BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air Susu Ibu atau sering disebut dengan ASI merupakan air susu yang dihasilkan oleh kelenjar susu yang dimiliki ibu. ASI adalah suatu emulsi dari lemak, laktosa serta garam anorganik yang dikeluarkan oleh kelenjar mammae ibu dan merupakan makanan bagi bayi (Siregar, 2004). ASI juga sering dikatakan seperti jaringan yang hidup seperti darah yang dapat mengangkut nutrisi, tidak terpengaruh sistem biokimia, meningkatkan imunitas tubuh dan membunuh kuman penyebab penyakit (Riordan, 2009). Makanan yang paling cocok untuk bayi adalah ASI. Di dalam ASI terkandung lebih dari seratus jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dan tidak dapat disamakan dengan susu jenis manapun (Damayanti, 2010). Komposisi gizi yang terkandung di dalamnya dapat diserap secara sempurna oleh sistem pencernaan bayi yang masih sangat terbatas kemampuannya (Gibney, 2005). Pemberian ASI dapat dikategorikan menjadi empat macam, yaitu ASI eksklusif, ASI predominan, ASI parsial dan tidak menyusui. ASI eksklusif merupakan pemberian ASI kepada bayi tanpa mengkonsumsi makanan padat atau cair lainnya (kecuali obat, serta suplemen vitamin dan mineral). ASI predominan adalah pemberian ASI sebagai sumber makanan utama bayi. Pada ASI predominan, bayi boleh diberikan air yang berbasis cairan seperti air gula dan jus tetapi bukan susu formula 1 2 dan susu sapi. Pemberian obat serta suplemen vitamin dan mineral juga diperbolehkan. ASI parsial yaitu pemberian ASI pada bayi dimana bayi juga mengkonsumsi makanan komplemen seperti susu sapi, susu formula dan makanan semi padat. Pemberian ASI yang terakhir adalah tidak menyusui, yakni bayi yang tidak mengkonsumsi ASI sama sekali (Mihrshahi et al, 2008). Salah satu pola dalam pemberian ASI kepada bayi adalah ASI eksklusif. ASI eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan lain, cairan dan air (Liu et al, 2012) diberikan sedini mungkin setelah selesai proses persalinan dan diberikan tanpa jadwal sampai bayi berumur enam bulan (Purwanti, 2004) dengan perkecualian cairan yang mengandung suplementasi vitamin dan mineral serta obat (WHO, 2003 dan Tamiru et al, 2012). Sangat banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pemberian ASI secara eksklusif. Pemberian ASI terutama ASI eksklusif enam bulan akan memberikan kekebalan tubuh yang baik pada anak. Anak dengan ASI eksklusif enam bulan memiliki resiko terkena penyakit gastrointestinal lebih kecil dibanding anak yang tidak mendapat ASI (Kramer et al, 2003) karena sel-sel makrofag dalam kolostrum ASI yang memberi perlindungan terhadap jenis-jenis infeksi tertentu. Hal ini membuat bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki episode sakit yang lebih jarang dibanding mereka yang tidak mendapatkan ASI (Gibney, 2005). Besarnya manfaat ASI ini tidak diikuti dengan kesadaran masyarakat (ibu) untuk memberikannya kepada anak. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia 3 hanya 15,3 %. Sedangkan di Yogyakarta, persentase ibu yang memberikan ASI eksklusif juga rendah, bahkan menunjukkan penurunan dari 39,99% pada tahun 2008 menjadi 34,56% pada tahun 2009. Banyak faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada anak. Tingkat pendidikan ibu yang rendah, adanya kebudayaan setempat yang mempengaruhi (Tamiru et al, 2012), usia ibu, pekerjaan ibu (Al-Sahab et al, 2008), tidak adanya dukungan dari keluarga terdekat, kemudahan akibat kemajuan teknologi sehingga lebih memilih susu formula serta produksi ASI yang tidak lancar akibat ibu mengalami gizi kurang menjadi faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif (Siregar, 2004). Asupan makan ibu selama hamil menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk kelancaran produksi ASI sehingga pemberian ASI tidak terhambat. Pemenuhan gizi selama masa kehamilan diperlukan untuk mempersiapkan ASI dan juga pertumbuhan bayi. Ibu dengan asupan makan yang kurang terutama saat masa kehamilan dapat mengakibatkan produksi ASI berkurang atau bahkan tidak keluar (Sulistyoningsih, 2011). Dengan demikian, penting diteliti seberapa besar pengaruh asupan makan ibu pada saat hamil terhadap durasi pemberian ASI yang terkait dengan produksi ASI. Melalui penelitian ini, diharapkan diperoleh informasi mengenai pengaruh asupan makan ibu hamil terhadap durasi pemberian ASI sehingga dapat menjadi referensi berupa faktor lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI. Hal ini juga dapat dijadikan pedoman dalam 4 penyuluhan kesehatan mengenai ASI yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh tenaga kesehatan. B. Perumusan Masalah Apakah ada hubungan antara asupan makan ibu saat hamil dengan lama pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui apakah ada hubungan antara asupan makan ibu saat hamil dengan lama pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran asupan makan ibu saat hamil. b. Mengetahui lama pemberian ASI saja pada bayi usia 0-6 bulan. c. Mengetahui hubungan antara asupan makan ibu saat hamil dengan lama pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan. D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini menggunakan metode kohort prospektif sehingga hasil penelitian dapat memberikan gambaran mengenai asupan makan ibu saat hamil dan durasi pemberian ASI eksklusif dengan variabel yang lebih terkontrol. 