pemberian terapi murottal terhadap penurunan tingkat kecemasan

advertisement
PEMBERIAN TERAPI MUROTTAL TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
TN. K DENGAN PRE OPERASI FRAKTUR COLLUM
FEMUR SINESTRA DIRUANG MAWAR
RSUD Dr.SOEDIRAN MANGUN
SUMARSO WONOGIRI
DISUSUN OLEH :
DEBY NOVITA PUTRI
P11 011
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
PEMBERIAN TERAPI MUROTTAL TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
TN. K DENGAN PRE OPERASI FRAKTUR COLLUM
FEMUR SINESTRA DI RUANG MAWAR
RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN
SUMARSO WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
DEBY NOVITA PUTRI
P11 011
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “ Pemberian Terapi Murottal Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Tn.K Dengan Pre
Operasi Fraktur Collum Femur Di Bangsal Mawar RS. Dr. Soediran Mangun
Sumarmo”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapati
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
yang terhormat :
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Prodi Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Prodi Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Alfyana Nadya R, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan
perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya
karya tulis ilmiah ini.
4. S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
karya tulis ilmiah ini.
5. Nurul Izzawati, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini.
6. Semua dosen Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan
bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
v
7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat,
kepercayaan, kasih sayang, kesabaran, nasihat dan dukungan dalam segala
bentuk serta atas do’anya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun.
8. Kakak, adikku tersayang serta semua keluargaku yang selalu memberikan
semangat, motivasi, do’a dan nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas ini.
9. Sahabat dan teman-teman angkatan 2011 Program Studi DIII Keperawatan
Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis
Ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, Mei 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .....................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................
v
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
x
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulis........................................................................
5
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
6
TINJAUAN TEORI
A. Fraktur ....................................................................................
7
B. Kecemasan .............................................................................
26
C. Terapi Murottal ......................................................................
37
LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ........................................................................
42
B. Pengkajian ..............................................................................
42
C. Perumusan Masalah Keperawatan .........................................
48
D. Perencanaan Keperawatan. ....................................................
50
vii
E. Implementasi Keperawatan ....................................................
51
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................
54
BAB IV
PEMBAHASAN ..........................................................................
57
BAB V
SIPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................
70
B. Saran .......................................................................................
72
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
viii
DAFTAR GAMBAR
halaman
1.
Gambar 3.1 Genogram ...........................................................................
ix
44
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1
Jurnal Utama
2. Lampiran 2
Keterangan Selesai Pengambilan Data
3. Lampiran 3
Pendelegasian Pasien
4. Lampiran 4
Log Book Surat
5. Lampiran 5
Lembar Konsul
6. Lampiran 6
Lampiran Daftar Riwayat Hidup
7. Lampiran 7
Asuhan Keperawatan
8. Lambiran 8
Skor HRS-A Pasien
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas didunia menurut Anonim (2005) dalam Sawitri
dan Sudaryanto (2008) sekitar 140.000 orang setiap hari, lebih dari 3.000
orang meninggal dan 15.000 cacat fisik karena kecelakaan lalu lintas.
Diperkirakan tahun 2020 mengalami kenaikan lebih dari 60 %. Menurut
Sujadi (2008) dalam Faradisi (2012) data kepolisian Republik Indonesia
tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kasus. Kasus itu
menyebabkan kematian pada 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat
dan 8.694 luka ringan dan diperkirakan setiap tahun akan mengalami
peningkatan. Trauma yang sering terjadi pada kasus ini adalah trauma kepala,
fraktur (patah tulang), dan trauma dada.
Fraktur yang sering terjadi di Indonesia menurut Isbagio (2007) dalam
Indrawati (2013) adalah fraktur femur disebabkan karena benturan dengan
tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda motor atau mobil. Dari
data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknik Makmal Terpadu
Imunoendokinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), pada
tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas, ternyata yang mengalami
fraktur femur adalah sebanyak 249 kasus atau 14,7 %. Berdasarkan data dari
RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 2011 terjadi kasus fraktur femur sebanyak
178 kasus.
1
2
Penanganan fraktur menurut Mansjoer (2007) dalam Faradisi (2012)
bisa berupa konservatif ataupun operasi. Tindakan operasi terdiri dari reposisi
terbuka, fiksasi interna dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti
fiksasi interna, dimana didalamnya terdapat banyak prosedur yang harus
dilaksanakan. Hal ini menyebabkan kecemasan pada masa preoperasi,
kecemasan pada saat ini merupakan hal yang wajar.
Ketakutan yang biasanya terungkap setelah pembedahan menurut
Efendy (2005) dalam Larasati (2009) antara lain, ketakutan munculnya rasa
nyeri setelah pembedahan, ketakutan terjadi perubahan fisik (menjadi buruk
rupa dan tidak berfungsi secara normal), ketakutan keganasan (bila diagnosa
yang ditegakkan belum pasti), ketakutan memasuki ruang operasi,
menghadapi peralatan bedah dan petugas, ketakutan mati saat dilakukan
anestesi, serta ketakutan apabila operasi akan mengalami kegagalan. Tidak
heran jika sering kali pasien dan
keluarganya menunjukkan sikap yang
berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Beberapa orang kadang
tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi
disharmoni dalam tubuh. Dampak apabila tidak segera diatasi akan
meningkatkan tekanan darah dan pernafasan yang dapat menyebabkan
pendarahan baik pada saat pembedahan ataupun pasca operasi. Intervensi
keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara
fisik maupun psikis sebelum dilakukan operasi.
Menurut Potter dan Perry (2006) dalam Nainggolan (2010) Perawat
sebagai pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
3
akan menghadapi tindakan operasi mempunyai tanggung jawab besar dalam
pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu salah satunya penanganan rasa
cemas. Saat ini telah banyak dikembangkan terapi-terapi keperawatan untuk
menangani kecemasan atau pun nyeri, salah satunya adalah terapi musik
yang dapat mengurangi tingkat kecemasan pada pasien. Distraksi yang efektif
adalah musik, yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan kecemasan
dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti
menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi
waktu. Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif diberbagai situasi
klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan
memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik
yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan
yang paling baik.
Alternatif lain selain terapi musik menurut Remolda (2009) dalam
Faradisi (2013) adalah terapi religi. Terapi religi dapat mempercepat
penyembuhan, hal ini telah dibukikan oleh berbagai ahli seperti yang telah
dilakukan Ahmad al Khadi, direktur utama Islamic Medicine Institute for
Education and Research di Florida, Amerika Serikat. Dalam konferensi
tahunan ke XVII Ikatan Dokter Amerika, wilayah missuori AS, Ahmad Al
Kadhi melakukan presentasi tentang hasil penelitianya dengan tema pengaruh
Al-Quran pada manusia dalam perspektif fisiologi dan psikologi. Hasil
penelitian tersebut menunjukan hasil positif bahwa mendengarkan ayat suci
Al-Quran memiliki pengaruh yang signifikan dalam menurunkan ketegangan
4
urat saraf reflektif dan hasil ini tercatat dan terukur secara kuantitatif dan
kualitatif oleh sebuah alat berbasis komputer.
Bacaan surat Al-Qur’an terbaik yang dapat digunakan untuk
mengurangi/menurunkan kecemasan menurut Mustamir (2009) dalam
Siswantinah (2011) adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an adalah
surat Al-Faatihah, dan pemahaman terhadap Al-Qur’an diawali dengan
pemahaman terhadap Al-Faatihah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta
kualitas nada hurufnya yang tinggi membuat Al-Faatihah mudah dibaca dan
dihafal semua orang dengan latar belakang apa pun. Al-Faatihah merupakan
surat yang paling banyak dibaca oleh umat manusia, karena Al-Faatihah harus
dibaca dalam setiap sholat.
Penelitian sebelumnya menyebutkan terapi murottal dan terapi musik
dapat menurunkan kecemasan, akan tetapi dalam penelitian sebelumnya
terapi murottal lebih cepat menurunkan kecemasan (Faradisi, 2013).
Pengelolaan kasus dalam rangka pengaplikasian hasil riset, saat di rumah
sakit penulis merawat pasien Tn. K dengan diagnosa fraktur collum femur
sinestra. Masalah utama yang dialami Tn.K yaitu takut dan cemas
menghadapi operasi. Berdasarkan latar belakang di atas dan dari pengelolaan
kasus yang di peroleh maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “Pemberian Terapi Murottal Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan pada Asuhan Keperawatan Tn. K dengan Pre Operasi
Fraktur Collum Femur Sinestra di Bangsal Mawar RSUD Dr. Soediran
Mangun Sumarso“.
5
B. Tujuan Penulis
1.
Tujuan Umum
Melaporkan pemberian terapi murottal terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada asuhan keperawatan Tn. K dengan fraktur collum femur
sinestra di bangsal mawar RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso.
2.
Tujuan Khusus
a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur
collum femur sinestra.
b) Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan fraktur collum femur sinestra.
c) Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur collum femur sinestra.
d) Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan fraktur
collum femur sinestra.
e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan fraktur
collum femur sinestra.
f)
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi murottal
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi
fraktur collum femur sinestra.
6
C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi pendidikan
Dapat memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan
praktik keperawatan kritis dan pemecahan masalah khususnya dalam
bidang atau profesi keperawatan.
2.
Bagi Pembaca
Memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana dan
prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan dan dapat menjadi
acuan untuk penelitian selanjutnya.
3.
Bagi Pasien
Memberikan informasi cara alternatif untuk menurunkan tingkat
kecemasan dengan terapi murottal.
4.
Bagi Penulis
Dapat melakukan asuhan keerawatan secara langsung dan optimal
pada praktek klinik keperawatan, dan sebagai tambahan ilmu baru bagi
penulis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. FRAKTUR
1.
Definisi
Menurut Price dan Wilkinson (2006) dalam Nur Arif dan Kusuma
(2013) fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang,
dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Menurut Sjamsuhidayat (2005)
dalam Ningsih (2009) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur collum femur adalah suatu keadaan terputusnya
atau hancurnya leher femur yang disebabkan oleh trauma (Muttaqin,
2011:182). Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering
ditemukan pada orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai
tulang osteoporosis. Fraktur ini lebih sering terjadi pada anal laki-laki
dari pada perempuan dengan perbandingan 3 : 2 (Muttaqin, 2008:203).
7
8
2.
Etiologi
Penyebab fraktur adalah (Wahid, 2013) :
a.
Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patahan melintang atau miring.
b.
Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang
jauh dari ditempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c.
Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan
dapat
berupa
pemuntiran,
penekukan,
penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
3.
Klasifikasi fraktur
Klasifikasi fraktur menurut Chairuddin (2003) dalam Nur Arif dan
Kusuma (2013) mengatakan :
a.
