BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Situs jejaring

advertisement
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Situs jejaring sosial merupakan media komunikasi online terkini yang
memiliki pengguna tersebar di seluruh dunia. Setiap pengguna situs jejaring
sosial dapat berbagi informasi baik bersifat personal maupun umum dengan
sesama pengguna lainnya. Pew Research Center (2014) melaporkan bahwa
perkembangan jumlah pengguna situs jejaring sosial semakin lama semakin
meningkat. Hal ini ditandai dengan munculnya Facebook sebagai jejaring sosial
dan pada tahun 2012 menjadi situs yang paling populer kemudian diikuti oleh
berbagai situs jejaring sosial baru dan semakin berkembang hingga tahun 2014.
Gambar 1. Grafik peningkatan jumlah pengguna situs jejaring
sosial. diadaptasi dari “% of online adults who use the following
social media websites,by year 2012-2014,” oleh Pew Research
Center, 2014, www.pewresearch.org
2
Kepopuleran situs jejaring sosial ini tidak terlepas dari fitur-fiturnya yang
menarik dan memberikan kebebasan bagi pengguna untuk menampilkan diri
sesuai yang diinginkan artinya melalui jejaring sosial, seseorang dapat
membangun sebuah profil dirinya di area publik namun tanpa tatap muka.
Seperti,
fitur
Up
date
status
(Facebook)
memberikan
akses
untuk
mempublikasikan hal-hal yang ingin disampaikan seseorang kepada orang lain
yang tidak dapat diungkapkan langsung. Selain itu, fitur messager untuk memulai
percakapan dan berbalas pesan. Oleh sebab itu tak jarang orang-orang senang
menggunakan jejaring sosial karena menjadikan komunikasi lebih menarik. Bagi
orang-orang yang memiliki kecemasan terhadap interaksi sosial, jejaring sosial
sebagai media yang dapat membantu mengatasinya.
Terbukti dari studi-studi awal tentang efek penggunaan jejaring sosial
bagi pengguna yang diantaranya adalah memberikan keuntungan terhadap
orang-orang untuk mengurangi kesepian dan orang-orang pemalu menjadi
mudah berkomunikasi melalui berbagai fitur yang disediakan jejaring sosial
(Aydin, Muyan, & Demir, 2012). Tidak hanya itu, situs jejaring sosial berperan
meningkatkan dukungan sosial dan mengurangi tingkat stres (Nabi, Prestin & SoJ, 2013). Andangsari, Gumilar, dan Godwin (2013) menemukan bahwa di
Indonesia jejaring sosial menjadi media untuk berbagi perasaan dan pikiran
ketika menghadapi masalah hidup.
Dalam
perkembangannya,
penggunaan
jejaring
sosial
semakin
meningkat. Sekali lagi Pew Research Center (2014) yang menemukan bahwa
saat ini pengguna jejaring sosial tidak hanya memiliki satu akun saja, tetapi
memiliki dua atau lebih situs jejaring sosial. Di Indonesia, berdasarkan data dari
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2014) aktifitas
3
penggunaan situs jejaring sosial menjadi aktifitas internet yang paling tinggi, yaitu
sebesar 87,4 % dari 88,1 juta orang yang menggunakan internet. Hal ini juga
ditambah dengan predikat sebagai salah satu negara pengguna jejaring sosial
terbesar. Indonesia juga menjadi pengguna terbesar jejaring Path yang dirilis
pada tahun 2010 dan meningkat jumlah pengguna hingga 2012 (Dailysocial,
2012).
Gambar 2. Grafik peningkatan jumlah penggunaan situs jejaring
sosial yang lebih dari satu situs. Diadaptasi dari “more people use
multiple sites 2013-2014”, oleh Pew Research Center, 2014,
www.pewreseacrh.org
Perkembangan ini menunjukkan bahwa penduduk dunia semakin
terkoneksi dan dapat berkomunikasi secara online dan dapat terus menerus
terhubung melalui situs jejaring sosial. Terbukti dalam laporan Pew Research
Center (2013) yang menegaskan bahwa perkembangan aktifitas online terutama
memposting foto semakin meningkat terutama memposting foto diri sendiri.
