Aulacophora similis Oliver

advertisement
Penyunting : Tonny K. Moekasan, Laksminiwati Prabaningrum, Nikardi
Gunadi, dan Asih K. Karjadi
No. 003, Agustus 2013
(Tanggal diunggah 25 Agustus 2013)
Redaksi Pelaksana : Abdi Hudayya dan Fauzi Haidar
Pemuliaan Ketahanan pada Tanaman Mentimun
Terhadap Kumbang Pemakan Daun (Aulacophora similis Oliver)
Oleh :
Gungun Wiguna
Kelompok Peneliti Pemuliaan dan Plasma Nutfah
BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN
Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang – Bandung Barat 40391
e-mail : [email protected]
PENDAHULUAN
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman sayuran yang sangat diikenal dan banyak dikonsumsi
masyarakat, selain mengandung gizi yang cukup lengkap, banyak kegunaan, mentimun juga memiliki nilai ekonomi
dan potensi bisnis tinggi. Adanya organisme pengganggu tanaman berupa hama maupun penyakit dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas buah yang dihasilkan. Hama yang menyerang tanaman ini didominasi oleh
golongan serangga. Menurut Tarno (2003), mentimun merupakan jenis tanaman dari family Cucurbitaceae, yang
menjadi inang utama dari kumbang mentimun Aulacophora similis Oliver dengan tingkat serangan dilapangan
berada pada posisi tertinggi dibandingkan kedua jenis kumbang mentimun yang lain, yakni A.coffeae dan A.
flavomarginata.
Upaya pengelolaan hama harus dilakukan berdasarkan pada pertimbangan kestabilan ekosistem.
Penggunaan insektisida yang berlebihan dapat mengakibatkan resistensi pada hama sasaran dan memunculkan
hama skunder. Penggunaan varietas tahan merupakan suatu alternatif yang ramah lingkungan dan efektif dalam
1
IPTEK Tanaman Sayuran, No. 003, Agustus 2013
mengatasi serangan hama. Pengetahuan tentang ekologi dan biologi hama kumbang pemakan daun (Aulacophora
similis Oliver) sangat diperlukan dalam upaya perakitan suatu varietas yang tahan hama.
NILAI EKONOMIS SERANGAN KUMBANG MENTIMUN
Aulacophora similis merupakan kumbang yang menimbulkan kerusakan cukup serius pada pertanaman
mentimun. Menurut Luther (2006) kerusakan yang ditimbulkan dapat mengurangi ukuran buah, mengakibatkan
buah sulit dipasarkan terutama untuk kerusakan yang tampak pada buah.
Kerusakan pada tanaman menunjukan hubungan linier dengan populasi hama. Menurut Tarno (2003)
kerusakan terbesar mencapai 25% dan terjadi pada populasi 15 ekor per tanaman. Prosentase kerusakan daun
tertinggi terjadi pada umur tanaman mencapai 7 dan 13 hst, dimana kerusakan mencapai 17%. Pada umur
tanaman 25 hst kerusakan mengalami penurunan menjadi 4% dan mengalami peningkatan kembali pada umur 45
dan 65 Hst, peningkatan mencapai 5 dan 7%.
Gambar 1. Gejala serangan serangga dewasa pada kecambah, daun mentimun dan bunga waluh
Pada usia muda jumlah daun mentimun yang terbentuk masih sedikit sehingga kerusakan yang terjadi
cukup berarti. Demikian halnya untuk tanaman yang sudah tua karena sebagian dari daun sudah rontok sehingga
efek dari kerusakan sangat jelas terlihat. Pada phase generatif dengan jumlah daun yang cukup banyak, efek
kerusakan terlihat agak menurun. Prosentase kehilangan hasil ekonomi yang disebabkan oleh A.similis mencapai
sebesar 21.76% pada prosentase jumlah tanaman terserang mencapai 54,47%.