Klasifikasi etiologis
1) Fraktur traumatik
2) Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan
atau penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang
(infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.
9
3) Fraktur stress, terjadi karena adanya stress yang kecil dan
berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.
Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
b.
Klasifikasi klinis
1) Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karenadanya
perlukaan dikulit. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion,
delayed, union, nonumion, infeksi tulang.
c.
Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi
: diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur
dengan dislokasi.
2) Konfigurasi
: fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur
spinal, fraktur segmental, fraktur komunitif
(lebih dari deaf ragmen), fraktur beji biasa
vertebra karena trauma, fraktur avulse,
fraktur depresi, fraktur pecah, dan fraktur
epifisis.
3) Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur
buckle atau torus, fraktur garis rambut, dan
fraktur green stick.
10
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya :
tidak bergeser, bergeser (berdampingan, angulasi, rotasi,
distraksi, overring, dan impaksi).
d.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :
1) Derajat I :
a) Luka < 1cm. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda
luka remuk.
b) Fraktur sederhana, transversal, atau komunitatif ringan.
c) Kontaminasi minimal.
2) Derajat II :
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap atau avulasi.
c) Fraktur komunitif sedang.
d) Kontaminasi sedang.
3) Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
4.
Menifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur yaitu (Nur Arif dan Kusuma, 2013) :
a) Tidak dapat menggunakan anggota gerak.
b) Nyeri pembengkakan.
11
c) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau
jatuh di kamar mandii pada orang tua,penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan kerja, trauma olah raga).
d) Gangguan fungsio anggota gerak.
e) Deformitas.
f)
5.
Kelainan gerak.
Patofisiologi
Fraktur collum femur terjadi akibat jatuh pada daerah trokanter,
baik pada kecelakaan lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak
terlalu tinggi, seperti terpeleset di kamar mandi ketika panggul dalam
keadaan fleksi dan rotasi. Pada kondisi osteoporosis, insiden fraktur pada
posisi ini tinggi.
Perubahan struktur pinggul menyebabkan cedera saraf skeatika
yang menimbulkan keluhan nyeri pada klien, adanya deformitas pinggul,
ketidakmampuan melakukan pergerakan pinggul, dan intervensi reduksi
tertutup dengan traksi skeletal menimbulkan menifestasi masalah resiko
tinggi trauma dan hambatan mobilitas fisik. Intervensi medis berupa
bedah perbaikan memberikan implikasi pada nyeri pasca-bedah dan
resiko tinggi infeksi luka pasca-bedah (Muttaqin, 2012 : 182-183).
6.
Komplikasi Fraktur
Komplikasi pada fraktur digolongkan menjadi dua, yaitu (Wahid, 2013) :
12
1) Komplikasi awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartemen syndrom
Kompartemen syndrom merupakan komplikasi serius
yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips
dan pembebatan terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius
yang sering terjadi pada kasus tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hipertensi, tachypnea, dan demam.
13
d) Infeksi
Setelah pertahanan tulang rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f)
Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksienasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi dalam waktu lama
a.
Delayed Union
Delayed
union
merupakan
kegagalan
fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disababkan karena penurunan suplai
darah ke tulang.
b.
Non Union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
dan memproduksi sambungan yang lengkap,kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Non union ditandai denga adanya pergerakan
14
yang berlebih pada sis fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoaethosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
c.
Mal union
Mal union merupakan penyembuhan tualng di tandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Mal union dilakukan dalam pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
7.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada fraktur yaitu (Muttaqin, 2008) :
a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas.
b. Terapi operatif
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada klien
fraktur leher femur, baik orang dewasa maupun orang tua
karenaperlu dilakukan reduksi untuk hasil yang akurat dan stabil.
Orang tua yang mengalami fraktur femur perlu dimobilisasi dengan
cepat untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang bisa dilakukan
pada klien femur adalah pemasangan pin, pemasangan plate atau
screw, herniartroplasti, serta artroplasi dilakukan pada pasien usia
diatas 55 tahun yang berupa eksisi artroplasti.
15
8.
Pemeriksaan diagnostik
Menurut Ignatavicius dan Donna D (2006) dalam Wahid (2013)
mengatakan pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai
berikut :
a.
Pemeriksaan Radiologi
Untuk menentukan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang
dicari karena adanya super posisi. Perlu disadari bahwa X-ray harus
atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasinya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada hasil
X-ray :
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
3) Trombukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik
khususnya sepertinya :
1) Tomografi
2) Myelografi
3) Arthrografi
16
4) Computed Tomografi-Scanning.
b.
Pemeriksaan Laboratorium.
1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulag.
2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase
(LDH-5), asparat amino transferase (AST), aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c.
Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas :
Didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot :
Pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas
tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi :
Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthoscopy :
Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
5) Indium imaging :
Pada pemeriksaan ini di dapatkan adanya infeksi pada tulang.
17
6) MRI :
Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
9.
Asuhan Keperawatan Fraktur
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses yang mencakup pengumpulan
informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit
sebelumnya (Smeltzer dan Bare, 2002: 595). Pengkajian pada pasien
fraktur meliputi (Ningsih, 2009) :
1) Aktivitas atau istirahat
Tanda
: keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik
pada bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder,
akibat pembengkakan atau nyeri).
2) Sirkulasi
Tanda
: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap
nyeri
atau
ansietas)
atau
hipotensi
(hipovolemia). Takikardi (respon stres, hipovolemia).
Penurunan atau tidak teraba nadi distal, pengisisn
kapiler lambat (capillary refille), kulit dan kuku pucat
atau sionatik. Pembengkakan jaringan atau massa
hematom pada sisi cidera.
3) Neurosensori
Gejala : hilang gerak atau sensasi, spasme otot. Kebas atau
kesemutan (parestesi)
18
Tanda
: diformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan
atau rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan atau
kehilangan fungsi. Angitasi berhubungan dengan
nyeri, amsietas, dan trauma lain.
4) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba saat cidera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan atau kerusakan tulang, dapat
berkurang pada imobiloisasi), tidak ada nyeri akibat
kerusakan saraf. Spasme atau kram otot (setal
imobilisasi).
5) Keamanan
Tanda
: laserasi kulit, avulsi
jaringan, perdarahan dan
perubahan warna kulit. Pembengkakan lokal (dapat
meningkatkan secara bertahap atau tiba-tiba).
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan
adalah
cara
mengidentifikasi,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifikpasien serta respons
terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. Label diagnosa
keperawatan memberi format untuk mengekspresikan bagian
indentifikasi masalah dari proses keperawatan ( Doenges, 2000: 8).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
fraktur collum femur menurut Muttaqin (2011) meliputi :
19
a) Nyeri berhubunga denga saraf skeatika, kerusakan jaringan luka
pesca bedah.
b) Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan collum
femur, ketidaktahuan teknik mobilisasi.
c) Resiko infeksi berhubungan dengan luka pasca bedah.
d) Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
cedera
muskuluskeletal sekunder akibat fraktur pinggul.
e) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman
terhadap konsep diri, perubahan status kesehatan atau ekoomi
atau fungsi peran
c. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah presripsi untuk perilaku
spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih
untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang
diharapkan dan tujuan pemulangan. Intervensi ini mempunyai
maksud mengindividualkan perawatan dengan memenuhi kebutuhan
spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan-kekuatan pasien
yang telah di identifikasi bila memungkinkan (Doenges, 2000 : 10).
Menurut Bulechek and McCloskey (1985) dalam Carpenito (1999)
intervensi keperawatan adalah tindakan otonomi berdasakan pada
alasan ilmiah yang dilakukan untuk keuntungan klien dengan cara
yang dapat diperkirakan yang berhubungan dengan diagnosa
20
keperawatan dan tujuan. Intervensi yang dilakukan pada fraktur
yaitu (Muttaqi, 2008) :
a) Nyeri yang berhubungan dengan cedera saraf skiatika,
kerusakan jaringan luka pasca-bedah.
Tujuan
: setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24 jam nyeri berkurang atau hilang
atau teradaptasi.
Kriteria hasil
: secara subjektif, klien melaporkan nyeri
berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri
0-4, dapat mengidentifikasi aktivitas yang
meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien
tidak gelisah.
Intervensi
:
(1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pedera nyeri
nonfarmakologi dan non-invasif.
Rasional
: pendekatan denga menggunakan relaksasi
dan nonfarmakologis lainnya telah menunjukkan keefektifan mengurangi nyeri.
(2) Lakukan managemen nyeri keperawatan : istirahatkan klien
dan atur posisi fisiologis.
Rasional
: istirahat secara fisiologis akan mengurangi
kebutuhan oksigen yag diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal dan
21
posisi
fisiologis
dengan
memperhatikan
kondisi mobilisasi dan imobilitas dapat
menghindari kompresi saraf sehingga dapat
meningkatkan mobilisasi dan menurunkan
respon nyeri.
(3) Atur pemberat beban traksi
Rasional
: apabila klien mendapat terapi traksi skeletal,
berat badan disesuaikan dengan berat badan
klien. Apabila berat badan belum mencukupi
untuk melakukan tarikan, kompresi saraf
masih dapat terjadi, sedangkan apabila berat
badan
melebihi
kondisi
traksi
yang
diperlukan, menyebabkan fragmen tulang
tidak menyatu.
(4) Ajarkan teknik relaksasi pernafasan ketika nyeri muncul.
Rasional
: meningkatkan asupan O2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia
spina.
(5) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional
: distraksi
(pengalihan
perhatian)
menurunkan stimulus interna.
(6) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
dapat
22
Rasional
: analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri berkurang
b) Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan pemasan traksi
skeletal, cedera neuromuskular, pemasangan fiksasi eksterna.
Tujuan
: setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24 jam tidak terjadi trauma.
Kriteria hasil
: klien mau beradaptasi dengan pencegahan
trauma.
Intervensi
:
(1) Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi.
Rasional
: meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan
antara fragmen tulang dengan jaringan lunak
disekitarnya.
(2) Lakukan perawatan luka pada kawat traksi skeletal.
Rasional
: dapat mengurangi infeksi.
(3) Atur telapak kaki dalam posisi ke atas.
Rasional
: menghindari
resiko
footdrop
akibat
kontraktur sendi yang selalu melakukan
ekstensi.
(4) Kolaborasi pemberian obat antibiotik pasca-bedah.
Rasional
: antibiotik
bakteriostatik
bersifat
untuk
bakteriosida
atau
membunuh
atau
menghambat perkembangan kuman.
23
c) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan cedera
neuromuskuler.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 5x24 jam mobilitas berkurang atau
hilang.
Kriteria hasil
: klien terlihat mampu melakukan mobilitas
ekstremitas bawah secara bertahap, klien
dapat mengenal cara melakukan mobilisasi
dan secara kooperatif mau melaksanakan
teknik mobilisasi secara bertahap.