Krasnova, Wenniner, Widjaja, dan Buxmann (2013) juga menegaskan bahwa
4
saat ini aktifitas jejaring sosial menjadikan pengguna selalu “keep in touch”
dengan sesama pengguna yaitu aktifitas sharing information berupa postingan
foto menjadi aktifitas paling populer.
Sementara itu, Chou dan Edge (2012) melakukan studi tentang
bagaimana tanggapan pengguna lain saat melihat postingan orang lain
menemukan bahwa banyak pengguna yang mempersepsikan kehidupan orang
lain lebih baik dan bahagia dibandingkan kehidupannya. Hal ini menunjukkan
bahwa postingan kesuksesasan berpotensi untuk direspon negatif oleh
pengguna lain. Selain itu, Haferkamp dan Kramer (2011) juga menemukan
bahwa aktifitas berbagi informasi berupa postingan tersebut memunculkan
perbandingan sosial yang tidak menyenangkan pada pengguna lain. Hal ini
menunjukkan bahwa jejaring sosial disamping menimbulkan dampak positif untuk
dapat mengekspresikan diri terdapat bahaya tersembunyi yaitu terjadinya
perbandingan sosial yang tidak menyenangkan. Boyd dan Ellison (2007) telah
menjelaskan bahwa aktifitas di jejaring sosial tidak hanya untuk membangun
profil dan mengartikulasikan hal-hal yang ingin dipresentasikan, tetapi sekaligus
dapat melihat aktifitas orang-orang yang saling terkoneksi. Terkait dengan hal-hal
yang cenderung dipresentasikan adalah hal-hal yang positif dan mengandung
social desirable. Bagi pengguna yang melihat orang-orang yang mengunggah
hal-hal positif dalam hidupnya seperti tentang foto-foto kesuksesan, sedangkan
ia tidak seperti itu di kenyataan, menimbulkan perbandingan sosial yang tidak
menyenangkan disamping jejaring sosial sebagai media untuk mengekspresikan
diri.
Pada
dasarnya
perbandingan
sosial
dilakukan
untuk
mengukur
kemampuan diri seseorang. Namun perbandingan sosial dirasakan tidak
5
menyenangkan akan berdampak pada keadaan emosional seseorang (Panger,
2014). Krasnova dan kawan-kawan (2013) menemukan bahwa emosi iri menjadi
mediator antara aktifitas konsumsi informasi (penggunaan pasif) dengan
subjective well-being pada pengguna. Iri digambarkan sebagai sebuah perasaan
yang tidak menyenangkan (negatif) pada pengguna karena melihat dan
membaca unggahan ataupun berita yang dimuat oleh orang lain tentang hal-hal
yang favorable terkait kehidupannya. Seperti postingan tentang kesuksesan
dalam pendidikan ataupun pekerjaan diumumkan di jejaring sosial atau diunggah
berupa foto-foto, sementara itu bagi orang-orang yang melihat dan membaca
akan menimbulkan reaksi yang kurang menyenangkan.
Perkembangan studi tentang iri muncul dengan beberapa temuan baru
yang menegaskan tentang dampak buruk dari emosi iri di jejaring sosial. Di
antaranya Tandoc, Ferrucci, dan Duffy (2015) yang melakukan studi tentang
penggunaan jejaring sosial diantara mahasiswa. Mahasiswa menjadi populasi
terbesar pengguna jejaring sosial dan berpotensi menimbulkan depresi dari iri di
jejaring sosial. Kemudian Lin dan Utz (2015) juga menemukan bahwa iri menjadi
salah satu emosi yang sering muncul di jejaring sosial selain emosi senang.
