SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS ANTIMALARIA SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV) BENZOAT DAN DIFENILTIMAH(IV) DIBENZOAT TERHADAP Plasmodium falciparum (Skripsi) Oleh ISMI AMBALIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS ANTIMALARIA SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV)BENZOAT DAN DIFENILTIMAH(IV)DIBENZOAT TERHADAP Plasmodium falciparum Oleh ISMI AMBALIKA Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat dengan cara mereaksikan senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida dan difeniltimah(IV) dihidroksida dengan senyawa asam benzoat sebagai ligannya, kemudian direfluks pada suhu 60oC selama 4 jam. Senyawa hasil sintesis yang dihasilkan berupa padatan berwarna putih dengan rendemen 90,37% dan 89,48%. Kemurnian dari senyawa sintesis ini telah divalidasi dengan karakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, UV-Vis, NMR, dan microelemental analyzer. Setelah itu, uji aktivitas antimalaria dilakukan pada parasit malaria Plasmodium falciparum 3D7 dengan mengukur nilai 50% inhibitor concentration (IC50) dari masing-masing senyawa. Senyawa trifeniltimah(IV) benzoat memiliki nilai IC 50 0,62 μg/mL (0,13 x 10-5 M) dan difeniltimah(IV) dibenzoat memiliki nilai IC 50 1,31 μg/mL (0,25 x 10-5 M). Besarnya nilai IC50 yang dimiliki kedua senyawa tersebut, menandakan bahwa senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat tergolong senyawa yang sangat aktif sebagai antimalaria karena memiliki nilai IC50 <5 μg/mL. Meskipun kedua senyawa tersebut tergolong senyawa yang sangat aktif sebagai antimalaria, namun jika dibandingkan dengan klorokuin sebagai kontrol positif, aktivitas antimalaria kedua senyawa tersebut kurang efektif dibanding klorokuin yang memiliki nilai IC50 lebih kecil yaitu 0,002 μg/mL (0,62 x 10-8 M). Kata Kunci : sintesis, organotimah(IV) benzoat, antimalaria, P. falciparum, IC50 ABSTRACT SYNTHESIS, CHARACTERIZATION, AND ANTIMALARIAL BIOACTIVITY TEST OF TRIPHENYLTIN(IV) BENZOATE AND DIPHENYLTIN(IV) DIBENZOATE FOR Plasmodium falciparum BY ISMI AMBALIKA In this research, triphenyltin(IV) benzoate and diphenyltin(IV) dibenzoate have been synthesized by the reaction between triphenyltin(IV) hydroxide and diphenyltin(IV) dihydroxide with benzoic acid compound as ligand, then refluxing at 60 ° C for 4 hours. The resulting compound of this synthesis is white solid with yield of 90.37% and 89.48%. The purity of the compound has been validated by characterization using IR, UV-Vis, NMR spectrophotometers, and microelemental analyzer. Then, the antimalarial activity test was performed for malaria parasite Plasmodium falciparum 3D7 by measuring the value of 50% concentration inhibitor (IC50) of each compound. Triphenyltin(IV) benzoate has an IC50 value of 0.62 μg / mL (0.13x10-5 M) and diphenyltin(IV) dibenzoate has an IC50 value of 1.31 μg / mL (0.25×10 -5 M). The value of IC50 of both compounds, indicating that triphenyltin(IV) benzoate and diphenyltin(IV) dibenzoate was classified as a very active compound as antimalarial because it has IC50 <5 μg / mL. Although both of compounds are very active as antimalarial, but when the compounds are compared to chloroquine as a positive control, the antimalarial activity of the two compounds is less effective than chloroquine which has a smaller IC50 value of 0.002 μg / mL (0.62x10-8 M ). Keywords: synthesis, organotin(IV) benzoate, antimalarial, P. falciparum, IC50 SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS ANTIMALARIA SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV)BENZOAT DAN DIFENILTIMAH(IV)DIBENZOAT TERHADAP Plasmodium falciparum Oleh ISMI AMBALIKA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 31 Agustus 1995, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Warju dan Ibu Suyatmi. Jenjang pendidikan diawali dari Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Marga Agung, Jati Agung Lampung Selatan, diselesaikan pada tahun 2007. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di MTs Al-Hidayah Jati agung Lampung Selatan dan diselesaikan pada tahun 2010. Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2013. Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan pernah menjadi finalis Olimpiade Nasional MIPA tingkat Nasional pada tahun 2016. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia Anorganik I dan Kimia Anorganik II, praktikum Kimia Dasar tahun 2016 dan 2017. Penulis juga aktif mengikuti beberapa organisasi, seperti menjadi Anggota Muda Unit Kegiatan Mahasiswa Penelitian (UKMP) Universitas Lampung tahun 2013-2014, menjadi anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) Himpunan Mahasiswa Kimia tahun 2014-2015, dan menjadi Sekretaris Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) Himpunan Mahasiswa Kimia tahun 2015-2016. MOTTO “Allah tidak mewajibkan orang-orang yang bodoh untuk menuntut ilmu kecuali terlebih dahulu mewajibkan orang-orang yang berilmu untuk mengajar”. ( Ali bin Abi Thalib ) “Belajar dari kegagalan masa lalu dan menjadi lebih baik di masa depan” “Kekuatan tidak datang dari kemampuan fisik, akan tetapi dia datang dari semangat yg tidak pernah mengalah” (Anonim) “Keberhasilanmu adalah salah satu dari doa orang tuamu yang telah Allah kabulkan” Assalamu’alaikum Wr.Wb Kupersembahkan karya sederhana ini kepada : Terkhusus untuk kedua orang tuaku yang tak pernah lelah untuk membimbing, mengajari, dan selalu mendo’akanku hingga aku bisa menyelesaikan sekolah hingga medapat gelar S1 ini. Terimakasih untuk semuanya. Untuk adikku tersayang “Isma Iqwansayah” semoga kita bisa sama-sama membahagiakan dan membanggakan orang tua kita. Untuk orang-orang yang aku sayangi, saudara , sahabat , dan keluarga besarku yang selalu menyemangati dan mendoakanku. Untuk dosen pembimbing dan dosen-dosen Jurusan Kimia yang telah mengajari dan membagi ilmu selama kuliah di Jurusan Kimia dan almamater tercinta SANWACANA Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya. sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian yang berjudul “Sintesis, Karakterisasi , dan Uji Bioaktivitas Antimalaria Senyawa Trifeniltimah(IV) Benzoat dan Difeniltimah(IV) Dibenzoat terhadap Plasmodium falciparum”. Dalam penulisan karya tulis ini, banyak pihak yang telah terlibat untuk terus memberikan bantuan dan semangat dan tentunya itu semua tidak lepas dari anugerah yang telah diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Atas segala bantuan tersebut, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Sutopo Hadi, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing I yang telah memberikan banyak saran dan nasihat serta penuh kesabaran dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan penulisan penelitian ini. 2. Ibu Dr. Noviany, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran untuk penulis sehingga penulisan penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Bapak Mulyono Ph.D., selaku pembahas dan pembimbing akademik yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis, serta memberikan arahan tentang perkuliahan selama penulis mejadi mahasiswa. 4. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila, yang telah memberikan banyak bantuan untuk penulis terutama dalam menjalankan perkuliahan dan semoga Jurusan Kimia dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya. 5. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung yang telah mendidik dan mengajarkan penulis selama penulis menimba ilmu di Jurusan Kimia. 7. Seluruh staff administrasi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung, yang telah membantu penulis dalam penyelesaian karya tulis ini. 8. Terkhusus untuk kedua orang tuaku yang sangat penulis sayangi dan cintai. Bapakku “Warju” yang tak pernah kenal lelah mencari nafkah untuk membiayai sekolahku dan terus menasihatiku demi kebaikanku dan untuk mamakku “Suyatmi” yang selalu sabar menghadapi kekanak-kanakanku, penuh kasih sayang merawatku dan membesarkanku hingga aku dewasa seperti ini. Terimakasih untuk segala do’a, motivasi, dan pengorbanan kalian untukku menjadi lebih baik lagi. Kalian anugerah terbesar dalam hidupku. 9. Untuk adikku tersayang “Isma Iqwansyah”, yang selalu memberikan warna dan semangat dalam kehidupan penulis. Semoga adek menjadi orang yang lebih baik lagi dan dapat membahagiakan orang tua kita. 10. Untuk saudara dan saudariku, Yuk Murni, Ema, Ana, Ani, Ida, Supri, Bari, Wulan dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semangat dan bantuan dari kalian semua. 11. Keluarga Chetir “Chemistry Thirteen”, kalian adalah keluarga kedua untukku. Terimakasih untuk motivasi dan semangat yang telah kalian berikan. 12. Untuk kalian sahabat ter-gokil, Siti Mudmainah, Dian Tanti N, Antonius Wendy A, Tya Gita P, Megafhit P, Faradilla Dwi F, dan Mita Sasta V, yang selalu memberikan semangat, dan menghibur penulis disaat penulis mulai jenuh. Kalian sungguh luar biasa. Terimakasih untuk semuanya. 13. Rekan-rekan seperjuanganku, Febri Ardhiyansyah, Nova Tri Irianti, Della Mita Andini, dan Kartika Agus Kusuma yang selalu membantu, menasehati dan memberikan motivasi kepada penulis. Terimaksih atas kerjasamanya. Untuk adik-adik , Dira, Bayu, Widya, dan Deni Diora terus semangat semoga kalian cepat menyusul dan dipermudah kedepannya nanti. 14. Rekan-rekan di Laboratorium Anorganik/Fisik, Jurusan Kimia FMIPA Unila Ana, Fatimah, Indah, Anggi, Megafhit, Rado, Melita, Fentri, Murnita, Eka S, Awan, Arief, Widia, Esti, Nabila, Linda, Renita, dan Dewi Rumondang yang selalu memberi semangat dan nasehat kepada penulis. 