BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecenderungan terjadi penyakit batu ginjal relatif tinggi di Indonesia karena
kadar garam yang tinggi. Berdasarkan data rumah sakit seluruh Indonesia pada
tahun 2002, angka kejadian batu ginjal adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan
jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Selain itu, jumlah pasien yang dirawat
mencapai 19.018 orang, dengan mortalitas 378 orang (Rully, 2011). Batu ginjal
atau renal calculi merupakan massa keras yang mengkristal seperti batu kecil
yang dapat terbentuk pada seluruh bagian dari saluran kencing termasuk kandung
kemih, dan dalam ginjal yaitu di pasu ginjal (renal pelvis) dan calix renalis.
Kristal di dalam ginjal dapat bergerak turun ke ureter dan menyumbat,
bahkan merusak, jaringan ginjal sehingga penderita batu ginjal mengalami
kesulitan dan rasa nyeri bahkan pendarahan atau infeksi saat buang air seni.
Penyumbatan batu yang besar akan merusak jaringan karena seringnya mendapat
tekanan sewaktu ingin buang air seni yang menimbulkan obstruksi. Ginjal
merupakan organ penting yang memiliki fungsi menyaring dan mengeluarkan
racun maupun kelebihan mineral dari dalam tubuh melalui urin, sehingga jika
fungsi ginjal terganggu akibat peradangan atau karena penyakit batu ginjal maka
dengan sendirinya tubuh akan mengalami keracunan.
Pengobatan batu ginjal dengan pembedahan, endoskopi, atau gelombang
ultrasonik membutuhkan biaya relatif tinggi sehingga penggunaan obat yang dapat
1
2
mencegah dan meluruhkan batu ginjal lebih dipilih. Batu ginjal masih berukuran
kecil sampai sedang masih dimungkinkan untuk dilarutkan dengan senyawa
tertentu. Beberapa tanaman dilaporkan dapat membantu kelarutan batu ginjal jenis
tertentu dan meningkatkan air kemih sehingga membantu pembuangan melalui
urin, termasuk tempuyung (Sonchus arvensis L.), keji beling (Sericocalyx crispus
(L.) Bremek), dan kumis kucing (Orthosiphon aristatus).
Ketiga tanaman tersebut menjadi bahan dasar sediaan herbal Kalkugama yang
diformulasikan dan dibuat oleh Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada pada
tahun 2013. Kombinasi ketiga tanaman secara sinergistik diharapkan akan
memberikan efek pencegahan dan peluruhan batu ginjal, serta melancarkan buang
air kecil yang membantu pengeluaran kristal dari saluran urin. Dalam penelitian
anti-kalkuli secara in vivo, aktivitas anti-kalkuli ditunjukkan antara lain oleh
penurunan jumlah kalsium yang terlarut pada urin (bila diberikan sebagai agen
preventif), peningkatan jumlah kalsium urin (bila diberikan sebagai agen kuratif),
dan penurunan jumlah kristal pada sampel ginjal tikus uji.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.
Apakah pemberian sediaan herbal Kalkugama sebagai pencegah batu ginjal
dapat menurunkan secara signifikan jumlah (mg) kalsium pada sampel urin
tikus uji yang diinduksi batu ginjal menggunakan etilen glikol?
3
2.
Apakah pemberian sediaan herbal Kalkugama sebagai peluruh batu ginjal
dapat meningkatkan secara signifikan jumlah (mg) kalsium pada sampel urin
tikus uji yang diinduksi batu ginjal menggunakan etilen glikol?
3.
Apakah pemberian sediaan herbal Kalkugama, baik sebagai pencegah
maupun peluruh batu ginjal, dapat mengurangi deposit kristal kalsium oksalat
pada sampel ginjal tikus uji yang diinduksi batu ginjal menggunakan etilen
glikol?
C. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui apakah pemberian sediaan herbal Kalkugama sebagai
pencegah batu ginjal dapat menurunkan secara signifikan jumlah (mg)
kalsium pada sampel urin tikus uji yang diinduksi batu ginjal menggunakan
etilen glikol.
2.
Untuk mengetahui apakah pemberian sediaan herbal Kalkugama sebagai
peluruh batu ginjal dapat meningkatkan secara signifikan jumlah (mg)
kalsium pada sampel urin tikus uji yang diinduksi batu ginjal menggunakan
etilen glikol.
3.
