BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periklanan sebagai Aktivitas Komunikasi Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu. Komunikasi bersifat timbal balik (two ways communication). Dalam hal ini komunikasi diberikan kesempatan untuk memberikan respons atau feed back kepada komunikatornya. Maka komunikasi ini dapat memberikan kepuasan kepada kedua belah pihak dan dapat menghindarkan terjadinya kesalah pahaman. Ada pula yang menyebutkan komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan (berupa lambang, suara, gambar, dan lain-lain) dari suatu sumber kepada sasaran (audience) dengan menggunakan saluran tertentu. 1 Demikian pula komunikasi melalui televisi. Pesan dalam komunikasi yang demikian tentu saja semua yang disampaikan dalam siaran itu baik berupa ucapan endoser dan lagu-lagu. Sumber (source) atau komunikator adalah penyampaian ucapan, copywriter, dan tentu saja para pemain, penghias jingle, sutradara, ataupun perekam iklan TVC yang dimaksud. Komunikan (audience), atau penontonnya adalah siapa saja yang melihat tayangan iklan tersebut. 2 1 Suprapto Tommy, MS., Pengantar Teori Komunikasi, Media Pressindo, Yogyakarta, 2006. Hal 03 2 Ibid, Hal 04 Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah promosi barang, jasa, perusahaan dan ide yang harus dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi secara keseluruhan. Seperti dikatakan praktisi periklanan dari Inggris yang mendefenisikan periklanan adalah pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensialatas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya. Kegiatan periklanan memang bisa menelan biaya ratusan juta dan bahkan miliar rupiah, namun selama didasarkan pada tujuan dan perhitungan yang serba jelas maka akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. 3 2.1.1 Kreativitas dalam Iklan Pada kenyataannya, iklan-iklan yang tampil dengan berbagai atribut aneh tersebut kadang memang berhasil menarik perhatian khalayak sasaran. Pekerjaan membuat iklan dan segala halyang berhubungan dengannya dikenal dengan istilah “pekerjaan kreatif”. Definisi lain mengatakan, pekerjaan kreatif adalah sebagai proses penggambaran, penulisan, perancangan, dan produksi sebuah iklan, yang merupakan jantung dan jiwa industri periklanan. 4 Bagaimanapun baiknya mutu sebuah penelitian terhadap konsumen, bagaimanapun tepatnya seleksi dan keputusan bauran media 3 Terence A. Shimp, Periklanan dan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Erlangga: 2003. Hal: 352 4 Christopher Gilson dan Harold W. Berkman. 1980. Advertising: Concepts and Strategies. New York: Random House Inc. Hal: 375. yang akan digunakan, atau bagaimanapun menariknya produk itu sendiri bagi konsumen, suatu pekerjaan kreatif yang tidak begitu baik akan sulit untuk dapat menghasilkan suatu iklan yang dapat diandalkan guna membujuk konsumen utuk mencoba produk tersebut. Pekerjaan kreatif yang kurang baik sering kali menghasilkan iklan yang tidak akan dilihat atau diperhatikan oleh masyarakat luas. Apa yang terjadi selama ini umumnya membuktikan bahwa produk-produk yang sukses di pasaran hampir selalu diikuti dengan munculnya iklan yang bagus pula. Iklan-iklan tersebut biasanya didasari oleh suatu strategi yang tepat. Proses perumusan strategi kreatif terdiri atas tiga tahapan 5, yaitu : a. Tahap Pertama Mengumpulkan dan mempersiapkan informasi pemasaran yang tepat agar orang-orang kreatif dapat menemukan strategi kreatif yang tepat. Informasi yang disiapkan menyangkut rencana pemasaran dan komunikasi, hasil penelitian tentang konsumen sasaran, data-data tentang produk, persaingan di pasar, serta rencana dasar tentang strategi media yang menyangkut kapan dan dalam media apa saja iklan tersebut akan dimunculkan. b. Tahap Kedua Orang-orang kreatif harus membenamkan diri ke dalam informasiinformasi tersebut untuk menetapkan suatu posisi atau platform dalam 5 Ibid. Hal : 378. penjualan serta menentukan tujuan iklan yang akan dihasilkan. Hal ini dapat memberikan gambaran yang jelas kepada orang-orang kreatif mengenai cara yang paling efektif, termasuk bagaimana mengatasi kendala yang ada agar dapat mengkomunikasikan pesan iklan yang efektif kepada konsumen. b. Tahap Ketiga Langkah terakhir adalah biro iklan melakukan presentasi di hadapan pengiklan atau klien untuk memperoleh persetujuan