Mitos Modern tentang Peperangan Rohani, Bagian 1

advertisement
Bab Tigapuluh (Chapter Thirty)
Mitos Modern tentang Peperangan Rohani, Bagian 1
(Modern Myths about Spiritual Warfare, Part 1)
Pada tahun-tahun terakhir ini, peperangan rohani menjadi pokok bahasan yang makin
populer di kalangan gereja-gereja. Tetapi, banyak pengajaran bertentangan dengan
Alkitab. Sehingga, banyak pelayan di seluruh dunia mengajarkan dan mempraktekkan
peperangan rohani yang tak pernah Alkitab sebutkan. Tentu ada peperangan rohani yang
Alkitabiah, dan harus dipraktekkan dan diajarkan oleh setiap pelayan pemuridan.
Pada bab ini dan bab berikut, saya akan bahas sebagian kesalahpahaman yang paling
lazim tentang Setan dan peperangan rohani. Inilah ringkasan dari keseluruhan buku saya
berjudul, Modern Myths about Satan and Spiritual Warfare (Mitos-Mitos Modern tentang
Satan dan Peperangan Rohani). Buku itu dapat dibaca seluruhnya dalam Bahasa Inggris
pada situs kami www.shepherdserve.org.
Mitos #1: “Dalam kekekalan masa lalu, Allah dan Setan terlibat dalam
peperangan besar. Di masa kini, peperangan di alam semesta masih berlangsung
antara Allah dan Setan.”
Mitos unik ini bertentangan dengan satu kebenaran yang paling teguh dan mendasar
tentang Allah yang terungkap dalam Alkitab —bahwa Ia maha-kuasa, atau serba-bisa.
Yesus berkata bahwa segala sesuatu adalah mungkin bersama Allah (lihat Matius
19:26). Yeremia menegaskan bahwa tak ada hal yang terlalu sulit bagiNya (lihat
Yeremia 32:17). Tak seorangpun atau kekuatan apapun dapat menghentikanNya dalam
memenuhi rencana-rencanaNya (lihat 2 Tawarikh 20:6; Ayub 41:10; 42:2). Melalui
Yeremia Allah bertanya, “Sebab siapakah yang seperti Aku? … Siapakah gerangan
gembala yang tahan menghadapi Aku?” (Yeremia 50:44). Jawabannya adalah tak
seorangpun, Setanpun tidak.
Jika Allah benar-benar maha-kuasa seperti penegasan ayat-ayat Alkitab di atas, maka
untuk berkata bahwa Allah dan Setan berseteru dulu dan sekarang, berarti Ia tidak mahakuasa. Jika Allah kalah satu ronde, disudutkan oleh Setan atau harus melawannya dalam
waktu singkat, maka Ia tidaklah maha-kuasa sesuai pernyataanNya tentang siapa diriNya.
Komentar Yesus mengenai Kuasa Setan (Kristus’s Commentary on Setan’s
Power)
Yesus pernah berkata tentang kejatuhan Setan dari sorga. Hal ini membuat kita
memahami berapa kekuatan Setan dibandingkan kekuatan Allah yang maha-kuasa:
Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: "Tuhan,
juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu." Lalu kata Yesus kepada
mereka: "Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit”. (Lukas 10:17-18).
Ketika Allah maha-kuasa memerintahkan pengusiran Setan dari sorga, Setan tak
sanggup melawan. Yesus memilih metafora seperti kilat untuk menggambarkan
kecepatan jatuhnya Setan. Ia jatuh bukan seperti tetesan, tetapi seperti kilat. Setan pernah
ada di sorga satu detik, dan detik berikutnya —BOOM!— ia lenyap!
Jika, Allah dapat mengusir Setan dengan cepat dan mudah, tidaklah mengejutkan
bahwa hamba-hambaNya yang ditugaskan juga dapat mengusir roh-roh jahat dengan
cepat dan mudah. Seperti halnya murid-murid pertama Kristus, banyak orang Kristen kini
menghormati kuasa Iblis dan belum paham bahwa kuasa Allah sangat jauh lebih besar.
Allah adalah Pencipta, dan Setan hanyalah ciptaan. Setan bukan tandingan Allah.
Perang Yang Tak Pernah Ada (The War That Never Was )
Walaupun tampak aneh, kita perlu pahami bahwa Allah dan Setan tidak berseteru, tak
pernah berseteru, dan tidak akan pernah berseteru. Ya, Allah dan Setan memiliki
agenda-agenda berbeda, dan dapat dikatakan bahwa keduanya berseteru. Tetapi ketika
keduanya saling berseteru, dan Allah jauh lebih berkuasa dibandingkan Setan, maka
konflik-konflik di antara keduanya dianggap sebagai peperangan. Bisakah cacing tanah
berseteru dengan gajah? Seperti halnya cacing, Setan yang lemah berupaya melawan
Pribadi yang sangat jauh lebih berkuasa. Perlawanannya cepat dikalahkan, dan ia diusir
dari sorga “secepat kilat.” Tak ada peperangan —hanya ada pengusiran.
Jika Allah maha-kuasa, maka Setan tidak sedikitpun sanggup menghalangi Allah untuk
melakukan kehendakNya. Dan jika Allah izinkan Setan untuk berbuat sesuatu, akhirnya
tindakan itu hanya untuk menggenapi kehendak ilahiNya. Kebenaran itu akan menjadi
sangat jelas ketika kita selidiki ayat-ayat Alkitab tentang pokok bahasan di atas.
Yang menarik adalah kuasa tertinggi Allah atas Setan yang tidak hanya ditunjukkan di
masa lalu tetapi akan juga ditunjukkan di masa depan. Kita baca dalam kitab Wahyu
bahwa seorang malaikat akan mengikat Setan dan memenjarakannya selama seribu tahun
(lihat Wahyu 20:1-3). Kejadian nanti itu tidak dianggap sebagai peperangan antara Allah
dan Setan, lebih dari pengusiran Setan dari sorga yang dianggap sebagai peperangan.
Perlu dicatat bahwa Setan tak berkuasa menghancurkan penjaranya dan hanya akan
dilepaskan ketika maksud Allah dipenuhi (lihat Wahyu 20:7-9).
Bagaimana Dengan “Perang di Sorga” di Masa Depan? (What About the Future
“War in Heaven”?)
Jika benar Allah dan Setan tidak berperang, tak pernah berperang, dan tak akan pernah
berperang, lalu mengapa kitab Wahyu bercerita tentang perang nanti di sorga yang
melibatkan Setan (lihat Wahyu 12:7-9)? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mudah.
Perhatikan, perang itu akan berlangsung antara Mikhael dengan para malaikatnya dan
Setan dengan para malaikatnya. Dalam perang itu, tak disebutkan keterlibatan Allah.
Jika Ia terlibat, konflik tidak dapat disebut sebagai perang, karena Allah maha-kuasa,
yang dengan mudah dapat memadamkan perlawanan di suatu saat seperti yang telah Ia
buktikan.
Para malaikat, termasuk Mikhael, tidaklah maha-kuasa, sehingga konflik mereka
dengan Setan dan para malaikatnya dapat digambarkan sebagai perang karena akan ada
konflik nyata selama waktu tertentu. Namun, dalam keadaan lebih kuat, para
malaikatNya akan mengalahkan Setan dan gerombolannya.
Mengapa Allah tidak terlibat secara pribadi dalam peperangan itu, dengan membiarkan
para malaikatNya? Saya tak tahu. Tentu, Allah maha-tahu sadar bahwa para malaikatNya
dapat memenangkan perang, sehingga mungkin Allah tak perlu terlibat secara pribadi.
Saya yakin, Allah dengan mudah dan cepat sanggup mengenyahkan bangsa Kanaan
yang jahat di zaman Yosua, tetapi Ia memilih menugaskan bangsa Israel. Yang Allah
dapat lakukan dalam beberapa detik, Ia mau bangsa Israel melakukannya dengan susah
payah selama berbulan-bulan. Mungkin Allah lebih senang dengan cara itu karena
peperangan itu memerlukan iman bangsa Israel. Mungkin itu sebabnya Ia secara pribadi
takkan terlibat dalam peperangan di sorga nanti. Tetapi, Alkitab tidak mengatakan hal itu.
Hanya karena akan ada perang di sorga nanti antara Mikhael dibantu para malaikatnya
dan Setan dibantu para malaikatnya, tak ada alasan untuk kita berpikir bahwa Allah tidak
maha-kuasa —dan peperangan Israel di Kanaan bukan alasan pemikiran kita bahwa Allah
tidak maha-kuasa.
Apakah Setan tidak Dikalahkan oleh Yesus di Kayu Salib (Was Not Satan
Defeated by Jesus on the Cross?)
Akhirnya, berkenaan dengan mitos pertama tentang peperangan Allah dan Setan, saya
simpulkan dengan memahami pernyataan: Yesus mengalahkan Setan di kayu salib.
Alkitab sebenarnya tak pernah berkata bahwa Yesus mengalahkan Setan di kayu salib.
Saat kita berkata bahwa Yesus mengalahkan Setan, seolah Yesus dan Setan berperang,
yang berarti Allah tidak maha-kuasa dan Setan di bawah kuasa penuh Allah. Ada cara
menurut Alkitab dalam menggambarkan kejadian terhadap Setan ketika Yesus
menyerahkan hidupNya di Kalvari. Misalnya, Alkitab bercerita bahwa melalui kematianNya, Ia membuat “dia tak berdaya yang memiliki kuasa atas maut” (lihat Ibrani 2:14-15).
Sejauh mana Yesus membuat Setan tak berdaya? Jelas, Setan sama sekali bukan tanpa
kekuatan, atau jika tidak rasul Yohanes tak pernah menuliskan, “Seluruh dunia berada di
bawah kuasa si jahat.” (1 Yohanes 5:19, tambahkan penekanan). Menurut Ibrani 2:14-15,
Setan dibuat tak berdaya dalam hal “kuasa atas maut.” Apa artinya?
Alkitab mengacu pada tiga jenis kematian: kematian rohani, kematian tubuh, dan
kematian kedua.
Seperti kita pelajari pada bab sebelumnya, kematian kedua (atau kematian kekal)
disebutkan dalam Wahyu 2:22; 20:6, 14; 21:8, dan saat itu orang-orang tidak percaya
akan dilemparkan ke dalam lautan api.
Kematian tubuh terjadi ketika roh meninggalkan tubuh, lalu tubuh jadi tak berfungsi.
Kematian rohani menggambarkan kondisi roh manusia yang belum dilahirkan kembali
melalui Roh Kudus. Orang yang mati rohani memiliki roh yang jauh dari Allah, roh yang
memiliki perangai dosa, roh yang sebagian menyatu dengan Setan. Efesus 2:1-3 membuat
gambaran tantang orang yang mati rohani:
Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu
hidup di dalam nya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati
penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara
orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara
mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak
daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang
harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.
Paulus menulis bahwa orang-orang Kristen di Efesus sudah mati dalam segala
pelanggaran dan dosa. Jelas ia tak menyebutkan kematian tubuh karena ia menyurati
orang-orang yang tubuhnya masih hidup. Karena itu, pastilah ia berkata bahwa mereka
sudah mati, secara rohani.
Apa yang membuat mereka mati rohani? “Berbagai pelanggaran dan dosa mereka”.
Mengingat Allah berkata kepada Adam bahwa pada hari ia tidak taat, ia akan mati (lihat
Kejadian 2:17). Allah tidak berbicara tentang kematian tubuh, tetapi kematian rohani,
karena Adam tidak mati tubuh pada hari ia memakan buah terlarang. Sebaliknya, ia mati
rohani pada hari itu, dan ia tidak mati tubuh sampai ratusan tahun kemudian.
Selanjutnya Paulus berkata bahwa jemaat Efesus, sebagai orang-orang mati rohani,
telah berjalan dalam (atau melakukan) berbagai pelanggaran dan dosa, dengan mengikuti
“arus dunia” (melakukan hal yang orang lain lakukan) dan mengikuti “penguasa di
udara.”
Siapakah “penguasa di udara”? Ialah Setan, yang memerintah wilayah kegelapan
sebagai penguasa utama atas roh-roh jahat lainnya yang menghuni udara. Roh-roh jahat
itu disebutkan dengan berbagai kedudukan dalam satu pasal kitab Efesus (Efesus 6:12).
Paulus berkata bahwa raja kegelapan ialah “roh yang kini bekerja pada anak-anak yang
tidak taat.” Ungkapan “anak-anak yang tidak taat” hanyalah gambaran lain bagi semua
orang tidak percaya, yang menekankan perangai berdosa mereka. Paulus lalu berkata
bahwa mereka “pada dasarnya adalah orang-orang yang harus dimurkai” (Efesus 2:3,
tambahkan penekanan). Dan ia berkata bahwa Setan sedang bekerja di dalam diri mereka.
Iblis Menjadi Bapa (The Devil for a Dad)
Disadari atau tidak, orang yang belum selamat sedang mengikuti Setan dan menjadi
warga kerajaan kegelapan. Mereka memiliki sifat jahat dan egois di dalam roh-roh
mereka yang mati rohani. Setan adalah tuhan dan bapa rohani mereka. Karena itu Yesus
pernah berkata kepada beberapa pemimpin agama yang belum selamat: “Iblislah yang
menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu” (Yohanes
8:44).
Itulah gambaran tak menyenangkan dari orang yang belum dilahirkan kembali! Ia
hidup dalam keadaan mati rohani, penuh dengan perangai Setan, yang menuju pada
kematian fisik yang pasti datang yang sangat ditakutinya; dan apakah disadari atau tidak,
kelak ia akan mengalami kematian terburuk, kematian kekal, karena ia akan dilemparkan
ke dalam lautan api.
Yang sangat penting dipahami adalah bahwa kematian rohani, kematian fisik dan
kematian kekal adalah wujud murka Allah atas manusia yang berdosa, dan Setan
ikutserta dalam semuanya itu. Allah izinkan Setan memerintah atas kerajaan kegelapan
dan atas semua orang yang “menyukai kegelapan” (Yohanes 3:19). Sehingga, Allah
berkata kepada Setan, “Melalui kuasamu, engkau dapat menawan mereka yang tidak
berserah kepadaKu.” Setan menjadi alat murka Allah terhadap pemberontakan manusia.
Karena semua telah berdosa, semuanya ada di bawah kekuasaan Setan, yang dikuasai
oleh perangainya dalam roh-roh mereka dan tertawan untuk melakukan kehendaknya
(lihat 2 Timotius 2:26).
