a b C d e f g h - IPB Repository

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus)
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang berasal dari Sungai
Nil dan danau-danau sekitarnya. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan
oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Ikan nila BEST (Gambar 1)
merupakan varietas baru ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dikembangkan
dari generasi ke-6 ikan nila GIFT hasil evaluasi BRPBAT dalam kurun waktu
2004-2008. Ikan nila BEST baru dirilis oleh BRPBAT Bogor pada tahun 2009
(Gustiano et al. 2008). Klasifikasi ikan nila BEST menurut Trewavas (1982),
termasuk ke dalam filum Chordata, kelas Osteichtyes, ordo Perchomorphi, famili
Chiclidae, genus Oreochromis, spesies Oreochromis niloticus.
a
h
b
C
g f
e
d
Keterangan a. Mata, b. Spiny dorsal fin, c. Soft dorsal fin, d. Caudal fin,
e. Anal fin, f. Pelvic fin, g. Pectoral fin, h. Operkulum
Gambar 1 Ikan Nila BEST (Arifin 2009).
Morfologi
Morfologi ikan nila BEST hampir menyerupai ikan nila hitam pada
umumnya. Ikan nila BEST berwarna hitam kehijauan dan semakin ke arah perut
semakin terang. Ikan nila BEST memiliki garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau
kebiruan. Sirip bagian kaudal (ekor) terdapat 16-18 garis melintang ujungnya
4
berwarna kemerah-merahan yang dapat digunakan sebagai indikasi kematangan
gonad.
Keunggulan ikan nila BEST dibandingkan dengan ikan nila varietas lainnya
adalah mampu menghasilkan telur dan benih yang lebih banyak. Produksi 1.500
sampai 2.800 butir telur per ekor dengan berat induk antara 280-400 gram.
Ukuran telurnya relatif lebih besar dan seragam dibandingkan dengan ikan nila
yang ada di masyarakat. Ikan nila BEST juga mampu memproduksi anakan 3-5
kali lebih banyak dibandingkan varietas lainnya. Selama 40 hari, larva ikan nila
BEST mampu tumbuh sebesar 87,5 kali dari bobot awal. Nila lain hanya mampu
tumbuh sebesar 17 kali dibandingkan bobot awal (Widiastuti et al. 2008).
Menurut Aththar (2010), ikan nila BEST memiliki tingkat kelangsungan
hidup dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan ikan nila hitam yang berasal
dari Kuningan dan ikan nila lokal merah yang berasal dari Bogor pada salinitas
15 ppt. Kelangsungan hidup ikan nila BEST sebesar 57.5% dan ikan nila lain
hanya sebesar 37.5 %. Kelangsungan hidup ikan nila BEST lebih besar 140%
dibandingkan ikan nila jenis lain pada uji tentang ketahanan penyakit
Streptococcus sp. (Taufik et al. 2008).
Anatomi
Organ-organ internal ikan nila BEST adalah jantung, sistem pencernaan,
alat reproduksi, kandung kemih, dan ginjal. Alat pencernaanya terdiri atas mulut,
rongga mulut, faring, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum, pankreas, dan
hati. Organ-organ yang berada dalam tubuh ikan tersebut biasanya diselubungi
oleh jaringan pengikat yang halus dan lunak yang disebut peritoneum. Peritoneum
merupakan selaput (membran) yang tipis berwarna hitam.
Jenis kelamin ikan nila BEST yang masih kecil belum tampak dengan jelas.
Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot badannya mencapai 50
gram. Tanda-tanda ikan nila jantan adalah warna badan lebih gelap dari ikan
betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus, dan tulang
rahang melebar ke belakang. Tanda-tanda ikan nila betina adalah alat kelamin
berupa tonjolan di belakang anus yang terdiri dari 2 lubang. Lubang yang di depan
untuk mengeluarkan telur dan lubang belakang untuk mengeluarkan air seni. Perut
5
nila betina akan tampak membesar saat mengandung telur yang masak
(Suyanto 2004).
Habitat
Habitat ikan nila BEST menurut Rukmana (1997), adalah di perairan tawar
seperti sungai, danau, waduk, rawa, dan dapat beradaptasi di perairan air payau
dengan menggunakan teknik adaptasi bertahap. Ikan nila lebih cepat tumbuh besar
saat dipelihara di kolam air dangkal daripada di kolam air yang dalam. Kolam
yang airnya dangkal akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman air
atau pakan alami bagi ikan nila (Amri dan Khairuman 2003).