sebelum rancangan iklan yang telah dibuat, kemudian diproduksi dan dipublikasikan melalui media-media yang telah ditetapkan. Unsur penting dalam penyampaian pesan periklanan adalah penyampaiannya secara kreatif. Dalam menciptakan iklan yang baik, para kreator iklan harus mampu menentukan strategi kreatif apa yang akan diterapkan agar dapat menguntungkan produk yang diiklankan tersebut, serta agar iklan yang dibuat nantinya dapat efektif dan mampu memenuhi tujuan iklan. Untuk itu, diperlukan client brief atau advertising brief sebagai landasan dalam perumusan strategi kreatif. Daya tarik pendekatan pesan iklan secara garis besar dapat dibagi tiga 6, yaitu: 6 Sutisna. 2003. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal : 278-283. 1) Daya Tarik Rasional Lebih focus ke segi praktis dan fungsi produk. Pesan dipersuasikan pada khalayak berdasarkan fakta-fakta yang ada secara rasional atau masuk akal. Contoh eksekusinya seperti faktual (informasional), potongan kehidupan (slice of life), demonstrasi, perbandingan, atau kombinasi di antaranya. 2) Daya Tarik Emosional Untuk mempengaruhi perasaan, emosi, maupun kondisi psikologis khalayak. Contoh eksekusi menggunakan pendekatan humor, rasa takut, animasi, musik, seks, fantasi, atau kombinasi. 3) Daya Tarik Rasional-Emosional Menggabungkan unsure rasional atau emosional dalam penyampaian pesan iklan. Hal ini karena keputusan pembelian konsumen seringkali didasari pada motivasi rasional dan emosional sekaligus. 2.2 Ideologi Sosial dan Agama dalam Kebijakan Tayangan Iklan Agama, Perubahan Sosial dan Sublimasi Identitas. Moralitas atau etika sosial yang menjadi standar perilaku interaksi antar manusia mulai ‘jungkir balik’ secara dramatik sepanjang sejarah peradaban umat manusia ketika kapitalisme yang sesungguhnya lahir secara utuh. 7 Hugh Dalziel Duncan 8 melukiskan 7 Bahwa kapitalisme adalah sebuah perubahan sosial spektakuler dalam sejarah peradaban manusia lihat misalanya Peter L. Berger. 1990. Revolusi Kapitalis, terj.Mohamad Oemar, LP3ES, Jakarta.Perhatikan juga, Bernard Murchland.1992. Humanisme dan Kapitalisme. Terj.Hartono Hadikusumo, Tiara Wacana, Yogyakarta. 8 Hugh Dalziel Duncan. 1997. Sosiologi Uang, terj. Kiki Alfian Pustaka Pelajar, Yogyakarta. kapitalisme sebagai peradaban yang bercirikan uang, dimana uang pertama kali dipercakapkan dalam ranah peristilahan transendental. Perjuangan demi keadilan ekonomi merupakan reduksi legal dari setiap terma perjuangan demi keadilan. Pada babak yang lebih matang, perubahan uang dari lambang kejahatan menjadi lambang kebaikan. 9 Hugh mengutip Bernard de Mandeville bahwa dalam babak peradaban baru ini agama adalah satu hal dan dagang adalah hal lain. Bagaimana formasi agama dalam babak sejarah yang dianggap baru sepanjang peradaban ? Wacana agama dan ‘perubahannya’ hari ini menjadi penggalan pendek dari garis sejarah peradaban. Hubungan agama dengan negara; hubungan islam dengan demokrasi; islamisasi ilmu atau hindunisasi ilmu; ekonomi islam; kebangunan islam; fundamentalisme agama dan pembaharuan pemikiran bisa jadi merupakan daftar asesoris dari grand wacana hubungan panjang dan (mungikn) tidak pernah selesai antara agama dengan perubahan sosial. Hubungan tersebut dibangun dari rumusan pertanyaan dan ragam tesis mengenai letak agama dalam perubahan sosial hari ini. Perubahan sosial yang terjadi secara cepat, berpengaruh pada tatanan kepercayaan masyarakat. Dalam masyarakat, mudah sekali terjadi benturanbenturan antara satu agama dengan agama yang lain, sehingga sebuah konflik dalam masyarakat akan sangat berpotensi terjadi. Dalam hal ini Pengaruh nilainilai agama dan kepercayaan terhadap pengendalian konflik cukup penting. 