Intervensi
:
(1) Kaji kemampuan mobilitas ekstremitas bawah.
Rasional
: membantu
dalam
merencanakan
mengantisipasi
pertemuan
dan
kebutuhan
individual.
(2) Kaji kemampuan ekstremitas bawah untuk menilai adanya
defisit neurologi pada kondisi motorik.
Rasional
:kelemahan pada ekstremitas bawah di periksa
untuk mengetahui adanya defisit neurologi.
(3) Ajarkan untuk mobilisasi pada ekstremitas yang sehat.
Rasional
: mobilitas yang optimal dapat menurunkan
kontraktur sendi sehingga apabila fragmen
tulang
asetabulum
teratasi,
klien
tidak
24
mengalami masalah pada ekstremitas yang
sehat.
d) Resiko infeksi yang berhubungan dengan luka pasca-bedah.
Tujuan
: setelah
dilakukan
tindaka
keperawatan
selama 12x24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil
: jahitan terlepas pada hari ke 12 tanpa adanya
tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area
luka pembedahan, leukosit dalam batas
normal, TTV normal.
Intervensi
:
(1) Tingkatkan asupan nutri tinggi kalori tinggi protein.
Rasional
: nutrisi sangat diperlukan dalam proses
perbaikan jaringan.
(2) Lakukan perawatan luka.
Rasional
: mencegah terjadinya infeksi.
(3) Jaga kebersihan umum
Rasional
: menghindari kontaminasi ke luka.
e) Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, akan
menjalani operasi, status ekonomi dan perubahan fungsi peran
(Muttaqin, 2008).
Tujuan
Kriteria
: ansietas hilang atau berkurang
Hasil
:
klien
mengenal
perasaanya,
dapat
mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
25
mempengaruhi dan menyatakan ansietas
berkurang atau hilang.
Intervensi
:
(1) Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas, dampingi klien
dan lakukan tindakan bila klien menunjukan perilaku
merusak.
Rasional
: reaksi verbal atau nonverbal dapat
menunjukkan rasa agitasi, marah dan
gelisah.
(2) Hindari konfrontasi
Rasional
: konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah,
menurunkan
kerja
sama,
dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
(3) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
Rasional
: mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak perlu.
(4) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi
dan aktivitas yang diharapkan.
Rasional
: orientasi tahap-tahap prosedur operasi
dapat mengurangi ansietas (Muttaqin, 2008
: 222).
26
d. Evaluasi
Evaluasi pada masalah keperawatan fraktur adalah (Muttaqin,
2008) :
a.
Nyeri teratasi
b.
Terpenuhinya pergerakan atau mobilitas fisik
c.
Terhindar dari resiko cidera
d.
Terhindar dari resiko infeksi pascaoperasi
e.
Ansietas berkurang
B. Kecemasan
1.
Definisi kecemasan
Menurut Asmadi (2008) dalam Syahputra dkk (2013) kecemasan
merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu
diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan, terlihat jelas bahwa kecemasan ini mempunyai dampak
terhadap kehidupan seseorang, baik dampak positif maupun negatif.
Pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit dengan berbagai situasi
dan kondisi akan membuatnya semakin cemas.
Kaplan (2010) dam Syahputra dkk (2013) kecemasan adalah
suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang
mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman. Kecemasan merupakan respons terhadap suatu
27
ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau
konfliktual.
Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu
dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak
sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Hal yang dapat
menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari ancaman integritas
biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum,
kehangatan, sex, dan ancaman terhadap keselamatan diri seperti tidak
menemukan integritas diri, tidak menemukan status prestise, tidak
memperoleh pengakuan dari orang lain dan ketidak sesuaian pandangan
diri dengan lingkungan nyata.
Cemas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah
adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta
dapat dijelaskan oleh individu sedangkan kecemasan diartikan sebagai
suatu kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan
penyebab atau objek yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan
tidak menentu dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran
menghadapi operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi,
takut terjadi kecacatan), kekhawatiran terhadap anestesi/pembiusan
(misalnya takut terjadi kegagalan anestesi/meninggal, takut tidak bangun
lagi) dan lain-lain (Suliswati, 2005:109).
28
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan menurut Struart
(2007) antara lain:
a.
Dalam pandangan psikoanalisa kecemasan/ ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan
Super ego. id mewakili dorongan insting dan impuls primitif,
sedangkan super ego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan
oleh norma-norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi
ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b.
Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan
takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal.
Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.
Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami
kecemasan yang berat.
c.
Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi
yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap
kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Ahli teori
perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang
29
dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari
kepedihan.
Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang
terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih
sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli
teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antara
dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya
hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan. Konflik
menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan
tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang
dirasakan.
d.
Kajian keluarga, menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya
terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih
antara gangguan kecemasan dengan depresi.
e.
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus untuk benzodiazepines. Obat-obatan yang meningkatkan
neuroregulator inhibisi asam gama- aminobutirat (GABA), yang
berperan penting dalam mekanisme biologi berhubungan dengan
kecemasan. Selain itu kesehatan umum individu dan riwayat
kecemasna pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi
kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kemampuan individu unutk mengatasi
stressor.
30
3.
Tingkat kecemasan
Menurut Peplau (1952) dalam Videbeck (2008) ada empat tingkat
ansietas, yaitu ringan, sedang, berat dan panik. Pada masing-masimg
tahap individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan
kognitif dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas.
Menurut Stuart (2007) kecemasan dibagi menjadi empat tingkat
kecemasan, yaitu :
1) Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu
menjadi
waspada
dan
meningkatkan
lapang
persepsinya.
Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek,
nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka
berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi
luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi
pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon
perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus
pada tangan, suara kadang-kadang meningkat.
2) Kecemasan Sedang
Kecemasan
sedang
memungkinkan
seseorang
untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang
31
lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun
dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologis: sering
nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering,
diare, gelisah. Respon kognitif : lapang persepsi menyempit,
rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang
menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi : meremas
tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan
tidak enak.
3) Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang terhadap sesuatu
yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang
lain. Semua perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan
individu dengan kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan
untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon
fisiologi : nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,
berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif : lapang
persepsi, amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah.
Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman meningkat.
4) Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang.
Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan
apapun meskipun dengan perintah. Respon fisologis : nafas pendek,
rasa terkecik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik
32
rendah. Respon kognitif : lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat
berpikir logis. Respon perilaku dan emosi : mengamuk, marah,
ketakutan dan kehilangan kendali.
4.
Manifestasi Kecemasan
Manifestasi respon kecemasan dapat berupa perubahan respon fisiologis,
perilaku, kognitif dan afektif antara lain (Stuart, 2007):
a.
Respon fisiologi
1) Respon kardiovaskuler seperti palpitasi, jantung berdebar,
tekanan darah tinggi, rasa mau pingsan, tekanan darah menurun,
denyut nadi menurun.
2) Respon pernafasan seperti nafas cepat, nafas pendek, tekanan
pada dada, nafas dangkal, pembengkakan tenggorokan, sensasi
tercekik, terengah-engah.
3) Respon neuromuskuler seperti refleks meningkat, reaksi kejutan,
mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah
tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.
4) Respon gastrointestinal seperti kehilangan nafsu makan,
menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa
terbakar pada jantung, diare.
5) Respon traktus urinarius seperti tidak dapat menahan kencing,
sering berkemih.
33
6) Respon kulit antara lain wajah kemerahan, berkeringat setempat,
gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat
seluruh tubuh.
b.
Respon perilaku seperti: gelisah, ketegangan fisik, tremor, bicara
cepat kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri
dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah.
c.
Respon kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk,
salah dalam memberikan penilaian.
d.
Respon afektif meliputi hambatan berpikir, bidang persepsi
menurun, kreatifitas dan produktifitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaran meningkat, kehilangan objektifitas, takut
kehilangan control, takut pada gambaran visual, takut cidera, mudah
terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, tremor, gugup,
gelisah.
Menurut Hawari (2007) untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali
(panik) digunakan alat ukur (instrumen) yang disebut Hamilton Rating
Scale for Anxiety (HRS-A). Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur
HRS-A ini adalah:
a.
Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas, firasat
buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
b.
Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu, tidak dapat
istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.
34
c.
Ketakutan ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal
sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar,
ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan
orang banyak.
d.
Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, terbangun pada
malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk,
mimpi yang menakutkan.
e.
Gangguan kecerdasan ditandai dengan sukar konsentrasi, daya ingat
buruk, daya ingat menurun.
f.
Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih, bangun
dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah
sepanjang hari.
g.
Gejala somatik ditandai dengan nyeri pada otot, kaku, kedutan otot,
gigi gemerutuk, suara tidak stabil.
h.
Gejala sensorik ditandai oleh tinitus, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.
i.
Gejala kardiovaskuler ditandai oleh takikardi, berdebar-debar, nyeri
dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak
jantung hilang sekejap.
j.
Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit di dada,
perasaan terkecik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas
panjang.
35
k.
Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual, perut
melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan setelah
makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh,
muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi.
l.
Gejala urogenital ditandai oleh sering kencing, tidak dapat menahan
kencing, amenorrhoe, menorrhagia, masa haid berkepanjangan,
masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, frigiditas,
ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang, impoten.
m. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah, mudah
berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu
berdiri.
n.
Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisah, tidak tenang,
jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot
meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah.
5.
Cara Penilaian Kecemasan
Cara penilaian tingkat kecemasan menurut Hawari (2007) sebagai
berikut:
a.
Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali.
b.
Skor 1 : 1 dari gejala yang ada.
c.
Skor 2 : separuh dari gejala yang ada.
d.
Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada.
e.
Skor 4 : semua gejala ada.
36
Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai
dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut :
6.
a.
Skor kurang dari 14
= tidak ada kecemasan.
b.
Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan.
c.
Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang.
d.
Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat.
e.
Skor 42 sampai dengan 56 = kecemasan berat sekali/panik.
Penatalaksanaan non farmakologi
a. Distraksi
Distraksi
merupakan
metode
untuk
menghilangkan
kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain
sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus
sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang
bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit
stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter dan Perry, 2006).
Menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) salah satu
distraksi yang efektif adalah dengan Murottal (mendengarkan bacaan
Al-Qur’an),
yang
dapat
menurunkan
hormon-hormon
stres,
mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks,
dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang,
memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan
darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi,
dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau
37
lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali
emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.
b. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari
ketegangan. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika
terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri
(Potter dan Perry, 2006).
C. Terapi Murottal
1.
