BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Dalam setiap perusahaan, aktifitas dibidang pemasaran mutlak dilaksanakan, karena pemasaran merupakan faktor yang paling penting dalam usaha memberikan kepuasan dalam kebutuhan konsumen. Perusahaan berusaha agar produk atau jasa yang dihasilkan dapat diterima konsumen, sehingga usaha yang dilakukan untuk menarik konsumen dengan sendirinya berjalan dengan lancar dan produk yang dihasilkan dapat terjual. Agar diperoleh pengertian yang lebih jelas apakah yang dimaksud dengan manajemen pemasaran, maka penulis mengemukakan berbagai pengertian manajemen pemasaran menurut beberapa ahli. Philip Kotler (2007) menggunakan definisi pemasaran : “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan mencipakan, menawarkan secara bebas dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain ". Lamb, Hair, dan McDaniel (2001) juga menyatakan bahwa “Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distrbusi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi”. Jeff Madura (2001) juga menyatakan bahwa “Pemasaran adalah tindakan beberapa perusahaan untuk merencanakan dan melaksanakan rancangan produk, penentuan harga, distribusi, dan promosi”. 6 7 2.2 Klasifikasi barang konsumen Produk dapat memuaskan kebutuhan konsumen, dengan konsep nilai sebagai tolak ukurnya. Berikut adalah klasifikasi barang konsumen : 2.2.1 Convenience goods adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli pelanggan dengan cepat dan dengan upaya yang sangat sedikit. 2.2.2 Shopping goods adalah barang-barang yang biasanya dibandingkan dengan kesesuaian, kualitas, harga dan gaya dalam proses pemilihan dan pembeliannya. a. Speciality goods memiliki ciri atau identifikasi merek yang unik, memiliki banyak peminat dan ada upaya pembelian khusus. b. Unsought goods adalaah barang yang tidak diketahui konsumen, dan tidak terpikir untuk membelinya. 2.3 Pengertian Persepsi 2.3.1 Pengertian Persepsi Proses memperhatikan dan menyeleksi terjadi setiap saat. Panca indera kita (pendengar, peraba, perasa, penglihatan dan penciuman) dihadapkan pada simulus lingkungan. ”Persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli ini diseleksi, diorganisasi, dan diinterprestasikan” (Nugroho J Setiadi. 2003:160) 8 2.3.2 Proses Persepsi a. Perhatian Selektif (Selective attention). Orang akan menanggapi sejumlah besar rangsangan dalam kehidupannya sehari-hari adalah mustahil bagi seseorang untuk menanggapi semua rangsangan itu. b. Perubahan makna secara selektif (Selective retention) orang akan banyak melupakan sesuatu yang mereka telah pelajari. Mereka cenderung mengingat kembali informasi yang mendukung sikap dan kepercayaannya karena ingatan kembali ini bersifat selektif. c. Ingatan Selektif, orang akan melupakan sesuatu yang telah mereka pelajari. Mereka cenderung mengingat kembali informasi yang mendukung sikap dan kepercayaan. Berikut ini akan digambarkan bagaimana proses terjadinya persepsi : Stimulus Lingkungan Indera Penerima Perhatian Interprestasi Persepsi Gambar 2.1 Proses Persepsi (Nugroho J Setiadi. 2003;162) Ketiga faktor yang berkenaan dengan persepsi ini mempunyai makna bahwa para pemasar perlu bekerja keras dalam menyampaikan pesan mereka kepada pembeli. a. Perhatian Pada tahap perhatian ini setiap individu dalam memberikan perhatian terhadap suatu stimulasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor situasional yang 9 menitikberatkan pada apa yang ada pada stimuli itu sendiri, dan faktor personal yang berasal dari individu itu sendiri. Diantaranya dipengaruhi oleh faktor ukuran, intensitas, frekuensi, kontras, gerakan, perubahan, baru. b. Interprestasi Pada tahap akhir ini terjadi penyempitan, pengolahan serta penyusunan. Tahap akhir ini disebut interprestasi. Faktor yang mempengaruhi adalah pengalaman awal, pengharapan persepsi, faktor budaya, serta motivasi dan kerangka referensi. 2.4 Merek 2.4.1 Definisi merek Merek adalah alat utama yang digunakan oleh pemasar untuk membedakan produk mereka dari produk pesaing. Definisi brand menurut Ambadar, Abidin, dan Isa (2007) “merek adalah nama, istilah, logo, tanda atau lambang dan kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual untuk membedakan dari produk pesaing.” Sedangkan menurut Kotler (2005) “merek adalah nama, istilah, simbol atau rancangan atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk 10 mengidentifikasikan produk atau jasa dari satu atau kelompok enjual yang membedakannya dari produk pesaing.” 