Daftar Isi Penulis: GI. Jonathan Prasetia GI. Natanael Pratama GI. Freddy Liauw GI. Tatang Mulyadi GI. Pieter Handoko GI. Hendra Sugianto GI. Fandy Tanujaya 2 Kata Pengantar 4 HARI KE 1-4 Pengantar ke Dalam Renungan “Siapakah Kristus Bagimu?” 11 Editor Umum: Panitia Jumat Agung & Paskah 2017 GKY Green Ville HARI KE 5-10 ”Akulah Roti Hidup” 20 Diterbitkan oleh: Sie Acara & Publikasi Panitia Jumat Agung & Paskah 2017 GKY Green Ville HARI KE 11-16 “Akulah Terang Dunia” 29 HARI KE 17-22 “Akulah Pintu” 38 HARI KE 23-28 “Akulah Gembala yang Baik” 47 HARI KE 29-34 “Akulah Pokok Anggur yang Benar” 56 HARI KE 35-40 Renungan Minggu Sengsara 68 RENUNGAN PASKAH “Akulah Kebangkitan dan Hidup” 1 Kata Pengantar Setiap penulis kitab Injil memiliki tujuannya masing-masing dalam memaparkan kehidupan dan karya Kristus. Injil Yohanes sangat berbeda dengan Injil Matius, Markus dan Lukas yang kerap kali disebut sebagai Injil Sinoptik. Rasul Yohanes mengatakan tujuan penulisannya dengan jelas dalam pasal 20:30-31, “Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya.” Sebagai orang-orang percaya, kita harus sungguh-sungguh memahami bahwa Yesus adalah Allah yang hidup yang datang ke dalam dunia, dan kehidupanNya secara nyata kita alami melalui iman. Dalam konteks inilah, persiapan Jumat Agung dan Paskah, masa Prapaskah di tahun ini hendak mengajak seluruh jemaat GKY Green Ville semakin mengenal pribadi Kristus dan segala kelimpahan anugerah yang ada di dalamNya. Saya sungguh berdoa melalui pembahasan kalimat-kalimat Yesus, “Akulah Roti Hidup” (6:35); “Akulah Terang Dunia” (8:12); “Akulah Pintu” (10:9); “Akulah Gembala yang Baik” (10:11); “Akulah Kebangkitan dan Hidup” (11:25-26); “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup” (14:6); dan “Akulah Pokok Anggur yang Benar” (15:5), maka segala kuasa dan kelimpahan dari kalimat Yesus masih dapat terus dialami oleh kita semuanya pada zaman ini. Tujuh kalimat “Akulah…” dalam injil Yohanes bersama dengan bagian-bagian Alkitab lainnya yang berkaitan dengan kalimat Yesus ini akan menjadi kerangka acuan selama masa Prapaskah, dan semuanya ini akan semakin membawa kita lebih mengenal Dia dan pada akhirnya keindahan Kristus terpancar dalam hidup ini. Doa dan kerinduan kita adalah pada akhirnya terjadilah seperti yang dinyatakan dalam pujian yang berkata, “Let the beauty of Jesus be seen in me… O Thou Spirit divine, all my nature refine, ‘till the beauty of Jesus be seen in me” (Tuhan, kupancarkan keindahan-Mu…. budi bahasaku disucikan RohMu, hingga kupancarkan 2 keindahanMu). Mari lebih mengenal pribadi Kristus dan mengalami kuasa kelimpahan hidup bersamaNya melalui setiap penguraian bahan-bahan ini. Tuhan memberkati kita semuanya, selamat menikmati masa-masa Prapaskah. Salam sejahtera, Pdt. Tommy Elim Gembala Sidang GKY Green Ville 3 1 Maret 2017 Pengantar ke dalam renungan: “Siapakah Kristus Bagimu?” Pengenalan yang Sejati MATIUS 16 : 13-20 Ketika Yesus tiba di Kaisarea Filipi, Ia mengajukan pertanyaan kepada murid-murid-Nya, Siapakah Aku (diri-Nya)? Maka muncul beragam jawaban. Ada diantara mereka yang menjawab Yohanes Pembaptis, Elia, dan juga Yeremia atau salah seorang nabi yang lain. Ternyata jawaban murid-murid belum sempurna. Mereka hanya mengenal Gurunya sebagai nabi atau “orang besar.” Di tengah-tengah jawaban-jawaban tersebut, muncul suara Petrus dengan lantang berkata: Engkau adalah Mesias, Anak Allah!” Inilah jawaban yang benar tentang siapa Yesus! Mungkin para murid saat itu terdiam sejenak mengagumi jawaban brilian Petrus. Kemungkinan besar pula muncul benih kesombongan di dalam hati Petrus. Namun, segeralah Yesus berkata: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (ay. 17). Perkataan tersebut menunjukkan pengertian bahwa Petrus bisa mengenal dan menjawab dengan benar siapa Yesus karena Allah terlebih dahulu yang menyatakan anugerah-Nya kepada Petrus. Ada dua pelajaran berharga dalam kisah tersebut. Pertama, pengenalan terhadap siapa Kristus harus mendapatkan tempat yang terutama di dalam kekristenan. Kedua, Pengenalan terhadap siapa Kristus harus didahului dengan anugerah Tuhan. Tanpa anugerah Tuhan, tidak mungkin seseorang dapat percaya, apalagi mengenal dengan benar siapa Kristus. Apakah kita sudah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi? Jikalau belum, segera ambil keputusan untuk meneriman Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Jikalau sudah, mari kita bersyukur karena anugerah-Nya yang membuat kita dapat mengenal Dia. 4 1 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 5 2 Maret 2017 Pengantar ke dalam renungan: “Siapakah Kristus Bagimu?” Makin Kenal, Makin Merendah YOHANES 3 : 22-36 Sudah sepantasnyalah Tuhan, Allah Pencipta kita yang harus disembah, diagungkan dan dimuliakan. Kita hanyalah alat yang dipakai untuk membawa orang-orang datang kepada-Nya dan membesarkan nama-Nya. Namun terkadang banyak pelayan Tuhan atau hamba Tuhan merasa dirinya hebat karena banyak prestasi di dalam pelayanannya. Semakin seseorang dipakai menjadi berkat bagi banyak orang, semakin menjadikan pelayanan itu berhalanya. Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi yang besar yang hidup di zamannya. Dalam Lukas 7:28a Yesus pernah berkata: “Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes …” Pelayanannya sangat luar biasa. Ia berkhotbah, mengajar dan membaptis banyak orang. Pengikutnya juga tidak sedikit. Namun di tengah kesuksesannya, ia mengucapkan, “Ia (Yesus Kristus) harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (ay. 30). Selain itu, Yohanes Pembaptis juga menyadari bahwa tugasnya hanyalah mempersiapkan jalan bagi kedatangan Mesias, bukan hal yang lain (ay. 28). Pengenalan yang benar terhadap Yesus Kristus membawa dampak yang besar dalam diri Yohanes Pembaptis. Pertama, pengenalan tersebut membawa Yohanes Pembaptis makin rendah hati di hadapan Tuhan. Ia sadar siapa dirinya, siapa Mesias yang datang itu. Kedua, pengenalan tersebut juga membuat dirinya mengetahui apa yang harus dikerjakan semasa hidupnya. Ia hanya mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan, yaitu mempersiapkan jalan untuk kedatangan Mesias. Apakah semakin lama kita mengenal Kristus bahkan terlibat dalam pelayanan, membuat kita makin rendah hati? Atau justru sebaliknya, makin membuat kita tinggi hati? Apakah semakin kita mengenal Kristus, kita semakin jelas mengerti apa yang harus kita kerjakan semasa hidup di dunia? 6 3 Maret 2017 Pengantar ke dalam renungan: “Siapakah Kristus Bagimu?” Makin Kenal, Makin Terpesona FILIPI 3 : 1B-16 Paulus berkata kepada jemaat di Filipi, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (ay. 7 & 8). Pengenalan Paulus terhadap Kristus tidak berhenti sampai pada pengenalan awal atau kelahiran baru. Semakin lama Paulus menjadi seorang Kristen, justru membuat Paulus semakin mengagumi Yesus Kristus. Demikian juga ia menganggap semua prestasi keyahudiannya dianggapnya sebagai sampah yang harus ditinggalkan (ay. 4-6). Sayangnya, saat ini pengenalan Paulus terhadap Kristus tersebut tidak dialami sebagian orang Kristen. Makin lama menjadi orang Kristen, bukannya makin bertambah cintanya kepada Kristus, malah semakin hambar. Pelayanan menjadi tidak lagi bergairah. Hidup kekristenannya menjadi suam-suam kuku. Pengenalan yang tadinya dianggapnya sebagai keuntungan, kini menjadi kerugian. Hal materi yang dulunya dianggap rugi, sekarang menjadi sebuah keuntungan. Kondisi kekristenan semacam ini sungguh menyedihkan. Padahal Kristus tidak pernah berhenti untuk menyatakan berkat dan firman-Nya bagi orang-orang yang mengenal-Nya. Yang Ia harapkan hanyalah kerinduan hati dari orang-orang percaya untuk makin kagum dan terpesona dengan diriNya. Seberapa besar keuntungan yang kita dapatkan ketika mengenal Kristus? Makin lama kita menjadi orang Kristen, apakah kita makin kagum terhadap Kristus? Hal apa yang membuat kita makin kagum terhadap Kristus? Makin lama menjadi orang Kristen, apakah makin menjadikan hal lahiriah sebagai “sampah”? Mengapa kita masih sulit menjadikannya sampah? 7 4 Maret 2017 Pengantar ke dalam renungan: “Siapakah Kristus Bagimu?” Lapar dan Haus MATIUS 5 : 6 Dalam rangkaian khotbah di bukit, Tuhan Yesus mengucapkan kalimat yang sangat penting kepada pendengar-Nya, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan (Mat. 5:6).” Apakah yang dimaksud dengan lapar dan haus akan kebenaran? Sebagian orang percaya memiliki kerinduan untuk belajar firman Tuhan, namun lupa untuk melakukan kebenaran-Nya. Sebagian lain mereka begitu bersemangat untuk melayani Tuhan tanpa dibarengi dengan pemahaman yang kuat akan firman Tuhan. Lapar dan haus akan kebenaran berarti memiliki keinginan yang sangat kuat (strong desire) untuk mengerti siapa Yesus, memahami perintah-perintah-Nya dan juga untuk melakukan kehendak-Nya. Melakukan kegiatan keagamaan tidak sama dengan melakukan kehendak Tuhan. Itu sebabnya, dalam Matius 5:20, Tuhan Yesus pernah berkata, “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Apa yang membedakannya? Melakukan kehendak Allah dapat diukur dengan 3 hal: Pertama, apakah cara berpikir kita selaras dengan cara berpikir firman Tuhan? Kedua, apakah perkataan dan perbuatan kita selaras dengan perkataan dan perbuatan Tuhan? Ketiga, apakah hati dan motif kita ketika melakukan kegiatan keagamaan untuk menyenangkan Tuhan? Jikalau 3 hal ini tidak diwujudkan, maka kemungkinan kita sekedar menjalankan kegiatan agama tanpa melakukan kehendak Tuhan. Apakah keinginan yang sangat kuat (strong desire) untuk belajar kebenaran tentang siapa Yesus, itu masih ada dalam diri kita saat ini? Apakah kita makin lama menjadi seorang Kristen bahkan terlibat dalam pelayanan, kita memiliki keinginan yang begitu kuat untuk taat dan melakukan kebenaran firman Tuhan? 8 5 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 9 5 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 10 6 Maret 2017 “Akulah Roti Hidup” (Yohanes 6: 35) “Akulah Roti Hidup” YOHANES 6 : 22-59 Sehari setelah Yesus memberi makan lima ribu orang laki-laki, maka banyak orang datang mencari Yesus. Namun Yesus langsung berkata, “sesungguhnya kamu mencari Aku, karena kamu telah makan roti dan kenyang” (ayat 26). Kalimat Yesus merupakan kalimat yang keras, yang ditujukan kepada orang-orang yang mencari-Nya. Di dalam dialog yang terjadi, Yesus kembali berkata, “hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah” (ayat 29). Lalu orang-orang yang mencari Yesus itu berkata, “kalau memang Engkau yang diutus Allah, buktikanlah! Nenek moyang kami telah menerima mujizat, roti manna dari sorga” (ayat 30-31). Yesus pun menjawab mereka, “roti dari sorga, yang datangnya dari Allah adalah yang memberi hidup kepada dunia” (ayat 32-33). Lalu dengan segera, orang-orang yang mencari Yesus pun meminta, “berikanlah kami roti itu senantiasa” (ayat 34). Pada saat itulah, Yesus menyatakan diri-Nya dan mengundang mereka, “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi” (ayat 35). Namun, ada hal menarik yang terjadi, yakni respons dari orang-orang pada waktu itu terhadap pernyataan dan undangan Yesus. Injil Yohanes mencatat, ada yang bersungut-sungut (ayat 41), bertengkar (ayat 52), bahkan ragu-ragu dan mengundurkan diri (ayat 60, 66). Pernyataan dan undangan dari Tuhan sudah jelas: “Akulah roti hidup! Datanglah kepada-Ku dan kamu tidak akan lapar lagi!” Sebab, kelaparan rohani kita, hanya dapat dikenyangkan oleh Yesus, Sang Roti Hidup. Bagaimana respons kita? Maukah kita datang kepada Sang Roti Hidup dan dikenyangkan oleh-Nya tiap-tiap waktu? 