Untuk mengetahui apakah pemberian sediaan herbal Kalkugama, baik sebagai
pencegah maupun peluruh batu ginjal, dapat mengurangi deposit kristal
kalsium oksalat pada sampel ginjal tikus uji yang diinduksi batu ginjal
menggunakan etilen glikol.
4
D. Pentingnya Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah atas potensi aktivitas
anti-kalkuli sediaan herbal Kalkugama berdasarkan uji praklinik yang dilakukan.
E. Tinjauan Pustaka
1. Batu Ginjal/Kalkuli/Nefrolitiasis/Urolitiasis
Batu ginjal adalah suatu batu yang terdapat dalam saluran kencing yang
dapat menghalangi keluarnya urin, sehingga dapat menyebabkan kerusakan ginjal
dan gangguan fisiologis. Batu ginjal merupakan kumpulan padat zat-zat kimia,
biasanya garam-garam mineral yang terbentuk di dalam tubuh (Smith, 1963;
Brunzel, 1994).
Jenis batu ginjal dibedakan menjadi batu kalsium (kalsium oksalat dan
kalsium fosfat), batu struvit, batu asam urat, batu sistin, dan batu sulfa. Sebagian
besar batu (75-80%) mengandung kalsium, yang kebanyakan berupa kalsium
oksalat (Bangash dkk., 2011).
Patofisiologi
Pembentukan batu ginjal pada dasarnya terjadi karena terbentuknya kristal yang
disebabkan beberapa keadaan fisika dan kimiawi, yaitu :
a. Kristalisasi
Hal ini terjadi bila konsentrasi zat yang relatif tak larut dalam urin (kalsium,
oksalat, fosfat) meningkat atau apabila volume urin berkurang (Trihono,
1993).
5
b. Tidak adanya inhibitor kristal
Inhibitor kristal menghambat pembentukan atau pertumbuhan kristal. Apabila
kadar inhibitor menurun maka pembentukan kristal di dalam tubuh seseorang
akan menjadi lebih mudah. Beberapa contoh dari inhibitor kristal antara lain
adalah alanin, magnesium, pirofosfat, sitrat, sulfat, seng, dan asam nukleat.
c. Perubahan pH urin
Apabila urin bersifat asam dalam jangka lama, maka beberapa zat seperti
asam urat akan mengkristal, sebaliknya bila urin bersifat basa, maka beberapa
zat seperti kalsium fosfat akan mengkristal.
d. Pertumbuhan sekunder kristal
Terjadi pembentukan kristal baru yang terikat pada sesuatu kristal jenis lain
yang sudah ada terlebih dahulu (Lumento, 1992).
Epidemiologi
Data internasional menunjukkan bahwa nefrolitiasis terjadi di seluruh bagian
dunia. Insidensi penyakit batu ginjal di negara berkembang mirip dengan yang
terjadi di USA; setiap tahun insiden batu ginjal di negara industri diperkirakan
0,2%. Di Asia, risiko penyakit dilaporkan sebesar 2-5%, 8-15% untuk Asia Barat
dan 20% untuk Saudi Arabia. Di negara berkembang, batu kandung kemih lebih
sering terjadi daripada batu saluran kemih bagian atas; sedangkan di negara maju
terjadi sebaliknya. Perbedaan ini mungkin terjadi karena faktor diet dan pola
hidup (Ulfa, 2013). Menurut Ulfa (2013), jumlah kejadian batu ginjal di Indonesia
maupun di dunia meningkat setiap tahun.
6
Fakta menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 5 orang tiap 1000 orang yang
menderita batu ginjal, dan pria lebih banyak terkena batu ginjal dibanding wanita
dengan perbandingan 3:1 (Brown, 1991). Distribusi usia untuk nefrolitiasis
menunjukkan bahwa kalkuli berkembang pada usia 20-49 tahun. Puncak insidensi
terjadi pada usia 35-45 tahun. Batu ginjal pada anak dan orang usia diatas 50
tahun umumnya jarang terjadi. Tapi penyakit ini dapat menyerang siapapun di
usia berapapun (Wolf Jr, 2013).
