5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kerapu Macan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) adalah salah satu jenis ikan kerapu yang umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasar domestik maupun pasar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya pasar ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya. Gambar 1. Morfologi Ikan Kerapu Macan Klasifikasi ikan kerapu Macan menurut Randall (1987) dalam Subyakto dan Cahyaningsih (2003) adalah : Class : Osteichtyes Sub class : Actinopterigi Ordo : Percomorphi Divisi : Perciformes Famili : Serranidae Genus : Epinephelus Species : Epinephelus fuscoguttatus Subyakto dan Cahyaningsih (2003) menjelaskan bahwa ikan kerapu macan bentuk tubuhnya memanjang dan gepeng (compressed), tetapi kadang-kadang ada 6 juga yang agak bulat. Mulutnya lebar serong ke atas dan bibir bawahnya menonjol ke atas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi-gigi geratan yang berderet dua baris, ujungnya lancip dan kuat. Sementara itu, ujung luar bagian depan dari gigi baris luar adalah gigi-gigi yang besar. Badan kerapu macan ditutupi oleh sisik kecil yang mengkilap dan bercak loreng mirip bulu macan (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003). Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulata dan Gracilaria sp, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasir berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya "mencaplok" satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis krustase (rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak). 2.2 Toksisitas Logam Berat Pencemaran merupakan penambahan bermacam-macam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam lingkungannya yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan (Palar, 2004)., yaitu adanya perubahan sifat fisika, kimia dan biologi (Connell dan Miller, 1995). Selanjutnya dijelaskan bahwa pencemaran air adalah penurunan kualitas air sehingga air tidak lagi memenuhi syarat atau bahkan mengganggu peruntukannya. Definisi pencemaran air menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1988) ditegaskan dalam pasal 1 bahwa masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Penyebaran logam berat di lingkungan perairan dicirikan oleh adanya keberadaan kandungan logam berat dalam wilayah perairan tertentu, karena pengaruh kondisi perairan tersebut. Logam dalam air biasanya terikat dengan senyawa lainnya membentuk molekul. Ikatan yang dapat terbentuk dapat berupa garam organik (senyawa metil, etil, fenil) maupun garam anorganik (oksida, klorida, sulfide, karbonat, hidroksida). Bentuk ion dari garam tersebut biasanya 7 banyak ditemukan dalam air kemudian bersenyawa dengan bahan kimia jaringan sehingga membentuk senyawa organik atau diserap dan tertimbun dalam tanaman dan organisme air (Darmono, 2001). Selanjutnya menurut Connel and Miller (1995), keberadaan konsentrasi logam berat dalam lingkungan akuatik menunjukkan adanya partisi diantara fase padat dan cair. Sebagian besar dari logam akan teradsorbsi ke dalam partikulat dan diendapkan sebagai sedimen dan sebaian kecil lagi terlarut dalam air. Sedangkan spesiasi dari logam dipengaruhi oleh beberapa proses seperti: penyerapan, pengendapan dan co-presipitasi, pelarutan kekuatan kompleksasi antara ligan dan jenis logam akan menentukan tingkat bioavailabilitas logam pada protein ikan dan masing-masing logam menunjukkan adanya perbedaan kemampuan pengambilan pada ikan. Darmono (2001) menyebutkan perbedaan konsentrasi logam dari berbagai jaringan, ditentukan oleh peranan spesifik dari organ untuk akumulasi, detoksifikasi dan penyimpanan dari logam. Thompson et al., (2000) melaporkan bahwa konsentrasi logam berat Timbal yang tertinggi pada jaringan tubuh ikan ditemukan di daerah yang dekat dengan aktifitas perindustrian. Beban sumber pencemaran pada badan air merupakan jumlah bahan yang dihasilkan dari sumber yang dapat diketahui sumbernya, misal limbah industri dan yang tidak diketahui secara pasti sumbernya yaitu masuk ke perairan bersama air hujan dan limpasan air permukaan (Manan, 1992). Berdasarkan sifat toksiknya, pencemaran dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Polutan tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemaran ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika-kimia perairan. 