NAMA DAN MORFOLOGI KUMBANG MENTIMUN
Di beberapa negara dikenal dua jenis kumbang pemakan daun mentimun yang banyak menimbulkan
kerugian. Hampir diseluruh wilayah Amerika, kumbang mentimun merupakan hama penting bagi tanaman yang
termasuk family cucurbitacea (Diver and Tammy, 2008). Menurut Altson dan Denis (2008) kedua spesies kumbang
mentimun tersebut adalah striped cucumber beetle yang merupakan spesies Acalymma vittatum (Fabricius) dan
spotted cucumber beetle yang merupakan spesies Diabrotica undecimpunctata howardi. Menurut Dehlaut (2002)
kerugian paling serius di wilayah Winconsin disebabkan oleh striped cucumber beetle.
2
IPTEK Tanaman Sayuran, No. 003, Agustus 2013
Gambar 2. Striped cucumber beetle, spotted cucumber beetle dan gejala serangan yang ditimbulkan
Di Indonesia, kumbang yang banyak menyerang tanaman mentimun adalah spesies Aulacophora similis
Oliver. Di beberapa daerah, serangga ini dikenal dengan nama oteng-oteng atau kutu kuya. Populasi serangga ini
pada tanaman mentimun, lebih tinggi dibandingkan populasi hama mentimun yang lain (Tarno, 2003).
Gambar.3. Serangga dewasa Aulacophora similis Oliver
Klasifikasi ilmiah
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Ordo
: Coleoptera
Family
: Chrysomelidae
Genus
: Aulocophora
Species
: Aulacophora similis Oliver
(Moore. 2006)
Imago Aulacophora similis Oliver memiliki tubuh yang relative kecil, pendek, dan gemuk. Panjang serangga
dewasa sekitar 7 mm, punggung berwarna kuning kecoklatan dan mempunyai mesothorax serta metathorax yang
kehitam-hitaman (Chanthy, 2010). Secara keseluruhan serangga dewasa tampak memiliki warna yang cerah dan
mengkilap polos, kepala tidak memanjang menjadi suatu moncong, ujung abdomen tertutup elitra dan memiliki
antena pendek, kurang dari setengah panjang tubuhnya. Bila ada yang mengganggu imago sering menjatuhkan diri
dari tanaman seolah-olah mati (Tarno, 2003).
Aulacophora similis terbang disekitar tanaman mentimun secara berkelompok baik pada daun muda
maupun tua. Pada pertanaman sekala kecil serangga dewasa dengan mudah diperoleh pada pagi hari. Serangga
3
IPTEK Tanaman Sayuran, No. 003, Agustus 2013
ini lebih sedikit aktif pada siang hari daripada pagi hari. Imago jantan berukuran lebih kecil dengan warna elitra
jingga cerah. Imago betina berukuran lebih besar dan memiliki warna elitra kuning kecoklatan. Karena elitra
serangga ini berwarna kuning maka serangga ini sering disebut dengan Yellow Cucumber Beetle.
SIKLUS HIDUP Aulacophora similis Oliver
Periode perkembangan A. similis mulai dari telur sampai dengan imago berkisar antara 44-52 hari (Tarno
2003). Stadium telur berkisar antara 10-13 hari. Telur dari serangga ini berbentuk bulat lonjong dan kecil, berwarna
kuning cerah dan diletakkan satu persatu atau berkelompok di dalam tanah di sekitar pangkal tanaman inang .
Telur yang diletakkan serangga betina bisa mencapai hingga 500 butir (Tsatsia. et.,al. 2011). Jika tingkat serangan
dan populasi serangga pada saat tanaman masih muda cukup tinggi, maka telur yang dihasilkan juga banyak. Hal
ini mengakibatkan produksi larva cukup tinggi sehingga dapat mematikan tanaman sebelum buah dipanen.
Pada saat akan menetas menjadi larva, telur berubah warna menjadi coklat kekuningan. Stadium larva
berkisar antara 18-21 hari. Larva umumnya berwarna abu-abu kehitaman, berbentuk subsilindris, agak gemuk,
memiliki tiga pasang tungkai, satu anal proleg dan memiliki duri-duri dipermukaan tubuhnya (Tarno, 2003). Larva
bersembunyi didalam tanah dan merusak akar tanaman dengan cara memakannya. Serangan larva dapat
menyebabkan tanaman yang masih muda sangat merana dan mengalami kematian sejak phase kecambah.