Lingkungan
tumbuh
yang
paling
ideal
bagi
ikan
nila
BEST
(Oreochromis niloticus) adalah perairan air tawar yang memiliki suhu antara 1438 °C dengan suhu optimal 25-32 °C. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu
kurang dari 14 °C atau suhu yang terlalu tinggi di atas 30 °C akan menghambat
pertumbuhannya. Ikan nila BEST memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan
lingkungan hidup. PH optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan
adalah 6.5-8.5 (SNI 7550-2009). Ikan nila BEST dapat dibudidayakan untuk
perbesaran di perairan payau, tambak dan perairan laut karena ikan nila masih
dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada salinitas 0-35 ppt (Rukmana 1997).
Cacing Parasitik pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan
Menurut Noble dan Noble (1989), parasit adalah organisme yang hidupnya
dapat menyesuaikan diri dengan inang definitif dan merugikan organisme yang
ditempelinya. Timbulnya penyakit kecacingan pada ikan sangat dipengaruhi oleh
kondisi tubuh ikan itu sendiri. Menurut Daelami (2001), parasit adalah hewan atau
tumbuhan yang hidup di dalam tubuh ikan yang mendapat perlindungan dan
memperoleh makanan untuk kelangsungan hidupnya.
Jenis parasit yang diketahui dalam dunia kedokteran hewan adalah
endoparasit dan ektoparasit. Parasit yang hidup pada bagian permukaan tubuh
ikan (kulit, sirip, dan insang) disebut ektoparasit sedangkan parasit yang hidup
pada tubuh internal ikan dan otot daging disebut endoparasit (Irawan 2004).
Menurut Kabata (1985), parasit yang dapat menginfeksi ikan air tawar adalah dari
6
golongan Metazoa. Golongan Metazoa tersebut dibagi menjadi beberapa filum
yaitu filum Plathyhelminthes, Nemathelminthes dan Acanthocephala. Cacing
parasitik ikan pada umumnya cenderung menyerang organ insang dan saluran
pencernaan ikan.
Jenis-Jenis Cacing Parasitik yang Terdapat di Insang
Cacing parasitik yang biasa menempel di insang atau di permukaan tubuh
ikan adalah cacing monogenea. Monogenea adalah cacing pipih yang tidak
bersegmen dengan organ perlekatan berbentuk sucker (batil isap) atau cakram
perlekatan. Hampir semua spesies dari subkelas Monogenea berperan sebagai
ektoparasit ikan, hanya sebagian kecil yang hidup sebagai endoparasit. Menurut
Nabib dan Pasaribu (1989), Monogenea parasit ikan yang terpenting secara
ekonomis di perairan tawar antara lain adalah famili Dactylogyridae dan
Gyrodactylidae.
Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp. menginfeksi insang semua jenis ikan air tawar terutama
ukuran benih. Dactylogyrus sp. (Gambar 2) termasuk cacing tingkat rendah
(trematoda) yang digolongkan dalam filum Platyhelminthes, ordo Monogenea,
dan famili Dactylogyridae. Bagian posterior tubuh cacing terdapat haptor
(opisthaptor) sebagai alat penempel. Haptor atau yang sering juga disebut sebagai
posterior sucker tidak memiliki struktur tegumen tetapi memiliki 1-2 pasang kait
besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian posterior. Kepala
Dactylogyrus sp. terdiri dari 4 lobus dengan 2 pasang mata yang terletak di daerah
pharynx (Gusrina 2008).
Perpindahan cacing dari ikan ke ikan dapat terjadi melalui kontak langsung.
Parasit mempunyai siklus hidup secara langsung atau hidup tanpa inang antara.
Cacing dewasa bersifat haemaprodit, yaitu masing-masing memiliki 2 alat
reproduksi (jantan dan betina). Dactylogyrus sp. juga bersifat ovipar. Telur
dilepaskan ke dalam air kemudian menetas menjadi larva dan berkembang
sebelum menemukan inang baru.