9 Hugh mengutip Bernard de Mandeville ditahun 1705 menyatakan bahwa berbelanja dan bukan menabunglah yang menciptakan kejayaan uang, karena berbelanja menciptakan kemakmuran komunitas (Hugh: 1997; 6) . Katanya, “bangsawan yang mengejar kesenangan ragawi dan tidak membatasi kemewahannya; si jalang yang menemukan gaya busana terbaru setiap minggu duches yang congkok yang selalu berusaha meniru penampilan, perlengkapan hidup, dan hiburan seorang putri. Itulah yang membuat kita jadi makmur”. Dalam masyarakat heterogen, perlu adanya kesadaran-kesadaran untuk selalu menjaga ketenteraman dan menghilangkan konflik-konflik yang sifatnya agamis. Hal ini sudah dipraktekkan pada masyarakat modern, namun konflik-konflik masih sering terjadi antar pemeluk agama. Gagasan dan cita-cita manusia berasal dari pola-pola sosial yang dicipta sebelumnya. Konsepsi materialis atas sejarah tidak menampik kemampuan kreatif pikiran manusia, tetapi gagasan dan cita-cita bukanlah sesuatu yang lahir dengan sendirinya dari ruang kosong. "Bagaimanapun juga, manusia tidaklah mulai dengan 'menemukan dirinya dalam sebuah hubungan teoritis terhadap sesuatu dari dunia luar'. Seperti setiap binatang, mereka mulai dengan makan, minum, dll., yakni, tidak dengan 'menemukan diri mereka sendiri' dalam sebuah hubungan, tetapi dengan berperilaku secara aktif meraih sesuatu dalam dunia luar lewat tindakan mereka, lalu memuaskan kebutuhan mereka. Jadi, mereka memulainya dengan produksi". Lebih lanjut, Marx menyatakan: "dengan pengulangan proses ini kepemilikan atas barang-barang yang telah 'memuaskan kebutuhan mereka' hadir sebagai kesan dalam otak mereka..." 10 Dari sinilah gagasan atas segala sesuatu bisa dipahami. Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme). 10 Marx, Comment on Adolph Wagner, Karl Marx Selected Works, editor: David McLellan. Oxford: Oxford University Press, 1985, h. 581 Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Ideologi adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya. Peneliti pun menyimpulkan bahwa Ideologi adalah kumpulan gagasangagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia. Ideologi merupakan cerminan cara berfikir masyarakat yang membentuk masyarakat itu sendiri menuju cita-cita yang mereka inginkan. Sesuatu yang dihayati dan diresapi menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya. Dan patriarki itu sendiri merupakan sebuah sistem otoritas yang berdasarkan kekuasaan laki-laki tersoliasi melalui lembaga-lembaga sosial, politik, dan ekonomi. Patriarki maksudnya adalah laki-laki memegang peranan penting, sosok yang dianggap pemimpin. 2.3 Konstruksi Moralitas Konstruksi Moralitas adalah upaya untuk menceritakan (konseptualisasi) sebuah peristiwa atau keadaan. Dalam iklan, terkait dengan sifat dan faktanya yang bersifat persuasi bertugas untuk membuat suatu cerita yang menarik berdasarkan peristiwa menarik yang tengah muncul. Misalnya saja, saat memasuki bulan Ramadhan para pengiklan berbondong-berbondong mempromosikan produknya entah untuk kebutuhan berbuka puasa, untuk sahur, bahkan iklan sarung (pakaian) untuk dipakai saat beribadah. Iklan menyusun realitas dari berbagai peristiwa menarik menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh isi iklan adalah realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna. Dalam proses konstruksi moralitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan sebuah realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Dalam konteks iklan, keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas - realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi moralitas, terlebih atas hasilnya (makna atau citra). Penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi moralitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. 11 2.4 Pornografi dan Pornoaksi dalam Media Menjamurnya pose seronok, aksi sensual, dan film-film porno di berbagai media (cetak maupun elektronik), seakan menyentak kesadaran kita bahwa kebebasan pers yang telah digulirkan oleh pemerintah, telah membawa dampak 11 http://operadewa. com/2012/10/05/konstruksi-realitas-oleh-media-massa/ kebebasan yang lain yakni prilaku yang sangat mengabaikan budaya malu, norma agama, dan nilai moral bangsa. Munculnya era reformasi, ternyata sebagian besar tidak ditanggapi dengan positif oleh banyak media, tapi justru ditanggapi dengan kebebasan tanpa batas. Realitas tersebut berakses pada kebebasan dalam etika dan norma. Media lebih mengedepankan "profit orientied", sebagai dampaknya banyak literatur, film, gambar atau pose yang "panas dalam adegan" tetapi "tidak panas dalam ide, tema dan kritik". Boleh jadi ini yang merupakan salah satu bentuk penyesatan umat dan sekaligus dapat dibilang masuk dalam kategori "kekerasan informasi". Pada tataran tersebut kondisi Indonesia sudah dalam keadaan memprihatinkan dan dalam taraf membahayakan, khususnya pada anakanak dan generasi mudanya. Sebagai bahan acuan hasil survey Ely Risman, seorang