TINJAUAN PUSTAKA Dadiah Dadiah merupakan makanan khas masyarakat Sumatera Barat. Di kalangan masyarakat pedesaan dadiah seringkali dikonsumsi secara langsung atau sebagai lauk pauk pendamping nasi. Dadiah dihasilkan dari proses fermentasi susu kerbau dengan cara tradisional yaitu dengan menyimpan susu kerbau hasil pemerahan langsung ke dalam tabung bambu selama semalaman dan ditutup dengan daun pisang. Mikroba yang berperan dalam fermentasi dadiah berasal dari susu, daun pisang dan bambu (Suryono, 2003). Asam laktat yang terdapat di dalam dadiah diduga mampu mengalahkan bakteri patogen atau perusak yang terdapat di dalam susu. Bakteri asam laktat yang diduga sebagai probiotik di dalam dadiah mampu bertahan di dalam saluran pencernaan manusia (Ruspidra, 2006). Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum merupakan salah satu spesies Lactobacillus yang penting secara industri. Ray dan Bhunia (2008) menggolongkan L. plantarum ke dalam golongan II (heterofermentatif fakultatif) berdasarkan produk utama fermentasinya. Bakteri yang termasuk golongan II memproduksi asam laktat sebagai produk akhir utama atau campuran antara asam laktat, asam asetat dan asam format, etanol dan karbondioksida yang jumlahnya tergantung pada jumlah karbohidrat yang tersedia. Lactobacillus plantarum memiliki aktivitas antimikroba, ditunjukkan oleh kemampuan penghambatannya terhadap Lactobacillus curvatus, Lactobacillus sake dan Listeria monocytogenes karena adanya bakteriosin yang dihasilkannya yaitu plantarisin B. Produk utama L. plantarum dalam kondisi aerob adalah asam asetat Surono (2004). Lactococcus lactis Lactococcus lactis adalah mikroba yang diklasifikasikan sebagai bakteri asam laktat karena memfermentasi gula (laktosa) menjadi asam laktat. L. lactis termasuk bakteri Gram positif, non motil dan tidak membentuk spora (Todar, 2009). Menurut Surono (2004), L. lactis subsp. lactis memiliki bentuk sel bulat dengan susunan rantai pendek, bersifat katalase negatif dan suhu optimum pertumbuhannya adalah 28-37oC. Bakteriosin diproduksi oleh 15 strain L. lactis (14 L. lactis subsp. lactis dan satu dari L. lactis subsp. cremoris) yang tahan pada kondisi panas, sensitif pada beberapa enzim proteolitik dan lebih aktif pada kisaran pH yang luas. Ketahanan L. lactis terhadap kondisi panas sangat dipengaruhi oleh pH (Moreno et al., 2000). Yogurt Yogurt adalah susu asam yang dihasilkan dari fermentasi susu oleh campuran bakteri asam laktat termofilik yaitu Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus dan Streptococcus salivarius ssp. thermophilus. Kedua bakteri ini bersama-sama membentuk rasa asam, kekentalan, memperbanyak asam laktat dan intensitas flavor (Rahman et al., 1992). Bakteri asam laktat sering digunakan untuk menghasilkan produk akhir dengan karakteristik tertentu. Yogurt adalah salah satu pangan yang mengandung probiotik, dengan syarat produk akhir yogurt harus mengandung bakteri asam laktat ≥ 108 organisme/gram (Adolfsson et al., 2004). Maheswari (2008) berhasil mengisolasi bakteri asam laktat dari yogurt susu sapi yaitu Lactobacillus acidophilus Y-01 dan Bifidobacterium longum Y-01. Lactobacillus acidophilus Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, panjang, Gram positif, tidak tumbuh pada suhu 10oC, tumbuh pada suhu 45oC, tidak mereduksi litmus, tidak tahan pada kondisi garam (6,5%) dan bersifat non-termodurik (Rahman et al.,1992). L. acidophilus mempunyai ketahanan terhadap asam lambung buatan dengan pH 2,5 selama 3 jam dan bakteriosin yang dihasilkan tetap aktif pada pH 10 (Oh dan Worobo, 2000). Secara fisiologis L. acidophilus meningkatkan mikroflora usus karena dapat hidup di usus. Efek pertumbuhan yang ditunjukkan adalah membantu memanfaatkan nutrisi secara efisien terutama dari kalsium, protein, besi dan fosfor pada proses fermentasi yang menghasilkan asam laktat. Kerja intensif dari aktivitas βgalaktosidase lebih baik dalam hal menekan bakteri penghasil gas di dalam saluran pencernaan. L. acidophilus mampu menurunkan kadar kolesterol, mengontrol pertumbuhan sel-sel kanker melalui aktivitas enzimnya yang mampu menurunkan produksi karsinogenik dan mencegah pengembangan kanker di dalam pencernaan (Nakazawa dan Hosono, 1992). 