Tabel I. Komposisi Batu Ginjal
Kelompok
Nama Senyawa
Karbonat
Kalsium karbonat
Sistin
Sistin
Oksalat
Kalsium oksalat monohidrat
Kalsium oksalat dihidrat
Fosfat
Kalsium fosfat
Hidroksiapatit
Karbonit-apatit
Kalsium hidrogen fosfat dihidrat
Trikalsium fosfat
Oktakalsium fosfat
Magnesium amonium fosfat
heksahidrat
Magnesium hidrogen fosfat trihidrat
Silika
Silikon dioksida
Asam urat
Asam urat
Asam urat dihidrat
Amonium asam urat
Urat
Sodium asam urat monohidrat
Rumus Kimia
CaCO3
S CH2 CH(NH2)COOH
CaC2O4.H2O
CaC2O4.2H2O
Ca5(PO4)3(OH)
Ca10(PO4)6(OH)2
Ca10(PO4,CO3OH)6(OH)2
CaHPO4.2H2O
Ca3(PO4)2
CaH(PO4)3.2.5H2O
MgNH4PO4.6H20
MgHPO4.3H2O
SiO2
C5H4N4O3
C5H4N4O3.2H2O C5H4N4O3NH4
C5H3N4O3Na.H2O
(Stockham&Scott, 2008)
2. Pengobatan Batu Ginjal
Batu berukuran kecil yang tidak menyebabkan gejala, penyumbatan, atau
infeksi, biasanya tidak perlu diobati. Minum banyak cairan akan meningkatkan
pembentukan air kemih dan membantu membuang beberapa batu, jika batu telah
7
terbuang maka tidak perlu lagi dilakukan pengobatan segera. Kolik renalis bisa
dikurangi dengan obat pereda nyeri golongan narkotik (Anonim, 2007).
Batu di dalam pelvis renalis atau bagian ureter paling atas yang berukuran 1
sentimeter atau kurang seringkali bisa dipecahkan oleh gelombang ultrasonik
(Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy, ESWL). Pecahan batu selanjutnya akan
dibuang dalam air kemih (Anonim, 2007). Kadang sebuah batu diangkat melalui
suatu sayatan kecil di kulit (nefrolitotomi perkutan), yang diikuti dengan
pengobatan ultrasonik.
Batu kecil di dalam ureter bagian bawah bisa diangkat dengan endoskopi
yang dimasukkan melalui uretra dan masuk ke dalam kandung kemih. Batu asam
urat kadang akan larut secara bertahap pada suasana air kemih yang basa
(misalnya dengan memberikan kalium sitrat), tetapi batu lainnya tidak bisa diatasi
dengan cara ini. Batu struvit potensial berbahaya karena dapat tumbuh besar dan
mengisi pelvis ginjal dan kalises, sehingga batu ini harus dibuang dengan proses
pembedahan. Batu struvit terutama terbentuk pada wanita yang diakibatkan oleh
infeksi saluran kemih oleh bakteri yang menghasilkan urease, biasanya dari
spesies Proteus, karena itu diberikan antibiotik (Coe & Favus, 1987; Price &
Wilson, 1985).
Obat-obatan yang telah beredar di pasaran dan diindikasikan untuk mengobati
batu ginjal antara lain adalah jamu Calcusol (Perusahaan Jamu Tradisional) yang
berisi ekstrak daun tempuyung, Batugin (Kimia Farma) yang berisi ekstrak daun
tempuyung dan daun keji beling, Kalkurenal (Darya Varia) yang berisi ekstrak
akar dan kulit berberis, ekstrak akar rubia, dan ekstrak saksifraga; Nephrolit
8
(Bintang Toedjoe) yang berisi ekstrak tempuyung, keji beling, kumis kucing, dan
meniran; serta Renalof (Tobbest Busindo) yang berisi ekstrak Agropyron repens
(Anonim, 2011; Anonim, 2012). Calcusol dan Batugin merupakan jamu yang
dijual bebas, Renalof merupakan obat bebas, Nephrolit merupakan jamu yang
dijual terbatas, sementara Kalkurenal merupakan obat keras.
3. Kalkugama
Herbal Kalkugama dibuat oleh Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi UGM,
dalam satu kapsul terdiri dari 112 mg tempuyung, 84 mg keji beling, 84 mg
kumis kucing, 60 mg amprotab, dan 60 mg kompresel. Masing-masing tanaman
tersebut telah diteliti dapat melarutkan batu kalsium karena mengandung senyawa
flavonoid, yaitu senyawa turunan flavon yang memiliki gugus orto dihidroksi atau
orto hidroksi karbonil. Kombinasi tiga tanaman tersebut untuk pengobatan batu
ginjal secara empirik juga telah digunakan sejak lama, seperti dikemukakan dalam
Nugroho dkk. (1993).
