9 BAB II LANDASAN TEORI A. Bank 1. Pengertian Bank Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir 2008: 11). Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Perbankan mempunyai kegiatan yang mempertemukan pihak yang membutuhkan dana (borrower) dan pihak yang mempunyai kelebihan dana (saver). Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 1, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 2. Klasifikasi Bank Praktik perbankan di Indonesia saat ini yang diatur dalam Undangundang Perbankan memiliki beberapa jenis bank. Di dalam Undang 9 10 undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan sebelumnya yaitu Undang- undang nomor 14 Tahun 1967, terdapat beberapa perbedaan jenis perbankan. Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsinya, kepemilikan, dan dari segi menentukan harga. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Kemudian kepemilikan perusahaan dilihat dari segi pemilik saham yang ada serta akta pendirian nya. Sedangkan dari menentukan harga yaitu antara bank konvensional berdasarkan bunga dan bank syariah berdasarkan bagi hasil (Kasmir 2008: 20). a. Menurut fungsinya, bank dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Bank Sentral yaitu bank milik pemerintah yang memegang otoritas moneter dengan tujuan menjaga kestabilan nilai mata uang dalam negeri. 2) Bank Umum yaitu bank yang menerima simpanan dana masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito serta memberikan kredit dalam jangka pendek dan panjang, atau bisa dikatakan sering disebut juga sebagai bank komersil. 3) Bank Perkreditan Rakyat yaitu bank yang hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan dimana ruang lingkup operasinya biasanya terbatas. b. Menurut kepemilikannya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 11 1) Bank Pemerintah pusat yaitu bank yang seluruh sahamnya dimilki pemerintah pusat. 2) Bank pemerintah daerah yaitu bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah. 3) Bank swasta nasional yaitu bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak swasta nasional. 4) Bank asing yaitu bank yang seluruh sahamnya dimiliki pihak asing yang membuka kantor cabang di Indonesia sedangkan kantor pusatnya berada di luar negeri. 5) Bank Campuran yaitu bank yang sebagian sahamnya dimiliki pihak asing dan sebagian dimiliki oleh pihak swasta nasional. c. Menurut Transaksi valuta asing, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Bank Devisa yaitu bank yang menggunakan lebih dari satu mata uang dalam transaksi perbankan. 2) Bank Non Devisa yaitu bank yang hanya menggunakan satu mata uang rupiah dalam transaksi perbankan. d. Menurut perhitungan biaya dan pendapatan, klasifikasikan sebagai berikut: 1) Bank komersil yaitu bank yang menggunakan sistem bunga sebagai sumber pendapatan dan biaya bank, penabung pasti 12 memperoleh bunga meskipun bank menderita rugi. Peminjam wajib membayar bunga pinjaman meskipun usahanya rugi. 2) Bank bagi hasil (syariah) yaitu bank yang menggunakan sistem bagi hasil antara si penabung (kreditur), peminjam (debitur), dan bank dalam perhitungan biaya dan pendapatan. Keuntungan maupun kerugian dalam usaha akan dibagi secara adil sesuai kontribusi dan kesepakatan bersama. Pengertian dan klasifikasi bank diatas memberikan tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama dalam menghimpun dana dalam membentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dana, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar- besarnya bagi pemilik.tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan menjadi komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia. 3. Laporan Keuangan Bank Berdasarkan PSAK No.31 tentang Akuntansi Perbankan, laporan keuangan bank terdiri atas: Neraca, Laporan komitmen dan kontijensi, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Setiap perusahaan, baik bank maupun non bank pada suatu waktu (periode tertentu) akan melaporkan kegiatan keuangannya. Informasi tentang proses