7
Penyakit
yang
disebabkan
oleh
parasit
Dactylogyrus sp.
adalah
Dactylogylosis atau Gill Flukes dengan gejala klinis insang ikan rusak, luka,
perdarahan, sirip ikan menguncup, kadang terjadi kerontokan pada sirip ekor, kulit
berlendir, dan berwarna pucat. Irawan (2004) menyebutkan bahwa ikan yang
terserang Dactylogyrus sp. biasanya kurus, berenang tersendat-sendat, operkulum
tidak dapat menutup dengan sempurna karena insangnya rusak, dan kulit ikan
terlihat kusam.
Gambar 2 Dactylogyrus sp. (Abdullah 2009).
Gyrodactylus sp.
Gyrodactylus sp. merupakan salah satu genus cacing parasit yang
menginfeksi insang ikan air tawar. Menurut David (2010), cacing Gyrodactylus
sp. termasuk anggota dari filum Platlyhelmintes, kelas Trematoda, ordo
Monogenea, dan famili Gyrodactylidae. Cacing yang memiliki panjang tubuh 0.50.8 mm memiliki bentuk tubuh bilateral simetris, dorsal ventral pipih
dan memiliki ophishaptor (Gambar 3). Gyrodactylus sp. dewasa memiliki
ophisthaptor yang tidak mengandung batil isap tetapi memiliki sederet kait-kait
kecil berjumlah 16 buah di sepanjang tepinya dan kait besar di tengah-tengah
(Gusrina 2008).
Siklus hidup Gyrodactylus sp. bersifat langsung dan tidak memerlukan
inang antara (Lasee 2004). Telur dikeluarkan oleh cacing dewasa kemudian
menetas menjadi larva yang berambut dengan kulit yang halus. Larva tersebut
setelah menetas bergerak bebas untuk memperoleh inang baru. Larva berubah
menjadi cacing dewasa di tubung inang baru. Gyrodactylus sp. bersifat
haemaprodit dan vivipar yang menghasilkan larva lengkap dengan sistem
reproduksi. Sistem reproduksi Monogenea jantan terdiri dari testis dan
8
saluran vasdeferent. Sistem reproduksi betina terdiri dari ovari yang berisi telur
dan uterus sebagai saluran keluar telur.
Ikan yang terinfeksi Gyrodactylus sp. akan menunjukan gejala seperti ikan
berenang lemah, berenang di permukaan air untuk mengambil oksigen jika yang
diserang adalah insang. Sirip juga akan berbintik merah (darah), tubuh akan
menghasilkan lendir yang berlebih sehingga warna tubuh ikan akan tampak
kusam, dan perdarahan pada kulit akibat luka yang disebabkan oleh
opishaptornya.
Kepal
a
Mul
ut
Farin
Usus
g
Embrio
II
Embrio
I
Kait
Embrio
Haptor
Posterior
Anchor
Kait Tepi
Gambar 3 Gyrodactylus sp. (Anonim 2012).
Jenis-Jenis Cacing Parasitik yang Terdapat di Saluran Pencernaan
Cacing parasitik yang biasa terdapat dalam saluran pencernaan diantaranya
adalah
cacing
dari
filum
Plathyhelminthes,
Nemathelminthes,
dan
Acanthocephala. Filum Platyhelminthes memiliki batil hisap atau kait atau
keduanya untuk menempel pada inang. Cacing yang termasuk dalam filum
Platyhelminthes pada saluran pencernaan ikan adalah kelas Trematoda dan kelas
Cestoda.
Karakteristik filum Nemathelminthes adalah simetris bilateral, tidak
memiliki segmen yang sesungguhnya. Cacing gilig atau yang disebut juga
9
nematoda merupakan cacing dari filum Nemathelminthes yang biasa ditemukan
pada saluran pencernaan ikan (Storer 1968). Cacing Acanthocepala memiliki
banyak kait-kait mirip duri pada probosis yang berbentuk bulat dan silindris.
Probosis dilengkapi juga dengan barisan kait atau spina yang membengkok dan
berguna untuk melekatkan tubuh cacing pada inangnya.
Nematoda
Nematoda dikenal juga dengan sebutan round worm atau cacing gilig.
Nematoda dewasa biasanya ditemukan dalam saluran pencernaan ikan. Semua
stadium cacing nematoda dapat ditemukan hampir di seluruh bagian dari tubuh
ikan termasuk pada organ dalam seperti gelembung renang, kulit, otot, dan insang
(Yanong 2002).