Tebusan untuk Keadaan Kita yang Tertawan (The Ransom for Our Captivity)
Syukur kepada Allah bahwa Ia berbelas-kasihan kepada umat manusia, dan karena
belas-kasihNya itu, tak seorangpun harus hidup tanpa belas-kasihan. Karena kematian
Yesus sebagai tebusan memenuhi tuntutan keadilan ilahi, semua yang percaya pada
Kristus dapat terhindar darii kematian rohani dan tawanan Setan karena Allah tak lagi
memurkai mereka. Ketika kita percaya pada Tuhan Yesus, Roh Kudus memasuki roh kita
dan melenyapkan perangai Setan, maka roh kita akan dilahirkan kembali (lihat Yohanes
3:1-16) dan memungkinkan kita untuk berperangai ilahi dari Allah (lihat 2 Petrus 1:4).
Kembali kepada pertanyaan awal kita. Ketika penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa
melalui kematianNya, Yesus menyebabkan “tak berdaya dia yang memiliki kuasa atas
kematian, yakni Iblis”; maksud penulis kitab Ibrani adalah bahwa kuasa kematian rohani,
yang Setan miliki atas setiap orang yang belum selamat, telah dipatahkan bagi semua
mereka yang “di dalam Kristus.” Kita dijadikan hidup secara rohani oleh karena Kristus
telah membayar hutang atas dosa-dosa kita.
Lagipula, karena kita tak lagi mati rohani dan tidak dalam kuasa Setan, tak perlu takut
akan kematian tubuh, karena kita tahu bahwa warisan yang mulia dan kekal menanti kita.
Akhirnya, oleh karena Yesus, kita telah dibebaskan dari penderitaan atas kematian
kedua, yakni terbebas dari pembuangan ke dalam lautan api.
Apakah Yesus mengalahkan Iblis di kayu salib? Tidak, karena tak ada peperangan
antara Yesus dan Setan. Tetapi Yesus membuat Setan tak berkuasa atas kematian rohani,
oleh mana Setan menawan orang yang belum selamat dalam dosa. Setan masih
memegang kuasa kematian rohani atas orang yang belum selamat, tetapi Setan tak
berdaya atas orang-orang yang ada di dalam Kristus.
Perlucutan terhadap Para Penguasa (The Disarming of the Powers)
Hal itu juga membantu kita untuk memahami pernyataan Paulus tentang “perlucutan
pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa” yang terdapat dalam Kolose 2:13-15:
Kamu juga, meskipun dahulu mati [secara rohani] oleh pelanggaranmu dan oleh
karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama
denganNya, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan
menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan
mengancam kita. Dan itu ditiadakanNya dengan memakukannya pada kayu salib:
Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan
mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka. (tambahkan
penekanan).
Paulus memakai metafora dalam perikop ini. Pertama, ia bandingkan perasaan
bersalah kita dengan “surat hutang”. Kristus sudah melunasi hutang yang tak sanggup
kita bayar; Ia menebus hutang-dosa kita di kayu salib.
Kedua, seperti raja-raja zaman dulu melucuti persenjataan dari musuh-musuh yang
kalah dan dengan penuh kemenangan mengarak mereka di jalan-jalan kota, sehingga
kematian Kristus adalah kemenangan atas ”pemerintah-pemerintah dan penguasapenguasa”, yakni roh-roh jahat kelas bawah yang memerintah manusia-manusia yang
memberontak, dengan menjadikan mereka sebagai tawanan.
Berdasarkan perikop itu, tak dapatkah kita katakan bahwa Kristus mengalahkan Setan?
Mungkin, namun ada syaratnya. Kita harus ingat bahwa pada perikop itu, Paulus menulis
dengan memakai metafora. Dan setiap metafora punya maksud, di mana kemiripan
menjadi ketidakmiripan, seperti yang kita pelajari pada bab Penafsiran Alkitab.
Kita harus hati-hati menafsirkan metafora Paulus pada Kolose 2:13-15. Jelas, tak ada
“surat hutang” nyata yang mencantumkan semua dosa kita yang tertulis dalam surat yang
terpaku di salib. Namun, surat itu adalah simbol perbuatan Yesus.
Demikian juga, dalam arti sebenarnya, Yesus tidak melucuti pedang dan perisai dari
roh-roh jahat yang menguasai umat manusia yang belum selamat, dan tidak mengarak
mereka di depan banyak orang di jalan-jalan. Bahasa yang Paulus pakai adalah simbol
perbuatan Yesus bagi kita. Kita ditawan oleh roh-roh jahat. Tetapi, dengan kematianNya
untuk dosa-dosa kita, Yesus membebaskan kita dari tawanan. Dalam arti sebenarnya,
Yesus tidak berperang melawan roh-roh jahat dan roh-roh itu tidak berperang
melawanNya. Dengan persetujuan Allah, roh-roh jahat itu menguasai seluruh kehidupan
kita. ”Peralatan perang” roh-roh itu diarahkan ke kita, bukan kepada Kristus. Tetapi,
Yesus “melucuti” roh-roh itu. Roh-roh itu tak dapat menawan kita lebih lama lagi.
Janganlah pikir bahwa ada peperangan selama berabad-abad lamnya antara Yesus dan
roh-roh jahat dari Setan, dan akhirnya Yesus memenangkan peperangan di atas salib. Jika
kita berkata bahwa Yesus mengalahkan Iblis, yakinlah bahwa kita mengerti bahwa Ia
mengalahkan Iblis untuk kita, dan bukan untuk diriNya.
Saya pernah mengejar seekor anjing yang menakuti bayi perempuan saya di halaman
rumah. Dapat dikatakan, saya mengalahkan anjing itu, tetapi harap anda pahami bahwa
anjing itu bukan ancaman bagi saya, tetapi bagi anak saya. Sama halnya dengan Yesus
dan Setan. Yesus mengusir Setan, yang tak menghiraukan Dia, agar menjauhi kita.
Bagaimana Ia mengusir Setan? Ia melakukannya dengan menanggung hukuman atas
dosa-dosa kita, sehingga kita terbebas dari perasaan bersalah di hadapan Allah, dan kita
terbebas dari murka Allah; dan roh-roh jahat, yang Allah izinkan untuk memperbudak
manusia yang suka berontak, tak lagi berhak memperbudak kita. Puji Tuhan untuk itu!
Dengan demikian kita menuju ke tempat yang tepat untuk menguji mitos kedua.
Mitos #2: “Ada peperangan yang terus-menerus dalam alam roh antara para
malaikat Tuhan dan para malaikat Setan. Hasil peperangan itu ditentukan oleh
peperangan rohani.”
Kita sudah belajar dari kitab Wahyu bahwa suatu hari akan ada perang di sorga antara
Mikhael yang dibantu para malaikatnya dan Setan yang dibantu para malaikatnya. Juga,
hanya ada satu perang malaikat yang Alkitab sebutkan, yakni dalam Daniel pasal 10.1
Daniel berkata bahwa ia sedang berduka selama tiga minggu di tahun ketiga
pemerintahan raja Sirus dari Persia, ketika muncul seorang malaikat kepadanya di pinggir
Sungai Tigris. Kunjungan malaikat itu hendak memberi pemahaman kepada Daniel
tentang masa depan Israel, dan kita sudah pelajari perkataan kepada Daniel pada bab
sebelumnya tentang Pengangkatan dan Akhir Zaman. Selama percakapan antara Daniel
dan malaikat tanpa nama itu, malaikat itu berkata kepada Daniel:
Lalu katanya kepadaku: "Janganlah takut, Daniel, sebab telah didengarkan
perkataanmu sejak hari pertama engkau berniat untuk mendapat pengertian dan
untuk merendahkan dirimu di hadapan Allahmu, dan aku datang oleh karena
perkataanmu itu. Pemimpin kerajaan orang Persia berdiri dua puluh satu hari
lamanya menentang aku; tetapi kemudian Mikhael, salah seorang dari pemimpinpemimpin terkemuka, datang menolong aku, dan aku meninggalkan dia di sana
berhadapan dengan raja-raja orang Persia. (Daniel 10:12-13, tambahkan
penekanan).
Daniel paham bahwa doanya telah didengar tiga minggu sebelum pertemuannya
dengan malaikat itu, tetapi malaikat itu membutuhkan waktu tiga minggu untuk menemui
Daniel. Penundaan kedatangan malaikat itu disebabkan oleh perlawanan “pemimpin
kerajaan orang Persia”. Tetapi, malaikat itu sanggup melewatinya ketika Mikhael, “salah
seorang penghulu malaikat”, datang membantunya.
Ketika malaikat hampir saja meninggalkan Daniel, malaikat itu berkata kepadanya,
Lalu katanya: "Tahukah engkau, mengapa aku datang kepadamu? Sebentar lagi aku
kembali untuk berperang dengan pemimpin orang Persia, dan sesudah aku selesai
1
Ada dua kemungkinan keberatan yang dijawab: (1) Yudas menyebutkan perselisihan antara Mikhael dan
Setan tentang mayat Musa, namun tak ada sebutan peperangan sebenarnya. Kenyataannya, Yudas
menyatakan kepada kita bahwa Mikhael “tidak berani menghakimi Iblis itu dengan kata-kata hujatan,
tetapi berkata: "Kiranya Tuhan menghardik engkau!” (Yudas 1:9). (2) Ketika Elisa dan hambanya
dikepung oleh tantara Siria di kota Dotan, Elisa berdoa kepada Allah untuk membukakan mata hamba
itu (2 Raja-Raja 6:15-17). Dengan demikian, hambanya melihat “kuda-kuda dan kereta-kereta yang
berhiaskan api” yang kita asumsikan dinaikkan dan ditaklukkan dan diduduki oleh pasukan para
malaikat di dalam alam roh. Tetapi, itu bukanlah indikasi pasti bahwa para malaikat sudah atau hampir
saja terlibat peperangan dengan para malaikat Setan. Malaikat-malaikat kadang-kadang dipakai oleh
Allah untuk melaksanakan murkaNya melawan orang-orang jahat, sebuah contih adalah pembunuhan
185,000 tentara Asyur oleh seorang malaikat, yang dicatat dalam 2 Raja-Raja 19:35.
dengan dia, maka pemimpin orang Yunani akan datang. Namun demikian, aku akan
memberitahukan kepadamu apa yang tercantum dalam Kitab Kebenaran. Tidak ada
satupun yang berdiri di pihakku dengan tetap hati melawan mereka, kecuali
Mikhael, pemimpinmu itu (Daniel 10:20-21).
Beberapa fakta menarik dapat dipelajari dari perikop Alkitab di atas. Kita bisa pahami
lagi bahwa para malaikat Allah tidak maha-kuasa, dan mereka bisa ikut memerangi para
malaikat jahat.
Kedua, kita pahami bahwa beberapa malaikat (seperti Mikhael) lebih kuat
dibandingkan malaikat-malaikat lain (seperti malaikat yang berbicara kepada Daniel).
Pertanyaan yang Tak Sanggup Dijawab (Questions for Which We Have No
Answers)
Kita bisa bertanya “Mengapa Allah tidak mengutus Mikhael dengan pesan untuk
Daniel pertama-tama sehingga tak terjadi penundaan tiga minggu?” Faktanya, Alkitab
tidak menyatakan penyebab Allah mengutus malaikat yang Ia tahu pasti tak akan sanggup
mengalahkan “pemimpin orang Persia” tanpa bantuan Mikhael. Nyatanya, kita tak tahu
mengapa Allah memakai siapapun malaikat untuk membawa pesan kepada seseorang!
Mengapa tidak Ia pergi secara pribadi, atau berbicara langsung kepada Daniel, atau
membawa sementara Daniel ke sorga untuk berkata kepadanya? Entahlah.
Tetapi apakah perikop itu membuktikan bahwa ada peperangan yang berkelanjutan
dalam alam roh antara para malaikat Allah dan para malaikat Setan? Tidak, terbukti
bahwa, ribuan tahun lalu terjadi satu kali peperangan selama tiga minggu antara salah
satu malaikat lemah dari Allah dan salah satu malaikat Setan yang bernama “pemimpin
kerajaan orang Persia”; peperangan itu, jika Allah kehendaki, tak akan mungkin pernah
terjadi. Satu-satunya peperangan malaikat yang disebutkan dalam seluruh Alkitab adalah
peperangan nanti di sorga, yang terdapat dalam kitab Wahyu. Hanya itu. Mungkin sudah
ada peperangan lain antar malaikat, tetapi kita hanya bisa menduga begitu.
Mitos Berdasarkan Mitos (A Myth Based Upon a Myth)
Apakah kisah Daniel dan pemimpin kerajaan orang Persia membuktikan bahwa
peperangan rohani kita dapat menentukan hasil peperangan malaikat? Lagi-lagi, ide itu
berasumsi (berdasarkan beberapa ayat Alkitab) bahwa ada peperangan malaikat yang
rutin terjadi. Kita menduga bahwa, ya, sering terjadi peperangan malaikat. Apakah kisah
Daniel itu membuktikan bahwa peperangan rohani kita dapat menentukan hasil
peperangan malaikat yang mungkin benar-benar terjadi?
Pertanyaan yang sering diajukan oleh mereka yang menyampaikan mitos itu adalah,
“Bagaimana bila Daniel berhenti mencari Tuhan setelah sehari?” Tentu, jawaban atas
pertanyaan itu tak seorangpun tahu, karena faktanya Daniel tidak berhenti mencari Allah
dalam doa sampai tibanya malaikat yang tak bernama itu. Implikasi pertanyaan itu adalah
memberikan keyakinan kepada kita bahwa melalui peperangan rohani yang terus
berlanjut, Daniel adalah kunci kepada terobosan dari malaikat yang tak bernama di surga.
Jika Daniel berhenti berperang secara rohani, tampaknya malaikat itu tak pernah berhasil
mengalahkan pemimpin kerajaan orang Persia itu. Mereka yang menyampaikan mitos
ingin agar kita percaya bahwa kita, seperti Daniel, harus terus melakukan peperangan
rohani, atau jika tidak malaikat jahat dapat mengalahkan salah satu malaikat Allah.
Pertama, saya tekankan bahwa Daniel tidak “melakukan peperangan rohani”—ia
sedang berdoa kepada Allah. Tak ada sebutan tentang Daniel yang berkata sesuatu
kepada para malaikat setan, atau mengikat mereka, atau “berperang” melawan mereka.