keuangan perusahaan, kinerja perusahaan, aliran kas dan informasi lainnya 13 yang berkaitan dengan laporan keuangan dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi keuangan perusahaan, baik kepada pemilik, manajemen, maupun pihak luar yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya, termasuk kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama periode tertentu. Keuntungan dengan membaca laporan ini pihak manajemen dapat memperbaiki kelemahan yang ada serta mempertahankan kekuatan yang dimiliki. Laporan keuangan yang disajikan manajemen terdiri dari empat laporan utama yang menggambarkan sumber-sumber kekayaan (assets), kewajiban (liabilities), profitabilitas, dan transaksi-transaksi yang menyebabkan arus kas perusahaan. Dari laporan keuangan tersebut para investor dapat memberikan gambaran kondisi keuangan perusahaan secara kuantitatif. Laporan keuangan kemudian dianalisis untuk diketahui apakah perusahaan tersebut mempunyai prospek yang bagus di masa yang akan datang. Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari Neraca dan Perhitungan Laba Rugi serta laporan perubahan modal. Tetapi dalam prakteknya sering diikutsertakan kelompok lain yang sifatnya membantu untuk memperoleh keterangan lebih lanjut, misalnya laporan perubahan modal kerja, laporan arus kas, laporan sebab-sebab laba kotor, serta daftardaftar lainnya (Munawir, 2001:5). Laporan keuangan juga memberikan 14 informasi tentang hasil-hasil usaha yang diperoleh bank dalam suatu periode tertentu dan biaya-biaya atau beban yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil tersebut. Informasi ini akan termuat dalam laporan laba rugi. Laporan keuangan bank juga memberikan gambaran tentang arus kas suatu bank yang tergambar dalam laporan arus kas (Kasmir, 2003:239). Menurut SAK No 1, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusan. Laporan yang disajikan oleh suatu perusahaan dalam hal ini lembaga perbankan pada periode tertentu bertujuan, antara lain: (1) Memberikan informasi tentang posisi keuangan bank menyangkut harta bank, kewajiban bank serta modal bank pada periode tertentu; (2) Memberikan informasi menyangkut laba rugi suatu bank pada periode tertentu; (3) Memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan yang disajikan suatu bank; (4) Memberikan informasi tentang performance suatu bank. Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Banyak pihak yang mempunyai kepentingan untuk mengetahui lebih mendalam tentang laporan keuangan dari bank karena masing masing pihak mempunyai kepentingan yang berbeda, maka cara analisisnya juga berbeda disesuaikan dengan sifat dan kepentingan masing-masing. 15 Menurut Munawir (1992:2-4), pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan suatu perusahaan adalah: a. Pemilik perusahaan, sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaannya, karena dengan laporan tersebut pemilik perusahaan akan dapat menilai sukses tidaknya manajer dalam memimpin perusahaannya dan kesuksesan manajer biasanya dinilai dengan laba yang diperoleh perusahaan. b. Manajer atau pimpinan perusahaan, dengan mengetahui posisi keuangan perusahaannya periode yang baru lalu akan dapat menyusun rencana yang lebih baik, memperbaiki sistem pengawasannya dan menentukan kebijaksanaan yang lebih tepat. c. Para investor, mereka berkepentingan terhadap prospek keuntungan dimasa mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutnya, untuk mengetahui jaminan investasinya dan untuk mengetahui kondisi kerja atau kondisi keuangan jangka pendek perusahaan tersebut. d. Para kreditur dan bankers, sebelum mengambil keputusan untuk memberi atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan, perlu mengetahui terlebih dahulu posisi keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. e. Pemerintah, untuk menentukan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan juga sangat diperlukan oleh BPS, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja untuk dasar perencanaan pemerintah. 