bab 1 pendahuluan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Remaja pada umumnya memang senang mengikuti perkembangan trend agar tidak
ketinggalan jaman. Seperti yang dikutip dari sebuah berita alasan remaja menyukai belanja
adalah remaja menyukai segala sesuatu yang menambah gayanya, remaja akan menjadikan
barang-barang menjadi spesial karena bisa membuatnya terlihat cantik dan tampan
(Liputan6.com 1 Januari, 2013). Sebuah survei dilakukan terhadap 2000 remaja perempuan yang
mengatakan bahwa lebih dari setengah wanita yang disurvei merasa kecewa jika kembali dengan
tangan kosong saat melakukan aktivitas berbelanja, dan penelitian ini menunjukan bahwa 62
persen dari kaum wanita menghabiskan banyak uang ketika berbelanja. Para remaja cenderung
mengeluarkan uang sebanyak Rp 520 ribu setiap kali keluar dengan teman-teman mereka,
padahal berbagai produk yang bukan merupakan kebutuhan mereka. Ditemukan satu dari 10
gadis remaja membeli sebuah barang pada saat berbelanja, namun ketika kembali kerumah
ternyata barang tersebut kurang disukai oleh remaja tersebut, (kompas.com Senin, 20 Mei 2013).
Belakangan ini banyak sekali terjadi pemberitaan mengenai remaja yang terjerumus
dalam prostitusi. Seperti yang diberitakan oleh Trans TV pada tanggal 5 November 2013,
sejumlah wanita terjaring dalam razia PSK dan kebanyakan dari mereka masih berusia remaja.
Hasil wawancara Kapolri Adi Vivid yang dilakukan oleh Seputar Indonesia (9 September 2013),
mengatakan bahwa motif remaja menjadi PSK adalah materi. Ketika remaja melihat temannya
sudah menggunakan HP terbaru maka mereka juga menginginkan HP tersebut dengan cara pintas
menjual dirinya. Seperti yang diberitakan oleh Tv One 21 Juni 2013, yang mengatakan bahwa
para remaja di kota besar berani menjajakan tubuhnya hanya karena alasan ekonomi agar dapat
bergaya hidup mewah, contohnya adalah Pelangi. Pelangi adalah seorang PSK, ia memulai
pekerjaan ini saat masih remaja dengan tujuan mendapatkan uang yang banyak dalam waktu
yang singkat, ia mengatakan pekerjaan ini dilakukan agar dapat membeli HP terbaru, pakaian
sesuai trend agar tidak ketinggalan jaman. Data dari Departemen Kesehatan mengatakan
sebanyak 129 ribu remaja menjadi pekerja seks komersial agar dapat memperoleh uang untuk
membeli sesuai mode sehingga bisa mengikuti trend (detik.com, 18 juli 2012). Memandang hal
itu, Sosiolog Musni Umar mengatakan bahwa fenomena ini merupakan jalan pintas untuk dapat
mengikuti trend, pakaian-pakaian glamour dan kehidupan glamour yang sedang berkembang.
Dalam era modern keinginan untuk mengkonsumsi suatu produk telah kehilangan hubungan
dengan kebutuhan, seringkali konsumsi suatu produk dilakukan secara berlebihan sebagai usaha
untuk memperoleh kesenangan, pembelian suatu produk bukan lagi berdasarkan kebutuhan
namun hanya untuk mengikuti perkembangan jaman hal tersebut merupakan perilaku konsumtif
(Fromm, 1995).
Perilaku konsumtif adalah perilaku seseorang yang dikendalikan oleh suatu keinginan
untuk memenuhi hasrat kesenangan duniawi semata-mata (Grinder, 1978). Lubis (1987)
mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak lagi didasarkan
pada pertimbangan yang rasional melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf
yang sudah tidak rasional lagi. Perilaku konsumtif menurut Mowen (1995) menjelaskan bahwa
perilaku konsumen yang bertindak secara emosional tanpa didasarkan perencanaan dan
kebutuhan melainkan hanya karena suatu pemuasan, pemenuhan keinginan akan suatu produk
yang dianggap menarik, kemudian melakukan pembelian dengan tidak mempertimbangkan sisi
keuangan. Orang yang membeli sesuatu karena keinginannya, maka orang tersebut tergolong
bertindak tidak rasional dan akan menjadi perilaku yang konsumtif. Sumartono (2002)
menjelaskan indikator perilaku konsumtif yaitu membeli produk karena hadiah, membeli produk
karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga gengsi, membeli produk atas
pertimbangan harga mahal yang dianggap prestige, mencoba dua jenis produk yang sama namun
memiliki merk yang berbeda. Sedangkan menurut Erich Fromm (1995), ciri individu yang
berperilaku konsumtif adalah melakukan pembelian untuk pemenuhan keinginan semata,
membeli barang diluar jangkauan, membeli barang yang tidak produktif, membeli barang hanya
untuk status. Pemenuhan keinginan dimana rasa puas pada manusia tidak puas pada satu titik
saja dan akan selalu meningkat. Pembelian barang diluar jangkauan, ketika individu menjadi
konsumtif maka tindakan pembeliannya tidak rasional lagi. Membeli barang yang tidak produktif
karena pengkonsumsian suatu barang menjadi berlebihan maka kegunaan konsumsi menjadi
tidak jelas dan barang menjadi tidak produktif dan pembelian barang hanya untuk pertimbangan
status. Hawkins (Hidayati 2001) yang menyatakan bahwa perilaku konsumtif dapat membuat
harga diri meningkat karena dengan menggunakan produk yang memiliki arti simbolik dapat
membuat individu merasa lebih diterima dan berharga.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Stuart dan Sundeen (1991),
mengatakan bahwa harga diri atau self esteem adalah penilaian individu terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan
bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang
yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Harga diri biasanya digunakan
untuk menjelaskan bagaimana seseorang menilai dirinya, dan evaluasi global mengenai dirinya.
Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri, yaitu
penghargaan dan Penerimaan dari orang lain, kelas sosial dan kesuksesan, nilai dan inspirasi
individu dalam menginterpretasikan pengalaman, cara individu dalam mengevaluasi hal negatif.
Karakteristik seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi menurut Clemes & Bean
(2001) adalah bangga dengan hasil kerjanya, bertindak mandiri, mudah menerima tanggung
jawab, mengatasi prestasi dengan baik, menanggapi tantangan baru dengan antusiasme, merasa
sanggup mempengaruhi orang lain dan menunjukan jangkauan perasaan dan emosi yang luas.
Individu yang memiliki harga diri tinggi sadar akan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan
memandang kelebihan-kelebihan tersebut lebih penting daripada kelemahannya. Sedangkan
karakteristik individu dengan harga diri rendah akan menghindari situasi yang menciptakan
kecemasan, merendahkan bakat dirinya, merasa tidak dihargai, merasa tidak berharga. Individu
dengan harga diri rendah cenderung memandang dirinya secara negatif dan terfokus pada
kelemahan dirinya (Pelham & Swan, dalam Aditomo & Retnowati 2004). Menurut Rosenberg
(dalam Lubis 2009) harga diri menggambarkan sikap suka atau tidak suka terhadap diri sendiri
dan harga diri memiliki keterkaitan yang kuat terhadap persepsi individu dalam menilai dirinya.
Harga diri merupakan cerminan perasaan individu terhadap dirinya mengenai penerimaan dirinya
atau self acceptance dan keberhagaan dirinya atau self worth.
Kling, Hyde, Showers, dan Buswell (dalam Papalia, et al., 2004) mengemukakan
sejumlah penelitian yang melibatkan sedikitnya 150 ribu responden menyimpulkan bahwa pada
masa remaja akhir harga diri remaja laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan remaja
perempuan, karena pada masa ini harga diri menjadi lebih sensitif. Pada usia remaja akhir
mereka ingin memiliki harga diri yang tinggi dan akan lebih aktif secara fisik, harga diri menjadi
faktor yang mempengaruhi banyak perilaku dan hasil selama masa remaja (Kristjansson et al,
2001).
Salah satu Pelaku perilaku konsumtif adalah kelompok usia remaja. Hal ini terkait
dengan karakteristik remaja yang mudah terbujuk dengan hal-hal yang menyenangkan, ikutikutan teman, dan cenderung boros dalam menggunakan uang (Tambunan, 2011). Remaja dalam
perkembangannya ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian
dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya
menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang berkembang
(Tambunan 2001). Papalia (2008) menjelaskan bahwa alasan remaja ingin diterima oleh
lingkungannnya dan teman sebayanya karena teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati,
pemahaman dan panduan moral serta untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang
tua. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa studi mengenai masalah perilaku
konsumtif pada remaja akhir menjadi krusial melihat dampak yang dapat ditimbulkan dan agar
dapat dibuat program pencegahan dan penanggulangan yang sesuai. Harga diri sebagai perasaan
individu terhadap dirinya melalui penerimaan diri penting untuk dipelajari agar dapat diketahui
apakah memiliki hubungan dengan perilaku konsumtif pada remaja akhir di Jakarta.
1.2
Masalah Penelitian
Dari apa yang telah dijabarkan di atas, dapat dirumuskan sebuah permasalahan penelitian
yaitu apakah ada hubungan antara harga diri yang dimiliki remaja akhir dan perilaku konsumtif
pada remaja akhir di Jakarta?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah peneliti ingin melihat hubungan antara harga diri pada
remaja akhir dan perilaku konsumtif pada remaja akhir yang menggunakan di Jakarta.
Download