Definisi
Menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) murottal adalah
rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang qori’ (pembaca
Al-Qur’an). Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara
manusia, sedangkan suara manusia merupakan instrumen penyembuhan
yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat
menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin
alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari
rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan
yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali
emosi, pemikiran yang lebih dalam dan
metabolisme yang lebih baik.
38
2.
Mekanisme murottal terhadap kecemasan
Terapi murotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam
mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam membentuk koping
baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis
besar terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang
indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan
dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi
(Faradisi, 2012).
Menurut Oriordan (2002) dalam Faradisi (2012) terapi murotal
memberikan dampak psikologis kearah positif, hal ini dikarenakan ketika
murotal diperdengarkan dan sampai ke otak, maka murotal ini akan
diterjemahkan oleh otak. Persepsi kita ditentukan oleh semua yang telah
terakumulasi, keinginan, hasrat, kebutuhan dan pra anggapan. Menurut
Krishna (2001) dalam Faradisi (2012) keinginan dan harapan terbesar
pasien yang akan menjalani operasi adalah agar operasi dapat berjalan
lancar dan pasien dapat pulih seperti semula. Maka kebutuhan terbesar
adalah kekuatan penyokong, yaitu realitas kesadaran terhadap adanya
Tuhan Yang Maha Esa. Menurut MacGrego (2001) dalam Faradisi
(2012) dengan terapi murotal maka kualitas kesadaran seseorang
terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al- Quran
atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada
Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha,
merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14Hz. Ini merupakan
39
keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan stres dan
menurunkan. Dalam keadaan tenang otak dapat berpikir dengan jernih
dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan, akan terbentuk
koping, atau harapan positif pada pasien.
3.
Manfaat
Berikut ini adalah beberapa manfaat dari murottal (mendengarkan bacaan
ayat-ayat suci Al-Qur’an) menurut Heru (2008) dalam Siswantinah
(2011) :
a.
Mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tartil akan
mendapatkan ketenangan jiwa.
b.
Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia,
suara
manusia
merupakan
instrumen
penyembuhan
yang
menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat
menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin
alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari
rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga
menurunkan
tekanan
darah
serta
memperlambat
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang
otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut
sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran
yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.
Menurut Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) bacaan surat
Al-Qur’an yang terbaik adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an
40
adalah surat Al-Faatihah, dan pemahaman terhadap Al-Qur’an diawali
dengan pemahaman terhadap Al-Faatihah. Surat tersebut juga dapat
digunakan untuk mengurangi /menurunkan kecemasan. Keseluruhan
efeknya telah menjadikan Al-Faatihah sangat selaras dengan nuansa sholat
dan ibadah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta kualitas nada hurufnya
yang tinggi membuat Al-Faatihah mudah dibaca dan dihafal semua orang
dengan latar belakang apa pun. Al-Faatihah merupakan surat yang paling
banyak dibaca oleh umat manusia, karena Al-Faatihah harus dibaca dalam
setiap sholat.
Ketika seseorang mendengarkan alunan Al-Fatihah, sinyal itu akan
ditangkap oleh daun telinga. Selanjutnya impuls bacaan Al-Faatihah
diteruskan sampai talamus (bagian batang otak). Bila seseorang
memahami bahasa/makna Al-Faatihah, impuls akan diteruskan ke area
auditorik primer dan sekunder, lalu diolah di area wernicke untuk
diinterpretasikan makna-maknanya. Kemudian, impuls akan diasosiasikan
ke area prefrontal agar terjadi perluasan pemikiran atau pendalaman
makna yang turut berperan dalam menetukan respon hipotalamus terhadap
makna-makna tersebut. Hasil yang diperoleh di area Wernicke akan
disimpan sebagai memori, lalu dikirimkan ke amigdala untuk ditentukan
reaksi emosionalnya. Oleh karena itu, jika kita meresapi makna AlFaatihah, maka kita akan memperoleh ketenangan jiwa.
Mendengarkan Al-Faatihah tanpa mengetahui maknanya juga
bermanfaat walaupun tidak sebesar bila mengetahui maknanya. Bacaan
41
Al-Faatihah yang didengarnya, impuls dari talamus akan tetap dikirim ke
amigdala, walaupun tidak ditransmisikan ke korteks. Apabila seseorang
mendengar bacaan Al-Fatihah secara tartil dan didengar dengan hati yang
ridha dan ikhlas, maka bacaan Al-Faatihah akan berpengaruh positif
terhadap mental.
BAB III
LAPORAN KASUS
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. K dengan diagnosa medis
fraktur collum femur sinestra, dilaksanakan pada tanggal 10-12 April 2014.
Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
A. Identitas klien
Cara pengkjian pada tanggal 10 April 2014 jam 09.00 WIB, pada
kasus ini dilakukan dengan cara alloanamnesa dan autoanamnesa. Perawat
mengadakan wawancara, pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan
fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat. Dari data pengkajian
tersebut didapat hasil identitas klien bahwa klien bernama Tn. K umur 85
tahun beragama Islam dengan alamat Sukurejo, Baturetno RT 01 RW 08
Wonogiri yang dirawat diruang Mawar RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri. Tn.K di rawat sejak hari rabu tanggal 09 april 2014 dan di
diagnosa dokter bahwa Tn. K menderita fraktur collum femur sinestra. Yang
bertanggung jawab kepada klien adalah Tn. T, berumur 45 tahun, pekerjaan
butuh, pendidikan terakhir SMP, beragama islam, dengan alamat Sukurjo,
baturetno RT 01 RW 08 Wonogiri.
B. Pengkajian
Pengkajian tentang riwayat kesehatan pasien didapatkan data,
keluhan utama yang dirasakan klien mengatakan kaki kirinya patah. Riwayat
penyakit sekarang pasien mengatakan kakinya sakit karena patah, nyeri
42
43
seperti ditusuk-tusuk, patah pada kaki kiri, skala nyeri 6, nyeri bertambah saat
kaki digerakan. Nyeri dirasakan selama ± 1 bulan setengah setelah jatuh dari
sepada ± 2 tahun yang lalu, saat kecelakan dulu tidak merasakan sakit apaapa. Tanggal 9 April 2014 pasien mengatakan kakinya terasa sangat nyeri lalu
oleh keluarga di bawa ke IGD RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso, dan di
rontgen ternyata hasinya fraktur collum femur pada kaki kiri. Pasien di
rencanakan akan di operasi pada hari senin tanggal 14 April 2014. Pasien
mengtakan takut dan khawatit untuk di lakukan operasi. Pasien
tanpak
tegang dan gelisah, pengkajian skor HRS-A didapatkan skor 24 (kecemasan
tingkat sedang), pasien terpasang infus RL 20 tpm, TD : 110/60 mmHg, S :
36,80C, Nadi 90 kali/ menit dan RR : 26 kali/menit. Pasien mendapakan
terapi ceftriaxone 250 mg/8 jam dan ketorolac 10mg/ 8 jam.
Pada pengkajian penyakit dahulu pasien mengatakan sebelumnya
pernah rawat inap karena muntah-muntah, tidak pernah operasi, tidak
mempunyai riwayat alergi obat maupun makanan, tentang imunisasi pasien
sudah lupa, pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok ataupun minumminuman beralkohol, tidak ada penyakit keturunan seperti DM, hipertensi,
dan lain-lain.
44
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: garis perkawinan
: garis keturunan
: pasien
: tinggal bersama
Gambar 3.1 Genogram
Pada pola pengkajian primer didapatkan data airway pasien tidak ada
sumbatan atau obstruksi oleh sekret maupun benda asing, breathing RR 26
kali/menit, tidak ada suara nafas tambahan, circulation TD 110/60mmHg,
nadi 90 x/ menit, bunyi jantung normal, membran mukosa bibir kering, tidak
sianosis, disability pasien komposmentis GCS : E4 M6 V5 serta ekposure
pasien suhu 36,80C, tedapat fraktur pada kaki kiri.
Pada pengkajian fungsi kesehatan menurut Gordon, pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan klien mengatakan sakitnya ini perlu pengobatan atau
perawatan karena bila tidak akan menghambat aktivitas sehari-hari. Pasien
45
mengatakan sebelumnya bila sakit biasanya pasien hanya membeli obat
warung tidak di bawa ke dokter maupun pelayanan kesehatan lainnya.
Pola nutrisi dan metabolik klien mengtakan sebelum sakit makan 3
kali dalam sehari dan habis 1 porsi setiap makan, dengan menu nasi, sayur,
lauk ikan, pasien tidak begitu suka dengan daging. Dan klien minum sehari ±
6 gelas perhari. Selama sakit klien mengatakan makan tetap 3 kali dalam
sehari tetapi hanya habis setengah porsi dari yang di sediakan oleh RS, karena
klien tidak suka dengan menu makanan yang disediakan oleh RS, minum 4-5
gelas sehari.
Pengkajian pola eliminasi klien mengatakan sebelum masuk rumah
sakit klien BAB 1 kali dalam sehari setiap pagi dengan teratur, konsistensi
lunak berbentuk tidak ada keluhan dalam BAB. Klien mangatakan tidak
pernah menggunakan obat pencahar. BAK lancar dan tidak ada keluhan,
sehari ± 5-6 kali, tidak ada keluhan dalam BAK, warna kuning jernih. Selama
di rumah sakit klien mengatakan sampai saat ini di kaji belum BAB, klien
mengatakan di rumah sakit pasien BAK lancar tidak ada keluhan dan warna
urine kuning jernih, klien pipis menggunakan pispot.
Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan sebelum sakit kemampuan
perawatan diri dalam makan atau minum, toileting, berpakainan, mobilitas di
tempat tidut, berpindah, dan ambulasi atau ROM klien melakukan dengan
mandiri. Selama di rumah sakit kemampuan perawatan diri dalam makan atau
minum, toileting, berpakainan, mobilitas di tempat tidut, berpindah, dan
46
ambulasi atau ROM tidak dapat melakukannya secara mandiri klien
tergantung total.
Pengkajian pola istirahat dan tidur klien mengatakan saat dirumah
klien tidur teratur ± 7 jam setiap malam, dan ± 1 jam tidur siang tidak ada
gangguan dalam tidur, saat sakit klien tidak ada masalah dalam tidur, tidur
malam ± 7 jam setiap malam, dan ± 2 jam tidur siang.
Pengkajian pola presepsi klien mengatakan pendengarannya sedikit
menurun dan penglihatannya sedikit kabur karena faktor usia, pasien
mengatakan nyeri, nyeri karena patah tulang, nyeri seperti di tusuk-tusuk,
nyeri pada kaki kiri, skala nyeri 6, nyeri saat digerakan. Pasien mengatakan
takut menghadapi operasi. Hasil pengkajian HARS didapatkan skor : 24
(cemas sedang).