16 Penyajian ikhtisar keuangan dan catatan mengenai ikhtisar keuangan harus memenuhi syarat penyajian yang layak sesuai dengan prinsip akuntansi Indonesia yang diterapkan secara konsisten dalam tahun atau tahun-tahun sebelumnya. Penyajian yang layak berarti tidak boleh ada kesalahan yang material dalam penyajian angka-angka dan segala informasi yang seharusnya disajikan agar tidak menyesatkan. Ikhtisar dan catatan mengenai ikhtisar keuangan harus diperiksa (diaudit) oleh akuntan publik mengenai kelayakan penyajiannya sesuai dengan standar akuntansi keuangan (SAK) yang diterapkan secara konsisten. Semua transaksi antar pihak bank dengan nasabahnya yang sifatnya bersyarat komitmen dan kontijensi harus diungkapkan. Menurut prinsip akuntansi, transaksi bersyarat yang jumlahnya cukup mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan, maka transaksi tersebut harus diungkapkan dalam laporan keuangan, yang biasanya disajikan dalam bentuk catatan kaki (footnote). Karena dalam bank banyak sekali transaksi yang sifatnya bersyarat yang sekalipun nilai transaksi per individual kecil, tetapi apabila dijumlahkan akan sangat mempengaruhi laporan keuangan bank keseluruhan, maka sudah seharusnya bank harus menyajikan transaksi laporan keuangan. Lazimnya transaksi bersyarat ini dirinci menurut jenisnya dan disajikan diluar neraca dalam kelompok rekening administratif. Rekening administratif ini tidak ikut terjumlahkan baik dalam aktiva maupun pasiva. 17 B. Return On Asset (ROA) ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak pajak terhadap total assets. Semakin tinggi ROA menunjukkan semakin baik kinerja suatu perusahaan (bank). Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut: (Dendawijaya: 2003). ROA = Net Income X 100% Total Asset 1. Net Income (EBT) adalah laba rugi bank yang diperoleh dalam periode berjalan sebelum dikurangi pajak. 2. Total assets merupakan komponen yang terdiri dari kas, giro pada BI, penempatan pada bank lain, surat-surat berharga, kredit yang diberikan, pendapatan yang masih akan diterima, biaya dibayar dimuka, uang muka pajak, aktiva tetap dan penyusutan aktiva tetap dan lain-lain. Rasio ini dapat dijadikan sebagai ukuran kesehatan keuangan. Rasio ini sangat penting, mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal bank (Siamat, 1993:50). Keunggulan ROA diantaranya adalah sebagai berikut: 1. ROA merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. 18 2. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut. 3. ROA merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha. Kelemahan ROA (Return On Asset) 1. Pengukuran kinerja dengan menggunakan ROA membuat manajer divisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan project-project yang menurunkan divisional ROA, meskipun sebenarnya proyek-proyek tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan. 2. Manajemen juga cenderung untuk berfokus pada tujuan jangka pendek dan bukan tujuan jangka panjang. 3. Sebuah project dalam ROA dapat meningkatkan tujuan jangka pendek, tetapi project tersebut mempunyai konsekuensi negatif dalam jangka panjang. Yang berupa pemutusan beberapa tenaga penjualan, pengurangan budget pemasaran, dan penggunaaan bahan baku yang relatif murah sehingga menurunkan kualitas produk dalam jangka panjang. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menetapkan angka ROA ≥ 1.5% agar Bank Umum dikatakan dalam kondisi sehat. C. Kecukupan Modal (Capital adquency ratio) Perhitungan rasio kecukuan modal pada bank umum memiliki perbedaan dengan tatacara perhitungan rasio kecukupan modal Capital 19 Adquency Ratio (CAR) pada bank perkreditan rakyat. Pada bank umum, untuk menetukan kecukupan modal perlu memasukan risiko pasar. Untuk menentukan besaran risiko pasar dalam perhitungan kecukupan modal dapat menggunakan metode standar dan metode internal. Metode standar menawarkan pendekatan pengukuran risiko pasar serta perhitungan kecukupan modal yang terstandarisir untuk