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) telah dikenal dapat mengobati penyakit
batu ginjal berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof. Dr. M. Sardjito sejak
tahun 1949, hingga dipasarkan jamu Calcusol yang berisi ekstrak daun tempuyung
500 mg. Keji beling (Sericocalyx crispus (L.) Bremek) digunakan secara empirik
oleh masyarakat untuk mengobati batu ginjal dan efek tanaman ini dalam
melarutkan batu ginjal berkalsium telah diteliti oleh Kusumowati (2000) dan
Afrizal (2008). Demikian pula dengan daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus),
9
Cahyono (1990) telah meneliti pengaruh infus daun kumis kucing terhadap
kelarutan kalsium batu ginjal.
Khasiat diuretik dari tempuyung, keji beling, dan kumis kucing akan
melancarkan keluarnya urin sehingga membantu melarutkan dan mengeluarkan
kristal yang meluruh. Dengan demikian, kombinasi tiga tanaman tersebut
diharapkan dapat menghasilkan efek sinergis sehingga herbal Kalkugama dapat
mengobati penyakit batu ginjal secara efektif.
4. Tempuyung (Sonchus arvensis L.)
a. Klasifikasi. Menurut Steenis (1975), klasifikasi tempuyung adalah sebagai
berikut:
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio : Dicotyledonae
Classis
: Dicotyledonae
Sub Classis : Sympetalae
Ordo
: Asterales
Familia
: Asteraceae (Compositae)
Genus
: Sonchus
Spesies
: Sonchus arvensis L.
b. Kandungan. Kandungan dari tanaman tempuyung adalah silika, kalium, αlactucerol, β-lactucerol, manitol, inositol, taraksasterol (Anonim, 1977; Perry,
1980; Wijayakusuma dkk., 1994), dan kandungan utama ialah flavonoid turunan
10
flavon, yaitu berupa luteolin (7)-glukosida, luteolin (7)-glukuronida, dan auron
(Soegihardjo dan Sudarto, 1983), apigenin 7-glukosida, dan skopoletin senyawa
turunan kumarin (Liestyaningsih, 1991). Flavonoid total dalam daun tempuyung
adalah 0,10% (Kurnia, 1986). Tempuyung juga mengandung kalsium, natrium,
magnesium (Handy dan Resmianto, 1978), asam fenolat (Pramono, 1985). Di
samping itu juga mengandung ester asam sinamat dan asam sinamat bebas
(Soegihardjo dan Sudarto, 1983). Mansour (1983) juga melaporkan adanya suatu
turunan kumarin yaitu eskuletin.
c. Kegunaan. Tempuyung dapat digunakan sebagai obat wasir, disentri, mastitis,
bisul, luka bakar, infeksi usus buntu, sakit empedu, batu ginjal, kolesterol, asam
urat dan penurun tekanan darah tinggi (Wijayakusuma dkk., 1994; Ediati, 1997),
lepotripik (Anonim, 1977), dan diuretik (Anonim, 1995). Daun tempuyung
digunakan untuk melancarkan air seni sehingga dari kegunaan ini, daun
tempuyung sering digunakan sebagai ramuan untuk mengobati penyakit batu
ginjal dan pelangsing badan, selain itu daun tempuyung juga telah diketahui
mempunyai khasiat dalam pengobatan penyakit kulit karena virus (Exham dan
Sastrodiprojo, 1980 cit Soegihardjo dan Sudarto, 1983). Kemudian dapat juga
menenangkan urat saraf sensibel, simpatik dan parasimpatik (Sardjito, 1969),
untuk obat peradangan, dan insektisida (Perry, 1980).
Sonchi Folium dikenal sebagai obat pelarut batu ginjal. Pada percobaan
diuretik pada tikus, Sonchi Folium menunjukkan efek lemah sehingga
kemungkinan efeknya diduga melalui gabungan antara diuretik lemah dan pelarut
kalsium batu ginjal. Pada percobaan in vivo, infus Sonchi Folium juga
11
menunjukkan efek menghambat pembentukan batu kandung kemih buatan pada
tikus. Infus Sonchi Folium juga mempunyai efek melarutkan kalsium oksalat,
kolesterol, dan asam urat batu ginjal secara in vitro. Daya melarutkan batu ginjal
kalsium oleh ekstrak air dari daun tempuyung lebih baik dan berbeda nyata
(P<0.01) dibandingkan dengan ekstrak alkohol secara in vitro (Anonim, 2000;
Hardiyatmo, 1988).
Apigenin 7-O-glukosida dan luteolin 7-O-glukosida merupakan senyawa
flavonoid kandungan aktif Sonchi Folium yang diperkirakan mampu melarutkan
batu ginjal berkalsium. Diduga mekanisme pelarutan batu ginjal disebabkan oleh
pembentukan kompleks antara flavonoid dengan kalsium yang menyusun batu
ginjal (Anonim, 2000; Hardiyatmo, 1988).