2. Polutan toksik adalah polutan yang dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahanbahan yang lain (Effendi, 2003). 8 Pembuangan limbah domestik dan gangguan terhadap sumberdaya air karena umumnya mengandung unsur logam berat diantaranya timbal dan merkuri. Air sebagai komponen lingkungan akan mempengaruhi dan dipengaruhi komponen lain. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan menjadi buruk sehingga berpengaruh terhadap makhluk hidup di dalamnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktifitas, daya dukung dan daya tampung sumber daya air (PP RI No.82, 2001). Pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion). Selanjutnya dijelaskan bahwa organisme air yang termasuk dalam kelompok organisme akuatik adalah yang pertama kali mengalami kehidupan buruk secara langsung dari pengaruh limbah atau pencemaran terhadap badan air. Kandungan toksik logam berat terhadap organisme tidak sama. Menurut Lloyd (1992) dalam Palar (2004), menyatakan bahwa uptake dan akumulasi logam oleh organisme akuatik dari air dipengaruhi oleh : suhu, oksigen terlarut (DO), kekeruhan, kesadahan, amoniak, nitrit dan nitrat. 2.3 Logam Berat Timbal Menurut Palar (2004), timbal termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,2. Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit, jumlah timbal yang terdapat di seluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi. Effendi (2003) mengemukakan bahwa timbal pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup rendah sehingga kadar timbal di dalam air relatif sedikit. Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas dan kadar oksigen. Sumber alami utama timbal adalah galena (PbS), gelesite (PbSO4) dan cerrusite (PbCO3). Bahan bakar yang mengandung timbal (leaded gasoline) juga memberikan kontribusi yang berarti bagi keberadaan timbal di dalam air. 9 Akumulasi timbal didalam tubuh manusia mengakibatkan gangguan pada otak dan ginjal, serta kemunduran mental pada anak yang sedang tumbuh. Perairan tawar alami biasanya memiliki kadar timbal < 0,05 mg/L dan pada perairan laut memiliki kadar timbal sekitar 0,025 mg/L (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003). Kelarutan timbal pada perairan lunak (soft water) adalah sekitar 0,5 mg/L, sedangkan pada perairan sadah (hard water) sekitar 0,003 mg/L. Timbal tidak termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup, bahkan unsur ini bersifat toksik bagi hewan dan manusia karena dapat terakumulasi pada tulang. Meningkatnya kandungan timbal pada air laut berasal dari pembuangan sampah kapal-kapal, penambangan di laut dan sebagainya, dari hasil penelitian Hutagalung dan Razak (1982) diketahui bahwa perairan estuari Muara Angke dan Teluk Banten mengandung Pb sebsar 90,00 – 330 µg/L dan 10,00- 23,00 µg/L. Tingginya kandungan ini diduga berasal dari aktivitas yang terjadi di daratan sekitar perairan. Menurut Saeni (1989), Timbal dapat mengganggu kerja enzim dan fungsi protein. Konsentrasi timbal sebesar 0,05 mg/L dapat membahayakan perairan laut. Gupta et al.(2010) melaporkan bahwa kandungan logam berat timbal pada ikan Channa punctatus di sungai Gangga India berkisar antara 1,86 ppm - 2,89 ppm. Toksisitas timbal terhadap tumbuhan relatif lebih rendah dibandingkan dengan unsur renik lainnya (Effendi, 2003). Toksisitas logam timbal terhadap organism akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Timbal dapat menutupi lapisan mukosa pada organisme akuatik, dan selanjutnya dapat mengakibatkan sufokasi. Toksisitas timbal lebih rendah bila dibandingkan dengan logam cadmium (Cd), merkuri (Hg) dan tembaga (Cu) akan tetapi lebih tinggi daripada kromium (Cr), mangan (Mn), Barium (Ba), Zinc (Zn) dan Besi (Fe). 