Nyatanya, Daniel tak tahu bahwa ada peperangan malaikat yang terus-menerus sampai
tiga minggu berlalu dan malaikat yang tak bernama itu muncul kepadanya. Selama tiga
minggu, Ia berpuasa dan mencari Allah.
Jadi, kita ungkapkan kembali pertanyaan itu: Jika Daniel berhenti berdoa dan mencari
Allah setelah satu atau dua hari, apakah malaikat tak bernama itu gagal membawa pesan
Allah kepadanya? Entahlah. Tetapi, saya tekankan bahwa malaikat tak bernama itu tak
pernah berkata kepada Daniel, “Adalah baik anda terus berdoa, jika tidak anda tidak akan
pernah berhasil.” Malaikat itu berterima kasih kepada Mikhael atas terobosannya.
Jelaslah, Allah mengutus malaikat tak bernama itu dan Mikhael, dan Ia mengutus mereka
untuk menjawab doa Daniel untuk memahami apa yang akan terjadi nanti bagi Israel.
Kita asumsikan bahwa jika Daniel berhenti berpuasa atau mencari Allah, Allah akan
berkata, “O.K. kalian berdua malaikat, Daniel telah berhenti berpuasa dan berdoa, jadi
meskipun saya utus salah satu dari kalian untuk membawa pesan kepadanya pada hari
pertama ia mulai berdoa, lupakan penyampaian pesan itu kepada Daniel. Tampaknya tak
akan pernah ada pasal 11 atau pasal 12 dalam kitab Daniel.”
Daniel bertekun dalam doa (bukan “peperangan rohani”), dan Allah menjawab doanya
dan mengutus para malaikat. Kita juga harus tekun berdoa kepadaNya, dan jika Allah
menghendakinya, jawaban bisa tiba-tiba muncul dengan bantuan malaikat. Tetapi jangan
lupa, ada banyak contoh malaikat yang membawa pesan-pesan penting kepada orangorang dalam Alkitab di mana tak disebutkan ada orang yang berdoa, yang tak sebanding
dengan doa tiga minggu.2 Kita perlu tetap seimbang. Lagipula, ada bagian-bagian contoh
malaikat yang menyampaikan pesan kepada orang-orang dalam Alkitab yang tidak
menyebutkan malaikat dalam perjalanan dari sorga yang harus berperang melawan
malaikat Setan. Para malaikat Tuhan itu bisa saja memerangi para malaikat jahat untuk
menyampaikan pesan-pesan, tetapi jika mereka melakukannya, kita tak tahu tentang itu,
karena Alkitab tidak mengatakannya.
Jadi kita lanjutkan ke mitos ketiga yang diyakini banyak orang.
Mitos #3: “Ketika Adam Jatuh, Setan Mengambil Hak Adam untuk
Mengendalikan Dunia.”
Apa sebenarnya yang terjadi pada Setan saat manusia jatuh dalam dosa? Sebagian
orang menganggap bahwa Setan mendapat promosi besar ketika Adam jatuh. Kata
mereka, Adam adalah “allah asli dunia ini”, tetapi ketika Adam jatuh dalam dosa, Setan
menduduki posisi itu, sehingga memberinya hak untuk melakukan semaunya di bumi.
Bahkan Allah konon tak kuasa untuk menghentikannya sejak itu, karena Adam memiliki
“hak legal” untuk memberikan posisinya kepada Setan, dan Allah harus menghormati
perjanjianNya dengan Adam yang kini menjadi milik Setan. Setan konon memiliki “hak
Adam”, dan Allah tak sanggup menghentikan Setan sampai “hak Adam habis.”
Benarkah teori itu? Apakah Setan mendapatkan “hak Adam” ketika manusia jatuh
dalam dosa?
Tentu tidak. Setan tak mendapatkan apa-apa ketika manusia jatuh dalam dosa kecuali
kutukan dari Allah dan janji ilahi penghancuran total.
Faktanya, Alkitab tak pernah berkata bahwa Adam adalah “allah asli dunia ini.”
Kedua, Alkitab tak pernah berkata bahwa Adam mempunyai hak legal untuk memberikan
kuasa kepada siapapun. Ketiga, Alkitab tak pernah berkata bahwa Adam memiliki hak
2
Lihat, misalnya, Matius 1:20; 2:13, 19; 4:11; Lukas 1:11-20, 26-38.
yang kelak akan berakhir. Semua ide itu tidak Alkitabiah.
Apa kuasa yang dimiliki oleh Adam dari awal? Dalam kitab Kejadian, Allah berkata
kepada Adam dan Hawa untuk “beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi
dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:28, tambahkan penekanan).
Allah tak berkata apapun kepada Adam tentang menjadi seorang “allah” atas bumi,
atau ia dapat mengendalikan segala sesuatu, seperti cuaca, dan semua orang nanti yang
akan dilahirkan, dan seterusnya. Allah memberikan kuasa kepada dua manusia pertama -Adam dan Hawa-- atas ikan-ikan, burung-burung dan hewan-hewan dan memerintahkan
semuanya untuk memenuhi dan menaklukkan bumi.
Ketika Allah berbicara tentang penghukuman atas manusia, Ia tak berkata apapun
tentang Adam yang kehilangan posisinya sebagai “allah dunia ini.” Dan, Ia tak berkata
apapun kepada Adam atau Hawa tentang kehilangan kuasa atas ikan-ikan, burung-burung
dan hewan-hewan. Kenyataannya, saya anggap bahwa umat manusia jelas masih
memiliki kuasa atas ikan-ikan dan burung-burung dan “setiap mahluk yang merayap.”
Manusia masih memenuhi bumi dan menaklukkannya. Ketika jatuh dalam dosa, Adam
tidak kehilangan kuasa aslinya yang diberikan oleh Allah.
Apakah Setan bukan “Allah Dunia Ini”? (Isn’t Satan “God of This World”?)
Tidakkah Paulus menyebut Setan sebagai “allah dunia ini”, dan Yesus menyebutnya
sebagai “penguasa dunia ini”? Ya, betul, tetapi baik Paulus maupun Yesus tak membuat
isyarat bahwa Adam dulunya adalah “allah dunia ini” atau bahwa Setan mendapatkan
sebutan itu dari Adam ketika ia jatuh.
Tambahan pula, sebutan Setan sebagai “allah dunia ini” tak membuktikan bahwa Setan
dapat melakukan sesuatu yang ia mau di bumi atau tak membuktikan bahwa Allah tak
berdaya menghentikannya. Yesus berkata, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di
sorga dan di bumi” (Matius 28:18, tambahkan penekanan). Jika Yesus memiliki segala
kuasa di bumi, maka Setan dapat bekerja hanya atas izinNya.
Siapa yang memberikan semua kuasa di sorga dan di bumi kepada Yesus? Allah Bapa
Sendiri yang memilikinya untuk diberikan pada Yesus. Itu sebabnya Yesus berbicara
tentang Bapanya sebagai “Tuhan langit dan bumi” (Matt 11:25; Lukas 10:21, tambahkan
penekanan). Allah sudah memiliki semua kuasa atas bumi sejak Ia menciptakannya.
Awalnya Ia memberikan sedikit kuasa kepada manusia, dan umat manusia tak pernah
kehilangan apa yang telah Allah berikan sejak awal.
Ketika Alkitab berbicara tentang Setan, allah atau penguasa dunia ini, itu berarti
orang-orang dunia (yang belum lahir kembali) sedang mengikuti Setan. Setan adalah
oknum yang dilayani oleh orang-orang dunia, apakah mereka sadari atau tidak. Ia adalah
allah mereka.
Tawaran Harta Milik dari Setan (Setan’s Real-Estate Offer?)
Teori Setan-Menang didasarkan pada kisah pencobaan Setan terhadap Yesus di padang
gurun, yang dicatat oleh Matius dan Lukas. Kita perhatikan kisahnya dalam kitab Lukas,
untuk memahami apa yang dapat kita pelajari:
Kemudian ia [Setan] membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam
sekejap mata ia memperlihatkan kepadaNya semua kerajaan dunia. Kata Iblis
kepada-Nya: "Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu,
sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada
siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu
akan menjadi milik-Mu." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ada tertulis: Engkau
harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau
berbakti!" (Lukas 4:5-8).
Apakah kejadian itu membuktikan bahwa Setan mengendalikan segala sesuatu di
dunia, ataukah Adam menyerahkan kuasa itu kepadanya, atau Allah tak berdaya
menghentikan Iblis? Tidak, demi berbagai alasan.
Pertama, kita harus hati-hati mendasarkan teologi kita pada pernyataan seseorang yang
Yesus sebut sebagai “bapa segala dusta” (Yohanes 8:44). Setan terkadang mengatakan
kebenaran, tetapi dalam hal ini, kita harus hati-hati, karena perkataan Setan tampak
bertentangan dengan apa yang Allah sudah katakan.
Pasal keempat kitab Daniel mengisahkan penghinaan Nebukadnezar, raja yang sangat
menyombongkan posisi dan prestasinya, yang diberitahu oleh nabi Daniel bahwa ia akan
diberikan pikiran hewan sampai ia mengakui bahwa “Yang Mahatinggi berkuasa atas
kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Daniel
4:25, tambahkan penekanan). Empat kali pernyataan yang sama itu dibuat terkait dengan
kisah tersebut, dengan menekankan arti pentingnya (lihat Daniel 4:17, 25, 32; 5:21).
Perhatikan bahwa Daniel berkata, “Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia.”
Bukankah itu menunjukkan bahwa Allah mengendalikan bumi?
Perhatikan, klaim Daniel tampak bertentangan langsung dari perkataan Setan kepada
Yesus. Daniel berkata bahwa Allah “memberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya”, dan Setan berkata, “aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki”
(Lukas 4:6).
Jadi siapa yang akan anda percaya? Secara pribadi, saya mempercayai Daniel.
Tetapi, mungkin saja Setan berkata benar —jika diperhatikan apa yang dikatakannya
dari sudut yang berbeda.
Setan adalah “ilah dunia ini”, yang berarti Setan memerintah atas kerajaan kegelapan,
yang termasuk orang-orang di setiap bangsa yang memberontak melawan Allah. Alkitab
menyatakan bahwa “seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat.” (1 Yohanes 5:19).
Ketika Setan mengklaim bahwa ia sanggup memberikan kuasa atas kerajaan-kerajaan di
bumi kepada siapapun yang ia inginkan, ia bisa saja berbicara tentang wilayahnya
sendiri, kerajaan kegelapan, yang terdiri dari sub-sub kerajaan yang sama dengan
kerajaan-kerajaan geopolitik. Kita tahu dari Alkitab bahwa Setan memiliki beberapa
tingkatan roh-roh jahat yang olehnya ia memerintah kerajaannya (lihat Efesus 6:12), dan
kita dapat berasumsi bahwa Setan meninggikan atau merendahkan roh-roh itu di dalam
tingkatannya, karena Setanlah yang memimpin. Dalam hal itu, Setan menawarkan kepada
Yesus jabatan roh jahat nomor dua —setelah dirinya—untuk membantunya memerintah
dalam kerajaan kegelapan. Yang Yesus harus lakukan adalah tunduk kepada Setan dan
menyembahnya. Puji Tuhan, Yesus lolos dari kesempatan itu demi mendapatkan
“kemajuan.”
Siapa Pemberi Kuasa kepada Setan? (Who Gave Setan His Authority?)
Lalu, bagaimana dengan klaim Setan bahwa kuasa kerajaan-kerajaan telah
“diserahkan” kepadanya?
Kemungkinan besar Setan berdusta. Misalkan kita anggap Setan berkata benar.
Perhatikan, Setan tidak berkata bahwa Adam telah menyerahkan kuasa itu kepadanya.
Seperti sudah kita lihat, Adam tak mungkin menyerahkan kuasa itu kepada Setan karena
Adam tak pernah memiliki kuasa untuk diberikan. Adam memerintah ikan-ikan, burung-
burung dan hewan-hewan, bukan kerajaan-kerajaan. (Nyatanya, tak ada kerajaan orangorang yang memerintah ketika Adam jatuh dalam dosa). Lagipula, jika Setan
menawarkan kekuasaan kepada Yesus atas kerajaan kegelapan, yang terdiri dari semua
roh jahat dan orang yang belum selamat, jadi Adam tak mungkin menyerahkan
kekuasaan itu kepada Setan. Setan menguasai para malaikat yang jatuh sebelum Adam
diciptakan.
Setan mungkin ingin agar semua orang di dunia menyerahkan kekuasaan mereka
kepadanya, ketika mereka tidak berserah kepada Allah sehingga, sadar atau tak sadar,
mereka tunduk kepadanya.
Kemungkinan lain adalah Allah menyerahkan kekuasaan kepadanya. Menurut Alkitab,
besar kemungkinan Allah berkata kepada Setan, “Aku izinkan engkau dan roh-roh
jahatmu untuk menguasai setiap orang yang tidak berserah kepadaKu.” Tampaknya sulit
dipahami sekarang, tetapi nanti akan terlihat bahwa mungkin itulah penjelasan terbaik
mengenai klaim Setan. Jika Allah benar-benar adalah “penguasa atas kerajaan manusia”
(Daniel 4:25), maka setiap kuasa yang Setan miliki atas manusia pasti telah diberikan
oleh Allah.
Setan hanya memerintah kerajaan kegelapan atau juga “kerajaan pemberontakan.”
Setan memerintah kerajaan itu sejak ia diusir dari sorga, sebelum Adam jatuh dalam
dosa. Sampai Adam jatuh dalam dosa, kerajaan kegelapan berisikan para malaikat
pemberontak. Tetapi ketika Adam berdosa, ia bergabung dengan kerajaan
pemberontakan, dan Kerajaan Setan sejak itu melibatkan para malaikat pemberontak dan
para manusia pemberontak.
Setan berkuasa atas wilayah kegelapan sebelum Adam diciptakan, dan jangan pikir
bahwa ketika Adam jatuh dalam dosa, Setan mendapatkan sesuatu yang Adam miliki
sebelumnya. Ketika Adam berbuat dosa, ia tergabung dalam kerajaan pemberontakan
yang sudah ada, yakni kerajaan yang diperintah oleh Setan.
Apakah Allah Terkejut oleh Kejatuhan Manusia? (Was God Surprised by the
Fall?)