5. Keji beling (Sericocalyx crispus (L.) Bremek)
a.
Klasifikasi. Klasifikasi dari tanaman keji beling adalah sebagai berikut :
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis
: Dicotyledonae
Ordo
: Gentianales
Familia
: Acanthaceae
Genus
: Sericocalyx
Spesies
: Sericocalyx crispus (L.) Bremek
12
b.
Kandungan. Tumbuhan ini terutama mengandung banyak mineral seperti
kalium, sedikit natrium, kalsium, asam silikat, tannin, dan glikosida (Tampubolon,
1995).
Metabolit sekunder yang terdeteksi dalam daun tanaman ini adalah
senyawa diterpen yaitu fitol, dan senyawa sterol yaitu α-sitosterol, kampesterol,
dan stigmasterol (Afrizal, 2008). Di samping itu, tanaman ini juga mengandung
saponin, flavonoid, dan polifenol (Syamsuhidayat&Hutapea, 1991).
Delapan senyawa flavonoid dari keji beling, yaitu (+)-katekin, (-)-epikatekin,
rutin, mirisetin, luteolin, apigenin, naringenin, dan kaempferol, berhasil
diekstraksi oleh Liza dkk. (2010). Soediro dkk. (1993, 1998) sebagaimana
disebutkan dalam Afrizal (2008) mengisolasi verbakosida, ester glikosida dari
asam kafeat dan tujuh asam fenolat, yaitu asam p-hidroksi benzoat, asam pkoumarat, asam kafeat, asam vanilat, asam gentinat, asam ferulat, dan asam
siringat di daun keji beling.
c.
Kegunaan. Daun keji beling digunakan sebagai obat kulit gatal karena
memiliki khasiat mengurangi rasa gatal (adstringen), obat bawasir karena
memiliki khasiat mengurangi pendarahan, dan untuk obat batu ginjal karena
memiliki khasiat meluruhkan air seni (Anonim, 1986; Santoso, 1998). Keji beling
memiliki efek diuretik dan aktivitas antioksidan yang tinggi karena memiliki
kandungan mineral, vitamin antioksidan, dan katekin (Ismail dkk., 2000; Abu
dkk., 2007).
Kusumowati (2000) menemukan bahwa fraksi air dan fraksi etil asetat dari
herba keji beling mampu melarutkan batu ginjal kalsium secara in vitro, dan efek
ini berbanding lurus dengan kenaikan kadar fraksi. Kemudian dari uji KLT
13
diketahui bahwa pada kedua fraksi terdapat senyawa flavanoid, yang
kemungkinan adalah flavanon, flavon, dan auron. Sehingga mekanisme kelarutan
batu ginjal kalsium oleh keji beling diduga melalui pembentukan kompleks antara
senyawa aktif dengan kalsium, yang bersifat lebih polar, sehingga lebih mudah
larut dalam air. Ditambah lagi dengan penemuan Afrizal (2008) bahwa indeks
penghambatan pertumbuhan kristal kalsium oksalat dari ekstrak keji beling mirip
dengan ekstrak tempuyung.
6. Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus)
a.
Klasifikasi. Menurut Steenis (1975), klasifikasi kumis kucing adalah sebagai
berikut :
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis
: Dicotyledonae
Ordo
: Solanales
Familia
: Labiatae
Genus
: Orthosiphon
Spesies
: Orthosiphon aristus Miq.
Sinonim
: Orthosiphon spicatus B.B.S
Orthosiphon stamineus Benth.
Orthosiphon grandiflorus Bld.
14
b.
Kandungan. Beberapa konstituen yang terkandung dalam kumis kucing antara
lain adalah saponin, sapofonin, minyak esensial 0,02-0,7%, asam kafeat dan
derivat, inositol, dan garam kalium. (Anonim, 1981; Barnes dkk., 1996). Kumis
kucing mengandung beberapa senyawa aktif seperti terpenoid (diterpen dan
triterpen), polifenol (flavonoid dan asam fenolat), dan sterol (Tezuka dkk., 2000).
Enam senyawa flavonoid berhasil diisolasi dari daun kumis kucing oleh Hossain
& Rahman (2010), yaitu eupatorin, sinensetin, 5-OH-6,7,3’,4’-tetrametoksiflavon,
salvigenin, 6-OH-5,7,4’-trimetoksiflavon, dan 5,6,7,3’-tetrametoksi-4’-OH-8-Cprenilflavon. Penelitian Schut & Zwaving (1993) menemukan bahwa flavon
sinensetin dan 3’-OH-5,6,7,4’-tetrametoksiflavon yang diisolasi dari kumis kucing
menunjukkan aktivitas diuretik pada tikus.
c.