11 7 Maret 2017 “Akulah Roti Hidup” (Yohanes 6: 35) Manna Sorgawi KELUARAN 16 : 1-36 Bangsa Israel telah keluar meninggalkan Mesir, dengan melalui pengalaman yang ajaib dari Allah. Dia menunjukkan kuasa dan kasih-Nya kepada umat-Nya, dan membebaskan mereka, serta menjadikan Israel umat kesayangan-Nya. Namun, dengan begitu cepat keadaan berubah, saat bangsa Israel berada di tempat yang tidak diharapkan, yakni di padang gurun. Mereka pun berteriak, “mari kita kembali dan mati di Mesir dengan kelimpahan makanan di sana!” (ayat 2-3). Sungguh tidak tahu berterima kasihkah bangsa Israel? Bangsa yang semudah itu melupakan Allah yang telah menuntun mereka keluar dari Mesir. Tetapi menariknya, Allah memberikan mereka manna, roti dari sorga. Mengapa Allah memberikan manna? Apakah Allah lelah mendengarkan sungut-sungut Israel? Ulangan 8:3 memberikan jawaban, yakni bahwa Allah ingin mengajar bangsa ini untuk merendahkan hati serta memahami bahwa hidup mereka bukan bergantung kepada makanan, tetapi firman Allah. Jadi, perkara manna sorgawi bukanlah urusan perut dan makanan belaka, meskipun Allah pasti sanggup menyediakannya. Peristiwa ini mengajarkan bahwa bangsa Israel harus memiliki kepercayaan penuh kepada Allah. Memberitahukan bahwa mereka harus memiliki kebergantungan dan ketaatan total kepada-Nya. Hidup yang manusia jalani seringkali tidak berbeda dengan apa yang terjadi dengan bangsa Israel. Kita mudah melupakan Tuhan, dan hanya berteriak kepada-Nya untuk sesegera mungkin memahami kondisi kita. Mungkin barangkali, Allah menghendaki kita memasuki masa-masa sulit di dalam kehidupan ini, untuk menguji, apakah kita benar-benar memiliki kerendahan hati? Apakah kita sungguh-sungguh percaya dan berserah penuh kepada Dia dan bergantung kepada firman-Nya? 12 8 Maret 2017 “Akulah Roti Hidup” (Yohanes 6: 35) Ceritakan Turun-Temurun MAZMUR 78 : 1-72 Mazmur 78 adalah bagian Alkitab yang berisi perjalanan panjang sejarah umat Allah, yakni bagaimana Allah bersabda serta berkarya di tengah-tengah umat-Nya. Allah menuntun mereka, memberi mereka firman-Nya, menjaga mereka, memberikan makanan kepada mereka, berperang bersama mereka, memberikan tempat tinggal kepada mereka dan masih begitu banyak lagi yang bisa diceritakan. Tetapi ada hal menarik yang bisa dilihat melalui catatan Asaf, si pemazmur ini. Pemazmur mengajak pembacanya untuk memperhatikan dengan seksama, mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan seakan-akan mengajak untuk menceritakan tentang Allah turun-temurun. Sejarah perjalanan bersama dengan Allah, bukan untuk ditutup dan disimpan di dalam buku dan menjadi usang. Pemazmur mengingatkan supaya sabda dan karya Allah terus dikumandangkan supaya setiap orang memperhatikan dan mengingat kembali Pribadi dan karya-Nya. Di samping itu, ada pelajaran menarik lainnya tentang sejarah perjalanan ini, adalah kondisi umat yang berulang kali membelakangi Allah yang setia, tidak ditutup-tutupi oleh pemazmur (ayat 9-39). Justru hal ini menunjukkan kesetiaan Allah kepada umat-Nya, turun-temurun, di tengah ketidaksetiaan umat-Nya. Pemazmur Asaf dengan jelas menuliskan di akhir ayat mazmurnya: “Ia menggembalakan mereka dengan ketulusan hatinya dan menuntun mereka dengan kecakapan tangannya” (ayat 78). Biarlah sejarah hidup kepengikutanmu kepada Allah, diceritakan kepada anak cucumu! Bagaimana kegagalan dan kerapuhanmu, tertutupi oleh kesetiaan-Nya untuk selalu merawat, berjalan dan memeliharamu! Sehingga anak cucumu dapat berkata: “Allah Sang Pencipta, adalah Allah Sang Pemberi, adalah Allah Sang Pemelihara yang setia terhadap karya tangan-Nya!” Maukah engkau menceritakan sabda dan karya-Nya turun-temurun? 13 8 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 14 9 Maret 2017 “Akulah Roti Hidup” (Yohanes 6: 35) Ganjaran Bagi Orang Benar & Orang Fasik AMSAL 10 : 3 Amsal 10:1-22:16 merupakan kumpulan amsal Salomo yang berciri khas: terdiri dari dua baris dan baris kedua berlawanan dengan baris pertama. Demikianlah di pasal 10 ini, diawali dengan ganjaran bagi orang benar dan orang fasik, sebagai lawannya. Tuhan tidak membiarkan orang benar menderita kelaparan! Singkat, tapi jelas. Inilah ganjaran bagi orang benar. Sungguh! Sudah terbukti dan sudah teruji! Alkitab beberapa kali mencatat campur tangan Tuhan dalam mengatasi penderitaan umat-Nya dari kelaparan: Setelah keluar dari Mesir, bangsa Israel menyeberangi Laut Teberau, sampai di padang gurun Sin. Di sinilah, mereka kelaparan! Tetapi Tuhan tidak tinggal diam! Pada waktu pagi, Tuhan menurunkan roti manna dan pada waktu senja Ia mendatangkan berduyun-duyun burung puyuh untuk mencukupi kebutuhan umat-Nya (Kel. 16:1-36). Israel mengalami kekeringan yang hebat, embun dan hujan tidak turun selama tiga setengah tahun pada zaman raja Ahab. Elia, nabi Tuhan, bersembunyi di tepi sungai Kerit, menderita kelaparan! Tetapi Tuhan tidak tinggal diam! Setiap pagi dan petang, Tuhan mengirim burung gagak membawa roti dan daging untuk mencukupi kebutuhan hamba-Nya (1Raj. 17:1-6). Pada zaman raja Yoram, Samaria dikepung oleh Benhadad, raja Aram, beserta tentaranya, maka terjadilah bencana kelaparan yang hebat! Tetapi Tuhan tidak tinggal diam! Tuhan membuat bunyi kereta, kuda, serta tentara yang besar, dan menakutkan hati seluruh tentara Aram sehingga mereka melepaskan kepungan dan meninggalkan makanan melimpah untuk mencukupi kebutuhan penduduk Samaria (2Raj. 6:24-7:20). Apakah kita sebagai orang benar, masih meragukan campur tangan-Nya? 15 10 Maret 2017 “Akulah Roti Hidup” (Yohanes 6: 35) Berilah Mereka Makan MATIUS 14:13-21 Kisah Yesus memberi makan orang banyak, cepat terpikirkan sebagai mujizat yang besar. Namun, seseorang sering lupa bahwa peristiwa ini memiliki latar belakang penting yang menyangkut tugas seorang Kristen selaku anak-anak Tuhan. Tugas ini masih menjadi tugas setiap orang percaya untuk dilakukan dengan penuh tanggung jawab pada masa kini. Dikisahkan bahwa suatu hari Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dengan perahu ke seberang danau Galilea, ke sebuah kota yang bernama Betsaida, untuk menyingkir sejenak dari kerumunan massa yang terus mengikuti-Nya. Ternyata, setelah mereka sampai, sudah terdapat banyak sekali orang yang mengambil jalan darat dan menunggu kedatangan mereka. Melihat antusiasme mereka, maka hati Yesus tergerak oleh belas kasihan dan menyembuhkan mereka yang sakit. Masalah timbul ketika malam tiba dan orang banyak itu belum makan sehingga mulai kelaparan. Murid-murid yang melihat masalah pelik inikemudian meminta Yesus untuk menyuruh mereka pergi (ayat 15). Dengan meminta Yesus untuk menyuruh orang-orang yang lapar itu pergi, maka sesungguhnya para murid beranggapan bahwa masalah tersebut bukanlah masalah mereka. Jawaban Tuhan menunjukkan bahwa Ia tidak sependapat dengan para murid-Nya dan dengan tegas meminta mereka untuk mengubah pola pikir yang salah itu. Tuhan Yesus berkata, “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan” (ayat 16). Ya, jika kita mau membuka telinga dan mengarahkan hati kepada Tuhan, maka saat ini kita juga mendengar perintah-Nya: Berilah mereka makan! Apakah kita sudah melakukan bagian ini seperti perintah Yesus? 16 11 Maret 2017 “Akulah Roti Hidup” (Yohanes 6: 35) Persekutuan ‘Pemecah Roti’ KISAH PARA RASUL 2 : 41-47 Koinonia adalah kata benda Yunani yang berasal dari kata kerja koinoneo (berarti: memberi sebagian, mendapat bagian, mengambil bagian). Lembaga Alkitab Indonesia-Terjemahan Baru menerjemahkan koinonia sebagai: menyumbangkan (Rm. 15:26), memberi bantuan (Ibr. 13:16), mengambil bagian (2Kor. 8:4), dalam membagikan (2Kor. 9:13), bersatu (2Kor. 6:14), persekutuanmu (Flp. 1:5, Flm. 1:6), persekutuan (1Kor. 1:9, 10:16; 2Kor. 13:13; Gal. 2:9; 2:1, 3:10; 1Yoh. 1:3, 6, 7). Berdasarkan beberapa pemakaian kata dan konteksnya dalam kalimat, maka koinonia umumnya dimengerti sebagai “persekutuan.” Pola hidup jemaat Yerusalem pada zaman rasul-rasul, yang merupakan cikal bakal Gereja Tuhan di dunia adalah pola hidup yang diikat erat dengan tali–tali koinonia. Lukas memberi catatan bahwa jemaat yang berjumlah kira-kira tiga ribu jiwa itu, bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Mereka juga selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (ayat 42). Lebih lanjut, Lukas menuliskan: “Dengan bertekun dan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah” (ayat 46). Dampak dari kehangatan koinonia sangatlah indah, karena mereka menjadi disukai semua orang dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan (ayat 47). Bagaimana dengan GKY Greenville? Apakah jemaat hidup di dalam persekutuan ‘pemecah roti’ seperti jemaat Yerusalem? Apakah persekutuan jemaat diselimuti kehangatan kasih sayang sehingga menarik orang-orang yang kedinginan akan kasih Tuhan untuk bergabung dan menjadi percaya? 17 12 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 18 12 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 19 13 Maret 2017 “Akulah Terang Dunia” (Yohanes 8:12) “Akulah Terang Dunia” YOHANES 8:12 Terang dalam Alkitab sering digunakan untuk menggambarkan pengetahuan akan kehendak Allah. Yohanes 1:5, mengatakan ketika terang itu datang dan bercahaya di dalam kegelapan, kegelapan tidak menguasainya. Kata ‘menguasai’ (Yun. katalambano) dapat dimengerti sebagai ‘memahami/mengetahui’. Manusia yang hidup tanpa memahami/memiliki pengetahuan akan kehendak Allah digambarkan sebagai manusia yang hidup dalam kegelapan kebutaan sehingga mereka menjalani hidup dengan tidak menentu, tanpa arah yang jelas, dan berjalan semakin menjauh dari apa yang menjadi kehendak Allah di dalam hidupnya. Kedatangan Yesus sebagai terang ke dalam dunia yang gelap ini adalah untuk membawa pengetahuan yang sejati tentang Allah. Pengetahuan ini menyatakan kehadiran dan kehendak Allah terhadap setiap manusia. Sehingga dikatakan barangsiapa mengikut Yesus yang adalah terang dunia tersebut, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan akan mempunyai terang hidup. Namun permasalahannya, di dalam Injil Yohanes juga digambarkan adanya pertentangan antara terang dan gelap (1:4-5; 3:19-21; 8:12; 9:4-5; 11:9-10; 12:35-36, 46). Dikatakan bahwa manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, karena perbuatan-perbuatan mereka jahat (3:19). Terang itu telah datang, namun manusia lebih memilih memejamkan matanya dan menolak untuk melihat terang tersebut. Manusia lebih memilih untuk tetap hidup berjalan di dalam kebutaannya dan menolak untuk berjalan di dalam tuntunan Allah. Manusia lebih memilih untuk menikmati hidup sesuka hatinya meskipun tanpa arah daripada ada Allah yang mengarahkan hidupnya. Kepada manusia yang seperti inilah Yesus datang dan mengatakan, “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” Terang sudah datang di dunia untuk kita yang berdosa ini, namun apakah kita menerima dan berjalan mengikuti terang dunia tersebut (hidup berjalan dalam kehendak Allah)? Ataukah kita lebih memilih untuk tetap berjalan dalam kegelapan (hidup berjalan dalam keinginan kita sendiri)? Apakah kita yang sudah melihat dan memahami terang itu, kita juga hidup memberikan kesaksian tentang terang tersebut, supaya oleh kita semua orang menjadi percaya (Yohanes 1:6-8)? 