Kesalahan lain dari teori “Setan Menang” ialah teori itu menjadikan Allah tampak
agak bodoh, seolah-olah Ia tak siap dengan kejatuhan manusia dalam dosa dan akibatnya
Ia dalam ketidakpastian. Apakah Allah tak tahu bahwa Setan akan mencobai Adam dan
Hawa sehingga mereka jatuh dalam dosa? Jika Allah maha-tahu, dan memang Ia
mahatahu, pastilah Ia tahu apa yang akan terjadi. Itu sebabnya Alkitab nyatakan bahwa Ia
berencana untuk menebus umat manusia bahkan sebelum Ia menciptakan umat manusia
(lihat Matius 25:34; Kisah Para Rasul 2:2-23; 4:2728; 1 Korintus 2:7-8; Efesus 3:8-11; 2
Timotius 1:8-10; Wahyu 13:8).
Allah menciptakan Iblis dan tahu bahwa ia akan jatuh, dan Ia ciptakan Adam dan
Hawa, dan Ia tahu bahwa mereka akan jatuh. Tentunya tak ada cara Setan dapat menipu
Allah dan mendapatkan sesuatu yang Allah tidak mau dimiliki oleh Setan.
Apakah dapat dikatakan Allah ingin Setan menjadi “allah dunia ini?” Ya, selama
sesuai dengan tujuan ilahiNya. Jika Allah tak ingin Setan bekerja, Ia akan
menghentikannya. Seperti dalam Wahyu 20:1-2, suatu hari Ia akan menghentikan
pekerjaan Setan.
Tetapi saya tak bermaksud bahwa Allah ingin siapapun tetap dalam penguasaan Setan.
Allah ingin setiap orang diselamatkan dan menghindari wilayah Setan (Kisah Para Rasul
26:18; Kolose 1:13; 1 Tim.2:3-4; 2 Petrus 3:9). Namun Allah izinkan Setan memerintah
setiap orang yang mencintai kegelapan (lihat Yohanes. 3:19), yakni orang-orang yang
terus memberontak melawanNya.
Tetapi tidakkah ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk membantu orang-orang
agar mengindari kerajaan kegelapan Setan? Ya, kita dapat berdoa bagi mereka dan
menyerukan mereka untuk bertobat dan mempercayai Injil (seperti perintah Yesus kepada
kita). Jika mereka melakukan hal itu, mereka akan dilepaskan dari kuasa Setan. Tetapi
kita keliru bila berpikir bahwa kita dapat “menarik” roh-roh jahat yang mencengkeram
orang-orang. Jika orang-orang ingin tinggal dalam kegelapan, Allah akan membiarkan
mereka. Yesus berkata kepada murid-muridNya bahwa jika orang-orang di kota-kota
tertentu tidak menerima pesan mereka, mereka harus mengebaskan debu dari kaki mereka
dan pergi ke kota lain (Matt 10:14). Ia tidak berkata agar mereka tetap tinggal dan
menarik belenggu-belenggu di atas kota itu sehingga orang-orang akan lebih mudah
menerima pemberitaan Injil. Allah izinkan roh-roh jahat membelenggu orang-orang yang
menolak bertobat dan berbalik kepadaNya.
Bukti Lain tentang Kekuasaan Tertinggi Allah atas Setan (Further Proof of
God’s Supreme Authority Over Satan)
Ada banyak ayat lain dalam Alkitab yang membuktikan bahwa Allah tak kehilangan
kendali atas Setan ketika manusia jatuh dalam dosa. Alkitab berkali-kali menegaskan
bahwa Allah selalu dan akan selalu mengendalikan Setan. Iblis hanya dapat melakukan
hal yang Allah izinkan. Perhatikanlah beberapa ilustrasi Perjanjian Lama tentang fakta
itu.
Dua pasal pertama kitab Ayub membahas contoh klasik kuasa Allah atas Setan. Dalam
dua pasal itu, kita baca tentang Setan yang menuduh Ayub, di hadapan tahta Allah. Ayub
tetap menaati Allah lebih dari siapapun di atas bumi pada saat itu dan, karena itu, Setan
membidiknya. Allah tahu Setan telah “memperhatikan” Ayub (Ayub 1:8, lihat catatan
pinggir dalam Alkitab versi NASB), dan Ia mendengarkan ketika Setan menuduh Ayub
melayaniNya hanya karena semua berkat yang dinikmatinya (lihat Ayub 1:9-12).
Setan berkata bahwa Allah telah menaruh pagar di sekeliling Ayub dan meminta agar
Ia menjauhkan berkat-berkat Ayub. Sehingga, Allah izinkan Setan untuk membuat Ayub
menderita sampai batas tertentu. Awalnya, Setan tak dapat menyentuh tubuh Ayub.
Kemudian, Allah izinkan Setan membuat badan Ayub menderita, namun Ia melarang
Setan untuk membunuhnya (Ayub 2:5-6).
Perikop itu dalam Alkitab jelas membuktikan bahwa Setan tak dapat berbuat apapun
yang ia inginkan. Ia tak dapat menyentuh harta-milik Ayub sampai Allah izinkan. Ia tak
dapat mencuri kesehatan Ayub sampai Allah mengizinkannya. Dan ia tak dapat
membunuh Ayub karena Allah tidak akan izinkan.3 Allah mengendalikan Setan, bahkan
sejak zaman kejatuhan Adam.
Roh Jahat Saul “Dari Allah” (Saul’s Evil Spirit “From God”)
Ada beberapa contoh dalam Perjanjian Lama di mana Allah memakai roh-roh jahat
dari Setan sebagai agen-agen kemarahanNya. Bacalah 1 Samuel 16:14: “Tetapi Roh
TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari
pada TUHAN.” Situasi ini terjadi karena pendisiplinan dari Allah atas Raja Saul yang
3
Seluruh perikop ini juga menjadi bukti bahwa Ayub tidak “membuka pintu kepada Setan melalui rasa
takutnya”, sebuah mitos yang diyakini oleh beberapa orang. Allah Sendiri berkata kepada Setan
mengenai Ayub dalam Ayub 2:3: “Ia [Ayub] tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah
membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan." (tambahkan penekanan). Saya
bahas hal ini secara rinci dalam buku saya berjudul, God’s Tests, halaman 175-181, yang juga dapat
dibaca dalam Bahasa Inggris pada situs kami www.shepherdserve.org.
tidak taat.
Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan frase “roh jahat dari Allah”? Apakah
artinya bahwa Allah mengutus roh jahat yang hidup denganNya di sorga, atau apakah
artinnya bahwa Allah secara berdaulat mengizinkan salah satu roh jahat Setan untuk
membuat raja Saul menderita? Menurut saya, sebagian besar orang Kristen cenderung
menerima kemungkinan kedua dengan dukungan bagian lain dalam Alkitab. Alasan
Alkitab berkata bahwa roh jahat berasal “dari Allah ” adalah karena gangguan roh jahat
merupakan hasil langsung dari tindakan pendisiplinan Allah terhadap Saul. Jadi, kita
mengerti bahwa roh-roh jahat ada di bawah kendali Allah yang berdaulat.
Kita baca Hakim-Hakim 9:23, “maka Allah membangkitkan semangat jahat di antara
Abimelekh dan warga kota Sikhem”, agar penghukuman Allah menimpa mereka karena
segala perbuatan jahat mereka. Semangat jahat ini bukan dari sorga Allah, tetapi dari
wilayah Setan, dan roh jahat itu diizinkan mengerjakan rencana-rencana jahat melawan
orang-orang tertentu yang layak mendapatkannya. Roh-roh jahat tak sanggup
mengerjakan rencana-rencana jahat melawan siapapun tanpa persetujuan Allah. Jika tidak
demikian, maka Allah tidaklah maha-kuasa. Jadi, sekali lagi dapat disimpulkan bahwa
ketika Adam jatuh dalm dosa, Setan tidak mendapatkan kuasa di luar kendali Allah.
Contoh Kuasa Allah atas Setan dalam Perjanjian Baru (New Testament
Examples of God’s Power Over Satan)
Perjanjian Baru memberi bukti tambahan yang menyangkal teori Setan-Menang.
Misalnya, Lukas 9:1, “Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan
“tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan.…”. Dan juga dalam
Lukas 10:19, kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa
kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan
musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu.” (tambahkan penekanan).
Jika Yesus memberikan mereka kuasa atas semua kuasa Setan, Ia Sendiri mula-mula
pasti telah memiliki kuasa itu. Setan ada di bawah kuasa Allah.
Kemudian dalam Injil Lukas, Yesus yang berkata kepada Petrus, “Simon, Simon, lihat,
Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum” (Lukas 22:31).4 Teks ini
menunjukkan bahwa Setan tak sanggup menampi Petrus tanpa mendapat persetujuan
lebih dulu dari Allah. Lagi-lagi Setan ada di bawah kendali Allah.5
Masa Penahanan Setan selama Seribu Tahun (Satan’s Thousand-Year Prison
Term)
Ketika kita baca tentang Setan yang dirantai oleh seorang malaikat dalam Wahyu 20,
tak ada sebutan habisnya hak Adam. Alasan perantaian Setan adalah “supaya ia jangan
lagi menyesatkan bangsa-bangsa” (Wahyu 20:3).
Hal yang menarik, setelah Setan dirantai selama 1000 tahun, ia akan dilepaskan dan
“dan ia akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi” (Wahyu
20:8). Bangsa-bangsa yang tertipu kemudian akan mengumpulkan tantara-tentaranya
untuk menyerang Yerusalem, di mana Yesus akan memerintah. Ketika mereka telah
mengepung kota itu, api akan turun dari sorga dan “menghanguskan mereka” (Wahyu
20:9).
Apakah ada orang yang begitu bodoh berkata bahwa hak Adam termasuk satu periode
waktu akhir singkat setelah 1000 tahun, sehingga Allah harus melepaskan Setan demi
alasan tersebut? Ide tersebut aneh.
Pelajaran dari bagian Alkitab itu adalah bahwa Allah memegang kendali penuh atas
Iblis dan mengizinkannya untuk menipu demi menggenapi maksud-maksud ilahiNya.
Selama pemerintahan Yesus seribu tahun nanti, Setan tidak akan bekerja, tak sanggup
menipu siapapun. Tetapi, akan ada orang-orang di bumi yang hanya taat dari segi luar
pada masa pemerintahan Kristus, tetapi di dalam diri mereka akan senang menyaksikan
kejatuhan Dia. Namun, mereka tidak akan coba memberontak karena mereka tak punya
kesempatan untuk menjatuhkan Dia yang akan “menggembalakan dengan gada besi”
(Wahyu 19:15).
Tetapi ketika Setan dibebaskan, ia akan sanggup menipu orang-orang mereka yang
membenci Kristus dalam hati mereka, dan mereka dengan bodoh akan berupaya berbuat
4
Lebih jelas, kita lihat dalam Alkitab versi New American Standard Bible/NASB, Lukas 22:31 ini berbunyi
"Simon, Simon, behold, Satan has demanded {permission} to sift you like wheat, yang terjemahannya
menjadi “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut [izin] untuk menampi kamu seperti gandum”
5
Lihat juga 1 Korintus 10:13, yang menunjukkan bahwa Allah membatasi pencobaan kita, yang
menunjukkan bahwa Ia membatasi si pencoba.
hal yang mustahil. Ketika Setan diizinkan untuk menipu calon pemberontak, kondisi hati
orang-orang akan terungkap, dan kemudian Allah akan menghakimi mereka yang tidak
layak untuk hidup dalam kerajaanNya.
Tentu saja, hal itu menjadi salah-satu sebab mengapa Allah izinkan Setan untuk
menipu orang-orang kini. Kita nanti selidiki maksud-maksud Allah terhadap Setan, tetapi
cukup dikatakan bahwa Allah tak ingin siapapun untuk tetap tertipu. Tetapi, Ia benarbenar ingin tahu yang di dalam hati setiap orang. Setan tak sanggup menipu orang yang
tahu dan percaya kebenaran. Tetapi Allah izinkan Iblis untuk menipu orang yang
menolak kebenaran, oleh karena hati mereka yang degil.
Tentang waktu anti-Kristus, Paulus menulis:
Pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan diri nya, tetapi Tuhan
Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulutNya dan akan memusnahkannya,
kalau Ia datang kembali. Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan
akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu,
dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena
mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan
mereka. Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang
menyebabkan mereka percaya akan dusta, supaya dihukum semua orang yang
tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan. (2 Tesalonika 2:8-12,
tambahkan penekanan).
Perhatikan bahwa Allah mendapatkan pujian karena Ia mengirimkan “pengaruh yang
menyesatkan agar mereka dapat mempercayai yang sesat.” Tetapi perhatikan juga bahwa
orang-orang yang akan ditipu adalah mereka yang “tak percaya kebenaran”; ini
menunjukkan bahwa mereka punya kesempatan, tetapi masih menolak Injil. Allah akan
izinkan Setan untuk memakai anti-Kristus dengan tanda-tanda mujizat palsu sehingga
para penolak Kristus akan tertipu, dan tujuan akhir Allah adalah agar “mereka semua
dapat diadili.” Karena itulah, Allah izinkan Setan menipu orang-orang sekarang ini.
Jika Allah tak punya alasan untuk mengizinkan Setan bekerja di bumi, Ia dapat saja
mengusirnya ke tempat lain di alam semesta ketika ia jatuh. Dalam 2 Petrus 2:4, ada
malaikat-malaikat tertentu yang berdosa yang Allah sudah buang ke neraka dan sudah
pasti mesuk ke “lubang-lubang kegelapan, yang disediakan untuk penghukuman.” Allah
yang Mahakuasa bisa saja melakukan hal yang sama kepada Setan dan malaikatnya jika
itu sesuai dengan maksud ilahiNya. Tetapi, untuk sejenak, Allah punya alasan baik untuk
mengizinkan Setan dan para malaikatnya untuk bekerja di bumi.
Ketakutan Roh-Roh Jahat akan Penyiksaan (The Demons’ Fear of Torment)
Ketika kita selesai menyelidiki mitos di atas, contoh akhir dalam Alkitab adalah kisah
orang-orang yang kerasukan di Gadara:
SetibaNya [Yesus] di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari
pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat
berbahaya, sehingga tidak seorangpun yang berani melalui jalan itu. Dan mereka
itupun berteriak, katanya: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah
Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?" (Matius 8:28-29,
tambahkan penekanan).