Pola persepsi dan konsep diri, body image klien mengatakan selalu
bersyukur pada Tuhan masih diberi anggota tubuh yang lengkap meskipun
saat ini ada bagian tubuhnya yang sakit, ideal diri klien, klien bergarap segera
sembuh dan keadaanya membaik setelah dapat perawatan, harga diri pasien
mengatakan sudah merasa menjadi kepala keluarga yang baik, peran klien
sebagai ayah dari 5 anak, dan identitas klien adalah seorang laki-laki berusia
85 tahun. Pola peran dan hubungan klien mengatakan seorang duda, karena
istrinya meninggal beberapa tahun yang lalu, hubungan pasien dengan
keluarga dan masyarakat baik. Pola seks dan reproduksi klien sebelum dan
selama mengatakan klien mempunyai 5 anak dan cucu 8. Pola koping dan
47
toleransi stress, klien mengatakan takut menghadapi tindakan operasi. Pola
nilai dan keyakinan klien mengatakan beragama islam, klien taat beribadah.
Pemeriksaan fisik pada Tn. K keadaan atau penampilan umum klien
tampak lemah, kesadaran composmentis, TD : 110/60 mmHg, S : 36,80C,
Nadi 90 kali/ menit dan RR : 26 kali/menit. Bentuk kepala meshocepal, tidak
ada bekas luka/trauma, kulit kepala sedikit kotor, rambut berwarnaputih
berketombe. Pada muka, sklera mata tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
pupil isokor, reflek cahaya kanan dan kiri sama, tidak mengunaka alat batu
penglihatan. Bentuk hidung simetris, kebersihan terjaga, mukosa mulut
kering, gigi berlubang dan ompong, telinga kebersihannya terjaga, tidak ada
serumen yang berlebihan, pendengaran sedikit menurun. Pada leher tidah ada
pembesaran vena jigularis, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, reflek
menelan positive.
Pada pemeriksaan dada, paru inspeksi : dada simetris, tidak ada luka
dan jejas, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan
dan kiri sama, perkusi : terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru,
auskultasi : tidak terdengar suara tambahan, bunyi nafas reguler. Jantung
inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas, palpasi : ictus cordis teraba di
SIC V, perkusi : terdengar bunyi pekak, batas kanan atas SIC 2 linea paru
dextra, batas kiri atas SIC 2 linea paru sinstra, batas kanan bawah SIC 4
lineaparu sternalis dextra, batas kiri SIC 4 linea midian clavikula sinestra,
pada auskultasi : bunyi jantung I (lub) penutupan katup mitra dan tripuspidal
bunyi jantung II (dub) penutupan katup aorta dan pulmonal tidak terdengar
48
bunyi tambahan. Pada pemriksaan abdomen inspeksi : warna kulit
kecoklatan, tidak ada jejas atau luka, auskultasi, auskultasi bising usus
terdengar dengan frekuensi kurang dari 8 kali per menit, perkusi : kuadran 1
teraba organ hati, suara redup, kuadran 2 terdapat organ lambung, suara
tympani, kuadran 3 dan 4 terabaorgan ginjal dan usus terdengar suara
timpani. Palpasi tidak ada pembesaran hati. Pada pemerikasaan genetalia
kebersihan terjaga, tidak terpasang DC. Pemeriksaan rectum kebersihan
terjaga. Pada pemeriksaan ekstremitas, pada ektremitas atas kekuatan otot
kanan 4 kiri 5, ROM kanan dan kiri baik, capilary refille kembali kurang dari
2 detik, akral hangat, pada ekstremitas bawah kekuatan otot kaki kanan 5,
kaki kiri 0, ROM kaki kanan baik, akral hangat.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 9 April 2014
menunjukan Hb 12,3 g/dl, Hematokrit 41,5 %, MCV 89,2 fl, MCH 28,8 pg,
MCHC 31,2 g/dl, RDW 14,5 %, GDS 124 mg/dl, SGOT 28 u/l, SGPT 32 ul/l,
ureum 24 mg/dl, dan kreatinin 117 u/l. Pada tanggal 9 april 2014 pasien juga
di lakukan pemeriksaan EKG dengan hasil gambaran EKG frekuensi 81x/
menit, interval PR normal, gelombang QRS normal, interprestasi dari
gambaran EKG tersebut adalah sinus rhitmy. Pasien mendapatkan terapi obat
Ceftriaxone 250/8 jam dan ketorolak 10 mg/8 jam.
C. Daftar Perumusan Masalah
Analisa data pada tanggal 10 april 2014 pukul 09.00 WIB didapatkan
data subjektif pasien mengatakan kaki kirinya sakit, P : nyeri karena patah, Q
: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : kaki sebelah kiri, S : skala nyeri 6, T : nyeri
49
bertambah saat kaki digerakan. Data obyektif pasien didapat kan data wajah
pasien tampak meringis menahan sakit terutama saat kaki digerakan, klien
melindungi kakinya saat digerakan, TD : 110/60 mmHg, Nadi : 90x/ menit,
RR : 26x/ menit, S : 36,80C, dari data fokus tersebut didapatkan masalah
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
Dari data pengkajian 09.15 WIB data subjektif takut menghadapi
operasi, dan data objektif pasien tampak gelisah dan tegang, dari data
pengkajian HARS di dapatkan skor 24 yang artinya pasien mengalami
kecemasan sedang, Nadi 90 kali per menit dan respirasi 26 kali per menit.
Dari data di atas penulis mengangkat masalah keperawatan pada Tn. K cemas
berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan.
Dari pengkajian jam 09.35 WIB didapatkan data subjektif pasien
mengatakan kakinya bertambah sakit saat digerakan, pasien mengatakan
aktivitasnya di bantu keluarga. Data objektif yang di dapat klien belum bisa
mengangkat kakinya, kekuatan otot 0 pada kaki kiri, aktivitas dan latihan
tergantung total , maka didapatkan masalah keperawatan hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.
Prioritas diagnosa pada kasus Tn. K adalah nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan muskuloskeletal dan cemas berhubungan dengan ancaman pada
status kesehatan.
50
D. Perancanaan
Berdasakan hasil prioritas diagnosa masalah keperawatan penulis
menentukan rencana keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cidera
fisik dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil, secara subjektif klien
melaporkan nyeri, klien tidak gelisah, dan skala nyeri berkurang menjadi 3.
Dengan intervensi kaji nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasional mengidentifikasi
karakteristik nyeri pasien, observasi tanda-tanda vital dengan rasional
peningkatan nadi menunjukan adanya nyeri, atur posisi kaki sakit abduksi
menggunakan bantal dengan rasional meningkatkan sirkulasi yang umum,
menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot, ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional analgetik memblok
lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskoletal
dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam gangguan mobilitas bisa diminimalkan degan kriteria hasil,
kekuatan otot meningkat menjadi 2, klien mampu beraktivitas kembali secara
bertahap, dapat melakukan perpindahan/ pergerakan. Dengan intervensi
rencanakan periode isterihat yang cukup, dengan rasional mengurangi
aktifitas energi yang tidak terpakai, ajarkan dan dukung pasien dalam latihan
ROM aktif dan pasif, dengan rasional mempertahankan atau meningkatkan
pertahanan otot, pertahankan spalek atau elastis perban, dengan rasional
51
mempertahankan imobilisasi pada tulang yang patah, observasi tingkat
pergerakan klien, dengan rasional untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kerusakan mobilisasi.
Cemas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan dengan
tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam di harapakan cemas berkurang dengan kriteria hasil skor HARS
menjadi 7-14 ( cemas ringan ), TTV dalam batas normal yaitu Nadi : 60-100
kali/ menit, RR :16-20 kali/menit, postur tubuh, ekspresi, bahasa tubuh
menunjukan berkurang kecemasan. Dengan intervensi kaji tingkat kecemasan
pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien, jelaskan
maksud dan tujuan operasi dengan rasional meningkatkan pengetahuan klien,
ajarkan pasien teknik relaksasi dengan rasional meningkatkan kemampuan
pasien dalam mengatasi kecemasan, berikan terapi murottal ( surat al-fatihah )
selama 15 menit dengan rasional efektif menurunkan kecemasan pasien, dan
kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam pemberian anti anxietas
dengan rasional pengobatan mungkin di perlukan bila cemas berlanjut.
E. Implementasi
Pada hari Kamis tanggal 10 April 2014 pukul 09.00 WIB dilakukan
tindakan untuk diagnosa pertama, mengkaji nyeri (P, Q, R, S, T), respon
subjektif pasien mengatakan P : nyeri karena patah, Q : nyeri seperti di tusuktusuk, R : kaki sebelah kiri, S: skala nyeri 6, T : nyeri bertambah saat kaki
digerakkan, respon objektif : wajah pasien tampak meringis menahan sakit,
terutama saat kaki digerakkan, klien melindungi kaki saat digerakan. Pukul
52
09.05 dilakukan tindakan mengobservasi TTV, dengan respon subjektif
pasien mengatakan bersedia, respon objektif pasien kooferatif, TD 110/60
mmHg, nadi 90 kali/menit, RR 26 kali/menit, suhu 36,80C. Pukul 09.25
WIB dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi, dengan respon
subjektif pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi, respon
objektif pasien tampak sedikit rileks. Pukul 10.30 WIB dilakukan tindakan
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat ketorolak 10mg dengan
respon subjektif pasien mengatakan sedikit sakit saat suntik, respon objektif
obat sudah masuk 10 mg melalui IV.
Pukul 09.35 WIB dilakukan tindakan untuk diagnosa kedua yaitu
mengobservasi tingkat pergerakan klien dengan respon subjektif pasien
mengatakan kaki kirinya bertambah sakit saat digerakan, respon objektif klien
belum bisa menggerakan kaki kirinya, kekuatan ototnya 0, aktivitas dan
latihan tergantung total. Pukul 12.30 WIB dilakukan tindakan mengajarkan
ROM pada ekstremitas bawah kaki kanan
pada diagnosa ke 3, respon
subjektif pasien mengatakan otonya lebih lebih rileks dan tidak kaku, respon
objektif pasien kooperatif.
Pukul 09.15 dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa ketiga
mengkaji tingkat kecemasan pasien, respon subjektif pasien mengatakan takut
menghadapi operasi, respon objektif pasien tanpak tegang dan gelisah, klien
mengalami kecemasan tingkat sedang dengan skor HARS 24. Pukul 09.25
WIB dilakukan tindakan
mengajarkan teknik relaksasi, dengan respon
subjektif pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi, respon
53
objektif pasien tampak sedikit rileks. Pukul 11.00 WIB dilakukan tindakan
memberikan terapi murottal surat al-fatihah selama 15 menit dengan respon
subjektif pasienmengatakan lebih tenang, respon objektif ekspresi wajah klien
rileks,skor HARS : 20.
