nyeri saat digerakan. Pasien mengatakan takut menghadapi operasi. Hasil pengkajian HARS didapatkan skor : 24 (cemas sedang). Pola persepsi dan konsep diri, body image klien mengatakan selalu bersyukur pada Tuhan masih diberi anggota tubuh yang lengkap meskipun saat ini ada bagian tubuhnya yang sakit, ideal diri klien, klien bergarap segera sembuh dan keadaanya membaik setelah dapat perawatan, harga diri pasien mengatakan sudah merasa menjadi kepala keluarga yang baik, peran klien sebagai ayah dari 5 anak, dan identitas klien adalah seorang laki-laki berusia 85 tahun. Pola peran dan hubungan klien mengatakan seorang duda, karena istrinya meninggal beberapa tahun yang lalu, hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat baik. Pola seks dan reproduksi klien sebelum dan selama mengatakan klien mempunyai 5 anak dan cucu 8. Pola koping dan 47 toleransi stress, klien mengatakan takut menghadapi tindakan operasi. Pola nilai dan keyakinan klien mengatakan beragama islam, klien taat beribadah. Pemeriksaan fisik pada Tn. K keadaan atau penampilan umum klien tampak lemah, kesadaran composmentis, TD : 110/60 mmHg, S : 36,80C, Nadi 90 kali/ menit dan RR : 26 kali/menit. Bentuk kepala meshocepal, tidak ada bekas luka/trauma, kulit kepala sedikit kotor, rambut berwarnaputih berketombe. Pada muka, sklera mata tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, reflek cahaya kanan dan kiri sama, tidak mengunaka alat batu penglihatan. Bentuk hidung simetris, kebersihan terjaga, mukosa mulut kering, gigi berlubang dan ompong, telinga kebersihannya terjaga, tidak ada serumen yang berlebihan, pendengaran sedikit menurun. Pada leher tidah ada pembesaran vena jigularis, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, reflek menelan positive. Pada pemeriksaan dada, paru inspeksi : dada simetris, tidak ada luka dan jejas, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri sama, perkusi : terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru, auskultasi : tidak terdengar suara tambahan, bunyi nafas reguler. Jantung inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas, palpasi : ictus cordis teraba di SIC V, perkusi : terdengar bunyi pekak, batas kanan atas SIC 2 linea paru dextra, batas kiri atas SIC 2 linea paru sinstra, batas kanan bawah SIC 4 lineaparu sternalis dextra, batas kiri SIC 4 linea midian clavikula sinestra, pada auskultasi : bunyi jantung I (lub) penutupan katup mitra dan tripuspidal bunyi jantung II (dub) penutupan katup aorta dan pulmonal tidak terdengar 48 bunyi tambahan. Pada pemriksaan abdomen inspeksi : warna kulit kecoklatan, tidak ada jejas atau luka, auskultasi, auskultasi bising usus terdengar dengan frekuensi kurang dari 8 kali per menit, perkusi : kuadran 1 teraba organ hati, suara redup, kuadran 2 terdapat organ lambung, suara tympani, kuadran 3 dan 4 terabaorgan ginjal dan usus terdengar suara timpani. Palpasi tidak ada pembesaran hati. Pada pemerikasaan genetalia kebersihan terjaga, tidak terpasang DC. Pemeriksaan rectum kebersihan terjaga. Pada pemeriksaan ekstremitas, pada ektremitas atas kekuatan otot kanan 4 kiri 5, ROM kanan dan kiri baik, capilary refille kembali kurang dari 2 detik, akral hangat, pada ekstremitas bawah kekuatan otot kaki kanan 5, kaki kiri 0, ROM kaki kanan baik, akral hangat. Hasil dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 9 April 2014 menunjukan Hb 12,3 g/dl, Hematokrit 41,5 %, MCV 89,2 fl, MCH 28,8 pg, MCHC 31,2 g/dl, RDW 14,5 %, GDS 124 mg/dl, SGOT 28 u/l, SGPT 32 ul/l, ureum 24 mg/dl, dan kreatinin 117 u/l. Pada tanggal 9 april 2014 pasien juga di lakukan pemeriksaan EKG dengan hasil gambaran EKG frekuensi 81x/ menit, interval PR normal, gelombang QRS normal, interprestasi dari gambaran EKG tersebut adalah sinus rhitmy. Pasien mendapatkan terapi obat Ceftriaxone 250/8 jam dan ketorolak 10 mg/8 jam. C. Daftar Perumusan Masalah Analisa data pada tanggal 10 april 2014 pukul 09.00 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan kaki kirinya sakit, P : nyeri karena patah, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : kaki sebelah kiri, S : skala nyeri 6, T : nyeri 49 bertambah saat kaki digerakan. Data obyektif pasien didapat kan data wajah pasien tampak meringis menahan sakit terutama saat kaki digerakan, klien melindungi kakinya saat digerakan, TD : 110/60 mmHg, Nadi : 90x/ menit, RR : 26x/ menit, S : 36,80C, dari data fokus tersebut didapatkan masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Dari data pengkajian 09.15 WIB data subjektif takut menghadapi operasi, dan data objektif pasien tampak gelisah dan tegang, dari data pengkajian HARS di dapatkan skor 24 yang artinya pasien mengalami kecemasan sedang, Nadi 90 kali per menit dan respirasi 26 kali per menit. Dari data di atas penulis mengangkat masalah keperawatan pada Tn. K cemas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan. Dari pengkajian jam 09.35 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan kakinya bertambah sakit saat digerakan, pasien