Cina Akan Luncurkan Wahana Bulan Makin Mirip

advertisement
A13
SELASA, 14 SEPTEMBER 2010
FOTO-FOTO : MUSEO DE LA PLATA AND UNIVERSITY OF NEW SOUTH WALES
teknik canggih.
“Tak ada yang pernah mencoba
melakukan analisis biomekanik
komprehensif seperti ini terhadap
burung teror,” kata Federico Degrange
dari Museo de La Plata/CONICET
di Argentina, peneliti utama studi
itu. “Kami harus mengetahui peran
ekologi yang dimainkan oleh burung
itu bila ingin memahami bagaimana
ekosistem ganjil di Amerika Selatan
berkembang selama 60 juta tahun
terakhir.”
Burung teror yang diteliti oleh tim
tersebut adalah andalgalornis, burung
phorusrhacids yang hidup di barat
laut Argentina sekitar enam juta tahun
lampau. Andalgalornis adalah burung
teror berukuran sedang, setinggi 1,4
meter dan beratnya 40 kilogram.
Seperti burung teror lainnya, tengkorak andalgalornis lumayan besar, 37
sentimeter, dengan paruh sempit dan
dalam yang berujung bengkok seperti
paruh elang.
Pemindaian tengkorak utuh andalgalornis menggunakan CT-scan yang
dilakukan Lawrence Witmer, peneliti
dari College of Osteopathic Medicine,
Ohio University, mengungkap arsitektur bagian dalam tengkorak. Hasil
pemindaian menunjukkan bahwa
andalgalornis berbeda dengan burung
kebanyakan karena memiliki tengkorak yang amat padat.
“Umumnya, burung mempunyai
tengkorak dengan banyak bagian
antartulang yang dapat bergerak,
sehingga membentuk tengkorak yang
kuat tapi ringan,” kata Witmer. “Tapi
pada andalgalornis, sendi mobile
berubah menjadi sambungan yang
kaku. Burung ini memang mempu-
Andalgalornis
■
■
Burung ini dapat
mengejar dan
membunuh
mamalia yang
sama besar
dengan ukuran
tubuhnya.
Tinggi 1,4 meter
Berat 40 kg
3. Merobek daging
dengan paruh
bengkoknya.
Simulasi tekanan yang terjadi ketika mencengkeram
mangsa dengan ujung paruh dan menariknya ke belakang.
nyai tengkorak yang kuat, terutama
depan ke belakang, sekalipun memiliki paruh yang anehnya kosong di
bagian tengah.”
Evolusi senjata paruh keras yang
besar dan kuat ini ada kemungkinan berkaitan dengan menurunnya
kemampuan terbang burung teror,
begitu pula dengan ukuran tubuhnya
yang amat besar.
Dari hasil CT-scan, Stephen Wroe,
Direktur Computational Biomechanics
Research Group di University of
New South Wales, Australia, merakit
model tiga dimensi dari burung teror
dan dua spesies burung modern sebagai pembanding, yaitu seekor elang
dan seriema, kerabat hidup terdekat
andalgalornis.
Menggunakan komputer dan peranti lunak yang disuplai oleh Wroe,
Degrange dan Karen Moreno dari
Universitas Paul Sabatier di Toulouse,
Prancis, mengaplikasikan pendekatan
analisis elemen terbatas untuk melakukan simulasi dan membandingkan
biomekanika gigitan mematikan,
tarikan ke belakang dengan lehernya,
serta mengguncang tengkorak dari
satu sisi ke sisi lain.
Citra warna yang dihasilkan dalam
program itu memperlihatkan daerah biru-dingin yang menunjukkan
tekanan rendah dan daerah putihpanas yang berarti tekanannya sangat
tinggi serta berbahaya. Simulasi itu
mendukung hasil analisis anatomi
berbasis CT-scan.