Para pendukung teori Setan-Menang sering memakai kisah di atas untuk mendukung
ide-ide mereka. Kata mereka, “roh-roh jahat itu muncul di hadapan penghakiman Yesus.
Mereka tahu Ia tak berhak menyiksa mereka sebelum hak Adam habis masa, ketika
mereka dan Setan akan dilempar ke lautan api untuk disiksa siang dan malam
selamanya.”
Tetapi yang benar adalah sebaliknya. Roh-roh jahat itu tahu Yesus punya kuasa dan
hak untuk menyiksa mereka kapanpun Ia mau, sebagai alasan mereka memohon
kepadaNya agar berbelas-kasihan. Mereka sangat takut karena Anak Allah dapat
mengirim mereka untuk segera disiksa. Lukas menyatakan bahwa mereka sangat
memohon kepadaNya “untuk tidak memerintahkan mereka masuk ke dalam jurang maut”
(Lukas 8:31). Jika Yesus tak punya hak karena mungkin ada hak Iblis, mereka tidak akan
peduli sama sekali.
Roh-roh jahat itu tahu bahwa mereka memerlukan belas-kasihan Yesus, sesuai
gambaran melalui permohonan roh-roh itu agar tidak diusir keluar dari daerah itu
(Markus 5:10), permohonan roh-roh itu untuk dibiarkan memasuki kawanan babi
(Markus 5:12), permohonan roh-roh itu untuk tidak dilempar ke “jurang maut” (Lukas
8:31), dan permohonan roh-roh itu agar Kristus tidak menyiksa mereka sebelum
“waktunya.”
Mitos #4: “Setan, sebagai ‘allah dunia ini’ mengendalikan segala sesuatu di bumi,
termasuk pemerintahan manusia, bencana alam, dan cuaca.”
Setan disebutkan dalam Alkitab sebagai “ilah dunia ini” oleh rasul Paulus (2 Korintus
4:4) dan “penghulu dunia ini” oleh Yesus (Yohanes 12:31; 14:30; 16:11). Sesuai sebutansebutan itu untuk Setan, banyak orang menganggap bahwa Setan memegang kendali total
atas bumi. Walaupun kita perhatikan ayat-ayat Alkitab yang menyatakan kesalahan mitos
di atas, kita dapat menyelidi lebih lanjut sehingga bisa sepenuhnya mengetahui tentang
keterbatasan kuasa Setan. Kita harus teliti agar seluruh pemahaman kita akan Setan tidak
berdasar hanya pada empat ayat Alkitab yang menyebutnya sebagai ilah/penghulu dunia.
Di dalam Alkitab, Yesus menyebut Setan sebagai “penguasa dunia ini” dan Ia juga
menyebut BapaNya di sorga sebagai “Tuhan langit dan bumi” (Matius 11:25; Lukas
10:21, tambahkan penekanan). Dan juga, rasul Paulus menyebut Setan sebagai “ilah
dunia ini” dan juga ia, seperti Yesus, menyebut Allah sebagai “Tuhan langit dan bumi”
(Kisah Para Rasul 17:24, tambahkan penekanan). Terbukti, Yesus dan Paulus tidak ingin
kita menganggap bahwa Setan memegang kendali penuh atas bumi. Kuasa Setan terbatas.
Perbedaan yang sangat penting antara ayat-ayat Alkitab yang bertentangan itu terdapat
dalam kata-kata dunia dan bumi. Walaupun kita sering memakai kedua kata itu yang
memiliki arti sama, dalam bahasa Gerika kedua kata itu tak sama. Ketika mengerti
perbedaan keduanya, kita akan makin memahami Allah dan kuasa Setan di bumi.
Yesus menyebut Allah Bapa sebagai Tuhan atas bumi. Kata bahasa Gerika yang
diterjemahkan menjadi bumi adalah ge. Kata itu mengacu pada planet secara fisik tempat
manusia hidup, dan dari kata itu muncul kata Bahasa Inggris geography. 6
Yang berbeda adalah Yesus berkata bahwa Setan adalah penguasa dunia ini. Kata
bahasa Gerika untuk dunia adalah kosmos, dan kata itu mengacu pada susunan atau
pengaturan. Ini berbicara tentang orang-orang bukannya planet fisik itu. Itu sebabnya
orang-orang Kristen sering berbicara tentang Setan sebagai “ilah sistem dunia ini”.
Kini, Allah tidak punya kendali penuh atas dunia, karena Ia tidak punya kendali penuh
atas seluruh orang di dunia. Alasannya adalah Ia telah memilih semua orang mengenai
siapa yang akan menjadi tuannya, dan banyak orang telah memilih setia kepada Setan.
Sudah tentu, kehendak bebas umat manusia adalah bagian dari rencana Allah.
6
Dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi geografi.
Paulus memakai kata yang berbeda untuk dunia, kata bahasa Gerika aion, ketika ia
menulis tentang allah dunia ini. Aion dapat dan sering diterjemahkan sebagai age, yakni
periode waktu tertentu. Setan adalah ilah zaman ini.
Apa artinya? Bumi adalah planet fisik di mana kita hidup. Dunia berbicara tentang
orang-orang yang tinggal di bumi, dan lebih khususnya mereka yang tidak melayani
Yesus. Mereka melayani Setan, dan terperangkap dalam sistemnya yang sesat dan penuh
dosa. Sebagai orang-orang Kristen, kita konon berada “di dalam dunia” tetapi bukan “dari
dunia” (Yohanes 17:11, 14). Kita hidup di tengah-tengah para warga kerajaan kegelapan,
tetapi kita sebenarnya ada dalam kerajaan terang, Kerajaan Allah.
Kini kita punya jawaban. Sederhananya: Allah secara berdaulat mengendalikan
seluruh bumi. Oleh persetujuan Allah, Setan hanya memiliki kendali atas “sistem dunia”,
yakni kendali atas mereka yang adalah warga kerajaan gelap. Karena itu, rasul Yohanes
menulis bahwa “seluruh dunia (bukan seluruh bumi) berada di bawah kuasa si jahat “ (1
Yohanes 5:19).
Bukan berarti Allah tak berkuasa atas dunia, atau sistem dunia, atau orang-orang
dunia. Sesuai perkataan Daniel, Ia adalah “Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan
manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Daniel 4:25). Ia
masih sanggup meninggikan dan merendahkan siapapun yang Ia inginkan. Tetapi,
sebagai ”Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia”, Ia secara berdaulat telah
mengizinkan Setan untuk memerintah sebagian umat manusia yang memberontak
melawanNya.
Tawaran Setan Dipertimbangkan (Satan’s Offer Considered)
Perbedaan antara bumi dan dunia juga membantu kita memahami cobaan Yesus di
padang gurun. Di sana, Setan menunjukkan kepada “seluruh kerajaan di dunia dalam
waktu sekejap.” Setan tak mungkin menawarkan jabatan politik atas pemerintahan
manusia di bumi, seperti jabatan presiden atau perdana menteri. Setan bukanlah oknum
yang memuliakan dan merendahkan penguasa-penguasa manusia di bumi — tetapi Allah
adalah Oknum itu.
Sebaliknya, Setan pasti menunjukkan kepada Yesus semua sub-kerajaan di seluruh
dunia kerajaan kegelapannya. Ia menunjukkan kepada Yesus hirarki roh-roh jahat yang
memerintah atas kerajaan kegelapan dalam wilayahnya masing-masing, dan atas
manusia-manusia pemberontak yang menjadi warga di sub-sub kerajaan. Setan
menawarkan kendali atas wilayahnya kepada Yesus —bila Yesus ikut memberontak
bersama Setan melawan Allah. Yesus kemudian menjadi komandan kedua atas kerajaan
kegelapan.
Kendali Allah Atas Pemerintahan Manusia di Bumi (God’s Control Over
Earthly, Human Governments)
Kita secara khusus tetapkan batas-batas kuasa Setan dengan menyelidiki ayat-ayat
Alkitab yang menegaskan kuasa Allah atas pemerintahan manusia di bumi. Setan
memiliki sebagian kuasa dalam pemerintahan manusia hanya karena ia berkuasa atas
orang-orang yang belum selamat, dan pemerintahan sering dikendalikan oleh orang yang
belum selamat. Tetapi, Allah berdaulat atas pemerintahan umat manusia, dan Setan hanya
dapat memanipulasi mereka sejauh Allah izinkan.
Kita sudah selidiki ucapan Daniel kepada Raja Nebukadnzar, tetapi karena ucapan itu
sangat memberi pencerahan, perhatikan hal itu sekali lagi.
Raja Nebukadnezar Agung menjadi angkuh oleh karena kuasa dan prestasinya,
sehingga Allah memerintahkan agar ia direndahkan agar ia dapat belajar bahwa “Yang
Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, bahkan orang yang paling kecil sekalipun dapat diangkatNya untuk
kedudukan itu.” (Daniel 4:17). Jelaslah Allah layak dipuji atas kebesaran Nebukadnezar
yang mencapai kebesaran politik. Hal ini berlaku juga bagi setiap pemimpin dunia. Rasul
Paulus, yang berbicara tentang penguasa di bumi, menyatakan bahwa “tiap-tiap orang
harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak
berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.” (Roma
13:1).
Allah adalah otoritas awal dan tertinggi dari seluruh alam semesta. Siapapun yang
punya kuasa itu hanya oleh karena Allah yang memberikan sebagian karuniaNya atau Ia
izinkan seseorang untuk memiliki sebagian karunia itu.
Tetapi bagaimana dengan penguasa-penguasa jahat? Apakah maksud Paulus bahwa
para penguasa itu dipilih oleh Allah? Betul kata Paulus. Di surat yang sama, Paulus
menuliskan, “Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: "Itulah sebabnya Aku
membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasa-Ku di dalam engkau,
dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.” (Roma 9:17). Allah meninggikan
Firaun yang keras-hati demi memuliakan diriNya. Allah akan menunjukkan kuasaNya
yang besar melalui mujizat-mujizatNya yang membebaskan, ini adalah kesempatan yang
diupayakan oleh seorang yang keras-kepala yang Ia tinggikan.
Apakah fakta itu tidak juga muncul pada percakapan Yesus dengan Pilatus? Merasa
terkejut bahwa Yesus tidak akan menjawab pertanyaannya, “Maka kata Pilatus
kepadaNya: "Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa
aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan
Engkau?" (Yohanes 19:10).
Yesus menjawab: "Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau
kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas.” (Yohanes 19:11, tambahkan penekanan).
Mengetahui karakter Pilatus yang pengecut, Allah meninggikannya demi terwujudnya
rencanaNya semula agar Yesus mati di kayu salib.
Dengan membaca singkat kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian Lama, terungkap bahwa
Allah terkadang memakai penguasa manusia yang jahat sebagai agen murka Allah bagi
orang-orang yang layak dimurkai. Allah memakai Nebukadnezar untuk membawa
penghakimanNya atas banyak bangsa dalam Perjanjian Lama.
Dalam Alkitab, ada banyak contoh penguasa yang Allah tinggikan atau turunkan dari
tahta. Misalnya, dalam Perjanjian Baru, Herodes gagal memuliakan Allah ketika
rakyatnya bersorak membalasnya: "Ini suara allah dan bukan suara manusia!" (Kisah
Para Rasul 12:22).
Akibatnya? “Dan seketika itu juga ia ditampar malaikat Tuhan.....; ia mati dimakan
cacing-cacing.” (Kisah Para Rasul 12:23).
Ingatlah, Herodes adalah warga kerajaan Setan, tetapi ia tidak berada di luar wilayah
kekuasaan Allah. Jelas, Allah sanggup merendahkan pemimpin bumi kini jika Ia mau.7
7
Apakah ini berarti bahwa kita tak boleh berdoa untuk para pemimpin pemerintah, atau ikut memberikan
suara dalam pemilihan pemimpin, karena tahu bahwa Allah meninggikan siapapun yang Ia inginkan atas
kita? Tidak, dalam sebuah demokrasi, murka Allah praktis timbul. Kita mendapatkan orang yang kita
pilih, dan orang-orang jahat biasanya memilih orang-orang jahat lainnya. Karena itu, orang-orang benar
harus memberikan suaranya. Tambahan pula, dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kita
diperintahkan untuk mendoakan para pemimpin pemerintahan (Yeremia 29:7; 1 Timotius 2:1-4), yang
menunjukkan bahwa kita dapat mempengaruhi Allah ketika Ia menentukan orang yang akan memegang
jabatan. Karena hukuman Allah kadang-kadang muncul dalam bentuk pemimpin pemerintahan yang
jahat, dan karena sebagian besar bangsa-bangsa di dunia layak dihukum, kita dapat memohon dan
Kesaksian Pribadi Allah (God’s Personal Testimony)
Akhirnya, bacalah hal yang Allah Sendiri pernah katakan melalui nabi Yeremia
berkenaan dengan kedaulatanNya atas kerajaan manusia di bumi.
"Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai
kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan
tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel! Ada kalanya Aku
berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan
mencabut, merobohkan dan membinasakannya. Tetapi apabila bangsa yang
terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka
menyes Allah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang
Kurancangkan itu terhadap mereka. Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa
dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan membangun dan menanam mereka.
Tetapi apabila mereka melakukan apa yang jahat di depan mata-Ku dan tidak
mendengarkan suara-Ku, maka menyes Allah Aku, bahwa Aku hendak
mendatangkan keberuntungan yang Kujanjikan itu kepada mereka. (Yeremia 18:610).
Bisakah anda pahami, ketika Setan mencobai Yesus di padang gurun, ia tak punya cara
untuk sanggup membujuk Yesus agar memerintah kerajaan-kerajaan politik dari manusia
di atas bumi? Jika ia berkata benar (terkadang Setan berkata benar), maka yang dapat ia
tawarkan kepada Yesus adalah kendali atas kerajaan kegelapannya.
Tetapi apakah Setan mempengaruhi pemerintahan manusia? Ya, tetapi hanya karena ia
adalah ilah bagi orang-orang yang belum selamat, dan orang-orang ini ikut dalam
pemerintahan manusia. Namun ia hanya memiliki pengaruh sesuai kehendak Allah, dan
Allah dapat menghalangi rencana-rencana Setan kapanpun Ia mau. Rasul Yohanes
menulis tentang Yesus sebagai “yang berkuasa atas raja-raja bumi ini” (Wahyu 1:5).
Apakah Setan Menyebabkan Bencana Alam dan Cuaca Buruk (Does Satan
Cause Natural Disasters and Adverse Weather?)