pakar psikolog, menunjukkan sekitar 98 persen anak-anak Indonesia terbiasa mengakses media-media yang menampilkan pornografi. Fakta ini juga diperkuat oleh "Jejak Kaki Internet Protection" yang mencatat 97 persen anak usia 9-14 tahun ternyata pernah mengakses situs porno 12 Fenomena- fenomena tersebut dapat berlarut-larut dan bahkan akan selalu menjadi fenomena "gunung es" di negeri ini karena selama ini, batasan mengenai pornografi dan pornoaksi di negeri Indonesia semakin tidak jelas, tidak menentu, bahkan menjadi kabur disebabkan pandangan masyarakat yang dipengaruhi oleh derasnya arus sekularisasi dan globalisasi. Kriterianya pun belum jelas–apakah melanggar bartasan kesopanan, merangsang ataupun melanggar budaya Timur-tampak kabur dan bisa berubah-ubah. Semuanya mengandung interpretasi yang 12 Republika 8 Maret2006 sangat mudah diperdebatkan bahkan disangkal. Bagi yang menganggap bikini itu sopan, maka pose artis tersebut dianggap "masih sopan dan wajar', dan kriteria merangsang yang menjadi tolak ukur pornografi dan pornoaksi dari berbagai pendapat juga masih mengandung kontroversi. Sebab bagi para fotografer atau pekerja seni yang sejenis yang akrab dengan para artis dan dunia entertaiment, tontonan tersebut bukan merupakan sesuatu yang merangsang akan tetapi dianggap sebagai produk "seni". Bila pornografi dan pornoaksi diserahkan batasan dan kreterianya kepada kita terutama pada kalangan pendidik, politisi, budayawan, dan seniman, semuanya akan memberikan rumusan yang berbeda bahkan bertolak belakang. Karena setiap individu entah seorang ahli ataupun pakar pasti mempunyai nilai sendiri mengenai hal tersebut. Misalkan saja dalam agama islam, seorang perempuan diwajibkan untuk menutupi aurat dari ujung rambut hingga kaki, dan yang terlihat hanyalah muka dan telapak tangan saja. Dan dari segi kebudayaan pun akan berbeda jika membicarakan mengenai pornografi ataupun pornoaksi, seperti adat timur yang mengedepankan kesopanan. 13 Sekarang istilah ini digunakan untuk merujuk secara seksual segala jenis bahan tertulis maupun grafis. Istilah "pornografi" seringkali mengandung konotasi negatif dan bernilai seni yang rendahan, dibandingkan dengan erotika yang sifatnya lebih terhormat. Istilah eufemistis seperti misalnya film dewasa dan video dewasa biasanya lebih disukai oleh kalangan yang memproduksi materi-materi 13 Kun Wazis, Media Massa dan Konstruksi Realitas. Aditya Media Publishing. 2012. Hal: 97 tersebut. Sekarang istilah ini digunakan untuk merujuk secara seksual segala jenis bahan tertulis maupun grafis. Berdasarkan kedudukannya pornografi dan pornoaksi dapat kita tinjau dari dua sudut yaitu pertama; sudut social cultural bahwa ketika membahas mengenai pornografi maka yang harus diperhatikan adalah masalah perbedaan sosial budaya, kurun waktu dan tahapan kedewasaan etis dari orang-orang secara individual dan seluruh masyarakat. Sementara itu dalam realitasnya terjadi perbedaan yang sangat mencolok antara belahan Barat dan Timur. Perbedaan yang mencolok tersebut antara Barat dan Timur dari segi kehidupan sosial adalah Barat khususnya Benua Eropa mengalami kemajuan yang sangat menonjol. Sementara Timur masyarakatnya identik dengan memegang teguh tradisi, adat istiadat, dan kultur masing-masing, terutama yang diwarisi dari para leluhurnya. Kedua, adalah penilaian yang lebih menyoroti pada aspek etika. Untuk itu perlu adanya kreteria mengenai indah, kreteria baik yang lebih mencakup pada masalah etis walaupun tekanannya bisa berbeda. Dalam ilmu pengetahuan tekanan yang benar, dalam arti seni tekanannya pada arti yang indah estetika, dan dalam bidang etis tekannanya pada yang baik. Pengalaman manusia dan kebenaran agama, ilmu pengetahuan dapat sangat membantu manusia dalam membuat penilaian etis yang bertanggung-jawab tampa terjebak membuat larangan-larangan moral yang irrasional. 2.5 Wacana vs Ideologi Sebelum menjelaskan hubungan wacana dengan ideologi, peneliti ingin memberikan arti dari kedua kata tersebut agar lebih mudah memahaminya. Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan “sains tentang ide“. Tujuan utama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit. 14 Ideologi yang dianut pembuat iklan tidak berasaskan Pancasila. Hal ini terlihat pada gambar iklan maupun teks nya yang terlihat menggoda. Pada wacana ini juga, penulis menampilkan efek ideologis yang mengakibatkan hubungan yang saling berkaitan erat dalam adat Timur Indonesia yaitu mengenai sosial dan agama. Tetapi unsur budaya pun juga bisa masuk ke dalam kategori yang peneliti buat. Karena iklan ini membuat kontroversi dengan khalayak ramai. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. 15 Wacana adalah rangkaian ujar atau tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satuan yang koheren, dibentuk oleh unsur 14 15 http://metakalasari.wordpress.com/2010/06/09/pengertian-ideologi-2/ Kridalaksana, via Tarigan, 1987 : 25 segemen maupun non segmen bahasa. 16 Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Widdowaon, dalam 1 dewan Putu Wijana, dkk (2002 : 59) menyatakan bahwa kalimat-kalimat yang menyusun sebuah wacana berhubungan satu sama lain, tidak berdiri sendiri-sendiri secara acak (random). Dari pendapat-pendapat di atas, ada beberapa hal yang menyangkut tentang pengertian wacana. Hal tersebut meliputi : (1) merupakan satuan gramatikal terbesar, (2) disusun secara sistematis, (3) berkaitan erat antara kalimat satu dengan yang lainnya. Berdasarkan para ahli tentang wacana dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan unsur bahasa yang paling lengkap. Kalimat yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan ditulis secara teratur, sistematis, dalam satuan yang koheren atau runtut, serta dibentuk oleh unsur segmen maupun nonsegment bahasa, artinya wacana itu dibentuk dari unsur bahasa yang terkecil sampai yang terbesar, yaitu: bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Sedangkan unsur nonsegment berupa situasi, ruangan, waktu pemakaian, tujuan pemahaman bahasa, pemakaian bahasa itu sendiri, intonasi, tekanan, makna dalam bahasa, dan perasaan berbahasa. Beberapa pakar seperti Foucault sendiri tidak membedakan antara ideologi dengan wacana. Namun beberapa yang lain menyatakan bahwa keduanya memiliki perbedaan. Terry Eagleton dan John Stephens, misalnya, menyatakan bahwa wacana lebih luas daripada ideologi. Menurut Eagleton dalam suatu 16 Syamsudin, 1992 : 5 wacana bisa terdapat lebih dari satu ideologi 17. Sementara menurut Stephens, ideologi terletak dalam suatu wacana, mirip suatu oktagon yang terletak di dalam papan persegi empat 18 seperti digambarkannya sebagai berikut, Wacana Ideologi Gambar 1.1: ideologi dalam wacana Dalam studi ideologi dan relasi kekuasaan kita sering harus mempersoalkan wacana yang berkembang agar dapat memahami ideologi tersebut secara maksimal. Menurut Van Dijk 19 ideologi membawa pengaruh terhadap wacana, dan wacana berperan penting dalam pembentukan ideologi, seperti digambarkan oleh anak panah pada ilustrasi di atas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wacana merupakan pra ideologi. Pemahaman terhadap ideologi dengan demikian harus disertai dengan pemahaman terhadap wacana seperti apa yang telah berperan dalam membangun ideologi tersebut. 17 Pernyataan Eagleton dalam Discourse yang ditulis oleh Sara Mills, 1997 juga Sara Mills dalam Discourse, 2004 (see, for instance, Weedon, 1987). 18 John Stephens. Language and Ideology in Children’s Fiction, 1992. 19 Teun van Dijk dalam “Discourse Ideology and Context”. (London.) 2000. 2.5.1 Ideologi Patriarki Secara umum ideologi merupakan pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta. Pengertian dari patriarki yaitu dimana kaum lelaki memilki pengaruh yang besar alias lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan perempuan. Pada zaman dahulu hal ini memang sangat dipegang teguh oleh semua orang dan mereka yakin bahwa pria memang bertanggung jawab penuh sebagai seorang pemimpin. Pada dasarnya budaya patriarki sangatlah sulit diperdebatkan karena sangat tertanam dan sifatnya sudah turun temurun. Ide bahwa “tugas pria untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga” dimana menjadi pemimpin yang harus mengurus semua dan mengambil keputusan sangatlah tertanam dan diakui serta disahkan sehingga “style/ sistem partnership” dalam rumah tangga sangatlah tidak diakui disini. Alhasil apapun pendapat/ input dari pihak perempuan, tidak didengar maupun dihargai. 