Stadium pupa berkisar 16-18 hari, lokasi pupa berada didalam gumpalan tanah yang dibuat pada akhir
larva instar III. Pupa memiliki bentuk tipe exarate dan berwarna putih kekuningan (Tarno 2003).
Imago yang baru terbentuk dari pupa berwarna kuning keputihan, berupa tubuh yang masih lunak dan akan
berubah menjadi imago aktif terbang setelah berumur satu hari. Pada saat tersebut imago mulai aktif mencari
makanan dari daun-daun muda. Usia imago bisa mencapai hingga beberapa bulan. Setelah bertelur, serangga
betina dapat hidup hingga 10 bulan kemudian (Tsatsia. et.,al. 2011). Stadium larva dan imago merupakan stadium
infektif atau stadium yang merusak pada pertanaman mentimun. Stadium ini memiliki rentang waktu yang lebih
lama daripada stadium noninfektif (telur dan pupa).
DESKRIPSI DAN GEJALA SERANGAN
Kumbang A. similis merusak tanaman mentimun dengan dua cara, (1) imago memakan daun dan bunga
dengan membuat lubang semisirkuler, (2) larva menyerang akar tanaman (Chanthy, 2010). Serangan larva dalam
jumlah besar dapat mematikan tanaman, dan biasanya terjadi pada area yang ditanami satu varietas yang sama
secara terus menerus tanpa adanya rotasi dengan tanaman yang bukan inang. Gejala yang ditimbulkan tanaman
terserang menjadi layu karena jaringan akarnya dimakan larva dan daunnya berlubang dimakan kumbang.
A.similis aktif sepanjang tahun memakan daun dan bunga tanaman. Gejala khas yang ditunjukkan
serangga ini adalah lubang gerekan pada daun yang membentuk semisirkuler. Aktifitas makannya pada daun
dilakukan dengan cara memutar tubuhnya menggunakan ujung poros abdomen, sehingga menghasilkan luka
melingkar dan pada akhirnya lingkaran tersebut akan luruh sehingga membentuk luka melingkar yang besar.
Beberapa serangga menyerang daun yang sama hingga hanya menyisakan tulang daun
Kerusakan pada phase perkecambahan dapat mengakibatkan daun muda terlambat muncul, bahkan pada
tinggkat kerusakan yang parah dapat mengakibatkan kematian kecambah. Walaupun daun muda muncul, tetap
4
IPTEK Tanaman Sayuran, No. 003, Agustus 2013
akan mengakibatkan keterlambatan dalam pertumbuhannya (Dhillon dan Wehner, 1991). Kerusakan pada bunga
sangat berpengaruh terhadap produsksi benih. Hal ini karena kualitas dan kuantitas pollen menjadi rendah
sehingga dapat mengurangi efektivitas polinasi dan mengakibatkan rendahnya biji yang terbentuk.
PEWARISAN SIFAT KETAHANAN DAN JUMLAH GEN PENGENDALI
Ketahanan tanaman mentimun terhadap hama A.similis berkorelasi negatif dengan kandungan
cucurbitacin, sejenis senyawa kimia yang menimbulkan rasa pahit. Ada tidaknya cucurbitacin ini dikendalikan oleh
gen yang terdapat dalan satu lokus dengan dua alel, dimana alel dominan mengatur sintesis cucurbitacin (Andeweg
dan De Bruyn, 1959 dalam Barrett dan Agrawal, 2004). Menurut de Ponti (1980) dalam Dhillon dan Wehner (1991)
rasa pahit pada mentimun dikendalikan oleh gen dominan BI, yang dalam aksinya di pengaruhi oleh satu atau lebih
modifikasi gen-gen penguat yang diwariskan secara aditif yang hanya aktif ketika ada alel BI.
Penelitian sebelumnya diketahui bahwa rasa pahit menyebabkan ketahanan terhadap dua jenis mite.