Bernate, Del Rosario, Pacho dan Raboy (2015) menegaskan bahwa iri di jejaring
sosial menurunkan harga diri pengguna. Jelas bahwa iri memberikan dampak
buruk terhadap pengguna jejaring sosial yang secara tidak sadar berpotensi
terjadi terus menerus. Krasnova dan kawan-kawan (2013) menyimpulkan bahwa
berpotensi untuk menurunkan kepuasan hidup. Sekaligus berpotensi untuk
memunculkan envy spiral atau promosi diri bagi pengguna yang merasa iri.
Penemuan ini, dapat dilihat pada fenomena saat ini tentang aktifitas
stalking atau melihat dan menelusuri postingan-postingan seseorang di situs
6
jejaring sosial yang bermuatan favorable. Pada mahasiswa, umumnya sebagai
kalangan pengguna situs jejaring sosial yang paling banyak, sering mengunggah
foto-foto tentang prestasi akademiknya, salah satu adalah foto wisuda.
Pemaparan tersebut menegaskan bahwa penggunaan situs jejaring sosial
memberikan dua sisi yang berlawanan. Hal ini karena di satu sisi dapat
memberikan fasilitas mengekspresikan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, namun di sisi lain, aktifitas ini memberikan efek negatif terhadap
orang lain, yaitu munculnya perbandingan sosial dan menyebabkan emosi
negatif berupa iri.
Sejauh ini pengukuran iri yang dilakukan di jejaring sosial hanya berupa
skala iri dengan pertimbangan konsep iri yang umum dilakukan untuk mengukur
iri secara disposisional. Penelitian-penelitan sebelumnya menggunakan metode
skala untuk mengukur iri, disamping melakukan metode eksplorasi terhadap
objek-objek yang diirikan (Krasnova dan kawan-kawan, 2013). Sementara itu
belum ada studi yang melakukan pengukuran iri yang dilihat sebagai suatu
proses yaitu gambaran bagaimana iri di situs jejaring sosial terjadi.
Mengukur bagaimana proses iri terjadi hanya dapat dilakukan melalui
perspektif kognitif. Perspektif kognitif merupakan salah satu konsep yang dapat
menguraikan bagaimana terjadinya emosi khususnya iri. Salah satu teori yang
menjelaskan dinamika iri adalah teori deservingness. Feather (1999) secara
spesifik menjelaskan bahwa terdapat kaitan antara penilaian deservingness
sebagai anteseden dari munculnya beberapa emosi tertentu terkait dengan
keberadaan atau hasil positif maupun negatif dari orang lain, yaitu bagaimana
perasaan atau yang dirasakan seseorang terkait dengan penilaian deservingness
atau seberapa kepantasan dari hasil positif ataupun negatif yang terjadi pada
7
orang lain. Teori ini berasumsi tentang bagaimana hubungan antara suatu hasil
dan usaha yang dilakukan, apakah terdapat hubungan yang positif atau
hubungan yang negatif. Ketika usaha yang dilakukan adalah positif dan
mendapatkan hasil yang positif maka dinilai sebagai suatu yang deserved
(pantas) sedangkan ketika usaha yang dilakukan negatif dan menghasilkan hasil
yang positif maka akan dinilai sebagai suatu yang undeserved (tidak pantas).
Kaitan antara penilaian deservingness dengan emosi iri diasumsikan
akan muncul pada situasi ketika seseorang memiliki penilaian undeserved
terhadap kesuksesan (hasil positif), yaitu ketika usaha yang dilakukan negatif
atau tidak sebesar hasil yang didapatkan (Van de Ven, Zeelenberg & Pieters,
2012). Kesuksesan tersebut dipandang atau dinilai sebagai sesuatu yang tidak
pantas. Di konteks situs jejaring sosial, proses iri dapat dikaji melalui teori
deservingness bahwa kesuksesan orang lain dapat dilihat melalui postinganpostingan kesuksesan yang diunggah berupa foto, yang berpotensi untuk dinilai
dan menimbulkan reaksi iri.
