BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Investasi
Menurut Fahmi (2012:3) Investasi dapat didefinisikan sebagai bentuk
pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan cara menempatkan dana
tersebut pada alokasi yang diperkirakan akan memberikan tambahan keuntungan.
Umumnya investasi dibagi menjadi dua yaitu investasi nyata seperti tanah, mesin
atau pabrik dan investasi keuangan seperti saham dan obligasi.
Terdapat dua jenis pasar yang digunakan sebagai tempat berinvestasi pada
investasi aset-aset finansial yaitu pasar uang dan pasar modal. Secara umum,
pasar
uang
adalah
pasar
internasional
untuk
pelaku
transaksi
yang
memperdagangkan instrumen jangka pendek seperti bankers, surat komersial dan
deposito sedangkan pasar modal adalah sebuah pasar tempat dana-dana modal
jangka panjang seperti saham dan obligasi (Fahmi, 2012:34).
Dalam berinvestasi khususnya dalam berinvestasi aset keuangan pada
pasar modal, hal mendasar yang perlu dipahami adalah keputusan dalam
berinvestasi. Investor tidak dapat begitu saja memutuskan untuk melakukan
investasi, ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar tujuan investor dalam
berinvestasi dapat tercapai. Hal yang perlu diperhatikan investor dalam
melakukan keputusan berinvestasi adalah tingkat return yang diharapkan, tingkat
risiko yang dipertimbangkan serta hubungan antara tingkat return yang
1
diharapkan dengan risiko yang dipertimbangkan (Brigham, 2011). Untuk
melakukan keputusan investasi, investor harus melakukan penilaian terhadap
saham yang akan dibeli pada suatu emiten di pasar modal.
2.1.2 Pasar Modal
Menurut Wiagustini (2010:19), pasar modal dirancang untuk investasi
jangka panjang seperti saham, obligasi dan sekuritas lainnya. Fahmi (2012:52)
menyatakan bahwa pasar modal adalah tempat berbagai pihak khususnya
perusahaan yang menjual saham dan obligasi dengan tujuan dari hasil penjualan
tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana. Sementara itu,
menurut Samsul (2006:43), secara umum pasar modal adalah tempat atau sarana
bertemunya antara penawaran dan permintaan atas instrument jangka panjang
yang berumur lebih dari setahun.
Menurut Wiagustini (2010:25), dari sudut pandang penerbit (emiten),
pasar modal merupakan suatu alternatif sumber pendanaan eksternal jangka
panjang dan memerlukan biaya modal yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan sistem pada bank. Bank merupakan perantara bagi kreditur dengan debitur
sehingga emiten perlu mengeluarkan biaya lebih banyak atas adanya biaya
intermediasi tersebut. Berbeda dengan berinvestasi pada pasar modal, biaya
intermediasi ini hilang karena penyaluran dana dari investor kepada emiten ini
dilakukan secara langsung tanpa perantara sehingga dapat memperkecil biaya
modal.
2
Bagi investor, pasar modal memberikan kesempatan kepada investor untuk
memperoleh hasil (return) yang diharapkan. Dalam pasar modal investor dapat
memilih berinvestasi sesuai dengan preferensi mereka, jika investor tersebut ingin
mendapat return optimal dengan tingkat risiko tertentu maka saham merupakan
instrument pilihannya dalam berinvestasi, namun jika investor tersebut enggan
mengambil risiko tinggi dan ingin berinvestasi pada jangka waktu tertentu maka
obligasi merupakan instrument yang tepat bagi investor. Jika pada saham, investor
mendapatkan return dari dividen yang akan diterimanya setiap akhir periode,
sedangkan pada obligasi investor mendapatkan return dari kupon yang diberikan
penerbit setiap periode hingga waktu jatuh tempo (Tandelilin, 2010).
2.1.3 Saham
Pengertian Saham menurut Gitman (2009:7) adalah bukti kepemilikan
yang paling murni atas kekayaan perusahaan. Menurut Mishkin (2008:4) saham
adalah suatu sekuritas yang memiliki klaim terhadap pendapatan dan aset sebuah
perusahaan dan sekuritas sendiri dapat diartikan sebagai klaim atas pendapatan
masa depan perusahaan yang dijual oleh perusahaan kepada investor. Secara
sederhana, saham dapat didefinisikan sebagai berikut : “Saham adalah surat
berharga sebagai bukti penyertaan atau kepemilikan individu maupun institusi
dalam suatu perusahaan”. Dengan memiliki saham, investor akan mempunyai hak
terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi dengan
pembayaran semua kewajiban perusahaan (Tandelilin, 2010:32).
