PEMERINTAH KABUPATEN BUOL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PENGELUARAN DAN PEMASUKAN HEWAN/TERNAK DAN PRODUK ASAL HEWAN/TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI Menimbang : BUOL, a. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Buol Nomor 26 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Pengeluaran dan Pemasukan Hewan/Ternak dan Produk Asal Hewan/Ternak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, keadaan dan kondisi yang ada, sehingga perlu penyesuaian dan pengaturan kembali agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang ketentuan –ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824); 2. Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 4. Undang–Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3900). Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 1 Nomor 11 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3966). 5. Undang–Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang–Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 6. Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang– undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang– undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang–undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang–undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang usaha peternakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2000 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUOL dan BUPATI BUOL MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PENGELUARAN DAN PEMASUKAN HEWAN/TERNAK DAN PRODUK ASAL HEWAN/TERNAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Buol. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Buol. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. 5. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip-prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara 3 Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6. Dinas adalah Dinas Pertanian, perkebunan dan peternakan. 7. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Buol. 8. Bendahara Khusus Penerima adalah Bendahara Khusus Penerima pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buol. 9. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 10. Peraturan Daerah adalah Peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 11. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangundangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. 12. Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa pelayanan. 13. Surat ketetapan retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 14. Retribusi perizinan tertentu adalah Retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam pemberian izin Kepada orang Pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, Prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 15. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB, adalah surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang jumlah kredit retribusi, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. 17. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT, adalah surat Keputusan yang menentukan besarnya tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan. 18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang disingkat SKRDLB, adalah Surat Ketentuan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi, karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi terutang atau tidak seharusnya terutang. 19. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. 4 20. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SSRD adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke kas daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 21. Surat Keputusan Keberatan selanjutnya dapat disingkat SKK adalah surat Keputusan atas Keberatan terhadap SKRD, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi. 22. Hewan adalah semua binatang yang hidup di laut dan di darat. 23. Ternak adalah hewan yang dipelihara, yang hidupnya yakni mengenai tempat perkembangbiakannya serta mamfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta dipelihara khusus sebagai penghasil dan bahan-bahan jasa yang berguna bagi kepentingan hidup manusia. 24. usaha pengeluaran hewan/ternak dan produk asal hewan /ternak adalah segala kegiatan usaha yang mengeluarkan hewan/ternak dan produk asal hewan /ternak dari Kabupaten Buol keluar daerah. 25. Usaha pemasukan hewan /ternak dan produk asal hewan / ternak adalah segala kegiatan usaha yang memasukkan hewan /ternak dan produk asal hewan /ternak dari daerah lain kewilayah Kabupaten Buol. 26. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiataan untuk mencari dan mengumpulkan, mengelolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang – undangan retribusi Daerah. 27. Penyidik tindak pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil yang selanjunya disebutpenyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan Nama Retribusi Izin Usaha Pengeluaran dan Pemasukan Hewan/Ternak dan Produk Hewan / Ternak dipungut retribusi sebagai pelayanan atau pemberian izin tertentu terhadap usaha pengeluaran hewan / ternak dan atau produk asal hewan/ternak. Pasal 3 Obyek retribusi adalah pelayanan dan atau penyediaan fasilitas segala bentuk kegiatan usaha pengeluaran dan pemasukan hewan / ternak dan produk asal hewan/ternak yang meliputi: 5 a. Usaha pengeluaran dan pemasukan hewan/ternak dan produk asal hewan/ternak terdiri dari: 1. Usaha pengeluaran hewan/ternak; 2. Usaha pemasukan hewan/ternak; 3. Usaha pengeluaran produk asal hewan/ternak; dan 4. Usaha pemasukan produk hewan/ternak. b. Pemeriksaan kelayakan pengeluaran dan pemasukan hewan / ternak dan produk asal hewan/ternak terdiri dari : 1. Ternak unggas (Ayam, Itik, Entok dan Angsa) dan jenis unggas lainnya; 2. Ternak kecil lainnya (Kambing, Domba dan Babi) dan jenis ternak besar lainnya; 3. Ternak besar (Sapi, Kerbau, Kuda) dan jenis ternak besar lainnya; dan 4. Produk asal hewan/ternak (Kulit, Tulang, Tanduk dan Telur) dan produk asal hewan ternak lainnya. Pasal 4 Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mengelola kegiatan usaha pengeluaran dan pemasukan hewan /ternak dan produk asal hewan/ternak. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi izin usaha pengeluaran dan pemasukan hewan / ternak dan produk asal hewan / ternak digolongan sebagai Retribusi Jasa Usaha. BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA. Pasal 6 Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis usaha, jenis pelayanan, pembinaan dan pengawasan. BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN, STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 7 Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan atas kebijaksanaan daerah dengan memperhitungkan biaya penyediaan jasa/pelayanan, biaya 6 administrasi, perawatan dan pembinaan serta kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Pasal 8 (1) Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut : a. Setiap Izin Usaha pengeluaran dan pemasukan hewan/ternak dan produk asal hewan/ ternak dipungut retribusi sebesar Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) per 3 (tiga) tahun; b. Pemeriksaan kelayakan pengeluaran dan pemasukan hewan/ternak dan produk hasil hewan/ternak: 1. Pemeriksaan pengeluaran hewan/ternak a) Ternak Unggas: 1). Ayam Rp. 750,-/Ekor. 2). Itik Rp. 750,-/Ekor. 3). Entok Rp. 750,-/Ekor. 4). Angsa Rp. 750,-/Ekor. 5). Jenis Unggas lainnya Rp. 500,-/Ekor. b) Ternak Kecil: 1). Kambing Rp. 7.500,-/Ekor. 2). Domba Rp. 7.500,-/Ekor. 3). Babi Rp. 7.500,-/Ekor. 4). Hewan Peliharaan Rp. 2.500,-/Ekor. 5). Jenis ternak kecil lainnya Rp. 2.500,-/Ekor. c) Ternak Besar: 1). Sapi Rp. 55.000,-/Ekor. 2). Kerbau Rp. 55.000,-/Ekor. 3). Kuda Rp. 55.000,-/Ekor. 4). Jenis ternak besar lainnya Rp. 55.000,-/Ekor. 2. Pemeriksaan pemasukan hewan/ternak: a) Ternak Unggas (Grower, layer, afkir) Rp. 300,-/Ekor. b) DOC (Bibit ayam umur sehari) Rp. 100,-/Ekor. c) Ternak kecil Rp. 1.250,-/Ekor. d) Ternak Besar Rp. 5.000,-/Ekor. 3. Pemeriksaan pengeluaran produk asal hewan/ternak: a) Kulit sapi, kuda dan kerbau Rp. 1000,-/lembar. b) Tanduk Rp. 1000,-/Pasang. c) Tulang Rp. 500,-/Kg (Kering). d) Telur unggas : - Unggas & Itik Rp. 25,-/butir. 7 - Burung Puyuh Rp. 10,-/butir. 4. Pemeriksaan pemasukan produk asal hewan/ternak: a) Kulit sapi, kambing, kuda dan kerbau Rp. 300,-/lembar. b) Tanduk Rp. 750,-/pasang. c) Tulang Rp. 200,-/Kg (kering). d) Telur unggas : - Unggas & Itik Rp. 25,-/butir. - Burung Puyuh Rp. 10,-/butir. BAB VI WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 9 Retribusi Izin Usaha pengeluaran dan pemasukan hewan/ternak dan produk asal hewan/ternak dipungut dalam wilayah Kabupaten Buol. BAB VII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG Pasal 10 (1) Masa Retribusi Izin Usaha Pengeluaran dan Pemasukan Hewan/Ternak dan produk asal hewan/ternak adalah jangka waktu yang lamanya 3 Tahun kecuali ditetapkan lagi oleh Kepala Daerah. (2) Masa Retribusi pemeriksaan kelayakan pengeluaran dan pemasukan hewan/ternak dan produk asal hewan/ternak adalah setiap kali melakukan kegiatan pengeluaran dan pemasukan. (3) Saat retribusi terutang pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB VIII KETENTUAN PEMERIKSAAN HEWAN / TERNAK Pasal 11 (1) Setiap hewan/ternak dan produk asal hewan/ternak yang keluar/masuk harus diperiksa terlebih dahulu kesehatannya oleh petugas tehnis yang ditunjuk oleh pihak yang berwenang. (2) Petugas tehnis yang melakukan pemeriksaan terhadap hewan/ternak dan produk asal hewan/ternak harus memperhatikan: a. Surat asal ternak dari Lurah/Kepala Desa asal ternak; b. Surat izin usaha pengeluaran/pemasukan hewan/ternak dan produk asal hewan/ternak; dan 8 c. Kartu Tanda Penduduk (KTP). (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini meliputi: Pemeriksaan terhadap hewan/ternak betina produktif dan pemeriksaan kesehatan penyakit menular. Pasal 12 (1) Apabila dalam pemeriksaan dimaksud pasal 11 ayat (3) Peraturan Daerah ini, ternyata hewan tersebut menderita penyakit atau dalam keadaan bunting dan atau masih produktif, petugas teknis yang ditunjuk dapat menolak hewan tersebut untuk tidak dikeluarkan. (2) Apabila dalam pemeriksaan ternyata hewan/ternak yang masuk mengidap penyakit menular, maka petugas teknis dapat menolak. (3) Pengeluaran dan pemasukan ternak bibit harus dilengkapi dengan dokumen dari Dinas tehnis yang menangani peternakan. Pasal 13 Dalam hal ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Peraturan Daerah ini, pemilik hewan/ternak dan produk asal hewan/ternak berhak mengajukan pemeriksaan ulang kepada petugas tehnis atas biaya pemilik hewan/ternak. Pasal 14 Apabila hasil pemeriksaan akhir ternyata tidak memenuhi persyaratan sesuai dimaksud pasal 12 Peraturan Daerah ini, maka petugas tehnis akan menolak hewan/ternak atau produksi asal hewan/ternak tersebut. BAB IX PENDAFTARAN DAN PENDATAAN Pasal 15 (1) Setiap wajib retribusi mengisi SPTRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) STPRD atau dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya. (3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTRD ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB X PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 16 (1) Berdasarkan SPTRD, sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat (1) ditetapkan Retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau Dokumen lain yang di persamakan. 