Karena Setan adalah “allah dunia ini”, banyak orang berasumsi bahwa Setan
mendapatkan belas-kasihan dariNya, sehingga negara kita tidak mendapatkan segala sesuatu yang layak
didapatkan.
mengendalikan cuaca dan ia penyebab semua bencana alam, seperti kekeringan, banjir,
angin ribut, gempa bumi dan lain-lain. Tetapi apakh ini yang Alkitab ajarkan? Lagi-lagi,
kita harus hati-hati untuk tidak mendasarkan seluruh teologi kita tentang Setan kepada
satu ayat Alkitab yang berkata bahwa, “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan
membunuh dan membinasakan” (Yohanes 10:10). Saya sering dengar orang-orang yang
mengutip ayat itu sebagai bukti bahwa apapun yang mencuri, membunuh atau
membinasakan adalah dari Setan. Tetapi, bila kita selidiki Alkitab, ternyata Allah Sendiri
kadang-kadang membunuh dan membinasakan. Perhatikan tiga ayat berikut:
Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa
menyelamatkan dan membinasakan. (Yakobus 4:12, tambahkan penekanan).
Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah
Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke
dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia! (Lukas 12:5,
tambahkan penekanan).
Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang
tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa
membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. (Matius 10:28, tambahkan
penekanan).
Adalah keliru bila kita berkata bahwa setiap hal yang menimbulkan pembunuhan atau
penghancuran adalah pekerjaan Setan. Ada contoh-contoh dalam Alkitab di mana Allah
melakukan pembunuhan dan penghancuran.
Kita harus bertanya pada diri sendiri, Ketika Yesus berbicara tentang pencuri yang
datang untuk membunuh, mencuri, dan membinasakan, apakah Ia sebenarnya berbicara
tentang Iblis? Maka, kita perlu membaca pernyataanNya secara kontekstual. Satu ayat
sebelum pernyataanNya tentang pencuri yang datang untuk membunuh, mencuri, dan
membinasakan, Yesus berkata, “Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri
dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.” (Yohanes 10:8). Bila
kita baca seluruh perkataan Yesus dalam Yohanes 10:1-15 yang berkata bahwa Ia adalah
Gembala yang baik, bahkan menjadi lebih jelas bahwa istilah-istilah dariNya, pencuri
dan pencuri-pencuri, mengacu kepada guru-guru dan pemimpin-pemimpin agama yang
palsu.
Berbagai Pandangan tentang Cuaca Buruk dan Bencana Alam (Various Views of
Adverse Weather dan Natural Disasters)
Ketika angin ribut atau gempa bumi melanda, orang-orang percaya kepada Allah
bertanya secara teologis: “Siapakah penyebabnya?” Ada dua kemungkinan jawaban bagi
orang-orang Kristen yang percaya Alkitab: Allah atau Setan penyebabnya.
Sebagian orang keberatan: “Oh tidak! Allah tidak bersalah! Orang-orang harus
disalahkan. Allah menghukum mereka karena dosa-dosanya.”
Jika Allah penyebab angin ribut dan gempa bumi karena hukumanNya atas dosa, tentu
kita dapat tunjuk kesalahan pada manusia yang memberontak, bukan Allah, tetapi Allah
memikul tanggung-jawab, karena bencana alam tak akan terjadi tanpa keputusanNya.
Atau, jika benar Allah izinkan Setan mengirim angin ribut dan gempa bumi demi
memberikan hukuman bagi orang-orang berdosa, maka dapat dikatakan Setanlah
penyebab bencana, tetapi Allah bertanggung-jawab, karena Ia izinkan Setan untuk
menimbulkan kehancuran dan karena bencana-bencana itu terjadi akibat reaksiNya
terhadap dosa.
Sebagian orang berkata bahwa bukan Allah atau Setan yang bertanggung-jawab atas
angin ribut dan gempa bumi, tetapi angin ribut dan gempa bumi hanyalah “gejala alam
dalam dunia kita yang penuh dosa.” Tak jelas, orang-orang itu coba menyalahkan umat
manusia atas bencana alam, namun masih belum sampai pada pokok masalahnya.
Penjelasan ini tidak menafikan peran Allah. Jika, angin ribut hanya “gejala alam dalam
dunia kita yang penuh dosa”, siapakah yang memutuskan pemunculan angin ribut? Jelas
itu bukan buatan manusia. Angin ribut tidak terjadi setiap kali beberapa kebohongan
diucapkan ke udara. Gempa bumi tak terjadi ketika sejumlah orang melakukan
perzinahan.
Jika ada hubungan antara angin ribut dan dosa, maka Allah terlibat, karena angin ribut
adalah wujud penghukumanNya atas dosa. Meskipun angin ribut terjadi di mana-mana,
pasti Allah yang memerintahkan terjadinya angin ribut itu, sehingga Ia terlibat.
Meskipun tak ada hubungan antara dosa dan bencana alam, dan Allah keliru ketika Ia
merancang dunia, sehingga ada kesalahan di lapisan kulit bumi yang bisa terangkat dan
sistem cuaca yang kadang mengamuk, namun Allah bertanggung-jawab atas gempa bumi
dan angin ribut karena Ialah Pencipta, dan kesalahanNya membahayakan orang-orang.
Allah Berkuasa “Mengendalikan Alam Semesta CiptaanNya” (There is No
“Mother Nature”)
Jadi, kita punya dua kemungkinan jawaban untuk pertanyaan tentang bencana alam,
“Apakah Allah atau Setan yang bertanggung-jawab? Sebelum kita perhatikan ayat-ayat
tertentu dalam Alkitab untuk menentukan jawaban mana yang benar, kita pikirkan lebih
lanjut tentang kedua jawaban itu.
Jika Setan adalah oknum penyebab bencana alam, lalu Allah dapat atau tak dapat
menghentikannya. Jika Allah sanggup menghentikan Setan agar ia tidak menimbulkan
bencana alam tetapi Allah tak menghentikannya, lalu Ia lagi bertanggung-jawab. Bencana
tidak akan terjadi tanpa kehendakNya.
Kini di lain pihak. Sejenak kita asumsikan bahwa Allah tak sanggup menghentikan
Setan, namun Ia ingin menghentikannya. Apakah itu benar-benar kemungkinan?
Jika Allah sanggup menghentikan Setan agar tidak membuat bencana alam, maka
Setan lebih berkuasa atau lebih unggul daripada Allah. Akibatnya, hal itulah perkataan
orang-orang yang bertumpu kepada teori “Setan memenangkan kendali atas dunia pada
saat kejatuhan Adam”. Mereka mengklaim bahwa Setan memiliki hak sah untuk
melakukan apapun yang diinginkannya di bumi karena ia mencuri kontrak Adam. Kini,
andaikan, Allah akan menghentikan Setan tetapi tak sanggup karena Ia harus
menghormati kontrak Adam yang kini dimiliki oleh Setan. Dengan kata lain, Allah terlalu
bodoh untuk meramalkan apa yang akan terjadi ketika Adam jatuh dalam dosa, tetapi
Setan, yang lebih pintar dari Allah, kini telah mendapatkan kuasa yang Allah tak
inginkan dimilikinya. Secara pribadi, saya tidak akan berkata bahwa Setan lebih bijak
daripada Allah.
Jika teori “Setan-Menang” itu benar, kita ingin tahu mengapa Setan tidak
menimbulkan lebih banyak gempa bumi dan angin ribut dibandingkan yang dia lakukan
sekarang ini, dan mengapa ia tidak menargetkan kumpulan besar orang-orang Kristen.
(Jika anda berkata “karena Allah tidak akan membiarkan sasaran kumpulan orang-orang
Kristen”, maka anda akui bahwa Setan tak dapat bekerja tanpa persetujuan Allah).
Bila kita persempit, kemungkinan dua jawaban atas pertanyaan adalah: Apakah (1)
Allah menyebabkan gempa bumi dan angin ribut, atau (2) Setan menyebabkan gempa
bumi dan angin ribut dengan persetujuan Allah.
Bisakah anda pahami bahwa tak peduli apakah jawabannya benar, Allah adalah oknum
yang akhirnya bertanggung-jawab? Ketika orang-orang berkata, “Allah tidak
menimbulkan angin ribut —Setan melakukannya atas persetujuan Allah”, mereka tak
sepenuhnya membiarkan Allah “dalam masalah.” Jika Allah sanggup menghentikan
Setan agar ia tak menimbulkan angin ribut, tak peduli apakah Ia mau atau tidak, maka
Allah bertanggung-jawab. Manusia-manusia pemberontak dapat saja disalahkan oleh
karena dosa mereka (jika angin ribut dikirim oleh Allah atau diizinkan olehNya sebagai
hukuman), tetapi, adalah bodoh bila kita berkata bahwa bagaimanapun juga Allah tak
terlibat atau bertanggung-jawab.
Kesaksian Alkitab (Scriputre’s Testimony)
Apa kata Alkitab tentang “bencana alam”? Apakah Alkitab berkata bahwa Allah atau
Iblis penyebabnya? Mula-mula kita perhatikan gempa bumi karena Alkitab berbicara
tentang itu.
Menurut Alkitab, gempa bumi dapat terjadi karena hukuman Allah atas orang-orang
berdosa yang layak mendapat hukuman itu. Kita baca dalam Yeremia: “Bumi goncang
karena murkaNya [Allah], dan bangsa-bangsa tidak tahan akan geram-Nya.” (Yeremia
10:10, tambahkan penekanan).
Yesaya mengingatkan,
Engkau akan melihat kedatangan TUHAN semesta alam dalam guntur, gempa dan
suara hebat, dalam puting beliung dan badai dan dalam nyala api yang memakan
habis. (Yesaya 29:6, tambahkan penekanan).
Anda bisa ingat kembali bahwa selama periode Musa, bumi membuka dan menelan
Korah dan para pengikutnya yang memberontak (lihat Bilangan 16:23-34). Itulah
hukuman Allah. Contoh lain hukuman Allah melalui gempa bumi terdapat dalam
Yehezkiel 38:19; Mazmur 18:7; 77:18; Hagai 2:6; Lukas 21:11; Wahyu 6:12; 8:5; 11:13;
16:18.
Beberapa kali gempa-bumi yang disebutkan dalam Alkitab tidak secara langsung
merupakan hukuman Allah, tetapi disebabkan oleh Allah. Misalnya, menurut Injil
Matius, ada gempa-bumi ketika Yesus mati (Matius 27:51, 54), dan satu gempa-bumi
ketika Ia dibangkitkan kembali (Matius 28:2). Apakah Setan menjadi penyebab semua
gempa itu?
Ketika Paulus dan Silas memuji Allah di tengah malam dalam penjara di Filipi, “Akan
tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan
seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua.” (Kisah
Para Rasul 16:26, tambahkan penekanan). Apakah Setan penyebab gempa-bumi itu?
Entahlah! Bahkan kepala penjara diselamatkan setelah ia menyaksikan kuasa Allah. Dan
gempa-bumi itu bukan satu-satunya Allah munculkan dalam Kisah Para Rasul (lihat
Kisah Para Rasul 4:31).
Saya baru-baru ini membaca tentang orang-orang Kristen yang bermaksud baik dan,
saat mendengar ramalan gempa-bumi di suatu daerah, saya pergi ke lokasi itu untuk
melakukan “peperangan rohani” melawan Iblis. Adakah kesalahan asumsi mereka? Bisa
saja mereka bertindak berdasarkan Alkitab dengan berdoa kepada Allah untuk memohon
belas-kasihanNya bagi orang-orang yang bermukim di daerah itu. Dan jika mereka
lakukan itu, maka tak perlu buang waktu dan uang untuk pergi ke lokasi yang akan tejadi
gempa-bumi —para penduduk mungkin sudah berdoa kepada Allah tepat di tempat
tinggal mereka. Tetapi, memerangi Iblis agar gempa-bumi berhenti bukanlah tindakan
yang sesuai Alkitab.
Bagaimana dengan Badai Angin Kencang? (How About Hurricanes?)
Kata hurricane (Bahasa Indonesia, angin badai kencang) tidak terdapat dalam Alkitab,
tetapi kita pasti dapat temukan beberapa contoh angin badai di dalam Alkitab. Misalnya:
Ada orang-orang yang mengarungi laut dengan kapal-kapal, yang melakukan
perdagangan di lautan luas; mereka melihat pekerjaan-pekerjaan TUHAN, dan
perbuatan-perbuatanNya yang ajaib di tempat yang dalam. Ia berfirman, maka
dibangkitkanNya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya.
(Mazmur 107:23-25, tambahkan penekanan).
Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar,
sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur. (Yunus 1:4, tambahkan
penekanan).
Kemudian dari pada itu aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru
bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di
darat, atau di laut atau di pohon-pohon. (Wahyu 7:1).
Jelaslah, Allah sanggup memulai angin dan menghentikannya.8
Dalam seluruh Alkitab, hanya satu ayat menunjuk pada Setan yang mengakibatkan
angin. Dalam berbagai cobaan yang dialami Ayub, ketika seorang utusan melapor
padanya: “Maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu
dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga
mereka mati. ” (Ayub 1:19).
Dari pasal pertama kitab Ayub, kita tahu Setan yang menyebabkan segala kemalangan
Ayub. Tetapi, jangan lupa bahwa Setan tak dapat berbuat apapun untuk membahayakan
Ayub atau anak-anaknya tanpa persetujuan Allah. Jadi, Allah berdaulat atas angin.
Angin Ribut di Danau Galilea
Bagaimana dengan “angin ribut” yang menghadang Yesus dan murid-muridNya ketika
mereka menaiki perahu melintasi Danau Galilea? Tentu, Setanlah penyebab badai itu,
karena Allah tak pernah mengirimkan angin yang membalikkan perahu yang ditumpangi
AnakNya. “Sebuah kerajaan yang terpisah-pisah di dalam dirinya akan jatuh”, sehingga
mengapa Allah mengirim angin yang dapat membahayakan Yesus dan duabelas murid?
Argumen-argumen di atas adalah baik, tetapi coba kita berpikir sejenak. Jika Allah
tidak mengirimkan badai dan Setan mengirimkan, maka kita harus akui bahwa Allah
izinkan Setan untuk mengirimkan badai itu. Sehingga, pertanyaan yang sama harus
dijawab: mengapa Allah izinkan Setan mengirimkan badai yang mungkin saja
membahayakan Yesus dan duabelas murid?