2.4 Sistem Pernafasan Ikan Pernapasan adalah proses pengikatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui permukaan alat pernapasan. Proses pengikatan oksigen selain dipengaruhi struktur alat pernapasan juga dipengaruhi oleh perbedaan tekanan parsial oksigen antara perairan dengan darah. Perbedaan 10 tekanan tersebut menyebabkan gas-gas berdifusi kedalam darah atau keluar melalui alat pernapasannya (Funjaya, 2004). Insang merupakan komponen penting dalam proses pertukaran gas. Insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras dengan beberapa filament insang didalamnya. Tiap-tiap filamen insang terdiri atas banyak lamella yang merupakan tempat pertukaran gas. Tugas ini ditunjang oleh struktur lamella yang tersusun atas sel-sel epitel yang tipis pada bagian luar, membran dasar dan sel-sel tiang sebagai penyangga bagian dalam. Pinggiran lamella yang tidak menempel pada lengkung insang ditutupi oleh epithelium dan mengandung jaringan pembuluh darah kapiler (Funjaya, 2004). Bila oksigen telah berdifusi dalam darah insang, oksigen ditranspor dalam gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan tempatnya dilepaskan untuk digunakan oleh sel. Adanya hemoglobin didalam sel darah merah memungkinkan darah mengangkut oksigen 30-100 kali daripada yang dapat diangkut hanya dalam bentuk oksgen terlarut dalam darah. Pergerakan oksigen ke dalam kapiler darah insang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan dari tempat pertama ke tempat lainnya. Karena tekanan oksigen dalam insang lebih besar dari tekanan oksigen dalam kapiler darah insang, maka oksigen ditranspor melalui sirkulasi ke jaringan perifer (Funjaya, 2004). 2.5 Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Tingkat konsumsi oksigen adalah banyaknya oksigen yang diambil atau dikonsumsi oleh biota akuatik dalam waktu tertentu yang berhubungan linear dengan banyaknya oksigen terlarut di perairan tersebut. Tingkat kebutuhan oksigen pada ikan berbeda-beda tergantung pada spesies, ukuran (stadia), aktifitas, jenis kelamin, saat reproduksi, tingkat konsumsi pakan, dan suhu (Vernberg and Vernberg, 1972). Oksigen terlarut (Dissolved oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada 11 jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (Wardoyo, 1987). 2.6 Kadar Glukosa Darah Kata stress bermula dari sebuah kata latin stringere yang berarti ketegangan dan tekanan. Stres merupakan reaksi yang tidak diharapkan yang muncul karena tingginya tuntutan lingkungan pada organisme. Respon tubuh terhadap stress terdiri dari proses dua tahap, yaitu: respon stress primer, yaitu respon yang membantu kita menghadapi ancaman dari lingkungan kita. Respon stress sekunder, yaitu reaksi saraf yang diawali oleh otak dalam menanggapi apa yang kita butuhkan. Stres pada ikan bisa disebabkan oleh faktor lingkungan (pH, amoniak tinggi, rendahnya kadar oksigen, pencemaran, dsb), kepadatan, penanganan dan lain-lain. Salah satu pendekatan yang bisa dilihat pada tubuh ikan saat stress adalah perubahan naik turunnya kadar glukosa darah. Mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hypothalamus melalui system saraf. Hipothalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan katekolamin melalui serabut saraf simpatik. Adanya katekolamin ini akan mengaktivasi enzimenzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Naik turunnya kadar glukosa dalam darah ikan mengindikasikan bahwa ikan sedang lapar atau sedang kenyang. Naiknya glukosa darah menandakan bahwa ikan sedang kenyang, artinya nafsu makan berkurang karena energi yang dibutuhkan oleh tubuh terpenuhi. Sebaliknya, pada saat kadar glukosa darah turun, maka ikan akan merasa lapar sehingga diperlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Pada saat ikan stress menyebabkan kadar glukosa dalam darah terus naik yang diperlukan untuk mengatasi homeostasis dan insulin akan menurun. Dengan tingginya kadar glukosa di dalam darah tersebut maka sinyal 12 dari pusat saraf menandakan bahwa ikan merasa kenyang, dan ikan tidak mau makan (Marcel et al, 2009 dalam Sabilu, 2010) Naiknya kadar glukosa darah dibutuhkan untuk proses memperbaiki homeostasis selama stres, namun kebutuhan energi dari glukosa tersebut akan dapat terpenuhi apabila glukosa dalam darah dapat segera masuk ke dalam sel, dan ini sangat bergantung pada kerja insulin. Tingginya kadar glukosa di dalam darah tersebut maka sinyal dari saraf pusat menandakan bahwa ikan merasa kenyang. 