“Dibandingkan dengan burung lain,
burung teror beradaptasi dengan baik
untuk menggerakkan paruhnya menikam mangsa dan menarik ke belakang dengan ujung paruhnya yang
bengkok,” kata Wroe, “tetapi ketika
menggerakkan kepalanya ke kiri dan
ke kanan, tengkoraknya berwarna-warni
seperti lampu pohon
Natal.”
Salah satu tujuan
utama analisis ini adalah menentukan seberapa
keras gigitan andalgalornis. Untuk memeriksa
kekuatan gigitan burung
secara umum, Degrange
dan Claudia Tambussi,
anggota tim dari Museo de
La Plata/CONICET, bekerja
sama dengan Kebun Binatang
La Plata. Mereka meminta para
pengelola kebun binatang mengukur
kekuatan gigitan seriema dan elang
ketika kedua burung itu mengunyah
alat pengukur gigitan.
“Kami
menemukan
bahwa kekuatan gigitan
andalgalornis
sedikit lebih rendah
daripada perkiraan semula, dan
jauh lebih lemah dibanding gigitan banyak mamalia karnivora yang
seukuran dengannya,” kata Degrange.
“Andalgalornis mungkin mengkompensasikan gigitan yang lebih lemah
itu dengan otot leher yang kuat agar
dapat menggerakkan tengkoraknya
yang kuat ke tubuh mangsanya seperti sebuah kapak.”
Hasil penelitian tersebut menguak
gaya hidup yang unik dari seekor
burung predator. Tengkoraknya,
meski kuat secara vertikal, ternyata lemah untuk guncangan ke kiri
dan ke kanan. Paruh besarnya yang
kosong di bagian dalam juga rentan
patah bila andalgalornis berusaha
mencengkeram mangsa besar yang
berusaha melarikan diri.
Meski demikian, studi itu menunjukkan bahwa burung teror ini memiliki gaya menyerang yang elegan,
bak petinju Muhammad Ali, strategi menyerang dan mundur dengan
pukulan terpusat. Begitu mangsanya
mati, andalgalornis akan mengoyak
daging mangsanya kecil-kecil, menggunakan kekuatan tarikan leher ke
belakang atau menelannya utuhutuh.
Para ilmuwan memperkirakan
burung teror adalah predator teratas
dalam lingkungannya pada masa itu.
Binatang pemangsa beragam mamalia yang kini telah punah itu ada
kemungkinan bersaing dengan marsupialia bergigi taring yang mencuat
seperti pedang. ● TJANDRA DEWI | NSF
Burung teror
■
Burung teror phorusrhacid berevolusi
sekitar 60 juta tahun lalu di Amerika
Selatan.
■ Ada 18 spesies yang diketahui.
■ Burung teror terbesar mencapai tinggi
2,1 meter.
■ Dari Amerika Selatan, burung ini menyebar sampai ke Amerika Utara.
Seriema Amerika Selatan adalah burung
modern yang paling dekat
kekerabatannya dengan
burung teror.
● MCT
Cina Akan Luncurkan Wahana Bulan
BEIJING — Cina akan kembali meluncurkan wahana pengeksplorasi
bulan keduanya pada akhir 2010. Rencana ini akan meningkatkan
ambisi negeri itu untuk bangkit sebagai salah satu kekuatan antariksa yang mampu menginjakkan kaki di bulan.
Wu Weiren, ilmuwan yang menangani program eksplorasi bulan
Cina mengatakan bahwa pembangunan orbiter Chang’e-2 berjalan
mulus. “Saat ini orbiter itu berada dalam tahap uji coba dan
persiapan prapeluncuran, dan rencananya misi uji coba terbang akan
dilakukan pada akhir tahun ini,” kata Wu, seperti dikutip People’s
Daily, media resmi pemerintah Cina.
Wahana antariksa itu dinamai Chang’e, seorang dewi dalam mitologi Cina yang terbang ke bulan. Bila berjalan sukses, misi Chang’e-2
akan menandai prestasi Cina dalam rencananya untuk berdiri sejajar
dengan Amerika Serikat dan Rusia sebagai kekuatan antariksa.