Adakah jawaban? Mungkin Allah mengajar murid-murid itu sesuatu tentang iman.
Mungkin Ia menguji mereka. Mungkin Ia menguji Yesus, yang harus “sama dengan kita,
Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa (Ibrani 4:15). Dengan pencobaan sepenuhnya,
Yesus harus punya kesempatan untuk dicobai dengan rasa takut. Mungkin Allah ingin
memuliakan Yesus. Mungkin Ia ingin melakukan semua hal itu.
8
Ayat-ayat Alkitab yang membuktikan bahwa Allah mengendalikan angin adalah: Kejadian 8:11; Keluaran
10:13, 19; 14:21; 15:10; Bilangan 11:31; Mazmur 48:7; 78:76; 135:7; 147:18; 148:8; Yesaya 11:15;
27:8; Yeremia 10:13; 51:16; Yehezkiel 13:11, 13; Amos 4:9, 13; Yunus 4:8; Hagai 2:17. dalam banyak
contoh ini, Allah menggunakan angin sebagai cara menghukum.
Allah memimpin bangsa Israel ke tepi Laut Merah, dan Ia tahu benar bahwa mereka
terkepung oleh pasukan Firaun yang tengah mengejar. Tetapi, tidakkah Allah akan
menyerahkan bangsa Israel? Tidakkah Ia bertindak melawan diriNya karena memimpin
mereka ke tempat di mana mereka akan dibunuh? Bukankah ini contoh “kerajaan yang
terbagi melawan dirinya sendiri”?
Tidak, karena Allah tak berniat membiarkan bangsa Israel dibunuh. Dan, saat
mengutus atau mengizinkan Setan untuk memunculkan angin ribut di Danau Galilea,
Allah tak bermaksud membiarkan Yesus dan duabelas murid tenggelam.
Walau demikian, Alkitab tidak berkata bahwa Setan menimbulkan angin ribut ke atas
Danau Galilea, dan juga Alkitab tidak berkata bahwa Allah menimbulkan angin ribut itu.
Sebagian orang berkata bahwa Setan menimbulkan angin ribut karena Yesus menghardik
angin ribut itu. Mungkin saja begitu, tetapi argumen itu bukan penjelasan yang tegas.
Yesus tidak menghardik Allah —Ia menghardik angin. Allah Bapa bisa saja melakukan
hal yang sama. Yakni, Ia bisa saja menyuruh angin dengan satu kata, lalu
menenangkannya dengan hardikan. Hardikan Yesus atas angin bukan menjadi bukti
bahwa Setanlah penyebab angin itu.
Jadi, kita tak boleh mendasarkan teologi kita pada satu ayat yang ternyata tiada apaapanya. Saya mengacu pada ayat-ayat Alkitab yang membuktikan bahwa Allah berkuasa
mengendalikan angin, dan Ia sering mendapat pujian karena mengirimkan angin. Maksud
saya, meskipun Setan adalah “allah dunia ini”, ia pasti tak punya kendali bebas atas angin
atau hak untuk memunculkan angin ribut kapanpun atau di manapun ia mau.
Karena itu, ketika terjadi angin ribut, kita tak boleh menganggapnya sebagai di luar
kendali Allah, tetapi Ia ingin meredakannya. Hardikan Yesus terhadap angin di Danau
Galilea menjadi bukti bahwa Allah dapat menghentikan angin ribut jika Ia mau.
Dan jika Allah mengirimkan (atau mengizinkan terjadinya) angin ribut, pastilah Ia
punya alasan, dan jawaban tepat mengapa Ia memuncukan atau mengizinkan terjadinya
badai yang menimbulkan kerusakan yang mengerikan adalah bahwa Ia mengingatkan dan
menghukum orang-orang yang tidak taat.
“Tetapi Angin Ribut Terkadang Melanda Orang-Orang Kristen” (“But
Hurricanes Sometimes Harm Christians”)
Bagaimana dengan orang-orang Kristen yang mengalami bencana alam? Ketika angin
ribut melanda, tak hanya rumah orang bukan-Kristen yang hancur. Apakah orang Kristen
tidak terbebas dari murka Allah karena pengorbanan kematian Yesus? Lalu, bagaimana
dapat dikatakan bahwa Allah adalah Oknum di balik setiap bencana yang melanda anakanakNya?
Memang tiap pertanyaan itu sulit. Tetapi, harus disadari bahwa tak mudah menjawab
tiap pertanyaan jika kita mendasarkannya pada prinsip keliru bahwa Setan menyebabkan
bencana alam. Jika Setan penyebab semua bencana alam, lalu mengapa Allah izinkan
Setan menimbulkan hal-hal yang membahayakan anak-anakNya? Kita masih hadapi
masalah yang sama.
Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa mereka yang di dalam Kristus ”tidak ditimpa
murka” (1 Tesalonika 5:9). Pada saat yang sama, Alkitab berkata bahwa “barangsiapa
tidak taat kepada Anak [Yesus], ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah
tetap ada di atasnya." (Yohanes 3:36). Namun, bagaimana murka Allah mengena kepada
orang yang belum selamat tanpa mempengaruhi orang yang sudah selamat, ketika orang
yang sudah selamat hidup bersama dengan orang-orang yang belum selamat? Jawaban:
kadang-kadang murka Allah tidak pada orang yang belum selamat, dan kita harus hadapi
fakta itu.
Di zaman keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir, semua orang Israel hidup bersama
di satu tempat, dan wabah penyakit yang Allah kirimkan sebagai hukuman atas orangorang Mesir tidak membahayakan bangsa Israel (lihat Keluaran 8:22-23; 9:3-7; 24-26;
12:23). Tetapi bersama kita, kita hidup dan bekerja bersama-sama dengan “orang-orang
Mesir.” Jika Allah hendak menghukum mereka melalui bencana alam, lalu bagaimana
kita akan menghindarinya?
Kata kunci dalam memahami jawaban atas pertanyaan itu ialah menghindar.
Walaupun Nuh menghindari murka Allah ketika Allah menenggelamkan bumi, ia masih
merasakan hal yang tak ia inginkan, karena ia harus membuat bahtera dan menunggu satu
tahun di dalam bahtera dengan banyak hewan yang bau. (Dan juga, dalam hal banjir di
zaman Nuh, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memberi kemuliaan bagi Allah, bukan
bagi Setan; lihat Kejadian 6:17; 2 Petrus 2:5).
Lot menyelamatkan diri ketika hukuman Allah melanda Sodom dan Gomorah, namun
ia kehilangan semua yang ia miliki melalui penghancuran api dan belerang. Hukuman
Allah atas orang jahat mempengaruhi orang benar.
Bertahun-tahun sebelumnya, Yesus telah mengingatkan orang-orang percaya di
Yerusalem untuk melarikan diri ketika mereka melihat kota mereka dikepung tentara,
karena hari-hari itu akan menjadi “masa pembalasan” (Lukas 21:22-23). Hal ini jelas
menunjukkan maksud Allah yang penuh murka sehingga terjadi penaklukan Yerusalem
pada tahun 70 Masehi oleh tentara Romawi. Pujilah Tuhan bahwa orang-orang Kristen
yang memperhatikan peringatan Kristus melarikan diri, tetapi mereka masih kehilangan
hal-hal yang harus ditinggalkan di Yerusalem.
Dalam ketiga contoh di atas, kita lihat bahwa umat Allah bisa saja menderita ketika
hukuman Allah menimpa orang-orang jahat. Karena itu, kita tak dapat berkesimpulan
bahwa Allah tak bertanggung-jawab atas bencana alam karena kadang-kadang bencana
itu melanda orang-orang Kristen.
Lalu, Apa Yang Harus Kita Lakukan? (What then Shall We Do?)
Kita hidup di dunia yang dikutuk Allah, dunia yang menderita karena murka Allah
sepanjang waktu. Paulus menulis, “Sebab murka Allah nyata [tidak “akan dinyatakan”]
dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran
dengan kelaliman.” (Roma 1:18). Sebagai orang-orang yang hidup di tengah dunia yang
jahat dan dikutuk oleh Allah, kita tak dapat menghindari akibat murka Allah terhadap
dunia, meskipun murka itu tidak ditujukan khusus kepada kita.
Dengan mengetahui hal ini, lalu apa yang harus dilakukan? Pertama, kita harus
percaya kepada Allah. Yeremia menulis:
Dalam pada itu ada juga burung rajawali besar yang lain dengan sayapnya yang
besar dan bulu yang lebat. Dan sungguh, pohon anggur ini mengarahkan akarakarnya ke burung itu dan cabang-cabangnya dijulurkannya kepadanya, supaya
burung itu mengairi dia lebih baik dari bedeng di mana ia ditanam. Namun ia
ditanam di ladang yang baik, dekat air yang berlimpah-limpah, supaya ia bercabangcabang dan berbuah dan supaya menjadi pohon anggur yang bagus. (Yeremia 17:78).
Perhatikan, Yeremia tidak berkata bahwa orang yang percaya kepada Tuhan tidak akan
pernah menghadapi kemarau. Tidak, ketika panas dan kelaparan melanda, orang percaya
bagaikan pohon yang menyebarkan akar-akarnya ke aliran air. Ia punya sumber lain
makanan, bahkan selagi dunia di sekitarnya menderita. Contohnya, kisah Elisa yang
diberi makan oleh burung gagak selama kelaparan di Israel (lihat 1 Raja-Raja 17:1-6).
Daud menulis tentang orang-orang benar, “mereka akan menjadi kenyang pada hari-hari
kelaparan” (Mazmur 37:19).
Tetapi, tidakkah kelaparan disebabkan oleh Iblis? Tidak, menurut Alkitab. Allah selalu
bertanggung-jawab, dan kelaparan dianggap sebagai konsekwensi murkaNya atas orangorang yang layak mengalaminya. Misalnya:
Sebab itu beginilah firman TUHAN semesta alam: "Sesungguhnya, Aku akan
menghukum mereka: pemuda-pemuda mereka akan mati oleh pedang, anak-anak
mereka yang laki-laki dan perempuan akan habis mati kelaparan” (Yeremia
11:22, tambahkan penekanan).
Beginilah firman TUHAN semesta alam: Sesungguhnya, Aku akan mengirim
pedang, kelaparan dan penyakit sampar ke antara mereka, dan Aku akan membuat
mereka seperti buah ara yang busuk dan demikian jeleknya, sehingga tidak dapat
dimakan. (Yeremia 29:17).
"Hai anak manusia, kalau sesuatu negeri berdosa kepada-Ku dengan berobah setia
dan Aku mengacungkan tangan-Ku melawannya dengan memusnahkan persediaan
makanannya dan mendatangkan kelaparan atasnya dan melenyapkan dari negeri
itu manusia dan binatang,...” (Yehezkiel 14:13, tambahkan penekanan).
Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu
membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah
firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi
reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri.
Itulah sebabnya langit menahan embunnya dan bumi menahan hasilnya, dan Aku
memanggil kekeringan datang ke atas negeri, ke atas gunung-gunung, ke atas
gandum, ke atas anggur, ke atas minyak, ke atas segala yang dihasilkan tanah, ke
atas manusia dan hewan dan ke atas segala hasil usaha." (Hagai 1:9-11, tambahkan
penekanan).
Pada contoh keempat di atas, orang-orang Israel disalahkan karena kemarau oleh
karena dosa mereka, tetapi Allah bertanggung-jawab atas munculnya kemarau itu.9
Jika Allah menimbulkan kelaparan pada orang-orang jahat, dan kita hidup di antara
orang-orang jahat itu, lalu kita percaya bahwa Ia akan menyediakan kebutuhan kita.
Paulus tegaskan bahwa kelaparan tak dapat memisahkan kita dari kasih Kristus!:
“Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan
atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?”
(Roma 8:35, tambahkan penekanan). Perhatikan, Paulus tidak berkata bahwa orang-orang
Kristen tak akan pernah mengalami kelaparan, tetapi sebaliknya bermakna bahwa mereka
bisa saja mengalami kelaparan; meskipun Paulus masih belajar ayat-ayat Alkitab, ia tahu
bahwa Allah dapat memunculkan kelaparan untuk menghukum orang-orang jahat.
Ketaatan dan Hikmat (Obedience and Wisdom)
Kedua, kita harus taat dan menggunakan hikmat ilahi untuk menghindari perangkap
murka Allah yang ditujukan pada dunia. Nuh harus membuat bahteranya, Lot harus
menuju ke perbukitan, orang-orang Kristen di Yerusalem harus meninggalkan kota
mereka; mereka semua harus menaati Allah untuk menghindari perangkap hukumanNya
atas orang-orang jahat.
Jika saya hidup di wilayah angin ribut, saya akan bangun rumah yang kuat yang tidak
dapat dirobohkan angin atau rumah murah yang mudah dipindahkan! Dan saya berdoa.
Setiap orang Kristen harus berdoa dan tetap peka kepada Pribadi yang Yesus janjikan
akan “memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang” (Yohanes 16:13) sehingga ia
dapat menghindari murka Allah atas dunia.
Kita baca dalam Kisah Para Rasul 11 tentang nabi Agabus yang mengingatkan
datangnya kelaparan yang bisa menimbulkan bencana bagi orang-orang Kristen di
Yudea. Sehingga, Paulus dan Barnabas menerima sumbangan untuk menolong orangorang Kristen itu (lihat Kisah Para Rasul 11:28-30).
Bisakah hal-hal itu terjadi kini? Tentu saja, karena Roh Kudus tidak berubah, kasih
Allah juga tidak habis. Tetapi, sayangnya sebagian orang dalam tubuh Kristus tidak
9
Untuk acuan tambahan terhadap Allah sebagai penyebab kelaparan, lihat Ulangan 32:23-24; 2 Samuel
21:1; 24:12-13; 2 Raja-Raja 8:1; Mazmur 105:16; Yesaya 14:30;Yeremia 14:12, 15-16; 16:3-4; 24:10;
27:8; 34:17; 42:17; 44:12-13; Yehezkiel 5:12, 16-17; 6:12; 12:16; 14:21; 36:29; Wahyu 6:8; 18:8).
Yesus Sendiri berkata bahwa Allah “menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak
benar” (Matius 5:45). Allah mengendalikan hujan.
terbuka bagi berbagai karunia dan manifestasi Roh Kudus, sehingga mereka tak
menikmati sebagian hal terbaik dari Allah, karena mereka “memadamkan Roh ” (1
Tesalonika 5:19).