Kegunaan. Daun dari tanaman ini digunakan untuk mengobati rematik, nyeri
perut, inflamasi ginjal dan kandung kemih, edema, dan gout. Studi ilmiah
menemukan bahwa daun kumis kucing memperlihatkan efek antioksidan,
antibakteri, hepatoprotektif, anti-inflamasi, sitotoksik, diuretik, antihipertensi, dan
vasodilatasi (Basheer dkk., 2010).
Pengaruh infus daun kumis kucing terhadap kelarutan kalsium batu ginjal
secara in vitro telah dilakukan oleh Cahyono (1990) dan terbukti bahwa kalsium
batu ginjal dapat dilarutkan oleh infus daun Orthosiphon aristatus. Kemampuan
melarutkan kalsium tersebut dibandingkan dengan infus daun tempuyung
(Sonchus arvensis L.) dan diperoleh hasil infus daun kumis kucing pada kadar 5%;
7,5%; dan 10% memiliki kemampuan melarutkan kalsium batu ginjal lebih baik
15
dari infus daun tempuyung pada kadar yang sama, sementara pada kadar 0,5%;
1%; dan 2,5% kemampuan infus daun tempuyung lebih baik.
Zhong dkk. (2012) meneliti efek pencegahan pembentukan kristal kalsium
oksalat pada tikus yang diinduksi nefrolitiasis dari kandungan flavonoid total,
fenolik total, dan polisakarida dalam ekstrak kumis kucing. Hasilnya
membuktikan bahwa polisakarida menunjukkan efek pencegahan yang paling
tinggi. Hossain & Rahman (2010) mengemukakan bahwa kemampuan ekstrak
kumis kucing dalam pengobatan batu ginjal berkaitan dengan aktivitas
antioksidannya yang mampu menghambat peroksidasi lipid.
7.
Etilen Glikol
Etilen glikol adalah senyawa kimia turunan yang dibuat dari sekian banyak
produk kimia komersial, termasuk polietilen tereftalat (PET) resin, poliester resin
tak jenuh, serat poliester dan poliester lapis. Etilen glikol digunakan sebagai
cairan anti pembekuan, penghilang es, pelapis permukaan, pemindah panas,
pendingin industri, hidrolik, surfaktan dan pengemulsi. Khalayak umum sering
terpapar etilen glikol dari penggunaannya sebagai anti pembekuan di bidang
otomotif. Keracunan akut pada manusia dan hewan peliharaan banyak terjadi
dengan meminum cairan tersebut karena rasanya yang manis. Ginjal merupakan
organ yang paling peka terhadap etilen glikol dan merupakan target organ primer.
Tata cara pengobatan keracunan etilen glikol akut diatur untuk mencegah
metabolit asam yang sangat toksik masuk, mengatasi asidosis dan mencegah
kerusakan ginjal permanen (Cruzan dkk., 2004).
16
Gambar 1. Metabolisme Etilen Glikol (Cox dkk., 2004)
Metabolisme dari etilen glikol terdiri dari empat tahap, berawal dari
perombakan senyawa tersebut di hati (Gambar 1). Tahap pertama etilen glikol
dimetabolisme menjadi glikol aldehid oleh alkohol dehidrogenase. Glikol aldehid
selanjutnya diubah menjadi glikolat oleh aldehid dehidrogenase pada tahap kedua.
Lebih jauh lagi glikolat diubah menjadi glioksilat yang hasil metabolisme
selanjutnya adalah oksalat. Senyawa tersebut mengendap bersama kalsium dalam
tubuh membentuk kristal kalsium oksalat (Cox dkk., 2004).
Hipokalsemia dapat terjadi karena kalsium membentuk batuan sehingga tidak
dapat direabsorpsi kembali oleh ginjal. Etilen glikol juga merusak mukosa saluran
cerna menghasilkan lesi hemoragi. Etilen glikol merupakan depresan bagi sistem
susunan syaraf pusat dan dapat menimbulkan edema otak. Depresi otot jantung
mungkin terjadi akibat deposisi kalsium oksalat di otot tersebut tetapi hal ini
17
terjadi lebih karena metabolisme yang kacau dari tubuh yang keracunan etilen
glikol (Cox dkk., 2004).