2.4.2 Manfaat brand atau merek Secara garis besar manfaat brand atau merek bagi pembeli antara lain : a. Memudahkan pengenalan akan suatu barang b. Memberikan keyakinan kepada pembeli atas pembelian barang yang benar. c. Memudahkan dalam memperbandingkan kualitas, harga diantara produk sejenis. d. Memudahkan dalam mengingat ciri produk untuk pembelin selanjutnya e. Memudahkan dalam pemberian informasi kepada orang lain. Sedangkan bagi penjual merek dapat memberikan beberapa manfaat : a. Suatu identitas perusahaan sebagai tolak ukur kualitas. b. Dapat dipromosikan untuk mendapat tanggapan dari konsumen c. Membantu penjual dalam memperkirakan pangsa pasar dalam pembelian d. Melindungi dari penurunan harga yang terlalu jauh e. Menjadi sebuah prestise bagi pembeli produk tersebut bagi penjual 2.5 Brand Image 2.5.1 Definisi Brand Image Kotler dan Amstrong (2001) mengemukakan bahwa “Brand Image adalah seperangkat keyakinan mengenai merek tertentu”. 11 Widjaja (2005) menyatakan bahwa “Brand Image adalah personalitas strategi merek atau reputasi merek secara keseluruhan”. Menurut Kartajaya (2005) “Brand Image merupakan value indicator yang menggambarkan sebearpa kokoh dan solidnya value yang diberikan oleh perusahaan kepada konsumennya”. Dapat dikatakan Brand Image adalah suatu ukuran tingkat manfaat yang diberikan kepada konsumen. Sedangkan menurut Temporal dan Trott (2001) “Brand Image refers to the schematic memory of brand which contains the target market’s interpretations of the product attributes, benefit, usage situations, users and manufacturer or market caracteristics”. Definisi citra merek diatas menunjukkan suatu bagan ingatan dari merek yang meliputi tafsiran dari target pasar tentang lambang produk mereka, keuntungan, pemakai, atau karaktersitik dari pasar itu sendiri. Selain itu menurut Dolak (2004) “brand image is defined as consumer’s perceptions as reflected by associations they hold in their minds when they think of your brand”. Brand Image juga dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. 2.5.2 Faktor – faktor pembentuk Brand Image Menurut Keller (2001) ada beberapa faktor pembentuk brand image yaitu : a. Favorability of brand association, adalah asosiasi merek yang menguntungkan karena adannya kepercayaan dari konsumen terhadap atribut dan manfaat yang diberikan oleh suatu merek. Salah satu keberhasilan dari program pemasaran tergantung dari penciptaan merek yang baik dan kuat, dimana konsumen percaya pada 12 merek itu dan dapat memuaskan kebutuhan konsumen itu sendiri, sehingga menimbulkan sikap positif terhadap merek tersebut b. Strenght of brand associations, adalah kekuatan asosiasi karena adanya informasi yang disampaikan dan masuk dalam ingatan konsumen serta dapat dipertahankan sebagai bagian dari citra merek Uniqueness of brand associations, adalah asosiasi merek yang unik dan dapat dipertahankan sehingga dapat memberikan alasan bagi konsumen untuk membeli produk tertentu, keunikan asosiasi merek dapat didasarkan pada atribut yng dikaitkan dengan produk, manfaat fungsional, manfaat yang dialami dan citra yang dirasakan. 2.5.3 Tolak Ukur Brand Image Faktor-faktor yang menjadi penentu adalah : a. Product Attribute Sebuah produk bisa memunculkan sejumlah atribut produk tertentu dalam pikiran konsumen, yang mengingatkannya pada karakteristik produk tersebut. b. Consumer Benefits Sebuah produk harus bisa memberikan suatu value tersendiri bagi konsumennya akan dilihat oleh konsumen sebagai benefits yang diperoleh ketika dia membeli atau mengkonsumsi produk tersebut, yang terdiri dari : - Functional benefits 13 Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan karena produk dapat melaksanakan fungsi utamanya. - Emotional benefits Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan karena dapat memberikan perasaan yang positif kepada konsumen. - Self-expressive benefits Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan ketika sebuah produk dianggap bisa mewakili ekspresi pribadi seseorang. Konsumen seringkali menghubungkan ekspresi pribadinya dengan endoser yang digunakan dalam iklan. c. Brand personality Dapat didefinisikan sebagai seperangkat karakter personal yang akan diasosiasikan oleh konsumen terhadap sebuah brand tertentu. d. User Imagery Serangkaian karakteristik manusia dengan ciri – iri tipikal dari konsumen yang menggunakan brand ini e.Organizational Associations Konsumen seringkali menghubungkan produk yang dibelinya dengan kredibilitas perusahaan yang membuatnya. Hal ini kemudian yang mempengaruhi persepsi terhadap sebuah brand yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. 