15. Terimakasih untuk seseorang special “Rifki Husnul Khuluk” yang selalu mendukung, membantu, dan mendo’akan penulis. Semoga Allah selalu memberkahimu dan membalas semua kebaikanmu my favorite partner. 16. Terimakasih teman-teman pimpinan HIMAKI perode 2015/2016, Arief, Arni, Fentri, Melita, Rado, Febri, Dona, Yudha, Ana, Eka, Vicka, Ezra, Yuni, dan Anggi yang selalu mengingatkan penulis dan memberi semangat kepada penulis. Terimakasih untuk kebersamaan dan pengalamannya. 17. Terimakasih Ismi Khomsiah, Sukamto, Murni Fitria, Adi Setiawan, dan Jean Pitaloka, serta kakak-kakak kimia angkatan 2012 lainnya yang selalu memberikan arahan dan semangat untuk penulis. 18. Terimakasih untuk Grace, Yusuf, Heni, Fendi, Fikri, Riri, dan adik-adik angkatan 2014 lainnya, semoga dipermudah kedepannya dan segera menyusul. Terimaksih terus mendukung dan menyemangati penulis. 19. Untuk sahabat-sahabat seperjuangan dan sekampung Wiwit Nurkhasanah, Yofita Sulfiana S, dan Gita Simarmata, terimakasih untuk dukungan dan do’a kalian. Semoga ilmu kita berkah dan yang lain segera menyusul. 20. Untuk Pemuda Karang Taruna, Rismawan/Rismawati Blok D1, Siti Mariyani, Sekar Muninggar Intani, Kiki Dwi O, Wahyudi Agus T, Irvan Hendra, Aprilia Imanuri, dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Bersama kalian menjadi pengalaman yang sangat berharga. Terus berkarya untuk desa kita. 21. Untuk para Aparat Desa Marga Agung , Bapak Dahroji (Sekdes), Mbak Siti Mariyani, Lek Ipong, Mas Yoyo, Pak Pono, Pak Mulyadi, dan Lek Sudar, dan aparat desa lainnya, terimakasih telah membagikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis. 22. Terimakasih untuk adik-adik 2014, 2015, dan 2016 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, semangat kuliahnya dan semoga segera menyusul. 23. Terimakasih untuk kakak-kakak angkatan 2011, 2010, 2009 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan kritik, semangat, dan segala pegalaman untuk penulis menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 24. Terimakasih untuk teman-teman KKN Unila 2016 Desa Payung Makmur, mbak Evi, Dea, Shintia, Yoka, Dafri, Chandra, dan Mido untuk kebersamaan dan semangat kalian. Penulis menyadari dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan atas segala kebaikan Bapak/Ibu/Sdr/i, semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda, Aamiin. Bandar Lampung, 31 Mei 2017 Penulis, Ismi Ambalika DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iv I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5 C. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... ... 7 A. Senyawa Organologam .................................................................. ... B. Timah ............................................................................................. ... C. Senyawa Organotimah ................................................................... ... D. Senyawa Turunan Organotimah .................................................... ... 1. Senyawa Organotimah Halida ...................................................... 2. Senyawa Organotimah Hidroksida dan Oksida ........................... 3. Senyawa Organotimah Karboksilat .............................................. E. Aplikasi Senyawa Organotimah ........................................................ F. Analisis Senyawa Organotimah ........................................................ 1. Analisis Spektrofotometer IR ....................................................... 2. Analisis Spektrofotometer UV-Vis................................................ 3. Analisis Spektrofotometer NMR ................................................... 4. Analisis dengan microelemental analyzer .................................... G. Senyawa Aktif Antimalaria ........................................................... ... H. Mekanisme Obat Antimalaria ............................................................ I. Malaria ........................................................................................... … J. Parasit Malaria ................................................................................... K. Parasit Plasmodium ........................................................................... 1. Siklus Plasmodium didalam Tubuh Manusia .............................. 2. Siklus Plasmodium didalam Tubuh Nyamuk Anopheles sp. ........ L. Nyamuk Anopheles sp ....................................................................... M.Siklus Hidup Nyamuk ...................................................................... 7 9 11 12 12 13 14 15 16 16 18 19 20 20 22 24 25 26 26 27 27 28 III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 29 A. Waktu dan Tempat .......................................................................... B. Alat dan Bahan ................................................................................ C. Prosedur Penelitian ......................................................................... 1. Sintesis Senyawa Awal Trifeniltimah(IV) Hidroksida............... 2. Sintesis Senyawa Awal Difeniltimah(IV) dihidroksida ............. 3. Sintesis Senyawa Uji Trifeniltimah(IV) Benzoat ....................... 4. Sintesis Senyawa Uji Difeniltimah(IV) dibenzoat ..................... 5. Uji Bioaktivitas Antimalaria secara In Vitro .............................. 6. Analisis Data ............................................................................. 29 29 30 30 31 31 32 32 33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 34 A. Sintesis ............................................................................................ 1. Sintesis Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksida dan Trifeniltimah(IV) Benzoat .............................................................. 2. Sintesis Senyawa Difeniltimah(IV) dihidroksida dan Difeniltimah(IV) Dibenzoat ....................................................... B. Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer IR .......................... 1. Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksida danTrifeniltimah(IV) Benzoat ....................................................................................... 2. Senyawa Difeniltimah(IV) dihidroksida dan Difeniltimah(IV) Dibenzoat.................................................................................... C. Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis .................. 1. Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksida dan Trifeniltimah(IV) Benzoat ....................................................................................... 2. Senyawa Difeniltimah(IV) dihidroksida dan Difeniltimah(IV) Dibenzoat.................................................................................... D. Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer NMR ..................... 1. Karakterisasi 1H NMR ................................................................ 2. Karakterisasi 13C NMR ............................................................... E. Analisis Unsur menggunakan Microelemental Analyzer ................ F. Uji Bioaktivitas Antimalaria secara In Vitro................................... 34 34 37 40 40 42 45 45 46 49 49 50 52 53 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 58 A. Kesimpulan ..................................................................................... 58 B. Saran ............................................................................................... 59 LAMPIRAN .............................................................................................. 66 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Serapan IR untuk beberapa asam-asam karboksilat............................. 18 2. Data Sifat Antimalaria ......................................................................... 22 3. Pergeseran bilangan gelombang senyawa trifeniltimah(IV) klorida, trifeniltimah(IV) hidroksida, dan trifeniltimah(IV) benzoat................ 42 4. Pergeseran bilangan gelombang senyawa diifeniltimah(IV) diklorida, difeniltimah(IV) dihidroksida, dan difeniltimah(IV) dibenzoat .......... 44 5. Hasil Analisis Unsur Senyawa Hasil Sintesis ...................................... 52 6. Hasil Data Nilai IC50 Senyawa Uji ...................................................... 56 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Sruktur Trifeniltimah(IV) hidroksida .................................................. 13 2. Struktur Difeniltimah(IV) dihidroksida ............................................... 13 3. Struktur Asam Benzoat ........................................................................ 14 4. Struktur Klorokuin ............................................................................... 23 5. Siklus Hidup Nyamuk .......................................................................... 28 6. Hasil Sintesis Senyawa Trifeniltimah(IV) hidroksida dan Trifeniltimah(IV) benzoat .................................................................... 35 7. Reaksi Pembentukan Senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida dan Trifeniltimah(IV) benzoat ................................................................... 35 8. Deret Spektrokimia .............................................................................. 36 9. Hasil Sintesis Senyawa Difeniltimah(IV) dihidroksida dan Difeniltimah(IV) dibenzoat .................................................................. 38 10. Reaksi pembentukan Senyawa Difeniltimah(IV) dihidroksida dan Difeniltimah(IV) dibenzoat .................................................................. 