Pada hari jum’at tanggal 11 april 2014 pukul 08.00 WIB dilakukan
tindakan pada diagnosa pertama mengkaji nyeri (P,Q,R,S,T) dengan respon
subjektif pasien mengatakan P: nyeri karena patah, Q: Nyeri seperti ditusuktusuk, R: pada kaki kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri bertambah saat digerakan,
respon objektif ekspresi wajah klien tampak rileks. Pukul 08.15 WIB
melakukan tindakan observasi tanda-tanda vital tidak ada respon subjektif,
respon objektif pasien kooperatif TD: 110/60 mmHg, nadi 72 kali /menitsuhu
370C RR 26 kali /menit. Pukul 10.30 WIB dilakukan tindakan berkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian therapy obat ketorolac 10mg melalui iv,
respon subjektif pasien merasakan sedikit sakit saat obat masuk, respon
objektif obat masuk melalui obat masuk iv ketorolac 10 mg. Pukul 12.30
dilakukan tindakan mengobservasi tanda-tanda vital, respon subjektif tidak
ada, respon objektif TD 120/60 mmHg, nadi 72 kali /menit, suhu 370Cdan RR
24 kali /menit.
Pada hari jum’at tanggal 11 April 2014 pukul 11.00 dilakukan
tindakan keperawatan kedua menganjurkan pasien istrahat yang cukup,
respon subjekif pasien mengatakan akan istirahat yang cukup, respon objektif
pasien kooperatif
54
Pada hari jum’at tanggal 11 april 2014 pukul 08.30 dilakukan tindakan
pada diagnosa ketiga mengkaji tingkat kecemasan pasien, respon subjektif
pasien mengatakan masih merasa takut dilakukan operasi, pasien tampak
sedikit gelisah dengan HARS skor 20. Pukul 08.40 WIB memberikan teraphy
murottal surat al-fatihah selama 15 menit respon subjektif pasien mengatakan
tenang dan tidak takut dilakukan operasi, respon objektif pasien rileks dan
tidak gelisah dengan skor HARS 14. Pukul 12.30 dilakukan tindakan
mengobservasi tanda-tanda vital pada, respon subjektif tidak ada,
respon objektif TD 120/60 mmHg, nadi 72 kali/menit, suhu 370C dan
RR 24 kali /menit.
F. Catatan Perkembangan atau Evaluasi
Kamis, 10 april 2014 pukul 14.00 WIB evaluasi pada diagnosa
pertama pasien mengatakan P: nyeri karena patah, Q : nyeri seperti di tusuktusuk, R : kaki sebelah kiri, S : skala nyer 6, T : nyeri bertambah saat kaki
digerakan, hasilobservasi: wajah pasien tampak meringis menahan sakit,
terutama saat kaki digerakan, klien melindungi kakinya saa digerakan, TD
110/60 mmHg, nadi 90kali permenit, RR 26 kali per menit, suhu 36,80C. dari
semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan
belum teratasi, lanjutkan intervensi ajarkan teknik relaksasi observasi nyeri,
pantau TTV, kolaborasi pemberian analgetik.
Evaluasi diagonosa keperawatan yang kedua pasien mengatakan kaki
kirinya bertambah sakit saat digerakan, hasil observasi klien belum bias
menggerakan kaki kirinya, kekuatan otot 0, aktivitas dan latihan tergantung
55
total, dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah
keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi pertahankan penggunaan
spalek dan elastis perban.
Pada evaluasi diagnosa ketiga pasien mengatakan takut menghadapi
operasi, hasil observasi pasien tanpak tegang dan gelisah, klien mengalami
kecemasan tingkat sedang dengan skor HARS 24, dari semua tindakan
keperawatan yang dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum
teratasi, lanjutkan intervensi, ajarkan teknik relaksasi, observasi tingkat
kecemasan, berikan terapi murottal.
Jum’at , 11april 2014 pukul 14.00 WIB evaluasi pada diagnose
pertama pasien mengatakan P: nyeri karena patah, Q : nyeri seperti di tusuktusuk, R : kaki sebelah kiri, S : skala nyeri 4, T : nyeri bertambah saat kaki
digerakan, hasil observasi: wajah pasien tampak rileks , klien melindungi
kakinya saa digerakan, TD 120/60 mmHg, nadi 72 kali permenit, RR 22 kali
per menit, suhu 37 0C. dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan
hasil masalah keperawatan teratasi sebagian, lanjutkan intervensi.
Evaluasi diagonosa keperawatan yang kedua pasien mengatakan kaki
kirinya masih sakit untuk digerakan pasien mengatakan akan istirahat, hasil
observasi klien masih belum bisa menggerakan kaki kirinya, kekuatan otot 0,
aktivitas dan latihan tergantung total, dari semua tindakan yang telah
dilakukan didapatkan hasil masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi
pertahankan penggunaan spalek dan elastis perban.
56
Pada evaluasi diagnose ketiga pasien mengatakan tenang dan tidak
takut untuk operasi, hasil observasi pasien tanpak tenang dan tidak
gelisah,skor HARS 14, dari semua tindakan keperawatan yang dilakukan
didapatkan hasil masalah keperawatan teratasi, pertahankan intervensi.
57
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan tentang Tn.K
dengan fraktur collum femur di ruang mawar RSUD Dr.Soediran Mangun
Sumarso. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian
maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Terkait dengan hal tersebut pada
bab ini penulis akan melakukan pembahasan tentang pemberian terapi murottal
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan Tn.K dengan pre
operasi fraktur collum femur di ruang mawar RSUD. Dr.Soediran Mangun
Sumarmo. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
Dalam melakukan pengkajian terhadap Tn.K penulis menggunakan
metode wawancara, observasi, serta catatan rekam medis. Pengkajian adalah
proses pengumpulan data relevan yang kontinue tentang respon manusia,
kekuatan dan masalah klien (Dermawan, 2012). Keluhan utama pada klien adalah
kaki kirinya patah dengan diagnosa medis fraktur collum femur. Fraktur collum
femur adalah suatu keadaan terputusnya atau hancurnya leher femur yang
disebabkan oleh trauma (Muttaqin, 2011).
Data yang menunjukkan penulis menegakkan diagnosa keperawatan nyeri
akut berhubungan dengan agan cidera fisik yaitu klien mengatakan kakinya sakit
karena patah, nyeri seperti ditusuk-tusuk, patah pada kaki kiri, skala nyeri 6, nyeri
bertambah saat digerakkan, data objektif
57
didapatkan wajah pasien tampak
58
meringis menahan sakit terutama saat kaki digerakan, klien melindungi kakinya
saat digerakan, TD : 110/60 mmHg, Nadi : 90x/ menit, RR : 26x/ menit, S :
36,80C. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau
gambaran dalam hal kerusakan yang sedemikian rupa (International for the Study
of pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang
dari 6 bulan (Herdman, 2009-2011).
Penyebeb nyeri pada pasien fraktur disebabakan karena terjadinya trauma
pada femur, sehingga tulang gagal menahan tekanan terutama tekanan
membengkok, memutar dan menarik maka terjadi fraktur yang dapat
mengakibabkan kerusakan fragmen tulang, spasme otot, cedera jaringan
lunak,kerusakan neuromuskuler dan deformitas yang ditandai dengan keluhan
nyari (Muttaqin,2008). Dari data di atas pasien mengalami nyeri skala 6, termasuk
nyeri sedang. Pengkajian nyeri dengan menggunakan skala analog visual
merupakan alat paling umum yaitu dengan menggunakan angka 0-10. Angka 0
tidak ada nyeri, angka 1-3 adalah nyeri ringan, angka 4-6 adalah nyeri sedang,
angka 7-8 adalah nyeri hebat, angka 9 adalah nyeri sangat hebat dan angka 10
adalah nyeri paling hebat (Potter dan Perry, 2006).
Penulis mengambil etiologi agen cidera fisik berdasarkan
pengkajian
riwayat penyakit sekarang yaitu pasien mengatakan fraktur terjadi karena jatuh
dari sepeda. Kejadian fraktur yang dialami Tn.K disebabkan kekerasan langsung.
Etiologi dari fraktur adalah kekerasan langsung, kekerasan tidak langsung dan
59
kekerasan akibat tarikan otot. Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan
garis patahan melintang atau miring. Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang yang jauh dari ditempat terjadinya kekerasan. Bagian yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot adalah patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan (Wahid, 2013).
Batasan karakteristik nyeri akut adalah perubahan selera makan,
perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi pernafasan, laporan isyarat,
diaforesis, perilaku distraksi, mengekspresikan perilaku, masker wajah, perilaku
berjaga-jaga/ melidungi area nyeri, fokus menyempit, indikasi nyeri yang dapat
diamati, perubahan posisi yang untuk menghindari nyeri, sikap tubh melindungi,
dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, gangguan tidur dan melaporkan nyeri secara
verbal (Herdman, 2009-2011). Data pada kasus Tn.K yaitu melaporkan nyeri
secara verbal, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi
area nyeri pada femur, sehingga sesuai dengan batasan karakteristik secara teori.
Intervensi yang dilakukan pada masalah keperawatan nyeri berhubungan
dengan agen cidera fisik dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil,
secara subjektif klien melaporkan nyeri, klien tidak gelisah, dan skala nyeri
berkurang menjadi 3. Intervensi yang disusun yaitu kaji nyeri (P, Q, R, S, T)
dengan rasional mengidentifikasi karakteristik nyeri pasien, observasi tanda-tanda
60
vital dengan rasional peningkatan nadi menunjukan adanya nyeri, atur posisi kaki
sakit abduksi menggunakan bantal dengan rasional meningkatkan sirkulasi yang
umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot, ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional analgetik memblok lintasan
nyeri, sehingga nyeri akan berkurang (Wilkinson, 2007).
Implementasi pada pasien untuk diagnosa keperawatan nyeri dilakukan
selama 2 hari, tindakan yang dilakukan yaitu : mengkaji nyeri (P, Q, R, S, T),
mengobservasi TTV, mengajarkan teknik relaksasi, berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat ketorolak 10mg. Intervensi yang tidak dilakukan penulis
yaitu atur posisi kaki sakit abduksi menggunakan bantal dengan rasional
meningkatkan sirkulasi yang umum,, karena pada saat pengelolan pasien, tidak
didapatkan data maupun respon yang menunjukan penulis harus melakukan
tindakan tersebut.
Evaluasi masalah keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
dari tindakan yang penulis lakukan dapat disimpulkan masalah diteratasi
sebagaian, masalah yang teratasi yaitu ekspresi pasien klien rileks skala nyeri
menjadi 4, masalah yang belum teratasi
skala nyeri. Penulis mengalami
keterbatasan dalam waktu pengelolaan tindakan keperawatan hanya 2 hari. Dalam
teori penatalaksanaan nyeri dilakukan selama 2 minggu (Potter dan Perry, 2006).