20 Ideologi patriarki telah lama menjadi fondasi konstruk sosial kita. Kaum laki-laki mewarisi sebuah tatanan sosial dimana mereka mendominasi ruang kekuasaan dan kewenangan. Sehingga aktivitas – aktivitas sosial selalu dikaitkan dengan tindakan mereka. Pernyataan inilah yang menimbulkan diskriminasi dan ketidakadilan atau bahkan penindasan terhadap kaum perempuan dalam masyarakat, kehuidupan, pengalaman, nilai-nilai yang diyakini perempuan dianggap marginal sementara pengalaman laki-laki dianggap normative (Sherry, 1988). 20 http://missdk.blogdetik.com/2012/11/07/pro-dan-kontra-budaya-patriarki-diindonesia/#.UeLUBNJ0zjA 2.6 Iklan Sebagai Teks dan Wacana Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI:882) mendefinisikan iklan sebagai (1) berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan, (2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar dan majalah. Dalam The New Encyclopedia Britanica Volume 1 (1984), disebutkan bahwa iklan merupakan sebuah bentuk komunikasi yang bertujuan untuk mempromosikan penjualan sebuah produk barang atau jasa, mempengaruhi opini masyarakat, mendapatkan dukungan politik, untuk menyebarluaskan sesuatu hal, atau untuk mencari informasi sesuai dengan keinginan si pembuat iklan. Sejalan dengan dua definisi di atas, Dyer (1982:2), menyebutkan, “… ‘advertising’ means ‘drawing attention to something’, or notifying or informing somebody of something” (iklan merupakan alat atau sarana untuk menarik perhatian seseorang terhadap sesuatu atau menginformasikan sesuatu kepada seseorang). Iklan disebut sebagai sebuah teks adalah pada saat iklan dipandang sebagai sebuah hasil produksi (produk) seorang pencipta iklan. Pada saat ini iklan tidak lebih dari sebuah bentuk kreasi perpaduan tanda murni terlepas dari fungsi sosialnya sebagai sebuah media komunikasi dan pemasaran. Sedangkan iklan disebut sebagai wacana adalah saat iklan dipandang sebagai sebuah bentuk media komunikasi dan pemasaran produk barang atau jasa. Pada saat ini iklan tidak lagi dipandang sabagai perpaduan tanda semata namun juga dipandang sebagai sebuah bentuk komunikasi yang melibatkan aspek kontekstual di luar unsur tekstual pembentuknya. Iklan televisi menggunakan tanda-tanda audio visual, bisa juga dalam konteks nonverbal. Analisis wacana dalam iklan televisi dipengaruhi oleh berbagai aspek tentang tata cara bagaimana potongan-potongan gambar disusun menjadi rangkaian gambar yang bergerak yang mampu menyampaikan pesan yang dikenal dengan sinematografi. Shot Kesan yang dimunculkan XLS (Extreme Long Shot) LS (Long Shot) MS (Medium Shot) Tempat yang sangat luas, jarak yang sangat jauh, objekobjek yang sangat kecil Pemandangan yang utuh dari suatu tempat, objek yang tampil secara utuh, jarak public Obyek ada dalam jarak dekat, gerak-gerik dan ekspresi yang jelas, keakraban, jarak pribadi CU Sangat dekat, detail obyek yang sangat nyata, keintiman (Close Up) Camera angel Kesan yang dimunculkan Low angel Kuat, kekuasaan, keagungan, kemegahan, kebesaran, keperkasaan, dominant, dinamai Normal angel Kesetaraan, pandangan sejajar dari obyek High angel Kecil, lemah, ketertindasan, kekerdilan, kelas bawah, rendah, hina, kesepian, kurang gairah, hilang dominasi Gerak kamera Kesan yang dimunculkan Panning Mengikuti seseorang atau sesuatu berjalan, menanti sesuatu, melihat sebuah pemandangan Track in Mendekati seseorang atau sesuatu, semakin mengenal, akrab Till up Mengamati gerak obyek dari bawah keatas, sesuatu yang dramatis, mempertajam situasi Till down Mengamati gerak obyek dari atas kebawah, sesuatu yang dramatis, mempertajam situasi Dollying Kedalaman visual, gerak obyek sesungguhnya, dinamis, impresif Fokus Kesan yang dimunculkan Selective focus Meminta perhatian Soft focus Romantis,nostalgia Deep focus Semua unsur adalah penting Pencahayaan Kesan yang dimunculkan High key Riang ,ceria Low key Suram,maram High contrast Dramatik,teaterikal Low contrast Realistik,dokumenter Tabel 2.2 Teknik dan angle kamera 21 21 Darmanto, Dasar-dasar kamera Video/Televisi, Training Produksi Program Mengamati gerak obyek dari bawah keatas, sesuatu yang dramatis, mempertajam situasiideo/TV, SAV Puskat, Yogyakarta, 1999 2.7 Analisis Wacana Kritis Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa wacana adalah unsur bahasa yang paling lengkap baik dari segi struktur, makna maupun intonasi. Wacana merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan yang tidak dapat dipisahpisahkan antara bunyi, frasa, klausa, maupun kalimatnya. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. 