seluruh bank sejak tahun 2003. Namun berdasarkan perkembangan dan tuntutan yang ada termasuk sejalan dengan perkembangan instrumen keuangan dan semakin kompleksnya usaha bank, maka telah dilakukan penyempurnaan kembali terhadap penggunaan metode standar dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar. Penggunaan motode standar dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bank umum dengan memperhitungkan risiko pasar dituangkan dalam surat edaran bank Indonesia nomor 9/33/DPNP tanggal 18 december 2007. Pada intinya pendekatan ini adalah: 1. Perhitungan KPMM dengan memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar dilakukan dengan formula sebagai berikut : ( Tier 1+Tier 2+Tier 3) - Pernyertaan KPMM = = 8% (minimum) ATMR (Risiko Kredit) + 12,5 x beban modal untuk Risiko Pasar 2. Sebelum mengalokasikan beban modal untuk Risiko Pasar sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank wajib memenuhi KPMM 20 untuk Risiko Kredit yaitu minimal sebesar 8% sesuai ketentuan yang berlaku dengan formula : ( Tier 1+Tier 2) - Pernyertaan ATMR (Risiko Kredit) 3. Dalam Perhitungan KPMM secara konsolidasi, perhitungan modal, risiko kredit, dan risiko pasar dilakukan terhadap data/posisi secara konsolidasi. 4. Dalam melakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada angka 1, bank harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menghitung Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit sesuai ketentuan yang berlaku. b. Menghitung jumlah beban modal untuk seluruh jenis risiko pasar. c. Untuk mengindari duplikasi perhitungan risiko terhadap surat berharga, eksposur yang termasuk dalam trading book yang telah diperhitungkan risiko spesifik untuk risiko suku bunga, seperti obligasi yang diterbitkan oleh BUMN/Swasta dikeluarkan dari perhitungan ATMR berdasarkan risiko kredit d. Menghitung eksposur tertimbang menurut risiko pasar (market risk weighted exposures), dengan cara mengkonversikan jumlah beban modal untuk seluruh jenis risiko pasar sebagaimana dimaksud pada huruf b menjadi ekuivalen dengan ATMR (dikalikan dengan angka 12,5, yaitu 100/8). 21 e. Menjumlahkan ATMR untuk kredit dengan eksposur tertimbang menurut risiko pasar. f. Menghitung modal bank yang terdiri atas Modal Inti (tier 1), Modal Pelengkap (tier 2), dan Modal pelengkap Tambahan (tier 3) yang dialokasikan untuk menutup risiko pasar setelah dikurangi penyertaan. Dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi, penyertaan yang menjadi pengurang modal adalah penyertaan bank kepada perusahaan anak yang tidak wajib dikonsolidasikan sesuai ketentuan yang berlaku. g. Membagi total modal sebagaimana dimaksud pada huruf f dengan jumlah ATMR dan eksposur tertimbang sebagaimana dimaksud pada huruf e, yang hasilnya dinyatakan dalam persentase. 5. Modal pelengkap tambahan (tier 3) yang digunakan dalam perhitungan rasio KPMM adalah sebesar modal yang dibutuhkan untuk menutup Risiko Pasar. 6. Modal pelengkap tambahan (tier 3) yang memenuhi persyaratan namun tidak digunakan dalam perhitungan rasio KPMM sebagaimana dimaksud pada angka 4, dihitung sebagai rasio kelebihan Modal Pelengkap Tambahan (excess tier 3 capital ratio), dengan formula : Rasio kelebihan Modal Pelengkap = Tambahan Kelebihan Modal Pelengkap Tambahan ATMR (Risiko Kredit) + ATMR (Risiko Pasar) CAR diklasifikasikan dalam 3 kelompok. Klasifikasi bank sejak 1998 dikelompokkan dalam : (1) Bank sehat dengan klasifikasi A, jika 22 memiliki CAR lebih dari 4%, (2) Bank take over atau dalam penyehatan oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dengan klasifikasi B, jika bank tersebut memiliki CAR antara –25% sampai dengan < dari 4%, (3) Bank Beku Operasi (BBO) dengan klasifikasi C, jika memiliki CAR kurang dari –25%. Bank dengan klasifikasi C inilah yang di likuidasi. Modal sendiri adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri dari modal disetor, laba tak dibagi dan cadangan yang dibentuk bank. Sedangkan perhitungan