4 L. acidophillus mensekresikan senyawa metabolit biosurfaktan, bakteriosin, asam organik dan H2O2 yang dapat menghambat pelekatan dan pertumbuhan bakteri patogen, serta molekul koagregasi yang menghambat penyebaran bakteri patogen. L. acidophilus menghasilkan D (-) asam laktat yang berfungsi memperbaiki ketersediaan mineral biologis, sehingga memperbaiki penyerapan mineral, terutama kalsium, sebab kalsium lebih mudah diserap dalam kondisi asam (Surono, 2004). Bifidobacterium longum Genus Bifidobacterium merupakan populasi terbesar ketiga dalam saluran usus manusia setelah genera Bacteriodes dan Eubacteria. Genus ini juga didapatkan paling dominan pada bayi dan anak-anak. Beberapa spesies telah diteliti dan banyak dijumpai pada feses manusia, sehingga sering dijadikan sebagai salah satu indikator kontaminasi fekal meskipun masih diperdebatkan (Nebra dan Blanch, 1999). Bifidobacterium hidup pada lapisan lumen kolon dan lebih spesifik lagi membentuk koloni dalam jumlah banyak, menyerap nutrisi, mensekresikan asam laktat, asam asetat dan senyawa antimikroba. Bifidobacteria dominan pada dinding usus sehingga mencegah dinding usus dari kolonisasi bakteri yang tidak diinginkan (E. coli) atau khamir (Candida) (Tamime dan Robinson, 2008). Diantara kriteria penting bakteri probiotik adalah kemampuan melekat dan berkolonisasi pada mukosa usus manusia. Riset terhadap kemampuan adesi bakteri menunjukkan bahwa polisakarida seluler bisa membantu pelekatan bakteri terhadap permukaan biologis, sehingga memungkinkan terjadi kolonisasi. Bifidobacterium menghasilkan bifidan sebagai eksopolisakarida (EPS) yang terbukti mengawali adesi dan sebagai pelekat permanen. Beberapa senyawa EPS mengandung gluko dan frukto oligosakarida, serta bisa menghasilkan asam lemak rantai pendek setelah terhidrolisis dalam saluran usus oleh mikroflora usus besar serta memberi pengaruh yang positif bagi kesehatan dan manfaat nutrisi sebagai prebiotik bagi flora usus (Surono, 2004). Probiotik Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan pada inangnya (FAO, 2001). Keseimbangan yang baik dalam ekosistem mikrobiota usus bisa menguntungkan 5 kesehatan tubuh dan dapat dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari (Lisal, 2005). Probiotik dapat diperoleh melalui konsumsi produk olahan susu fermentasi. Mikroba probiotik dalam susu fermentasi terdiri dari genus Lactobacillus, Pediococcus, Bifidobacterium, Lactococcus, Enterococcus dan Saccharomyces. Bakteri probiotik yang digunakan dalam produk olahan pangan harus mempertimbangkan aspek keamanan. Genus Lactococcus dan Lactobacillus merupakan genus bakteri yang paling umum mendapatkan status GARS atau Generally recognized as safe sehingga aman dikonsumsi (Surono, 2004). Hoier (1992) menyatakan bahwa ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk penentuan strain mikroba probiotik, yaitu: (1) mampu melakukan aktivitas dalam memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat, (2) mampu menggandakan diri, (3) tahan terhadap suasana asam sehingga mampu hidup dan bertahan dalam saluran pencernaan, (4) menghasilkan produk akhir yang dapat diterima