22 Senada dengan itu, Tarigan (1987 : 24) menyatakan bahwa analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Lubis, (1991 : 20) menyatakan bahwa analisis wacana sudah tentu melibatkan analisis sintaksis dan semantik, tetapi yang terpenting adalah analisis secara pragmatik. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari (alamiah). Yakni penggunaan bahasa dalam konteks sosial khususnya hubungan antar penutur. Hubungannya dengan pragmatik yaitu merupakan penganalisisan studi bahasa dengan pertimbangan-pertimbangan konteks. Dengan demikian, pragmatik memiliki peranan yang begitu penting demi sampainya sesorang kepada makna-makna kalimat yang sebenarnya. Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa wacana tulis merupakan wacana yang disampaikan secara tertulis. Wacana tulis ini dapat 22 Stubbs dalam Rani (2000 : 9) diperoleh dengan mudah dalam kehidupan kehidupan sehari-hari. Adapun wacana tulis berbentuk buku, berita koran, artikel, makalah, majalah, dan sebagainya. Biasanya wacana tulis itu lebih panjang, unit-unit bahasanya lengkap, dan mengikuti aturan bahasa. Kadang-kadang berisi keterangan-keterangan untuk memperjelas pesan dan menghindari kesalah tafsiran makna oleh pembacanya. Wacana lisan atau spoken disscorse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, meliputi media lisan. 23 Senada dengan itu, Hayon (2003 : 42) menyatakan bahwa wacana lisan ditemukan dalam percakapan, pidato, dan lainlain. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Arifin, dkk (2000 : 26) yang menyatakan bahwa teks lisan merupakan rangkaian kalimat yang ditranskrip dari rekaman bahasa lisan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa wacana lisan merupakan wacana yang disampaikan melalui percakapan, pidato, siaran langsung di radio atau TV. Kalimat dalam wacana lisan biasanya kurang berstruktur, sesorang harus memiliki pemahaman yang tinggi, memerlukan daya simak yang tinggi karena pada wacana lisan sulit mengulang hal yang tepat-sama dengan ujaran pertama. Untuk menerima dan memahami wacana lisan maka seorang harus menyimak atau mendengarkan. Dalam mengutarakan maksud dan tujuan secara lisan, maka dibutuhkan gerakan tubuh, pandangan mata, memik, dan lain-lain, yang turut memberi makna wacana tersebut. 23 Tarigan (1987 : 55) Analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah melalui aneka fungsi bahasa (Sobur, 2001:48). Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana (Littlejohn, 1996: 84). Dalam Analisis Wacana Kritis (Critical Dicourse Analisis / CDA), wacana tidak hanya dipahami sebagai studi bahasa. Bahasa dianalisis tidak hanya dari aspek kebahasaan saja, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu. Analisa wacana adalah sebuah alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak di pakai. Jika analisis isi ” kuantitatif” lebih menekankan pada pertanyaan ”Apa” ( What ), analisis wacana lebih melihat pada ”bagaimana” ( How) dari pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frase, kalimat , metafora apapun namanya suatu berita disampaikan. Menurut Eriyanto ( 2001 : 337-341 ) pertama, dalam analisisnya analisis wacana lebih bersifat kualitatif dibandingkan dengan analisis isi yang umumnya kuantitatif. Analisis wacana lebih menekankan pemaknaan teks ketimbang panjumlahan unit kategori separti dalam analisis isi, Dasar dari analisis wacana adalah Interpretatif yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Kedua, analisis isi kuantitatif pada umumnya hanya dapat digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru berpretensi memfokuskan pada pesan laten (tersembunyi) Makna suatu pesan dengan demikian tidak bisa hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak nyata dalam teks, namun harus dianalisis dari makna yang tersembunyi. Pretensi analisis wacana adalah muatan, nuansa, dan makna yang laten dalam teks. 2.7.1 Teun A. Van Dijk Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Analisis wacana kritis model van Dijk bukan hanya semata-mata mengalisis teks, tapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat, dan bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks yang dianalisis. Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi atau bangunan yaitu : teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisisnya adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Pada dimensi teks yang diteliti bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita, yang melibatkan kognisi individu dari wartawan atau redaktur. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah yang mempengaruhi kognisi wartawan atau redaktur. Model van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial”. Nama pendekatan ini tidak dapat dilepasakan Dijk. Menurut Dijk penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata. Kalau adanya teks yang memarginalisasikan perempuan dibutuhkan, maka mutu penelitian yang akan melihat bagaimana produksi teks itu bekerja, kenapa teks itu memarginalkan perempuan. Proses produksi dan pendekatan ini sangat khas van Dijk, yang melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Dijk menggabungkan tiga dimensi wacana tersebut kedalam suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Analisis teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ada tiga tingkatan dalam analisis teks, yaitu: a. Struktur Makro Analisis struktur makro merupakan analisis sebuah teks yang dipadukan dengan kondisi sosial di sekitarnya untuk memperoleh satu tema sentral. Tema sebuah teks tidaklah terlihat secara eksplisit di dalam teks, melainkan tercakup di dalam keseluruhan teks secara satu kesatuan bentuk yang koheren. Jadi, tema sebuah teks dapat ditemukan dengan cara membaca teks tersebut secara keseluruhan sebagai sebuah wacana sosial sehingga dapat ditarik satu ide pokok atau topik atau gagasan yang dikembangkan dalam teks tersebut. Struktur makro merupakan makna global/umum dari sebuah teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari sebuah teks. Dengan kata lain, analisis struktur makro merupakan analisis sebuah teks yang dipadukan dengan kondisi sosial di sekitarnya untuk memperoleh satu tema sentral. Tema sebuah teks tidaklah terlihat secara eksplisit di dalam teks, melainkan tercakup di dalam keseluruhan teks secara satu kesatuan bentuk yang koheren. Jadi, tema sebuah teks dapat ditemukan dengan cara membaca teks tersebut secara keseluruhan sebagai sebuah wacana sosial sehingga dapat ditarik satu ide pokok atau topik atau gagasan yang dikembangkan dalam teks tersebut. b. Superstruktur Superstruktur merupakan kerangka dasar sebuah teks yang meliputi susunan atau rangkaian struktur atau elemen sebuah teks dalam membentuk satu kesatuan bentuk yang koheren. Dengan kata lain, analisis superstruktur merupakan analisis skema atau alur sebuah teks. Seperti halnya sebuah bangunan, sebuah teks juga tersusun atas berbagai elemen (seperti pendahuluan, isi dan penutup) yang harus dirangkai sedemikian rupa, guna membentuk sebuah teks yang utuh dan menarik. Dalam sebuah iklan superstruktur merupakan struktur pembentuk iklan yang meliputi headline, illustration(s), body copy, signature line (logo), dan standing details. c. Struktur Mikro Struktur mikro merupakan analisis sebuah teks berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya. 2.7.2 Tujuan Analisis Wacana Kritis AWK memiliki agenda untuk mengungkap politik yang tersembunyi dalam atau di balik wacana/diskursus yang secara sosial dominan dalam masyarakat, misalnya dalam sistem kepercayaan, agama, peraturan-peraturan adat dan interpretasi atau cara pandang masyarakat tentang dunia. Melalui AWK, peneliti berusaha mengungkap motivasi dan politik yang berada di balik argumenargumen yang membela atau menentang suatu metode, pengetahuan, nilai, atau ajaran tertentu. Melalui upaya-upaya itu AWK berkeinginan untuk membangun informasi dan kesadaran yang lebih baik akan kualitas atau keterbatasan dari masing-masing metode, pengetahuan, nilai, atau ajaran tersebut. Percaturan atau aktivitas yang dilakukan berdasarkan hasil pengungkapan tersebut diharapkan menjadi lebih bermutu karena lepas dari kekaburan atau pengelabuan. AWK juga memiliki agenda untuk mengkoreksi bias-bias yang terjadi akibat politisasi dan mengikutsertakan minoritas yang biasanya tersingkirkan atau bahkan disingkirkan dari wacana. AWK tidak berkehendak untuk melahirkan jawaban yang penuh kepastian. Melalui terbangunnya kesadaran akan kelemahan serta motivasimotivasi terselubung yang diungkap, AWK lebih tertarik untuk memperluas cakrawala pandang masyarakat yang selama itu menentukan, meninabobokkan atau bahkan membodohi mereka.