20 14 Maret 2017 “Akulah Terang Dunia” (Yohanes 8:12) Bersukacita Dalam Terang PENGKHOTBAH 11 : 7-8 Pengkhotbah membukakan realita tentang kefanaan dalam hidup manusia. Dikatakan segala sesuatu dalam hidup ini adalah sia-sia (1:2, 14; 2:1, 11, 15, 17, 19, 21, 23, 26; 3:19; 4:4, 7-8, 16; 5:7, 10; 6:2, 4, 9, 11-12; 7:6, 15; 8:10, 14; 9:9; 11:8, 10; 12:8). Sia-sia di sini bukan berarti tidak ada gunanya, melainkan menggambarkan betapa kehidupan manusia seperti hembusan angin yang begitu singkat dan cepat berlalu. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: Adakah kesenangan dan makna hidup di dalam jerih lelah yang menjemukan ini? Pengkhotbah kemudian memberikan jawaban bahwa tidak ada yang lebih baik untuk manusia dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidupnya, karena dapat menikmati kesenangan dalam segala jerih payah itu juga merupakan pemberian dari Allah (3:12-13). Terang dan gelap dalam 11:7-8, menggambarkan kontras antara kehidupan dan kematian. Pengkhotbah menggambarkan bahwa terang/kehidupan yang baik dan menyenangkan adalah ketika manusia bukan sekedar menjalankan hidup, melainkan dapat melihat arah dalam hidupnya dan menikmati hidupnya serta menyadari bahwa Tuhan masih memberikan banyak sukacita di dalam hidup yang fana ini (11:7). Namun di dalam sukacita, hendaknya kita tetap mengingat akan hari-hari yang gelap karena hidup yang begitu singkat (11:8), dan mengetahui bahwa segala sesuatu yang kita lakukan akan diperhadapkan kepada Allah (11:9). Jadi bersuka-sukalah dan nikmatilah kesenangan hidup di dalam Tuhan, dengan arah yang benar (sesuai kehendak Tuhan) dan bertanggung jawab (untuk kemuliaan Tuhan). Orang yang bersukacita dalam terang bukanlah orang yang memiliki harta benda ataupun pencapaian yang dapat ia banggakan, melainkan orang yang mengetahui arah dan tujuan dalam hidupnya. Apakah kita masih dapat menikmati hidup dan bersukacita dalam terang hidup? Ataukah kita sekedar menjalankan kehidupan dengan menjemukan dan menuju ke arah kematian? Bagaimanakah kita menikmati dan bersukaria dalam hidup? Masihkah dalam sukacita kita mengingat bahwa semuanya adalah pemberian Tuhan dan kita menikmatinya dengan bertanggung jawab di hadapan Tuhan? 21 15 Maret 2017 “Akulah Terang Dunia” (Yohanes 8:12) Terang Keselamatan MAZMUR 27 : 1-14 Pada bagian awal dalam Mazmur ini merupakan deklarasi iman, di mana Daud memadukan terang dan keselamatan. Pemikiran pada masa itu, mendapatkan terang di tengah kegelapan/kesesakan adalah sama dengan mendapatkan keselamatan. Kemudian pada bagian berikutnya merupakan penjelasan dari deklarasi iman tersebut, di mana Tuhan merupakan terang dan keselamatan dalam hidup umat-Nya. Menurut pemazmur, percaya kepada Tuhan yang adalah terang dan keselamatan berarti seseorang harus memiliki percaya diri di dalam Tuhan sehingga bebas dari rasa takut (27:1), percaya diri dalam menghadapi musuh (27:2-3, 5), memiliki kerinduan untuk menyembah Tuhan dan memiliki persekutuan dengan-Nya (27:4, 6, 8), berdoa/berseru kepada Tuhan sebagai tempat perlindungan abadi (27:7, 9-10), bersandar kepada tuntunan Tuhan dalam menghadapi musuh (27:11-12), percaya diri dalam Tuhan dan senantiasa menantikan-Nya (27:13-14). Ketika kita mengalami kesulitan di dalam hidup ini, apakah kita masih memiliki percaya diri di dalam Tuhan sehingga kita bebas dari rasa takut? Apakah kita masih memiliki percaya diri dalam menghadapi tantangan dan ujian melalui kesulitan tersebut? Apakah kita masih memiliki kerinduan untuk menyembah dan bersekutu dengan Tuhan di tengah kesulitan hidup? Apakah kita masih setia berseru/berdoa kepada Tuhan sebagai tempat perlindungan abadi? Apakah kita senantiasa bersandar kepada tuntunan Tuhan dalam menghadapi kesulitan? Apakah kita masih memiliki percaya diri dan senantiasa menantikan Tuhan yang akan membebaskan kita dari kesulitan hidup? Tuhan adalah terang dan keselamatan kita, datanglah kepada-Nya, percayalah dan nantikan pertolongan-Nya. Ketika kita sedang mengalami kesulitan hidup, apakah kita masih memiliki pengharapan di dalam Dia? Ataukah kita mulai meninggalkan Dia dan mencari pertolongan yang lain? Ketika kita sedang mengalami kesulitan hidup, apakah kita masih melihat Tuhan lebih besar dari kesulitan apapun dan percaya serta menantikan pertolongan-Nya? 22 15 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 23 16 Maret 2017 “Akulah Terang Dunia” (Yohanes 8:12) Berjalan Dalam Terang AMSAL 4 : 10-19; 13 : 9 Ada dua jalan hidup yang dipaparkan dalam kitab Amsal. Jalan hikmat dan jalan orang fasik. Dua jalan ini digambarkan oleh Amsal sebagai dua tokoh, yaitu perempuan berhikmat (mewakili Allah) dan perempuan bebal (mewakili allah-allah lain). Kedua tokoh ini sama-sama digambarkan mengundang manusia untuk datang dan menghidupi jalan yang diajarkannya (9:1-18). Yang membedakan adalah hasil yang akan didapatkan. Bersekutu dengan hikmat akan mendapatkan kehidupan (9:11), sedangkan bersekutu dengan kebebalan akan mendapatkan kematian (9:18). Karena itu pada awal Amsal menuliskan: Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan (1:7). Hikmat sendiri sering dimengerti sebagai kemampuan untuk hidup, yaitu kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki (yang diperoleh dari didikan/ajaran yang benar) pada saat yang tepat. Hal ini dikontraskan dengan ajaran palsu yang digambarkan sebagai kegelapan yang menyimpangkan ajaran yang benar. Di mana jalan orang fasik ini akan menyebabkan mereka tersandung, bahkan tanpa mereka ketahui penyebabnya (4:19). Kegelapan digambarkan sebagai orang yang menjalani hidupnya tanpa kemampuan dan pengetahuan untuk hidup (hikmat), orang yang hidup hanya sekedar untuk menuju ke arah kematian tanpa adanya pengetahuan akan makna dan tujuan dalam hidupnya. Sedangkan jalan orang benar yang menempuh jalan hikmat dikatakan akan bercahaya seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Terang digambarkan sebagai orang yang menjalani hidupnya dengan kemampuan dan pengetahuan untuk hidup (hikmat), yang akan memimpin langkah hidup mereka di jalan yang lurus (4:11) sehingga tidak akan terhambat dan tidak akan tersandung (4:12). Hikmat dan kebebalan sama-sama mengundang untuk kita masuk dan menghidupinya. Suara siapakah yang sedang kita dengar dan sedang mengarahkan hidup kita selama ini? Kedua jalan dapat dibedakan dari hasilnya. Apakah hidup kita saat ini menghasilkan terang yang semakin bercahaya? Apakah melalui hidup kita orang juga dapat melihat terang hikmat Tuhan? 24 17 Maret 2017 “Akulah Terang Dunia” (Yohanes 8:12) Kita Adalah Terang Dunia LUKAS 1 : 76-79; 2 : 32 Tema utama Injil Lukas adalah keselamatan. Lukas menggunakan bahasa keselamatan jauh lebih banyak daripada penulis Injil yang lain. Misal, kata keselamatan dalam bentuk kata benda (Yun. soteria), dijumpai 7x dalam Injil Lukas dan 7x dalam Kisah Para Rasul (yang juga ditulis oleh Lukas), namun tidak dijumpai dalam Matius dan Markus. Allah dan Yesus sebagai Juruselamat (Yun. soter) juga dijumpai dalam Injil Lukas dan Kisah Para Rasul (1:47; 2:11; Kis. 5:31; 13:23), di mana istilah ini tidak dipakai dalam Matius dan Markus. Kedatangan Yesus sebagai Juruselamat bagi umat-Nya (1:47; 2:11), yang mengalahkan kegelapan telah dinubuatkan di dalam Yesaya. Ayat ini juga yang dikutip oleh Lukas untuk mengiringi awal pelayanan Yesus, yang merupakan penggenapannubuat tersebut (1:78-79; 2:32): “Bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar, dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.” (Yesaya 9:1-2). Lukas menekankan Yesus datang sebagai terang keselamatan yang menyinari manusia berdosa yang diam dalam kegelapan untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera (1:79). Sedangkan kedatangan Yohanes merupakan langkah awal untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat Tuhan pengertian (pengetahuan; terang) akan keselamatan yang merupakan anugerah dari Tuhan (1:76-77). Misi Yohanes Pembaptis adalah membawa banyak orang berdosa untuk kembali berbalik kepada Tuhan (1:16-17). Meskipun Yohanes bukan terang itu, namun ia harus memberi kesaksian tentang terang yang adalah keselamatan tersebut (Yoh. 1:7-8), sehingga melalui kesaksiannya semua orang dapat melihat terang yang sesungguhnya tersebut dan menjadi percaya. Apakah di dalam kehidupan kita saat ini masih ada unsur memberi kesaksian tentang terang keselamatan Tuhan, sehingga melalui kesaksian kita semua orang dapat melihat dan berbalik kepada Yesus? Siapakah Yesus bagi kita? Apakah Yesus benar-benar adalah Juruselamat dalam hidup kita? Ataukah kita sudah mulai memperlakukan Yesus sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan kita? 25 18 Maret 2017 “Akulah Terang Dunia” (Yohanes 8:12) Hidup di Dalam Terang 1YOHANES 1 : 5-10 Dalam konsep PL, terang selain menggambarkan pengetahuan akan kehendak Allah, terang juga sering digunakan untuk menggambarkan kehidupan kudus di hadapan Allah. Di sini terdapat pemikiran bahwa Allah yang adalah terang itu adalah Allah yang kudus dan menuntut kekudusan moral dari umat-Nya. Ketika manusia menerima Allah yang adalah terang itu, maka manusia harus berjalan di dalam terang Allah (1:5). Dalam 1 Yohanes 2:7-11 dikatakan, bahwa ketika kita hidup di dalam terang Allah, itu berarti kita hidup di dalam kasih terhadap sesama. Allah yang kudus menuntut kekudusan moral dari kita agar kita dapat hidup di dalam kasih terhadap sesama. Namun hidup kudus bukan berarti kita tidak mengakui keberdosaan kita dan mengatakan bahwa kita tidak ada berbuat dosa. Karena orang percaya dikatakan masih berbuat dosa (1:8, 10) meskipun dapat diampuni serta disucikan dengan mengakui dosa-dosa mereka (1:7, 9). Hidup kudus adalah menyadari meskipun kita sudah disucikan dan tidak lagi dibelenggu oleh dosa, namun kita adalah manusia yang rapuh yang masih hidup di dunia yang berdosa. Sehingga kita perlu untuk senantiasa bersandar kepada Tuhan dan terus-menerus peka melihat terang-Nya yang mengarahkan hidup kita. Allah adalah terang. Ketika kita dipersatukan dengan Allah, maka kita dituntut untuk berjalan di dalam terang-Nya. Namun saat berjalan di dalam terang, kita harus senantiasa waspada akan keberdosaan kita dan peka melihat terang tuntunan-Nya. Bagaimanakah kita memenuhi TUNTUTAN Tuhan dalam hidup kita? Masihkah kita hidup di dalam terang Tuhan? Bagaimanakah kita berespon terhadap TUNTUNAN Tuhan dalam hidup kita? Masihkah kita peka melihat teguran, pembentukan, dan arahan dari Tuhan dalam hidup kita? 26 19 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 27 19 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 28 20 Maret 2017 “Akulah Pintu” (Yohanes 10:9) “Akulah Pintu” YOHANES 10:9 Apa maksud pernyataan Yesus ini? Ayat 7 & 9 berada di dalam konteks pengajaran Yesus yang menggunakan metafora domba dan gembala. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pernyataan Yesus, kita harus melihat budaya di zaman itu, khususnya mengenai domba dan penggembalaannya. Domba adalah binatang lemah, mudah terluka dan seringkali menjadi mangsa yang empuk bagi predator meskipun mereka berada dalam kumpulannya. Domba menghabiskan mayoritas waktunya dengan mencari rumput, makan dan berpindah lokasi tanpa memperhatikan sehingga domba mudah sekali tersesat. Domba juga tidak memiliki insting dan kemampuan untuk mencari arah pulang. Domba secara alami hanya mengikuti pemimpinnya; jika domba yang memimpinnya terjerumus ke dalam sungai atau jurang maka yang lainnya akan mengikuti. Informasi ini memberikan kepada kita gambaran betapa tergantungnya domba pada gembala. Domba memiliki dua jenis kandang; yang pertama banyak ditemukan di desa dan di kota. Kandang jenis ini menampung semua kawanan domba daerah itu setelah hari beranjak gelap; memiliki akses satu pintu dan kuncinya dipegang oleh penjaga kandang. Jenis kandang inilah yang dimaksudkan oleh Yesus pada ayat 2&3. Kandang jenis kedua biasa ditemukan di perbukitan dan berfungsi menampung kawanan domba yang tidak pulang ke desa atau ke kota karena cuaca yang mendukung (musim panas). Kandang model ini berbentuk seperti tembok berkeliling dan hanya memiliki satu lubang sebagai jalan keluar masuk domba. Bila semua domba sudah masuk maka gembala akan tidur di depan lobang itu sehingga tidak akan ada domba yang bisa keluar masuk tanpa melewati dan sepengetahuan gembala. Inilah yang dimaksud oleh Yesus ketika Ia mengatakan: “Akulah Pintu.” Yesus menggunakan gambaran ini untuk menegaskan bahwa hanya melalui Dia saja kita masuk dan datang kepada Allah. Hal ini kontras dengan para pemuka agama di zaman itu yang digambarkan seperti pencuri dan perampok. Yesus datang untuk membukakan jalan dan menunjukkan kepada manusia Tuhan yang sebenarnya; Gembala yang baik. Dia adalah pintu dan hanya melalui pintu itu manusia menemukan rahasia dan makna hidup yang berkelimpahan. Jika kita digambarkan sebagai domba, di manakah posisi kita? Di luar atau di dalam kandang? Apakah engkau sungguh mengenal gembalamu? 29 21 Maret 2017 “Akulah Pintu” (Yohanes 10:9) Di Balik Pintu KELUARAN 12 : 22 Pintu merupakan bagian penting dari sebuah rumah, gedung, kantor, toko, tempat ibadah dan berbagai macam tempat lainnya. Pintu memiliki fungsi sentral dan khusus yaitu menjadi akses keluar dan masuk. Melalui pintu, orang, barang dan berbagai macam hal lainnya dapat memasuki rumah atau tempat itu. Selain sebagai akses, pintu juga berfungsi sebagai batasan dan pelindung yang memberikan rasa aman. Peristiwa Paskah pertama memberikan gambaran bagaimana darah domba yang dilaburkan di pintu rumah menandakan bahwa orang atau keluarga di dalam rumah itu adalah umat Allah dan meluputkan anak sulung mereka dari kematian. Meskipun orang Israel tidak tahu apa yang akan terjadi malam itu tetapi ketaatan dan pintu yang ditandai dengan darah domba memberikan kepada mereka rasa aman. Kematian Kristus dan pencurahan darah-Nya bukan hanya menjadi akses keselamatan tetapi juga memberikan efek aman dan damai. Selain berfungsi sebagai jalan masuk atau keluar, pintu berfungsi juga untuk memberikan rasa tenang. Meskipun malam yang sepi membuat suara-suara apapun lebih jelas terdengar dan menimbulkan rasa takut ataupun kuatir tetapi pintu memberikan mereka rasa aman. Domba tahu di balik pintu ada gembala yang bersama dan menjaga mereka. Manusia yang hidup dalam dosa seringkali dikuasai ketakutan dan rasa tidak aman. Konsekuensi dosa menjadi hal yang dikuatirkan. Seperti pintu rumah atau pintu kamar kita yang memberikan rasa aman, ketika Yesus mengatakan bahwa Dialah Pintu, pernyataan ini bukan hanya menyatakan bahwa Dialah jalan tetapi Dia juga menawarkan rasa aman dan tenang. Apa yang membuat hidupmu kuatir dan tidak aman? Pintu seperti apa yang kau pilih dan miliki? 30 22 Maret 2017 “Akulah Pintu” (Yohanes 10:9) Pintu Perlindungan MAZMUR 118 : 19-20 Mazmur ini merupakan salah satu nyanyian yang biasanya dinyanyikan secara bersahutan pada hari raya Pondok Daun. Pujian ini dinyanyikan dengan ungkapan syukur untuk pemulihan dan kemenangan yang Allah berikan bagi umat-Nya. Pemazmur mengisahkan tentang pengakuan seorang raja keturunan Daud yang dilepaskan dari ancaman musuh. Pengalaman ini membawanya semakin yakin bahwa Allah adalah penolongnya dan juga semakin memantapkan keyakinannya pada Allah. Di ayat 8-9 pemazmur bersaksi mengajak umat Allah untuk berlindung kepada Tuhan dan tidak mengandalkan manusia, seberapapun hebat dan tingginya status orang itu. Meskipun keputusan untuk mengandalkan Allah seringkali harus menemui konsekuensi berhadapan dengan musuh (ayat 10) dan mengalami penolakan (ayat 13), tetapi itu semua tidak membuat ia jatuh, apalagi sampai menemui kematian. Walaupun Allah mengizinkan pemazmur mengalami hajaran keras tetapi Allah tidak menyerahkannya kepada maut (ayat 18). Allah mengulurkan tangan menolongnya sehingga ia dapat mengalahkan musuh. Pemazmur meyakini bahwa orang benarlah yang akan memasuki pintu gerbang Tuhan dan mengalami keselamatan (ayat 19-20). Pengalaman yang dialami dan diceritakan oleh pemazmur merupakan realita kehidupan. Setiap orang pasti akan mengalami tantangan, pergumulan dan berbagai krisis hidup lainnya tetapi pertanyaannya adalah apakah kita sudah menentukan pilihan yang tepat? Karena pilihan kita menentukan masa depan kita. Dalam kesesakan pemazmur memilih untuk mencari dan berseru kepada Tuhan (ayat 5) dan itulah titik balik hidupnya. Pergumulannya Tuhan balikkan menjadi kelepasan dan kemenangan. Dia masuk dalam pintu gerbang Tuhan dan berkata bahwa Allah telah menjadi keselamatannya! Kesesakan, beban ataupun masalah dapat Tuhan ubah menjadi kesukacitaan. Berserulah dan kembalilah kepada Tuhan maka Ia akan menolongmu. Apa yang menjadi pergumulanmu sekarang ini? Bercermin dari kehidupanmu sekarang, yakinkah engkau bila Tuhan akan membukakan pintu gerbang-Nya bagimu? 31 22 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 32 23 Maret 2017 “Akulah Pintu” (Yohanes 10:9) Pintu Kehidupan AMSAL 8 : 34-36 Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Setiap individu dapat berkembang, bertahan hidup dan berkarya semua karena pendidikan. Dunia dapat berkembang seperti sekarang ini semua karena proses yang dihasilkan melalui pendidikan, entah itu pendidikan formal atau nonformal. Dimulai dari bayi kecil sampai seseorang beranjak tua selalu ada hal yang bisa dipelajari. Melalui didikan manusia belajar dan mengerti makna kehidupan. Amsal 8:34-36 menekankan mengenai hikmat dan pentingnya didikan untuk mendapatkan itu. Hikmat memperkenalkan diri (ayat 12-21), menunjuk pada apa yang dilakukan (22-31) dan mengundang orang-orang muda untuk mendengarnya. Jadi siapakah Hikmat itu sebenarnya? Ayat 22 memberikan kita keterangan bahwa Hikmat adalah permulaan pekerjaan Tuhan dan sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala. Hikmat ada sebelum bumi ada, sebelum air samudera raya, sebelum gunung-gunung tertanam, sebelum Allah membuat bumi dan padang-padangnya (ayat 23-26). Hal ini menunjuk pada dua ayat yaitu Kejadian 1:1 dan Yohanes 1:1 dan berarti bahwa Hikmat itu adalah personifikasi dari Kristus, sang Firman. Kristus adalah perantara manusia dengan Allah dan berbahagialah manusia yang mendengarkan dan mendapatkan Kristus karena hal itu akan mengantarkannya untuk mendapat hidup dan perkenanan Allah (ayat 34-35). Orang yang mencari dan mendengarkan hikmat bagaikan domba-domba yang mendengarkan suara gembalanya. Setiap hari menunggu dan berjaga di tiang pintu gerbangnya menunjukkan kesetiaan seorang hamba, kesiapan menerima perintah dan kesediaan untuk taat. Kerinduan dan ketekunan untuk belajar dan bersandar seperti inilah yang mengantarkan kita untuk mendapatkan akses pintu gerbang Tuhan. Belajar membawa kita semakin mengenal Tuhan dan jalan-jalan-Nya dalam kehidupan kita dan ketekunan membawa kita tahan uji sehingga ketika ujian iman datang, biarlah Tuhan menemukan kualitas iman dan kehidupan yang berkenan di hadapannya. Apa perbedaan hikmat ilahi dengan hikmat dunia? Mana yang lebih kita kejar dan mempengaruhi hidup kita? 33 24 Maret 2017 “Akulah Pintu” (Yohanes 10:9) Dua Pintu MATIUS 7 : 13-14 Perkembangan teknologi yang sangat pesat mengubah dunia ini mengalami berbagai macam kemudahan. Salah satu hal penting yang terkena dampak positif adalah sistem navigasi. GPS (Global Positioning System) memudahkah manusia untuk mengetahui posisi dan arah tujuannya. Alamat, posisi kendaraan kita, kemacetan dan informasi jalan pintas untuk menghindarinya dengan mudah dapat kita temukan melalui GPS. Sangat praktis. Efektivitas dan efisiensi menjadi semangat dari zaman ini. Sistem yang sulit dan rumit dibuat menjadi sederhana dengan moto kalau bisa lebih mudah kenapa harus dipersulit? Transaksi online melalui e-commerce menjadi hal yang umum. Untuk membeli sayuran pun dapat kita lakukan hanya dengan mengunakan jari-jari gadget kita tanpa perlu pergi ke pasar atau mencari tukang sayur di sekitar tempat tingga kita. Selain dampak positif tentu juga ada dampak negatifnya. KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) merupakan contoh nyata yang sampai hari ini belum dapat tuntas dibasmi. Jalan pintas dan mudah cenderung menjadi pilihan. Di tengah dunia yang menawarkan berbagai kemudahan, Yesus justru menawarkan hal yang berbeda. Pintu dan jalan yang membawa orang kepada hidup bukan jalan yang mudah. Selain sempit, pintu dan jalan ini sukar untuk dilewati bahkan hanya sedikit orang yang menemukannya (ayat 14). Banyak orang tergoda untuk memilih pintu dan jalan yang besar dan lebar karena lebih mudah padahal pintu dan jalan itu berakhir di neraka. Menjadi murid Yesus dan meneladani kehidupan-Nya memang tidak mudah. Siapa yang mengikut Yesus orang itu harus menyangkal diri-Nya, memikul salib-Nya dan mengikut Yesus setiap hari (Mat. 16:24). Menyangkal diri berarti mengatakan ‘tidak’ pada diri (ego) kita sendiri serta menempatkan Allah dan kehendak-Nya sebagai fokus hidup kita. Jika kita bisa menyangkal diri barulah kita memiliki kekuatan memikul salib (menghadapi beban, penderitaan dan berbagai tantangan lainnya) dalam perjalanan mengiikut Yesus. Jalan itu adalah jalan satu arah yang berat dan tidak ada jalan untuk kembali (U-turn), semua berujung pada ‘bukit penyaliban.’ Menjadi murid Kristus yang serius berarti kita harus masuk melalui pintu dan jalan yang sempit. Jalan yang mudah hanya membawa pada mental yang manja dan fokus pada diri sendiri. Kiranya masa Pra-Paskah menolong kita untuk banyak mengevaluasi dan menentukan sikap dan arah tujuan hidup kita kembali! Jalan seperti apa yang hari ini sedang engkau jalani? Sungguhkah Kristus adalah hal yang utama dalam hidup? 34 25 Maret 2017 “Akulah Pintu” (Yohanes 10:9) Pintu Selamat ROMA 1 : 16-17 Kejadian 3 mencatat awal mula kejatuhan manusia. Sebagai akibatnya manusia kehilangan kemuliaan Allah dan tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa upah dosa adalah maut (Roma 3:23; 6:23). Manusia harus menerima murka Allah (Roma 1:18). Gambaran yang menyeramkan dan menyedihkan tetapi itulah realita. Manusia yang digambarkan seperti domba bukan hanya ringkih dan lemah tetapi juga mudah sekali tersesat. Domba tidak memiliki kemampuan untuk melawan predator karena itu domba adalah target empuk dari pencuri, perampok maupun hewan pemangsa. Betul, setiap kita harus menyadari bahwa inilah realita yang sebenarnya. Kita berada di dalam bayang maut dan sulit untuk lepas dari dosa (kuasa si jahat). Upaya apapun tidak dapat membantu kita untuk menemukan jalan selamat. Justru yang terjadi dosa itu semakin menjalar dan menjerat sehingga sengat maut pun semakin mengancam kita. Bagaimana kita bisa selamat? Puji Tuhan, Yesus mengatakan bahwa Dialah Pintu. Hanya melalui Pintu inilah kita menemukan jalan keluar dari masalah dosa dan menemukan jalan masuk menuju keselamatan. Melalui Kristus kita merdeka dari ‘kungkungan’ kuasa dosa dan maut. Kita bisa berkata seperti Paulus: “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" (1Kor. 15:55). Karena Yesus adalah Pintu, maka bagi setiap kita yang ada di dalam Pintu itu pasti akan mengalami indahnya kemenangan dan kemerdekaan. Itulah kenyataannya! Sepanjang hidup kita sudah melewati berbagai jenis pintu, apakah engkau yakin sudah menemukan Pintu selamat? Jika yakin sudah menemukannya, maukah engkau menunjukkan itu bagi saudaramu, temanmu atau siapapun yang belum menemukannya? 35 26 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 36 26 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 37 27 Maret 2017 “Akulah Gembala yang Baik” (Yohanes 10:11) “Akulah Gembala yang Baik” YOHANES 10 : 11 Berapa banyak dari kita yang berani berkata bahwa kita adalah “dokter yang baik” atau “guru yang baik,” “pedagang yang baik,” “akuntan yang baik,” “direktur yang baik,”dll. Mungkin tidak banyak yang berani untuk berkata demikian. Adapun alasannya adalah, Pertama, mungkin karena kemampuan kita dalam mengerjakan pekerjaan kita yang belum mumpuni (mahir). Kedua, mungkin karena karakter/moral kita di dalam melakukan pekerjaan itu yang belum benar-benar baik. Kita mungkin menyadari bahwa kebaikan hati belum tercermin dari pekerjaan kita tersebut. Ketika Tuhan Yesus menyebut diriNya sebagai gembala, Dia menambahkan kata “baik” di sana. Pertama, karena sebagai gembala, Yesus mengenal domba-dombaNya (ayat 14). Yesus mengetahui di mana domba-dombaNya yang membutuhkan diriNya sebagai gembala. Yesus pernah menyeberangi danau hanya untuk menyelamatkan seorang yang kerasukan setan di Gerasa. Yesus pernah tepat berada di luar rumah, ketika seorang yang tadinya buta sejak lahir namun kini telah melihat, dan ia baru saja diusir keluar oleh orang Farisi. Yesus menemuinya hanya untuk memperkenalkan diriNya dan menjamin imannya. Yesus juga adalah gembala yang baik karena hatiNya yang mengasihi domba-dombaNya. Ia tidak sama dengan gembala upahan: yang hanya ada ketika semuanya aman-aman saja, tetapi melarikan diri ketika ancaman datang. Yesus adalah gembala yang baik. Ia tidak lari. Ia tidak menyangkali domba-dombaNya. Melainkan dengan rela bahkan rela menyerahkan nyawaNya demi melindungi domba-dombaNya. Kasih itu dibuktikan dengan perjalanan menuju Kalvari demi menebus dosa-dosa kita. Karena itu, salib adalah lambang kasih terbesar Tuhan bagi kita. Apakah kita paling mengalami Yesus sebagai gembala yang baik dalam konteks karya Tuhan yang ajaib dalam hidup kita, atau dalam konteks kebaikan Tuhan yang mengasihi dan membela kita? Seberapa kita bersyukur memiliki Yesus yang adalah gembala kita yang baik? 38 28 Maret 2017 “Akulah Gembala yang Baik” (Yohanes 10:11) Aku Sendiri Akan Menggembalakan Domba-Domba-Ku YEHEZKIEL 34 : 15-16 Allah kerap menggunakan gambaran “Gembala” ketika berhubungan dengan umatNya. Memang istilah ini sangat umum di daerah Timur Tengah (Middle East). Para Bapa (Patriach) dan Pemimpin Israel berprofesi sebagai gembala, yaitu: Abraham, Yakub, Musa, Raja Daud, dan Nabi Amos dari Tekoa. Bahkan berita kelahiran Yesus hanya disampaikan malaikat kepada gembala-gembala. Tetapi konsep gembala bukan hanya milik Israel saja. Beberapa raja di dunia juga mendapat julukan sebagai gembala. Misalkan Raja Hammurabi dari Babilonia. Homer, pengarang mitologi, juga sering menyebut pemimpin Yunani sebagai “gembala bagi rakyatnya.” Bahkan tongkat kerajaan para raja di Timur Dekat Kuno (Ancient Near East) berbentuk tongkat gembala, yang menjadi simbol perlindungan, kuasa dan otoritas. Lalu, jika konsep gembala bukan milik Israel saja, apa keistimewaannya ketika Allah Israel menyebut dirinya sendiri sebagai gembala? Yehezkiel di dalam pasal ini menyebutkan bahwa tidak semua gembala adalah gembala yang baik. Ketika raja dunia disebutkan sebagai gembala, sebenarnya mereka hanya menikmati hidup dari memeras rakyatnya (dombanya) dengan pajak yang tinggi, juga upeti dari kerajaan lain yang takluk padanya (Bandingkan dengan Yeh.34:2-6). Sebaliknya, Allah justru menunjukkan kasihNya bagi umatNya, yaitu domba-dombaNya. Ketika membaca bagian ini akan terasa keprihatinan Allah yang mendalam akan keadaan domba-dombaNya. Juga rasa marah Allah demi kasihNya bagi umatNya. Dan janji bahwa Allah akan memelihara dombaNya, baik yang lemah ataupun yang kuat. Kiranya firman ini menguatkan setiap kita, bahwa kita memiliki Gembala, Allah kita, yang peduli dengan keadaan kita. Pernahkah engkau merasa sendirian dan Allah seolah diam dan tak peduli pada pergumulanmu? Setelah membaca ayat-ayat ini, maukah engkau kembali padaNya dan menyerahkan hidupmu pada satu satunya Gembala yang baik itu? 39 29 Maret 2017 “Akulah Gembala yang Baik” (Yohanes 10:11) Tuhan Adalah Gembalaku MAZMUR 23 November yang lalu saya mendoakan ibu yang sudah sakit stroke sekian lama. Ketika saya datang, Ibu ini sedang dalam kondisi sesak nafas parah dan tidak lagi berespon. Sebelum mendoakannya, saya duduk di sampingnya dan tergerak untuk membacakan Mazmur 23. Setelah mendoakannya saya pun pergi. Tiga jam setelahnya saya ditelp keluarga dan dikabari bahwa ibu tadi sudah meninggal dunia. Ibu ini sejak sakit 5 tahun lalu sudah sulit ke gereja. Namun kini ia sudah kembali kepada gembala hidupnya. Sebagai manusia kita akan merasa sangat bangga jika orangtua kita bekerja sebagai direktur perusahaan besar. Atau dokter ternama, atau arsitek yang paling dicari, dsb. Tetapi Tuhan justru menggambarkan diriNya dengan memilih pekerjaan yang dianggap rendah, yaitu sebagai gembala. Alasan dari penggambaran ini sebenarnya bukan karena diri Allah, melainkan pada kitanya. Allah ingin kita mengerti bahwa kita ini lemah, terbatas, bodoh, dan keras kepala. Dan ini adalah ciri-ciri dari domba. Karena itu sebagai Gembala, Allah mau mencukupkan kita, membaringkan kita di padang rumput hijau, membimbing ke air yang tenang, serta menuntun kita. Tuhan memang bisa menjadi direktur atau dokter atau arsitek dalam hidup kita. Namun gambaran yang paling menguatkan dan menghiburkan, adalah Tuhan yang menjadi gembala kita. Itu sebabnya Mazmur 23 menjadi mazmur yang paling memberi pengharapan dan menguatkan iman setiap anak Tuhan yang membacanya, sekalipun di dalam kelemahan dan penderitaan. Betapa harus bersyukurnya kita, dipelihara oleh Allah yang seperti ini. Apakah saat ini kita merasa diri kita ini kuat, pintar dan mampu? Maukah kita mengakui diri kita yang lemah di hadapan Gembala kita? 40 29 Maret 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 41 30 Maret 2017 “Akulah Gembala yang Baik” (Yohanes 10:11) Kasih Tuhan Mengangkat Gembala Dari Kehinaan LUKAS 2 : 8-20 Pada jaman dulu malam yang gelap gulita membuat orang-orang suka duduk mengelilingi api unggun. Dan kegiatan yang umum saat itu adalah bercerita (story telling). Orang yang memiliki kisah yang menarik untuk diceritakan akan menjadi orang yang dihormati. Ketika para gembala sedang di padang rumput, terjadilah peristiwa yang mencengangkan. Malaikat dan sejumlah besar bala tentara sorga menampakkan diri di langit. Malam yang gelap menjadi terang-benderang. Mereka datang membawa kabar kelahiran mesias. Bagi Israel saat itu, Mesias adalah raja dari keturunan Daud. Bagaimana mungkin gembala yang rendahan ini berani untuk datang mengunjungi raja yang baru lahir itu? Maka yang mengherankan adalah “tanda” dari mesias itu: “dibungkus dengan lampin dan terbaring dalam palungan.” Mereka kenal betul bahwa lampin adalah kain untuk menyelimuti ternak, dan palungan adalah tempat makanan ternak. Apakah mungkin mesias ini berasal dari golongan gembala? Golongan mereka sendiri? Maka mereka pun bergegas untuk pergi, dengan satu keyakinan bahwa mereka tidak akan ditolak. Dan semua yang terjadi kemudian sesuai dengan apa yang dikatakan malaikat itu. Maka gembala-gembala itu pulang dengan sukacita. Mereka kini memiliki kisah untuk diceritakan. Sebenarnya, untuk apa Yesus dilahirkan di kandang? Karena jika Yesus tidak lahir di kandang tetapi di rumah, seperti ketika saat Orang Majus datang, penyembahan kepada bayi Yesus tetap terjadi. Tetapi alasan Yesus mau dilahirkan di kandang hanya satu: supaya gembala-gembala ini mau datang melihatNya. Sungguh kasih Tuhan sangat besar, mau mengangkat para gembala dari kerendahan. Apakah saat ini engkau merasa direndahkan, terbuang, terabaikan? Percayakah engkau pada kasih Allah, yang rela lahir di kandang hanya demi gembala-gembala ini? Maka Ia pun sanggup memulihkan keadaanmu saat ini. 42 31 Maret 2017 “Akulah Gembala yang Baik” (Yohanes 10:11) Anak Domba yang Akan Menggembalakan WAHYU 7 : 17 Cinta tidak cukup hanya dengan kata apalagi janji. Terkadang tanpa kata sekalipun seseorang bisa merasakan bahwa ia dicintai melalui tindakan. Salah satu bukti cinta yang mudah dikenali adalah ketika seseorang mulai memberikan pemberian-pemberian kepada yang ia kasihi. Pepatah mengatakan: “Si pelit akan berubah menjadi Santaclaus saat ia jatuh cinta.” Namun pandangan ini berubah, ketika melihat adanya anak yang dibesarkan dengan penuh barang pemberian dari orangtuanya, namun tidak merasa dicintai. Apa yang salah? Sampai kita menyadari bahwa kasih membutuhkan lebih dari sekedar materi. Seorang ayah yang pergi dinas berbulan-bulan, ketika pulang membawakan mainan bagi anaknya dan bagi anak tetangga, teman dari anaknya. Anak tetangga itu kemudian bertanya: “kapan Om pergi