konsumen dan (5) mempunyai stabilitas yang tinggi selama proses fermentasi, penyimpanan dan distribusi. Pernyataan tersebut dikuatkan Lisal (2005) yang menegaskan, bahwa karakteristik probiotik yang diinginkan dari satu strain spesifik mencakup: (a) mempunyai kapasitas untuk bertahan hidup /survived, untuk melakukan kolonisasi /colonized, serta melakukan metabolisme /metabolized dalam saluran percernaan, (b) mampu mempertahankan suatu keseimbangan mikroflora usus yang sehat melalui kompetisi dan inhibisi kuman-kuman patogen, (c) dapat menstimulasi bangkitnya pertahanan imun, (d) bersifat non-patogenik dan non-toksik, serta (e) harus mempunyai karakteristik teknologi yang baik, yaitu mampu bertahan hidup secara optimal dan stabil selama penyimpanan dan penggunaan (storage and use) dalam bentuk preparat makanan yang didinginkan atau dikeringkan, agar dapat disediakan dalam jumlah besar untuk industri. Probiotik merupakan mikroorganisme yang menguntungkan. Beberapa manfaat dari mengkonsumsi probiotik diantaranya: (1) baik untuk penderita lactose intolerance, (2) pencegahan kanker usus besar, (3) menurunkan kolesterol, (4) menurunkan tekanan darah (Sanders, 2000). Prinsip kerja probiotik yaitu (1) mikroorganisme non-endogenous mendesak mikroorganisme patogen endogenous keluar dari ekosistem saluran pencernaan dan menggantikan lokasi mikroorganisme patogen (translokasi) di dalam saluran pencernaan, (2) menyediakan enzim yang mampu 6 menyerap serat kasar, protein, lemak dan mendetoksifikasi zat racun dan metabolit, (3) menghasilkan asam, selain itu beberapa mikroba probiotik dapat menghasilkan bahan antimikroba (bakteriosin). Probiotik dapat diberikan melalui pangan, air minum dan kapsul. Pemberian melalui pangan merupakan cara terbaik untuk memperoleh jumlah dan proporsi yang tepat (Gibson dan Roberford, 1995). Bakteri probiotik yang bertahan hidup dalam saluran pencernaan setelah dikonsumsi, menunjukkan tahan terhadap lisozim, asam lambung dan asam empedu, sehingga mampu mencapai usus dalam keadaan hidup. Bakteri probiotik mampu melekat pada sel-sel epitelial dan memproduksi zat metabolit yang berperan dalam menjaga dan mempertahankan mikroflora usus. Kondisi seimbang mikroflora usus memberikan aktivitas menguntungkan dan menghasilkan efek positif bagi kesehatan (Yuguchi et al., 1992). Banyak kendala dijumpai pula dalam penggunaan probiotik, termasuk kemampuan bertahan, kolonisasi dan kompetisi nutrien untuk masuk ke dalam suatu lingkungan ekosistem yang sudah mengandung beberapa ratus jenis bakteri lainnya. Lisal (2005) menambahkan, jika bahan yang mengandung probiotik tidak dikonsumsi secara kontinyu, maka bakteri yang ditambahkan itu dengan cepat akan mengalami wash-out (tidak lagi melekat dan dikeluarkan dari saluran pencernaan). Pendekatan lain yang dapat mengatasi keterbatasan pemakaian probiotik adalah dengan menggunakan prebiotik yaitu suatu unsur makanan yang tidak dapat dicerna dan mempunyai pengaruh menguntungkan bagi inangnya, yang secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas metabolik dari satu atau sejumlah terbatas bakteri dalam kolon sehingga memperbaiki kesehatan induk semangnya. Tikus Putih Tikus merupakan spesies pertama mamalia yang didomestikasi untuk tujuan ilmiah karena memiliki daya adaptasi yang baik. Tikus yang diproduksi sebagai hewan percobaan dan hewan peliharaan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) yang memiliki beberapa keunggulan antara lain penanganan dan pemeliharaan yang mudah karena tubuhnya kecil, sehat dan bersih, kemampuan reproduksi yang tinggi dengan masa kebuntingan yang singkat (Malole dan Pramono, 1989). Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Ballenger (2001) adalah sebagai berikut: 7 Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Subordo : Sciurognathi Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus Tikus putih (Rattus norvegicus) memiliki ciri-ciri panjang total 440 mm, panjang ekor 205 mm dan berat 140-500 g, dengan rataan 400 g (Balenger, 2001). Karakteristik tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Sigit et al. (2006), yaitu tekstur rambut kasar dan agak panjang, bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan silindris agak membesar ke belakang, warna badan dorsal cokelat hitam kelabu, warna badan vertikal cokelat kelabu pucat, berat 150-600 gram dan panjang total 310-460 mm. Tikus putih dipakai karena tergolong omnivora, seperti halnya manusia dan telah terbukti bahwa kebutuhan asam amino esensialnya menyamai kebutuhan manusia, khususnya anak-anak. Satu minggu umur tikus putih ekuivalen dengan 30 minggu umur manusia, sehingga pengaruh zat gizi terhadap pertumbuhan dapat dipelajari dengan cepat pada tikus putih (Nio, 1989). Tikus laboratorium memiliki beberapa karakteristik yaitu: (a) tikus laboratorium jantan jarang berkelahi, (b) dapat tinggal sendirian dalam kandang asal dapat melihat dan mendengar tikus lain, (c) tikus ini tenang dan mudah ditangani di laboratorium, (d) dibandingkan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman dan umumnya lebih mudah berkembang biak, mempunyai bobot badan dewasa mencapai 250 gram tergantung galur. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatominya yang tidak lazim yaitu di tempat esophagus bermuara ke dalam lambung dan tidak memiliki kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Beberapa karakteristik tikus antara lain bersifat nocturnal yaitu aktif pada malam hari dan tidur pada siang hari. Aktivitas tikus dalam mencari makan memiliki dua puncak, yaitu 8 sekitar 1-2 jam setelah matahari terbenam dan sekitar 1-2 jam sebelum terbit fajar. Aktivitas bisa bergeser tergantung dari ketersediaan makanan (Sigit et al., 2006). Usus Halus Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan yang berfungsi mencerna dan menyerap zat-zat makanan seperti asam amino, lipid dan monosakarida (Banks, 1993). Berbeda lokasi usus halus, berbeda juga jenis mikronutrien yang diabsorbsi (Andra, 2007). Usus halus secara histologi terdiri atas lapisan mukosa (lamina epithelia, lamina propria dan muscularis mucosae, submukosa, muskularis (tunica muscularis) dan serosa (tunica serosa) (Banks, 1993). Pengamatan terhadap morfologi atau histologi usus seperti tinggi vili, ketebalan dan volume mukosa, kedalaman celah Liberkuhn dan parameter sejenis, dapat menjadi gambaran pertumbuhan saluran pencernaan (Khurfeld, 1999). Deskripsi mikroskopik usus halus dapat dilihat pada Gambar 1. (a) (b) (c) Gambar 1. Mikroskopik Usus Halus : (a) Duodennum, (b) Jejunum, (c) Ileum Sumber: Deltabase, 2006. 9 Usus halus dibagi dalam tiga daerah yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Daerah duodenum memiliki lipatan mukosa yang melingkar dan memiliki banyak vili (Banks, 1993). Duodenum adalah daerah absorbsi besi dan folat, juga menjadi tempat penting terjadinya pencampuran antara makanan dengan garam empedu dan enzim pankreas (Andra, 2007). Daerah jejunum usus halus mirip dengan daerah duodenum. Ukuran vili jejunum lebih langsing, lebih kecil dan jumlahnya lebih sedikit daripada duodenum (Banks, 1993). Jejunum menjadi bagian dari usus halus yang paling banyak menyerap mikronutrien. Selain nutrien, obat juga diserap di sini (Andra, 2007). Daerah ileum usus halus mirip dengan jejunum. Vili pada ileum membentuk kelompok. Daerah ileum tidak memiliki lipatan-lipatan