Situs jejaring sosial sebagai media komunikasi dan interaksi pada saat ini,
akan berpotensi berdampak pada emosi pengguna. Hal ini disebabkan karena
situs jejaring sosial mempermudah akses seseorang untuk mengetahui
keberadaan orang lain. Seperti yang ditegaskan Boyd dan Ellison (2007) bahwa
jejaring sosial menjadi suatu media untuk dapat melihat artikulasi yang dilakukan
orang lain melalui informasi yang mereka bagikan.
Dengan demikian terdapat dua kondisi yang menyertai penilaian
deservingness pada konteks jejaring sosial. Keberadaan ataupun hasil positif
orang lain direpresentasikan dalam bentuk postingan foto tentang kesuksesan,
maka ketika postingan yaitu 1) kondisi kesuksesan yang disertai oleh usaha
8
yang besar (mengarahkan pada penilaian deservingness yang tinggi) dan 2)
kesuksesan yang disertai dengan usaha yang kecil. Dengan demikian, iri
diasumsikan terjadi ketika seseorang memiliki penilaian undeserved (tidak
pantas) terhadap kesuksesan orang lain karena adanya ketidakseimbangan
antara usaha dan hasil.
Permasalahan ini berujung pada kesejahteraan psikologis pengguna.
Kehidupan emosional seseorang dapat mempengaruhi kondisi psikologis secara
keseluruhan pada seseorang. Iri sebagai emosi negatif, berpotensi merusak
kondisi psikologis seseorang berupa menurunnya kepuasan hidup. Lebih jauh, iri
memiliki dampak besar dalam relasi sosial yaitu ketika seseorang merasa iri
terhadap orang lain maka cenderung untuk mengurangi atau bahkan tidak ingin
bekerjasama dengan orang-orang yang dinilai memiliki kesuksesan yang
undeserved (tidak pantas) terutama dalam konteks jejaring sosial, akses untuk
mengetahui keberadaan dan situasi orang lain (teman sesama pengguna jejaring
sosial) saat tinggi karena dapat dilihat dari aktifitas menjelajahi beranda jejaring
sosial (tempat kumpulan berita atau postingan yang dikirim oleh orang lain.
Tentunya hal tersebut memberikan dampak negatif bagi pengguna.
Penelitian ini akan diarahkan tentang bagaimana postingan foto
kesuksesan sebagai representasi tentang keberadaan orang lain ataupun suatu
faktor sosial yang akan berpotensi untuk menentukan penilaian terhadap
deservingness tinggi atau rendah terhadap kesuksesan orang tersebut yang
membentuk reaksi emosional khususnya iri yang tinggi atau rendah pada
seorang
pengguna
jejaring
sosial.
Temuan
awal
dalam
penelitian
ini
menunjukkan bahwa iri merupakan salah satu emosi yang muncul saat
mengakses situs jejaring sosial. Salah satu objek yang paling sering menjadi
9
penyebab iri adalah adanya postingan foto kesuksesan (studi awal dilakukan
terhadap 103 orang responden melalui survey online universitas gadjah mada
pada bulan November 2014 dengan mengadaptasi pertanyaan terbuka dari studi
Krasnova dan kawan-kawan pada 2013). Hal ini sejalan dengan penemuan
Faturochman (2006) tentang kebanyakan orang merasakan iri terhadap sesuatu
yang bersifat pengembangan diri. Postingan kesuksesan di jejaring sosial dilihat
dari foto-foto tentang keberhasilan menamatkan sekolah ataupun perkuliahan
(wisuda) dan juga terdapat foto-foto kesuksesan dalam mendapatkan beasiswa
pendidikan. Dengan demikian memberikan dampak negatif terhadap pengguna
yang membaca dan melihat postingan tersebut yaitu memunculkan emosi iri.