2. Penelitian ini akan memberikan gambaran dan waktu yang tepat mengenai ASI eksklusif sehingga dapat dijadikan landasan dasar 5 dalam promosi kesehatan serta dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan ibu dan anak. 3. Hasil penelitian akan menunjukkan gambaran asupan makan ibu saat hamil dan durasi pemberian ASI eksklusif serta hasil terbaru mengenai hubungan keduanya. E. Keaslian Penelitian 1. Sa’roni dkk (2004) melakukan penelitian yang berjudul Effectiveness of The Sauropus androgynus (L.) Merr Leaf Extract in Increasing Mother’s Breast Milk Production. Penelitian ini menguji efektivitas pemberian ekstrak daun katuk kepada ibu menyusui terhadap kelancaran produksi ASI. Subjek dari penelitian ini adalah ibu melahirkan dan menyusui anaknya yang melahirkan di rumah sakit yang berada di Sleman, Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan desain Randomized Controlled Trial yang membedakan penelitian menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mendapat ekstrak daun katuk dan kelompok lainnya sebagai placebo. Penelitian dilakukan dengan pengamatan selama lima belas hari. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang mendapat ekstrak daun katuk produksi ASI meningkat hingga 50,7% dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk efektif dalam meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui. Jika dihubungkan dengan penelitian yang akan dilakukan, kedua penelitian sama-sama melihat pengaruh pemberian makanan 6 terhadap kelancaran produksi ASI sehingga ASI eksklusif dapat tercapai. Penelitian ini hanya melihat pengaruh pemberian suplemen ekstrak daun katuk untuk kelancaran produksi ASI. Penelitian yang akan dilanjutkan melihat asupan makan secara keseluruhan terhadap produksi ASI sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengaruh asupan makan terhadap produksi ASI. 2. Penelitian ini dilakukan Baker et al (2007) dengan judul High Prepregnant Body Mass Index is Associated with Early Termination of Full and Any Breastfeeding in Danish Women. Penelitian ini melihat hubungan antara indeks massa tubuh ibu sebelum hamil yang tinggi dengan awal pemberhentian menyusui yang dilakukan di Denmark. Peneliti ingin melihat apakah hubungan ini terdapat pada ibu-ibu di Denmark, dimana pada daerah ini terdapat dukungan sosial terhadap pemberian ASI yang sangat tinggi. Subjek penelitian ini adalah ibu-ibu Denmark yang memenuhi kriteria inklusi dengan jumlah responden yang sangat besar, yaitu 37.459 ibu. Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian kohort. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu dengan IMT overweight dan obese pada saat kehamilan cenderung memiliki waktu pemberian ASI 1,12 dan 1,39 kali lebih singkat jika dibandingkan dengan IMT normal. Semakin tinggi nilai IMT ibu saat hamil, maka durasi pemberian ASI akan semakin singkat. Desain dan hasil pada penelitian ini sama dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu kohort dan lama pemberian ASI. Adanya 7 faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI dapat menjadi referensi bagi penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan asupan ibu hamil sebagai variabel bebasnya. Asupan ibu hamil ini akan mempengaruhi IMT ibu (variabel bebas pada penelitian ini). Dengan menggunakan variabel asupan makan ibu sebagai variabel bebas, penelitian yang akan dilakukan diharapkan menunjukkan hasil yang lebih signifikan mengenai pengaruhnya terhadap pemberian ASI. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Durham et al (2011) ini berjudul Comparison of Dietary Intake of Overweight Postpartum Mothers Practicing Breastfeeding or Formula Feeding. Peneliti melakukan pengamatan mengenai asupan makanan pada ibu obese/overweight pasca melahirkan dengan pemberian ASI yang dilakukan. Peneliti ingin membandingkan asupan nutrisi dan kelompok makanan yang dikonsumsi pada ketiga kelompok pemberian ASI (ASI penuh, ASI campuran, dan makanan formula). Subjek penelitian direkrut dari klinik persalinan. Kemudian dilakukan pengukuran IMT, wawancara mengenai keadaan demografis serta dilakukan food recall 24 jam selama dua kali pengulangan untuk mengetahui asupan makannya. Setelah itu, subjek diwawancara mengenai bagaimana mereka memberi makan anaknya, apakah dengan ASI penuh, kombinasi ASI dan MPASI atau dengan makanan formula. Semua pengukuran ini dilakukan oleh tenaga yang sudah terlatih. 8 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada subjek yang memberikan ASI penuh pada bayi memiliki asupan makan yang paling baik diantara dua kelompok lainnya. Subjek yang memberikan makanan formula pada bayinya memiliki karakteristik IMT kehamilan yang lebih tinggi, muda, tingkat pendidikan rendah, tanpa pendamping, ras hitam, dan berpenghasilan lebih rendah. Penelitian ini melihat pengaruh asupan makan setelah melahirkan terhadap pemberian ASI. Pada penelitian yang akan dilakukan, asupan makan yang dilihat adalah asupan ibu saat hamil. Pada penelitian ini, asupan makan ibu diambil menggunakan food recall 24 jam, metode yang sama dengan yang akan digunakan pada penelitian yang akan dilakukan. Pada artikel juga dijelaskan bagaimana pengambilan data asupan ibu menggunakan food recall 24 jam sehingga dapat menjadi referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.