mukosa (Banks, 1993). Motalitas makanan yang melewati ileum lebih lambat daripada jejunum. Hal itu memungkinkan kesempatan makanan untuk kontak lebih lama dengan mukosa sehingga absorbsi nutrisi lebih banyak. (Andra, 2007). Mikroflora Usus Hewan atau manusia bersifat bebas dari mikroorganisme ketika berada dalam rahim, namun setelah lahir beberapa tipe bakteri dapat menyerbu tubuh melalui jalur kelahiran. Mikroorganisme tersebut tinggal di saluran pencernaan sampai hewan tersebut mati. Bagian dari saluran pencernaan yang paling banyak dihuni oleh bakteri adalah saluran usus. Bakteri yang menempati saluran usus dan bila dianalogikan sebagai tumbuhan dikenal sebagai mikroflora usus (Nakazawa dan Hosono, 1992). Mikroflora usus secara alami terdapat dalam saluran pencernaan, yang terdiri atas bermacam-macam mikroba yang memiliki fungsi yang penting. Komposisi mikroflora usus berubah-ubah seiring meningkatnya umur seseorang. Pada manusia dewasa yang sehat, mikroflora usus berada dalam keseimbangan walaupun terdapat perbedaan antara individu satu dengan individu lain (Mizutani, 1992). Mizutani (1992) melaporkan, bahwa pada orang lanjut usia, jumlah Bifidobacterium spp. akan semakin menurun atau bahkan hilang, sedangkan Clostridium perfringens, Escherichia coli, Streptococus spp., serta Lactobacillus semakin meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum, komposisi mikroflora pada lokasi spesifik ditentukan oleh lingkungan fisik (gerakan usus) dan lingkungan kimia terutama perubahan pH (Salminen dan Wright, 1998). 10 Peranan mikroflora usus berdasarkan aktivitasnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas yang menguntungkan dan aktivitas yang merugikan. Golongan bakteri pertama yang memiliki aktivitas menguntungkan adalah Bifidobacteria, Lactobacillus spp. dan Eubacteria (Yuguchi et al., 1992) atau bakteri-bakteri yang bersifat anaerobik (Mitsuoka, 1989). Bakteri-bakteri tersebut menguntungkan karena dapat menjaga kesehatan dengan membantu pencernaan, membantu sintesis protein dan vitamin, menekan bakteri merugikan dan menstimulasi sistem imun. Golongan bakteri yang kedua adalah Clostridium perfringens, Veilonella spp. dan Proteus spp. memiliki aktivitas yang merugikan (Yuguchi et al., 1992). Selain ketiga bakteri tersebut, menurut Mitsuoka (1989), bakteri seperti Enterococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa juga termasuk kedalam bakteri yang merugikan. Bakteri-bakteri tersebut bersifat merugikan karena selain bersifat patogen, juga menghasilkan toksik yang menimbulkan kebusukan pada usus dan menghasilkan zat-zat yang bersifat karsinogenik. Efek yang mungkin muncul akibat sifat patogen bakteri-bakteri tersebut adalah penyakit saluran pencernaan bahkan abses pada organ-organ vital makhluk hidup. Menurut Mitsuoka (1989), selain kedua golongan bakteri yaitu bakteri yang menguntungkan dan bakteri yang merugikan ada pula golongan bakteri yang ketiga, yaitu golongan bakteri yang bersifat oportunistik. Bakteri golongan ini apabila ada dalam saluran pencernaan dalam jumlah yang melebihi batas maksimal akan menyebabkan timbulnya gangguan pada saluran pencernaan. Bakteri tersebut yaitu Streptococcus dan Escherichia coli. Yuguchi et al. (1992) menyatakan hal serupa, bahwa terdapat golongan bakteri yang memiliki sifat menguntungkan dan merugikan yaitu Bacteroides, Streptococcus spp., Escherichia coli serta Enterococcus. Mikroflora usus pada hewan sangat kompleks dan interaksi diantara mereka saling terkait satu dengan yang lainnya. Interaksi itu dijadikan sebagai cara untuk melakukan seleksi probiotik yang akan digunakan. Molin et al. (1993) menunjukan, bahwa galur Lactobacillus spp. yang dominan pada mukosa usus manusia sangat berbeda untuk setiap orang baik pada orang sehat maupun sakit. Jumlah Lactobacilli yang ditemukan pada usus dua belas jari (0-104/ml atau /g) meningkat sepanjang saluran pencernaan hingga mencapai 108-1011/g pada usus besar. 