Keracunan etilen glikol memperlihatkan perbedaan kepekaan antar spesies
dan jenis kelamin setelah pemberian jangka panjang, dimana tikus lebih peka
daripada mencit dan jenis kelamin jantan lebih peka daripada jenis kelamin betina.
Etilen glikol menginduksi nefrotoksik pada tikus yang kemungkinan berpengaruh
terhadap resiko kesehatan manusia. Kerusakan ginjal tersebut diakibatkan oleh
pembentukan kristal kalsium oksalat pada tubulus ginjal (Cruzan dkk., 2004).
Dalam menginduksi batu ginjal, etilen glikol sering diberikan bersamaan
dengan amonium klorida yang dapat mempercepat proses penginduksian tersebut.
Penelitian Fan dkk. (1999) mengungkapkan bahwa untuk menginduksi batu ginjal
diperlukan kombinasi etilen glikol 0,75% dan amonium klorida 0,75%.
Disebutkan pula bahwa percobaan cukup dilakukan satu minggu apabila
digunakan amonium klorida ≥0,75%, karena setelah lebih dari satu minggu hewan
uji menjadi sakit, minum lebih sedikit, mengalami penurunan berat badan, dan
akhirnya mati (67%) setelah dua minggu percobaan.
8.
Uji Aktivitas Anti-Kalkuli
Penelitian mengenai aktivitas anti-kalkuli terhadap berbagai simplisia nabati
telah banyak dilakukan, baik berupa uji in vitro maupun in vivo. Uji in vitro
dilakukan terutama dengan menganalisis aktivitas ekstrak terhadap perubahan
batu ginjal kalsium dengan spektrofotometri IR dan menetapkan kadar kalsium
batu ginjal yang terlarut dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada 422,7
18
nm (Slavin, 1968). Pada uji in vitro, batu ginjal dikeluarkan dari tubuh tikus
terlebih dahulu baru dipejani dengan ekstrak dan dilakukan pengamatan.
Pada uji aktivitas anti-kalkuli secara in vivo, pembentukan batu ginjal
diinduksi di dalam tubuh tikus, umumnya dengan pemberian senyawa tertentu
(biasanya etilen glikol 0,75% ke dalam air minum tikus selama 28 hari), kemudian
tikus diberikan ekstrak baik secara per oral atau dengan intragastric tube (Jarald
dkk., 2011; Kanakavalli dkk., 2013; Soundararajan et al., 2006) dan dilakukan
pengamatan. Pengamatan aktivitas anti-kalkuli in vivo ini mencakup uji biokimia,
uji histologis, serta pengukuran volume dan pH urin. Uji biokimia meliputi analisa
kandungan kalsium, fosfor, oksalat, asam urat, sitrat, magnesium, dan protein
dalan sampel urin tikus (Dodoala dkk., 2010; Jarald dkk., 2011; Kanakavalli dkk.,
2013; Soundararajan et al., 2006; Vijayakumar dkk., 2013); serta analisa
kandungan kreatinin, asam urat, dan nitrogen urea dalam sampel serum tikus yang
diambil dari retro-orbital (Dodoala dkk., 2010; Jarald dkk., 2011; Kanakavalli
dkk., 2013; Prasobh&Revikumar, 2012; Sharma, 2011; Vijayakumar dkk., 2013).
Analisis terhadap sampel urin tikus bertujuan untuk melihat deposisi kristal
kalsium oksalat yang ditandai dengan meningkatnya ekskresi konstituen
pembentuk kalkuli (kalsium, fosfor, oksalat, asam urat) pada urin dan menurunnya
konstituen dari inhibitor, yaitu sitrat dan magnesium (Soundararajan et al., 2006).
Pada nefrolitiasis, produk buangan utama ginjal yaitu substansi nitrogen (seperti
kreatinin, asam urat, dan nitrogen urea) akan berakumulasi di darah
(Prasobh&Revikumar, 2012). Uji histopatologi pada sampel ginjal tikus uji
19
dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya deposisi dari kristal oksalat (Dodoala
dkk., 2010; Soundararajan et al., 2006; Prasobh&Revikumar, 2012).
Uji aktivitas anti-kalkuli dari ekstrak tempuyung (Sonchus arvensis L.) secara
in vivo dilakukan oleh Rosyidah dkk. (2013) dengan menguji sedian Calcusol
yang beredar di pasaran pada mencit, sementara uji anti-kalkuli dari ekstrak kumis
kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) dilakukan oleh Zhong dkk. (2012).