2.7 Sistem Hematologi Ikan Darah amat penting bagi kehidupan makhluk yang mempunyai banyak sel, disebabkan oleh perannya untuk transport oksigen, air, elektrolit, zat makanan dan hormon-hormon ke setiap sel, juga transport hasil atau sisa metabolisme ke organorgan pembuangan. Pembentukan sel darah merah (eritropoiesis) merupakan suatu pengaturan umpan balik karena pembentukan ini dihambat oleh kenaikan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi yang mencapai nilai diatas normal, dan distimulasi oleh anemia (Ganong, 1983). Indikator parameter nilai hematologi yang memperlihatkan perubahan pada darah, meliputi : hemoglobin, hematokrit, trombosit, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah putih. Sel darah merah, sel darah putih dan platelet/thrombosit merupakan bagian dari elemen darah, sedangkan berbagai faktor koagulasi/zat pembekuan serta immunoglobulin adalah unsur penting dari protein plasma total. Fungsi utama sel darah merah ialah mengikat haemoglobin untuk trasnspor oksigen, sedangkan sel darah putih peran utamanya ialah dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi microbial. Platelet/thrombosit dan protein koagulasi adalah penting untuk mempertahankan kondisi hemostasis, juga untuk mencegah kehilangan banyak darah akibat terjadinya luka bulu darah. Imunoglobulin merupakan unsur penting dari humoran immune response yang dibentuk untuk menghambat/mencegah hewan dari agen infeksi. Sedangkan protein-protein lain yang ada dalam darah mempunyai peranan biologis yang bervariasi yaitu mempertahankan kesehatan tubuh. Berbagai faktor mungkin akan mempengaruhi data nilai normal darah dari berbagai spesies hewan. 13 2.7.1 Sel Darah Merah Eritrosit merupakan sel yang paling banyak jumlahnya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma dan akan terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giesma (Dchinabut et al., 1991 dalam Mulyani, 2006). Pada ikan teleost, jumlah normal eritrosit adalah 1,05x106 – 3,0 x 106 sel/mm3 (Robert, 1978 dalam Mulyani, 2006). Seperti halnya pada hematokrit, kadar eritrosit yang rendah menunjukkan terjadi anemia. Sedangkan kadar tinggi menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer dan Yasutake, 1977 dalam Purnomo dan Muhyiddin, 2007). Jumlah sel darah merah normal pada manusia 5,4 juta/mm3 pada laki-laki dan 4,8 juta/mm3 pada perempuan dengan diameter sekitar 7,5 µm dan tebalnya 2 µm dengan lama hidup dalam sirkulasi darah sekitar 120 hari. Eritrosit merupakan sel yang paling banyak jumlahnya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma dan akan terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giemsa (Chinabut et al.,dalam Mulyani, 2006). 2.7.2 Sel Darah Putih Sel darah putih (SDP, WBC, Leukosit) warnanya bening, bentuknya lebih besar dibandingkan dengan sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih sedikit. Sel darah putih dibuat pada sumsum tulang dan berisi sebuah inti yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir karena itu disebut sel berbulir granulosit (Irianto, 2005 dalam Pearce, 2006). Jumlah total SDP dan diferensiasinya merupakan bantuan hematologi yang berguna untuk evaluasi respon inang terhadap infeksi mikroba dan untuk diagnosis leukemia. Dalam evaluasi sebuah leukogram, amat perlu diketahui bahwa tidak hanya total SDP dan diferensiasinya, tetapi untuk menetapkan adanya perubahan morfologi SDP maka informasi tentang komponen darah lainnya harus ada. Juga protein plasma total dan konsentrasi fibrinogen, parameter darah merah (HCT, HB,SDM) dan SDM berinti serta jumlah retikulosit secara tak langsung membantu dalam interpretasi leukogram. Jumlah total leukosit bervariasi antar spesies hewan dan hal ini dipengaruhi oleh umur hewan. Saat hewan lahir jumlahnya lebih tinggi, kemudian secara bertahap