Singkatnya, penelitian ini akan menguji “ apakah postingan kesuksesan yang
disebabkan usaha tinggi dan usaha rendah dapat menimbulkan perbedaan iri
dan penilaian deservingness pada pengguna situs jejaring sosial?”.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah yang
akan dijadikan rumusan untuk menemukan jawaban dalam penelitian ini adalah
1)
Apakah terdapat pengaruh postingan kesuksesan yang disebabkan usaha
tinggi terhadap emosi iri pada pengguna situs jejaring sosial?
2)
Apakah terdapat pengaruh postingan kesuksesan yang disebabkan usaha
tinggi dan usaha rendah terhadap penilaian deservingness pada
pengguna situs jejaring sosial?
3)
Apakah terdapat pengaruh penilaian deservingness terhadap iri pada
postingan kesuksesan yang disebabkan usaha tinggi dan usaha rendah?
10
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh postingan kesuksesan yang disebabkan usaha tinggi dan usaha
rendah dapat menimbulkan emosi iri dan penilaian deservingness yang berbedabeda pada pengguna situs jejaring sosial. Berdasarkan tujuan tersebut,
diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan bagi
keilmuan psikologi sosial
terutama kajian emosi terkait dengan pendekatan
kognitif khususnya teori deservingness. Juga diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap psikologi komunikasi kognitif.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan bagi para
pengguna situs jejaring sosial untuk memahami bahwa aktifitas online terutama
saat melihat postingan foto tentang kesuksesan teman-teman di bidang
akademik berpotensi untuk menimbulkan reaksi emosi negatif, salah satunya
adalah iri. Konsekuensinya adalah mempengaruhi kesejahteraan psikologis, dan
lebih luas dapat mempengaruhi relasi dalam pertemanan di situs jejaring sosial.
D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Tema iri di situs jejaring sosial berawal dari penemuan Krasnova dan
kawan-kawan (2013). Mereka menemukan bahwa iri berperan sebagai mediator
antara penggunaan pasif dan kepuasan hidup pengguna yaitu, semakin tinggi
penggunaan pasif maka kepuasan hidup semakin menurun. Secara tidak
langsung dipengaruhi oleh adanya emosi iri saat mengakses jejaring sosial.
Namun, sebelum Krasnova dan kawan-kawan (2013), terdapat studi tentang
11
penggunaan situs jejaring sosial menjadi salah satu media untuk perbandingan
sosial. Seseorang yang menggunakan jejaring sosial, menjadikan situs tersebut
sebagai media untuk membandingkan dirinya dengan orang lain. Hal ini
dikatakan melalui postingan-postingan dan berita yang saling ditukarkan
pengguna dengan yang lainnya (Haferkem & Kramer, 2011). Chou dan Edge
(2012) menemukan akibat dari perbandingan tersebut adalah ketidakbahagiaan.
Tandoc dan kawan-kawan (2015) juga kembali mereplikasi studi
Krasnova dan kawan-kawan (2013) untuk mengukur iri di situs jejaring sosial
kemudian mengadaptasi beberapa konsep iri seperti dari Smith dan Kim (2007);
Cohen Charash (2009); Krasnova dan kawan-kawan (2013); Chou dan Edge
(2012) untuk membuat skala iri. Kemudian iri dikorelasikan dengan depresi pada
mahasiswa. Sementara itu, Lin dan Utz (2015) juga melakukan studi tentang iri
dengan menggunakan metode eksperimen untuk menguji apakah iri lebih
cenderung terjadi kepada orang yang terdekat atau tidak. Studi tersebut
menemukan bahwa faktor kedekatan mempengaruhi muncul tidaknya emosi iri.
Berikut terdapat ringkasan riset tentang iri di situs jejaring sosial yang
telah dilakukan beberapa penelitian di atas, pada umumnya riset iri yang
dilakukan adalah mengembangkan konsep iri disposisi dan konsep iri yang
mengambang. Hal ini menunjukkan bahwa belum ditemukan dengan pasti
bagaimana sebenarnya proses iri terjadi di situs jejaring sosial.
