BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyerang segala kelompok usia, tetapi kebanyakan kanker terjadi pada orang yang berusia diatas 65 tahun (Smeltzer, 2002: 316). Di Amerika Serikat, kanker merupakan penyakit kedua setelah penyakit kardiovaskular yang menyebabkan kematian yang utama (Smeltzer, 2002: 316). Menurut WHO dan Bank Dunia (2005) diperkirakan setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030. Jumlah tersebut 70 persennya berada di negara berkembang seperti Indonesia (International Union Against Cancer /UICC, 2009). Prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM (Riskesdas, 2007). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada klien rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim (11,78%). Hal ini sama dengan estimasi Globocan (IACR) tahun 2002. Kanker payudara sebagai kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia dengan angka 1 2 kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per 100.000 perempuan. Menurut data SIRS tahun 2007, kasus kanker bronchus dan paru pada klien rawat inap sebesar 5,8% dari seluruh jenis kanker. Ada empat pengobatan yang sering digunakan dalam pengobatan kanker yaitu pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, dan bioterapi, dimana tujuan dari pengobatan ini adalah untuk kesembuhan, kontrol penyakit ataupun sebagai terapi paliatif (Smeltzer, 2002). Salah satu pengobatan yang paling sering menjadi pilihan bagi klien kanker yaitu kemoterapi. Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar menunjukkan tingginya jumlah kasus klien yang menjalani kemoterapi. Pada tahun 2012 data menunjukkan sebanyak 5.565 klien menjalani kemoterapi, sedangkan tahun 2013 terhitung sampai bulan Juli tercatat 2.999 klien yang menjalani kemoterapi. Kemoterapi merupakan penggunaan preparat antineoplastik yang digunakan sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular. Setiap kali tumor terpajan terhadap agens kemoterapeutik, persentase sel-sel tumor (20% sampai 99%, bergantung pada dosis) mengalami kerusakan (Smeltzer, 2002). Prinsip kerja dari kemoterapi yakni terapi sistemis yang ditambahkan pada tubuh, dimana kemoterapi akan menyebar tanpa bergantung pada jalan masuknya dan dapat mempengaruhi jaringan, organ bahkan sel tubuh, sehingga secara tidak langsung setiap sel sehat dalam tubuh akan menerima racun dalam konsentrasi yang sama. Adapun sel-sel yang rentan mengalami kerusakan akibat kemoterapi yaitu sel 3 dengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi seperti epithelium, sumsum tulang, folikelrambut dan sperma. Namun pada dasarnya kemoterapi akan mempengaruhi berbagai sistem tubuh sebagai akibat penggunaan obat-obatan kemoterapi seperti yang tercantum dalam jurnal Using Nursing Diagnoses in Prevention and Management of Chemotherapy- Induced Alopecia in the Cancer Patient (2007). Efek samping kemoterapi yang klien rasakan pada system pencernaan yaitu mual dan muntah yang biasanya bersifat menetap hingga 24 jam setelah dilakukannya kemoterapi. Selain itu klien dapat mengalami stomatitis dan anoreksia mengingat epithelium merupakan salah satu sel yang berploriferasi cepat dan rentan terhadap efek kemoterapi. Kemoterapi juga mendepresi fungsi sumsum tulang sehingga dapat menurunkan produksi sel darah yang mengakibatkan klien rentan mengalami infeksi ataupun anemia (Smeltzer, 2002). Kerusakan pada folikel rambut dapat mengakibatkan kebotakan pada klien (alopesia). Menurut jurnal Using Nursing Diagnoses in Prevention and Management of Chemotherapy- Induced Alopecia in the Cancer Patient (2007) disebutkan bahwa alopesia akibat kemoterapi muncul karena sitotoksik obat yang digunakan seperti doxorubicin dan paclitaxel. Dan pada sistem reproduksi, kemoterapi dapat mengakibatkan azoospremia (tidak adanya sperma) baik temporer atau permanen (Smeltzer, 2002). Efek lain yang dapat dirasakan klien yaitu nyeri kronik dan rasa tidak nyaman yang timbul sebagai akibat dari penyakit yang mendasarinya, prosedur pemeriksaan diagnostik ataupun banyaknya pengobatan kanker yang harus digunakan. Nyeri kronik merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis sehingga 4 memunculkan masalah seperti ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari yang sederhana, disfungsi seksual, dan isolasi sosial dari keluarga dan teman-teman. Berbagai efek yang menyertai kemoterapi dapat menyebabkan stress pada klien, dimana stress dapat memunculnya perasaan cemas dan depresi (Smeltzer, 2002). Menurut Utami dan Hasanat (1998) dalam Lubis (2009) ketika mengetahui bahwa seseorang menderita kanker, maka klien akan mengalami kondisi psikologis yang tidak menyenangkan misalnya merasa kaget, cemas, takut, bingung, sedih, panik, gelisah atau merasa sendiri dan dibayangi kematian. Kecemasan akan meningkat ketika klien membayangkan terjadinya perubahan dalam hidupnya di masa depan akibat dari penyakit yang diderita ataupun akibat dari proses penanganan suatu penyakit. Dimana khusus untuk klien kanker, proses penanganan kanker dapat disertai rasa sakit, kecemasan, disfungsi seksual, dan kemungkinan perawatan di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama (Redd & Jacobsen, 1988). Cemas dapat berakibat pada terganggunya proses pengobatan (Lutfa & Arina, 2008). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di rumah singgah pasien kanker di Jalan Pulau Aru Denpasar pada tanggal 12 Oktober 2013 terdapat 18 klien wanita dengan kasus kanker payudara, dimana 6 dari 10 klien yang diobservasi melalui wawancara mengalami keletihan yang diakibatkan dari proses kemoterapi, diperberat dengan adanya perubahan dalam status kesehatan yang mempengaruhi kehidupannya diperkuat dengan pernyataan klien yang mengatakan merasa stress dan cemas. Adapun respon yang ditunjukkan klien terhadap penyakit dan pengobatan yang dijalaninya yaitu mengatakan tidur tidak nyenyak, nafsu makan menurun, mual 5 muntah, merasa sedih akibat penyakitnya, lemah, dan jari tampak gemetar ketika dilakukan wawancara. Menurut Snyder (1993) dan Egan (1993), salah satu metode yang dapat dilakukan untuk menghilangkan stress dan kecemasan yaitu dengan teknik relaksasi. Teknik yang biasa digunakan adalah relaksasi otot, relaksasi dengan imajinasi terbimbing, dan relaksasi benson. Teknik relaksasi memiliki tujuan untuk menghasilkan respon yang dapat memerangi stress dan kecemasan dengan mekanisme menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis dan parasimpatis, sehingga diharapkan stress dan kecemasan psikologis dapat berkurang. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik sistematis untuk mencapai keadaan relaksasi yang dikembangkan oleh Edmund Jacobson (Supriatin,2011). Teknik ini diciptakan lima puluh tahun yang lalu di Amerika Serikat, sebagai salah satu teknik yang khusus didesain untuk membantu meredakan ketegangan otot yang terjadi ketika sadar. Relaksasi ini dilakukan dengan mencoba merasakan otot-otot saat tegang dan kaku, dengan cara mengencangkan otot-otot badan, serta mencoba merasakan otot kendor dengan cara mengendorkan otot-otot. Latihan dilaksanakan dalam posisi duduk atau terlentang santai, dengan bernapas pelan selama 15 menit (Hartono, 2007). Selain meredakan ketegangan otot, dalam jurnal yang berjudul Monochord sounds and progressive muscle relaxation reduce anxiety and improve relaxation during chemotherapy: A pilot EEG study (2012) didapatkan hasil bahwa relaksasi otot progresif dapat memberikan efek relaksasi, mengurangi kecemasan, dan 6 meningkatkan status fisik ataupun psikologis klien dengan kanker ginekologi yang menjalani kemoterapi dengan meningkatkan aktivitas posterior theta (3,5 – 7,5 Hz) dan menurunkan midfrontal beta-2 band (20-29,5 Hz) selama tahap akhir dari terapi. Berdasarkan paparan diatas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan klien yang menjalani kemoterapi di rumah singgah kanker Denpasar. 1.2 RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “apakah ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan klien kemoterapi di rumah singgah kanker Denpasar? 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum: Mengetahui apakah ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan klien kemoterapi di rumah singgah kanker Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus: 1. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan 7 2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan klien kemoterapi sebelum dan setelah diberikan relaksasi otot progresif pada kelompok perlakuan. 3. Mengidentifikasi tingkat kecemasan klien kemoterapi sebelum dan setelah diberi perlakuan pada kelompok kontrol. 4. Menganalisis pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan klien kemoterapi di rumah singgah kanker Denpasar. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Manfaat teoritis: Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan mengenai terapi non farmakologis berupa relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan klien kemoterapi. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian bagi peneliti selanjutnya dengan mencari pengaruh terapi non farmakologis terhadap tingkat kecemasan. 8 1.4.2 Manfaat praktis: 1. Bagi klien diharapkan terapi yang diberikan dapat menurunkan tingkat kecemasan yang ditimbulkan sebagai akibat dari kemoterapi. 2. Bagi keluarga diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam proses keperawatan klien yang menjalani kemoterapi. 3. Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan terapi pendamping yang tepat untuk menangani perubahan baik fisik ataupun emosional pada klien yang menjalani kemoterapi. 4. Bagi institusi keperawatan diharapkan penelitian dapat digunakan dalam pengembangan terapi non farmakologis bagi klien yang menjalani kemoterapi, dan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya yang mencari pengaruh terapi non farmakologis lainnya terhadap kecemasan klien kemoterapi. 5. Bagi mahasiswa diharapkan dapat menambah pengetahuan khususnya di bidang keperawatan dan mampu mengaplikasikan teori yang telah dipelajari untuk nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan kerja yang nyata.