menurun sampai nilai dewasa 14 yaitu pada umur 2 - 12 bulan. Meningkatnya jumlah leukosit disebut leukositosis sedangkan penurunan disebut leucopenia. Leukositosis lebih umum daripada leucopenia dan tidak merupakan hal yang serius, bahkan mungkin bisa fisiologis. Leukositosis yang fisiologis mungkin terjadi sebagai reaksi “ephinephrine” dimana neutrofil dan limfosit dimobilisasi ke dalam sirkulasi umum sehingga menaikan jumlah total SDP. Hal ini sering terjadi pada hewan muda dan biasanya akibat stress, juga adanya gangguan fisik sehingga leukositosis ini bias terjadi dalam keadaan sehat ataupun sakit dan biasa bersifat fisiologis maupun patologis. Sedangkan leukopenia umumnya berhubungan dengan infeksi bakterial atau viral (Aliambar, 1999). 2.7.3 Hematokrit Hematokrit (HCT; PCV) merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 25% menunjukan terjadinya anemia. Kadar hematokrit ini bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan. Nilai hematokrit sebesar 40% berarti dalam darah mengandung 40% sel darah merah (Kuswardani, 2006). Persentase nilai hematokrit ikan lele normal berkisar antara 30,8% - 45,5% (Dopongtonung, 2008). Aliambar (1999) menyatakan bahwa perhitungan hematokrit dilakukan setelah darah dicegah membeku dengan antikoagulan dan disentrifus sehingga selselnya akan mengendap dan menempati dasar tabung. Sedangkan plasma, suatu cairan yang berwarna kekuning-kuningan akan naik ke atas. Jumlah sel-selnya adalah 45% dari volume darah total, dan nilai ini dinamakan Packed Cell Volume (PCV) atau hematokrit (HCT), yang dinyatakan dalam persen. Perhitungan nilai hematokrit lebih sering ditentukan dengan metode mikrohematokrit. Kekuatan dan lama putaran amatlah penting untuk mengurangi plasma yang melekat pada dinding tabung (Tortora dan Anagnostakos, 1990). Pada kambing dan domba, metode hematokrit membutuhkan waktu centrifuse yang lebih lama (10-20 menit), sedangkan spesies lainnya cukup 5 menit saja. Pada kambing, parameter darah merah yaitu SDM, HB dan HCT nilainya lebih 15 tinggi di akhir musim panas dan musim gugur dibandingkan pada musim dingin dan musim semi. Sedangkan pada sapi, nilainya paling tinggi selama bulan-bulan paling dingin dan paling rendah selama bulan-bulan terhangat ditahun tersebut. Perbedaan nilai ini dapat pula terjadi akibat kesalahan teknik terutama yang disebabkan oleh metode pengambilan darah, tipe dan konsentrasi antikoagulan serta metode yang dipakai untuk determinasi perhitungan SDM dan SDP, konsentrasi HB dan HCT (Aliambar, 1999). 2.7.4 Hemoglobin Hemoglobin (HB) adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah vertebrata, yang merupakan suatu protein yang kaya akan zat besi. Konsentrasi hemoglobin normal pada manusia dewasa adalah 14-16 g/dl darah atau rata-rata 15 gram setiap 100 ml arah dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen (Pearce, 2006). Dan diperkirakan terdapat kira-kira 750 gram hemoglobin dalam seluruh darah yang beredar. Hemoglobin (HB) sangat penting untuk mempertahankan kehidupan sebab ia membawa dan mengirim oksigen ke jaringan-jaringan. Sekitar 400 juta molekul hemoglobin ada dalam sel darah merah dan meliputi 95% dari berat keringnya. Sedangkan sintesis hemoglobin dan proses destruksinya seimbang dalam kondisi fisiologis dan adanya gangguan pada salah satunya dapat menimbulkan gangguan hematologis yang nyata (Aliambar 1999). Hemoglobin mengandung senyawa protein yang berisi globin dan heme. Setiap gram hemoglobin berisi 3,34 mg zat besi dan membawa 1,34 ml oksigen. Setiap molekul hemoglobin berisi 4 heme unti masing-masing bergabung dengan satu rangkaian globin yang mempunyai residu asam amino. Hemoglobin dilepaskan dalam bentuk bebas bila terjadi hemolisis sedangkan batas antara hemoglobin dan stroma sel darah merah mengalami kerobekan yang disebabkan oleh agen penyebab hemolisis. Kadar hemoglobin yang rendah dapat dijadikan sebagai petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi. Sedangkan kadar tinggi menunjukkan bahwa ikan sedang berada dalam kondisi stress (Wells, 2005 dalam Kuswardani, 2006).