lagi? Supaya bisa membawakan aku mainan yang bagus-bagus seperti ini!” Tetapi anak yang sesungguhnya justru berkata: “Papa, jangan pergi lagi. Saya tidak mau mainan baru. Saya mau papa!” Kasih yang mendalam bukan hanya memberikan benda, tapi memberikan dirinya. Allah mengasihi kita bukan hanya dengan kata-kata, dan juga bukan hanya dengan berkat-berkat materi. Tetapi kasih Allah dirasakan melalui kehadiranNya dalam kehidupan manusia. Yakub di akhir hidupnya berkata bahwa Allah telah menjAdi gembalanya selama hidupnya sampai sekarang (Kej.48:15). Bahkan di akhir hidup anak-anakNya, Sang Anak Domba, yaitu Yesus, akan menghapuskan segala air mata dari mata mereka.” Kasih Allah yang sedemikian dalam dan kedekatannya pada kita, membuat kita yakin bahwa Ia adalah gembala terbaik yang pernah kita miliki. Apakah kita pernah menuduh Allah tidak mengasihi kita, hanya karena Ia tidak mengabulkan doa kita, atau tidak memberikan barang yang kita inginkan? Apakah di dalam pergumulanmu saat ini, engkau bisa merasakan Tuhan yang menghapus air mata? 43 1 April 2017 “Akulah Gembala yang Baik” (Yohanes 10:11) Rela Menderita Bersama Sang Gembala 1PETRUS 2 : 18-25 Jenderal perang umumnya dengan aman berada di garis belakang, sementara tentara-tentara garis depan berguguran satu demi satu. Itulah perang. Tetapi gembala justru berbeda. Mereka berjalan paling depan. Dan apabila musuh datang mengancam, maka nyawa gembala yang dipertaruhkan demi melindungi domba-dombaNya. Seperti inilah Tuhan Yesus kita. Ia adalah Allah yang mau turun dari kemuliaan Surga, rela menjadi manusia dan mengalami penderitaan, bahkan mati di kayu salib demi keselamatan kita. Jika Allah sudah sedemikian rela menderita demi kita, mengapa kita tidak rela menderita dalam hidup ini? Di Korea Selatan ketika masa penjajahan, banyak yang gugur demi iman kepada Kristus. Seorang pendeta bernama Joong Ki Chol (1940) menuliskan demikian: “Jika saya menghindari penderitaan, di kemudian hari bagaimana saya berani bertemu dengan Tuhan?” “Jika saya menghindari penjara, di kemudian hari jika Tuhan bertanya: ‘Kamu hanya mau menerima damai sejahtera dan sukacita dalam Nama Saya. Di manakah ada cawan penderitaan?’ Bagaimana saya bisa menjawabnya?” “Jika saya menghindari salib, di kemudian hari jika Tuhan bertanya: ‘Di manakah salib penderitaan, yang menjadi warisan satu-satunya?’ Bagaimana saya bisa menjawabnya?” “Di dalam kehidupan hanya ada satu kematian. Pada waktu saya harus mati, kenapa saya tidak mau mati? Saya mati pada waktu saya harus mati sehingga saya tidak usah menyesal. Jika waktu seseorang harus mati namun ia tidak mati, maka sukacita kehidupan tidak akan sebanding dengan kematian. Yesus mati bagi saya. Saya juga akan mati bagi Yesus.” Salib apakah yang harus kita pikul dalam kehidupan kita? Dan apakah salib ini membawa kita kepada perenungan akan pengorbanan Kristus atau salib karna kesalahan/dosa kita sendiri? 44 2 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 45 2 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 46 3 April 2017 “Akulah Pokok Anggur yang Benar” (Yohanes 15:1) “Akulah Pokok Anggur yang Benar” YOHANES 15 : 1-5 Di dalam Perjanjian Lama, Bangsa Israel sering disebut sebagai pokok dan kebun anggur Allah (Yer. 2:21; Yes. 5:1-7, 27:2-6; Yeh. 15:1-8, 17:5-10, 19:10-14; Mzm. 80:9-16), tetapi di dalam kehidupannya, bangsa Israel gagal untuk menghidupi status tersebut. Kehidupan mereka tidak mencerminkan, bahkan jauh dari, status yang mereka sandang. Di dalam Yoh. 15:1-5, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai pokok anggur yang benar (ay. 1). Pernyataan tersebut bukan untuk menunjukkan diri Yesus sebagai pokok anggur biasa, sama seperti bangsa Israel, tetapi Dia-lah pokok anggur yang sejati itu (Yunani: alethine). Yesus menyatakan bahwa diri-Nya berbeda dari semua pokok anggur yang lain. Semua pokok anggur yang lain gagal memenuhi tuntutan Allah tetapi Yesus dengan sempurna memenuhi tuntutan Allah. Pernyataan Yesus sebagai pokok anggur memiliki dua pengertian: Pertama, hanya Yesus-lah yang dapat memenuhi kriteria yang Allah tentukan sebagai Tuan atas kebun anggur; Kedua, hanya melalui Yesus-lah, orang percaya dapat memiliki kehidupan yang menghasilkan buah untuk kemuliaan Allah. Dengan demikian, maka setiap Orang Percaya dipanggil untuk hidup sebagai ranting dari pokok anggur yang benar, yaitu Yesus karena kelekatan dengan Yesus akan memberikan kehidupan dan membuat Orang Percaya dapat menghasilkan buah-buah yang memuliakan Allah. Dengan hidup melekat pada pokok anggur yang benar, maka Orang Percaya dimungkinkan untuk memiliki kehidupan yang berkenan dan menyenangkan Allah. Sebaliknya, kehidupan di luar pokok anggur yang benar, bukan saja membuat seseorang tidak menghasilkan buah, tetapi juga membawa mereka kepada keterpisahan dengan Allah. Apakah saya sudah memiliki hidup yang melekat pada pokok anggur yang benar, yaitu Yesus? Apakah hidup saya sudah menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan saya? Yesus pokok dan kitalah carang-Nya, tinggallah di dalam-Nya, pastilah Kau akan berbuah. 47 4 April 2017 “Akulah Pokok Anggur yang Benar” (Yohanes 15:1) “BENAR” atau ”benar” YESAYA 5 : 1-7 Bagian ini merupakan puisi cinta dari Allah kepada kekasih-Nya, yaitu kaum Israel. Allah digambarkan sebagai pemilik kebun anggur yang sangat mengasihi kebun anggurnya. Allah merawat dan menjaga kebun anggur-Nya sedemikian rupa. Allah merawat kebun anggur dengan menyediakan segala yang diperlukan,bahkan menjagainya dari ancaman-ancaman yang ada. Allah adalah pemilik kebun anggur yang turun tangan sendiri memperhatikan dan merawat kebun anggurnya sehingga sebagaimana layaknya seorang pemilik dari kebun anggur mengharapkan hasil yang baik dari kebun anggurnya, demikian juga dengan Allah. Allah menghendaki bahwa kebun anggurnya menghasilkan buah yang baik. Namun bagian ini juga menjadi puisi yang menggambarkan hati Sang Pemilik kebun anggur yang terluka karena ironi yang terjadi adalah buah anggur yang dihasilkan ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, buah anggur asam (bdk. Hos. 10:1). Kasih Allah sangatlah jelas di dalam kehidupan Orang Israel tetapi di dalam kenyataannya kehidupan mereka tidak menunjukkan respon yang benar atas kebaikan Allah tersebut. Ketika Allah menghendaki keadilan (Ibrani: misphat = meluruskan yang salah), mereka hidup dalam kelaliman (Ibrani: mispakh = mengakibatkan kesalahan, penindasan). Ketika Allah menghendaki kebenaran (Ibrani: tsedaqah = relasi yang benar), mereka hidup dalam keonaran (Ibrani: tse’aqah = hubungan yang salah). Mereka hidup seolah-olah kedengarannya benar tetapi ternyata hidupnya jauh dari yang Tuhan kehendaki. Mereka hidup atas kehendak mereka sendiri. Atas tindakan tersebut, maka Allah mendatangkan hukuman bagi bangsa Israel. Kehidupan Orang Percaya seharusnya merupakan refleksi dari keinginan pemilik kebun anggur yang sejati, yaitu menghasilkan buah yang baik. Hanya dengan menghasilkan buah yang baik, yang sesuai dengan keinginan sang tuan, maka Orang Percaya dapat menyenangkan hati sang tuan yang empunya kebun anggur. Apakah hidup saya sudah benar atau hanya seolah-olah benar? Buah seperti apa yang sudah dan akan saya hasilkan dalam kehidupan kerohanian saya? 48 5 April 2017 “Akulah Pokok Anggur yang Benar” (Yohanes 15:1) Tuhan yang Memulihkan MAZMUR 80: 9-20 Alkitab menggambarkan dengan sangat jelas kisah mula-mula ketika bangsa Israel diselamatkan (bdk. dengan kitab Keluaran). Mereka bukan saja dilepaskan dari perbudakan Mesir, tetapi kepada mereka dikaruniakan tanah perjanjian, tempat mereka sebagai pohon anggur Allah “ditanam” dan dibesarkan oleh Allah. Di tanah perjanjian, pohon anggur tersebut mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik, bahkan berlimpah dibandingkan ketika mereka berada di tanah Mesir. Tetapi di ayat 13-14, Allah seakan-akan membiarkan pohon anggur itu dipetik orang, digerogoti babi hutan dan dimakan binatang-binatang di padang. Sebenarnya hal ini terjadi karena dosa dan ketidaktaatan bangsa Israel sehingga Tuhan memberikan hukuman kepada mereka melalui bangsa asing, yaitu bangsa Asyur. Murka Allah turun atas bangsa Israel. Bangsa Israel kemudian menyadari hukuman yang mereka alami terjadi karena ketidaktaatan mereka sehingga mereka ingin kembali berbalik kepada Tuhan. Mereka menyerukan agar Tuhan mengindahkan mereka kembali sebagai pohon anggur yang telah diselamatkan tetapi berpaling dari Allah. Hanya Tuhan yang sanggup untuk memulihkan kembali kerusakan yang terjadi pada pohon anggur pilihan-Nya, yaitu Israel. Di satu pihak, Orang Percaya perlu menyadari bahwa Allah dapat memberikan hukuman kepada umat-Nya yang tidak taat, tetapi di pihak lain, Orang Percaya tidak dapat menjadikan ketakutan atas hukuman sebagai dasar di dalam melakukan kehendak Tuhan tetapi kasih kepada Allah-lah yang mendasari Orang Percaya melakukan kehendak-Nya. Ketika Orang Percaya jatuh, maka hanya Allah sajalah yang mampu untuk memulihkan kembali keadaan orang tersebut. Seberapa dalam saya telah jatuh, jauh dari hadapan Tuhan? Seberapa besar kerinduan saya untuk kembali kepada cinta yang mula-mula itu? 49 5 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 50 6 April 2017 “Akulah Pokok Anggur yang Benar” (Yohanes 15:1) Dua Buah Undangan AMSAL 9 Amsal 9 berisi tentang dua undangan yang diberikan kepada orang yang tidak berpengalaman. Undangan pertama diberikan oleh sang Hikmat, yaitu Tuhan. Tuhan mempersiapkan sebuah perjamuan yang mewah. Perjamuan tersebut menyediakan roti dan anggur, tetapi bukanlah roti dan anggur biasa karena Yesus sendirilah yang menjadi kurban untuk perjamuan tersebut sehingga ini menjadi sebuah pesta pendamaian dan sukacita karena penebusan yang dilakukan oleh Yesus. Dengan demikian undangan ini berarti sebuah undangan untuk masuk ke dalam persekutuan dengan Tuhan karena melalui tubuh dan darah Yesus yang tercurah, maka manusia diperdamaikan kembali dengan sang Pencipta. Persekutuan tersebut memberikan kehidupan bersama dengan Tuhan di dalam rumah-Nya yang kokoh dan megah. Undangan kedua diberikan oleh perempuan bebal yang menyediakan air yang manis dan roti yang lezat rasanya. Rasa dari air dan roti membuat tawaran tersebut menjadi semakin menggiurkan. Air dan roti yang seolah-olah sama dengan yang ada dalam perjamuan Tuhan tetapi sesungguhnya membawa mereka jauh dari persekutuan dengan Tuhan. Orang-orang yang demikian secara tidak sadar dibawa masuk ke dalam persekutuan dengan si jahat yang berarti mereka masuk ke kematian, jauh dari persekutuan dengan Tuhan. Kedua undangan ini diberikan kepada setiap orang dan mereka hanya dapat memilih salah satu di antaranya. Menerima undangan Tuhan membawa kepada kehidupan sedangkan menolaknya berarti memilih untuk masuk ke dalam kematian yang berarti terpisah dari persekutuan dengan Allah sampai selama-lamanya. Maukah saya menerima undangan dari Tuhan dan masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya yang menjadikan saya