Dalam otobiografinya, mantan presiden dan pendiri Persekutuan Usahawan Injil
Sepenuh (the Full Gospel Businessmen), Demos Shakarian mengingat bagaimana Allah
berbicara melalui seorang nabi-anak yang buta huruf kepada orang-orang Kristen yang
hidup di Armenia pada penghujung tahun 1800an. Ia ingatkan mereka akan terjadinya
pembantaian besar-besaran, sehingga ribuan orang-orang Kristen Pentakosta yang
percaya kepada manifestasi adikodrati meninggalkan negara itu, termasuk kakek dan
nenek Shakarian. Segera setelah itu, invasi Turki ke Armenia membantai lebih dari satu
juta orang Armenia, termasuk orang-orang Kristen yang tidak menghiraukan peringatan
Allah.
Kita harus bijak untuk terbuka kepada Roh Kudus dan taat kepada Allah, jika tidak,
sangat mungkin kita mengalami murka Allah yang sebenanya Ia tak ingin kita alami.
Elisa pernah memerintahkan seorang wanita: "Berkemaslah dan pergilah bersama-sama
dengan keluargamu, dan tinggallah di mana saja engkau dapat menetap sebagai
pendatang, sebab TUHAN telah mendatangkan kelaparan, yang pasti menimpa negeri ini
tujuh tahun lamanya." (2 Raja-Raja 8:1). Bagaimana seandainya wanita itu tak
mendengarkan nabi itu?
Dalam kitab Wahyu kita baca peringatan bagi umat Allah untuk keluar dari “Babilon”
jika tidak mereka akan terperangkap dalam hukuman Allah atasnya:
Lalu aku mendengar suara lain dari sorga berkata: "Pergilah kamu, hai umat-Ku,
pergilah dari padanya [Babylon] supaya kamu jangan mengambil bagian dalam
dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.
Sebab dosa-dosanya telah bertimbun-timbun sampai ke langit, dan Allah telah
mengingat segala kejahatannya. …. Sebab itu segala malapetakanya akan datang
dalam satu hari, yaitu sampar dan perkabungan dan kelaparan; dan ia akan dibakar
dengan api, karena Tuhan Allah, yang menghakimi dia, adalah kuat." (Wahyu 18:45, 8, tambahkan penekanan).
Kesimpulannya, Allah berdaulat atas cuaca dan bencana alam. Dalam Alkitab, Allah
berkali-kali membuktikan diriNya sebagai Tuhan atas alam, Dia yang membuat empat
puluh hari hujan di zaman Nuh, Dia yang menurunkan hujan batu dan mengirimkan
wabah penyakit lainnya kepada musuh-musuh Israel, Dia yang menimbulkan angin yang
menghantam kapal yang ditumpangi Yunus, Dia yang menghardik badai di Danau
Galilea. Menurut perkataan Yesus, Dia adalah “Tuhan langit dan bumi” (Matius 11:25).
Untuk tambahan bukti Alkitabiah mengenai kekuasaan Allah atas alam, lihat Yosua
10:11; Ayub 38:22-38; Yeremia 5:24; 10:13; 31:35; Mazmur 78:45-49; 105:16; 107:3337; 135:6-7; 147:7-8, 15-18; Matius 5:45; Kisah Para Rasul 14:17.
Jawaban atas Beberapa Pertanyaan (A Few Questions Answered)
Jika Allah menghukum orang-orang melalui kelaparan, banjir, dan gempa bumi, maka,
sebagai wakil-wakil Allah, apakah keliru bila kita membantu dan memulihkan
penderitaan mereka yang sedang dihukum oleh Allah?
Sama-sekali tidak. Kita harus sadari bahwa Allah mengasihi setiap orang, termasuk
orang-orang yang Dia hukum. Walau tampak aneh, hukumanNya melalui bencana alam
sebenarnya adalah indikasi kasihNya. Bagaimana bisa begitu? Melalui kesulitan dan
penderitaan yang diakibatkan oleh bencana alam, Allah mengingatkan orang-orang yang
Ia kasihi bahwa Ia adalah suci dan mendatangkan hukuman, dan ada konsekwensi atas
dosa. Allah izinkan penderitaan sementara untuk membantu orang-orang agar menyadari
bahwa ia butuh seorang Juruselamat —agar mereka menghindari lautan api. Itulah kasih!
Selama orang masih bernafas, Allah masih menunjukkan belas-kasihan yang tak layak
didapatkannya dan ada waktu baginya untuk bertobat. Dengan belas-kasihan dan
pertolongan, kita dapat tunjukkan kasih Allah bagi orang-orang yang mengalami murka
sementara dariNya, tetapi dapat diselamatkan dari murkaNya yang kekal. Bencana alam
adalah kesempatan untuk menjangkau dunia yang olehnya Yesus sudah mati.
Bukankah menjangkau orang-orang dengan Injil adalah hal terpenting dalam
kehidupan ini? Ketika kita memperoleh perspektif kekal, penderitaan orang-orang yang
terjebak dalam bencana alam bukan apa-apa dibandingkan penderitaan mereka yang akan
dilempar masuk ke lautan api.
Nyatanya, orang-orang umumnya menjadi lebih menerima Injil ketika mereka
menderita. Ada banyak contoh dalam Alkitab tentang gejala tersebut, seperti pertobatan
bangsa Israel selama ditekan oleh bangsa-bangsa tetangganya, dan kisah yang Yesus
ceritakan tentang anak yang hilang. Orang-orang Kristen harus memandang bencana
alam sebagai saat-saat ketika ladang sudah menguning dan siap dituai.
Marilah Kita Beritakan Kebenaran (Let’s Tell the Truth)
Tetapi, apa pesan kita kepada mereka yang memunguti sisa-sisa kehidupan setelah
angin ribut atau gempa-bumi? Bagaimana kita harus menjawab jika mereka meminta
jawaban teologis atas situasi sulit yang mereka hadapi? Jujurlah dengan ajaran Alkitab,
dan katakan kepada orang-orang bahwa Allah adalah suci dan dosa mereka membawa
akibat. Katakan kepada mereka bahwa deru angin ribut yang menakutkan adalah contoh
kecil kuasa Tuhan yang Mahakuasa, dan ketakutan yang mereka rasakan ketika rumah
bergoncang bukan apa-apa dibandingkan ketakutan yang akan melanda ketika mereka
dibuang ke dalam neraka. Dan katakan kepada mereka bahwa meskipun kita semua layak
masuk neraka, Allah dengan penuh kasih memberi waktu bagi kita untuk bertobat dan
percaya kepada Yesus, yang olehNya kita dapat diselamatkan dari murka Allah.
Sebagian orang bertanya “Tetapi, bukankah kita tidak boleh menakuti orang-orang
tentang Allah?” Jawaban Alkitab: “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan”
(Amsal 1:7). Sebelum orang-orang takut akan Tuhan, mereka sebenarnya tak tahu apaapa.
Bagaimana bila Orang Marah Kepada Allah (What if People Become Angry
With God?)
Mungkinkah orang-orang tidak marah kepada Allah oleh karena penderitaan mereka?
Mungkin mereka marah, tetapi dengan kelembutan kita, bantulah mereka untuk melihat
kebanggan mereka. Tak seorangpun berhak mengeluh kepada Allah atas perlakuanNya
kepadanya, karena kita semua layak dibuang ke neraka sejak dulu kala. Bukannya
mengutuki Allah karena bencana, tiap orang haruslah memuji Tuhan karena Ia tetap
mengasihinya dengan mengingatkannya. Allah berhak mengabaikan setiap orang, dengan
membiarkannya mengikuti jalan-jalannya sendiri menuju neraka. Tetapi, setiap hari Allah
mengasihinya dan memanggilnya. Dengan lembut, Ia memanggil setiap orang melalui
bunga-bunga, pohon apel, kicauan merdu burung, kemuliaan gunung-gunung, dan
kerlipan puluhan ribu bintang di langit. Ia memanggil tiap orang melalui kata-hatinya,
gerejaNya, dan Roh KudusNya. Tetapi, orang-orang sering mengabaikan panggilanNya.
Tentu saja, Tuhan tak mengendaki orang-orang mengalami penderitaan, tetapi ketika
mereka terus mengabaikanNya, Ia mengasihi mereka dengan melakukan langkah-langkah
lebih drastis demi menarik perhatian mereka. Angin ribut, gempa bumi, banjir dan
kelaparan adalah beberapa langkah lebih drastis itu. Tuhan berharap agar bencanabencana itu dapat merendahkan kesombongan orang-orang dan membuat mereka sadar.
Apakah Allah Tidak Adil dalam HukumanNya (Is God Unfair in His Judgment?)
Ketika kita perhatikan Allah dan dunia kita dari sudut-pandang Alkitab, maka kita
berpikir dengan benar. Alkitab memandang bahwa setiap orang layak mendapat murka
Allah, namun Allah penuh kasih karunia. Ketika orang yang menderita mengatakan ia
layak mendapat perlakuan lebih baik dari Allah, tentu saja Ia mengeluh. Setiap orang
akan menerima lebih banyak belas-kasihan daripada yang layak diterimanya.
Selaras dengan tema itu, Yesus pernah berkomentar tentang dua bencana yang terjadi
untuk sementara. Kita baca dalam Injil Lukas:
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang
orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban
yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang
Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain,
karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau
kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu
kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar
kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem?
Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan
binasa atas cara demikian." (Lukas 13:1-5).
Orang-orang Galilea yang mati di tangan Pilatus tak dapat berkata, “Allah tidak adil
memperlakukan kita karena tidak menyelamatkan kita dari Pilatus!” Tidak, mereka
orang-orang berdosa yang layak mati. Dan, menurut Yesus, kelirulah orang-orang Galilea
yang tetap bertahan bila mereka simpulkan bahwa dosa mereka lebih sedikit
dibandingkan dosa sesama mereka yang dibunuh. Mereka tak mendapatkan kebaikan
yang lebih besar dari Allah —mereka telah diberi kasih karunia yang lebih besar.
Pesan Kristus jelas: “Kalian semua orang berdosa. Dosa memiliki akibat. Kini, kalian
hidup oleh karena belas-kasihan Allah. Jadi bertobatlah sebelum kalian terlambat.”
Yesus menyimpulkan komentar-komentarNya mengenai tragedi-tragedi dengan
perumpamaan tentang belas-kasihan Allah:
Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang
tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu,
tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu:
Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak
menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan
percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan
mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun
depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Lukas 13:6-9).
Itulah gambaran keadilan dan belas-kasihan Allah. Keadilan Allah berseru,
“Tebanglah pohon yang tak berguna!” Tetapi belas-kasihanNya memohon, “Tidak,
berikan tambahan waktu untuk berbuah.” Tiap orang yang tak memiliki Kristus bagaikan
pohon itu.
Dapatkan Kita Menghardik Angin Ribut dan Banjir? (Can We Rebuke
Hurricanes and Floods?)
Satu pertanyaan akhir tentang bencana alam: Jika kita punya cukup iman, apakah tidak
benar bila kita dapat menghardik dan mencegah terjadinya bencana alam?
Beriman berarti mempercayai kehendak tersembunyi dari Allah. Karena itu, iman
harus didasarkan pada perkataan Allah atau iman itu bukanlah iman sama sekali, tetapi
hanya harapan atau praduga. Dalam Alkitab Allah tak pernah berjanji bahwa kita dapat
menghardik dan menenangkan angin ribut, sehingga tiada jalan bagi orang untuk beriman
demi melakukan hal itu (di luar kedaulatan Allah yang memberikan iman padanya).
Saya jelaskan lebih lanjut. Cara memiliki iman untuk menghardik angin ribut adalah
bila ia yakin bahwa Allah tidak ingin angin ribut itu menghantam daerah tertentu. Seperti
kita pelajari dari Alkitab, Allah adalah Pengendali angin dan bertanggung-jawab atas
angin ribut. Karena itu, tak mungkin seseorang beriman sehingga ia dapat menghentikan
angin ribut ketika Allah Sendiri telah tetapkan munculnya angin itu! Kecuali bila Allah
mengubah pikiranNya tentang angin ribut, yang mungkin Ia lakukan untuk menjawab doa
seseorang agar Ia menunjukkan belas-kasihan, atau menanggapi pertobatan orang yang
nyaris Dia hukum (misalnya, ingatlah kisah Ninewe di zaman nabi Yunus). Tetapi,
meskipun Allah mengubah pikiranNya, tak seorangpun dapat beriman untuk menghardik
dan menenangkan angin ribut bila ia tak tahu bahwa Allah telah mengubah pikiranNya
dan juga tahu bahwa Allah menghendakinya untuk menghardik dan menenangkan angin
ribut .
Yesuslah satu-satunya orang yang pernah menghardik dan menenangkan angin ribut.
Cara kita untuk dapat melakukannya adalah bila Allah memberi “karunia iman” (juga
disebut karunia “iman khusus”) sebagai salah satu dari sembilan karunia Roh dalam 1
Korintus12:7-11. Seperti karunia-karunia Roh, karunia iman bekerja sesuai kemauan kita,
namun hanya oleh kehendak Roh (lihat 1 Korintus 12:11). Karena itu, bila Allah tidak
memberikan karunia khusus untuk menghardik angin ribut, janganlah tetap tinggal dalam
jalur angin itu, melalui tindakan iman. Jauhilah jalur angin itu! Saya sarankan anda untuk
berdoa demi mendapat perlindungan Allah, dan memohon belas-kasihan dariNya untuk
orang-orang yang tengah dihukumNya, sambil memohon padaNya untuk menyelamatkan
kehidupan mereka sehingga mereka dapat memiliki waktu lebih banyak untuk bertobat.
Perhatikan bahwa ketika Paulus sedang menuju ke Roma dengan kapal yang didorong
oleh angin kencang selama dua minggu, ia tidak menenangkannya dengan hardikan (lihat
Kisah Para Rasul 27:14-44). Ia tak menghardik angin kencang itu karena ia tak sanggup.
Perhatikan juga bahwa Allah benar-benar berbelas-kasihan kepada setiap orang di
perahu itu, karena semua 276 orang selamat dari kapal yang karam (lihat Kisah Para
Rasul 27:24, 34, 44). Saya berpendapat bahwa Allah berbelas-kasihan pada mereka
karena Paulus berdoa agar Allah memberikan belas-kasihan kepada mereka.
Download