Penelitian Barrett dan Agrawal, (2004) juga menunjukkan bahwa ulat dan kumbang pemakan daun mentimun lebih
menyenangi tanaman pahit (kandungan cucurbitacin tinggi),. Menurut Mehta (1985) dalam Dhillon dan Wehner
(1991) seleksi terhadap famili cucurbitaceae yang bebas dari senyawa cucurbitacin akan diperoleh ketahanan
dengan mekanisme non-preferance sehingga mengurangi kerusakan pada perkecambahan mentimun oleh hama
kumbang.
Namun demikian de Ponti dan Garretsen (1980) dalam Dhillon dan Wehner (1991) tidak menemukan
adanya hubungan antara gen pengendali rasa pahit (BI) terhadap faktor ketahanan. Demikian halnya, berdasarkan
hasil pengujian Dhillon (1990) dalam Dhillon dan Wehner (1991) pada tiga pasang galur mentimun isogenik pahit
(BI) dan tidak pahit (bi), tidak ditemukan adanya hubungan antara gen pahit (BI) dengan tingkat kerusakan oleh
kumbang. Sehingga disimpulkan bahwa peran cucurbitacin terhadap ketahanan hama kumbang mentimun adalah
sangat kompleks.
METODE PEMULIAAN DAN KENDALA.
Untuk merumuskan metode pemuliaan ketahanan tanaman mentimun terhadap serangan kumbang A.
similis. Harus diketahui kemampuan tanaman dalam mempertahankan kelestariannya di alam. Kemampuan
tanaman tersebut adalah dengan memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman tersebut terhindar, atau pulih
kembali dari serangan hama, dan memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan, dapat mengurangi
kemungkinan hama untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai inang
Oleh karena itu salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ketahanan terhadap hama
adalah induksi ketahanan, dengan upaya meningkatkan kemampuan bertahan tanaman dalam melawan pathogen
dan hama yang memiliki sebaran spektrum luas. Ketahanan ini diperoleh dengan cara memberikan semacam
rangsangan yang tepat pada tanaman ( Ramamoorthy et.,al., 2001). Diantaranya adalah memanfaatkan PGPR
(Plant Growth Promoting Rhizobacteria), menurut Zhender et.,al., (1997), penggunaan PGPR dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun dan sekaligus mengurangi populasi kumbang mentimun. Hal ini karena
perlakuan benih dengan PGPR menyebabkan perubahan struktur dinding sel serta perubahan biokimia dan fisiologi
5
IPTEK Tanaman Sayuran, No. 003, Agustus 2013
yang dapat mengakibatkan sistesa protein dan senyawa kimia lainnya yang terlibat dengan mekanisme ketahanan.
Dalam menurunkan populasi kumbang mentimun, penggunaan PGPR lebih efektif dari pada pengunaan pestisida.
Metode lainnya adalah dengan cara modifikasi genetik sehingga tanaman mampu menghasilkan senyawa
kimia yang kurang disukai oleh hama. Senyawa kimia tertentu yang dihasilkan tanaman inang berdasarkan
modifikasi genetik ini mampu menghasilkan keragaman ketahanan yang besar terhadap hama pemakan daun
(Karban, 1992 dalam Barrett dan Agrawal, 2004). Menurut Baker dan Robinson (1985), perakitan varietas
mentimun hendaklah diarahkan pada kandungan cucurbitacin yang rendah karena dengan demikian akan
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kumbang mentimun.
Kegiatan perakitan suatu varietas dimulai dengan seleksi tetua berdasarkan keragaman sifat
ketahanannya. Dengan intensitas seleksi yang tinggi pada phase kotiledon pada populasi yang bersegregasi, kita
akan mampu memilih galur-galur mentimun yang bebas dari rasa pahit (Kushnereva, 2008).
Beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pemuliaan ketahanan terhadap hama kumbang mentimun
diantaranya adalah sangat kompleksnya hubungan antara kandungan cucurbitacin terhadap ketahanan hama
sehingga masih diperlukan suatu penelitian untuk mempelajarinya.
