ANALISIS TINGKAT SERTIFIKAT BANK INDONESIA, INFLASI, DAN NILAI KURS TERHADAP RETURN SAHAM LQ 45 DAN DAMPAKNYA TERHADAP IHSG SKRIPSI Oleh : Bayu Raditya 205081000170 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Tempat & tgl lahir Agama Kewarganegaraan Alamat Telp Email : Bayu Raditya : Jakarta, 6 Juni 1987 : Islam : WNI : Jl. Ismail No.23 Tanah Kusir Kby Lama Selatan Jakarta Selatan 12240 : 021-7376488 /085711728489 : [email protected] Pendidikan Formal : • • • • SD Tarakanita 3, Patal Senayan-Jakarta SLTP Tarakanita 3, Patal Senayan-Jakarta SMK Tarakanita Pulo Raya-Jakarta Universitas Islam Negeri (UIN)-Ciputat Jurusan Manajemen Keuangan (1993 – 1999) (1999 – 2002) (2002 – 2005) (2005 – 2010) Pendidikan Informal • Kursus Bahasa Inggris IEC selama 1 tahun. Kemampuan • • Mengoperasikan Ms.Word, Ms. Excel, Ms.Power point. Bahasa Inggris Pengalaman Magang • Gramedia Pondok Indah Mall, Juli 2004 • Hero Veteran, Agustus 2004 • Koperasi Patra Jasa, September 2004 • Mc Donalds STC, November 2006-Febuari 2007 • Telkomsel Gatot Subroto, Oktober 2008 ABSTRACT This study aims to analyze the level of Bank Indonesia Certificates, Inflation and Exchange Rate Against Return Value and Its Impact on Market Shares Return LQ 45. Data obtained in the form of secondary data from the Indonesia Stock Exchange. Statistical method used is the path analysis. The test results indicate that the SBI, and the Value of Inflation Rate has a significant impact on JCI Market Return variable while the impact on stock returns LQ 45 no significant influence either directly or indirectly. This can be evidenced by the partial test and simultaneous testing of macroeconomic variables (SBI, Inflation, and Value Exchange) and The Return of Return of Stock Market JCI LQ 45 which states that the probability above 0.05. Keywords: SBI Rate, Inflation, Exchange Rate, Stock Return LQ 45, JCI. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Tingkat Sertifikat Bank Indonesia, Inflasi dan Nilai Kurs Terhadap Return Market dan Dampaknya Terhadap Return Saham LQ 45. Data yang diperoleh berupa data sekunder dari Bursa Efek Indonesia. Metode statistic yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil pengujian menunjukan bahwa SBI, Inflasi dan Nilai Kurs mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable Return Market IHSG sedangkan dampaknya terhadap Return Saham LQ 45 tidak memberikan pengaruh yang signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditunjukkan dengan uji parsial dan uji simultan dari variable makro ekonomi (SBI, Inflasi, dan Nilai Kurs) dan Return Market IHSG terhadap Return Saham LQ 45 yang menyatakan bahwa probabilitasnya di atas 0.05. Kata kunci : Tingkat SBI, Inflasi, Kurs, Return Saham LQ 45, IHSG. KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb. Alhamdulilahi Rabbil’ Alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT pemilik segala sesuatu yang ada dibumi dan langit. Atas berkat rahmat dan ridha-Nya, kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan ummat dan telah membawa manusia dari alam jahiliyah menuju jalan cahaya, beserta keluarga, para sahabat dan pengikut-pengikutnya hingga akhir jaman. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh Ujian Program Strata 1 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Dengan segenap kerendahan hati, melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. My Moms, selaku orang tua yang senantiasa memberikan doa, motivasi yang tiada pernah henti dan takkan lelah selalu memberi dukungan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen pembimbing I yang telah memberikan masukan dan bimbingan dengan kesabaran dan ketabahanya. Terima kasih atas semua arahan dan saran yang telah diberikan selama bimbingan hingga selesainya skripsi ini. 4. H.M.Arief Mufraini,L.c.,M.si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan masukan dan bimbingan dengan kesabaran dan ketabahanya. Terima kasih atas semua arahan dan saran yang telah diberikan selama bimbingan hingga selesainya skripsi ini. 5. My brur and sister yang selalu buat suasana ceria dalam masa penulisan skripsi ini. 6. Nyzomi dan dede sebagi teman yg selalu mendukung dalam penulisan skripsi. 7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan ilmunya selama masa perkuliahan. 8. Seluruh staf bagian akademik dan perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Terima kasih atas keramahannya dalam memberikan pelayanan. 9. Kepada teman-temanku di FEIS 2005 Manajemen A dan Manajemen Keuangan, Semangat ya,....Doaku selalu menyertai kalian. 10. Terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Hanya do’a tulus yang dapat penulis berikan untuk setiap kebaikan yang telah kalian berikan ”satu kebaiakan yang kalian lakukan semoga Alloh membalasnya dengan seribu kebaikan” Amin... Wassalamu’alaikum wr.wb. Jakarta, Januari 2010 Bayu Raditya DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………… i ABSTRACT …………………………………………………………………. ii ABSTRAK …………………………………………………………………… iii KATA PENGANTAR……………………………………………………….. iv DAFTAR ISI…………………………………………………………………. v DAFTAR TABEL……………………………………………………………. ix DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… x BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1 B. Perumusan Masalah ………………………………………………. 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 8 1. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 8 2. Manfaat Penelitian ……………………………………….......... 8 BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal dan Instrumen Pasar Modal ………………………… 10 B. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) …………………………………… 14 1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia ……………………….. 14 2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia ……………….. 14 3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia ……………………. 15 4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia …………………….. 15 5. Tingkat SBI dan IHSG BEI …………………………………. 16 C. Inflasi ………………………………………………………………. 17 D. Nilai Tukar (Kurs) ……………………………………………......... 21 1. Penentuan Nilai Tukar ……………………………………….. 22 2. Sistem Kurs Mata Uang ……………………………………… 23 3. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia…. 26 4. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS dan IHSG BEI ……. 27 E. Indeks Harga Saham ……………………………………………….. 28 F. Return Saham ………...……………………………………………. 31 G. Sejarah Perusahaan Yang Terdaftar Pada Indeks LQ 45…………… 32 H. Penelitian Terdahulu ..……………………………………………… 33 I. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….. 38 J. Hipotesis …………………………………………………………… 39 BAB. III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………. 40 B. Metode Penentuan Sampel ………………………………………… 40 C. Metode Pengumpulan Data ………………………………………… 41 D. Analisis Jalur ……………………………………………………… 41 E. Uji Hipotesis ……………………………………………………… 43 F. Operasional Variabel Penelitian …………………………………… 54 BAB. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ……………………………. 58 B. Deskriptif Variabel Penelitian …………………………………. 62 C. Uji Korelasi ……………………………………………………... 72 D. Analisis Jalur ………………………………………………….... 76 E. Diagram Analisis Jalur ………………………………………… 79 F. Pengujian Hipotesis ……………………………………………. 80 G. Pengaruh Langsung……………………………………………... 89 H. Interprestasi …………………………………………………….. 92 BAB V KESIMPUIAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………... 94 B. Implikasi ………………………………………………………. 95 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 97 LAMPIRAN …………………………………………………………………… 100 DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 37 4.1 Data Perkembangan IHSG 63 4.2 Data Return Saham LQ 45 65 4.3 Data Perkembangan Tingkat SBI 67 4.4 Data Perkembangan Inflasi 68 4.5 Data Perkembangan Nilai Kurs 70 4.6 Koefisien Korelasi Variabel Karakteristik Makro Ekonomi dan IHSG 73 4.7 Pengujian Hubungan Antar Sub Variabel 75 4.8 Koefisien Persamaan Analisis Jalur 1 76 4.9 Koefisien Persamaan Analisis Jalur 2 78 4.10 Uji F 80 4.11 Uji T 82 4.12 Pengujian Individual 88 4.13 Pengaruh Tingkat SBI Terhadap IHSG 89 4.14 Pengaruh Inflasi Terhadap IHSG 90 4.15 Pengaruh Nilai Kurs Terhadap IHSG 90 4.16 Uji R 91 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran 38 Gambar 4.1 : Grafik IHSG 64 Gambar 4.2 : Grafik Return Saham LQ 45 65 Gambar 4.3 : Grafik Tingkat SBI 67 Gambar 4.4 : Grafik Inflasi 69 Gambar 4.5 : Grafik Kurs 71 Gambar 4.6 : Analisis Jalur dengan variabel endogen Return Market Gambar 4.7 : IHSG dan Return Saham LQ 45 79 Diagram Analisis Jalur Setelah Trimming 89 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman 1 Data Perkembangan IHSG 100 2 Data Perkembangan Return Saham LQ 45 100 3 Data Perkembangan Tingkat SBI 101 4 Data Perkembangan Inflasi 101 5 Data Perkembangan Nilai Kurs 102 6 Output SPSS 103 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses globalisasi pada fase sekarang terdiri dari dua fenomena yang berbeda, yakni globalisasi bisnis produk dan globalisasi bisnis keuangan dimana proses globalisasi bisnis keuangan telah memiliki signifikasi dan kekuatan yang lebih besar daripada globalisasi bisnis produk dalam tanda kutip. Bisnis keuangan meliputi bisnis valas (valuta asing) serta investasi langsung dan investasi tidak langsung (Mansyur, 2009). Investasi melalui pasar modal sebagai bentuk investasi tidak langsung dilakukan dimana saja diseluruh dunia termasuk di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Investor menginvestasikan uangnya berdasarkan preferensi keuntungan yang optimal melalui investasi portofolio. Perubahan-perubahan di dalam lingkungan perekonomian dunia, pergeseran pusatpusat kekuatan ekonomi, pembauran di Negara-negara sosialis, revolusi teknologi dan informasi, komunikasi dan sebagainya menyoret setiap perekonomian nasional ke dalam kancah perekonomian global. Proses yang tak terhindarkan ini meningkatkan peluangpeluang bagi setiap Negara untuk memperluas pasar dan sumber pembiayaan. Namun pada gilirannya makin besar peluang maka akan setara dengan resiko yang ditanggung. Proses globalisasi tidak hanya terbatas pada perdagangan dan arus modal saja melainkan telah merambah pada sektor produksi. Ditunjang oleh kebebasan lau lintas modal, upaya memperluas pasar dan mencari lokasi produksi yang murah, relokasi industry bagaikan arus yang tak terbendung. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan multinasional (Tendi Haruman dkk., 2005). Perkembangan harga saham dapat dilihat pada indeks harga saham gabungan (IHSG) dimana Indeks harga saham yang naik menunjukkan kegairahan sedangkan indeks harga saham yang turun menunjukkan adanya kelesuan pasar. Perubahan IHSG bukan hanya sekedar mencerminkan perkembangan perusahaan atau industri suatu Negara, bahkan bisa dianggap sebagai perubahan yang lebih fundamental dari suatu Negara. Maksudnya, IHSG suatu Negara yang mengalami penurunan dapat disebabkan oleh kondisi perekonomian di negara tersebut yang sedang menghadapi permasalahan. Sebaliknya indeks harga saham yang mengalami peningkatan bisa mengindikasikan adanya perbaikan kinerja perekonomian di negara tersebut. Berdasarkan pandangan tersebut, maka diperlukan kajian yang mendalam tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan harga saham tersebut (Murwaningsari, 2008). Pembentukan harga saham di BEI dipengaruhi bukan hanya oleh kondisi bisnis dan ekonomi di Indonesia, tetapi juga kondisi di negara-negara lain. Perubahan harga saham dapat mengakibatkan perubahan perilaku konsumsi dan investasi investor. Berdasarkan hal tersebut, harga saham sangat penting untuk mendapat perhatian karena harga saham mencerminkan berbagai informasi yang terjadi di pasar modal. Indeks harga saham di bursa efek merupakan indikator yang menggambarkan rasio perubahan harga saham yang dipengaruhi oleh beberapa kondisi perekonomian, sehingga mempengaruhi naik turunnya tingkat pengembalian di BEI. Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang menarik untuk mengamati pergerakan harga saham (Widayanti, 2007:4). Namun, bila melihat indikator ekonomi beberapa tahun terakhir pada Januari 2007, IHSG mencapai 1.757,26 dan sampai Januari 2008 telah mencapai 2.627,25. Ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan mengingat IHSG pada tahun 2004, 2005, dan 2006 baru mencapai 732,40, 1.162,63, dan 1.310,26. Kemudian sepanjang periode bulan Januari-Juli 2008, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menerus berupaya menciptakan pasar yang semakin likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode di atas, bursa telah menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Salah satunya ditunjukkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI yang berhasil mencatat rekor tertinggi pada tanggal 11 Desember 2007 di level 2.745,83 (www.jsx.co.id). IHSG merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan IHSG menunjukkan kondisi pasar modal sedang bullish, sebaliknya jika menurun menunjukkan kondisi pasar modal sedang bearish. Untuk itu, seorang investor harus memahami pola perilaku harga saham di pasar modal. Kondisi perekonomian nasional harus beradaptasi dengan perekonomian global menuntut setiap pelaku ekonomi untuk berpikir secara kritis dalam menyikapi hal tersebut. Perekonomian nasional bergantung pada situasi negara. Pada akhir tahun 1997 Indonesia dilanda krisis moneter yang berkepanjangan, nilai kurs rupiah bagaikan layang-layang putus dan berfluktuasi dari hari ke hari. Pergantian masa pemerintahan mempengaruhi situasi politik kenegaraan yang berdampak pada perekonomian nasional yang hingga saat ini. Terlihat dari kabinet saat ini yang pada pembentukannya saja sudah dihadapkan pada masalah-masalah yang maha besar. Salah satu hikmah yang dapat ditarik adalah peninjauan kembali seluruh kebijaksanaan ekonomi. Perkembangan nilai tukar rupiah selama ini menunjukkan kecenderungan terdepresiasi secara persisten. Walaupun rupiah sempat menguat namun melemah kembali akibat keadaan yang tidak kondusif. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya factor market confidence yang berangkat dari peningkatan contry risk dan perubahan motif transaksi USD/IDR menjadi speculantive motive. Didik J. Rachbini (2001:72) berpendapat bahwa ketidakstabilan sistem moneter suatu Negara semakin diperparah oleh spekulasi, yang volume transaksinya semakin besar dari waktu ke waktu. Institusi yang bergerak di pasar valuta, saham dan pasar uang lainnya semakin kuat pengaruhnya secara relatif terhadap suatu sistem ekonomi. Selanjutnya pada bulan Agustus 2005, rupiah mengalami tekanan kembali sehingga melemah terhadap dollar AS meskipun pada bulan-bulan berikutnya relative stabil. Beberapa factor internal yang turut memberikan tekanan antara lain : masih tingginya kekhawatiran terhadap stabilitas di bidang politik dan keamanan dalam jangka pendek dan jangka panjang, pesimisnya pelaku bisnis dan investor luar negeri terhadap pulihnya perekonomian nasional akibat kondisi pemerintahan, ancaman terorisme, bencana alam, serta tingginya sensitivitas fluktuasi rupiah terhadap berbagai isu negatif lainnya. Dalam kondisi melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, pemerintah juga ikut menaikkan tingkat suku bunga SBI. Langkah ini diambil untuk memerangi spekulasi valas. Dengan menaikkan tingkat suku bunga diharapkan dapat menahan merosotnya nilai tukar rupiah dan menarik investor dalam rangka mendorong terjadinya perubahan komposisi assets ke dalam rupiah sehingga rupiah meningkat atau terapresiasi. Seseorang investor harus mampu mengantisipasi risiko yang terjadi dengan mendiversifikasikan investasinya untuk memperkecil risiko. Grubber (2003:299), mengemukakan mengenai jenis-jenis risiko sebagai berikut : “…that the risk of any stock could be divided into systematic risk (market risk) and unsystematic risk (non market risk)”. Kenaikan tingkat suku bunga tidak otomatis akan diikuti oleh pembelian aset secara besar-besaran oleh investor, karena dianggap membawa konsekuensi meningkatnya biaya pemulihan ekonomi serta meningkatnya biaya rekapitalisasi dan biaya yang harus ditanggung oleh Bank Sentral dalam membiayai perbaikan perekonomian nasional. Kenaikan suku bunga yang tajam justru merupakan sinyal bahwa perekonomian melambat, dan expected return menjadi rendah. Alhasil kenaikan suku bunga yang tajam itu justru menyebabkan berpindahnya portofolio investasi asing ke valas sehingga menekan nilai rupiah lebih tajam lagi. Dalam kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan, harga barang juga dapat menyebabkan inflasi yang tinggi juga menyertai kenaikan nilai tukar dan suku bunga. Faktor fundamental ekonomi misalnya, kondisi perekonomian seperti GDP, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, tingkat suku bunga, inflasi, kebijakan pemerintah seperti kebijakan pajak, dan lain sebagainya. Hal tersebut diungkapkan pula oleh J. Soedrajad Djiwandono (2001:138) sebagai berikut :…Saya ingin membuat catatan disini bahwa dalam analisis ekonomi makro yang biasa kita sebut fundamental itu adalah kondisi berbagai indicator makro seperti GDP, laju inflasi, suku bunga, neraca pembayaran (nilai tukar), cadangan devisa, kondisi anggaran pemerintah, dan lain-lain….” Dalam penelitian Moh Mansyur (2009) serta Sitinjak dan Kurniasari (2003) yang menemukan bahwa nilai tukar dan tingkat bunga SBI berpengaruh terhadap IHSG. Namun Murwaningsari (2008) kembali menunjukkan bahwa Kurs tidak memiliki pengaruh signifikan pada IHSG. Penelitian yang dilakukan oleh Maurin Sitorus (2004) yang berjudul pengaruh variabelmakro ekonomi (inflasi, suku bunga SBI, kurs, dan jumlah uang beredar) menunjukkan bahwa variable-variabel makro ekonomi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi. Dan variabel makro ekonomi yang berpengaruh sangat besar terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi adalah variabel kurs Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai variabel makroekonomi apakah yang sebenarnya berpengaruh terhadap Return Market dan dampaknya terhadap Return Saham LQ 45. Oleh karena itu, dalam skripsi peneliti mengambil judul “Analisis Tingkat Sertifikat Bank Indonesia, Inflasi, dan Nilai Kurs Terhadap Return Saham LQ 45 dan Dampaknya Terhadap IHSG” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh SBI, Inflasi dan Nilai Kurs terhadap Return Saham LQ 45? 2. Apakah terdapat pengaruh Return Saham LQ 45 terhadap IHSG? 3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan SBI, Inflasi dan terhadap Return Saham LQ 45 dan dampaknya terhadap IHSG langsung maupun secara tidak langsung ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Nilai Kurs baik secara 1. Tujuan Penelitian a. Menganalisis pengaruh SBI, Inflasi dan Nilai Kurs terhadap Return Saham LQ 45. b. Untuk menganalisis pengaruh Return Saham LQ 45 terhadap IHSG. c. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan dari SBI, Inflasi dan Nilai terhadap Return Saham LQ 45 dan dampaknya terhadap 2. Kurs IHSG. Manfaat Penelitian a. Bagi Investor Bagi investor yang tercatat di BEI, hasil dari penelitian ini dapat mereka dalam menentukan apakah akan menjual, membeli, saham yang mereka miliki berkenaan dengan dollar AS, tingkat suku bunga SBI, perubahan membantu ataukah kurs menahan rupiah terhadap dan Inflasi. b. Bagi Akademisi Hasil Penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka bagi yang berminat mendalami pengetahuan dalam Nilai Kurs, SBI, Inflasi dan Return Saham c. Bagi Pemerintah Dengan diketahuinya dampak dari kurs rupiah/US$, tingkat suku Inflasi terhadap IHSG dan dampaknya terhadap Return Saham pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang LQ berkenaan bunga SBI dan 45, dengan maka kurs rupiah/US$, tingkat suku bunga SBI, dan atau akan terjadi dapat Inflasi sehingga pengaruh yang telah diantisipasi dan ditangani dengan sebaik-baiknya. d. Bagi Penulis Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka wawasan baru. Bahwa faktorfaktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham, jadi tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja. BAB II LANDASAN TEORI A. Pasar Modal dan Instrumen Pasar Modal Pasar modal sering disamakan dengan pasar uang, padahal keduanya memiliki perbedaan secara prinsip. Pasar modal atau capital market adalah pasar keuangan untuk danadana jangka panjang dan dalam arti sempit merupakan pasar nyata. Sementara pasar uang atau money market berkaitan tidak nyata. dengan instrumen keuangan jangka pendek dan merupakan pasar Menurut Husnan (2001:3) mendefinisikan pasar modal sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diperjualbelikan baik diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Menurut Arthesa dan Handiman (2006:215) Pasar Modal adalah Lembaga Keuangan bukan bank yang mempunyai kegiatan berupa penawaran dan perdagangan efek. Selain itu pasar modal juga merupakan lembaga profesi yang berkaitan dengan transaksi jual beli efek. Dengan demikian Pasar Modal dikenal sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli dana. Pengertian pasar modal menurut Undang Undang pasar modal no.8 tahun 1995 pasal 1 adalah kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat dalam pengertian fisik yang terorganisasi dengan efek-efek yang diperdagangkan yang disebut bursa efek (Ahmad Rodoni, 2006:158). Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik surat utang (obligasi), equity (saham), reksadana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal berupa instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti : saham, obligasi, waran, right, reksadana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, future dan lain-lain. Menurut Ahmad Rodoni (2006:168), produk-produk yang ada di pasar modal adalah sebagai berikut : 1. Reksadana Reksadana atau disebut mutual fund atau investmen fund merupakan sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan uang kepada pengelola reksadana (manajer investasi) untuk digunakan sebagai modal berinvestasi. Pada prinsipnya investasi pada reksadana adalah melakukan investasi yang menyebar pada beberapa alat investasi yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang 2. Saham Saham adalah penyertaan modal dan pemilikan suatu perseroan terbatas (PT) atau disebut emiten. Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Dengan kepemilikan saham, pemegang saham juga dapat memperoleh capital gain. Capital gain akan diperoleh bila ada kelebihan harga jual diatas harga beli. 3. Saham Preferen Saham preferen adalah gabungan (hybrid) antara obligasi dan saham biasa artinya di samping memiliki karakteristik seperti obligasi juga memiliki karakteristik saham biasa. Karakteristik obligasi misalnya saham preferen memberikan hasil yang tetap seperti bunga obligasi. Biasanya saham preferen memberikan pilihan tertentu atas hak pembagian dividen. Jika suatu ketika emiten mengalami kerugian, maka pemegang saham preferen bisa tidak menerima pembayaran dividen yang sudah ditetapkan sebelumnya. 4. Obligasi Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman dengan yang diberi pinjaman. Surat obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman kepada perusahaan yang menerbitkan obligasi. 5. Obligasi Konversi (Convertible Bond) Obligasi Konversi, sekilas tidak ada bedanya dengan obligasi biasa, biasanya dengan memberika kupon yang tetap, memiliki jatuh tempo dan memiliki nilai pari. Hanya saja obligasi konversi memiliki keunikan yaitu dapat ditukarkan dengan saham biasa. Pada obligasi konversi selalu tercantum persyaratan untuk melakukan konversi. 6. Waran Waran adalah hak untuk membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah ditentukan. Biasanya waran dijual bersamaan dengan surat berharga lainnya, misalnya obligasi atau saham. Penerbitan waran harus memiliki saham yang nantinya dikonversi oleh pemegang waran. Namun setelah obligasi, saham yang disertai waran memasuki pasar baik obligasi, saham maupun waran dapat diperdagangkan secara terpisah. 7. Right issue Right issue merupakan hak bagi pemodal membeli saham baru yang dikeluarkan emiten. Karena merupkan hak, maka investor tidak terikat untuk membelinya. Ini berbeda dengan saham bonus atau dividen saham, yang otomatis diterima oleh pemegang saham. B. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). 1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut. 3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia 1998 tentang Penerbitan dan Rupiah, dan Bank No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System. 4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id): a. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu dan 3 bulan. b. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi miliar. Rp 100 c. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta. d. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni (true discount) yang diperoleh dari rumus berikut ini: Nilai Tunai e. = Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka. Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 5. f. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final g. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). h. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. sebesar 15%. Tingkat Suku Bunga SBI dan IHSG BEI SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagaipengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Tingkat suku bunga merupakan daya tarik bagi investor menanamkan investasinya dalam bentuk deposito atau SBI sehingga investasi dalam bentuk saham akan tersaingi. Menurut Cahyono (2000:117) terdapat 2 penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham. C. Inflasi Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dalam tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito dalam peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan mata uang nasional (Winardi, dalam Setiawan : 2006). Inflasi merupakan kejadian ekonomi yang sering terjadi meskipun kita tidak pernah menghendaki. Milton Friedman menyatakan inflasi ada dimana saja dan selalu merupakan fenomena moneter yang mencerminkan adanya pertumbuhan moneter yang berlebihan dan tidak stabil. Inflasi menunjukan kenaikan harga umum atau suatu fenomena ekonomi yang berkaitan dengan terjadinya penurunan nilai uang yang ditandai dengan kenaikan harga hampir semua barang dalam waktu yang lama. Dalam perekonomian modern, masalah inflasi sangatlah rentan karena penyebab inflasi sangat komplek. Inflasi bukan saja disebabkan oleh penawaran uang yang berlebihan, tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kenaikan gaji, ketidakstabilan politik, pengaruh inflasi dari luar negeri dan kemorosotan nilai uang. Inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Boediono, 2009), pertama demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan permintaan agregat dari masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Jenis yang kedua, adalah cost push inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena meningkatnya harga-harga faktor produksi sehingga menaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Inflasi didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi (persetase kenaikan harga) berbeda dari suatu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari suatu negara ke negara lainnya. Inflasi adalah suatu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus (Sadono Sukirno : 2004:15). Kenaikan harga secara terus menerus dalam suatu periode diukur berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Indeks harga konsumen merupakan indeks harga dari barang yang selalu digunakan para konsumen dengan memakai indeks harga tahunan sebelumnya sebagai tahun dasar. Cara pengukuran inflasi yaitu: IHKt - IHKt-1 Laju inflasi = IHKt-1 Nasution dan Maharani (2006) inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian, tingkat inflasi yang tinggi akan mengakibatkan harga input produk naik sehingga biaya produksi naik, akibatnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan turun, maka dapat dikatakan inflasi mempunyai hubungan negatif dengan harga saham. Menurut Murni (2006:14) Inflasi dapat diklarifikasi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Moderat Inflation (7% - 10% setahun) Adalah inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lamban. 2. Galloping Inflation (20% - 100%) Adalah inflasi ganas dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam terhadap perekonomian. Hal ini ditandai oleh uang kehilangan nilainya dengan suka memegang uang atau lebih baik memegang barang. Kredit jangka panjang didasarkan pada indeks harga cepat, sehingga orang tidak atau menggunakan mata uang asing seperti dollar. Kegiatan investasi masyarakat lebih banyak di luar negeri. 3. Hyper Inflation (diatas 100%) Adalah inflasi yang sangat tinggi. Inflasi ini sangat mematikan perekonomian masyarakat. Kondisi hyper inflation dapat ”Sebelum inflasi, bila ke pasar membawa uang sesaku membeli barang sekeranjang, disaat terjadi hyper kegiatan digambarkan dapat digunakan inflation untuk untuk membeli barang sesaku memerlukan uang sekeranjang” (Samuelson:2001). Menurut penyebabnya inflasi terdiri dari : a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai uang dan barang yang terlalu kuat. Inflasi ini disebut Demand Inflation. b. Inflasi yang timbul karena desakan biaya dan kenaikan ongkos produksi disebut Cost Inflation. Inflasi meningkat berdampak negatif bagi investor di pasar modal dan pasar uang, dan mempunyai dampak positif terhadap kinerja perusahaan, naiknya harga jual produk dapat meningkatkan biaya per kapita, biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku. Hubungan Inflasi dan IHSG BEI menurut Nasution dan Maharani (2006) inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian, tingkat inflasi yang tinggi akan mengakibatkan harga input produk naik sehingga biaya produksi naik, akibatnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan turun, maka dapat dikatakan inflasi mempunyai hubungan negatif dengan harga saham. D. Nilai Tukar (Kurs). Mankiw (2005:492) exchange rate atau kurs adalah tingkat dimana negara melakukan pertukaran di pasar dunia. Krugman (2000 ; 355) kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lain. Nilai tukar (exchange rate) adalah perbandingan antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Kasmir (2001:213) Pasar valuta asing adalah pasar dimana transaksi valuta asing dilakukan baik antar negara maupun dalam suatu negara. Transaksi tersebut dapat dilakukan oleh badan atau perusahaan atau secara perorangan dengan berbagai tujuan. Dalam setiap kali melakukan transaksi valuta asing maka digunakan kurs (nilai tukar). Nilai tukar ini dapat berubah-ubah setiap saat sesuai kondisi dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti ekonomi dan politik. Nilai tukar rupiah terhadap dollar termasuk ke dalam makro ekonomi yang bisa mempengaruhi return yang di dapat oleh investor. Nilai tukar rupiah terhadap dollar ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan pasar, atau dengan kata lain kurs rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar. Harga rupiah terhadap kurs dollar melemah, maka permintaan terhadap mata uang dollar akan meningkat. Hal ini disebabkan karena investor cenderung melepas rupiah dan akan membeli dollar. Akibat dari beralihnya minat investor kepada mata uang dollar atau investor lebih memilih option untuk menyimpan uangnya di bank daripada berinvestasi di pasar modal, maka harga saham cenderung turun yang mengakibatkan menurunnya indeks harga saham yang berakibat lagi pada menurunnya kinerja pasar modal. Hubungan secara teoritis antara nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat negatif yaitu apabila terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar (rupiah terdepresiasi), maka akan menurunkan tingkat pengembalian investasi saham. Dengan merosotnya nilai tukar rupiah menunjuk kepada merosotnya kemampuan ekonomi nasional Indonesia, maka kemampuan fundamental perusahaan juga cenderung merosot, sehingga menurunkan tingkat pengembalian saham. Sedangkan nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat positif yaitu apabila terjadi sebaliknya. (Ruhendi dan Johan A, 2003). 1. Penentuan Nilai Tukar Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993): a. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. b. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. c. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal. 2. Sistem Kurs Mata Uang Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu: a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu : 1) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs. 2) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs. b. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang sekelompok mata uang, yang biasanya dagang yang utama negara lain Negara atau merupakan mata uang negara partner “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan hanya berfluktuasi terhadap tambatannya. Jadi tidak mengalami fluktuasi tetapi mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda. e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. 3. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu: a. Sistem kurs tetap (1970- 1978) Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$, sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. b. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997) Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread. c. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang) Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri. 4. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan IHSG BEI Menurut Sri Adinigsih (1998: 160-161) bahwa, menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar US memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan termasuk pasar modal. Naiknya tingkat bunga akan mengurangi pemodal untuk melakukan investasi dipasar modal. Dengan demikian, maka melemahnya nilai tukar rupiah secara signifikan akan dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan hal tersebut juga akan dapat menimpa perusahan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar US untuk membiayai operasi perusahaan. Jadi dengan terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya akan ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan keuntungan yang diperoleh perusahaan, dan hal saham perusahaan yang menekan yang tingkat tersebut akan dapat menurunkan harga diperjualbelikan di pasar modal. Model Indeks Perekonomian Model faktor tunggal (Single faktor model) membagi sumber ketidakpastian ke dalam faktor sistematik (ekonomi makro) dan faktor (ekonomi mikro). Model Indeks berasumsi bahwa faktor spesifik perusahaan makro dapat diwakili dengan indeks dari imbal hasil. Model indeks tunggal secara drastis mengurangi input yang dibutuhkan prosedur pemilihan portofolio Markowitz. Model ini juga membantu analisis sekuritas. SIM (Single Indeks Model) E(ri) = α + β . rm + e untuk dalam spesialisasi E. Indeks Harga Saham Saat ini di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdapat 7 (tujuh) jenis indeks, sebagai berikut (www.jsx.co.id): 1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masing-masing saham yang didasarkan pada harga dasarnya. 2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. 3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEI diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEI yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). 4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari saham-saham tersebut. 5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk dalam JII. 6. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi perusahaan dengan track record yang baik. 7. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa. Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai obyek penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks Harga Saham Gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia baik saham biasa maupun saham preferen. Anoraga dan Piji (2001: 100-104) mengatakan, secara sederhana yang disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga saham kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar. Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan. Untuk mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan rumus sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2001:102) ; Dimana : Σ Ht : Total harga semua saham pada waktu yang berlaku Σ Ho : Total harga semua saham pada waktu dasar F. Return Saham Horne dan Wackovis (1998,2006) mendefinisikan return saham adalah keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan saham investor atas investasi yang dilakukannya, yang terdiri dari deviden dan capital gain atau loss. Deviden merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham dalam suatu periode tertentu. Capital gain dalam suatu periode merupakan selisih antara harga saham (awal periode dengan harganya di akhir periode). Bila harga saham pada akhir tinggi dari harga awal, maka dikatakan investor memperoleh capital yang terjadi sebaliknya maka investor dikatakan memperoleh semula periode lebih gain, sedangkan bila capital loss. Jenis Return Menurut Jogiyanto (2003:109) saham dibedakan menjadi dua : (1) Return realisasi merupakan return yang telah terjadi, (2) return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian return, bahwa return suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden. Return Saham adalah tingkat pengembalian atau hasil yang diperoleh dari suatu investasi, dalam hal ini investasi saham. Return yang digunakan dalam penelitian ini adalah return realisasi. Return realisasi dihitung berdasarkan data histories. Return saham diukur dengan rumus sebagai berikut: Ri = Pt – Pt – 1 Pt – 1 Keterangan : Ri = Return saham Pt = Harga saham pada periode t Pt – 1 = Harga saham pada periode t -1 G. Sejarah Perusahaan Yang Terdaftar Pada Indeks LQ 45 Indeks LQ 45 terdiri dari 45 saham yang telah terpilih yang memiliki likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi yang terus direview setiap 6 bulan. Saham-saham pada indeks LQ 45 harus memenuhi kriteria dan melewati seleksi utama sebagai berikut : 1. Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar reguler (rata- rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir). 2. Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 terakhir). 3. Telah tercatat di BEI minimum 3 bulan. bulan 4. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler. Perusahaan yang terdaftar pada indeks LQ 45 adalah perusahaan yang memiliki profit yang cukup tinggi dan memiliki saham yang cukup besar. Perusahaan yang terdaftar pada LQ 45 merupakan perusahaan yang masuk ke dalam perusahaan yang telah Go Publik. Di dalam indeks LQ 45 terdiri dari 45 perusahaan yang bervariasi dari berbagai sektor yang telah memenuhi persyaratan dalam indeks LQ 45. Perusahaan yang paling sering masuk pada indeks LQ 45 adalah perusahaan telekomunikasi. Salah satunya adalah PT.TELKOM dan PT.INDOSAT. Kedua perusahaan tersebut adalah perusahaan yang cukup besar dan akan menjadi primadona pada pasar saham. Karena berdasarkan riset pasar di Indonesia pada tahun 2006 perusahaan yang akan menjadi primadona adalah pada sektor telekomunikasi, sektor pertambangan dan energi. H. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi. Berikut ringkasan beberapa penelitian terdahulu: 1. Gupta (2000) Gupta (2000) yang mengadakan penelitian di Indonesia dengan menggunakan metode analisis regresi memakai data periode 1993-1997 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara tingkat bunga, nilai tukar, dan harga saham. 2. Sitinjak dan Kurniasari (2003) Mereka menyimpulkan bahwa jika kurs (nilai tukar dolar terhadap rupiah) naik satu satuan berarti akan terjadi penurunan indikator pasar (IHSG) saham sebesar satu satuan. Terutama sekali pada saat kondisi pasar sedang bearish. Sedangkan pada pasar sedang bullish, indikator pasar saham dan indikator pasar uang secara bersamasama berpengaruh positif. Terutama padaindikator pasar uang SBI, signifikan positif untuk mempengaruhi pasar saham. 3. Maurin Sitorus (2004) Penelitian ini mencoba untuk meneliti pengaruh variabel makro ekonomi ( Inflasi, Suku bunga SBI, kurs, dan jumlah uang beredar). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa variabel-variabel makro ekonomi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi. Dan variabel makro ekonomi yang berpengaruh sangat besar terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi adalah variabel kurs. 4. Tendi, Trimanto dan Rosi (2005) Dengan menggunakan metode analisis regresi berganda linear berganda mereka menyimpulkan bahwa nilai tukar dollar AS merupakan salah satu indikator perkembangan IHSG dengan diketahui bahwa hubungan antara nilai tukar rupiah per dollar AS dengan IHSG di Bursa Efek Indonesia kuat yaitu sebesar 64,9%. Dengan nilai negatif, artinya jika nilai tukar rupiah per dollar AS naik maka IHSG akan menurun. 5. Murwaningsari (2008) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Etty Murwaningsari periode tahun 1992 sampai dengan tahun 2006 tentang pengaruh volume perdagangan saham, deposito dan kurs terhadap IHSG beserta prediksi IHSG dengan model Garch dan Arima menunjukkan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap IHSG dan kurs tidak memiliki pengaruh signifikan pada IHSG. 6. Moh Mansyur (2009) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moh Mansyur (2009) yang meneliti sejauh mana pengaruh yang diberikan oleh tingkat suku bunga dan kurs dollar AS terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia dengan analisis jalur memberikan hasil yang menyatakan bahwa sangat dipengaruhi oleh nilai tukar dollar AS sebesar pengaruh yang negatif, artinya apabila rupiah maka IHSG cenderung akan melemah terapresiasi terhadap dollar AS SBI menggunakan pergerakan 51,55% dengan ISHG arah terdepresiasi terhadap dollar AS dan begitu juga sebaliknya, apabila rupiah maka IHSG akan mengalami penguatan. Tidak signifikannya tingkat suku bunga SBi terjadi karena pada periode penelitian, yaitu tahun 2000 sampai tahun 2002 terjadi banyak sentimen diluar variable yang diteliti, seperti : situasi politik, ekonomi dan keamanan dalam negeri. Berdasarkan uraian di atas, ringkasan dari penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.1 Tabel 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Tahun Variabel Sampel /Model Penelitian Regresi Hasil Penelitian Gupta 2000 - Tingkat bunga - Nilai Tukar - Harga Saham Sitinjak dan Kurniasari 2003 - SBI - IHK - Kurs - Pasar Saham Non Linear Combination - Inflasi - SBI - Kurs - Jumlah Uang Beredar - Return Saham - Kurs - SBI - Inflasi - IHSG Regresi Kurs berpengaruh signifikan negatif dan SBI berpengaruh signifikan positif terhadap Pasar Saham Kurs memiliki pengaruh sangat besar terhadap Return Saham Maurin Sitorus 2004 Tendi Haruman dkk. 2005 Regresi Kurs memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IHSG Etty Murwaningsari 2008 - Volume Perdagangan saham - Suku Bunga Deposito - Kurs - IHSG Garch dan Arima 2009 - SBI - Kurs - IHSG Path Analysis Suku Bunga Deposito berpengaruh negatif terhadap IHSG dan Kurs tidak memiliki pengaruh signifikan pada IHSG. Kurs memiliki pengaruh siginfikan terhadap IHSG Moh. Mansyur Tidak ada kasualitas antara ketiga variabel tersebut. dan SBI tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap IHSG Sumber : Data Diolah I. Kerangka Pemikiran Pada kerangka pemikiran ini menunjukkan bahwa adanya hubungan langsung antara SBI, Inflasi, dan Nilai Kurs terhadap Return Saham LQ 45, dan IHSG. Dan juga adanya hubungan korelasional antara SBI dengan Inflasi, Inflasi dengan Nilai Kurs, dan juga SBI dengan Nilai Kurs, sedangkan Return Saham LQ 45 berhubungan langsung terhadap IHSG. Hal ini dapat ditunjukkan pada gambar kerangka pemikiran dibawah ini Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran SBI Inflasi Nilai Kurs Return Saham LQ 45 IHSG J. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Ho : βi = 0, Indikator ekonomi makro (SBI, Inflasi, Kurs), tidak berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel dependen (Return Saham LQ 45 dan IHSG). Ha : βj ≠ 0, Indikator ekonomi makro (SBI, Inflasi, Kurs), berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel dependen (Return Saham LQ 45 dan IHSG). 2. Ho : βi = 0, Indikator ekonomi makro (SBI, Inflasi, Kurs), tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel dependen (Return Saham LQ 45 dan IHSG). Ha : βj ≠ 0, Indikator ekonomi makro (SBI Inflasi, Kurs), berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel dependen Saham LQ 45 dan IHSG). BAB III (Return METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan mengenai pengaruh Nilai SBI, Inflasi, dan Nilai Kurs sebagai variabel independent dan Return Market IHSG dan Return Saham LQ 45 sebagai variabel dependen. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : B. 1. Objek yang diteliti adalah Return Saham LQ45 dan IHSG. 2. Periode penelitian dari Januari 2006 sampai Desember 2009. 3. Varibel dependen adalah Return Saham LQ45 dan IHSG. 4. Variabel independent adalah tingkat suku bunga SBI, Nilai Kurs, dan Inflasi. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005:55). Penelitian ini dilakukan untuk meneliti apakah kurs rupiah/US$, tingkat suku bunga SBI dan Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan dampaknya terhadap Return Saham LQ 45. Karena yang menjadi obyek penelitian adalah Return Market IHSG dan Return Saham LQ 45, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah harga seluruh saham yang tergabung dalam IHSG yang terdaftar dari 1 Januari 2006 sampai 31 Desember 2009. 2. Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling, dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Saham tersebut terdaftar di LQ45. b. Perusahaan konsisten terdaftar dalam LQ 45 minimal 4 tahun berturut-turut dalam periode Januari 2006 sampai dengan Desember 2009. C. Metode Pengumpulan Data Dalam proses pengumpulan data-data atau informasi yang berhubungan dengan substansi penelitian, penulis menggunakan teknik-teknik pengumpulan data untuk mendukung pelaksanaan penelitian ini dengan cara : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh teori-teori yang mendukung penelitian ini dengan cara mempelajari, meneliti, mengkaji, serta menelaah literature-literatur berupa buku, majalah, dan jurnal yang berhubungan dengan topik penelitian. 2. Sumber data Data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Penelitian ini menguji pengaruh tingkat suku bunga SBI, Inflasi, dan nilai kurs terhadap IHSG dan dampaknya terhadap Return Saham LQ 45. Data tingkat suku bunga, inflasi, dan nilai kurs mata uang asing dikumpulkan dari publikasi Bank Indonesia dari publikasi terbitan maupun situs Bank Indonesia. Harga saham perusahaan dan sampel dikumpulkan dari situs www.finance.yahoo.com D. Analisis Jalur Analisis jalur adalah hubungan antara variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel eksogen terhadap variabel endogen. (Yahya Hamza, 2008:1). Rumus Analisis Jalur : Y1 = ρy1x1X1 + ρy1x2X2 + ρy1x3X3 + ε Y2 = ρy2x1X1 + ρy2x2X2 + ρy2x3Y1 + ε Keterangan : Y1 = Return Saham LQ 45 Y2 = IHSG X1 = SBI X2 = Inflasi X3 = Nilai Tukar ε = Standar Error E. Uji Hipotesis Pengujian data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software pengolah data statistik SPSS for windows version 13. Penelitian ini menggunakan model analisis jalur (path analysis) untuk menganalisa pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Pada diagram jalur, tanda panah berujung ganda ( ) menunjukkan hubungan korelasional dan tanda panah satu arah ( ) menunjukkan pengaruh langsung dari sebuah variabel eksogen (X) terhadap variabel endogen (Y). (Riduwan dan Engkos, 2007:7). Teknik analisis jalur (path analysis) akan digunakan dalam pengujian besarnya kontribusi yang ditunjukan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antara variabel X1 (Suku Bunga SBI), X2 (Inflasi), dan X3 (Nilai Tukar) terhadap Y1 (Return Saham LQ 45) dan Y2 (IHSG). Kerangka hubungan kausal antara jalur (X1 terhadap Y1 , X1 terhadap Y2, X2 terhadap Y1, X2 terhadap Y2 , X3 terhadap Y1 , X3 terhadap Y2 , X1 dan X2 terhadap Y1, X1 dan X2 terhadap Y2, X2 dan X3 terhadap Y1, X2 dan X3 terhadap Y2 , X1 dan X3 terhadap Y1, X1 dan X3 terhadap Y2 ) dan hubungan korelasional antara jalur (X1 dengan X2, X2 dengan X3, X1 dengan X3, Y1 dengan Y2). dapat dibuat melalui persamaan struktural sebagai berikut: Y1 = ρY1X1 X1 + ρY1X2X2 + ρY1X3X3 + ε Y2 = ρY2X1 X1 + ρY2X3 X2 + ρY2X3 X3 +ρ ρY2X3 Y1 + ε Keterangan: ρYX1X1 - ρY X2 X2 = Standardized Coefficients, koefisien jalur pengaruh langsung X1– X3 terhadap Y X1 = Tingkat Suku Bunga SBI ( eksogen = variabel bebas) X2 = Inflasi (variabel eksogen = variabel bebas) X3 = Nilai Tukar (variable eksogen = variable bebas) Y1 = Return Saham LQ 45(variabel endogen = variabel terikat) Y2 = IHSG (variabel endogen = variabel terikat) ε = Besarnya pengaruh variabel lain 1. Pengujian Hipotesis secara Parsial a. Suku Bunga SBI (X1) Berpengaruh Secara Signifikan Terhadap Return Saham LQ 45 (Y1). Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut : H0 : ρy1x1 = 0 Ha : ρy1x1 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Suku Bunga SBI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Ha : Suku Bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Kaidah keputusan : 1) Jika nilai tukar probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≤ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007 : 103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007 : 103-104). b. Suku Bunga SBI (X1) Berpengaruh secara Signifikan terhadap IHSG(Y2). Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut : H0 : ρy2x1 = 0 Ha : ρy2x1 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Suku Bunga SBI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Ha : Suku Bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Kaidah keputusan : 1) Jika nilai tukar probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≤ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). c. Inflasi (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG (Y1). Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut : H0 : ρy1x2 = 0 Ha : ρy1x2 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : diterima, H0 : Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Ha : Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Kaidah keputusan : 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≤ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). d. Inflasi (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG (Y2). Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagi berikut : H0 : ρy2x2 = 0 Ha : ρy2x2 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Ha : Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Kaidah keputusan : 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). e. Nilai Tukar (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap Return Saham LQ 45 (Y1). Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut : H0 : ρy1x3 = 0 Ha : ρy1x3 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Nilai Tukar tidak signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Ha : Nilai Tukar signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Kaidah keputusan : 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). f. Nilai Tukar (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG (Y2). Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut : H0 : ρy2x3 = 0 Ha : ρy2x3 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Nilai Tukar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Ha : Nilai Tukar berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Kaidah keputusan : 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2. Pengujian Hipotesis Secara Simultan a. Suku Bunga SBI (X1) dan Inflasi (X2) berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap Return Saham LQ 45 (Y1). H0 : ρy1x1 = ρy1x2 = ρy1ε1 = 0 Ha : ρy1x1 ≠ ρy1x2 ≠ ρy1ε1 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Suku Bunga SBI dan Inflasi tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Ha : Suku Bunga SBI dan Inflasi berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Untuk mengetahui signifikan analisis jalur yaitu dengan membandingkan antara nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas sig dengan dasar pengembalian keputusan sebagai berikut: 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). b. Suku Bunga SBI (X1) dan Inflasi (X2) berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap IHSG (Y2). H0 : ρy2x1 = ρy2x2 = ρy2ε3 = 0 Ha : ρy2x1 ≠ ρy2x2 ≠ ρy2ε3 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Suku Bunga SBI dan Inflasi tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IHSG. Ha : Suku Bunga SBI dan Inflasi berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IHSG. Untuk mengetahui signifikan analisis jalur yaitu dengan membandingkan antara nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas sig dengan dasar pengembalian keputusan sebagai berikut: 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). c. Inflasi (X2) dan Nilai Tukar (X3) berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap Return Saham LQ 45 (Y1). H0 : ρy1x2 = ρy1x3 = ρy1ε1 = 0 Ha : ρy1x2 ≠ ρy1x3 ≠ ρy1ε1 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Inflasi dan Nilai Tukar tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Ha : Inflasi dan Nilai Tukar berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Untuk mengetahui signifikan analisis jalur yaitu dengan membandingkan antara nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas sig dengan dasar pengembalian keputusan sebagai berikut: 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007 : 103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007 : 103-104). d. Inflasi (X2) dan Nilai Tukar (X3) berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap IHSG (Y2). H0 : ρy2x2 = ρy2x3 = ρy2ε3 = 0 Ha : ρy2x2 ≠ ρy2x3 ≠ ρy2ε3 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Inflasi dan Nilai Tukar tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IHSG. Ha : Inflasi dan Nilai Tukar berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IHSG. Untuk mengetahui signifikan analisis jalur yaitu dengan membandingkan antara nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas sig dengan dasar pengembalian keputusan sebagai berikut: 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). e. Suku Bunga SBI (X1) dan Nilai Tukar (X3) berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap Return Saham LQ 45 (Y1). H0 : ρy1x1 = ρy1x3 = ρy1ε1 = 0 Ha : ρy1x1 ≠ ρy1x3 ≠ ρy1ε1 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar tidak berpengaruh secara simultan signifikan terhadap Return Saham LQ 45. dan Ha : Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Return Saham LQ 45. Untuk mengetahui signifikan analisis jalur yaitu dengan membandingkan antara nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas sig dengan dasar pengembalian keputusan sebagai berikut: 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007 : 103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007 : 103-104). f. Suku Bunga SBI (X1) dan Nilai Tukar (X3) berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap IHSG (Y2). H0 : ρy2x1 = ρy2x3 = ρy2ε3 = 0 Ha : ρy2x1 ≠ ρy2x3 ≠ ρy2ε3 ≠ 0 Hipotesis bentuk kalimat : H0 : Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IHSG. Ha : Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IHSG. Untuk mengetahui signifikan analisis jalur yaitu dengan membandingkan antara nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas sig dengan dasar pengembalian keputusan sebagai berikut: 1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan (Riduan, 2007:103-104). 2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [ 0,05 ≥ sig ] , maka H0 ditolak Ha diterima, artinya signifikan (Riduan, 2007:103-104). F. Operasional Variabel Penelitian Masing-masing variabel dalam penelitian ini secara operasional dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Tingkat Suku Bunga SBI Tingkat suku bunga SBI adalah ukuran keuntungan investasi berupa sertifikat bank Indonesia yang dapat diperoleh pemodal dan juga biaya modal yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menggunakan dana dari pemodal. Pengukuran yang digunakan adalah satuan persentase dan data yang diambil adalah tingkat suku bunga SBI mulai bulan Januari 2006-Desember 2009. Tingkat Suku BUnga SBI = ∑ Mi . Wi 2. Inflasi Inflasi adalah ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang peningkatan harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi oleh sistem perekonomian. Inflasi juga merupakan salah satu ukuran aktivitas ekonomi yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi nasional. Tingkat inflasi dapat diukur dengan menggunakan laju inflasi yang terlihat dalam Indeks Harga Konsumen (IHK), adapun cara menghitung IHK adalah sebagai berikut : IHKt – IHKt-1 IHK = IHKt-1 Sumber : Sadono Sukirno 3. Nilai Tukar Rupiah/US$ Dalam penelitian inivariabel kurs yang digunakan adalah kurs tengah rupiah terhadap US Dollar. Savatore (1997:49) Nilai tukar atau kurs (Exchange Rate) didefinisikan sebagai harga mata uang luar negeri dalam satuan mata uang domestik. Kurgmnan (2000:355) kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lain. Mankiw (2000:192). Adapun untuk nilai tukar yang digunakan dalam perhitungan ini adalah nilai tukar (kurs) tengah, dengan persamaan sebagai berikut: Nilai Tukar Rp / $ = Kurs Nilai Tengah Rp / $t x Kurs Nilai Tengah Rp / $t – 1 Kurs Tengah Rp / $t – 1 Sumber : Mankiw 4. Return Saham Return Saham adalah tingkat pengembalian atau hasil yang diperoleh dari suatu investasi, dalam hal ini investasi saham. Return yang digunakan dalam penelitian ini adalah return realisasi. Return realisasi dihitung berdasarkan data histories. Return saham diukur dengan rumus sebagai berikut: Rit = Pt – Pt – 1 Pt – 1 5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) IHSG adalah indeks yang diperoleh dari seluruh saham yang tercatat di BEI dalam satu waktu tertentu. Pengukuran yang digunakan adalah dalam satu satuan poin, dan data yang diperoleh merupakan data IHSG sejak Januari 2006-Desember 2009. IHSG = IHSGt – IHSGt – 1 IHSGt – 1 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Bursa Efek Indonesia Pasar modal merupakan sebagai bagian dari sektor keuangan bukanlah merupakan barang baru di Indonesia. Sejarah pasar modal di Indonesia sebenarnya telah mulai sejak Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Bursa Efek di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang diselenggarakan oleh Vereniging Voor Effectenhandel. Dengan mendasarkan pada pengalaman Belanda, pendirian bursa efek (Stock Exchange) di Batavia adalah dalam rangka memupuk sumber pembiayaan bagi perkebunan milik Belanda yang tumbuh secara besar-besaran di Indonesia. Efek yang diperjualbelikan merupakan saham dan obligasi yang ditebitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta efek-efek Belanda lainnya. Dengan perkembangan Bursa Efek di Batavia, pada tanggal 11 Januari 1925 di buka Bursa Efek Surabaya, kemudian disusul dengan pembukaan bursa efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Sayang sekali, aktivitas pasar modal di Indonesia terpaksa seluruhnya terhenti akibat terjadinya Perang Dunia kedua. Sejak tahun 1956 pemerintah telah mencoba mengaktifkan kembali pasar modal sebagaimana sarana pembiayaan kegiatan ekonomi. Pada awalnya, pemerintah mendorong pertumbuhan pasar modal melalui pemberian fasilitas perpajakan, baik kepada perusahaan-perusahaan yang go public maupun para investor serta lembagalembaga penunjang yang terkait termasuk broker dan dealer. Fasilitas perpajakan kemudian dihapuskan setelah diberlakukan peraturan perpajakan baru pada tahun 1983, sedangkan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya ditunda pemungutannya. Keadaan ini sudah tentu mengakibatkan iklim investasi di pasar modal kurang menarik. Oleh karena itu, pemerintah berusaha mendorong kembali pertumbuhan pasar modal dengan mengeluarkan paket-paket deregulasi, seperti paket Desember 1987, paket Oktober 1988, dan paket Desember 1988. Salah satu isi paket tersebut yang terpenting adalah dinaikkannya pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan berjangka lainnya sebesar 15% final. Kebijaksanaan pengenaan pajak final atas tabungan dimaksud berdampak sangat positif terhadap pasar modal, karena pendapatan masyarakat pemodal menjadi berkurang, sehingga mereka cenderung mencari alternatif lain dalam menginvestasikan uangnya. Tidak sampai tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), institusi baru dibawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar sahampun mulai meningkat seiring dengan perkembangannya pada tahun 1990. Pada tanggal 13 Juli 1992, bursa saham diswastanisasi menjadi PT Bursa Efek Jakarta (PT BEJ), swastanisasi bursa saham menjadi PT. Bursa Efek Jakarta ini mengakibatkan beralihnya fungsi Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM). Pada 22 Mei 1995, Bursa Efek Jakarta memasuki babak baru dengan meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS), sebuah sistem perdagangan otomatis yang menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham tanpa harus melalui lantai bursa, dimana transaksi dapat dilakukan oleh WPPE dikantornya masing-masing. Sistem baru tersebut sangat efektif dan lebih menjamin kegiatan pasar yang transparan. Tahun 2002 Bursa Efek Jakarta juga mulai menerapkan perdagangan jarak jauh (Remote Trading), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efesiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan. Bursa Efek Jakarta merupakan Perusahaan Terbatas (PT) yang dimiliki oleh berbagai securities company. Setelah sekuritas terjual di Pasar Perdana, sekuritas tersebut didaftarkan di bursa efek, agar nantinya dapat diperjualbelikan di Bursa. Saat pertama kali sekuritas tersebut diperdagangkan di bursa biasanya memerlukan waktu sekitar 4-6 minggu dari saat IPO (Initial Public Offering). Pada waktu sekuritas tersebut diperdagangkan di Bursa, dikatakan sekuritas tersebut diperdagangkan di Pasar Sekunder. Pada 1 Desember 2007, penggabungan Bursa Efek Surabaya ke dalam Bursa Efek Jakarta menjadi entitas bursa baru, yakni Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi beroperasi. 2. Sejarah Perusahaan Yang Terdaftar Pada Indeks LQ 45 Indeks LQ 45 terdiri dari 45 saham yang telah terpilih yang memiliki likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi yang terus direview setiap 6 bulan. Saham-saham pada indeks LQ 45 harus memenuhi kriteria dan melewati seleksi utama sebagai berikut : a. Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar reguler (ratarata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir). b. Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir). c. Telah tercatat di BEI minimum 3 bulan. d. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler. Perusahaan yang terdaftar pada indeks LQ 45 adalah perusahaan yang memiliki profit yang cukup tinggi dan memiliki saham yang cukup besar. Perusahaan yang terdaftar pada LQ 45 merupakan perusahaan yang masuk ke dalam perusahaan yang telah Go Publik. Di dalam indeks LQ 45 terdiri dari 45 perusahaan yang bervariasi dari berbagai sektor yang telah memenuhi persyaratan dalam indeks LQ 45. Perusahaan yang paling sering masuk pada indeks LQ 45 adalah perusahaan telekomunikasi. Salah satunya adalah PT.TELKOM dan PT.INDOSAT. Kedua perusahaan tersebut adalah perusahaan yang cukup besar dan akan menjadi primadona pada pasar saham. Karena berdasarkan riset pasar di Indonesia pada tahun 2006 perusahaan yang akan menjadi primadona adalah pada sector telekomunikasi, sektor pertambangan dan energi. B. Deskriptif Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat 5 (lima) variabel yang akan dianalisis, dimana kelima variabel yang dimaksud dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu variabel dependen adalah IHSG (IHSG) dan Return Saham LQ 45, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah/US$ (Kurs). 