3
Tandelilin (2010:32) menyatakan bahwa berdasarkan hak tagihan, saham
dibagi menjadi dua juga yaitu:
1) Saham Biasa
Pemegang saham biasa memiliki dua hak, hak pertama yaitu hak
proporsional pada berbagai keputusan penting dalam rapat umum
pemegang saham (RUPS). Hak kedua yaitu, hak klaim atas penghasilan
dan aktiva perusahaan. Apabila perusahaan menghasilkan laba dalam
menjalankan bisnisnya, maka sebagian atau seluruh laba dapat dibagikan
kepada pemiliknya, yaitu pemegang saham sebagai dividen.
2) Saham Preferen
Saham preferen merupakan saham yang mempunyai sifat
gabungan antara obligasi dan saham biasa. Saham preferen dapat
dikatakan serupa dengan saham biasa. Dividen pada saham preferen
biasanya dibayarkan dalam jumlah tetap. Pembagian dividen kepada
pemegang saham preferen lebih didahulukan sebelum diberikan kepada
pemegang saham biasa.
Ahmad (2004:7) menyatakan investasi saham merupakan investasi yang
memberikan keuntungan yang tidak pasti. Ketidak-pastian ini disebut dengan
risiko. Ada beberapa risiko dalam melakukan investasi yang akan dihadapi
investor yaitu :
4
1) Financial Risk
Risiko yang ditanggung oleh investor sebagai akibat ketidak-mampuan
emiten dalam memenuhi kewajiban membayarkan dividen atau bunga
obligasi serta pokok investasi.
2) Market Risk
Risiko menurunnya harga pasar secara substansial baik keseluruhan saham
maupun saham tertentu akibat inflasi, ekonomi negara, perubahan
manajemen perusahaan atau kebijakan pemerintah.
3) Risiko Psikologis
Risiko bagi investor yang bertindak secara emosional dan menanggapi
perubahan harga berdasarkan optimisme atau pesimisme yang dapat
mengakibatkan kenaikan atau penurunan harga saham.
Berdasarkan atas risiko-risiko yang dapat merugikan investor tersebut,
maka sebelum memutuskan untuk membeli saham investor harus melakukan
penilaian-penilaian atas saham tersebut agar nantinya saham tersebut dapat
menguntungkan bagi pihak investor.
2.1.4 Penilaian Saham
Model penilaian saham merupakan suatu mekanisme untuk mengubah
serangkaian variabel ekonomi atau variabel perusahaan yang diramalkan menjadi
dasar perkiraan harga saham. Dalam menilai saham di pasar modal diperlukannya
analisis terhadap berbagai variabel ekonomi makro yang perlu dipertimbangkan
5
dan membuat keputusan alokasi investasi melalui analisis fundamental seperti
(Tandelilin, 2010: 303) :
1) Analisis Ekonomi
Bertujuan untuk membuat keputusan alokasi penginvestasian dana di
beberapa negara atau dalam negeri dalam bentuk saham dan obligasi.
2) Analisis Industri
Berdasarkan analisis ekonomi, maka investor dapat menentukan industri
mana saja yang dapat menguntungkan.
3) Analisis Perusahaan
Berdasarkan hasil analisis industri, maka investor dapat menentukan
perusahaan-perusahaan mana yang berada dalam industri tersebut yang
berprospek baik.
Dalam analisis perusahaan terdapat dua analisis yang digunakan yaitu analisis
Eaning Per Share (EPS) dan analisis Price Earning Ratio (PER).
2.1.4.1 Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) adalah laba yang diperoleh oleh setiap satu
lembar saham. Sebuah perusahaan yang memiliki kinerja yang baik juga memiliki
kemampuan untuk mendapatkan laba perusahaan. Laba tersebut adalah laba
keseluruhan yang didapatkan perusahaan bukan laba yang seharusnya dibagikan
kepada setiap pemegang saham. Maka dari itu, agar investor mengetahui laba
perlembar sahamnya, investor dapat menghitungnya dengan cara (Tandelilin,
2010: 304):
6
…………...…………..………………...(1)
EPS =
2.1.4.2 Price Earning Ratio (PER)
Afza dan Tahir (2012) menyatakan salah satu pendekatan populer dengan
menggunakan nilai earning perusahaan untuk mengestimasi nilai intrinsik saham
adalah pendekatan PER atau disebut juga dengan pendekatan earning multiplier.
Informasi PER mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor
untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan (Tandelilin, 2010:320).