38 11. Spektrum IR trifeniltimah(IV) klorida, trifeniltimah(IV) hidroksida, dan trifeniltimah(IV) benzoat............................................................... 41 12. Spektrum IR difeniltimah(IV) diklorida,difeniltimah(IV) dihidroksida, dan difeniltimah(IV) dibenzoat ............................................................. 43 13. Spektrum UV-Vis trifeniltimah(IV) klorida, trifeniltimah(IV)hidroksida, asam benzoat, dan trifeniltimah(IV) benzoat ...................................... 45 14. Spektrum UV-Vis difeniltimah(IV) diklorida, difeniltimah(IV) dihidroksida, dan difeniltimah(IV) dibenzoat ...................................... 47 15. Spektrum 1H NMR trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat ............................................................................................. 49 16. Penomoran Senyawa Trifeniltimah(IV) benzoat dan Difeniltimah(IV) dibenzoat .............................................................................................. 50 17. Spektrum 13CNMR Trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat ............................................................................................. 51 18. Kurva Regresi Linear Senyawa Trifeniltimah(IV) benzoat ................. 54 19. Kurva Regresi Linear Senyawa Difeniltimah(IV) dibenzoat............... 54 20. Kurva Regresi Linear Klorokuin.......................................................... 55 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria menjadi salah satu penyakit infeksi yang sampai saat ini tersebar hampir di seluruh dunia meliputi 109 negara yang beriklim tropis dan sub tropis (WHO, 2008). Penyakit ini disebabkan oleh empat spesies parasit protozoa yaitu Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale, dan P. malariae. Parasit tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles dan menginfeksi sel darah merah sehingga dapat menularkan penyakit malaria (Trigg, 1998). Penyakit ini perlu mendapat perhatian yang serius karena saat ini, tercatat ada 515 juta kasus malaria dan umumnya menimpa daerah di Benua Afrika (Murtihapsari et al., 2010). Menurut Poerkoesoesoemo (2003), Indonesia merupakan daerah tropis yang sering dijadikan perpindahan atau beresiko malaria. Penyakit ini terdistribusi secara merata di Indonesia, sedangkan menurut Solikhah (2013), penyakit malaria menjadi salah satu penyebab peningkatan angka kesakitan dan kematian, gangguan kesehatan ibu dan anak, penurunan intelegensia, penurunan produktivitas angkatan kerja yang merugikan masyarakat di Indonesia. Dari 576.424 kabupaten/kota di Indonesia, 73,6% merupakan daerah endemik malaria 2 dan sekitar 45% penduduk Indonesia berisiko tertular malaria. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, menunjukkan bahwa jumlah kasus malaria adalah sekitar 15 juta orang dengan kematian rata-rata 38 ribu orang per tahun. Pada tahun 2007, jumlah populasi berisiko terjangkit malaria sekitar 116 juta orang sementara jumlah kasus malaria klinis yang dilaporkan 1.775.845 kasus sedangkan pada tahun 2010 meningkat 10,7% dibandingkan pada tahun 2007 (Solikhah, 2013). Penyebaran penyakit malaria di Indonesia paling tinggi terjadi di Papua. Untuk daerah Papua dan Papua Barat, penyakit ini merupakan pembunuh nomor satu dibandingkan dengan penyakit AIDS, dengan jumlah angka kematian sebesar 3 juta jiwa setiap tahunnya, sedangkan di seluruh dunia, penderita penyakit malaria tercatat sebanyak 300-500 juta orang (Adriana, 2009). Banyaknya genangan air yang tidak terawat menjadi salah satu faktor yang dapat mempercepat perkembangbiakkan nyamuk terutama nyamuk Anopheles, sehingga penyebaran penyakit malaria ini dapat terjadi dengan begitu cepat. Banyak usaha yang dilakukan untuk mengurangi penyebaran penyakit malaria ini mulai dari mencegah hingga mengobati para penderita penyakit malaria. Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan mencegah perkembangbiakkan nyamuk dengan suatu insektisida. Saat ini sudah banyak insektisida yang digunakan oleh masyarakat, hanya saja efek samping yang ditimbulkan cukup mengganggu kesehatan (Ciccia, 2000). 3 Penelitian tentang senyawa bioaktif antimalaria ini telah banyak dilakukan sebelumnya. Seperti senyawa aktif antimalaria Actinomycetes yang diperoleh dari spons genus Salinispora di perairan New Guinea dan bagian timur Papua Indonesia diidentifikasi sebagai senyawa alkaloid (Prudhomme et al., 2008). Sebagian besar senyawa yang digunakan sebagai obat antimalaria ini berasal dari tumbuhan. Namun, penggunaan obat antimalaria yang tersedia saat ini mengalami kendala karena adanya resistensi parasit malaria, sehingga angka kematian yang disebabkan penyakit ini tetaplah tinggi. Hal ini tentunya mendorong peneliti lain untuk terus mencari senyawa aktif antimalaria baru baik dari tumbuhan maupun hasil sintesis untuk menggantikan obat antimalaria yang sudah tidak efektif lagi (Adriana, 2009). Salah satu usaha untuk menemukan obat antimalaria baru yaitu melalui sintesis senyawa kompleks logam. Ion logam dapat mempercepat kerja suatu obat. Khasiatnya diketahui meningkat karena adanya koordinasi dengan ion logam (Klofutar et al., 1975). Bahkan, ahli kimia koordinasi anorganik berupaya untuk menemukan dan mengembangkan penelitian obat yang lebih baik untuk melawan penyakit malaria yang berasal dari kompleks logam (Wasi and Singh, 1987). Sekarang ini, ilmu bioanorganikmetalik telah banyak dikembangkan di bidang biologi, kedokteran, dan molekular bioteknologi terutama organologam. Seperti benzimidazol (BZN) dan turunannya yang merupakan senyawa penting di bidang kimia farmasi dan obat-obatan (Boiani and Gonzalez., 2005). Menurut Thompson (1974), beberapa senyawa kompleks logam yang aktif sebagai antitumor dan antikanker, juga diharapkan memiliki aktivitas yang baik 4 sebagai antimalaria. Banyak penelitian yang telah berhasil mensintesis senyawa antimalaria dari kompleks logam. Beberapa obat antimalaria yang telah berhasil disintesis dari kompleks logam seperti 4-aminoquinolin (kloroquin, CQ), quinolin amino-alkohol (mefloquin, kina), dan turunannya artemisinin. CQ (kloroquin) merupakan obat antimalaria yang paling banyak digunakan selama beberapa tahun terakhir namun khasiatnya kini terancam oleh penyebaran resistensi terutama untuk P. falciparum (Bloland et al., 1993). Selain senyawa-senyawa tersebut, banyak senyawa organologam lain yang juga dapat disintesis dan digunakan sebagai antimalaria. Salah satu contoh senyawa organologam yang sering digunakan adalah senyawa organotimah(IV) benzoat. Penggunaan senyawa organotimah tersebut didasarkan pada ketersediaannya yang melimpah di dunia (Singh et al., 2010). Jika ditinjau dari cadangan timah dunia, Indonesia menempati urutan keempat setelah Cina, Bolivia, dan Peru sedangkan jika ditinjau dari potensi ekspor, Indonesia menduduki peringkat kedua terbesar setelah Cina sebagai penghasil timah (Nurtia, 2011). Pada penelitian terbaru menunjukkan bahwa senyawa organotimah memiliki aktivitas biologi sebagai insektisida terhadap nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria (Hansch and Rajeshwar, 2008) dan sebagai agen antimalaria (Awang et al.,2014). Menurut Pellie et al., (2006), sintesis senyawa timah(IV) ditiokarbamat menunjukkan aktivitas sebagai antimalaria. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa organotimah(IV) benzoat seperti senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat untuk diuji aktivitas biologi senyawa tersebut terhadap parasit penyebab penyakit malaria P. falciparum. 5 Senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat merupakan turunan organtimah yang dapat disintesis melalui senyawa awal trifeniltimah(IV) hidroksida dan difeniltimah(IV) dihidroksida dengan ligan asam benzoat. Kedua senyawa awal tersebut diperoleh dari sintesis senyawa organotimah(IV) halida. Senyawa hasil sintesis kemudian dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, UV-Vis, NMR, dan microelemental analyzer serta dilakukan uji bioaktivitas antimalaria terhadap parasit P. falciparum secara in vitro. Dengan demikian diharapkan senyawa hasil sintesis tersebut memiliki bioaktivitas yang baik terhadap antimalaria, sehingga dapat digunakan sebagai obat antimalaria guna mengurangi penyebaran penyakit malaria. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mensintesis senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat 2. Melakukan karakterisasi terhadap senyawa hasil sintesis untuk mengetahui telah terbentuk senyawa kompleks dengan membandingkan karakterisasi senyawa awal dan ligan. 3. Melakukan uji pendahuluan dan membandingkan sifat bioaktivitas antimalaria dari senyawa kompleks yang disintesis terhadap parasit P. falciparum. 6 C. Manfaat Penelitian Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai uji pendahuluan bioaktivitas antimalaria senyawa turunan organotimah secara in vitro terhadap parasit P. falciparum. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Senyawa Organologam Senyawa organologam merupakan senyawa yang setidaknya mengandung satu atom karbon dari gugus organik yang berikatan langsung dengan logam. Sebagai contoh suatu alkoksida seperti Ti(C3H7O)4 bukan termasuk senyawa organologam, karena gugus organiknya terikat pada Ti melalui atom oksigen sedangkan senyawa (C6H5)Ti(OC3H7)3 adalah termasuk senyawa organologam, karena terdapat ikatan langsung antara karbon C dari gugus fenil dengan logam Ti. Dari bentuk ikatan pada senyawa organologam, senyawa ini dapat dikatakan sebagai jembatan antara kimia organik dan anorganik. Pada umumnya, sifat dari senyawa organologam yakni adanya atom karbon yang bersifat lebih elektronegatif dari logam yang dimilikinya. Beberapa kecenderungan jenis ikatan yang terbentuk dari senyawa organologam yaitu : 1. Senyawaan ionik dari logam elektropositif Pada umumnya senyawaan organologam yang relatif sangat elektropositif bersifat ionik, tidak larut dalam pelarut organik, dan terhadap udara dan air sangat reaktif. Senyawa ini akan terbentuk jika radikal pada logam terikat pada logam dengan keelektropositifan yang sangat tinggi, contohnya logam pada alkali atau alkali 8 tanah. Kereaktifan dan kestabilan senyawaan ionik ditentukan dari satu bagian yakni oleh kestabilan ion karbon. Delokalisasi elektron yang memperkuat kestabilan dari garam logam ion-ion karbon agar lebih stabil walaupun masih relatif reaktif. Contohnya gugus dari senyawa organik dalam garam-garam seperti (C5H5)2Ca2+. 2. Senyawa yang memiliki ikatan –σ (sigma) Senyawaan dari organologam dimana sisa organiknya yang terikat pada suatu atom logam dengan suatu ikatan dapat digolongkan sebagai ikatan kovalen (masih terdapat karakter-karakter ionik dari senyawaan ini). Ikatan tersebut dibentuk oleh kebanyakan logam dengan keelektropositifan yang relatif lebih kecil dari golongan pertama, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini a. Kemungkinan penggunaan orbital d yang lebih tinggi, contohnya pada SiR4 yang tidak tampak dalam CR4 b. Kemampuan donor dari aril atau alkil dengan pasangan elektron menyendiri c. Keasaman dari asam lewis sehubungan dengan kulit valensi yang tidak terisi penuh, contohnya pada BR2 atau koordinasi yang tidak jenuh seperti ZnR4 d. Pengaruh dari perbedaan keelektronegatifan dari ikatan logam-karbon (M-C) atau ikatan karbon-karbon (C-C). 3. Senyawaan yang terikat nonklasik Banyak senyawaan organologam terdapat jenis ikatan logam pada karbon yang tidak dapat dijelaskan dalam bentuk pasangan elektron/kovalen atau ionik. Contohnya, dari golongan alkali yang terdiri dari Li, Be, dan Al yang memiliki gugus alkil berjembatan. Dalam hal ini, atom ada yang memiliki sifat kekurangan 9 elektron contohnya pada atom boron pada B(CH3)3. Pada atom B termasuk golongan IIIA, yang memiliki 3 elektron valensi, sehingga cukup sulit untuk membentuk oktet pada konfigurasi dalam senyawaannya. Pada atom B ada kecenderungan untuk memanfaatkan orbital-orbital kosong yakni dengan menggabungkannya pada gugus suatu senyawa yang memiliki kelebihan pasangan elektron yang menyendiri senyawa ini dibagi menjadi dua golongan yaitu : 1. Senyawa organologam yang terbentuk diantara logam-logam transisi dengan alkuna, alkena, benzen, dan senyawa organik yang bersifat tak jenuh lainnya. 2. Senyawa organologam yang terdapat gugus-gugus alkil berjembatan (Cotton dan Wilkinson, 2007). B. Timah Timah merupakan salah satu unsur yang berlimpah pada kerak Bumi. Dalam sistem periodik, timah merupakan unsur dengan lambang Sn yang berada pada golongan IVA . Senyawaan timah ditemukan di lingkungan dengan keadaan oksidasi +2 atau +4. Namun, bentuk trivalen tidak stabil sehingga senyawa stannous (SnX2) yang berupa timah bivalen dan senyawa stannic (SnX4) yang berupa timah tetravalen merupakan dua jenis utama timah. Anionik stannite dan stannate tidak larut dalam air dan stabil dibandingkan kationik Sn2+ dan Sn4+ (Bakirdere, 2013). Timah menunjukkan kemiripan sifat kimia dengan Ge dan Pb seperti pembentukan keadaan oksidasi +2 dan +4. Timah dalam bentuk senyawaannya memiliki tingkat oksidsasi +2 dan +4. Tingkat oksidasi +4 lebih stabil daripada +2, karena pada tingkat oksidasi +4 timah menggunakan seluruh elektron 10 valensinya yaitu 5s2 5p2 dalam ikatan sedangkan pada tingkat oksidasi +2, timah hanya menggunakan elektron valensi 5p2 saja. Sebagai anggota dalam golongan IVA, struktur geometri SnCl4 telah dikarakterisasi ialah tetrahedral seperti CCl4. Pada suhu ruang, keduanya merupakan cairan tidak berwarna dengan titik didih masing-masing 114oC dan 77oC (pada tekanan atmosfer). Namun di luar keadaan tersebut, keduanya menunjukkan sifat yang cukup berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan karena ukuran atom Sn lebih besar dibandingkan atom C dan dimilikinya orbital 5d pada atom Sn. Kedua faktor tersebut, membuat Sn memungkinkan untuk “berikatan lebih” (ekstra koordinasi) dengan ligan-ligannya. Dalam hal tersebut, timah memiliki fleksibilitas valensi yang lebih besar, yaitu memiliki bilangan koordinasi yang dapat lebih dari empat (Cotton dan Wilkinson, 2007). Timah memiliki tiga bentuk alotrop, yaitu timah abu-abu (a), timah putih (ß), dan timah rombik (γ). Pada suhu ruang, timah lebih labil sebagai logam timah putih (Sn) dalam bentuk tetragonal sedangkan pada suhu rendah, timah putih berubah menjadi timah abu-abu (-Sn) berbentuk intan kubik berupa nonlogam. Perubahan ini terjadi dengan cepat karena timah membentuk oksida film. Peristiwa ini dikenal sebagai plak hitam atau timah plague. Timah putih mempunyai densitas yang lebih tinggi daripada timah abu-abu (Petrucci, 1999). Menurut Davies (2004), timah memainkan peran penuh dalam peningkatan aktivitas yang tinggi dalam kimia organologam yang mulai dikenal pada tahun 1949. 11 C. Senyawa Organotimah Senyawa organotimah adalah senyawa-senyawa yang mengandung sedikitnya satu ikatan kovalen C-Sn. Sebagian besar senyawa organotimah dapat dianggap sebagai turunan dari RnSn(IV)X4-n (n=1-4) dan diklasifikasikan sebagai mono-, di-, tri- dan tetra- organotimah(IV), tergantung pada jumlah gugus alkil (R) atau aril (Ar) yang terikat. Anion yang terikat (X) biasanya adalah klorida, fluorida, oksida, hidroksida, suatu karboksilat atau suatu thiolat (Pellerito and Nagy, 2002). Senyawa organotimah telah dikenal sejak tahun 1850. Aplikasi komersial organotimah sebagai PVC stabilizer dikenalkan pada tahun 1940. Gugus organik yang paling umum berikatan dengan timah adalah metil, butil, oktil, fenil, dan sikloheksil (Davies, 2004). Senyawa organotimah merupakan monomer yang dapat membentuk makromolekul stabil, padatan, dan cairan yang sangat mudah menguap dan tidak berwarna serta stabil terhadap hidrolisis dan oksidasi. Kecenderungan terhidrolisis dari senyawa organotimah lebih lemah dibandingkan senyawa Si atau Ge yang terkait dan ikatan Sn-O dapat bereaksi dengan larutan asam. Senyawa organotimah tahan terhadap hidrolisis atau oksidasi pada kondisi normal walaupun dibakar menjadi SnO2, CO2, dan H2O. Kemudahan putusnya ikatan SnC oleh halogen atau reagen lainnya bervariasi berdasarkan gugus organiknya dan urutannya meningkat dengan urutan : Butil (paling stabil) < propil < etil < metal < vinil < fenil < benzil < alil < CH2CN << CH2CO2R (paling tidak stabil) ( Van der Weij, 1981). 12 Kereaktifan senyawa organotimah(II) tinggi seperti dialkil timah dan diaril timah sederhana yaitu mengalami polimerisasi yang cepat. Kondisi ini dapat ditemukan pada senyawa organotimah yang memilki kestabilan divalen kemungkinan besar pada senyawa organik, bentuk adduct dengan basa Lewis atau pasangan menyendiri Sn terkoordinasi. Pada asam Lewis yang sesuai, perbedaan bilangan koordinasi dan geometri juga mungkin terjadi pada senyawa organotimah(II) pada penggunaan orbital 5d, yaitu bentuk trigonal planar (hibridisasi sp2), tetrahedral (sp3), trigonal bipiramida (sp3d), dan oktahedral (sp3d2) (Van der Weij, 1981). D. Turunan Senyawa Organotimah Menurut Wilkinson (1982), ada tiga macam turunan senyawa organotimah yaitu 1. Senyawa Organotimah Halida Senyawa organotimah halida memilki rumus umum RnSnX4-n (n = 1-3; X = Cl, Br, I) yang pada umumnya berbentuk padatan kristalin dan sangat reaktif. Senyawa organotimah halida ini dapat disintesis secara langsung melalui reaksi logam timah baik Sn (II) atau Sn (IV) dengan alkil halida yang reaktif. Metode ini secara luas digunakan untuk pembuatan dialkiltimah dihalida. Sintesis ini ditinjau ulang oleh Murphy dan Poller melalui persamaan reaksi berikut 2 EtI + Sn Et2Sn + I2 Metode lain yang sering digunakan untuk pembuatan organotimah halida adalah reaksi disproporsionasi tetraalkiltimah dangan timah(IV) klorida. Caranya adalah dengan mengubah perbandingan material awal, seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut 13 3 R4Sn + SnCl4 4R3SnCl R4Sn + SnCl4 2R2SnCl2 Senyawa organotimah klorida digunakan sebagai kloridanya dengan memakai logam halida lain yang sesuai seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut RnSnCl4-n + (4-n) MX RnSnX4-n + (4-n) MCl (X = F, Br atau I; M = K, Na, NH4+) (Wilkinson, 1982). 2. Senyawa Organotimah Hidroksida dan Oksida Senyawa organotimah hidroksida dan oksida yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida dan difeniltimah(IV) dihidroksida. Senyawa tersebut berperan sebagai material awal yang direaksikan dengan asam karboksilat untuk menghasilkan senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat. Struktur dari kedua senyawa awal ini dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 berikut Gambar 1. Trifeniltimah(IV) hidroksida Gambar 2. Difeniltimah(IV) dihidroksida 14 3. Senyawa Organotimah Karboksilat Senyawa organotimah karboksilat pada umumnya dapat disintesis melalui dua cara yaitu dari organotimah oksida atau organotimah hidroksidanya dengan asam karboksilat, dan dari organotimah halidanya dengan garam karboksilat. Asam karboksilat yang sering digunakan adalah asam benzoat. Struktur asam benzoat dapat dilihat pada Gambar 3 berikut Gambar 3. Asam Benzoat Metode yang biasa digunakan untuk sintesis organotimah karboksilat adalah dengan menggunakan organotimah halida sebagai material awal. Organotimah halida direaksikan dengan garam karboksilat dalam pelarut yang sesuai, biasanya aseton atau karbon tetraklorida. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada persamaan berikut : RnSnCl4-n + (4-n) MOCOR RnSn(OCOR)4-n Reaksi esterifikasi dari asam karboksilat dengan organotimah oksida atau hidroksida dilakukan melalui dehidrasi azeotropik dari reaktan dalam toluena, seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut ini : R2SnO + 2 R’COOH R2Sn(OCOR’)2 + H2O R3SnOH + R’COOH R3SnOCOR’ + H2O (Wilkinson, 1982). 15 E. Aplikasi Senyawa Organotimah Senyawa organotimah memiliki aplikasi yang luas dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi senyawa organotimah dalam industri antara lain sebagai senyawa stabilizer polivinilklorida, pestisida nonsistematik, katalis antioksidan, antifouling agents dalam cat, stabilizer pada plastic dan karet sintetik, stabilizer untuk parfum, dan berbagai macam peralatan yang berhubungan dengan medis dan gigi (Pellerito dan Nagy, 2002). Mono dan diorganotimah digunakan secara luas sebagai stabilizer polivinilklorida untuk mengurangi degradasi polimer polivinilklorida tersebut. Empat tipe utama penstabil timah berdasarkan gugus alkilnya yaitu: oktil, butil, fenil, dan metil. Dimana oktiltimah memiliki kandungan timah paling sedikit, paling kurang efisien. Ligan-ligan utama yang digunakan untuk membedakan berbagai penstabil timah yaitu asam tioglikolat ester dan asam karboksilat. Senyawa organotimah yang paling umum digunakan sebagai katalis dalam sintesis kimia yaitu katalis mono dan diorganotimah. Senyawa organotimah merupakan katalis yang bersifat homogen yang baik untuk pembuatan polisilikon, poliuretan, dan untuk sintesis poliester. Senyawa organotimah ditemukan berikutnya antara lain sebagai biocide (senyawa yang mudah terdegradasi), sebagai pestisida yang pertama kali diperkenalkan di Jerman yaitu dari senyawa trifeniltimah asetat pada akhir 1950-an. Kegunaan yang utama dari agrokimia senyawa organotimah karena senyawa ini relatif memiliki fitotoksisitas (daya racun pada tanaman) yang rendah dan terdegradasi dengan cepat sehingga residunya tidak berbahaya terhadap lingkungan (Cotton dan Wilkinson, 2007 ). 16 Senyawa organotimah(IV) telah diketahui memiliki aktivitas biologis yang kuat. Sebagian besar senyawa organotimah(IV) bersifat toksik walaupun pada konsentrasi rendah. Aktivitas biologi ini ditentukan oleh jumlah gugus organik yang terikat pada pusat atom Sn. Senyawa organotimah karboksilat diberikan perhatian khusus dikarenakan senyawa ini memiliki kemampuan biologi yang kuat dibandingkan senyawa organotimah lainnya (Mahmood et al., 2003 dan Pellerito and Nagy, 2002). Senyawa organotimah memiliki rentang aplikasi yang luas dan merupakan salah satu bahan kimia organologam yang paling banyak digunakan. Senyawa organotimah menunjukkan aktifitas biologis yang signifikan ( Kang et al., 2009). Senyawa-senyawa organotimah karboksilat tersebut telah diketahui menunjukkan aktivitas biologis sebagai antibakteri ( Maiti et al., 1988) dan antitumor (Mohan et al., 1988; Hadi et al., 2012; dan Hadi and Rilyanti, 2010). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa senyawa organotimah juga memiliki aktivitas biologi sebagai insektisida terhadap nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria (Hansch and Rajeshwar, 2008), dan sebagai antimalaria (Awang et al., 2014 ; dan Pellie et al., 2006). F. Analisis Senyawa Organotimah Pada penelitian ini, senyawa hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer IR, UV-Vis, NMR, dan microelemental analyzer. 1. Analisis Spektrofotometer IR Spektrofotometer inframerah (IR) adalah salah satu alat yang dapat digunakan 17 untuk menganalisis suatu senyawa kimia. Dalam menganalisis suatu senyawa, spektrofotometer IR dapat memberikan informasi tentang adanya suatu gugus fungsi dengan mengukur daerah penyerapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang. Dalam spektroskopi tersebut, frekuensi dinyatakan dengan bilangan gelombang (wavenumber) (Fessenden dan Fessenden, 1986). Selain itu, spektra inframerah suatu senyawa dapat memberikan gambaran dari struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR dapat dihasilkan dengan mengukur absorpsi radiasi, refleksi atau emisi di daerah IR. Semua atom di dalam molekul bervibrasi antara satu dengan yang lainnya pada temperatur di atas temperatur nol absolut. Ketika frekuensi vibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi inframerah yang mengenai langsung pada molekul, molekul tersebut akan menyerap radiasi. Syarat suatu gugus fungsi dalam suatu senyawa dapat terukur pada spektra IR adalah adanya perbedaan momen dipol pada gugus tersebut. Vibrasi ikatan akan menimbulkan fluktuasi momen dipol yang menghasilkan gelombang listrik. Untuk pengukuran menggunakan IR biasanya berada pada daerah bilangan gelombang 400-4500 cm-1. Daerah pada bilangan gelombang ini disebut daerah IR sedang, dan merupakan daerah optimum untuk penyerapan sinar IR bagi ikatan-ikatan dalam senyawa organik (Harjono, 1992). Dalam sintesis suatu senyawa organotimah(IV) reaksi dapat dilihat dari perubahan spektrum IR dari senyawa awal, ligan, dan senyawa akhir. Daerah yang menjadi fokus perhatian dalam spektrumnya adalah munculnya puncak karbonil dari senyawa akhir yang menunjukkan telah terjadinya reaksi dari senyawa awal 18 dengan ligan asam karboksilat. Beberapa serapan IR untuk senyawa asam karboksilat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Serapan IR untuk beberapa asam-asam karboksilat Tipe Getaran Posisi Serapan -1 Uluran O–H Uluran C=O Uluran C–O Tekukan O–H Tekukan O–H dimer (Fessenden dan Fessenden, 1986). 2. cm 2860-3300 1700-1725 1210-1330 1300-1440 ~925 Μm 3,0 – 3,5 5,8 – 5,88 7,5 – 8,26 6,94 – 7,71 ~10,8 Analisis Spektrofotometer UV-Vis Spektrofotometer UV-Vis merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis suatu senyawa didasarkan pada transisi elektronik yang dialami senyawa tersebut sebagai akibat penyerapan radiasi sinar Ultra Violet (200-380 nm) dan visible (380-780 nm) oleh senyawa yang dianalisis transisi elektronik dapat terjadi dari tingkat energi keadaan dasar ke tingkat energi pada keadaan eksitasi. Karena perbedaan energi dari berbagai transisi elektronik tersebut hanya berbeda sedikit, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum. Spektrum UV maupun visible terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Hal ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkatsubtingkat rotasi dan vibrasi. Panjang gelombang serapan merupakan ukuran perbedaan tingkat-tingkat energi dari orbital-orbital. Agar elektron dalam ikatan sigma tereksitasi maka diperlukan energi paling tinggi dan akan memberikan serapan pada 120-200 nm 19 (1 nm=10-7cm=10 Å). Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet hampa, karena pada pengukuran tidak boleh ada udara, sehingga sukar dilakukan dan relatif tidak banyak memberikan keterangan untuk penentuan struktur. Identifikasi kualitatif senyawa organik dalam daerah ini jauh lebih terbatas daripada dalam daerah inframerah, dikarenakan pita serapan pada daerah UV-Vis subtingkat subtingkat terlalu lebar dan kurang terperinci. Tetapi gugus-gugus fungsional tertentu seperti karbonil, nitro, dan sistem tergabung menunjukkan puncak karakteristik dan dapat diperoleh informasi yang berguna mengenai ada tidaknya gugus tersebut dalam suatu molekul (Day dan Underwood, 1998). 3. Analisis Spektrofotometer NMR (Nuclear Magnetic Resonance) Spektrofotometri NMR (Nuclear Magnetic Resonance) merupakan salah satu cara analisis yang berhubungan dengan sifat magnit dari inti atom. Alat ini mempelajari tentang molekul senyawa organik maupun anorganik yang dianalisis secara spektrofotometri resonansi magnit inti sehingga diperoleh gambaran perbedaan sifat magnit dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti yang terdapat dalam suatu molekul (Sudjadi, 1985). Pada umumnya, karakterisasi yang sering digunakan dalam spektrofotometri NMR adalah NMR jenis 1H NMR, 13C NMR. Karakterisasi menggunakan 1H NMR, 13C NMR telah menjadi alat yang paling efektif untuk menentukan struktur semua jenis senyawa. Pergeseran kimia dapat dianggap sebagai ciri bagian tertentu struktur. Misalnya, pergeseran kimia proton dalam gugus metil sekitar 1 ppm apapun struktur bagian lainnya. Pada intensitas sinyal terintegrasi sebanding dengan jumlah inti yang relevan dengan sinyalnya. Hal ini akan sangat membantu 20 dalam penentuan struktur, bahkan bila 1H NMR, pergeseran kimia adalah satusatunya informasi yang dihasilkan oleh spektroskopi NMR, nilai informasi dalam penentuan struktural senyawa organik sangat besar maknanya. Selain itu, spektroskopi NMR dapat memberikan informasi tambahan yakni informasi yang terkait dengan kopling spin-spin (Takeuchi, 2006). 