Data yang menunjukkan penulis menegakkan diagnosa keperawatan
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal yaitu
pasien mengatakan kakinya bertambah sakit saat digerakan, pasien mengatakan
61
aktivitasnya di bantu keluarga. Data objektif yang di dapat klien belum bisa
mengangkat kakinya, kekuatan otot 0 pada kaki kiri, aktivitas dan latihan
tergantung total, ROM pasif pada kaki kiri. Hambatan mobiltas fisik adalah
keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas (Nur
Arif dan Kusuma, 2013).
Pada pasien fraktur mengalami hambatan mobilitas fisik di sebabkan
karena diskontinuitas tulang, yang mengakibatkan perubahan jaringan sekitar
maka terjadi pergesaran fragmen tulang, pasien mengalami deformitas dan
gangguan fungsi ekstremitas (Arif dan Kusuma, 2013). Kekuatan otot pada Tn.K
didapatkan data kaki kiri yang fraktur 0, yang artinya pada pasien tidak terjadi
kontraksi otot sama sekali/tergantung total (Purwanti dan Purwaningsih, 2013).
Aktivitas dan latihan pada Tn.K tergantung total serta pasien belum bisa
mengangkat kakinya. Pada pasien fraktur dapat mengalami keterbatasan
melakukan pergerakan akibat adanya kerusakan pada fragmen tulang, spasme
otot. Dalam teori disebutan pada pasien fraktur didapatkan adanya gangguan atau
keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan kaki dan penurunan
kekuatan otot ekstremitas bawah dalam melakukan penurunan (Muttaqin, 2008).
Penulis mengambil etiologi kerusakan muskuloskeletal berdasarkan data
pada pengkajian pasien mengatakan kakinya sakit saat digerakkan, aktivitas di
bantu oleh keluarga. Kerusakan muskuloskeletal disebabkan adanya pengulangan
gerakan yang terus menerus; kekuatan yang berlebihan sehingga menyebabkan
kelelahan otot dan menimbulkan rasa nyeri; tekanan mekanis yang disebabkan
oleh cedera akibat benda tajam (Andayasari dan Anorital, 2012).
62
Batasan karakteristik untuk hambatan mobilitas fisik yaitu postur tubuh
yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin harian, keterbatasan
kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus, tidak ada koordinasi
atau pergerakan yang tersentak-sentak, keterbatasan ROM, kesulitan berbalik,
perubahan gaya berjalan, penurunan waktu reaksi, bergerak menyebabkan nafas
menjadi pendek, usaha yang kuat untuk perubahan gerak, bergerak yang lambat,
dan bergerak menyebabkan tremor (Nur Arif dan Kusuma, 2012). Data yang
menurut teori ada pada Tn.K adalah ADL di bantu keluarga atau orang lain, kaki
kirinya susah untuk digerakan, pasien tidak bisa mengangkat kakinya, kekuatan
otot 0, aktivitas dan latihan tergantung total.
Intervensi diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan muskuloskoletal dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam gangguan mobilitas bisa
diminimalkan dengan kriteria hasil, kekuatan otot meningkat menjadi 2, klien
mampu beraktivitas kembali secara bertahap, dapat melakukan perpindahan/
pergerakan. Intervensi yang disusun yaitu rencanakan periode isterihat yang
cukup, dengan rasional mengurangi aktifitas energi yang tidak terpakai, ajarkan
dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif dengan rasional
mempertahankan atau meningkatkan pertahanan otot, pertahankan spalek atau
elastis perban dengan rasional mempertahankan imobilisasi pada tulang yang
patah, observasi tingkat pergerakan klien dengan rasional untuk mengetahui
sejauh mana tingkat kerusakan mobilisasi (Wilkinson,2007).
63
Implementasi pada diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik selema
2 hari dilakukan tindakan mengobservasi tingkat pergerakan klien, menganjurkan
pasien pasien untuk istirahat yang cukup mengajarkan ROM pada ekstremitas
bawah kaki kanan.dan mempertahankan elasti perban. Tindakan yang penulis
lakukan sesuai dengan intervensi yang telah penulis susun.
Evaluasi diagnosa keperawatan hambatan mobilitas berhubungan dengan
kerusakan muskuloskeletal dari tindakan yang penulis lakukan selama 2 hari dapat
disimpulkan masalah keperawatan teratasi sebagian, karena kekuatan otot, ROM
dan aktivitas belum sesuai kriteria hasil. Penulis mengalami kerbatasan dalam
waktu pengelolaan tindakan keperawatan hanya dua hari. Dalam teori diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik dapat kembali normal dalam waktu empat
bulan (Potter dan Perry, 2006).
Data yang menunjukkan penulis menegakkan diagnosa keperawatan
ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan yaitu pasien
mengatakan takut dan khawatir menghadapi operasi, dan data objektif pasien
tampak gelisah dan tegang, dari data pengkajian HRS-A di dapatkan skor 24 yang
artinya pasien mengalami kecemasan sedang, Nadi 90 kali/ menit dan respirasi 26
kali/ menit. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama
disertai respons autonom (sumber sering tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi oleh terhadap bahaya.
Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan
adanya bahaya dan memampukan individu utuk bertindak menghadapi ancaman
(Herdman, 2009-2011).
64
Dalam teori pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya,
yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya, mekanisme
koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif (Muttaqin, 2008). Pada kasus
Tn.K kecemasan disebabkan karena ketakutan menghadapi operasi di tandai
dengan pasien tegang dan gelisah. Tanda dari kecemasan adalah adanya resfon
fisiologis, respon perilaku, kognitif dan afektif yaitu salah satunya pasien tegang,
gelisah, frekuensi nadi tidak teratur dan cepat serta pernafasan cepat (Stuart,
2007).
Penulis mengambil etiologi ancaman pada status kesehatan karena dari
data pasien, pasien akan dilakukan operasi. Tindakan pembedahan merupakan
pengalaman yang sulit bagi semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa
terjadi yang akan membahayakan bagi pasien (Faradisi, 2012).
Dari data pengkajian penulis menggunakan HRS-A saat mengkaji tingkat
kecemasan. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) digunakan
untuk
mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang,
berat atau berat sekali (panik) (Hiwari, 2007).
Batasan karakteristik untuk diagnosa keperawatan ansietas yaitu perilaku :
penurunan produktivitas, gerakan yang irevelan, gelisah, melihat sepintas,
insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan kekawatiran karena
perubahan dalam peristiwa hidup, agitasi, mengintai, tampak waspada, afektif,
fisiologi, simpatik, parasimpatik dan kognitif (Nur Arif dan Kusuma, 2013). Data
yang menurut teori ada pada Tn.K yaitu gelisah, perubahan afektif, fisiologi dan
perilaku, sehingga sesuai dengan batasan karakteristik secara teori.
65
Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status
kesehatan , tujuan dan kriteria hasil seletah dilakukan keperawatan 2 kali 24 jam
cemas berkurang, dalam menentukan tujuan penulis menemukan hambatan dalam
mencari teori tentang lama pemberian tindakan keperawatan yang menyatakan
bahwa cemas dapat berkurang atau hilang dalam waktu tertentu.
Intervensi yang dilakukan antara lain kaji tingkat kecemasan pasien
dengan rasional untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien, jelaskan maksud dan
tujuan operasi dengan rasional meningkatkan pengetahuan klien, ajarkan pasien
teknik relaksasi dengan rasional meningkatkan kemampuan pasien dalam
mengatasi kecemasan dan kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam
pemberian anti anxietas dengan rasional pengobatan mungkin di perlukan bila
cemas berlanjut (Wilkinson, 2007). Salah satu teknik relaksasi yang diajarkan
pada pasien yaitu terapi murottal (surat al-fatihah) selama 15 menit. Menurut Heru
(2008) dalam Siswantinah (2011) salah satu distraksi yang efektif adalah dengan
Murottal (mendengarkan bacaan Al-Qur’an), yang dapat menurunkan hormonhormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan
rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki
sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju
pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang
lebih baik.
66
Intervensi yang diberikan pada pasien dengan ansietas yaitu gunakan
pendekatan yang menenangkan, nyatakan dengan jelas harapan terhadap pasien,
jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur, pahami
prespektif pasien terhadap situasi stress, temani pasien memberikan keamanan dan
mengurangi takut, dorong keluarga untuk menemani anaknya, lakukan beck/neck
rub, dengarkan dengan penuh perhatian, identifikasi tingkat kecemasan, dorong
pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi, intruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi dan berikan obat untuk mengurangi kecemasan
(Nur Arif dan Kusuma, 2013). Intervensi yang diberikan penulis ada perbedaan
dengan teori, penulis menyusun intervensi tersebut berdasarka pada kasus yang
ditemukan oleh penulis dan berdasarkan kebutuhan dan respon dari pasien.
Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status
kesehatan pada tanggal 10 dan 11 April 2014 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
kecemasan pasien dengan menggunakan skor HRS-A. Dalam teori Hamilton
Rating Scale for Anxiety (HRS-A) digunakan untuk mengetahui sejauh mana
derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali
(panik) ( Hiwari, 2007 ). Mengajarkan teknik relaksasi, dalam teori relaksasi
merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan. Teknik relaksasi
memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress
fisik dan emosi pada nyeri (Potter&Perry, 2006).
Salah satu teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan adalah terapi
murottal surat al-fatihah selama 15 menit. Terapi murotal memiliki aspek yang
sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam
67
membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga
secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi murotal mempunyai dua
poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat
memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem
yang sedang dihadapi (Faradisi, 2012).
Menurut Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) surat Al-Qur’an yang
terbaik adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an adalah surat AlFaatihah, dan pemahaman terhadap Al-Qur’an diawali dengan pemahaman
terhadap
Al-Faatihah.
Surat
tersebut
juga
dapat
digunakan
untuk
mengurangi/menurunkan kecemasan. Keseluruhan efeknya telah menjadikan AlFaatihah sangat selaras dengan nuansa sholat dan ibadah. Uraiannya yang singkat
dan jelas, serta kualitas nada hurufnya yang tinggi membuat Al-Faatihah mudah
dibaca dan dihafal semua orang dengan latar belakang apa pun. Al-Faatihah
merupakan surat yang paling banyak dibaca oleh umat manusia, karena AlFaatihah harus dibaca dalam setiap sholat. Terapi murottal di berikan selama 15
menit telah terbukti efektif menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi (Siswantinah, 2011).