9 (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan / atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah Retribusi yang terutang, maka di keluarkan SKRDKBT. (3) Bentuk, isi, dan dipersamakan tatacara penerbitan sebagaimana dimaksud SKRD atau pada ayat Dokumen (1) lain yang dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di tetapkan oleh Bupati. BAB XI TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 17 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Hasil pungutan retribusi dari Dinas tehnis sebagaimana dimaksud pasal 8 Peraturan Daerah ini disetor ke Kas Daerah melalui bendaharawan khusus penerima pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buol. BAB XII SANKSI ADMINITRASI Pasal 18 Dalam Hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen ) setiap bulan dari besarnya Retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah. BAB XIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 19 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Tata cara Pembayaran, Penyetoran, Tempat pembayaran retribusi diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB XIV TATA CARA PENAGIHAN Pasal 20 (1) Pengeluaran surat teguran, surat peringatan, surat lain yang sejenis sebagai awal pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. 10 (2) Sejak jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tangggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi terhutang. (3) Surat teguran sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. (4) Retribusi yang terutang berdasarkan SKRD, SKRDKP, SKRDKBT, STRD, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan dan petugas banding yang tidak atau kurang bayar oleh wajib retribusi pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksaan. (5) Penagihan Retribusi dengan surat paksaan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku. BAB XV KEBERATAN Pasal 21 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang di tunjuk atas SKRD, atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan di sertai alasanalasan yang jelas. (3) Dalam hal wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi Wajib Retribusi, harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan Retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi pensyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini, tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi. Pasal 22 (1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruh atau sebagian menolak atau menambah besarnya Retribusi yang terutang. 11 (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 23 (1) Bupati pada jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. BAB XVI PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 24 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterima permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga 2 % (dua persen) sebulan atas kelerlambatan pembayaran kelebihan retribusi. Pasal 25 (1) Permohonan pengembalian kelebiham pembayaran tersebut diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan sekurang – kurangnya menyebutkan : 12 a. Nama dan alamat Wajib Retribusi; b. Masa retribusi; c. Besarnya kelebihan pembayaran; dan d. Alasan yang singkat dan jelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah. Pasal 26 (1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat perintah pembayaran kelebihan retribusi. (2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (4) Peraturan Daerah ini, pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XVII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 27 (1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan wajib retribusi. (3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB XVIII KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 28 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terhutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, tertangguh apabila: 13 a. Diterbitkan surat teguran; dan/atau b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XIX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 29 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana di maksud ayat (1) pasal ini adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan Tindak Pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak Pidana Retribusi Daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah; g. Menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan ruang atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawah sebagaimana di maksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; dan k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat di pertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 14 BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 30 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (Enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud Ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Buol Nomor 26 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Pengeluaran dan Pemasukan Hewan/Ternak dan Produk Asal Hewan/Ternak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 32 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 33 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Buol. Ditetapkan di Buol pada tanggal 12 November 2008 BUPATI BUOL ttdAMRAN H.A. BATALIPU Diundangkan di Buol pada tanggal 12 November 2008 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MACHMUD BACULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUOL TAHUN 2008 NOMOR 19 15 PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL NOMOR : 26 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PENMGELUARAN DAN PEMASUKAN HEWAN / TERNAK DAN PRODUK ASAL HEWAN / TERNAK I. Penjelasan Umum Dengan berlakunya Undang –undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang ditindak lanjuti dengan Peraturan pemerintah Daerah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka Pemerintah Kabupaten Buol akan melaksanakan kewenangan wajib dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalm Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999. sebagai konsekwensi pelaksanaan otonomi tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Buol harus berusaha menggali sumber – sumber potensial yang ada di daerah, untuk dijadikan kontribusi bagi Peningkatan Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). II. Penjelasan Pasal Demi Pasal Pasal 1 s/d 7 : Cukup jelas. Pasal 8 : Yang dimaksud dengan Unggas lainnya adalah sebangsa burung. - Ternak kecil lainnya dalah kelinci marmud, dll. - Ternak besar lainnya adalah anoa, rusa, babi rusa, dll. Pasal 9 s/d 31 : Cukup jelas. 16