4. Analisis Microelemental Analyzer Dalam suatu analisis kimia, menentukan kandungan unsur penyusun dalam suatu senyawa dapat dilakukan dengan menggunakan alat microelemental analyzer. Unsur yang umum ditentukan adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan sulfur (S). Sehingga alat yang biasanya digunakan untuk tujuan mikroanalisis ini dikenal sebagai CHNS microelemental analyzer. Hasil yang diperoleh dari mikroanalisis ini dibandingkan dengan perhitungan secara teori. Walaupun seringnya hasil yang diperoleh berbeda, perbedaan biasanya antara 1–2%, namun analisis ini tetap sangat bermanfaat untuk mengetahui kemurnian suatu sampel (Costecsh Analytical Technologies, 2011). G. Senyawa Aktif Antimalaria Antimalaria merupakan salah satu kemampuan suatu senyawa dalam menghambat pertumbuhan parasit malaria. Penggunaan senyawa yang memiliki sifat aktif sebagai antimalaria tentunya dapat mengurangi penyebaran penyakit malaria. Senyawa yang memiliki sifat aktif sebagai antimalaria tersebut telah berhasil disintesis oleh para peneliti baik yang berasal dari alam maupun dari senyawa kompleks logam dan telah menjadi obat yang mampu mengurangi penyebaran 21 penyakit malaria. Contoh senyawa alam yang aktif sebagai antimalaria adalah Actinomycetes yang telah berhasil disintesis dari spons genus Salinispora dan diidentifikasi sebagai senyawa alkaloid (Prudhomme et al., 2008). Selain terus berupaya untuk menemukan senyawa aktif antimalaria yang berasal dari alam, banyak peneliti kimia koordinasi anorganik yang juga berupaya untuk menemukan senyawa aktif antimalaria yang berasal dari kompleks logam (Wasi and Singh, 1987). Adanya senyawa kompleks logam dalam obat dapat mempercepat kerja suatu obat karena akan terjadi ikatan koordinasi dengan ion logam (Klofutar et al., 1975). Contoh senyawa kompleks logam yang telah banyak digunakan sebagai obat antimalaria adalah klorokuin dan quinolin. Struktur dari senyawa klorokuin dapat dilihat seperti pada Gambar 4 berikut ini : Gambar 4. Struktur klorokuin (Sherlyleo, 2012) Mekanisme penghambatan obat-obat tersebut terhadap penyakit malaria didasarkan pada kemampuan obat ini untuk membentuk kompleks yang kuat dengan hematin dan menghambat pembentukan hemozoin yang terakumulasi pada vakuola pencernaan parasit malaria. Sehingga parasit tersebut tidak dapat menerima makanan dan akan mati (Tilley et al., 2001). Namun keberdaaan obatobat ini terancam karena adanya resistensi dari parasit malaria terutama untuk parasit P. falciparum ( Bloland et al., 1993). Selain senyawa kompleks tersebut, 22 senyawa kompleks organologam yang terkenal sebagai obat antimalaria adalah ferroquin yang juga dapat digolongkan ke dalam sisi lateral rantai klorokuin. Ferroquin dan turunannya menunjukkan aktivitas antimalaria yang tinggi dan masih dalam masa uji klinis lebih lanjut (Supan et al., 2012). Keefektifan sebagai antimalaria dapat ditentukan berdasarkan nilai 50 inhibitor concentration (IC50). Nilai IC50 didefiniskan sebagai konsentrasi dari senyawa yang menghasilkan penghambatan 50%. Data konsentrasi dapat dihitung secara regresi linier, dengan menggunakan nilai IC50. Nilai IC50 inilah yang menentukan potensial atau tidaknya suatu senyawa sebagai antimalaria. Dalam upaya penemuan obat antimalaria yang lebih efetif, klorokuin yang telah dikenal sebagai obat antimalaria sering digunakan sebagai kontrol positif untuk membandingkan sifat antimalaria senyawa baru dengan klorokuin. Apabila suatu senyawa memiliki nilai IC50 lebih besar dari nilai IC50 klorokuin, maka senyawa tersebut dikatakan kurang potensial sebagai antimalaria. Namun apabila nilai IC 50 suatu senyawa lebih kecil dari nilai IC50 klorokuin, maka dapat dikatakan senyawa tersebut potensial sebagai antimalaria. Selain itu, kemampuan antimalaria suatu senyawa ditentukan oleh nilai IC50 yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 2. Data Sifat Antimalaria Nilai IC50 <5 μg/mL 5 μg/mL- 50 μg/mL 50 μg/mL – 100 μg/mL >100 μg/mL (Widyawaruyanti, 2014). Sifat Antimalaria Sangat aktif Aktif Kurang aktif Tidak aktif 23 H. Mekanisme Obat Antimalaria Klorokuin merupakan obat antimalaria yang paling luas penggunaannya karena mudah diperoleh, murah, dan sedikit memiliki efek samping . Selama ini klorokuin merupakan obat pilihan utama (first line drug) untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi. Efek samping yang ditemukan adalah ringan seperti pusing,vertigo, diplopia, mual, muntah, dan sakit perut. Namun pemberantasan malaria falciparum menghadapi kendala yang serius sejak ditemukan kasus resistensi P. falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur pada tahun 1974. Resistensi ini terus meluas dan pada tahun 1996. Kasus-kasus malaria yang resisten terhadap klorokuin sudah ditemukan diseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan pedoman WHO, bila ditemukan resistensi Plasmodium terhadap klorokuin di suatu daerah > 25%, maka dianjurkan untuk tidak lagi menggunakannya sebagai antimalaria, kecuali dikombinasi dengan antimalaria lain (Acang, 2002). Efektifitas kerja klorokuin terbatas pada saat parasit malaria berada dalam tahap eritrositik. Beberapa fakta menunjukkan bahwa klorokuin bekerja di dalam vakuola makanan (FV) dari parasit (Ginsburg et al., 1998 dan Ginsburg et al., 1999). Degradasi hemoglobin pada vakuola makanan (FV) menghasilkan heme sebagai produk. Pada parasit terdapat enzim yang penting seperti aspartic protease dikenal dengan plasmepsin yang secara in vitro maupun in vivo berperan untuk menginisiasi degradasi hemoglobin (Liu et al., 2005 dan Kublin et al., 2003). Klorokuin bekerja dengan mengikat cincin feriprotoporfirin IX suatu hematin yang merupakan hasil metabolisme hemoglobin didalam parasit. Ikatan kompleks 24 feriprotofirin IX dengan klorokuin ini bersifat melisiskan membran parasit sehingga mati (Kublin et al., 2003). Konsentrasi sitotoksik dari klorokuin pada vakuola pencernaan juga dapat menghambat pembentukan hemozoin pada eritrosit sehingga parasit tersebut tidak dapat menerima makanan dan akan mati (Yayon et al., 1984). Mekanisme kerja dari senyawa klorokuin ini, dapat dijadikan acuan untuk mengetahui mekanisme kerja obat antimalaria lainnya. Karena umumnya setiap obat antimalaria memiliki mekanisme kerja yang mirip atau hampir sama dengan senyawa klorokuin. I. Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi Plasmodium. Dalam tubuh manusia Plasmodium berkembang biak dihati, kemudian menginfeksi selsel darah merah. Mengacu dari pernyataan tersebut, malaria sebagai penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dengan gejala penyakit berupa demam yang terjadi secara periodik, anemia, pembesaran limpa, dan berbagai gejala lainnya yang dikarenakan pengaruh parasit ini pada beberapa organ tubuh misalnya otak, hati, dan ginjal (WHO, 2009). Tumbuh dan menyebarnya resistensi terhadap semua obat antimalaria yang dipakai pada pengobatan dan pencegahan malaria telah menimbulkan banyak masalah pada program penanggulangan malaria. Seiring dengan belum berhasilnya upaya untuk menemukan vaksin malaria yang ideal, maka aktivitas riset yang bertujuan untuk mengidentifikasi target intervensi kemoterapi dan 25 penemuan obat baru menjadi tujuan utama dalam upaya penanggulangan malaria. Hal ini yang menyebabkan pencarian senyawa baru sebagai obat antimalaria baik dari bahan alam maupun hasil sintetis terus dilakukan (Burke, 2003 dan Sjafruddin, 2004) J. Parasit Malaria Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa terdiri dari empat jenis spesies yaitu P. vivax menyebabkan malaria tertiana, P. malariae menyebabkan malaria quartana, P. falciparum menyebabkan malaria tropika dan P. ovale menyebabkan malaria ovale (Soemirat, 2009). Dari keempat jenis parasit malaria tersebut, parasit jenis P. falciparum merupakan penyebab infeksi terberat bahkan dapat menyebabkan kematian (Harijanto dkk., 2010). Infeksi P. falciparum dapat menyebabkan malaria serebral yang selanjutnya dapat mengakibatkan kebingungan mental, kejang, dan koma. Prognosis untuk infeksi P. falciparum lebih buruk dan dapat berakhir dengan kematian dalam 24 jam sekiranya tidak ditangani dengan cepat dan tepat (Medical Disability Guidelines, 2009). K. Parasit Plasmodium Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus daur hidup, yaitu pada tubuh manusia dan didalam tubuh nyamuk Anopheles betina (Soedarto, 2011). Siklus yang terjadi pada tubuh manusia disebut siklus skizogoni (siklus aseksual) dan siklus yang terjadi pada tubuh nyamuk disebut siklus sporogoni (siklus seksual). 26 1. Siklus Plasmodium didalam Tubuh Manusia Pada waktu nyamuk Anopheles sp menghisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk kedalam aliran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit tersebut menuju ke hati dan menembus hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik yang berlangsung selama 9-16 hari. Pada parasit P.falciparum dan P.malariae siklus skizogoni berlangsung lebih cepat sedangkan pada parasit P.vivax dan P.ovale siklus ada yang cepat dan ada yang lambat. Sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, akan tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat tinggal didalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif sehingga menimbulkan kekambuhan. 2. Siklus Plasmodium didalam Tubuh Nyamuk Anopheles sp. Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gematosit, didalam tubuh nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini, mikrogamet akan mengalami eksflagelasi dan diikuti fertilasi makrogametosit. Sesudah terbentuknya ookinet, parasit menembus dinding sel midgut, dimana parasit berkembang menjadi ookista. Setelah ookista pecah, sporozoit akan memasuki homokel dan pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan bergeraknya, sporozoit infektif segera menginvasi sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah. Masa inkubasi adalah rentang 27 waktu sejak sporozoit masuk kedalam tubuh sampai timbulnya gejala klinis berupa demam. Lama masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium. Masa prapaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik. L. Nyamuk Anopheles sp Malaria adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Di dunia, sedikitnya terdapat sekitar 20 spesies Anopheles yang menjadi penular malaria, 17 spesies diantaranya terdapat di Indonesia. Nyamuk penyebab malaria tersebut pada umumnya menggigit manusia pada malam hari, penularan akan lebih intensif terjadi di daerah dimana nyamuk dapat hidup dalam waktu lama (memungkinkan plasmodium dapat berkembang menjadi infektif di dalam tubuh nyamuk) dan nyamuk lebih menyukai darah manusia dibandingkan darah hewan. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp secara umum seperti berikut ini Kindom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Diptera Family : Culicidae Tribe : Anophelini Genus : Anopheles Species : An. Sundaicus (Soedarto, 2011). 28 M. Siklus Hidup Nyamuk Selama daur hidupnya (life cycle) terdapat empat stadium perkembangan nyamuk yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa (imago). Tiga stadium pertama, yaitu telur, larva dan pupa hidup didalam air (akuatik) berlangsung selama 5-14 hari (tergantung pada spesies dan suhu lingkungannya). Nyamuk dewasa betina di alam umumnya berumur kurang dari 2 minggu, namun nyamuk dewasa yang dipelihara dilaboratorium dapat hidup lebih dari satu bulan. Perkembangan nyamuk ini dapat dilihat seperti pada Gambar 5 berikut ini: Gambar 5. Siklus Hidup Nyamuk (Soedarto, 2011). 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai April 2017 di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Lampung. Analisis senyawa menggunakan Spektrofotometer IR dilakukan di Laboratorium Instrumentasi FMIPA Terpadu Universitas Islam Indonesia. Analisis spektrofotometer UV-Vis di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik, FMIPA, Universitas Lampung. Analisis unsur menggunakan microelemental analyzer dan spektrofotometer NMR dilakukan di School of Chemical and Food Technology, Universitas Kebangsaan Malaysia. Uji antimalaria/antiplasmodia secara in vitro dilakukan di Institute of Tropical Disease, Universitas Airlangga. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas dalam laboratorium, satu set alat refluks, neraca analitik, desikator, hot plate strirer, spektrofotometer IR (karakterisasi), spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer NMR dan microelementer analyzer. 30 Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida, difeniltimah(IV) dihidroksida, trifeniltimah(IV) klorida, difeniltimah(IV) diklorida, diklorometana, asam benzoat, DMSO, aquades, metanol, dan parasit P. falciparum. C. Prosedur Penelitian Prosedur untuk sintesis senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat yang digunakan dalam penelitian ini (Lampiran 1), didasarkan pada prosedur yang telah dilakukan sebelumnya (Hadi et al., 2009; Hadi and Rilyanti, 2010; Hadi et al., 2012) yang merupakan hasil adopsi dari prosedur yang dilakukan oleh Szorcsik et al. (2002). 1. Sintesis Senyawa Awal Trifeniltimah(IV) hidroksida Senyawa trifeniltimah(IV) klorida [(C6H5)3SnCl)] sebanyak 11,55 gram (0,03 mol) direaksikan dengan 1,2 gram NaOH (0,03 mol) (perbandingan mol 1:1) (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2). Gugus OH pada NaOH akan menggantikan gugus Cl untuk menjadi trifeniltimah(IV) hidroksida. Kedua senyawa dilarutkan dalam pelarut metanol 50 mL menggunakan hot plate stirrer selama 1 jam pada suhu 60oC. Endapan yang dihasilkan disaring dengan kertas saring Whattman No. 42 menggunakan corong Buchner dan dicuci dengan akuabides dan metanol. Setelah itu, endapan disimpan dalam desikator hingga endapan mengering dan menghasilkan kristal [(C6H5)3SnOH)]. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektrofotmeter IR, UV-Vis, dan microelemental analyzer. 31 2. Sintesis Senyawa Awal Difeniltimah(IV) dihidroksida Senyawa difeniltimah(IV) diklorida [(C6H5)2SnCl2)] sebanyak 15,48 gram (0,045 mol) direaksikan dengan NaOH 3,6 gram (0,09 mol) (perbandingan mol 1:2) (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2) dalam 50 mL pelarut methanol, menggunakan hot plate stirrer selama 1 jam pada suhu 60oC. Endapan yang dihasilkan disaring menggunakan kertas saring Whattman No.42 menggunakan corong Buchner, kemudian dicuci dengan akuabides dan metanol. Endapan yang diperoleh disimpan dalam desikator hingga diperoleh kristal [(C6H5)2Sn(OH)2]. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektrofotmeter IR, UV-Vis, dan microelemental analyzer. 3. Sintesis Senyawa Uji Trifeniltimah(IV) benzoat Trifeniltimah(IV) hidroksida [(C6H5)3SnOH)] sebanyak 1,101 gram (0,003 mol) direaksikan dengan asam benzoat (C6H5COOH) sebanyak 0,366 gram (0,003 mol) (perbandingan mol 1:1) (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2) dalam pelarut metanol p.a. sebanyak 30 mL dan direfluks selama 4 jam pada suhu 60oC. Setelah bereaksi sempurna, kemudian metanol diuapkan dalam desikator sampai diperoleh kristal kering [(C6H5)3Sn(C6H5COO)]. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, UV-Vis, NMR, dan microelemental analyze serta diuji aktivitasnya sebagai antimalaria r. 32 4. Sintesis Senyawa Uji Difeniltimah(IV) dibenzoat Difeniltimah(IV) dihidroksida [(C6H5)2Sn(OH)2] sebanyak 0,921 gram (0,003 mol) direaksikan dengan asam benzoat (C6H5COOH) sebanyak 0,732 gram (0,006 mol) (perbandingan mol 1:2) (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2) dalam pelarut metanol p.a. 30 mL dan direfluks pada suhu 60 selama 4 jam. Setelah bereaksi sempurna, metanol diuapkan dalam desikator sampai diperoleh kristal kering [(C6H5)2Sn(C6H5COO)2]. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, UV-Vis, NMR, dan microelemental analyzer serta diuji aktivitasnya sebagai antimalaria. 5. Uji Bioaktivitas Antimalaria secara In Vitro Pengujian aktivitas senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat sebagai antimalaria terhadap parasit P. falciparum 3D7 yang sensitif terhadap klorokuin, dilakukan dengan cara melarutkan senyawa uji tersebut dalam pelarut DMSO kemudian dibuat variasi pengenceran dalam media RPMI (Roswell Park Memorial Institute), sampai diperoleh konsentrasi akhir sebesar 10 µ g/mL, 1 µ g/mL, 0,1 µ g/mL, 0,01 µ g/mL, dan 0,001 µ g/mL. Kemudian, pada larutan senyawa uji ditambahkan suspensi parasit dengan kadar parasitemia ±1% dan hematokrit 5%. Dalam pengujian ini, DMSO yang ditambahkan suspensi parasit digunakan sebagai kontrol negatif dan klorokuin digunakan sebagai kontrol positif. Selanjutnya, kultur diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 °C. Kultur kemudian dipanen dan dibuat sediaan lapisan tipis darah dengan pewarna giemsa 20%. Kemudian, dihitung persen parasitemia dan persen penghambatan 33 pertumbuhan P. falciparum dengan menghitung jumlah eritrosit yang terinfeksi setiap 1000 eritrosit di bawah mikroskop. 6. Analisis Data Data persen penghambatan atau persen inhibisi dianalisis menggunakan analisis probit log antara konsentrasi uji terhadap persen penghambatan untuk mengetahui nilai 50% inhibitory concentration (IC50) dari masing-masing senyawa uji. Nilai IC50 didefiniskan sebagai konsentrasi dari senyawa yang menghasilkan penghambatan 50% dibandingkan secara relatif terhadap kontrol yang tidak diberi perlakuan. Jumlah total parasitaemia dihitung sebagai jumlah parasit yang terlihat dibagi dengan jumlah total eritrosit dikalikan 100% dan dirumuskan sebagai berikut. % parasitaemia = x 100 % Dari nilai % parasitemia dapat diketahui % pertumbuhan dari parasit dengan menghitung selisih % parasitaemia pada pengamatan 48jam dengan % parasitaemia pada 0jam (D0), sesuai dengan rumus berikut : %pertumbuhan = % parsitaemia 48jam - % parasitaemia 0jam Persentase penghambatan dihitung dengan cara membandingkan antara parasitaemia pada sumur uji dengan parasitaemia kontrol dan dirumuskan sebagai berikut: % Penghambatan = 100% - [( 00%] ) x 1 pada sumur uji Keterangan : Xu = % pertumbuhan Xk = % pertumbuhan pada kontrol negatif 58 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Pada sintesis senyawa awal trifeniltimah(IV) hidroksida dan difeniltimah(IV) dihidroksida diperoleh hasil berupa padatan putih dengan rendemen masingmasing sebesar 98,55 % dan 93,83%. 2. Pada sintesis senyawa uji trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat diperoleh hasil berupa padatan putih dengan rendemen masingmasing sebesar 90,37 % dan 89,48%. 3. Senyawa hasil sintesis telah divalidasi kemurniannya dengan menggunakan karakterisasi IR, UV-Vis, NMR, dan Microelemental Analyzer yang menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis adalah murni. 4. Uji pendahuluan aktivitas sebagai antimalaria secara in-vitro menunjukkan bahwa senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat memiliki nilai IC50 berturut-turut adalah 0,62 μg/mL dan 1,31 μg/mL. 59 5. Meskipun senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat termasuk senyawa yang sangat aktif sebagai antimalaria karena memiliki nilai IC50<5 μg/mL, namun aktivitas antimalaria dari kedua senyawa tersebut kurang efektif jika bandingkan dengan klorokuin yang memiliki nilai IC50 lebih kecil yaitu 0,002 μg/mL. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan modifikasi senyawa kompleks organotimah untuk meningkatkan keefektifan sebagai antimalaria. 60 DAFTAR PUSTAKA Acang, N. 2002. Kasus Malaria Resisten Klorokuin. Majalah Kedokteran Indonesia. 52(11): 383-389 Adriana, R. Devri. 2009. Aktivitas Antiplasmodium Fraksi Non Polar Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga Val.) secara In Vivo.[Skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta. Aryani, S. D. 2013. Sintesis dan Karakterisasi serta Uji Pendahuluan Aktivitas Antikanker Beberapa Senyawa Organotimah(IV) 3-Nitrobenzoat terhadap Sel Leukemia L-1210. [Skripsi]. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Awang, N., H, Jumat., S, A, Ishak., N, F, Kamaludin. 