mengatakan aktivitasnya di bantu keluarga. Data objektif yang di dapat klien belum bisa mengangkat kakinya, kekuatan otot 0 pada kaki kiri, aktivitas dan latihan tergantung total , maka didapatkan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal. Prioritas diagnosa pada kasus Tn. K adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan cemas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan. 50 D. Perancanaan Berdasakan hasil prioritas diagnosa masalah keperawatan penulis menentukan rencana keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil, secara subjektif klien melaporkan nyeri, klien tidak gelisah, dan skala nyeri berkurang menjadi 3. Dengan intervensi kaji nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasional mengidentifikasi karakteristik nyeri pasien, observasi tanda-tanda vital dengan rasional peningkatan nadi menunjukan adanya nyeri, atur posisi kaki sakit abduksi menggunakan bantal dengan rasional meningkatkan sirkulasi yang umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskoletal dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam gangguan mobilitas bisa diminimalkan degan kriteria hasil, kekuatan otot meningkat menjadi 2, klien mampu beraktivitas kembali secara bertahap, dapat melakukan perpindahan/ pergerakan. Dengan intervensi rencanakan periode isterihat yang cukup, dengan rasional mengurangi aktifitas energi yang tidak terpakai, ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif, dengan rasional mempertahankan atau meningkatkan pertahanan otot, pertahankan spalek atau elastis perban, dengan rasional 51 mempertahankan imobilisasi pada tulang yang patah, observasi tingkat pergerakan klien, dengan rasional untuk mengetahui sejauh mana tingkat kerusakan mobilisasi. Cemas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam di harapakan cemas berkurang dengan kriteria hasil skor HARS menjadi 7-14 ( cemas ringan ), TTV dalam batas normal yaitu Nadi : 60-100 kali/ menit, RR :16-20 kali/menit, postur tubuh, ekspresi, bahasa tubuh menunjukan berkurang kecemasan. Dengan intervensi kaji tingkat kecemasan pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien, jelaskan maksud dan tujuan operasi dengan rasional meningkatkan pengetahuan klien, ajarkan pasien teknik relaksasi dengan rasional meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi kecemasan, berikan terapi murottal ( surat al-fatihah ) selama 15 menit dengan rasional efektif menurunkan kecemasan pasien, dan kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam pemberian anti anxietas dengan rasional pengobatan mungkin di perlukan bila cemas berlanjut. E. Implementasi Pada hari Kamis tanggal 10 April 2014 pukul 09.00 WIB dilakukan tindakan untuk diagnosa pertama, mengkaji nyeri (P, Q, R, S, T), respon subjektif pasien mengatakan P : nyeri karena patah, Q : nyeri seperti di tusuktusuk, R : kaki sebelah kiri, S: skala nyeri 6, T : nyeri bertambah saat kaki digerakkan, respon objektif : wajah pasien tampak meringis menahan sakit, terutama saat kaki digerakkan, klien melindungi kaki saat digerakan. Pukul 52 09.05 dilakukan tindakan mengobservasi TTV, dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia, respon objektif pasien kooferatif, TD 110/60 mmHg, nadi 90 kali/menit, RR 26 kali/menit, suhu 36,80C. Pukul 09.25 WIB dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi, dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi, respon objektif pasien tampak sedikit rileks. Pukul 10.30 WIB dilakukan tindakan berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat ketorolak 10mg dengan respon subjektif pasien mengatakan sedikit sakit saat suntik, respon objektif obat sudah masuk 10 mg melalui IV. Pukul 09.35 WIB dilakukan tindakan untuk diagnosa kedua yaitu mengobservasi tingkat pergerakan klien dengan respon subjektif pasien mengatakan kaki kirinya bertambah sakit saat digerakan, respon objektif klien belum bisa menggerakan kaki kirinya, kekuatan ototnya 0, aktivitas dan latihan tergantung total. Pukul 12.30 WIB dilakukan tindakan mengajarkan ROM pada ekstremitas bawah kaki kanan pada diagnosa ke 3, respon subjektif pasien mengatakan otonya lebih lebih rileks dan tidak kaku, respon objektif pasien kooperatif. Pukul 09.15 dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa ketiga mengkaji tingkat kecemasan pasien, respon subjektif pasien mengatakan takut menghadapi operasi, respon objektif pasien tanpak tegang dan gelisah, klien mengalami kecemasan tingkat sedang dengan skor HARS 24. Pukul 09.25 WIB dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi, dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi, respon 53 objektif pasien tampak sedikit rileks. Pukul 11.00 WIB dilakukan tindakan memberikan terapi murottal surat al-fatihah selama 15 menit dengan respon subjektif pasienmengatakan lebih tenang, respon objektif ekspresi wajah klien rileks,skor HARS : 20. Pada hari jum’at tanggal 11 april 2014 pukul 08.00 WIB dilakukan tindakan pada diagnosa pertama mengkaji nyeri (P,Q,R,S,T) dengan respon subjektif pasien mengatakan P: nyeri karena patah, Q: Nyeri seperti ditusuktusuk, R: pada kaki kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri bertambah saat digerakan, respon objektif ekspresi wajah klien tampak rileks. Pukul 08.15 WIB melakukan tindakan observasi tanda-tanda vital tidak ada respon subjektif, respon objektif pasien kooperatif TD: 110/60 mmHg, nadi 72 kali /menitsuhu 370C RR 26 kali /menit. Pukul 10.30 WIB dilakukan tindakan berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy obat ketorolac 10mg melalui iv, respon subjektif pasien merasakan sedikit sakit saat obat masuk, respon objektif obat masuk melalui obat masuk iv ketorolac 10 mg. Pukul 12.30 dilakukan tindakan mengobservasi tanda-tanda vital, respon subjektif tidak ada, respon objektif TD 120/60 mmHg, nadi 72 kali /menit, suhu 370Cdan RR 24 kali /menit. Pada hari jum’at tanggal 11 April 2014 pukul 11.00 dilakukan tindakan keperawatan kedua menganjurkan pasien istrahat yang cukup, respon subjekif pasien mengatakan akan istirahat yang cukup, respon objektif pasien kooperatif 54 Pada hari jum’at tanggal 11 april 2014 pukul 08.30 dilakukan tindakan pada diagnosa ketiga mengkaji tingkat kecemasan pasien, respon subjektif pasien mengatakan masih merasa takut dilakukan operasi, pasien tampak sedikit gelisah dengan HARS skor 20. Pukul 08.40 WIB memberikan teraphy murottal surat al-fatihah selama 15 menit respon subjektif pasien mengatakan tenang dan tidak takut dilakukan operasi, respon objektif pasien rileks dan tidak gelisah dengan skor HARS 14. Pukul 12.30 dilakukan tindakan mengobservasi tanda-tanda vital pada, respon subjektif tidak ada, respon objektif TD 120/60 mmHg, nadi 72 kali/menit, suhu 370C dan RR 24 kali /menit. F. Catatan Perkembangan atau Evaluasi Kamis, 10 april 2014 pukul 14.00 WIB evaluasi pada diagnosa pertama pasien mengatakan P: nyeri karena patah, Q : nyeri seperti di tusuktusuk, R : kaki sebelah kiri, S : skala nyer 6, T : nyeri bertambah saat kaki digerakan, hasilobservasi: wajah pasien tampak meringis menahan sakit, terutama saat kaki digerakan, klien melindungi kakinya saa digerakan, TD 110/60 mmHg, nadi 90kali permenit, RR 26 kali per menit, suhu 36,80C. dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi ajarkan teknik relaksasi observasi nyeri, pantau TTV, kolaborasi pemberian analgetik. Evaluasi diagonosa keperawatan yang kedua pasien mengatakan kaki kirinya bertambah sakit saat digerakan, hasil observasi klien belum bias menggerakan kaki kirinya, kekuatan otot 0, aktivitas dan latihan tergantung 55 total, dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi pertahankan penggunaan spalek dan elastis perban. Pada evaluasi diagnosa ketiga pasien mengatakan takut menghadapi operasi, hasil observasi pasien tanpak tegang dan gelisah, klien mengalami kecemasan tingkat sedang dengan skor HARS 24, dari semua tindakan keperawatan yang dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi, ajarkan teknik relaksasi, observasi tingkat kecemasan, berikan terapi murottal. Jum’at , 11april 2014 pukul 14.00 WIB evaluasi pada diagnose pertama pasien mengatakan P: nyeri karena patah, Q : nyeri seperti di tusuktusuk, R : kaki sebelah kiri, S : skala nyeri 4, T : nyeri bertambah saat kaki digerakan, hasil observasi: wajah pasien tampak rileks , klien melindungi kakinya saa digerakan, TD 120/60 mmHg, nadi 72 kali permenit, RR 22 kali per menit, suhu 37 0C. dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan teratasi sebagian, lanjutkan intervensi. Evaluasi diagonosa keperawatan yang kedua pasien mengatakan kaki kirinya masih sakit untuk digerakan pasien mengatakan akan istirahat, hasil observasi klien masih belum bisa menggerakan kaki kirinya, kekuatan otot 0, aktivitas dan latihan tergantung total, dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi pertahankan penggunaan spalek dan elastis perban. 56 Pada evaluasi diagnose ketiga pasien mengatakan tenang dan tidak takut untuk operasi, hasil observasi pasien tanpak tenang dan tidak gelisah,skor HARS 14, dari semua tindakan keperawatan yang dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan teratasi, pertahankan intervensi. 57 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan tentang Tn.K dengan fraktur collum femur di ruang mawar RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Terkait dengan hal tersebut pada bab ini penulis akan melakukan pembahasan tentang pemberian terapi murottal terhadap penurunan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan Tn.K dengan pre operasi fraktur collum femur di ruang mawar RSUD. Dr.Soediran Mangun Sumarmo. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan. Dalam melakukan pengkajian terhadap Tn.K penulis menggunakan metode wawancara, observasi, serta catatan rekam medis. Pengkajian adalah proses pengumpulan data relevan yang kontinue tentang respon manusia, kekuatan dan masalah klien (Dermawan, 2012). Keluhan utama pada klien adalah kaki kirinya patah dengan diagnosa medis fraktur collum femur. Fraktur collum femur adalah suatu keadaan terputusnya atau hancurnya leher femur yang disebabkan oleh trauma (Muttaqin, 2011). Data yang menunjukkan penulis menegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agan cidera fisik yaitu klien mengatakan kakinya sakit karena patah, nyeri seperti ditusuk-tusuk, patah pada kaki kiri, skala nyeri 6, nyeri bertambah saat digerakkan, data objektif 57 didapatkan wajah pasien tampak 58 meringis menahan sakit terutama saat kaki digerakan, klien melindungi kakinya saat digerakan, TD : 110/60 mmHg, Nadi : 90x/ menit, RR : 26x/ menit, S : 36,80C. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau gambaran dalam hal kerusakan yang sedemikian rupa (International for the Study of pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan (Herdman, 2009-2011). Penyebeb nyeri pada pasien fraktur disebabakan karena terjadinya trauma pada femur, sehingga tulang gagal menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan menarik maka terjadi fraktur yang dapat mengakibabkan kerusakan fragmen tulang, spasme otot, cedera jaringan lunak,kerusakan neuromuskuler dan deformitas yang ditandai dengan keluhan nyari (Muttaqin,2008). Dari data di atas pasien mengalami nyeri skala 6, termasuk nyeri sedang. Pengkajian nyeri dengan menggunakan skala analog visual merupakan alat paling umum yaitu dengan menggunakan angka 0-10. Angka 0 tidak ada nyeri, angka 1-3 adalah nyeri ringan, angka 4-6 adalah nyeri sedang, angka 7-8 adalah nyeri hebat, angka 9 adalah nyeri sangat hebat dan angka 10 adalah nyeri paling hebat (Potter dan Perry, 2006). Penulis mengambil etiologi agen cidera fisik berdasarkan pengkajian riwayat penyakit sekarang yaitu pasien mengatakan fraktur terjadi karena jatuh dari sepeda. Kejadian fraktur yang dialami Tn.K disebabkan kekerasan langsung. Etiologi dari fraktur adalah kekerasan langsung, kekerasan tidak langsung dan 59 kekerasan akibat tarikan otot. Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan garis patahan melintang atau miring. Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari ditempat terjadinya kekerasan. Bagian yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. Kekerasan akibat tarikan otot adalah patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan (Wahid, 2013). Batasan karakteristik nyeri akut adalah perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi pernafasan, laporan isyarat, diaforesis, perilaku distraksi, mengekspresikan perilaku, masker wajah, perilaku berjaga-jaga/ melidungi area nyeri, fokus menyempit, indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi yang untuk menghindari nyeri, sikap tubh melindungi, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, gangguan tidur dan melaporkan nyeri secara verbal (Herdman, 2009-2011). Data pada kasus Tn.K yaitu melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri pada femur, sehingga sesuai dengan batasan karakteristik secara teori. Intervensi yang dilakukan pada masalah keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil, secara subjektif klien melaporkan nyeri, klien tidak gelisah, dan skala nyeri berkurang menjadi 3. Intervensi yang disusun yaitu kaji nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasional mengidentifikasi karakteristik nyeri pasien, observasi tanda-tanda 60 vital dengan rasional peningkatan nadi menunjukan adanya nyeri, atur posisi kaki sakit abduksi menggunakan bantal dengan rasional meningkatkan sirkulasi yang umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang (Wilkinson, 2007). Implementasi pada pasien untuk diagnosa keperawatan nyeri dilakukan selama 2 hari, tindakan yang dilakukan yaitu : mengkaji nyeri (P, Q, R, S, T), mengobservasi TTV, mengajarkan teknik relaksasi, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat ketorolak 10mg. Intervensi yang tidak dilakukan penulis yaitu atur posisi kaki sakit abduksi menggunakan bantal dengan rasional meningkatkan sirkulasi yang umum,, karena pada saat pengelolan pasien, tidak didapatkan data maupun respon yang menunjukan penulis harus melakukan tindakan tersebut. Evaluasi masalah keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik dari tindakan yang penulis lakukan dapat disimpulkan masalah diteratasi sebagaian, masalah yang teratasi yaitu ekspresi pasien klien rileks skala nyeri menjadi 4, masalah yang belum teratasi skala nyeri. Penulis mengalami keterbatasan dalam waktu pengelolaan tindakan keperawatan hanya 2 hari. Dalam teori penatalaksanaan nyeri dilakukan selama 2 minggu (Potter dan Perry, 2006). Data yang menunjukkan penulis menegakkan diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal yaitu pasien mengatakan kakinya bertambah sakit saat digerakan, pasien mengatakan 61 aktivitasnya di bantu keluarga. Data objektif yang di dapat klien belum bisa mengangkat kakinya, kekuatan otot 0 pada kaki kiri, aktivitas dan latihan tergantung total, ROM pasif pada kaki kiri. Hambatan mobiltas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas (Nur Arif dan Kusuma, 2013). Pada pasien fraktur mengalami hambatan mobilitas fisik di sebabkan karena diskontinuitas tulang, yang mengakibatkan perubahan jaringan sekitar maka terjadi pergesaran fragmen tulang, pasien mengalami deformitas dan gangguan fungsi ekstremitas (Arif dan Kusuma, 2013). Kekuatan otot pada Tn.K didapatkan data kaki kiri yang fraktur 0, yang artinya pada pasien tidak terjadi kontraksi otot sama sekali/tergantung total (Purwanti dan Purwaningsih, 2013). Aktivitas dan latihan pada Tn.K tergantung total serta pasien belum bisa mengangkat kakinya. Pada pasien fraktur dapat mengalami keterbatasan melakukan pergerakan akibat adanya kerusakan pada fragmen tulang, spasme otot. Dalam teori disebutan pada pasien fraktur didapatkan adanya gangguan atau keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan kaki dan penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah dalam melakukan penurunan (Muttaqin, 2008). Penulis mengambil etiologi kerusakan muskuloskeletal berdasarkan data pada pengkajian pasien mengatakan kakinya sakit saat digerakkan, aktivitas di bantu oleh keluarga. Kerusakan muskuloskeletal disebabkan adanya pengulangan gerakan yang terus menerus; kekuatan yang berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan otot dan menimbulkan rasa nyeri; tekanan mekanis yang disebabkan oleh cedera akibat benda tajam (Andayasari dan Anorital, 2012). 62 Batasan karakteristik untuk hambatan mobilitas fisik yaitu postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin harian, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus, tidak ada koordinasi atau pergerakan yang tersentak-sentak, keterbatasan ROM, kesulitan berbalik, perubahan gaya berjalan, penurunan waktu reaksi, bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek, usaha yang kuat untuk perubahan gerak, bergerak yang lambat, dan bergerak menyebabkan tremor (Nur Arif dan Kusuma, 2012). Data yang menurut teori ada pada Tn.K adalah ADL di bantu keluarga atau orang lain, kaki kirinya susah untuk digerakan, pasien tidak bisa mengangkat kakinya, kekuatan otot 0, aktivitas dan latihan tergantung total. Intervensi diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskoletal dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam gangguan mobilitas bisa diminimalkan dengan kriteria hasil, kekuatan otot meningkat menjadi 2, klien mampu beraktivitas kembali secara bertahap, dapat melakukan perpindahan/ pergerakan. Intervensi yang disusun yaitu rencanakan periode isterihat yang cukup, dengan rasional mengurangi aktifitas energi yang tidak terpakai, ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif dengan rasional mempertahankan atau meningkatkan pertahanan otot, pertahankan spalek atau elastis perban dengan rasional mempertahankan imobilisasi pada tulang yang patah, observasi tingkat pergerakan klien dengan rasional untuk mengetahui sejauh mana tingkat kerusakan mobilisasi (Wilkinson,2007). 63 Implementasi pada diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik selema 2 hari dilakukan tindakan mengobservasi tingkat pergerakan klien, menganjurkan pasien pasien untuk istirahat yang cukup mengajarkan ROM pada ekstremitas bawah kaki kanan.dan mempertahankan elasti perban. Tindakan yang penulis lakukan sesuai dengan intervensi yang telah penulis susun. Evaluasi diagnosa keperawatan hambatan mobilitas berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dari tindakan yang penulis lakukan selama 2 hari dapat disimpulkan masalah keperawatan teratasi sebagian, karena kekuatan otot, ROM dan aktivitas belum sesuai kriteria hasil. Penulis mengalami kerbatasan dalam waktu pengelolaan tindakan keperawatan hanya dua hari. Dalam teori diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik dapat kembali normal dalam waktu empat bulan (Potter dan Perry, 2006). Data yang menunjukkan penulis menegakkan diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan yaitu pasien mengatakan takut dan khawatir menghadapi operasi, dan data objektif pasien tampak gelisah dan tegang, dari data pengkajian HRS-A di dapatkan skor 24 yang artinya pasien mengalami kecemasan sedang, Nadi 90 kali/ menit dan respirasi 26 kali/ menit. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama disertai respons autonom (sumber sering tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi oleh terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu utuk bertindak menghadapi ancaman (Herdman, 2009-2011). 64 Dalam teori pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya, mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif (Muttaqin, 2008). Pada kasus Tn.K kecemasan disebabkan karena ketakutan menghadapi operasi di tandai dengan pasien tegang dan gelisah. Tanda dari kecemasan adalah adanya resfon fisiologis, respon perilaku, kognitif dan afektif yaitu salah satunya pasien tegang, gelisah, frekuensi nadi tidak teratur dan cepat serta pernafasan cepat (Stuart, 2007). Penulis mengambil etiologi ancaman pada status kesehatan karena dari data pasien, pasien akan dilakukan operasi. Tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi yang akan membahayakan bagi pasien (Faradisi, 2012). Dari data pengkajian penulis menggunakan HRS-A saat mengkaji tingkat kecemasan. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) digunakan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali (panik) (Hiwari, 2007). Batasan karakteristik untuk diagnosa keperawatan ansietas yaitu perilaku : penurunan produktivitas, gerakan yang irevelan, gelisah, melihat sepintas, insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, agitasi, mengintai, tampak waspada, afektif, fisiologi, simpatik, parasimpatik dan kognitif (Nur Arif dan Kusuma, 2013). Data yang menurut teori ada pada Tn.K yaitu gelisah, perubahan afektif, fisiologi dan perilaku, sehingga sesuai dengan batasan karakteristik secara teori. 65 Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan , tujuan dan kriteria hasil seletah dilakukan keperawatan 2 kali 24 jam cemas berkurang, dalam menentukan tujuan penulis menemukan hambatan dalam mencari teori tentang lama pemberian tindakan keperawatan yang menyatakan bahwa cemas dapat berkurang atau hilang dalam waktu tertentu. Intervensi yang dilakukan antara lain kaji tingkat kecemasan pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien, jelaskan maksud dan tujuan operasi dengan rasional meningkatkan pengetahuan klien, ajarkan pasien teknik relaksasi dengan rasional meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi kecemasan dan kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam pemberian anti anxietas dengan rasional pengobatan mungkin di perlukan bila cemas berlanjut (Wilkinson, 2007). Salah satu teknik relaksasi yang diajarkan pada pasien yaitu terapi murottal (surat al-fatihah) selama 15 menit. Menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) salah satu distraksi yang efektif adalah dengan Murottal (mendengarkan bacaan Al-Qur’an), yang dapat menurunkan hormonhormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. 66 Intervensi yang diberikan pada pasien dengan ansietas yaitu gunakan pendekatan yang menenangkan, nyatakan dengan jelas harapan terhadap pasien, jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur, pahami prespektif pasien terhadap situasi stress, temani pasien memberikan keamanan dan mengurangi takut, dorong keluarga untuk menemani anaknya, lakukan beck/neck rub, dengarkan dengan penuh perhatian, identifikasi tingkat kecemasan, dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi, intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi dan berikan obat untuk mengurangi kecemasan (Nur Arif dan Kusuma, 2013). Intervensi yang diberikan penulis ada perbedaan dengan teori, penulis menyusun intervensi tersebut berdasarka pada kasus yang ditemukan oleh penulis dan berdasarkan kebutuhan dan respon dari pasien. Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan pada tanggal 10 dan 11 April 2014 dilakukan tindakan mengkaji tingkat kecemasan pasien dengan menggunakan skor HRS-A. Dalam teori Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) digunakan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali (panik) ( Hiwari, 2007 ). Mengajarkan teknik relaksasi, dalam teori relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter&Perry, 2006). Salah satu teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan adalah terapi murottal surat al-fatihah selama 15 menit. Terapi murotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam 67 membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi (Faradisi, 2012). Menurut Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) surat Al-Qur’an yang terbaik adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an adalah surat AlFaatihah, dan pemahaman terhadap Al-Qur’an diawali dengan pemahaman terhadap Al-Faatihah. Surat tersebut juga dapat digunakan untuk mengurangi/menurunkan kecemasan. Keseluruhan efeknya telah menjadikan AlFaatihah sangat selaras dengan nuansa sholat dan ibadah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta kualitas nada hurufnya yang tinggi membuat Al-Faatihah mudah dibaca dan dihafal semua orang dengan latar belakang apa pun. Al-Faatihah merupakan surat yang paling banyak dibaca oleh umat manusia, karena AlFaatihah harus dibaca dalam setiap sholat. Terapi murottal di berikan selama 15 menit telah terbukti efektif menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi (Siswantinah, 2011). Penulis memberikan terapi murottal pada Tn.K sebanyak dua kali, yaitu pada hari pertama dan hari kedua penelitian. Penulis menemukan hambatan dalam lama pengelolaan kasus karena keterbatasan waktu. Dalam penelitian sebelumnya keefektifan terapi murottal dilakukan selama 2 bulan. Pada hari pertama saat di berikan terapi murottal pada pukul 11.00 WIB selama 15 menit terjadi penurunan tingkat kecemasan pada pasien di tandai dengan respon subjektif pasien 68 mengatakan lebih tenang, dan respon objektif ekspresi wajah pasien