PER merupakan perbandingan antara harga pasar suatu saham (market
price) dengan Earning Per Share (EPS). Semakin tinggi PER maka kinerja
perusahaan diindikasikan semakin baik, namun sebaliknya semakin kecil nilai
PER maka semakin rendah pula pertumbuhan harga saham, hal ini
mengindikasikan kinerja perusahaan juga semakin menurun (Fabozzi, 2003:34).
Secara matematis, rumus untuk menghitung PER adalah sebagai berikut
(Tandelilin, 2010:320):
PER =
………………….………...…………………(2)
Apabila harga dibursa lebih rendah dari nilai intrinsik yang ditaksir dari
PER, maka saham tersebut merupakan saham yang sebaiknya dibeli.
2.1.5
Dividend Payout Ratio (DPR)
Rehman dan Takumi (2012) menyatakan bahwa DPR bersifat subyektif
terhadap profitabilitas perusahaan. Perusahaan yang memiliki return yang tinggi
7
diharapkan untuk membayar dividen yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan
yang memiliki tinggkat return yang rendah, karena semakin besar dividen yang
dibayarkan kepada pemegang saham maka akan semakin besar DPRnya. Menurut
Ross ddk. (2008:600), Investor menilai suatu asset dengan menilai dividen dimasa
yang akan datang karena investor tidak menyukai ketidak-pastian, maka jika
dividen yang dibagikan rendah harga saham perusahaan juga akan mengalami
penurunan.
Kebijakan dividen yang optimal pada suatu perusahaan adalah kebijakan
yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa
yang akan datang sehingga dapat memaksimumkan harga saham. Kenaikan atau
penurunan harga saham di pasar ini akan berdampak pada PER saham tersebut.
Jadi semakin tinggi harga saham yang dikarenakan kebijakan dividen yang tepat,
maka semakin tinggi pula nilai PER (Jones, 2015:235).
2.1.6
Return On Asset (ROA)
Menurut Horne dan Wachowicz (2005:235), ROA mengukur efektivitas
seluruh kegiatan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang
dimilikinya. Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta
perusahaan yang diperoleh dari modal sendiri maupun modal asing yang telah
diubah
oleh
perusahaan
menjadi
aktiva-aktiva
yang
digunakan
untuk
keberlangsungan kegiatan perusahaan. Semakin besar nilai ROA menunjukkan
kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian investasi
semakin besar. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
8
keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan
datang.
Semakin baik tingkat keuntungan bersih yang dapat diperoleh dari
penggunaan aktiva yang dimiliki maka rasio ini akan semakin baik. Hal ini
selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor sehingga
menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati investor karena tingkat
pengembalian (dividen) akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada
harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal, sehingga ROA akan
berpengaruh pada persepsi investor dalam penilaian saham (price earning ratio)
(Wild, Subramanyam dan Halsey, 2010:67).
2.1.7
Earning Growth
Menurut Harahap (2008:306) earning growth adalah tingkat pertumbuhan
laba saham yang diukur dengan earning per share, yaitu menunjukkan seberapa
besar kemampuan perlembar saham dalam menghasilkan laba. Investor akan rela
untuk membeli suatu saham dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan
saham perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan laba yang relative rendah
yang akan berdampak pada risiko yang tinggi.
Tinggkat pertumbuhan laba berpengaruh langsung pada PER. Bila tingkat
pertumbuhan laba perlembar saham mengalami kenaikan yang signifikan atau
berturut-turut maka hal itu akan mempengaruhi penilaian investor terhadap suatu
saham. Jika tingkat pertumbuhan laba pada suatu perusahaan rendah, maka akan
mengurangi minat investor untuk membeli saham kepada emiten.
9
2.1.8
Earning Variability
Earning yaitu semua pendapatan yang merupakan hasil usaha dalam
jangka waktu tertentu. Variability dapat diartikan fakta atau kebenaran dari suatu
kejadian seperti adanya perubahan baik dalam ukuran maupun bentuknya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa earning
variability adalah penerimaan pendapatan dalam jangka waktu tertentu yang
sifatnya dapat berubah-ubah dalam bentuk ataupun ukurannya yang bergantung
pada situasi dan kondisinya (Kustini dan Pratiwi, 2011). Nikoomaram et al.
(2011) menyatakan bahwa rasio ini menggambarkan seberapa besar perusahaan
dapat mempertahankan stabilitas laba dari setiap periodenya.
Earning Variability dianggap sebagai risiko perusahaan. Pada tingkat
variabilitas laba yang tinggi, maka perolehan laba perusahaan akan dianggap tidak
stabil, sehingga investor cenderung untuk tidak memilih membeli saham pada
perusahan tersebut karena risiko yang harus ditanggung investor akan tinggi. Jadi
hubungan antara tingkat earning variability dengan PER berlawanan yaitu
semakin tinggi earning variability maka semakin rendah PER.