semakin serupa dengan Dia? 51 7 April 2017 “Akulah Pokok Anggur yang Benar” (Yohanes 15:1) Tuan Atas Hidupku MATIUS 21 : 33-44 Pada masa itu, adalah wajar untuk menyewakan kebun anggur kepada orang lain untuk dikelola. Penyewa akan membayar kepada pemilik sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati, yaitu sebagian dari hasil panen. Matius 21:33 menjelaskan bahwa sebelum sang pemilik kebun anggur pergi dan menyewakan kebun anggurnya, maka ia mempersiapkan kebun anggurnya sedemikian rupa sehingga kebun anggur tersebut siap untuk dikelola. Ketika tiba waktunya untuk panen, maka sang pemilik mengirimkan utusannya untuk mengambil bagian yang menjadi miliknya tetapi para penggarap malah memukuli orang utusan sang tuan, bahkan membunuh anak pemilik kebun anggur yang diutus. Sebenarnya tuntutan pemilik kebun anggur bukanlah tuntutan yang semena-mena karena ada waktu yang cukup yang diberikan bagi penggarap untuk mengelola kebun anggursampai menghasilkan buah. Tuntutan tersebut juga bukanlah tuntutan yang tidak wajar karena sang pemilik hanya meminta bagian yang menjadi miliknya, bukan sebuah tuntutan paksa ataupun denda. Tuntutan tersebut juga bukanlah tuntutan yang sulit karena pohon anggur sudah tiba waktunya untuk menghasilkan buah. Ada jenis orang Kristen yang menganggap tuntutan Allah adalah tuntutan yang semena-mena, sulit, tidak wajar sehingga mereka enggan untuk memenuhinya. Ada pula Orang Kristen yang menganggap dirinya sendirilah yang menjadi tuan atas kehidupannya sehingga ia melupakan sang tuan, pemilik kebun anggur yang sejati itu. Penolakan terhadap Tuhan bukan saja mendatangkan hukuman bagi mereka, tetapi membuat Tuhan memberikan kebun anggur itu kepada bangsa lain. Sesungguhnya yang Tuhan kehendaki adalah orang Kristen menyadari bahwa seluruh kehidupannya adalah milik Tuhan, dan tugasnya adalah hidup menghasilkan buah sehingga ketika tuannya meminta, maka ia akan dengan rela hati mengembalikannya kepada sang tuan yang empunya kebun anggur itu. Apakah saya menyadari siapa yang menjadi tuan dalam kehidupan saya? Diri saya sendiri atau Tuhan? Apakah saya akan dengan rela memberi jika Tuhan menghendaki? 52 8 April 2017 “Akulah Pokok Anggur yang Benar” (Yohanes 15:1) Hidup Orang Percaya EFESUS 5 : 18 Kehidupan yang “mabuk oleh anggur” dikontraskan dengan kehidupan yang dipenuhi oleh Roh. Orang yang mabuk oleh anggur bukan saja mempengaruhi dirinya secara fisik tetapi juga mental. Orang yang demikian membiarkan dirinya dikendalikan dan dikuasai hawa nafsu. Anggur memang baik bagi kesehatan (bdk. 1Tim. 5:23) tetapi jika dikonsumsi berlebihan, maka seseorang akan menjadi mabuk. Orang yang mabuk akan mengalami gangguan di dalam cara berpikir, merasakan dan berperilaku karena zat yang berlebihan di dalam anggur akan menyerang sel saraf pusat dari orang tersebut. Orang yang mabuk tidak lagi dapat berpikir secara realistis, gampang tersinggung, berbicara sembarangan, tidak bisa berkonsentrasi, sosialnya terganggu, bahkan sangat mungkin melakukan tindakan kekerasan. Apakah tindakan mabuk oleh anggur berkenan bagi Allah, dan apakah dengan kondisi mabuk oleh anggur, seseorang dapat menghasilkan kehidupan yang berkenan di hadapan Allah? Jawabannya jelas TIDAK. Efesus 5:18 menjelaskan bahwa agar seseorang dapat menjadi penurut-penurut Allah (Inggris: imitators of God; terj: peniru-peniru Allah), maka kehidupan orang tersebut haruslah dipenuhi oleh Roh. Ini berarti sebagai orang yang sudah diselamatkan, hendaknya kehidupan orang percaya senantiasa dikuasai dan dipimpin oleh Roh karena Roh yang akan menunjukkan seperti apa kehidupan yang berkenan kepada Allah. Kata “hendaklah…. dipenuhi” di dalam bahasa Yunaninya mengandung arti “dipenuhi berkali-kali,” sehingga Orang Percaya didorong untuk terus-menerus membiarkan dirinya dipimpin oleh Roh Kudus, bukan dorongan yang keluar dari hawa nafsunya. Apakah kehidupan saya adalah kehidupan yang mabuk oleh anggur atau dikuasai oleh Roh? Di sisi kehidupan bagian manakah saya sulit untuk menyerahkan diri dipimpin oleh Roh? 53 9 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 54 9 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN UMUM 55 10 April 2017 Renungan Minggu Sengsara Pengkhianatan Yudas LUKAS 22 : 3-6 Bernard of Clairvaux, seorang tokoh sejarah gereja dari abad ke-12, dalam tulisannya yang berjudul The Four Loves, menjelaskan empat tingkatan kasih: (1) Mengasihi diri demi diri; (2) Mengasihi Allah demi diri; (3) Mengasihi Allah demi Allah; dan (4) Mengasihi diri demi Allah. Tentu saja sebagai murid Kristus, kita harus berusaha dengan kekuatan dan anugerah Tuhan untuk beranjak ke tingkatan yang lebih tinggi. Ternyata, lamanya kita menjadi orang Kristen, kedekatan kita dengan hal-hal rohani dan keterlibatan kita dalam berbagai pelayanan tidak menjamin bahwa kita memiliki kasih yang terus bertumbuh kepada Tuhan. Contohnya Yudas Iskariot. Meskipun Yudas sudah tiga tahun hidup bersama-sama dengan Yesus, menjadi murid-Nya, ikut melayani bersama-sama dengan dia, ia ternyata masih begitu mencintai diri-Nya sendiri dan mengasihi Yesus hanya demi kepentingan dan keuntungan dirinya sendiri. Ia mengkhianati Yesus dengan membuat perjanjian dengan para pemimpin agama Yahudi untuk menyerahkan Yesus. Matius 26:15 mencatat pertanyaan Yudas kepada imam-imam kepala, “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Dan mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Uang mungkin bukan satu-satunya motif, namun dari sini minimal kita bisa melihat, sampai sejauh mana Yudas sudah mengasihi Yesus. Mintalah Roh Kudus menilik hati kita dan membukakan kepada kita: sampai di tingkatan mana kita sudah mengasihi Tuhan? Apakah selama ini kita telah “memakai” bahkan “menjual” Tuhan hanya untuk memuaskan ego dan keuntungan pribadi kita? Berdoalah agar Roh Kudus terus menolong dan memampukan kita untuk mengasihi Tuhan lebih dalam lagi, dan dengan itu kita dimampukan untuk mengasihi diri kita, orang lain, dan segala sesuatu di dalam Allah dan demi kemuliaan Allah. 56 10 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 57 11 April 2017 Renungan Minggu Sengsara Penyangkalan Petrus MATIUS 26 : 30-35; LUKAS 22 : 31-34 Kesombongan rohani membuat kita menilai diri, iman, dan komitmen kita kepada Tuhan lebih tinggi dari realita yang sesungguhnya. Kesombongan ini membutakan kita untuk dapat menilai diri dengan tepat dan apa adanya di hadapan Tuhan. Bukan hanya itu, kesombongan ini akhirnya membuat kita merasa diri mampu bergantung pada kekuatan kita sendiri dan kurang bergantung pada kemurahan Tuhan. Inilah yang terjadi pada Petrus. Pada detik-detik terakhir menjelang Yesus diserahkan dan disalibkan, Ia berkata kepada murid-murid-Nya bahwa mereka semua akan tergoncang imannya dan tercerai-berai seperti domba yang tak bergembala. Petrus dengan confident menjawab, “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak” (ay. 32). Ia menganggap kesetiaannya kepada Yesus jauh lebih kuat dibanding murid-murid yang lain. Ia menganggap dirinya imun terhadap dosa ketidaksetiaan. Bahkan setelah Yesus membukakan kepadanya realita yang sesungguhnya, yaitu bahwa ia akan menyangkal Yesus tiga kali sebelum ayam berkokok, Petrus dengan sangat berani berkata, “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau” (ay. 35). Kita tahu akhirnya apa yang terjadi – Petrus jatuh dan berbuat persis seperti yang dikatakan Yesus – lebih buruk dibanding murid-murid lain. Jika kita boleh berandai-andai, adalah lebih baik jika ketika itu Petrus menjawab Yesus, “Tuhan, aku memang bisa jatuh, bahkan kemungkinan besar aku akan jatuh dan menyangkal-Mu, karena itu aku membutuhkan topangan anugerah-Mu, supaya aku tidak jatuh. Namun, kalaupun aku akhirnya jatuh, ampuni aku dan pulihkan aku, ya Tuhan, dan bawa aku terus mendekat pada-Mu.” Adakah kita seperti Petrus, terlalu confident, menganggap diri kita imun dari dosa-dosa tertentu, sehingga kita kurang bergantung pada kekuatan dari Tuhan hari demi hari, bahkan detik demi detik? Kalaupun kita sudah jatuh ke dalam dosa karena kesombongan kita, jangan biarkan rasa bersalah menghantui dan membuat kita menjauh dari Tuhan. Mari mendekat pada-Nya, memohon pengampunan dan pemulihan dari-Nya. 58 11 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 59 12 April 2017 Renungan Minggu Sengsara Permintaan Yakobus dan Yohanes MARKUS 10 : 35-45 Pada tanggal 15 Januari 2009, pesawat US Airway dengan nomor penerbangan 1549 berangkat dari Bandara LaGuardia di New York menuju Charlotte, North Carolina. Baru dua menit mengudara, kedua mesin jet pesawat itu rusak parah karena ditabrak oleh segerombolan besar burung. Dalam situasi genting ini, Kapten Chesley Sullenberger III (Kapten Sully) harus berpikir bagaimana menyelamatkan seluruh penumpang dan awak, dan itu berarti memutuskan dengan cepat dan tepat di mana ia harus mendaratkan pesawat itu. Singkat cerita, Kapten Sully berhasil mendaratkan pesawatnya di Sungai Hudson. Kapal demi kapal dan rakit-rakit penyelamat segera mendekat untuk menjemput para penumpang dan membawa mereka ke darat. Yang menarik, sebelum ia sendiri keluar dari pesawat, Kapten Sully beberapa kali mengecek dari depan ke belakang untuk memastikan tidak ada satu pun penumpang yang tertinggal. Ia menjadi orang terakhir yang keluar dari pesawat itu, dan ketika berada di rakit penyelamat, ia sempat melepas kemeja dinasnya dan memberikannya kepada seorang penumpang yang menggigil kedinginan. Inilah jiwa seorang servant leader yang barangkali sudah semakin jarang kita temui, bukan hanya di dunia sekuler, namun juga di dalam dunia keagamaan. Banyak pemimpin gereja yang menganggap bahwa kepemimpinan adalah soal posisi, kehormatan, dan kekuasaan. Inilah yang diminta oleh Yakobus dan Yohanes kepada Yesus: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu” (ay. 37). Mereka bahkan menyatakan siap berbagian dalam penderitaan yang akan dialami Yesus (ay. 38-39) demi mendapatkan posisi yang mulia itu. Dalam pemahaman mereka, penderitaan hanyalah “batu loncatan” untuk mencapai ambisi mereka. Yesus menegaskan kembali bahwa esensi Kerajaan Allah berbeda secara radikal dengan kerajaan dunia. Kerajaan Allah bukanlah soal posisi, kehormatan, dan kedudukan, tetapi bagaimana melayani orang lain dengan hati seorang hamba (ay. 43-44). Ada dua tipe orang: mereka yang memakai segenap hidupnya untuk melayani orang lain, dan mereka yang memakai orang lain untuk melayani mereka dan untuk mencapai ambisi pribadi mereka. Yang manakah kita? Menjadi murid Yesus berarti meneladani apa yang Yesus lakukan. Maukah kita meneladani-Nya dengan melayani dan memberikan hidup kita bagi orang lain? 60 12 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 61 13 April 2017 Renungan Minggu Sengsara Wanita yang Mengurapi Yesus YOHANES 12 : 1-8 Integritas berarti “yang di luar sama dengan yang di dalam.” Integritas berarti kata-kata dan perbuatan kita (apa yang terlihat di luar) konsisten dengan apa yang kita pikirkan dan yang