rileks serta dari pengukurang kecemasan HRS-A skornya menjadi 20. Pada hari kedua dilakukan evaluasi tentang tingkat kecemasan pasien, HRS-A skor menunjukan 20, pada pukul 08.40 WIB diberikan terapi murottal selama 15 menit dan terjadi penurunan pada kecemasan dengan ditandai dengan pasien mengatakan tenang dan tidak takut untuk dilakukan operasi, dari data objektif pasien rileks dan tidak gelisah, dari pengukuran tingkat kecemasan HRSA skor 14. Implementasi yang penulis lakukan telah sesuai dengan intervensi yang disusun. Evaluasi pada Tn. K pada tanggal 10 dan 11 April 2014 dengan diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan dengan evaluasi hari pertama yaitu pasien mengatakan takut menghadapi operasi, hasil observasi pasien tanpak tegang dan gelisah, klien mengalami kecemasan tingkat sedang dengan skor HRS-A 24, nadi 90kali/menit dan respirasi 26kali/menit. Evaluasi hari kedua pasien mengatakan tenang dan tidak takut untuk operasi, hasil observasi pasien tanpak tenang dan tidak gelisah,skor HRS-A 14, nadi 72 kali/menit dan respirasi 22 kali/menit. Dapat disimpulkan masalah keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman status kesehatan teratasi. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn.K dengan fraktur collum femur yaitu nyeri, hambatan mobilitas fisik dan ansietas. Dalam teori diagnosa yang muncul pada pasien fraktur collum femur yaitu nyeri, resiko tinggi trauma, resiko infeksi, hambatan mobilitas fisik dan ansietas (Muttaqin, 2011). Penulis tidak mengangkat semua diagnosa keperawatan karena pada saat 69 melakukan pengelolaan asuhan keperawatan Tn.K tidak ditemukan data yang menunjang untuk mengangkat diagnosa resiko tinggi trauma dan resiko infeksi. Penulis memprioritaskan masalah keperawatan sesuai dengan teori Hirarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Dari data di atas penulis memprioritas masalah keperawatan yaitu nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan ansietas berhubungan denga ancaman status kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut hirarki Maslow merupakan sebuah teori yang dapat digunakan perawat untuk memenuhi hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow, kebutuhan keselamatan dan rasa aman memiliki prioritas kedua dalam hierarki Maslow, kebutuhan keselamatan dan rasa aman disini maksudnya adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Mubarak dan Chayatin, 2008). 70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Setelah penulis melakukan pemberian terapi murottal terhadap penurunan tingkat kecemasan pada Tn.K dengan pre operasi fraktur collum femur di ruang mawar RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, maka penulis dapat menarik kesimpulan: 1. Pengkajian pada Tn.K di dapatkan data keluhan utama yang dirasakan klien mengatakan kaki kirinya patah. Kakinya sakit karena patah, nyeri seperti ditusuk-tusuk, patah pada kaki kiri, skala nyeri 6, nyeri bertambah saat kaki digerakan. Dari hasil rontgen fraktur collum femur pada kaki kiri. Pasien di rencanakan akan di operasi pada hari senin tanggal 14 April 2014. Pasien mengatakan takut dan khawatit untuk di lakukan operasi. Pasien tampak tegang dan gelisah, pengkajian skor HRS-A didapatkan skor 24 (kecemasan tingkat sedang). 2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn.K yaitu nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik, diagnosa yang kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan diagnosa yang ketiga ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan. 70 71 3. Pada diagnosa pertama nyeri intervensi yang dilakukan adalah kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), observasi tanda-tanda vital, atur posisi kaki sakit abduksi menggunakan bantal, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik intervensi dilakukan adalah rencanakan periode istirahat yang cukup, ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif, pertahankan spalek atau elastis perban, observasi tingkat pergerakan klien. Pada diagnosa ke tiga ansietas intervensi yang dilakukan adalah kaji tingkat kecemasan pasien, jelaskan maksud dan tujuan operasi, ajarkan pasien teknik relaksasi, memberikan terapi murottal surat Al-Faatihah selama 15 menit dan kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam pemberian anti anxietas). 4. Implementasi yang dilakukan perawat sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat perawat yaitu terapi murottal. Terapi murottal merupakan salah satu teknik relaksasi yang efektif menurunkan kecemasan. 5. Evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan penulis pada tanggal 11 April 2014 berdasarkan pada kriteria hasil yang diharapkan yaitu pada diagnosa pertama nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik belum teratasi. Diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskleletal belum teratasi. Diagnosa ketiga ansietas berhubungan dengan ancaman status kesehatan telah teratasi. 