14 f. Brand-Customer Relationships Sebuah produk harus bisa menciptakan hubungan dengan konsumennya. Hal ini bisa didukung tujuh dimensi, yaitu : - Behavioral interdependence, ketergantungan brand tertentu - Personal commitment, loyal terhadap suatu brand - Love and passion, tidak bisa menemukan brand tertentu - Nostalgic connection, mengingatkan konsumen akan kenangan masa lalu - Self-concept connections, mengingatkan konsumen akan dirinya sendiri - Intimacy, konsumen merasa sangat dekat dengan brand tertentu -Partner quality, misalnya konsumen merasa brand dapat memahami kebutuhan. 2.5.4 Manfaat Brand Image Brand image yang efektif dapat mencerminkan hal sebagai berikut: a. Membangun karakter prouk dan memberikan value proposition b. Menyampaikan karakter produk secara unik, berbeda dari pesaingnya c. Memberikan kekuatn emosional lebih dari kekuatan rasonal Ketika brand image telah mampu membangun karakter produk dan memberikan value proposition, kemudian menyampaikan karekter produk kepada konsumennya secara unik, berarti merek tersebut telah memberikan kekuatan emosional lebih dari kekuatan rasional yang dimiliki oleh produk tersebut. 15 Hal ini akan membuat konsumen mengasosiasikan serangkaian hal yang positif dalam pikirannya ketik mereka memikirkan merek tertentu (Dolak,2004). Dalam jangka panjang hal ini dapat meningkatkan kekuatan merek yang sering disebut dengan brand equity – dengan cara meningkatkan kekuatan merek yang lebih sering disebut dengan meningkatkan brand name awareness, brand royal, perceived quality dan brand associations (Aaker,1996:8). 2.6 Perilaku Konsumen dan Keputusan Pembelian 2.6.1 Definisi Perilaku Konsumen Pemahaman perilaku konsumen akan membantu manajemen dalam menyusun program-program pemasaran yang tepat, guna memanfaatkan peluang-peluang yang ada terutama dalam mempengaruhi rekasi atau tanggapan konsumen terhadap barang atau jasa yang ditawarkan. Definisi perilaku konsumen menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005) “Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang bagaimana pembuat keputusan aik individu, kelompok, atau orgaisasi dalam membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya”. Berdasarkan pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan – 16 keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang dalam memenuhi kebutuhan mereka. 2.6.2 Tipe-Tipe Perilaku Konsumen Dalam Membeli Kotler (2005) mengemukakan empat tipe perilaku konsumen dalam membeli, yaitu a. Perilaku pembelian yang rumit Prosesnya adalah : pertama, pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tertentu. Kedua, pembeli membangun sikap tentang produk, dan ketiga konsumen membuat pilihan yang cermat, konsumen terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya perbedaan besar antar merek. b. Perilaku pembelian pengurang ketidaknyamanan Konsumen sangat terlibat dalam kegiatan pembelian, namun konsumen melihat sedikit perbedaan merek. Keterlibatan mendalam disebabkan oleh kenyataan bahwa barang yang akan dibeli harganya mahal, dan sangat beresiko. Karena itu konsumen pada awalnya melihat dari keadaan perilaku kemudian memiliki kepercayaan baru dan berakhir dengan penilaian terhadap pilihan yang dirasakan tepat. c. Perilaku pembelian karena kebiasaan Banyak produk yang dibeli dalam keadaan konsumen kurang terlibat dan tidak terdapat perbedaan nyata antara merek. 17 d. Perilaku pembelian yang mencari variasi Dalam beberapa situasi membeli keterlibatan konsumen rendah, tetapi ditandai oleh perbedaan merek yang nyata. Dalam situasi demikian sering kita melihat konsumen banyak melakukan pergantian merek. Pergantian merek terjadi semata-mata untuk memperoleh keragaman, bukan ketidakpuasan. 2.6.3 Tahap-Tahap Proses Keputusan Pembelian Menurut Schiffmann & Kanuk (2007) niat beli konsumen dipengaruhi oleh persepsi konsumen mengenai brand name, store name, dan objective price. Konsumen akan mempersepsikan ketiga faktor ini sebagai indikator kualitas suatu produk (perceived quality) dan objective price sebagai indikator pengorbanan yang harus dilakukannya untuk memperoleh suatu produk (perceived sacrifice). Ketika perceived quality dianggap lebih besar dari pada perceived sacrifice maka konsumen akan mempersepsikan bahwa produk tersebut mempunyai value (perceived value) yang layak untuk dipertimbangkan sehingga akan timbul niat beli dari konsumen untuk membeli produk tersebut (willingness to buy). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perilaku dalam keputusan pembelian konsumen, dapat dijelaskan dengan mengetahui tahapan dalam konsumen menentukan keputusannya dalam melakukan pembelian. 18 a. Problem recognition Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Rangsang yang mempengaruhinya yaitu internal maupun eksternal. b. Information search Tahap berikutnya akan mulai mencari informasi mengenai produk dan merek produk yang akan dibeli, hal ini dapat diperoleh dari sumber pribadi, sumber komersial dan sumber umum (public) c. Evaluation of alternatives Melakukan perbandingan kelebihan dan antara merek satu dengan yang lain. d. Purchase intention Setelah ada evaluasi, maka timbullah niat beli konsumen, yang hal ini juga masih dapat dipengaruhi oleh attitudes of others dan unanticipated factors. e. Purchase decision Konsumen telah mengambil keputusan untuk membeli sebuah merek tertentu dalam memenhi kebutuhannya. f. Post purchase behaviour Adanya pembelian berulang pada produk tersebut. 19 2.6.4 Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian Perilaku orang lain Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Maksud Pembelian Situasi yang tak terduga Gambar 2.2 Faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian (Kotler & A.B Susanto, 2000:257) Didalam faktor pengaruh orang lain, hal ini dapat mengurangi alternatif yang dipilih atau disukai oleh konsumen, hal ini akibat adanya dua hal lagi yang dipengaruhi, dua hal tersebut adalah : 1.Intensitas dari perilaku negatif dari orang lain yang menuju kepada pilihan yang disukai oleh konsumen, dan 2.Motivasi dari konsumen untuk menyetujui permintaan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan mengubah maksud pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku, untuk preferensi seorang pembeli terhadap suatu merek akan meningkat jika seseorang yang ia sukai menyukai merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit saat beberapa 20 orang yang dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang berlawanan dan pembeli ingin menyenangkan mereka semua. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terduga, dimana konsumen akan membentuk niat pembeli berdasarkan faktor seperti : penghasilan yang diharapkan, harga yang diharapkan dan harapan dari manfaat produk tersebut. Bagaimanapun juga situasi yang tidak diharapkan dapat mengubah niat konsumen dari pembelian, contohnya ketika seseorang kekurangan uang, maka ia akan melakukan pembelian yang dianggap penting untuk kebutuhan yang lebih mendadak atau mendesak. Oleh karena itu, kebiasaan dan juga keinginan untuk membeli tidak selalu menghasilkan pilihan untuk membeli secara aktual atau nyata. 2.7 Pengaruh Persepsi Merek terhadap Keputusan Pembelian Mengenai pengaruh antara brand image dengan keputusan pembelian konsumen, Schiffman dan Kanuk (2007) berpendapat bahwa : “In today’s highlycompetitive environment, a distractive product image is most important. As products become more complex and the marketplace more crowded, consumers rely more on the product’s image that on its actual attributes in making purchase decision. A positif brand image is associated with consumer loyalty, consumer beliefs about positive brand value and a willingness to search for the brand”. 21 Selain itu Murphy (2004) juga mengatakan bahwa : “If a brand is a good one, consumers will purchase it and become a valuable asset. But its asset value drives from more than just its ability to attract sales. Their very fact that consumer perceive a brand as a alternatives which are presented to them that perhaps may not less all this values. Brand are therefore enduring asset as long as they in good shape and continue to offer consumers the values they are. Saat ini konsumen diperhadapkan pada berbagai altenative pilihn dalam melakukan keputusan pembelian. Sehubungan dengan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan keputusan pembelian, konsumen tidak hanya mengandalkan pada atribut produk namun lebih kepada brand image yang dianggap positif. Image suatu brand yang terekam dalam memorinya secara sadar atau tidak akan memberi petunjuk untuk membuat keputusan pembelian tersebut. Jika konsumen mempersepsikan suatu brand memiliki image yang lebih unggul dan akan memberikan nilai tambah baginya, tentunya ia akan memilih produk dengan brand yang dianggap terbaik.