2.2
Hipotesis
2.2.1
Pengaruh Dividend Payout Ratio terhadap Price Earning Ratio.
Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio) adalah dividen tunai
tahunan yang di bagi dengan laba tahunan atau dividen perlembar saham dibagi
dengan laba perlembar saham. Ratio tersebut menunjukkan persentase laba
perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham secara tunai (Horne dan
10
Wachowicz, 2007:207 ). DPR adalah keputusan manajemen perusahaan bahwa
berapa proporsi pendapatan yang harus dibagikan kepada investor dan berapa
proporsi pendapatan yang harus diinvestasikan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Luthan dan Rofiqoh (2004) DPR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap PER. Hasil penelitian yang sama
dilakukan oleh Afza dan Tahir (2012), Premkanth (2013) dan Arisona (2013)
yang menyatakan semakin tinggi DPR maka semakin tinggi PER, yang artinya
DPR berpengaruh positif terhadap PER.
Hal inilah yang menjadi dasar
pengembangan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
H1: Semakin tinggi Dividend Payout Ratio, maka semakin tinggi Price Earning
Ratio.
2.2.2
Pengaruh Return on Assets terhadap Price Earning Ratio.
Salah satu jenis rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan
atau profitabilitas suatu perusahaan adalah ROA. Dengan kata lain ROA adalah
ukuran keefektifan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan aset yang dimilikinya (Samuel and Ugwu, 2013). Semakin besar
ROA menunjukkan profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga akhirnya akan
berdampak pada peningkatan dividen satu saham.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ohadi dan Janani (2012), Hayati
(2010) dan Septadi ddk. (2013) menemukan bahwa ROA memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap PER. Hal ini berarti semakin tinggi ROA, maka
11
semakin tinggi PER. Hal inilah yang menjadi dasar pengembangan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini yaitu:
H2: Semakin tinggi Return On Assets, maka semakin tinggi Price Earning Ratio.
2.2.3
Pengaruh Earning Growth terhadap Price Earning Ratio.
Earning Growth adalah tingkat pertumbuhan laba yang diukur dengan
earning per share, yaitu menunjukkan seberapa besar kemampuan perlembar
saham dalam menghasilkan laba. Investor akan rela untuk membeli suatu saham
dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan saham perusahaan yang
memiliki tingkat pertumbuhan laba yang relatif rendah yang akan berdampak pada
risiko yang tinggi (Harahap, 2008:). Pasar Modal mengantisipasi perusahaan
untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan laba agar perusahaan dapat tetap
menjaga nilai sahamnya (Heidari et. al, 2012). Investor akan membeli saham
dengan PER yang tinggi asalkan memiliki pertumbuhan laba yang tinggi.
Temuan empiris yang mendukung pernyataan ini adalah hasil penelitian
Digregorio (2014), Truong (2009), Marli (2010), Ramadan (2015) dan Khan dan
Shaikh (2011) menyatakan bahwa earning growth berpengaruh postif dan
signifikan terhadap PER. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pertumbuhan laba
pada suatu perusahaan maka semakin tinggi PER. Hal inilah yang menjadi dasar
pengembangan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
H3: Semakin tinggi Earning Growth, maka semakin tinggi Price Earning Ratio.
12
2.2.4
Pengaruh Earning Variability terhadap Price Earning Ratio.
Earning yaitu semua pendapatan yang merupakan hasil usaha dalam
jangka waktu tertentu. Variability dapat diartikan fakta atau kebenaran dari suatu
kejadian seperti adanya perubahan baik dalam ukuran maupun bentuknya. Maka
dapat disimpulkan bahwa earning variability adalah penerimaan pendapatan
dalam jangka waktu tertentu yang sifatnya dapat berubah-ubah dalam bentuk
ataupun ukurannya yang bergantung pada situasi dan kondisinya (Kustini dan
Pratiwi, 2011).
Kustini dan Pratiwi (2011) dan Beaver dan More (1978) menyatakan
bahwa Earning Variability berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PER.
Karena semakin besar variabilitas laba berarti semakin besar risiko perusahaan.
Jadi hubungan antara tingkat earning variability dengan PER berlawanan yaitu
semakin tinggi earning variability maka semakin rendah PER. Hal inilah yang
menjadi dasar pengembangan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
H4: Semakin tinggi Earning Variability, maka semakin rendah Price Earning
Ratio.
13
Download