Menurut Buchmann dan Bresciani (2001), nematoda berbentuk panjang,
ramping, silindris, tidak bersegmen dengan kedua ujung meruncing, mempunyai
mulut serta anus (saluran pencernaan yang lengkap). Mulutnya dikelilingi oleh
bibir primitif yang berjumlah 6 (2 subdorsal, 2 lateral, dan 2 subventral).
Nematoda juga memiliki rongga tubuh semu yang disebut pseudoselom.
Identifikasi nematoda dilakukan berdasarkan bentuk kepala, ekor, susunan daerah
peralihan antara esofagus, usus, dan posisi lubang ekskresi.
Yanong (2002) membagi siklus hidup nematoda pada ikan menjadi dua
kategori utama, yaitu siklus hidup langsung (Gambar 4) dan tidak langsung
(Gambar 5). Ikan bertindak sebagai inang definitif bagi nematoda pada siklus
hidup langsung. Nematoda tidak memerlukan inang antara, sehingga infeksi dapat
langsung disebarkan secara langsung dari satu ikan ke ikan lain melalui telur atau
larva infektif yang termakan.
10
Gambar 4 Siklus hidup langsung cacing nematoda (Yanong 2002).
Ikan dapat menjadi inang definitif dan inang antara pada siklus hidup tidak
langsung. Cacing nematoda akan mengalami tahap perkembangan di dalam
invertebrata air sebagai inang antara pada saat ikan menjadi inang definitifnya.
Selanjutnya, nematoda akan mencapai kematangan kelamin dan bereproduksi
dalam ikan sebagai inang definitifnya. Nematoda menggunakan ikan sebagai
inang antara saat ikan menjadi perantara sebelum nematoda memasuki inang
definitifnya yaitu organisme lain pemakan ikan seperti ikan yang lebih besar,
burung, dan mamalia air lainnya (Yanong 2002).
Gambar 5 Siklus hidup tidak langsung nematoda (Yanong 2002).
11
Cestoda
Cestoda atau cacing pita pada ikan ditemukan sebagai larva maupun cacing
dewasa. Larva cacing pita hidup bebas dan ditemukan dalam rongga perut atau
alat tubuh internal seperti hati dan otot. Cacing pita dewasa selalu ditemukan
dalam usus ikan. Menurut Natadisastra dan Agoes (2005), cestoda memiliki
bentuk tubuh panjang, pipih seperti pita yang terdiri atas 3 daerah kepala yang
terdapat scolex sebagi alat pelekat pada inang definitif. Scolex tersebut dilengkapi
dengan kait-kait, organ penghisap, atau keduanya. Stuktur scolex terdiri atas
proglotida dengan tingkat kematangan yang berbeda pada tiap segmen. Proglotida
yang semakin jauh dari leher semakin matang atau dewasa (Levine 1990).
Cestoda tidak memiliki saluran pencernaan dan sistem peredaran darah
sehingga pengambilan makanan langsung melalui tegumen ke sistem ekseresi.
Cestoda merupakan cacing haemafrodit yaitu memiliki kelamin jantan juga
kelamin betina. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan
organ kelamin betina (ovarium). Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri.
Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian posterior tubuh cacing.
Cestoda membutuhkan inang antara dalam proses siklus hidupnya. Ikan
dapat menjadi inang perantara kedua atau dapat pula menjadi inang definitif.
Larva cestoda akan menembus dari saluran pencernaan untuk perkembangan lebih
lanjut dan menunggu ikan definitif memakan inang antara cacing tersebut. Cacing
dewasa akan hidup dalam saluran pencernaan ikan sebagai inang definitif dan
tidak terlalu menimbulkan banyak kerugian. Menurut Afrianto dan Liviawaty
(1992), kehadiran cacing dewasa pada saluran cerna dapat menyebabkan
penurunan berat badan dan perut menjadi kurus.