Rosyidah dkk. (2013) membuktikan bahwa pemberian Calcusol dosis 3,3 mg/gBB
pada mencit dapat menurunkan kadar kreatinin serum dibanding kelompok
urolitiasis, namun perubahan tersebut tidak signifikan (P>0.05).
Pada uji anti-kalkuli dari ekstrak kumis kucing yang dilakukan oleh Zhong
dkk. (2012), diamati bahwa pemberian ekstrak kumis kucing sebagai agen
preventif (pencegah pembentukan kalkuli) dosis 80 mg/kgBB dan 160 mg/kgBB
pada tikus uji dapat menurunkan secara signifikan (P<0.01) kadar kalsium, oksalat,
dan protein dalam urin; serta kadar kreatinin dan nitrogen urea dalam serum. Dari
pengukuran volume urin, diperoleh hasil bahwa pada kelompok tikus yang
diberikan ekstrak kumis kucing dosis 160 mg/kgBB terjadi peningkatan signifikan
(P<0.05) volume urin dibanding kelompok urolitiasis. Selain itu, pengamatan
histopatologi dari sampel ginjal menunjukkan bahwa hanya ditemukan sedikit
nekrosis dan perubahan tubulus pada ginjal tikus yang diberi ekstrak kumis
kucing, membuktikan bahwa ekstrak kumis kucing berefek mencegah
pembentukan kristal kalsium oksalat secara poten.
Berdasarkan penelusuran peneliti, belum terdapat penelitian sebelumnya
mengenai uji aktivitas anti-kalkuli terhadap campuran dari ekstrak tanaman
20
tempuyung, keji beling, dan kumis kucing. Peneliti akan menguji sediaan herbal
Kalkugama yang berisi campuran ekstrak ketiga tanaman tersebut yang masingmasing secara empirik telah diketahui masyarakat dapat mengobati batu ginjal,
untuk memastikan khasiatnya sebagai alternatif obat batu ginjal untuk masyarakat.
F. Landasan Teori
Berdasarkan penelitian terdahulu, baik tempuyung, keji beling, maupun
kumis kucing memiliki aktivitas anti batu ginjal. Uji aktivitas anti-kalkuli in vitro
pada masing-masing simplisia tunggal membuktikan bahwa masing-masing
ekstrak tanaman dapat melarutkan batu ginjal berkalsium. Penelitian aktivitas
anti-kalkuli in vivo terhadap Calcusol menunjukkan bahwa ekstrak tempuyung
dapat menurunkan kadar (mg/dl) kreatinin pada sampel serum mencit uji,
dibandingkan dengan tikus urolitiasis. Selain itu, uji aktivitas anti-kalkuli terhadap
ekstrak kumis kucing secara in vivo sebelumnya membuktikan kadar kalsium urin
turun secara signifikan pada tikus uji yang diberi ekstrak kumis kucing sebagai
agen preventif (pencegah pembentukan kalkuli) dan kondisi fisiologis sampel
ginjal relatif normal, dibandingkan dengan tikus urolitiasis. Oleh karena itu, pada
penelitian ini diharapkan herbal Kalkugama yang berisi campuran tempuyung,
keji beling, dan kumis kucing dapat menurunkan secara signifikan jumlah (mg)
kalsium yang terlarut dalam sampel urin tikus uji saat diberikan sebagai pencegah
batu ginjal, tetapi meningkatkan jumlah (mg) kalsium yang terlarut dalam sampel
urin saat diberikan sebagai peluruh batu ginjal. Selain itu, pada penelitian ini juga
21
diharapkan herbal Kalkugama dapat mengurangi deposit kristal kalsium oksalat
pada sampel ginjal tikus uji.
G. Hipotesis
1.
Pemberian sediaan herbal Kalkugama sebagai pencegah batu ginjal dapat
menurunkan secara signifikan jumlah (mg) kalsium pada sampel urin tikus uji
yang diinduksi batu ginjal menggunakan etilen glikol.
2.
Pemberian sediaan herbal Kalkugama sebagai peluruh batu ginjal dapat
meningkatkan secara signifikan jumlah (mg) kalsium pada sampel urin tikus
uji yang diinduksi batu ginjal menggunakan etilen glikol.
3.
Pemberian sediaan herbal Kalkugama, baik sebagai pencegah maupun
peluruh batu ginjal, dapat mengurangi deposit kristal kalsium oksalat pada
sampel ginjal tikus uji yang diinduksi batu ginjal menggunakan etilen glikol.
Download