12
Tabel 1.
Perkembangan Riset Iri di Situs Jejaring Sosial
Pengarang
Judul
Variabel
Konsep Iri
Chou & Edge
(2012)
They are
happier and
having better
live than I am:
The impact of
using facebook
on perception
of other lives
Envy on
facebook: A
hidden threat to
user’s life
satisfaction
Persepsi
tentang
kehidupan
orang lain.
Iri dilihat sebagai
hasil dari
perbandingan
sosial.
- Iri
- Penggu
naan
pasif
- Kepuas
an hidup
Iri dilihat sebagai
sesuatu yang
bersifat
disposisional
Tandoc,
Ferucci, Duffy
(2015)
Facebook use,
envy and
depression
among college
students: Is
facebooking
depressing?
- Iri
- Penggu
naan
pasif
- Depresi
pada
mahasi
swa
Bernarte, Del
Rosario,
Pacho, dan
Raboy (2015)
Hidden from
timeline:
Facebook envy
and self esteem
of the Falipino
youth
- Iri
- Harga diri
- Perbandi
ngan
sosial
Alat ukur iri
dibentuk
berdasarkan
beberapa konsep
pengertian iri.
(lihat Smith &
Kim; Edge &
Chou; Cohen
Charash, 2009)
Iri dilihat sebagai
konsekuen dari
perbandingan
sosial
Lin dan Utz
(2015)
The emotional
responses of
browsing
facebook:
Happiness,
envy and the
role of tie
strength
Iri dilihat
dari faktor
kedekatan
dan
konsenkue
nsi
terhadap
kebahagia
an
Krasnova,
Wenninger,
widjaja, &
Buxmann
(2013)
Perbanding sosial
Metode
Penelitian
Skala tentang
perbandingan
sosial yang
terjadi di situs
jejaring sosial
Studi 1:
eksplorasi tematema iri yang
terjadi di situs
jejaring sosial
Studi 2: skala iri
di situs jejaring
sosial
berdasarkan
konsep Smith &
Kim (2007)
Skala tentang iri
di situs jejaring
sosial
Skala tentang iri
pada beberapa
tema postingan
yang ada di
facebook
berdasarkan
studi Krasnova
dkk (2013).
Pengukuran iri
melalui
pertanyaan
terbuka dan
korelasi antara
iri dan
kedekatan
dilakukan
metode skenario
13
Beberapa studi di atas, tidak menggunakan konsep iri tertentu dalam
pengukurannya. Seperti yang diketahui, bahwa konsep iri begitu komplek dan
rumit, namun pada dasarnya dapat dikelompoknya pada konsep tertentu, salah
satunya adalah iri dapat dilihat dari pandangan penilaian deservingness (Feather,
1999). Pada konsep ini, iri dilihat sebagai konsekuensi dari penilaian
deservingness yang rendah terhadap kondisi positif dari orang lain. Pada konteks
jejaring sosial kondisi orang lain dapat direpresentasikan berupa postinganpostingan atau update status yang dilakukan seseorang dan dapat dibaca
kemudian dinilai orang orang lain.
Proses yang demikian merupakan suatu mekanisme terjadinya emosi
negatif terkait objek sosial. yaitu terkait dengan proses kognitif (deservingness)
yang kemudian memunculkan emosi iri. sejauh ini, studi tentang kaitan iri dan
deservingnes telah dilakukan oleh Feather (1999); Feather dan Sherman (2002);
Van de Ven, Zeelenberg dan Pieters (2010). Namun pada konteks situs jejaring
sosial belum ditemukan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengukur
iri melalui konsep keterkaitan antara iri dengan penilaian deservingness dalam
konteks situs jejaring sosial. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya.
Download