72 6. Penulis telah mengaplikasikan tindakan terapi murottal terhadap penurunan tingkat kecemasan dengan hasil sebelumnya pasien mengalami kecemasan dengan skor HRS-A 24 tanpa pemberian terapi murottal, setelah klien di berikan terapi murottal surat Al-Faatihah selama 15 menit tingkat kecemasan klien berkurang menjadi 14, jadi tindakan keperawatan mandiri pemberian terapi murottal sangat efektif dilakukan untuk penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi fraktur collum femur. B. SARAN 1. Bagi institusi pendidikan Diharapkan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional, sehingga dapat tercipta perawat-perawat yang profesional, terampil, cekatan dan handal yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan kecemasan. 2. Bagi institusi pelayanan kesehatan Diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik, mempertahankan serta meningkatkan pelayanan kesehatan yang ada. 3. Bagi tenaga kesehatan terutama perawat Diharapkan didalam memberikan tindakan keperawatan dan untuk mencapai hasil evaluasi yang maksimal tentu perlu adanya kerja sama dengan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, fisioterapi dan yang lainnya, sehingga penulis mengharapkan agar mencapai hasil 73 yang maksimal tentu perlu adanya kerja keras dalam melaksanakan tindakan baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tim kesehatan lain. 4. Bagi pembaca Diharapkan dapat mengembangkan informasi yang ada dalam Karya Tulis Ilmiah. 5. Bagi penulis Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan sealanjutnya pada pasien dengan kecemasan pre operasi fraktur collum. DAFTAR PUSTAKA Andayasari, L dan Anorital.2012.Gangguan MuskuloskeletalPada Praktik Dokter Gigi Dan Upaya Pencegahannya.http://www.jurnal.penelitian//2012. Diakses 07 Mei 2014. Carpenito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif.Edisi 2. EGC: Jakarta Dermawan, Deden.2012.Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.Gosyen Publising :Yogyakarta. Doengoes, Marilynn E,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3.EGC:Jakarta. Faradisi, Firman.2012.Efektivitas Terapi Murottal dan Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di Pekalongan. http://www.journal.stikesmuh-pkj.ac.idDiakses tanggal 03 April 2014. Herdman, T Heather.2009-201.Diagnosa Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi. EGC:Jakarta. Hiwari, Dadang.2007.Manajemen Stres Cemas dan Depresi.FKUI: Jakarta. Indrawati, T,dkk.2013.Analisa Pemasangan Hybrid Plating Penderita FrakturFemur Dengan Variasi Bone Screw Jenis Locking Dan NonLocking. http://www.unibra.teknik.mesin.ac.id/ Diakses 12 April 2014. Larasati, Yulistia Indah.2009.Efektifitas Preoperative Teaching Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Di Ruang Rawat Inap Rsud Karanganyar.http://www.fkip.undip.larasati/ Diakses 10 April 2014. Mubarak dan Chayatin.2008.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan Aplikasi Dalam Praktik.Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta. Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.EGC:Jakarta. Muttaqin, Arif.2011.Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan.EGC:Jakarta. Nainggolan, Mega A,dkk.2010.Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Di Rsud Swadanatarutung Tahun 201. http://www.susi_mutiara.ac.id Diakses 18 April 2014. Ningsih, Lukman N.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.Selemba Medika:Jakarta. Nur Arif dan Kusuma.2013Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarakan Nanda NIC-NOC.Edisi Revisi. Jilid 1 dan 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta. Potter & Perry.2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses dan Praktik.Edisi 4.EGC:Jakarta Purwanti dan Purwaningsih.2013.Pengaruh Latihan Range Of Motion (Rom) Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Di Rsud Dr. Moewardi.http://54_105_1_SM_2_gaster/ Diakses 07 Mei 2014. Sawitri, E dan Sudaryanto,(2008),Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Bedah Mayor Di Bangsal Orthopedi Rsui Kustati Surakarta. http://www.publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle. Diakses tanggal 12 April 2014. Siswantinah.2011.Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Dilakukan Tindakan Hemodialisa Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. http://www.jtptunimus_gdl_siswantinah. Diakses 10 April 2014. Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Edisi 8.EGC: Jakarta. Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi 5.EGC:Jakarta. Suliswati; Payapo, T.A.; Maruhawa, J.; Sianturi, Y.; & Sumijatun.2005.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Syahputra, Hadiandra,dkk.2013. Hubungan Tingkat Nyeri Dengan Tingkat KecemasanPada Pasien Fraktur Tulang PanjangDi Rsud Arifin Achmad Pekanbar. http://repository.unsi.ac.id Diakses 12 Aril 2014. Videbeck, Sheila L.2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Wahid, Abdul.2013.Asuhan Keperawatan Dengan Muskuloskeletal.Trans Info Media: Jakarta. Gangguan Sistem Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.EGC:Jakarta.