2014. Evaluation of the Ex vivo Antimalarial Activity of Organotimah(IV) Ethylphenyldithiocarbamate on Erythrocytes Infected With Plasmodium berghei Nk 65. Pakistan Journal of Biological Sciences.17(6): 836-842. Bakirdere, S. 2013. Speciation Studies in Soil, Sediment, and Environmental Samples. Taylor and Francis Group, LLC. France. Hal 577. Bloland, P., E. Lackritz, P. Kazembe, J. Were, R. Steketee, and C. Campbell, J. 1993. Infectious Diseases. 167. 932. Boiani, M. and M. Gonzalez. 2005. New Potent 5-Substituted Benzofuroxans as Inhibitors of Trypanosoma Cruzi Growth: Quantitative Structure–Activity Relationship Studies. Bioorganic and Medical Chemistry. 13: 6336-6346. Bonire, J.J., G.A. Ayoko, P.F. Olurinola, J.O. Ehinmidu, N.S.N. Jalil, and A.A. Omachi. 1998. Synthesis and Antifungal Activity of Some Organotin(IV) Carboxylates. Metal-Based Drugs. 5(4): 233-236. Burke E., J. Deasy, R. Hasson, R. Mc Cormack, V. Randhawa, and P. Walsh. 2003. Antimalarial Drug from Nature. Journal Trinity Student Medical. Ciccia, G., J. Cousiio, and E. Mongelli. 2000. Insecticidal Activity Againts Aedes Aegypti Larvae of Some Medicinal South American Plants. Journal of Ethnopharmacology.72: 185-189. 61 Costech Analytical Technologies. 2011. Elemental Combiustion System CHNS. http://costechanalytical.com/. Diakses pada 28 Desember 2014 Cotton, F. A. dan G. Wilkinson. 2007. Kimia Anorganik Dasar alih bahasa S. Suharto. Penerbit UI Press. Jakarta. Davies, A.G. 2004. Organotin Chemistry. VCH Weinhein. Germany. Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Alih bahasa A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga Jilid 2. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Francois G., C. Diakanamwa, G. Timperman, G. Bringmann, and T. Steenackers. 1998. Antimalarial and Cytotoxic Potential of Four Quassinoids from Hannoa Chlorantha and Hannoa Klaineana, and Their Structure-Activity Relationships. International Journal Parasitology. 28(4): 635-40. Fitria, M. 2016. Sintesis dan Karakterisasisenyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Medium DMSO-HCl. [Skripsi]. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Ginsburg H., S.A. Ward, and P.G. Bray. 1999. An Integrated Model of Klorokuin Action. Parasitology Today. 15: 357–360. Ginsburg H., O. Famin, J. Zhang, and M. Krugliak. 1998. Inhibition of Glutathione-Dependent Degradation of Heme by Klorokuin and Amodiaquine as a Possible Basis for Their Antimalarial Mode of Action. Biochemistry Pharmacology. 56: 1305–1313. Hadi, S., M. Rilyanti, and Suharso. 2012. In Vitro Activity and Comparative Studies of Some Organotin(IV) benzoat Compounds. Indonesian Journal of Chemistry. 12 (1): 172-177. Hadi, S. and M. Rilyanti. 2010. Synthesis and In Vitro Anticancer Activity of some Organotin(IV) Benzoate Compounds. Oriental Journal of Chemistry. 26 (3): 775-779. Hadi, S., M. Rilyanti, and Nurhasanah. 2009. Comparative Study on the Antifungal Activity of Some Di- and Tributyltin(IV) Carboxylate Compounds. Modern Applied Science. 3 (2): 12-17. Hansch, C. and Rajeshwar P.V. 2008. Larvicidal Activities of Some Organotin Compounds on Mosquito Larvae: A QSAR Study. European Journal of Medicinal Chemistry. 44: 260-273. 62 Harijanto, PN., Nugroho, Agung, dan Gunawan. 2010. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Harijanto, P.N. 2006. Perubahan Radikal dalam Pengobatan Malaria di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 152: 30-36. Harjono.S. 1992. Spektroskopi Inframerah Edisi Pertama. Liberty. Yogyakarta. Kang, W., X. Wu, and J. Huang. 2009. Synthesis, Crystal Structure and Biological Activities of Four Novel Tetranuclear Di-organotin(IV) Carboxylates. Journal Organometallic Chemistry. 694: 2402-2408. Klofutar, C., S. Paljk, F.Krasovec, and P. Suhac. 1975. Kem. Ind., 24: 361. Kublin JG., J.F. Cortese, E.M. Njunju, R.A. Mukadama, J.J. Wirima, P.N. Kazembe, A.A. Djimde, B. Kouriba, and C.V. Plowe. 2003. Reemergence of Chloroquine-Sensitive Plasmodium falciparum Malaria after Cessation of Chloroquine Use in Malawi. Journal Infectious Diseases. 187: 1870– 1875. Liu J., I.Y. Gluzman, M.E. Drew, and D.E. Goldberg. 2005. The Role of Plasmodium falciparum Food Vacuole Plasmepsin. The Journal of Biological chemistry. 280 (2): 1432-1437. Mahmood, S.S., M. H. Ali, M. Bhatti, R. Mazhar, and Iqbal. 2003. Synthesis, Characterization, and Biological Applications of Organotin(IV) Derivates of 2-(2-Fluoro-4-biphenyl) Propanoic Acid. Turkish Journal Chemistry. 27: 657666. Maiti, A., A. K. Guha, and S. Ghosh. 1988. Ligational Behavior of Two Biologically Actives N-S Donors Toward Oxovanadium(IV) Ion and Potentiation of Their Antibacterial Activities by Chelation to. Journal Inorganica Biochemestry. 33: 57-65. Medical Disability Guidelines. 2009. Malaria Prognosis. http://www.mdguidelines.com/malaria/prognosis. Diakses pada 27 April 2010. Mohan, M., A. Agarwal, and N. K. Jha. 1988. Synthesis, Characterization, and Antitumor Properties of Some Metal Complexes of 2,6-diacetylpyridine bis(N4- azacyclic thiosemicarbazones). Journal Inorganica Biochemestry. 34: 41-54. Murtihapsari dan E. Chasanah. 2010. Potensi Penemuan Obat Antimalaria Baru dari Laut Indonesia. Review Squalen. 5(3): 86-9. 63 Nurtia, N. E. 2011. Pengaruh Pasar Timah Indonesia (Inatin) Terhadap Posisi Tawar Timah Indonesia. Bappebti Anual Report (Bappebti Kementrian Dagang Republik Indonesia). 65. Pellie, M., G.G. Lobbia, M. Mancini, R. Spagna and C. SAntini, 2006. Synthesis and characterization of new organtimah(IV) coplexes with polyfunctional ligands. J. Organometal. Chem. 691: 1615-1621. Pellerito, L. and L. Nagy. 2002. Organotin(IV)n+ Complexes Formed with Biologically Active Ligands: Equilibrium and Structural Studies, and Some Biological Aspects. Coordination Chemistry Review. 224: 111 – 150. Petrucci, R. H. 1999. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Alih Bahasa oleh Suminar. Erlangga. Jakarta. Philipson, JD.1991. Assays for Antimalarial and Amoebicidal Activities. In : Day P. M, and Harborne J. B (Ed.), 1991. Methods in Plant Biochemistry. Academic Press London. 6: 135-152. Pitaloka, J. 2016. Sintesis, Karakterisasi, serta Uji Bioaktivitas Senyawa Trifeniltimah(IV) 2-Nitrobenzoat dan Trifeniltimah(IV) 2-Klorobenzoat terhadap Bakteri Bacillus Subtilis ITBCCB148. [Skripsi]. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Prudhomme, J., E. Mc Daniel, N. Ponts, S. Bertani, W. Fenical, P. Jensen, and K. Roch. 2008. Marine Actinomycetes: A New Source of Compounds againts the Human Malaria Parasite. Plos One Jour. 3(6). Purwantiningsih, S. 2003. Artemisinin dari Artemisia sacrorum, Leddeb dan Turunannya sebagai Komponen Bioaktif Antimalaria. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sherlyleo. 2012. Obat Antimalaria. http://www.sherlyleo.blogspot.co.id/obatantimalaria.html. Diakses pada 12 Desember 2016. Singh, R., P. Chaudary, and N.K. Khausik. 2010. A Review: Organotin Compounds in Corrosion Inhibition. Review Inorganica Chemistry. 30 (4): 275 – 294. Sjafruddin, D., JE. Siregar, dan PBS. Asih. 2004. Antimalarial Drug Resistance in Indonesia: A molecular analysis. Symposium of malaria control in Indonesia, Proceeding. TDC Airlangga University. Surabaya. Soedarto. 2011. Malaria Epidemilogi Global Plasmodium Anopheles Penatalaksanaan Penderita Malaria. Sugeng Seto. Jakarta. Soemirat. 2009. Toksikologi Lingkungan, Cetakan III. Gadja Mada University Press. Yogyakarta. 64 Solikhah. 2013. Identifikasi Vektor Malaria Universitas. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Yogyakarta. Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Jakarta. Sukarjo. 1982. Kimia Koordinasi. P.T. Bina Aksara. Jakarta. Supan, C., G. Mombo-Ngoma, M. P. Dal-Bianco, C. L. Ospina Salazar, S. Issifou, F. Mazuir, A. Filali-Ansary, C. Biot, D. Ter Minassian, M. Ramharter,, P. G. Kremsner, and B. Lell. 2012. Antimicrobiology Agents Chemother. 56: 3165. Szorcsik, A., L. Nagy, K. Gadja-Schrantz, L. Pallerito, E. Nagy, and E.T. Edelmann. 2002. Structural Studies on Organotin(IV) Complexes Formed with Ligands Containing {S, N, O} Donor Atoms. J. Radioanal. Nucl. Chem. 252 (3): 523 – 530. Takeuchi, Y. 2006. Buku Pengantar Kimia Online. Penerjemah Ismunandar. Iwanami Publishing Company. 272 halaman. Thompson, A.J. 1974. Platinum Coordination Complexes in Cancer Chemotherapy. Springer-Verlag. New York. 38. Tilley, L., P. Loria, and M. Foley. 2001. Antimalarial Chemother. 47: 87. Trigg P.I. and A.V. Kondrachine. 1998. The Current Global Malaria Situation, In Irwin W. Sherman, Malaria Parasite Biologi, Phatogenesis and Protection. ASM Press. Washington DC. 11-22. Van Der Weij, F. W. 1981. Kinetics and Mechanism of Urethane Formation Catalysed by Organotin Compound. Journal Science Polymer Chemistry. 19 (2): 381-388. Wasi, N and HB. Singh .1987. Synthesis of Metal Complexes of Anti-Malaria Drugs and In Vitro Evaluation of Their Activity Against Plasmodium falciparum. Inorganica Chimica Acta. 135: 133-137. Widyawaruyanti, A., A.P. Devi., N. fatri., L. Tumewu., I. Tantular., and A.F. Hafid. 2014. In vitro antimalaria Activity Screening of Several Indonesian Plants Using HRP2 Assay. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. (6): 125-128. Wilkinson, G. 1982. Compreherensive Organometalic Chemistry. International Tin Research Institude, Publication No.618, Pergamon Press. World Health Organization. 2009. Guidelines for Core Population-Based Indicators. Roll Back Malaria Technical. Geneva. 65 World Health Organization, 2008. World malaria report 2008. Geneva. Switzerland. Yayon A, R. Timberg, S. Friedman, and H. Ginsburg. 1984. Effects of Chloroquine on The Feeding Mechanism of The Intraerythrocytic Malarial Parasite Plasmodium falciparum. Journal Protozool. 31: 367-372. .