Pada 2003, Cina menjadi negara ketiga, setelah Amerika Serikat
dan Rusia, yang berhasil mengirimkan astronautnya ke antariksa
menggunakan roketnya sendiri. Pada Oktober 2005, Cina mengirimkan dua astronautnya ke orbit dan melakukan space walk pertamanya pada 2008, ketika salah seorang astronautnya mengapung di
luar wahana antariksanya yang tengah mengorbit bumi.
Tahun lalu, pejabat lembaga antariksa Cina mengatakan mereka
menargetkan pendaratan wahana antariksa berawaknya ke bulan
pada 2025-2030. Cina meluncurkan orbiter bulan pertamanya,
Chang’e-1, pada Oktober 2007.
Wu mengatakan Chang’e-2 akan terbang hingga 15 kilometer di atas
bulan untuk menguji kemampuan dan teknologi, yang bertujuan untuk
membuka jalan bagi pendaratan tanpa awak pada 2013. ● REUTERS
REUTERS/STRINGER
Roket Long March 3A yang mengangkut orbiter bulan
Chang’e-1 meluncur dari Xichang Satellite Launch Center
pada 2007.
Makin Mirip Kulit Asli
CHICAGO — Kulit artifisial baru yang terbuat dari material semikonduktor fleksibel semakin menyerupai kemampuan kulit asli.
Material itu dapat merasakan sentuhan, sehingga memungkinkan
para ilmuwan menciptakan robot yang dapat memegang sebutir telur
dengan lembut tanpa memecahkannya, namun cukup kuat untuk
menggenggam penggorengan.
Selama ini para ilmuwan berusaha membuat perangkat robotika
yang dapat mengatur kekuatan yang diperlukan untuk memegang
dan menggunakan obyek berbeda. Material sensitif terhadap tekanan dirancang untuk mengatasi tantangan tersebut. “Manusia mengetahui bagaimana memegang telur tanpa memecahkannya,” kata Ali
Javey, seorang insinyur listrik di University of California Berkeley,
yang memimpin satu dari dua tim yang melaporkan penemuan kulit
artifisial dalam jurnal Nature Materials, Ahad lalu.
“Jika kami ingin membuat robot yang dapat mengantar makanan,
misalnya, kami tentu ingin memastikan dia tak memecahkan gelas
anggur ketika menyajikannya,” ujar Javey. “Tetapi kami juga ingin
robot itu bisa menggenggam panci tanpa menjatuhkannya.”
Tim Javey menemukan cara untuk membuat kabel nanometer dari
campuran silikon dan germanium. Kawat dari material ini dibuat di
atas sebuah drum silinder yang kemudian digulingkan ke atas lapisan film lengket, sehingga kawat berada dalam pola yang seragam.
Lembaran film semikonduktor itu kemudian dilapisi lagi dengan
karet sensitif tekanan. Pengujian terhadap material itu menunjukkan
bahwa bahan itu mampu mendeteksi beragam tekanan, mulai ketikan pada keyboard sampai memegang sebuah obyek.
Tim kedua yang dipimpin oleh Zhenan Bao, insinyur kimia di
Stanford University di California, menggunakan pendekatan yang
berbeda. Mereka membuat material itu sangat sensitif sehingga
dapat mendeteksi berat seekor kupu-kupu yang hinggap di atasnya.
Sensor Bao terbuat dari tumpukan lapisan karet elastis, yang
dicetak dengan tingkat akurasi tinggi di antara dua elektroda dalam
rangkaian piramid kecil.
“Kami mencetaknya ke dalam sejenis mikrostruktur untuk menciptakan rongga-rongga udara,” kata Bao. “Jika kami memasukkan
rongga udara, lapisan karet ini dapat melenting kembali.”
Ketika material itu diregangkan, kulit artifisial mengukur perubahan aktivitas listrik. “Perubahan dalam ketebalan material diubah
menjadi sinyal listrik,” katanya. ● REUTERS
Download