kita rasakan (apa yang ada di dalam). Orang yang berintegritas ialah orang yang hidupnya tidak terpecah-pecah (dis-integritas), melainkan menunjukkan kualitas hidup yang utuh dan menyatu. Namun, “luar sama dengan dalam” saja tidak cukup. Integritas yang sejati harus didasari dan dituntun oleh kasih, kebenaran, dan kekudusan Allah. Dalam perikop ini, kita melihat kontras antara dua tipe orang, yang berintegritas (Maria) dan yang tidak berintegritas (Yudas Iskariot). Melihat Maria meminyaki kaki Yesus dengan setengah kati minyak narwastu yang sangat mahal dan menyekanya dengan rambutnya, Yudas berkomentar, “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (ay. 5). Seolah-olah Yudas memiliki motif dan pemikiran yang mulia, memperhatikan nasib orang miskin. Namun Alkitab menyatakan bahwa itu bukanlah motif dan pemikiran Yudas yang sebenarnya. Pada kenyataannya, Yudas justru adalah seorang pencuri yang sering mencuri uang kas yang dipegangnya (ay. 6; lihat juga Yoh. 13:29). Ia tidak pernah memiliki kepedulian pada orang miskin seperti yang dikatakannya. Apa yang dikatakannya berbeda dengan apa yang ada di kedalaman hatinya (dis-integritas). Baginya, tindakan Maria adalah sebuah pemborosan yang sia-sia. Kata-kata Yudas ternyata didorong oleh motif ekonomi/untung-rugi, dan ini menunjukkan seberapa besar ia menghargai uang dan seberapa besar ia menghargai relasinya dengan Yesus, yang sebentar lagi akan menghadapi kematian-Nya. Berbeda dengan Yudas, tindakan Maria sungguh-sungguh keluar dari hatinya yang terdalam (integritas). Tetapi lebih dari itu, tindakan Maria didorong oleh motif kasih dan imannya kepada Yesus – dan ini sekaligus menunjukkan seberapa besar ia menghargai relasinya dengan Yesus. Bagaimana (dan untuk hal apa) kita memakai uang/harta kita menunjukkan apa yang kita pandang berharga/bernilai di dalam hidup kita. Mari periksa hidup kita: untuk hal apa biasanya kita dengan rela hati mengeluarkan uang kita (bahkan dalam jumlah yang besar dan frekuensi yang terbilang sering)? Apakah sikap dan tindakan kita dalam memakai uang/harta pertama-tama didorong oleh iman dan kasih kita kepada Tuhan? 62 13 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN DOA 63 14 April 2017 Renungan Minggu Sengsara Apakah/Siapakah Kebenaran itu? YOHANES 14 : 6 Apa artinya ketika kita berkata bahwa “Yesus adalah Kebenaran”? Dalam filsafat Yunani, “benar” artinya akurat, sesuai dengan realita. Bagi orang Romawi, “benar” artinya faktual. Maka “kebenaran” dikaitkan dengan konsep/pernyataan/informasi yang akurat, atau penggambaran yang tepat terhadap suatu peristiwa. Di dalam Alkitab, kata “kebenaran” bukan sekedar konsep abstrak yang bersifat informatif, namun lebih dari itu, “kebenaran” bersifat personal, selalu dikaitkan pada Pribadi Allah yang adalah Sumber Kebenaran. Uniknya, “kebenaran” selalu dikaitkan dengan sifat “kesetiaan” Allah. Allah yang benar itu menyatakan kesetiaan-Nya di sepanjang sejarah keselamatan, dan puncaknya di dalam kehidupan, pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Bukan kebetulan jika di dalam bahasa Inggris kita mengenal kata “truth”/kebenaran dan “troth”/kesetiaan. Kata “troth” biasa dipakai dalam konteks pernikahan, ketika seseorang mengucapkan janji setia kepada pasangannya (“akad nikah”). Yesus ialah Sang Kebenaran itu sendiri, dan di dalam Pribadi Yesus, kebenaran itu menyatakan diri-Nya sebagai kebenaran yang menderita dan tersalib demi menebus kita, orang-orang berdosa. Sebagai Sang Kebenaran, Yesus mengundang kita datang kepada-Nya dalam iman, menjadi murid-murid Kebenaran, dan menyatakan kesetiaan kita kepada-Nya, layaknya mempelai perempuan yang menyatakan janji setianya kepada mempelai laki-laki. Ketika kita berkata “Yesus adalah Kebenaran,” itu berarti kita mengakui bahwa pribadi, perkataan, dan perbuatan-Nya adalah benar, namun sekaligus kita menyatakan komitmen kesetiaan kita pada Pribadi Kebenaran itu dengan menjawab panggilan-Nya untuk turut menderita bersama-sama dengan Dia (Roma 8:17) dan memikul salib kita setiap hari (Lukas 9:23). Menjadi murid Kebenaran bukanlah sekedar memenuhi kepala kita dengan kebenaran-kebenaran doktrin Kristen (yang memang sangat penting untuk dipahami), tetapi juga membangun hubungan yang intim dengan Pribadi Yesus, Sang Kebenaran itu. Sudahkah kita memiliki dan mengalami keintiman ini? Hal-hal apa sajakah yang bisa menjadi penghambat/penghalang bagi kita untuk hidup mencintai Kebenaran dan setia pada Kebenaran? 64 14 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN JUMAT AGUNG 65 15 April 2017 Renungan Minggu Sengsara Seandainya Kristus Tidak Bangkit 1KORINTUS 15 : 12-20 Di antara kita yang sudah mengaku percaya kepada Kristus, bukan tidak mungkin ada keraguan tentang apakah Kristus sungguh-sungguh pernah bangkit. Hal yang sama pernah terjadi di tengah-tengah jemaat Korintus. Rasul Paulus mendapati bahwa sebagian di antara mereka tidak lagi memercayai adanya kebangkitan orang mati. Paulus dengan sabar merunut pemikiran mereka dan menunjukkan implikasi yang sangat menyesatkan dari ketidakpercayaan mereka itu (1 Kor. 15:12-19). Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, kata Paulus, maka: (1) Kristus juga tidak dibangkitkan; (2) pemberitaan Paulus sia-sia; (3) iman/kepercayaan mereka sia-sia; (4) Paulus adalah seorang rasul palsu, seorang pendusta; (5) mereka masih hidup dalam cengkeraman kuasa dosa; (6) mereka tetap akan binasa selama-lamanya; dan (7) mereka adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia! Paulus membalik semua runutan logika yang sesat ini di ayat 20: “Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.” Salah satu bukti yang tak terbantahkan dari peristiwa kebangkitan ini sudah Paulus paparkan di ayat-ayat sebelumnya (1Kor. 15:5-9). Setelah kebangkitan-Nya, Kristus telah menampakkan diri kepada Kefas, kedua belas murid, kemudian kepada 500 orang sekaligus (yang sebagian masih hidup ketika Paulus menuliskan suratnya ini), kepada Yakobus, kepada semua rasul, dan akhirnya kepada Paulus sendiri. Karena Yesus benar-benar bangkit, maka (1) iman/kepercayaan jemaat Korintus tidak sia-sia; (2) mereka tidak lagi hidup dalam cengkeraman kuasa dosa; (3) mereka tidak akan binasa selama-selamanya (sebaliknya mereka menerima hidup kekal); dan dengan itu (4) mereka menjadi manusia yang paling beruntung dari segala manusia! Kita pun yang hari ini mengaku percaya pada Kristus yang bangkit akan menerima dan mengalami berkat rohani yang sama. Puji Tuhan! Apakah Saudara pernah meragukan fakta kebangkitan Kristus? Jika ya, mintalah Roh Kudus untuk mencerahkan dan meyakinkan hati dan pikiran Saudara dengan firman-Nya. Kebangkitan Kristus bukanlah berita “hoax,” namun faktual. Bagaimana realita ini berdampak bagi Saudara dalam menjalani kehidupan iman hari demi hari? 66 15 April 2017 Catatan Khotbah PERSEKUTUAN DOA SABTU PAGI 67 16 April 2017 Renungan Paskah “Akulah Kebangkitan dan Hidup” YOHANES 11 : 25; 1KORINTUS 15 : 50-58 Ada tiga kemenangan yang dicapai oleh Kristus bagi kita melalui kebangkitan-Nya. Inilah yang menjadi dasar iman dan pengharapan kita untuk hidup di tengah-tengah dunia. 1.First Victory (Kemenangan yang Pertama) Kemenangan pertama terjadi dua ribu tahun yang lalu, yaitu ketika Kristus bangkit dari kematian, meninggalkan kubur yang kosong. Melalui kebangkitan-Nya, Kristus mematikan kematian dan menang atas kuasa kematian. 2.Final Victory (Kemenangan yang Terakhir) Kemenangan pertama adalah dasar bagi kemenangan terakhir, yaitu saat Kristus datang kembali dalam kemuliaan-Nya kelak. Pada waktu itu, apa yang akan terjadi? Transformasi! (ay. 50-53). Orang percaya yang sudah mati akan dibangkitkan, dan orang percaya yang masih hidup akan diubahkan dan keduanya sama-sama akan menerima tubuh kebangkitan (ay. 42-44). Tubuh yang ditaburkan dalam kebinasaan, kehinaan, kelemahan, yaitu tubuh alamiah akan dibangkitkan/diubahkan dalam ketidakbinasaan, kemuliaan, kekuatan,yaitu tubuh rohaniah. Dengan demikian, kematian dan dosa akan ditelan dalam kemenangan, dikalahkan untuk selama-lamanya (ay. 54-56). 3.Fellowship Victory (Kemenangan Setiap Hari dalam Persekutuan dengan Kristus) Kita saat ini hidup di dalam masa-antara, masa di antara kemenangan yang pertama dan kemenangan yang terakhir. Barangsiapa percaya kepada Kristus akan mendapatkan berkat dari kemenangan-Nya yang pertama dan yang terakhir. Bukan hanya itu, mereka akan mendapatkan kehidupan yang berkemenangan setiap hari dalam persekutuan dengan Kristus. Di masa-antara ini, kematian memang masih hadir, ia tetap adalah musuh kita. Tetapi kita tidak perlu takut pada kematian. Kebangkitan Kristus adalah fondasi iman orang percaya, sehingga barangsiapa percaya kepada-Nya akan tetap hidup, walaupun ia sudah mati; ia tidak akan mati selama-lamanya (Yoh. 11:25-26). Yohanes 6:47 mengatakan, barangsiapa percaya kepada Kristus, mempunyai hidup yang kekal. Jika demikian, apa yang harus kita lakukan supaya kita mengalami hidup yang berkemenangan setiap hari? Tiga hal disebutkan Paulus di ayat 58: (1) berdirilah teguh (2) jangan goyah (3) giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan. Mengapa? Karena di dalam persekutuan dengan Tuhan, semua kerja keras dan jerih lelah kita tidak sia-sia! 68 16 April 2017 Catatan Khotbah KEBAKTIAN PASKAH 69 Catatan Pribadi 70 JADWAL LENT &MINGGU SENGSARA Kebaktian Doa Rabu Malam pk. 19.30 1 MAR LENT: Sebuah Masa Pembaharuan - LENT: A Season of Renewal PDT. TOMMY ELIM 8 MAR 15 MAR “Akulah Terang Dunia” - “I Am the Light of the World” GI. INAWATY TEDDY 22 MAR 29 MAR “Akulah Roti Hidup” - “I Am the Bread of Life” PDT. GIDEON ANG “Akulah Pintu” - “I Am the Door” PDT. JONATHAN LO “Akulah Gembala yang Baik” - “I Am the Good Shepherd” PDT. BIGMAN SIRAIT 5 APR 10 APR 11 APR 12 APR 13 APR “Akulah Pokok Anggur yang Benar” - “I Am the True Vine” PDT. DEDY WIKARSA Pengkhianatan Yudas - Judas’ Betrayal PDT. YOHANES ADRIE HARTOPO Penyangkalan Petrus - Peter’s Denial PDT. YUNG TIK YUK Permintaan Yakobus & Yohanes - The Request of James & John PDT. ANDREAS HIMAWAN Wanita yang Mengurapi Yesus - A Woman Who Anointed Jesus GI. RIA PASARIBU Jumat Agung: “Akulah Jalan Kebenaran & Hidup I Am the Way and the Truth and the Life PDT. IRWAN HIDAJAT Pk. 09.00 (diterjemahkan ke Mandarin) 15 APR 16 APR Seandainya Kristus Tidak Bangkit - If Christ Didn’t Rise GI. PIETER HANDOKO Persekutuan Doa Sabtu Pagi (06.30-07.30) Paskah: “Akulah Kebangkitan & Hidup” “I Am the Resurrection and the Life” PDT. HENDRA G. MULIA Pk. 09.00 dan Pk. 17.00 71 Jadwal Ibadah GKY GREEN VILLE Kebaktian Umum I Kebaktian Umum II Kebaktian Umum III English Worship Service 07.30 10.00 17.00 10.00 Persekutuan Doa Senin-Jumat Persekutuan Doa Sabtu Kebaktian Doa Rabu Malam 06.15 06.30 19.30 Kebaktian Remaja (Minggu) SMP SMA 07.30 07.30 Persekutuan Pemuda KAPE (< 25 thn) KPD (> 25 thn) Sabtu I & III Sabtu II & IV 17.45 18.00 Persekutuan Pasutri Sabtu III 16.45 Persekutuan Wanita Jumat 10.00 Persekutuan Kaleb Kamis 10.00 72