11 Manajemen mikroflora usus dapat dilakukan dengan peningkatan proporsi bakteri non patogen dan menekan jumlah bakteri patogen. Cara untuk mendapat proporsi bakteri non patogen yang tinggi adalah dengan mengkonsumsi bakteri probiotik dan menyediakan nutrisi yang sesuai untuk bakteri probiotik, agar didalam usus bakteri tersebut berkembang dengan pesat. Kelompok oligosakarida, inulin serta beberapa jenis peptida dari protein dapat mencapai usus, sehingga bakteri non patogen tersebut akan mendominasi populasi (Waspodo, 2001). Mitsuoka (1989) menyatakan bahwa BAL yang sering dijumpai dapat mencapai usus dalam keadaan hidup serta dapat digunakan sebagai kultur starter produk fermentasi adalah Lactobacilli dan Bifidobacteria, sedangkan genus Lactococci dan streptococci tidak dijumpai pada usus. Pengelompokan BAL berdasarkan kemampuan hidupnya dalam saluran pencernaan manusia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengelompokan Bakteri Berdasarkan Kemampuan Hidupnya dalam Saluran Pencernaan Manusia Grup Distribusi dan Karakteristik A Umumnya terdapat dalam usus, dapat mencapai usus dalam keadaan hidup B Sering dijumpai dalam usus C Dapat mencapai usus dalam keadaan hidup D Kadang-kadang terdapat pada usus dalam keadaan hidup Tidak dijumpai pada usus sebagai starter fermentasi susu E Genus dan Contoh Spesiesnya Bifidobacteria: B. bifidus, B. breve, B. longum, B. adolecentris, B. infantis Lactobacilli: L. acidophillus, L. salivarus, L. fermentum Lactobacilli: L. casei, L. brevis, L. plantarum, L.buchneri Lactobacilli: L. bulgaricus, L. helveticus Lacto-Streptococci: Lc. cremoris, Lc. thermophilus, Lc. diacetylactis Sumber: Mitsuoka (1989) Mekanisme Penempelan Bakteri pada Usus Mekanisme penempelan bakteri pada permukaan epitel usus atau yang sering disebut adesi terjadi melalui beberapa mekanisme. Mekanisme adesi yang pertama terjadi melalui ikatan antara struktur bakteri dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Mekanisme adesi yang kedua melibatkan gen adherence factor yaitu menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraseluler permukaan dan 12 arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Mekanisme adesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi (Lu dan Walker, 2001). Mekanisme probiotik dalam menghambat infeksi patogen menurut Collado et al (2010) yaitu 1) adanya bahan antimikroba melawan patogen, 2) proses immunodulasi, 3) perbaikan dari fungsi pelindung, 4) penempelan: persaingan dalam menghambat patogen, menghambat dan menempati tempat pelekatan patogen dan 5) agregasi dan koagregasi dengan patogen. Mukus usus memiliki peran ganda yaitu untuk melindungi mukosa dari mikroorganisme tertentu, penyedia tempat awal pengikatan, sumber nutrisi dan acuan bakteri untuk berkembang biak. Penempelan bakteri pada epitel usus lebih lanjut dibutuhkan untuk kolonisasi sementara dari saluran pencernaan dan penempelan atau penetrasi yang merupakan prasyarat untuk menginfeksi oleh banyak patogen. Kolonisasi mukosal dengan non-patogen merupakan hal penting untuk melindunginya dari strain patogen yang melawan inang melalui competitive exclusion. Gambar 2. Mekanisme Bakteri Probiotik dalam Menghambat Infeksi Patogen Sumber: Lu dan Walker, 2001. 