Digenea
Digenea ditemukan pada ikan dalam bentuk larva ataupun dewasa. Stadium
larva digenea berbentuk kista sebagai metaserkaria dalam jaringan bawah kulit
atau di dalam alat tubuh internal (saluran gastrointestinal) dan jarang pada insang
atau darah (Nabib dan Pasaribu 1989). Digenea (Gambar 6) memiliki bentuk
klasik seperti daun oval yang tebal. Menurut Noble dan Noble (1989), digenea
merupakan cacing parasit yang memiliki batil hisap berbentuk mangkuk dan
12
lubang ekskretoris posterior. Batil hisap digenea ada dua yaitu batil hisap anterior
atau batil hisap mulut dan asetabulum yang terletak di tengah tubuh cacing.
Gambar 6 Morfologi umum digenea (Anonim 2008).
Siklus hidupnya di dalam tubuh ikan sebagai inang definitif terjadi secara
seksual dengan pembentukan telur. Telur digenea yang menetas menjadi larva
bersilia (mirasidium) akan dimakan oleh inang perantara pertama (siput).
Mirasidium tersebut akan berubah menjadi sebuah sporosist. Setiap sporosist
parasit aseksual menghasilkan banyak larva (redia) yang pada gilirannya
menghasilkan larva infektif (serkaria) kemudian akan berenang meninggalkan
siput. Serkaria akan menginfeksi inang antara kedua dan menjadi metaserkaria.
Metasersaria akan berkembang menjadi cacing dewasa jika menemukan inang
definitif (Noga 2000).
Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan
Bakteri menurut Dwidjoseputro (1998), adalah mikroorganisme bersel satu,
berkembangbiak dengan pembelahan diri, dan berukuran sangat kecil sehingga
hanya tampak dengan mikroskop. Kebanyakan bakteri berukuran kecil, biasanya
hanya berukuran 0.5-5 µm dengan diameter antara 0.5-2.5 µm (Pelczar dan Chan
1986). Bakteri memiliki sel prokariot yang khas, tanpa inti sel, sitoskeleton, dan
organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan berdasarkan bentuk morfologinya yaitu basil, kokus, dan spiral.
13
Jenis-Jenis Bakeri yang Terdapat di Insang dan Saluran Pencernaan Ikan
Kontaminasi bakteri terhadap ikan konsumsi yang hidup di perairan harus
mempertimbangkan ekologi perairan. Bakteri yang biasanya ditemukan pada ikan
adalah jenis Pseudomonas spp., Edwarsiella tarda, Vibrio spp., dan Aeromonas
sp. (Noga 2000).
Aeromonas sp.
Bakteri Aeromonas sp. merupakan organisme akuatik yang dapat ditemukan
di air tawar. Aeromonas termasuk famili Vibrionaceace dalam kelas
Gammaproteobakteria dan ordo Aeromonadales. Genus ini terdiri dari 14 spesies
yang telah diketahui berhubungan dengan munculnya penyakit. Spesies yang
paling penting adalah A. hydrophila, A. caviae, dan A. veronii.
Morfologi koloni Aeromonas sp. permukaannya agak menonjol, berbentuk
bulat, mengkilat, krim, dan diameter 2-3 mm. Aeromonas sp. termasuk Gram
negatif berbentuk batang dengan ukuran panjang 2-3 µm dan bersifat fakultatif
anaerob (Gambar 7). Ciri Aeromonas lainnya adalah tidak berspora, bersifat motil
kerena mempunyai flagela, hidup pada suhu 15-30 °C dan pH 5.5-9.0 (Afrianto
dan Liviawaty 1992). Karakteristik Aeromonas diantaranya adalah oksidase
positif, memproduksi gas dari glukosa, mengasamkan maltosa dan manitol, tidak
mengasamkan
laktosa,
memfermentasikan
sukrosa
dan
ada
yang
memfermentasikan salicin. Aeromonas tidak menghasilkan indol dan urease. Uji
fermentasi dapat dilakukan untuk membedakan setiap spesies.
Menurut
Cipriano
dan
Bullock
(2001),
motil
Aeromonas
dapat
menyebabkan kondisi patologis yang berbeda-beda. Kondisi patologi yang
diakibatkan oleh motil Aeromonas mencakup pemborokan pada lapisan dermal,
pembusukan pada sirip, pemborokan mata, dan hemoragi pada kulit (red sore
disease).
14
Gambar 7 Pewarnaan Gram Aeromonas sp.
(Chamberlain 2012).
Pseudomonas sp.