Penulis memberikan terapi murottal pada Tn.K sebanyak dua kali, yaitu
pada hari pertama dan hari kedua penelitian. Penulis menemukan hambatan dalam
lama pengelolaan kasus karena keterbatasan waktu. Dalam penelitian sebelumnya
keefektifan terapi murottal dilakukan selama 2 bulan. Pada hari pertama saat di
berikan terapi murottal pada pukul 11.00 WIB selama 15 menit terjadi penurunan
tingkat kecemasan pada pasien di tandai dengan respon subjektif pasien
68
mengatakan lebih tenang, dan respon objektif ekspresi wajah pasien rileks serta
dari pengukurang kecemasan HRS-A skornya menjadi 20.
Pada hari kedua dilakukan evaluasi tentang tingkat kecemasan pasien,
HRS-A skor menunjukan 20, pada pukul 08.40 WIB diberikan terapi murottal
selama 15 menit dan terjadi penurunan pada kecemasan dengan ditandai dengan
pasien mengatakan tenang dan tidak takut untuk dilakukan operasi, dari data
objektif pasien rileks dan tidak gelisah, dari pengukuran tingkat kecemasan HRSA skor 14. Implementasi yang penulis lakukan telah sesuai dengan intervensi yang
disusun.
Evaluasi pada Tn. K pada tanggal 10 dan 11 April 2014 dengan diagnosa
keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan dengan
evaluasi hari pertama yaitu pasien mengatakan takut menghadapi operasi, hasil
observasi pasien tanpak tegang dan gelisah, klien mengalami kecemasan tingkat
sedang dengan skor HRS-A 24, nadi 90kali/menit dan respirasi 26kali/menit.
Evaluasi hari kedua pasien mengatakan tenang dan tidak takut untuk operasi, hasil
observasi pasien tanpak tenang dan tidak gelisah,skor HRS-A 14, nadi 72
kali/menit dan respirasi 22 kali/menit. Dapat disimpulkan masalah keperawatan
ansietas berhubungan dengan ancaman status kesehatan teratasi.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn.K dengan fraktur
collum femur yaitu nyeri, hambatan mobilitas fisik dan ansietas. Dalam teori
diagnosa yang muncul pada pasien fraktur collum femur yaitu nyeri, resiko tinggi
trauma, resiko infeksi, hambatan mobilitas fisik dan ansietas (Muttaqin, 2011).
Penulis tidak mengangkat semua diagnosa keperawatan karena pada saat
69
melakukan pengelolaan asuhan keperawatan Tn.K tidak ditemukan data yang
menunjang untuk mengangkat diagnosa resiko tinggi trauma dan resiko infeksi.
Penulis memprioritaskan masalah keperawatan sesuai dengan teori Hirarki
Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Dari data di atas penulis memprioritas
masalah keperawatan yaitu nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan ansietas
berhubungan denga ancaman status kesehatan.
Kebutuhan dasar manusia menurut hirarki Maslow merupakan sebuah
teori yang dapat digunakan perawat untuk memenuhi hubungan antara kebutuhan
dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Kebutuhan fisiologis memiliki
prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow, kebutuhan keselamatan dan rasa aman
memiliki prioritas kedua dalam hierarki Maslow, kebutuhan keselamatan dan rasa
aman disini maksudnya adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun
psikologis, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri (Mubarak dan Chayatin, 2008).
70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan pemberian terapi murottal terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada Tn.K dengan pre operasi fraktur
collum femur di ruang mawar RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri, maka penulis dapat menarik kesimpulan:
1. Pengkajian pada Tn.K di dapatkan data keluhan utama yang dirasakan
klien mengatakan kaki kirinya patah. Kakinya sakit karena patah, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, patah pada kaki kiri, skala nyeri 6, nyeri
bertambah saat kaki digerakan. Dari hasil rontgen fraktur collum
femur pada kaki kiri. Pasien di rencanakan akan di operasi pada hari
senin tanggal 14 April 2014. Pasien mengatakan takut dan khawatit
untuk di lakukan operasi. Pasien tampak tegang dan gelisah,
pengkajian skor HRS-A didapatkan skor 24 (kecemasan tingkat
sedang).
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn.K yaitu nyeri
berhubungan dengan agen cidera fisik, diagnosa yang kedua hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
diagnosa yang ketiga ansietas berhubungan dengan ancaman pada
status kesehatan.
70
71
3. Pada diagnosa pertama nyeri intervensi yang dilakukan adalah kaji
karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), observasi tanda-tanda vital, atur
posisi kaki sakit abduksi menggunakan bantal, ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik intervensi dilakukan
adalah rencanakan periode istirahat yang cukup, ajarkan dan dukung
pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif, pertahankan spalek atau
elastis perban, observasi tingkat pergerakan klien. Pada diagnosa ke
tiga ansietas intervensi yang dilakukan adalah kaji tingkat kecemasan
pasien, jelaskan maksud dan tujuan operasi, ajarkan pasien teknik
relaksasi, memberikan terapi murottal surat Al-Faatihah selama 15
menit dan kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam
pemberian anti anxietas).
4. Implementasi yang dilakukan perawat sesuai dengan intervensi yang
sudah dibuat perawat yaitu terapi murottal. Terapi murottal merupakan
salah satu teknik relaksasi yang efektif menurunkan kecemasan.
5. Evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan penulis pada tanggal 11
April 2014 berdasarkan pada kriteria hasil yang diharapkan yaitu pada
diagnosa pertama nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik belum
teratasi. Diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan muskuloskleletal belum teratasi. Diagnosa ketiga ansietas
berhubungan dengan ancaman status kesehatan telah teratasi.
72
6. Penulis telah mengaplikasikan tindakan terapi murottal terhadap
penurunan tingkat kecemasan dengan hasil sebelumnya pasien
mengalami kecemasan dengan skor HRS-A 24 tanpa pemberian terapi
murottal, setelah klien di berikan terapi murottal surat Al-Faatihah
selama 15 menit tingkat kecemasan klien berkurang menjadi 14, jadi
tindakan keperawatan mandiri pemberian terapi murottal sangat efektif
dilakukan untuk penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi
fraktur collum femur.
B. SARAN
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan
agar
dapat
meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional, sehingga dapat
tercipta perawat-perawat yang profesional, terampil, cekatan dan
handal yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien dengan kecemasan.
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Diharapkan
dapat
memberikan
pelayanan
yang
baik,
mempertahankan serta meningkatkan pelayanan kesehatan yang ada.
3. Bagi tenaga kesehatan terutama perawat
Diharapkan didalam memberikan tindakan keperawatan dan
untuk mencapai hasil evaluasi yang maksimal tentu perlu adanya kerja
sama dengan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, fisioterapi dan
yang lainnya, sehingga penulis mengharapkan agar mencapai hasil
73
yang maksimal tentu perlu adanya kerja keras dalam melaksanakan
tindakan baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tim kesehatan
lain.
4. Bagi pembaca
Diharapkan dapat mengembangkan informasi yang ada dalam
Karya Tulis Ilmiah.
5. Bagi penulis
Diharapkan
bisa
memberikan
tindakan
pengelolaan
sealanjutnya pada pasien dengan kecemasan pre operasi fraktur
collum.
DAFTAR PUSTAKA
Andayasari, L dan Anorital.2012.Gangguan MuskuloskeletalPada Praktik Dokter
Gigi Dan Upaya Pencegahannya.http://www.jurnal.penelitian//2012.
Diakses 07 Mei 2014.
Carpenito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif.Edisi 2. EGC: Jakarta
Dermawan, Deden.2012.Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja.Gosyen Publising :Yogyakarta.
Doengoes, Marilynn E,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi
3.EGC:Jakarta.
Faradisi, Firman.2012.Efektivitas Terapi Murottal dan Terapi Musik Klasik
Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di
Pekalongan. http://www.journal.stikesmuh-pkj.ac.idDiakses tanggal 03
April 2014.
Herdman, T Heather.2009-201.Diagnosa Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi.
EGC:Jakarta.
Hiwari, Dadang.2007.Manajemen Stres Cemas dan Depresi.FKUI: Jakarta.
Indrawati, T,dkk.2013.Analisa Pemasangan Hybrid Plating Penderita
FrakturFemur Dengan Variasi Bone Screw Jenis Locking Dan
NonLocking. http://www.unibra.teknik.mesin.ac.id/ Diakses 12 April
2014.
Larasati, Yulistia Indah.2009.Efektifitas Preoperative Teaching Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Di Ruang Rawat Inap
Rsud Karanganyar.http://www.fkip.undip.larasati/ Diakses 10 April
2014.
Mubarak dan Chayatin.2008.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan
Aplikasi Dalam Praktik.Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta.
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal.EGC:Jakarta.
Muttaqin, Arif.2011.Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada Praktik
Klinik Keperawatan.EGC:Jakarta.
Nainggolan, Mega A,dkk.2010.Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri
Pada Pasien Pasca Operasi Di Rsud Swadanatarutung Tahun 201.
http://www.susi_mutiara.ac.id Diakses 18 April 2014.
Ningsih, Lukman N.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal.Selemba Medika:Jakarta.
Nur Arif dan Kusuma.2013Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarakan Nanda
NIC-NOC.Edisi Revisi. Jilid 1 dan 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC:Jakarta.
Potter & Perry.2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses dan
Praktik.Edisi 4.EGC:Jakarta
Purwanti dan Purwaningsih.2013.Pengaruh Latihan Range Of Motion (Rom) Aktif
Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Di
Rsud Dr. Moewardi.http://54_105_1_SM_2_gaster/ Diakses 07 Mei
2014.
Sawitri, E dan Sudaryanto,(2008),Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Bedah Mayor Di
Bangsal
Orthopedi
Rsui
Kustati
Surakarta.
http://www.publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle. Diakses tanggal
12 April 2014.
Siswantinah.2011.Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Kecemasan Pasien Gagal
Ginjal Kronik Yang Dilakukan Tindakan Hemodialisa Di RSUD Kraton
Kabupaten
Pekalongan.
http://www.jtptunimus_gdl_siswantinah.
Diakses 10 April 2014.
Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Edisi 8.EGC:
Jakarta.
Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi 5.EGC:Jakarta.
Suliswati; Payapo, T.A.; Maruhawa, J.; Sianturi, Y.; & Sumijatun.2005.Konsep
Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Syahputra, Hadiandra,dkk.2013. Hubungan Tingkat Nyeri Dengan Tingkat
KecemasanPada Pasien Fraktur Tulang PanjangDi Rsud Arifin Achmad
Pekanbar. http://repository.unsi.ac.id Diakses 12 Aril 2014.
Videbeck, Sheila L.2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Wahid,
Abdul.2013.Asuhan Keperawatan Dengan
Muskuloskeletal.Trans Info Media: Jakarta.
Gangguan
Sistem
Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC.EGC:Jakarta.
Download