13 Antibiotik Pelczar dan Chan (2008) mengatakan bahwa istilah antibiotik diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah sangat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain atau dengan kata lain antibiotik merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme lain. Setiap antibiotik sangat beragam efektivitasnya dalam melawan berbagai jenis bakteri, yaitu terdapat antibiotik yang mempunyai sasaran bakteri Gram negatif dan atau Gram positif. Keefektifan suatu antibiotik sangat tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Amoksisilin Amoksisilin merupakan antibiotik yang termasuk ke dalam golongan penisilin sub golongan α-aminobenzil penisilin. Amoksisilin memiliki karakteristik kestabilan terhadap asam dan spektrum antimikrobanya luas terutama terhadap bakteri Gram positif. Antibiotik amoksisilin membunuh bakteri secara langsung, dengan cara mencegah bakteri membentuk semacam lapisan yang melekat di sekujur tubuh selnya. Lapisan ini mempunyai fungsi yang sangat vital bagi bakteri, yaitu untuk melindungi bakteri dari perubahan lingkungan dan menjaga agar tubuh bakteri tidak lisis. Bakteri tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya lapisan ini. Amoksisilin memperlihatkan intensitas absorpsi dua kali lebih tinggi pada pemberian oral (Schunack et al., 1990). Penempelan Bakteri pada Permukaan Padat Penempelan bakteri adalah salah satu proses yang dilakukan oleh sel planktonik bila terdapat permukaan padat yang kontak langsung dengan media pertumbuhan bakteri. Penempelan sel bakteri ke permukaan padat terjadi dalam suatu rangkaian proses dengan beberapa tahap, yaitu (1) adsorpsi senyawa organik oleh permukaan, (2) transport bakteri ke permukaan, (3) adsorpsi mikroba oleh permukaan dan penempelan dapat balik yang diikuti oleh (4) pelepasan sel (desorption). Adsorpsi Senyawa Organik Molekul organik ditransportasikan dari fase cair menuju permukaan yang sebagian akan teradsorpsi menghasilkan permukaan yang terkondisi. Adsorpsi dari 14 molekul organik ini dapat terjadi setelah kontak langsung (Characklis dan Marshall, 1990). Glikoprotein merupakan salah satu molekul organik yang dapat teradsorpsi oleh permukaan dan mempunyai kemampuan untuk mengubah sifat permukaan (Dewanti dan Hariyadi, 1997). Transpor Bakteri ke Permukaan Transpor suatu bakteri banyak dipengaruhi oleh motilitas dari bakteri itu sendiri. Menurut Hood dan Zotolla (1995), untuk memperoleh zat nutrisi yang diperlukan agar dapat bertahan hidup, suatu bakteri yang mempunyai flagella cenderung akan bergerak sehingga terjadi transpor bakteri dari fase cair ke permukaan padat. Proses ini merupakan awal dari penempelan secara reversibel suatu bakteri, akan tetapi bakteri dengan atau tanpa flagela masih dapat menempel pada permukaan padat. Adsorpsi Reversibel Bakteri ke Permukaan Adsorpsi adalah akumulasi pada interfase atau konsentrasi sel pada suatu substratum atau interfase (Characklis dan Marshall, 1990). Proses adsorpsi banyak dipengaruhi oleh kondisi permukaan bakteri dan juga kondisi dari permukaan inert. Permukaan bakteri dan permukaan inert mempunyai muatan negatif, sehingga agar penempelan bakteri dapat terjadi, diperlukan gaya tarik-menarik yang dapat mengalahkan gaya tolak-menolak antara kedua permukaan. Adsorpsi reversibel adalah interaksi yang lemah antara sel dengan permukaan. Proses ini melibatkan gaya interaksi jarak jauh antara sel dan permukaan termasuk gaya Van der Wall dan interaksi elektrostatis. Pada proses ini, bakteri yang teradsorpsi akan mudah terlepas. Pelepasan Sel ke Fase Cair (Desorption) Pelepasan adalah proses transfer interfase yang mentransfer sel dari permukaan ke fase cair (Characklis dan Marshall, 1990). Bakteri yang teradsorbsi, secara reversibel dapat bergerak ke fase cair dengan mudah disebabkan adanya gaya tarik-menarik antara sel dengan permukaan yang terlalu lemah sehingga tidak dapat mengikat sel secara permanen. 