Pseudomonas sp. masuk ke dalam famili Pseudomonadaceae dengan filum
Proteobacteria dan ordo Pseudomonadales. Pseudomonas sp. merupakan
kelompok bakteri yang memiliki habitat cukup beragam. Bakteri berbentuk batang
(Gambar 8) ini dapat ditemukan di tanah, perairan tawar maupun laut, bunga, dan
buah (Krueger dan Sheikh 1987). Pseudomonas sp. berukuran 0.5-0.8 µm x 1-3
µm,
bersifat
Gram
negatif,
mempunyai
flagela
tipe
polar,
aerobik,
kemoorganotrof, dan tidak berkapsul. Bakteri Pseudomonas sp. hanya
dapat
menguraikan glukosa tetapi dapat tumbuh pada semua jenis media, hasil positif
pada uji katalase dan oksidase.
Serangan bakteri Pseudomonas sp. membuat tubuh ikan borokan, sisik
terkelupas, sirip rusak, perut menggembung, mata rusak, dan insang rusak dengan
warna putih kebiruan. Granuloma ditemukan dalam ginjal, hati, dan jantung ikan.
Bakteri yang sama telah dilaporkan menyebabkan kematian pada tilapia fry.
Gambar 8 Pewarnaan Gram Pseudomonas sp.
(Chamberlain 2012).
15
Edwardsiella tarda
Edwardsiella tarda adalah spesies pertama kali yang berhasil diidentifikasi
dari genus Edwardsiella. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992), E. tarda hidup
pada perairan tercemar atau mengandung urin. Morfologi E. tarda adalah gram
negatif dengan bentuk basil. E. tarda memiliki banyak sifat yang merupakan ciri
khas dari banyak bakteri enterobacteria seperti E. coli, yaitu anaerob fakultatif dan
motil dengan peritrichous flagella. Ciri lain yaitu positif pada fermentasi glukosa,
negatif pada fermentasi laktosa dan tidak mampu tumbuh pada manitol atau
sorbitol, sitokrom oksidase negatif, mereduksi nitrat dan nitrit, indol positif, TSI
Agar hasilnya asam pada slant dan basa pada butt (Bergey 1974).
E. tarda biasa ditemukan dalam usus normal ikan dan dapat
menjadi
patogen oportunistik pada manusia. Menurut Narwiyani (2011), gejala klinis
umumnya sama pada semua ikan berupa anoreksia, berenang lambat, serta lesi
kemerahan pada kulit dan pangkal sirip. Salah satu penyakit yang paling umum
pada ikan air tawar adalah septicemia hemoragik atau edwardsiellosis yang
biasanya menyebabkan kematian ikan.
Vibrio sp.
Vibrio sp. termasuk famili Vibrionaceae dengan genus Vibrio. Vibrio sp.
merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan air laut, air
payau, dan air tawar. Vibrio sp. banyak terdistribusi di air bersih, air terpolusi, air
laut kecuali yang salinitasnya tinggi, dan merupakan mikroflora dalam usus, ginjal
dan darah ikan. Bakteri ini berbentuk batang berukuran 0.5-2.0 µm dan bersifat
gram negatif. Vibrio sp. juga mempunyai kemampuan untuk bergerak karena
mempunyai 2-3 flagela polar (Duijn 1973).
Menurut Feliatra (1999), Vibrio merupakan patogen oportunistik yang
dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian
berkembang dari sifat yang saprofit menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya
memungkinkan. Vibrio anguillarum merupakan salah satu vibrio yang menyerang
ikan. Infeksi Vibrio anguillarum hampir menyerupai infeksi oleh Aeromonas
salmonicida. Bakteri sangat ganas dan dapat masuk ke dalam tubuh ikan dalam
16
waktu 30 menit sejak kontak. Sifat fisik dan biokimia dari bakteri adalah berwarna
krem sampai coklat muda, bentuk bulat konveks, tetapi rata dan tanpa pigmen.
Bakteri sering menimbulkan masalah serius pada ikan dan dapat
menimbulkan kematian masal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit yang
ditimbulkan oleh bakteri Vibrio sp. adalah vibrosis. Gejala klinis penyakit
vibriosis bentuk akut pada ikan dewasa ditandai dengan warna kulit kusam
disertai hilang nafsu makan, hemoragi dipangkal sirip (kerusakan kulit dengan
tepi merah atau putih karena infeksi sekunder jamur).
Download