besaran Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dilakukan dengan menghitung jumlah nilai aktiva tertimbang dimana sebagai faktor penimbang digunakan perkiraan besarnya risiko yang melekat pada masing - masing unsur aktiva bank tersebut. Dengan demikian, diharapkan bahwa besarnya ATMR dapat dianggap mewakili besarnya resiko yang dihadapi bank tersebut. Besarnya ATMR diperoleh dengan menjumlahkan aktiva neraca dan aktiva administratif. Aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva dengan bobot resiko. Aktiva administratif diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominalnya dengan bobot resiko aktiva administratif. Semakin likuid, aktiva resikonya nol dan semakin tidak likuid bobot resikonya 100, sehingga resiko berkisar antara 0% - 100% . D. Beban Operasi Pada Pendapatan Operasi Ratio (BOPO) Untuk mengukur efisiensi bank salah satu indikator yang dipakai adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Semakin besar rasio BOPO maka semakin tidak efisien suatu 23 bank. Efisiensi dikatakan membaik ditujukan oleh penurunan nilai BOPO. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Biaya Operasional BOPO = x 100 % Pendapatan Operasional Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana (misal dana masyarakat), maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Secara teoritis, biaya bunga ditentukan berdasarkan perhitungan cost of loanable funds (COLF) secara weighted average cost, sedangkan penghasilan bunga sebagian terbesar diperoleh dari interest income (pendapatan bunga) dari jasa pemberian kredit kepada masyarakat, seperti bunga pinjaman, provisi kredit, appraisal fee, supervision fee, commitment fee, syndication fee, dan lain-lain. Besarnya angka untuk Beban operasional maupun untuk pendapatan operasional dapat dilihat pada perhitungan laba rugi laporan keuangan bank yang bersangkutan. Nilai BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional yang ideal agar suatu bank dinyatakan efisien adalah 70% – 80%. Bank Indonesia menetapkan BOPO ≥ 80% agar sebuah bank umum dikatakan dalam kondisi sehat. 24 E. Loan To Deposit Ratio (LDR) LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh Bank. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan sebagai berikut. Jumlah kredit yang diberikan LDR = x100% Total Dana Pihak ketiga + KLBI + Modal Inti Menurut surat edaran bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993, termasuk dalam pengertian dana yang diterima bank adalah sebagai berikut: 1. KLBI (kredit likuiditas Bank Indonesia) (jika ada) 2. Giro, deposito, dan tabungan masyarakat. 3. Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, tidak termasuk pinjaman subordinasi. 4. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan. 5. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari bulan. 6. Modal Pinjaman 7. Modal Inti. Loan to deposit ratio tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang 25 dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan sebagai berikut. 1. Untuk rasio LDR sebesar 110% atau lebih diberi nilai kredit 0, artinya likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat. 2. Untuk rasio LDR di bawah 110% diberi nilai kredit 100 artinya likuiditas bank tersebut dinilai sehat. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari loan to deposit ratio suatu bank adalah sekitar 80%. Namun, batas toleransi berkisar antara 80% dan 110%. F. Pengaruh Antar Variabel 1. Pengaruh CAR terhadap ROA CAR mencerminkan modal sendiri perusahaan, semakin besar CAR maka semakin besar kesempatan bank dalam menghasilkan laba, 26 karena dengan modal yang besar, manajemen bank sangat leluasa dalam menempatkan dananya kedalam aktivitas investasi yang menguntungkan. 2. Pengaruh BOPO terhadap ROA Rasio BOPO menunjukkan efisiensi bank dalam menjalankan usaha pokoknya, terutama kredit, dimana sampai saat ini pendapatan bankbank di Indonesia masih didominasi oleh pendapatan bunga kredit. Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktivitas usahanya. Bank yang sehat rasio BOPO nya kurang dari 1 sebaliknya bank yang kurang sehat rasio BOPO nya lebih dari 1. Semakin tinggi biaya pendapatan maka bank menjadi tidak efisien sehingga ROA makin kecil dengan kata lain BOPO berhubungan negatif dengan kinerja bank sehingga diprediksikan juga berpengaruh negatif terhadap ROA. Suyono (2005) dalam penelitiannya yang menguji pengaruh BOPO terhadap ROA pada bank umum di Indonesia periode tahun 2001-2003, menunjukkan bahwa BOPO mempunyai pengaruh yang negatif terhadap ROA pada level signifikansi 5% yaitu sebesar 0,1%. 3. Pengaruh LDR terhadap ROA LDR merupakan ukuran likuiditas yang mengukur besarnya dana yang ditempatkan dalam bentuk kredit yang berasal dari dana yang dikumpulkan oleh bank (terutama dana masyarakat). Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan 27 kredit. Semakin tinggi LDR maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke dana pihak ketiga. Dengan penyaluran dana pihak ketiga yang besar maka bank akan pendapatan bank (ROA) akan semakin meningkat. G. Penelitian Terdahulu Achmad Buyung (2009) menguji pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO terhadap profitabilitas bank (ROA), dari hasil analisis menunjukkan bahwa data NPL, CAR, LDR, dan BOPO secara parsial signifikan terhadap ROA bank go publik pada level of significant kurang dari 5%. Sedangkan pada bank non go public, hanya LDR yang berpengaruh signifikan. Hasil pengujian menghasilkan nilai Chow test F sebesar 3,372. Nilai F tabel diperoleh sebesar 1,96. Dengan demikian diperoleh nilai Chow test (3,372) > F tabel (1,96). Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan dari pengaruh 4 variabel bebas tersebut terhadap ROA pada bank go publik dan bank non go publik. test (3,372) > F tabel (1,96). Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan dari pengaruh 4 variabel bebas tersebut terhadap ROA pada bank go publik dan bank non go publik. Aminatuzzahra (2010) menguji pengaruh Curent Ratio, Debt to Equity Ratio (DER), Total Asset Trunover (TAT), dan Net Profit Margin (NPM) terhadap Return on Equity (ROE). Dari hasil analisis menunjukkan bahwa data CR, DER, TAT, NPM secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap ROE perusahaan manufaktur di BEI periode 2005-2009 pada level of significance kurang dari 5% (masing-masing sebesar 0,000%). Sementara secara simultan (CR, DER, TAT, dan NPM) terbukti 28 signifikan berpengaruh terhadap ROE perusahaan manufaktur di BEI pada level kurang dari 5% yaitu sebesar 0,000%. Kemampuan prediksi dari keempat variable tersebut terhadap ROE sebesar 97,9% sebagaimana ditunjukkan oleh besarnya adjusted R square sebesar 97,9%, sedangkan sisanya 2,1% dipengaruhi oleh factor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. Syahru Syarif (2009), menguji Rasio CAMEL terhadap Net Interest Margin (NIM), pengujian hipotesis 6 menunjukan bahwa secara simultan variabel CAR, NPL, BOPO, ROA, dan LDR berpengaruh signifikan positif terhadap variabel NIM sehingga hipotesis 6 terbukti, hal tersebut ditunjukkan dengan besarnya tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,001. H. Kerangka Pemikiran Teoritis Menurut Uma Sekaran (1992), kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Pendapat lain menjelaskan, kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan. Secara ringkas, hubungan antara variabel- variabel independen terhadap variabel dependen digambarkan melalui kerangka pemikiran sebagai berikut 29 H1 Capital Adquency Ratio (CAR) Return On Asset (ROA) H2 Beban Operasi pada Pendapatan Operasi (BOPO) H3 Loan To Deposit Ratio (LDR) Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Gambar 1.1 tersebut dapat diidentifikasi bahwa variabel independen terdiri dari CAR (X1), BOPO (X2), LDR (X3), serta ROA sebagai variable dependennya (Y). Dengan memasukkan model secara bersama-sama (3 variabel independen) maka juga dapat diketahui rasiorasio mana yang dominan berpengaruh terhadap ROA.