BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu agenda reformasi adalah desentralisasi keuangan dan otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah yang telah direvisi menjadi UU No. 33 tahun 2004, kedua undang-undang ini merupakan tonggak awal pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi penganggaran keuangan daerah di Indonesia. Selain reformasi desentralisasi keuangan dan otonomi daerah, Pemerintah juga mereformasi keuangan Negara dengan menerbitkan tiga paket undang-undang terkait pengelolaan keuangan Negara yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Seiring dengan reformasi dibidang keuangan negara, maka perlu dilakukan perubahan-perubahan di berbagai bidang untuk mendukung agar reformasi dibidang keuangan negara dapat berjalan dengan baik. Salah satu perubahan yang signifikan adalah perubahan di bidang akuntansi 2 pemerintahan karena melalui proses akuntansi dihasilkan informasi keuangan yang tersedia bagi berbagai pihak untuk digunakan sesuai dengan tujuan masing-masing. Perubahan dibidang akuntansi pemerintahan yang paling diinginkan adalah adanya standar akuntansi pemerintah. Penyusunan laporan keuangan yang berpedoman pada standar akuntansi pemerintah sesungguhnya adalah dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dimaksud dapat meningkatkan kredibilitasnya dan pada gilirannya akan dapat mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah, sehingga good governance dapat tercapai. Salah satu upaya konkret untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Dan telah ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagaimana telah direvisi dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010. Mardiasmo (2005) berpendapat, terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk 3 mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Tugas pemeriksaan tersebut bisa · dari pihak eksternal dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 menyebutkan APIP itu terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden, Inspektorat Jenderal (ltjen)/lnspektorat Utama (lttama)llnspektorat yang bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Inspektorat Pemerintah Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur dan Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota Bupati/Walikota. Pemeriksaan yang bertanggung jawab intern yang dilakukan kepada oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya. Pengawasan bersitat membantu agar sasaran yang ditetapkan organisasi dapat tercapai, dan 4 secara dini menghindari t~rjadinya penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan dan kebocoran. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, waj ib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Pemyataan standar umum pertama SPKN adalah: "Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan". Dengan Pemyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai. Selain melakukan tugas audit, APIP dalam hal ini Inspektorat juga melakukan tugas reviu atas laporan keuangan Pemerintah Daerah, sebagaimana telah diamanatkan dalam PP Nomor 08 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja lnstansi Pemerintah dalam pasal 33 ayat 3 menyatakan APIP pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah 5 melakukan revm atas Laporan Keuangan dan Kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/walikota/bupati kepada pihakpihak yang berkepentingan. Laporan Keuangan dan Kinerja yang akan diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan dalam rangka pemberian opini, terlebih dahulu direviu oleh lnspektorat Kota/Kabupaten. Pelaksanaan reviu dilakukan dengan tujuan untuk" memberikan keyakinan terbatas bahwa laporan keuangan yang disaj ikan telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008 dalam paragraf standar umum mengatur kewajiban sebagai APIP, yakni dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, APIP harus independen dan para auditornya harus obyektif dalam pelaksanaan tugasnya". Hal ini mengandung arti bahwa independensi APIP serta obyektifitas auditor diperlukan agar kualitas hasil pekerjaan APIP meningkat. Selain wajib memiliki sikap independen seorang APIP dalam hal ini lnspektorat Kota/Kabupaten juga harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pimpinan APIP harus yakin bahwa Jatar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan pengawasan, audit, reviu serta kegiatan pengawasan lainnya yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan APIP wajib 6 menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di lingkungan APIP. Reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2008 adalah prosedur penelusuran angka-angka, permintaan keterangan dan analitis yang harus menjadi dasar memadai bagi Inspektorat untuk member keyakinan terbatas atas laporan keuangan bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut disajikan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang memadai dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Penelitian Efendy 2010 dengan mengambil kualitas audit sebagai variabel dependennya menemukan hasil bahwa kompetensi, independensi dan motivasi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit, namun secara parsial independensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Independensi dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit bersumber dari penelitian Christiawan (2002) dan Alim et a/. (2007). Hal yang sama dilakukan oleh Mardisar et al. (2007), yang memberikan hasil penelitian bahwa pekerjaan dengan kompleksitas rendah berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Kemudian Trisnaningsih (2007) menyatakan bahwa pemahaman good governance dapat meningkatkan kinerja auditor jika auditor tersebut selama dalam pelaksanaan pemeriksaan selalu menegakkan sikap independensi. 7 1.2 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya. (Widayat, 2004 : 20) Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : l. Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kualitas reviu laporan keuangan daerah? 2. Apakah independensi berpengaruh terhadap kualitas reviu laporan keuangan daerah? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan Jatar belakang masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan dapat dikemukakan sebagai berikut: I) Menguji pengaruh kompetensi terhadap kualitas reviu keuangan daerah. 2) Menguji pengaruh independensi terhadap kualitas reviu keuangan daerah. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian dan penyusunan tesis m1 diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Manfaat Teoristis Hasil dari penelitian m1 diharapkan dapat mengembangkan kemampuan mahasiswa atas ilmu yang diperoleh dengan kenyataan, 8 serta dapat menambah pemahaman, pengalaman dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Akuntansi Pemerintah. b. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi Pemerintah Kabupaten Buton dan Pemerintah Kota Baubau khususnya Inspektorat Kabupaten Buton dan Inspektorat Kota Baubau sebagai salah satu bahan acuan dalam meningkatkan kualitas reviu yang dilakukan aparat Inspektorat. 1.5 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah khususnya pegawai inspektorat mengenai penempatan auditor dalam melakukan reviu dan atau pemeriksaan keuangan daerah. Dengan memahami pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas reviu, maka pengambil kebijakan dapat mendorong pegawainya untuk meningkatkan kompetensinya.