15 Gambar 3. Penempelan yang Bersifat Sementara (Reversibel) (a) Sel Planktonik, (b)Sel dalam Cairan Datang dan Kontak dengan Permukaan Padat, (c) SelSel Lepas dari Permukaan dan Menjadi Sel Planktonik Kembali Sumber: Hood dan Zotolla (1995) Langkah kedua pada proses penempelan bakteri pada permukaan padat yaitu tergantung waktu dan melibatkan produksi material ekstraseluler yang menjadikan bakteri menempel pada permukaan. Penempelan ini akan bersifat tetap (ireversibel). Sel yang menempel pada permukaan padat tidak akan mudah lepas (ireversibel) jika ada kekuatan yang menahan sel yang cukup kuat sel tidak mudah terlepas dan dapat menghasilkan eksopolimer yang membantu penempelan bakteri ke permukaan. Gambar 4. Penempelan yang Tetap (Ireversibel) (a) Sel Planktonik, (b) Sel dalam Cairan Bersentuhan dengan Permukaan Padat dan Bersifat Ireversibel Sumber: Hood dan Zotolla (1995) Interaksi Antar Sel Bakteri Interaksi diantara strain bakteri dapat terjadi baik antar strain sejenis (autoagregasi) atau interaksi diantara strain yang berbeda (koagregasi). Suatu bakteri memiliki karaktersitik dinding sel yang berbeda dan senyawa yang dihasilkan juga 16 akan berbeda. Karakteristik dinding sel dan senyawa metabolit yang dihasilkan akan mempengaruhi interaksi yang terjadi. Autoagregasi Interaksi diantara strain dapat menguntungkan bagi stabilitas mikroflora usus dengan pembentukan agregat atau koloni pada strain yang sejenis (autoagregasi) dapat mencegah infeksi bakteri patogen dengan menempel dan melakukan translokasi pada permukaan usus. Autoagregasi menentukan kemampuan strain bakteri untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan cara yang tidak spesifik (Palomares et al., 2007). Nilai autoagregasi yang <20% dinyatakan sebagai autoagregasi lemah, sedangkan jika mempunyai nilai 20-70% dinyatakan sebagai autoagregasi sedang/medium. Autoagregasi tinggi memiliki nilai >70%. Kemampuan autoagregasi dipengaruhi oleh media pertumbuhan, suhu inkubasi dan pH. Strain bakteri yang termasuk kelompok autoagregasi rendah, sedang maupun tinggi memiliki hubungan dengan kemampuan hidrophobicity permukaannya yang dinilai berdasarkan perubahan absorbansi suspensi bakteri sebelum dan sesudah diekstraksi dengan xylene (Rahman et al., 2008). Kemampuan autoagregasi dan permukaan hydrophobicity sel dari suatu strain dapat dijadikan pendahuluan penyaringan (seleksi) untuk mengidentifikasi potensial penempelan bakteri (Palomares et al., 2007). Gambaran autoagregasi dapat diamati pada Gambar 5. a Makro Mikro b Makro Mikro c Makro Mikro Gambar 5. Gambaran Agregasi Strain Bifidobacteria pada Kelompok a) Autoagregasi Tinggi, b) Autoagregasi sedang/Medium dan c) Autoagregasi Lemah secara Makroskopik (Makro) dan Mikroskopik (Mikro) Sumber : Rahman et al. (2008) 17 Koagregasi Interaksi dapat juga terjadi diantara strain yang berbeda. Koagregasi menurut Kolenbrander et al. (1993) adalah hasil dari interaksi sel ke sel antara tipe sel yang berbeda. Interaksi probiotik dengan bakteri patogen atau koagregasi juga dapat mencegah patogen menempel pada permukaan usus karena adanya penempelan bakteri probiotik di permukaan usus akan menghambat bakteri patogen menempel pada permukaan usus sehingga tidak dapat menginfeksi usus tersebut. Penghambatan juga dapat terjadi pada perkembangan bakteri patogen karena bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa metabolit seperti asam organik, senyawa antimikroba dan terjadinya kompetisi dalam memfermentasi karbohidrat atau nutrisi lainnya, sehingga dapat menghambat atau bahkan membunuh bakteri patogen (Surono, 2004). 18