1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks Harga Saham Gabungan adalah indeks yang diperoleh dari seluruh saham yang tercatat di BEI dalam satu waktu tertentu. Pergerakan nilai indeks tersebut akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan IHSG di Bursa Efek Indonesia untuk periode tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Perkembangan IHSG Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2006 1.232,32 1.230,66 1.322,97 1.464,41 1.330,00 1.310,26 1.351,65 1.431,26 1.534,61 1.582,63 1.718,96 1.805,52 2007 1.757,26 1.740,97 1.830,92 1.999,17 2.084,32 2.139,28 2.348,67 2.194,34 2.359,21 2.643,49 2.688,33 2.745,83 2008 2.627,25 2.721,94 2.447,30 2.304,52 2.444,35 2.349,10 2.304,51 2.165,94 1.832,51 1.256,70 1.241,54 1.355,41 Sumber : www.yahoofinance.com Gambar 4.1. Grafik Perkembangan IHSG 2009 1.332,67 1.285,48 1.434,07 1.722,77 1.916,83 2.026,78 2.323,24 2.341,54 2.467,59 2.367,70 2.415,84 2.534,36 Periode tahun 2006-2009 (Sumber : Data Diolah) Dari tabel 4.1. dapat dilihat bahwa IHSG selama 3 (tiga) tahun selalu mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar saham di Indonesia sangat aktif dan dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi investor dalam negeri maupun investor asing. 2. Return Saham LQ 45 Return Saham merupakan suatu pendapatan saham atau tingkat keuntungan yang diperoleh dari selisih antara harga saham periode tertentu dan harga saham periode sebelumnya dibagi dngan harga saham pada periode sebelumnya. Pada tabel 4.2. menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan return saham LQ45 pada tahun 2006-2009 Tabel 4.2. Data Return Saham LQ 45 Periode 2006-2009 BULAN Januari Februari 2006 0.069 0.014 2007 0.149 -0.106 2008 0.053 -0.026 2009 0.058 -0.002 Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 0.083 -0.046 0.189 -0.068 0.401 -0.282 0.101 -0.164 0.393 -0.088 -1.000 0.054 0.082 -0.028 0.191 -0.063 -0.030 0.159 0.166 -0.160 -0.225 0.256 -0.038 -0.034 0.037 -0.152 -0.082 -0.442 0.074 0.007 0.020 0.187 0.151 0.209 0.006 0.054 -0.088 0.269 -0.150 0.033 Sumber : Data Diolah Gambar 4.2. Grafik Perkembangan Return Saham LQ 45 Periode 2006-2009 (Sumber : Data Diolah) Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa rata-rata return saham lq 45 tertinggi terjadi pada tahun 2009, dan nilai rata-rata terendah berada pada tahun 2007, dimana return saham lq 45 tertinggi pada bulan Juli tahun 2006 sebesar 0,401 dan angka terendah pada bulan Maret tahun 2007 sebesar -1,00. 3. Tingkat SBI Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Sedangkan suku bunga adalah jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Jadi, tingkat suku bunga SBI jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu untuk SBI. Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI pada Bank Indonesia periode tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Data Perkembangan Tingkat SBI Pada Bank Indonesia Periode 2006-2009 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2006 0.0106 0.0106 0.0106 0.0106 0.0104 0.0104 0.0102 0.0098 0.0094 0.0090 0.0085 0.0081 Sumber : www.bi.go.id 2007 0.0079 0.0077 0.0075 0.0075 0.0073 0.0071 0.0069 0.0069 0.0069 0.0069 0.0069 0.0067 2008 0.0067 0.0066 0.0066 0.0067 0.0069 0.0073 0.0077 0.0077 0.0081 0.0092 0.0094 0.0090 2009 0.0081 0.0073 0.0068 0.0064 0.0060 0.0058 0.0056 0.0055 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054 Gambar 4.3. Grafik Perkembangan Data Tingkat SBI Periode 2006-2009 (Sumber : Data Diolah) Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat suku bunga yang tertinggi terjadi pada tahun 2006, rata-rata tingkat suku bunga terendah terjadi pada tahun 2009, dimana nilai tingkat suku bunga SBI tertinggi pada bulan Januari tahun 2006 sebesar 0,1275 atau 12,75% dan angka terendah pada bulan Desember tahun 2009 sebesar 0,0646 atau 6,46%. 4. Inflasi Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan bersifat umum. Pada tabel 4.4 menunjukkan nilai inflasi pada tahun 2006-2009. Tabel 4.4. Data Inflasi Periode 2006-2009 Bulan 2006 2007 2008 2009 January 0.170 0.066 0.074 0.092 February 0.179 0.067 0.074 0.086 March 0.157 0.069 0.082 0.079 April 0.154 0.070 0.090 0.073 May 0.156 0.065 0.104 0.060 June 0.155 0.061 0.110 0.037 July 0.152 0.058 0.119 0.027 August 0.149 0.060 0.119 0.028 September 0.146 0.063 0.121 0.028 October 0.063 0.065 0.118 0.026 November December 0.053 0.066 0.063 0.063 0.117 0.111 0.024 0.028 Sumber : www.bi.go.id Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Inflasi Periode tahun 2006-2009 (Sumber : Data Diolah) Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai inflasi tertinggi terjadi di tahun 2006 dan nilai rata-rata terendah terjadi pada tahun 2009, dimana angka inflasi tertinggi pada bulan Febuari tahun 2006 sebesar 17,92% dan angka inflasi terendah pada bulan November tahun 2009 sebesar 2,41%. 5. Nilai Tukar Rupiah/US$ (Kurs) Menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar (kurs) rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah/US$ merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang Dolar AS. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan Nilai Tukar Rupiah/US$ pada Bank Indonesia untuk periode tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Data Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/US$ Pada Bank Indonesia Periode 2003-2005 BULAN 2006 Januari 9895 Februari 9730 Maret 9575 April 9275 Mey 9720 Juni 9800 July 9570 Agustus 9600 September 9735 Oktober 9610 November 9665 Desember 9520 Sumber : www.bi.go.id 2007 9590 9660 9618 9583 9328 9554 9686 9910 9637 9603 9876 9919 2008 9791 9551 9717 9734 9818 9725 9618 9653 9878 11495 12651 11450 2009 11855 12480 12075 11213 10840 10725 10420 10560 10181 10045 9980 9900 Gambar 4.5. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Periode tahun 2006-2009 (Sumber : Data Diolah) Berdasarkan table 4.5 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tertinggi terjadi di tahun 2008 dan nilai rata-rata terendah barada pada tahun 2006, dimana nilai tukar tertinggi pada bulan November tahun 2008 sebesar Rp. 12.651 dan angka terendah pada bulan Desember tahun 2006 sebesar Rp. 9.520. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menunjukkan dalam keadaan stabil sepanjang periode bulan Januari tahun 2006 hingga bulan Desember 2006, karena pergerakannya berkisar Rp. 9.520 sampai Rp. 9.895. Hal tersebut menandakan bahwa perekonomian Indonesia yang kondusif. C. Uji Korelasi Teknik pengolahan data selanjutnya dalam menyelesaikan penelitian ini adalah dengan menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis), dimana analisis jalur ini berfungsi untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung sekumpulan variabel, sebagai variabel penyebab (variabel eksogen) terhadap seperangkat variabel lainnya yang merupakan variabel akibat (varibel endogen). 1. Pengujian Hubungan Antar Sub Variabel Dalam metode analisis jalur, untuk mencari hubungan kausal atau pengaruh variabel-variabel penelitian, terlebih dahulu dihitung matriks korelasi dari variabelvariabel atribut variabel makro ekonomi (Kurs Rupiah, Inflasi, dan Indeks IHSG dan indeks return saham LQ-45. Berikut adalah hasil penghitungan koefisien korelasi dengan menggunakan software SPSS 13 : Tabel 4.6. Koefisien Korelasi Variabel-variabel karakteristik makro ekonomi dan IHSG Correlations Tingkat SBI Pearson Correlation Tingkat SBI 1 Sig. (2-tailed) N 48 Pearson Correlation Inflasi .892** Sig. (2-tailed) .000 N 48 Nilai Tukar Rupiah Pearson Correlation -.097 Sig. (2-tailed) .514 N 48 Return Saham LQ 45 Pearson Correlation -.021 Sig. (2-tailed) .887 N 48 Pearson Correlation IHSG -.790** Sig. (2-tailed) .000 N 48 Nilai Tukar Return Inflasi Rupiah Saham LQ 45 .892** -.097 -.021 .000 .514 .887 48 48 48 1 -.067 -.020 .649 .892 48 48 48 -.067 1 .033 .649 .825 48 48 48 -.020 .033 1 .892 .825 48 48 48 -.655** -.375** .025 .000 .009 .866 48 48 48 IHSG -.790** .000 48 -.655** .000 48 -.375** .009 48 .025 .866 48 1 48 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). (Sumber : Data Diolah) Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai korelasi antar variabel. Angka koefisien korelasi bertanda negatif (-) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat berbanding terbalik, artinya peningkatan satu variabel akan diikuti oleh penurunan variabel lain. Untuk penentuan keeratan hubungan digunakan kriteria berdasarkan Guilford (1956), 0,00 ≤ ρ < 0,20 = Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan 0,20 ≤ ρ < 0,40 = Hubungan yang kecil (tidak erat) 0,40 ≤ ρ < 0,70 = Hubungan yang moderat 0,70 ≤ ρ < 0,90 = Hubungan yang erat 0,90 ≤ ρ < 1 = Hubungan yang sangat erat Untuk pengujian lebih lanjut, maka diajukan Hipotesis : H0 : Tidak ada hubungan (korelasi) yang signifikan antara dua variabel Ha : Ada hubungan (korelasi) yang signifikan antara dua variabel Pengujian berdasarkan uji probabilitas (prob) : Jika Probabilitas > 0.05, maka H0 diterima Jika Probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak. Tabel 4.7. Pengujian Hubungan Antar Sub Variabel Hubungan Koefisien Korelasi Kategori IHSG dengan Tingkat SBI (X1) -0. 790 Erat 0.000 Signifikan IHSG dengan Inflasi (X2) -0. 655 Erat 0.000 Signifikan IHSG dengan Kurs Rupiah (X3) -0.375 Cukup Erat 0.009 Signifikan Return Saham LQ45dengan Tingkat SBI (X1) -0. 021 Tidak Erat 0.887 Tidak Signifikan Return Saham LQ45 dengan Inflasi (X2) -0. 020 Tidak Erat 0.892 Tidak Signifikan Probabilitas Kesimpulan Return Saham LQ45 dengan Kurs Rupiah (X3) 0.033 Tidak Erat 0.825 Tidak Signifikan Tingkat SBI (X1) dengan Inflasi (X2) 0.892 Sangat Erat 0.000 Signifikan Tingkat SBI (X1) dengan Kurs Rupiah (X3) -0.091 Tidak Erat 0.514 Tidak Signifikan Inflasi (X2) dengan Kurs Rupiah (X3) -0.067 Tidak Erat 0.649 Tidak Signifikan Return Saham LQ45 dengan IHSG 0.025 Tidak Erat 0.866 Tidak Signifikan (Sumber : Data Diolah) Berdasarkan hasil pengujian di atas, hubungan yang terjadi antara IHSG dengan variebl makro ekonomi memiliki hubungan yang signifikan, karena semua nilai probabilitasnya lebih kecil dari pada 0.05. sedangkan hubungan antara return saham LQ45 dengan variable makro ekonomi memiliki hubungan yang tidak signifikan karena semua probabilitasnya di atas 0.05. D. Analisis Jalur (Path Analysis) Teknik pengolahan data selanjutnya dalam menyelesaikan penelitian ini adalah dengan menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis), dimana analisis jalur ini berfungsi untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung sekumpulan variabel, sebagai variabel penyebab (variabel eksogen) terhadap seperangkat variabel lainnya yang merupakan variabel akibat (varibel endogen). 1. Persamaan Analisis Jalur 1 (Y1 = ρy1x1X1 + ρy1x2X2 + ρy1x3X3 + ε) Dalam penentuan pengaruh variabel penelitian secara keseluruhan didapat nilai koefisien jalur dari penjumlahan seluruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Nilai koefisien jalur (berdasarkan estimate) variabel Tingkat SBI, Inflasi, dan Kurs Rupiah terhadap Return Saham LQ 45 diolah dengan menggunakan bantuan software SPSS 13 berikut adalah hasil pengolahannya : Tabel 4.8. Koefisien Persamaan Analisis Jalur Coefficientsa Model 1 Tingkat SBI Inflasi Nilai Tukar Rupiah Standardized Coefficients Beta -.010 -.009 .031 a. Dependent Variable: Return Saham LQ 45 (Sumber : Data Diolah) Koefisien-koefisien jalur yang diperoleh berdasarkan hasil pengolahan adalah sebagai berikut. ρ y1x1 = -0.010 ρ y1 x 2 = -0.009 ρ y1 x 3 = 0.031 Jadi, persamaan analisis jalur yang terbentuk adalah sebagai berikut : Y1 = ρy1x1X1 + ρy1x2X2 + ρy1x3X3 + ε Y1 = -0.010X1 – 0.009 X2 + 0.031 X3 2. Persamaan Analisis Jalur 2 (Y2 = ρy2x1X1 + ρy2x2X2 + ρy2x3X3 + ρy2x3 Y1 + ε) Dalam penentuan pengaruh variabel penelitian secara keseluruhan didapat nilai koefisien jalur dari penjumlahan seluruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Nilai koefisien jalur (berdasarkan estimate) variabel Tingkat SBI, Inflasi, Kurs Rupiah dan Return Saham LQ-45 terhadap IHSG diolah dengan menggunakan bantuan software SPSS 13 berikut adalah hasil pengolahannya : Tabel 4.9. Koefisien Persamaan Analisis Jalur Coefficientsa Model 1 Tingkat SBI Inflasi Nilai Tukar Rupiah Return Saham LQ 45 Standardized Coefficients Beta -1.091 .287 -.462 .023 a. Dependent Variable: IHSG (Sumber : Data Diolah) Koefisien-koefisien jalur yang diperoleh berdasarkan hasil pengolahan adalah sebagai berikut: = -1.091 = 0.287 = -0.462 = 0.023 Jadi, persamaan analisis jalur yang terbentuk adalah sebagai berikut : Y2 = ρy2x1X1 + ρy2x2X2 + ρy2x3X3 + ρy2 x3 Y1 + ε Y2 = -1.091 X1 + 0.287 X2 - 0.462 X3 + 0.023Y1 E. Diagram Analisis Jalur Analisis Diagram Jalur dengan Variabel Endogen Return Saham LQ-45 dan IHSG Besarnya koefisien jalur diperlihatkan oleh hasil output diagram jalur dengan harga koefisien jalur keseluruhan variabel dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Gambar 4.6. Analisis Jalur dengan variabel endogen Return Saham LQ-45 dan IHSG (Sumber : Data Diolah) Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui terdapat dua buah persamaan analisis jalur. Pertama bahwa variabel Tingkat SBI (X1), Inflasi (X2) dan Kurs Rupiah (X3) merupakan tiga buah variabel eksogen yang satu dengan yang lainnya mempunyai kaitan korelatif secara bersama-sama mempengaruhi variabel endogen Return Saham LQ 45 (Y1). Kedua diketahui bahwa variabel Tingkat SBI (X1), Inflasi (X2) dan Kurs Rupiah (X3) merupakan tiga buah variabel eksogen dimana satu dengan yang lainnya mempunyai kaitan korelatif yang secara bersama-sama mempengaruhi variabel perantara Return Saham LQ 45 (Y1) mempengaruhi variabel endogen IHSG (Y2). F. Pengujian Hipotesis 1. Uji F (Keseluruhan) Tabel 4.10. Uji F ANOVAb Model 1 Regression F 59.789 Sig. .000a a. Predictors: (Constant), Return Saham LQ 45, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Tingkat SBI b. Dependent Variable: IHSG (Sumber : Data Diolah) Pada tabel analisis varian (Anova) ditampilkan hasil uji F yang dapat dipergunakan untuk menguji model apakah variabel Tingkat SBI, Inflasi dan Kurs Rupiah serta variable Return Saham secara simultan berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Pengujian dilakukan dengan Uji F, hipotesis yang diajukan adalah : H0 : = = = =0 Ha : sekurang-kurangnya ada sebuah ρ yixi ≠ 0, ; i = 1, 2, 3 Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan nilai Fhitung dengan Ftabel : Jika Fhitung > ttabel, maka H0 ditolak Jika Fhitung < ttabel, maka H0 diterima Dari penghitungan didapat nilai F hitung sebesar 59.789. Dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dan df1 = 4 dan df2 = 43, didapat nilai Ftabel = 2.59. Karena nilai Fhitung (59.789) < nilai Ftabel (2.59) maka H0 ditolak atau terdapat kecocokan antara model dengan data. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek variabel Tingkat SBI, Inflasi, Kurs Rupiah dan Return Saham LQ-45 secara simultan berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Sehingga model analisis jalur yang didapatkan layak digunakan. atau jika dilihat dengan menggunakan nilai signifikansi, diketahui bahwa nilai sig (0.000 < 0.05) sehingga memiliki kesimpulan yang sama dengan Uji F yaitu terdapat kecocokan antara model dengan data. 4. Uji T (Secara Individu) Tabel 4.11. Uji T Coefficientsa Model 1 (Constant) Tingkat SBI Inflasi Nilai Tukar Rupiah Return Saham LQ 45 t 16.230 -8.250 2.176 -7.706 .384 Sig. .000 .000 .035 .000 .703 a. Dependent Variable: IHSG (Sumber : Data Diolah) Y2 = ρy2x1 X1 + ρy2x2 X2 + ρy2x3 X3 + ρy2y1 Y1 + ε Berikut adalah pengujiannya : a. Menguji signifiknasi koefisien X1 (Tingkat SBI) pada model analisis jalur : Berikut adalah hipotesis yang diajukan : H0 : ρy2x1 = 0 (koefisien X1 (Tingkat SBI) tidak signifikan) Ha : ρy2x1 ≠ 0 (koefisien X1 (Tingkat SBI) signifikan) Pengambilan keputusan didasarkan atas dua metode: 1) Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel di mana µ 1=µ 2 Jika |thitung| > ttabel, maka H0 ditolak Jika |thitung| < ttabel, maka H0 diterima Terlihat bahwa thitung untuk koefisien Tingkat SBI adalah 8.250, Sedang ttabel bisa dihitung pada tabel t-test, dengan α = 0.05, karena digunakan hipotesis dua arah, ketika mencari ttabel, nilai α dibagi dua menjadi 0.025, dan df = 44 (didapat dari rumus n-4, dimana n adalah jumlah data, 48 - 4 = 44). Didapat ttabel adalah 2.02. Oleh karena thitung > ttabel, (8.250 > 2.02), maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien Tingkat SBI berpengaruh signifikan terhadap IHSG. 2) Berdasarkan nilai probabilitas dengan α = 0,05 : Jika probabilitas > 0,05 , maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,05 , maka H0 ditolak Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0.000 atau probabilitas di bawah 0.05 (0.000 < 0.05). Dengan demikian H0 ditolak, sehingga mempunyai kesimpulan yang sama dengan uji t yaitu koefisien Tingkat SBI berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. b. Menguji signifikansi koefisien X2 (Inflasi) pada model analisis jalur: Berikut adalah hipotesis yang diajukan : H0 : ρy2x2 = 0 (koefisien X2 (Inflasi) tidak signifikan) Ha : ρy2x2 ≠ 0 (koefisien X2 (Inflasi) signifikan) Pengambilan keputusan didasarkan atas dua metode: 1) Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel di mana µ 1=µ 2 |thitung| > ttabel, maka H0 ditolak Jika |thitung| < ttabel, maka H0 diterima Terlihat bahwa thitung untuk koefisien Inflasi adalah 2.176 bisa dihitung pada tabel t-test, dengan α = 0.05, Sedang ttabel karena digunakan hipotesis dua arah, ketika mencari ttabel, nilai α dibagi dua menjadi 0.0 25, dan df = 44 (didapat dari rumus n- 4, dimana n adalah jumlah data, 48- 4 = 44). Didapat ttabel adalah 2.02. Oleh karena thitung > ttabel, (2.176 > 2.02), maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. 2) Berdasarkan nilai probabilitas dengan α = 0,05 : Jika probabilitas > 0,05 , maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,05 , maka H0 ditolak Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0.035 atau probabilitas di bawah 0.05 (0.035 < 0.05). Dengan demikian H0 ditolak, sehingga mempunyai kesimpulan yang sama dengan uji t yaitu koefisien Inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG. c. Menguji signifikansi koefisien X3 (Kurs Rupiah) pada model analisis jalur : Berikut adalah hipotesis yang diajukan : H0 : ρy2x3 = 0 (koefisien X3 (Kurs Rupiah) tidak signifikan) Ha : ρy2x3 ≠ 0 (koefisien X3 (Kurs Rupiah) signifikan) Pengambilan keputusan didasarkan atas dua metode: 1) Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel di mana µ 1=µ 2 Jika |thitung| > ttabel, maka H0 ditolak Jika |thitung| < ttabel, maka H0 diterima Terlihat bahwa thitung untuk koefisien Kurs Rupiah adalah ttabel bisa dihitung pada tabel t-test, dengan α = hipotesis dua arah, ketika mencari ttabel, 0.05, 7.706, Sedang karena digunakan nilai α dibagi dua menjadi 0.025, dan df = 44 (didapat dari rumus n-4, dimana n adalah jumlah data, 48 - 4 = 44). Didapat ttabel adalah 2.02. Oleh karena thitung > ttabel, (7.706 > 2.02), maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien kurs rupiah berpengaruh signifikan terhadap IHSG. 2) Berdasarkan nilai probabilitas dengan α = 0,05 : Jika probabilitas > 0,05 , maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,05 , maka H0 ditolak Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0.000 atau probabilitas di bawah 0.05 (0.000 < 0.05). Dengan demikian H0 ditolak, sehingga mempunyai kesimpulan yang sama dengan uji t yaitu koefisien kurs rupiah berpengaruh signifikan terhadap Return Saham LQ-45. d. Menguji signifiknasi koefisien Y (Return Saham LQ 45) pada model analisis jalur : Berikut adalah hipotesis yang diajukan : H0 : ρy2y1 = 0 (koefisien Y1 (Return Saham LQ 45 tidak signifikan) Ha : ρy2y1 ≠ 0 (koefisien Y1 (Return Saham LQ 45 signifikan) Pengambilan keputusan didasarkan atas dua metode: 1) Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel di mana µ 1=µ 2 Jika |thitung| > ttabel, maka H0 ditolak Jika |thitung| < ttabel, maka H0 diterima Terlihat bahwa thitung untuk koefisien Kurs Rupiah adalah 0.384, Sedang ttabel bisa dihitung pada tabel t-test, dengan α = 0.05, karena digunakan hipotesis dua arah, ketika mencari ttabel, nilai α dibagi dua menjadi 0.025, dan df = 44 (didapat dari rumus n-4, dimana n adalah jumlah data, 48 - 4 = 44). Didapat ttabel adalah 2.02. Oleh karena thitung < ttabel, (0.384 < 2.02), maka H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien Return Saham LQ 45 tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG. 2) Berdasarkan nilai probabilitas dengan α = 0,05 : Jika probabilitas > 0,05 , maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,05 , maka H0 ditolak Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0.703 atau probabilitas di atas 0.05 (0.703 > 0.05). Dengan demikian H0 diterima, sehingga mempunyai kesimpulan yang sama dengan uji t yaitu koefisien Return Saham LQ 45 tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Table 4.12. Pengujian Individual No 1 Hipotesis ≠0 t hitung t tabel Kesimpulan 8.250 2.02 H0 ditolak 1 ≠0 2.176 2.02 H0 ditolak 2 ≠0 7.706 2.02 H0 ditolak 3 ≠0 0.384 2.02 H0 tidak ditolak (Sumber : Data Diolah) Dari hasil pengujian parsial diketahui bahwa untuk semua variabel makro ekonomi (Tingkat SBI, Inflasi, dan Kurs Rupiah) berpengaruh terhadap IHSG sedangkan Return Saham LQ 45 tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Oleh karena itu akan dilakukan trimming untuk variable return saham LQ45 hal ini dikarenakan Return saham LQ 45 tidak memiliki hubungan dengan IHSG. Sehingga dalam penelitian ini yang diuji hanya variable makro ekonomi terhadap IHSG. Sehingga diperoleh diagram jalur sebagai berikut: Gambar 4.7. Diagram Analisis Jalur Setelah Trimming G. Pengaruh Langsung Berikut adalah perhitungan pengaruh langsung dan tidak langsung dari setiap variabel eksogen terhadap variabel endogennya. 1. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung dari variabel Tingkat SBI (X1), Inflasi (X2) dan Kurs Rupiah (X3) terhadap variabel endogen IHSG (Y) Tabel 4.13. Pengaruh Tingkat SBI (X1) Terhadap IHSG (Y2) Pengaruh langsung dan tidak langsung X1 langsung py1x1 Perhitungan Besar Kontribusi -1.091 -1.091 Total pengaruh X1 terhadap Y1 -1.091 (Sumber : Data Diolah) Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pengaruh langsung Tingkat SBI (X1) terhadap IHSG (Y1) adalah sebesar -1.091 atau -109.1%. Tabel 4.14. Pengaruh Langsung Inflasi (X2) Terhadap IHSG (Y2) Pengaruh langsung dan tidak langsung X2 langsung py1x2 Total pengaruh X2 terhadap Y1 (Sumber : Data Diolah) Perhitungan Besar Kontribusi 0. 287 0. 287 0. 287 Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pengaruh langsung Inflasi (X2) terhadap IHSG (Y1) adalah sebesar 0.287 atau 28.7%, Ini berarti Inflasi memiliki pengaruh yang kecil terhadap IHSG Tabel 4.15. Pengaruh Langsung Kurs Rupiah (X3) Terhadap IHSG (Y2) Pengaruh langsung dan tidak langsung X3 langsung Perhitungan Besar Kontribusi -0.462 -0.462 py1x3 Total pengaruh X3 terhadap Y1 -0.462 (Sumber : Data Diolah) Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pengaruh langsung kurs rupiah (X3) terhadap IHSG (Y1) adalah sebesar -0.462 atau -46.2%, Ini berarti kurs rupiah memiliki pengaruh yang kecil terhadap IHSG. Tabel 4.16. Uji R Square Model Summary Model 1 R R Square .921a .848 Adjusted R Square .833 Std. Error of the Estimate 201.4398481 a. Predictors: (Constant), Return Saham LQ 45, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Tingkat SBI (Sumber : Data Diolah) Pada tabel Model Summary, didapat 1 model analisis jalur dengan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.921, nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.848 (84.8%). nilai R Square sebesar 84.8%, Ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model analisis jalur yang didapatkan dimana variabel eksogen yaitu Tingkat SBI (X1), Inflasi (X2) dan kurs rupiah (X3), memiliki pengaruh terhadap perubahan variabel IHSG (Y) sebesar 84.8%. Sedangkan sisanya (100% - 84.8% = 15,2%) adalah kemungkinan terdapat aspek-aspek lain yang memiliki pengaruh terhadap perubahan variabel IHSG (Y). Hal ini sesuai dengan nilai error 1 yang muncul pada path di atas yaitu sebesar 0.15. H. Interprestasi Pada penelitian ini ditemukan bahwa tingkat SBI (X1) berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1), inflasi (X2) juga mempunyai pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1), dan kurs (X3) berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1). Dari ketiga variable tersebut yang paling kuat pengaruhnya terhadap IHSG (Y1) adalah kurs (X3) dan tingkat SBI (X1). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitinjak (2003) yang menyatakan bahwa tingkat SBI (X1) berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1). Begitu juga yang dilakukan oleh Tendy pada tahun (2005), dia menyatakan bahwa nilai tukar (X3) berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1). Tetapi hal yang berbeda yang dikemukakan oleh Gupta pada penelitiannya tahun 2000 menyatakan bahwa tidak ada kausalitas antara tingkat bunga (X1) dan nilai tukar (X3) terhadap harga saham, begitu juga apa yang telah diteliti oleh Moh Mansyur (2009) yang meneliti Kurs (X3) dan SBI (X1) terhadap IHSG (Y1), dia menyimpulkan hanya Kurs (X3) yang berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Y1) sedangkan SBI (X1) tidak berpengaruh. Dan ditemukan juga bahwa tingkat SBI (X1), inflasi (X2), kurs (X3), dan IHSG (Y1) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham LQ 45 (Y2). Tetapi hal yang berbeda yang dikemukakan oleh Maurin Sitorus yang pada penelitiannya tahun 2004 tentang pengaruh variable makroekonomi terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia menyatakan bahwa variable-variabel makro ekonomi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi. Dan variabel makro ekonomi yang berpengaruh sangat besar terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi adalah variabel kurs. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil pengujian yang telah dilakukan adalah menganalisis Tingkat SBI, Inflasi, dan Kurs terhadap Return Saham LQ 45 dan dampaknya terhadap IHSG. Dengan menggunakan data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur, dari hasil pengujian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Variabel-variabel karakteristik makro ekonomi seperti tingkat SBI, inflasi kurs rupiah mempengaruhi return saham IHSG secara signifikan. Hal ditunjukkan dengan uji f dimana nilai alphanya kurang dari 0.05 simultan maupun secra parsial. Pengaruh total makro saham IHSG sebesar 83,6% dan sisanya 2. ini baik ekonomi itu terhadap dan dapat secara return dipengaruhi oleh faktor lain. Variabel IHSG tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham LQ-45. Hal ini dapat ditunjukan dengan tidak adanya hubungan yang linear antara kedua variabel tersebut. Selain itu dilihat dari uji parsial menunjukkan bahwa variabel IHSG tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham LQ-45 karena mempunyai nilai probabilitas di atas 0.05. 3. Variabel karakteristik makro ekonomi mempunyai pengaruh yang terhadap variabel IHSG sedangkan dampaknya terhadap return signifikan saham LQ-45 tidak memberikan pengaruh yang signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditunjukkan dengan uji parsial dan uji simultan dari variabel makro ekonomi dan IHSG terhadap return saham LQ-45 yang menyatakan bahwa probabilitasnya di atas 0.05. B. Implikasi 1. Bagi investor Bagi investor yang akan melakukan investasi disarankan untuk memperhatikan tingkat SBI dan pergerakan nilai kurs dollar AS terhadap IHSG karena pada penelitian ini ditemukan bahwa tingkat SBI dan nilai kurs berpengaruh signifikan terhdap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. 2. Bagi Akademisi Hasil Penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka bagi yang berminat mendalami pengetahuan dalam Nilai Kurs, SBI, Inflasi dan Return Saham. 3. Bagi Pemerintah Dengan diketahuinya dampak dari kurs rupiah/US$, tingkat suku Inflasi terhadap IHSG dan dampaknya terhadap Return Saham pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang bunga SBI dan LQ berkenaan 45, dengan maka kurs rupiah/US$, tingkat suku bunga SBI, dan atau akan terjadi dapat 4. Inflasi sehingga pengaruh yang telah diantisipasi dan ditangani dengan sebaik-baiknya. Bagi Penulis Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka wawasan baru. Bahwa faktor- faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham, jadi tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, Sri dkk, “Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia”, Jakarta: P.T. Bursa Efek Jakarta, 1998. Anoraga, Panji dan Piji Pakarti, “Pengantar Pasar Modal”. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001. Apostolou, Nick et al,”Memilih Laporan dan Berita Keuangan”, penerbit PT Elex Media Koputindo, Jakarta, 1993. Arthesa, Ade dan Handiman, Edia, “Bank dan lembaga Keuangan Bukan Bank”, penerbit PT Indeks, Kelompok Gramedia, 2006. Murni, Asfia, “ Ekonomika Makro”, PT Refika Aditama, Jakarta 2006. Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?. Kumpulan Essai Ekonomi, Kepustakaan Populer Gramedia, 2009. Dornbusch R, Fischer Stanley and Startz Richard, “Macro Economics”, 18th Edition Published by the Mc Grau Hill Companies New York, Copyright 2001. Gruber, Martin J. et al, 2003, “Modern Portfolio Theory and Investment”, United State of America, John Wiley & Sons, Inc. Gupta, Jyoti P., Alain Chevalier and Fran Sayekt. 2000. The Causality Between Interest Rate, “Exchange Rate and Stock Price in Emerging Market: The Case Of The Jakarta Stock Exchange”. Working Paper Series. EFMA 2000.Athens. Hamid, Abdul, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, 2007. Hasan, M. Iqbal, “Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif)”, 2003. Jakarta:Bumi Aksara, Jogiyanto, “Teori Portfolio Dan Analisis Investasi”, edisi kedua, Penerbit BPFE. Yogyakarta, 2000. Krugman, R A and Maurice , Obsfield, “Ekonomi Internasional dan Teori Kebijakan”, kedua. Edisi keempat, terjemahan PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, 2000. Kuncoro,Mudrajad, “Manajemen Keuangan Internasional”, Yogyakarta:BPFE, Jilid 1996. Madura, Jeff, “Financial Management”, Florida University Press, 1993. Madura, Jeff, “Manajement Keuangan Internasional”, Edisi Keempat. Jakarta ; Erlangga, 2001. Mankiw N. Gregory : Principle of Economics, 2nd edition, terjemahan Haris Penerbit Erlangga, 2003. Munandar Mansyur, Moh, “ Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar AS Terhadap Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Universitas Padjadjaran, 2009. Indeks Murwaningsari, Ety, “Pengaruh Volume Perdagangan Saham, Deposito dan Kurs Terhadap IHSG Beserta Prediksi IHSG”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 2008. Rachbini, Didik J, “Analisis Kritis Ekonomi Politik Indonesia”, Yogyakarta, Pelajar, 2001. Pustaka Rika Purwaningsih Widiyanti, Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Return Skripsi FEIS Manajemen. UIN 2007. Rodoni, Ahmad, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, CSES Press, Jakarta, 2006. Saham. Ross, Westerfield, Jordan, “Fundamentals of Corporate Finance”, 5th Edition., Mc Hill Inc.,2000. Graw Salvatore Dominick, International Economics, fifth edition. Prentice Hall Inc, New 1995. Jersey, Samuelson, Paul A and Nordhaus, William D, Macro Economics 14th and 17th Published by the Mc Grau Hill Companies New York, Copy right 2001. edition, Siamat, Dahlan, “Manajemen Lembaga Keuangan”, Intermedia, Jakarta, 2001. Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari, “ Indikator-indikator Pasar Saham dan Pasar Uang Yang Saling Berkaitan Ditinjau Dari Pasar Saham Sedang Bullish dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 3 No. 3, 2003 Sitorus, Maurin, “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhdadap Kinerja Saham Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagai Emiten di Bursa Efek Indonesia”, 2004. Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sukirno, Sadono, “Makro Ekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Keynesan Baru”, edisi pertama, PT Raja Grafindo Persada Jakarta 2000. Hingga Tendi Haruman, Trimanto Setyo Wardoyo, Rosi Rosmayanti, “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Per Dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI, Dan Inflasi Indek Harga Konsumen (IHK) Terhadap Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Ekonomi STEI, 2005. Lampiran 1 Data Perkembangan IHSG Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November 2006 1.232,32 1.230,66 1.322,97 1.464,41 1.330,00 1.310,26 1.351,65 1.431,26 1.534,61 1.582,63 1.718,96 2007 1.757,26 1.740,97 1.830,92 1.999,17 2.084,32 2.139,28 2.348,67 2.194,34 2.359,21 2.643,49 2.688,33 2008 2.627,25 2.721,94 2.447,30 2.304,52 2.444,35 2.349,10 2.304,51 2.165,94 1.832,51 1.256,70 1.241,54 2009 1.332,67 1.285,48 1.434,07 1.722,77 1.916,83 2.026,78 2.323,24 2.341,54 2.467,59 2.367,70 2.415,84 Desember 1.805,52 2.745,83 1.355,41 2.534,36 Sumber : www.yahoofinance.com Lampiran 2 Data Return Saham LQ 45 Periode 2006-2009 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2006 0.069 0.014 0.083 -0.046 0.189 -0.068 0.401 -0.282 0.101 -0.164 0.393 -0.088 2007 0.149 -0.106 -1.000 0.054 0.082 -0.028 0.191 -0.063 -0.030 0.159 0.166 -0.160 2008 0.053 -0.026 -0.225 0.256 -0.038 -0.034 0.037 -0.152 -0.082 -0.442 0.074 0.007 2009 0.058 -0.002 0.020 0.187 0.151 0.209 0.006 0.054 -0.088 0.269 -0.150 0.033 Sumber : Data Diolah Lampiran 3 Data Perkembangan Tingkat SBI Pada Bank Indonesia Periode 2006-2009 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2006 0.0106 0.0106 0.0106 0.0106 0.0104 0.0104 0.0102 0.0098 0.0094 0.0090 0.0085 0.0081 Sumber : www.bi.go.id 2007 0.0079 0.0077 0.0075 0.0075 0.0073 0.0071 0.0069 0.0069 0.0069 0.0069 0.0069 0.0067 2008 0.0067 0.0066 0.0066 0.0067 0.0069 0.0073 0.0077 0.0077 0.0081 0.0092 0.0094 0.0090 2009 0.0081 0.0073 0.0068 0.0064 0.0060 0.0058 0.0056 0.0055 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054 Lampiran 4 DataPerkembangan Inflasi Periode 2006-2009 Bulan 2006 2007 2008 2009 January 0.170 0.066 0.074 0.092 February 0.179 0.067 0.074 0.086 March 0.157 0.069 0.082 0.079 April 0.154 0.070 0.090 0.073 May June 0.156 0.155 0.065 0.061 0.104 0.110 0.060 0.037 July 0.152 0.058 0.119 0.027 August 0.149 0.060 0.119 0.028 September 0.146 0.063 0.121 0.028 October November 0.063 0.053 0.065 0.063 0.118 0.117 0.026 0.024 December 0.066 0.063 0.111 0.028 Sumber : www.bi.go.id Lampiran 5 Data Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/US$ Pada Bank Indonesia Periode 2003-2005 BULAN Januari Februari Maret April Mey Juni July Agustus September Oktober 2006 9895 9730 9575 9275 9720 9800 9570 9600 9735 9610 2007 9590 9660 9618 9583 9328 9554 9686 9910 9637 9603 2008 9791 9551 9717 9734 9818 9725 9618 9653 9878 11495 2009 11855 12480 12075 11213 10840 10725 10420 10560 10181 10045 November 9665 Desember 9520 Sumber : www.bi.go.id 9876 9919 12651 11450 9980 9900 Lampiran 6 Output SPSS Tabel 4.6. Koefisien Korelasi Variabel-ariabel karakteristik makro ekonomi dan IHSG Correlations Tingkat SBI Inflasi Nilai Tukar Rupiah Return Saham LQ 45 IHSG Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Tingkat SBI 1 48 .892** .000 48 -.097 .514 48 -.021 .887 48 -.790** .000 48 Inflasi .892** .000 48 1 48 -.067 .649 48 -.020 .892 48 -.655** .000 48 Nilai Tukar Rupiah -.097 .514 48 -.067 .649 48 1 48 .033 .825 48 -.375** .009 48 Return Saham LQ 45 -.021 .887 48 -.020 .892 48 .033 .825 48 1 48 .025 .866 48 IHSG -.790** .000 48 -.655** .000 48 -.375** .009 48 .025 .866 48 1 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Tabel 4.7. Pengujian Hubungan Antar Sub Variabel Hubungan Koefisien Korelasi Kategori Probabilitas Kesimpulan 48 IHSG dengan Tingkat SBI (X1) -0. 790 Erat 0.000 Signifikan IHSG dengan Inflasi (X2) -0. 655 Erat 0.000 Signifikan IHSG dengan Kurs Rupiah (X3) -0.375 Cukup Erat 0.009 Signifikan Return Saham LQ45dengan Tingkat SBI (X1) -0. 021 Tidak Erat 0.887 Tidak Signifikan Return Saham LQ45 dengan Inflasi (X2) -0. 020 Tidak Erat 0.892 Tidak Signifikan Return Saham LQ45 dengan Kurs Rupiah (X3) 0.033 Tidak Erat 0.825 Tidak Signifikan Tingkat SBI (X1) dengan Inflasi (X2) 0.892 Sangat Erat 0.000 Signifikan Tingkat SBI (X1) dengan Kurs Rupiah (X3) -0.091 Tidak Erat 0.514 Tidak Signifikan Inflasi (X2) dengan Kurs Rupiah (X3) -0.067 Tidak Erat 0.649 Tidak Signifikan Return Saham LQ45 dengan IHSG 0.025 Tidak Erat 0.866 Tidak Signifikan Tabel 4.8. Koefisien Persamaan Analisis Jalur Coefficientsa Model 1 Tabel 4.9. Koefisien Tingkat SBI Inflasi Nilai Tukar Rupiah Standardized Coefficients Beta -.010 -.009 .031 a. Dependent Variable: Return Saham LQ 45 Coefficientsa Model 1 Tingkat SBI Inflasi Nilai Tukar Rupiah Return Saham LQ 45 a. Dependent Variable: IHSG Standardized Coefficients Beta -1.091 .287 -.462 .023 Persamaan Analisis Jalur Tabel 4.10. Uji F ANOVAb Model 1 F 59.789 Regression Sig. .000a a. Predictors: (Constant), Return Saham LQ 45, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Tingkat SBI b. Dependent Variable: IHSG Tabel 4.11. Uji T Coefficientsa Model 1 t 16.230 -8.250 2.176 -7.706 .384 (Constant) Tingkat SBI Inflasi Nilai Tukar Rupiah Return Saham LQ 45 Sig. .000 .000 .035 .000 .703 a. Dependent Variable: IHSG Table 4.12. Pengujian Individual No Hipotesis t hitung t tabel Kesimpulan 1 ≠0 8.250 2.02 H0 ditolak 1 ≠0 2.176 2.02 H0 ditolak 2 ≠0 7.706 2.02 H0 ditolak 3 ≠0 0.384 2.02 H0 tidak ditolak (Sumber : Data Diolah) Tabel 4.13. Pengaruh Tingkat SBI (X1) Terhadap IHSG (Y) Pengaruh langsung dan tidak langsung X1 langsung py1x1 Perhitungan Besar Kontribusi -1.091 -1.091 Total pengaruh X1 terhadap Y1 -1.091 (Sumber : Data Diolah) Tabel 4.14. Pengaruh Langsung Kurs Rupiah (X2) Terhadap IHSG (Y) Pengaruh langsung dan tidak langsung X2 langsung py1x2 Perhitungan Besar Kontribusi 0. 287 0. 287 Total pengaruh X2 terhadap Y1 0. 287 (Sumber : Data Diolah) Tabel 4.15. Pengaruh Langsung Kurs Rupiah (X3) Terhadap IHSG (Y1) Pengaruh langsung dan tidak langsung X3 langsung py1x3 Perhitungan Besar Kontribusi -0.462 -0.462 Total pengaruh X3 terhadap Y1 (Sumber : Data Diolah) Tabel 4.16. Uji R Square -0.462 Model Summary Model 1 R R Square .921a .848 Adjusted R Square .833 Std. Error of the Estimate 201.4398481 a. Predictors: (Constant), Return Saham LQ 45, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Tingkat SBI