Kesulitan dalam skrining ketahanan juga menjadi kendala dalam proses pemuliaan hama kumbang
mentimun. Menurut Dhillon dan Wehner 1991 kesulitan dalam skrining ketahanan disebabkan oleh adanya
pengaruh suhu, cahaya dan kelembaban yang mengakibatkan pergerakan hama tidak seragam dan sulit diukur.
Selain itu keragaman nutrisi dan kadar air tanaman yang di uji perlu diperhatikan agar tanaman tidak dalam kondisi
stress secara fisiologis karena hal ini berpengaruh terhadap tingkat preferensi hama. Phase pertumbuhan yang
berbeda pada saat pengujian juga menghasilkan pengaruh berbeda terhadap ketahanan sehingga hasil yang
diperoleh pada suatu phase tertentu belum tentu menghasilkan ketahan yang sama pada phase pertumbuhan yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, P. B. and Robinson, R. W. 1985. Evaluations of selected Cucurbita accessions for cucumber beetle
complex resistance. The Station. 31:2-8.
Barrett, R. D. H., and Agrawal, A. A. 2004. Interactive Effects Of Genotype, Environment, And Ontogeny On
Resistance Of Cucumber (Cucumis Sativus) To The Generalist Herbivore, Spodoptera Exigua. Journal of
Chemical Ecology, Vol. 30, No. 1.page :37-51
Chanthy, P., Stephanie B., and Robert M., 2010. Insects of Upland Crops in Cambodia. Australian Centre for
International Agriculture Research. Australian Government.
Dehlaut.K.A. 2002. Cucumber Beetle. Garde Fact. U.S Department Agriculture, University Winconsin-Extension.
www. Uwex.edu/ces/pubs/.
Dhillon, N. P. S. and T.C. Wehner. 1991. Host-Plant Resistance To Insect In Cucurbit-Germplasm Resources,
Genetic and Breeding. Tropical Pest Management, 37(4), 421-429.
Diver. S, and Tammy H. 2008. Cucumber Beetles: Organic and Biorational Integrated Pest Management. A
Publication of ATTRA. www.attra.ncat.org/attra-pub/PDF/ cucumberbeetle. pdf. page 1-20.
6
IPTEK Tanaman Sayuran, No. 003, Agustus 2013
Gunawan, D., Sudarsono, Wahyuono S., Donatus I. A., Purnomo. 2001. Tumbuhan Obat 2 : Hasil Penelitian, Sifatsifat dan Penggunaan PPOT UGM., Yogyakarta.
Kushnereva, V. 2008. Breeding Of Cucumber (Cucumis Sativus) For Resistance To Multiple Diseases and Other
Traits. Proceedings of the IX EUCARPIA meeting on genetics and breeding of Cucurbitaceae (Pitrat M, ed),
INRA, Avignon (France), May 21-24, 2008.
Laboratory of Cucurbit Crop Breeding, All-Russian Institute of VegetŠ°ble Breeding and Seed Production, Moscow
region, Odintsovo district, p/o Lesnoy Gorodok, 143080, Russia. Author e-mail: [email protected]
Luther , G. 2006. Pest And Pest Management Participatory Appraisal Nanggung, West Java, Indonesia. AVRDC –
The World Vegetable Center.
Moore,
A. 2006. Orange Pumpkin beetle Fact sheet. Diunduh dari http://www.guaminsects.
net/gisac/index.php?title=Orange_Pumpkin_beetle_Fact_sheet, pada tanggal 2 Mei 2011.
Ramamoorthy,V., R. Viswanathan, T. Raguchander, V. Prakasam, R. Samiyappan.2001. Induction of systemic
resistance by plant growth promoting rhizobacteria in crop plants against pests and diseases. Crop
Protection 20 (2001) 1-11.
Solange A., Dos Santos, Ana C.R., and Luci R.B. 2008. Pollination of Cucumber, Cucumis sativus L. (Cucurbitales:
Cucurbitaceae), by the Stingless Bees Scaptotrigona aff. depilis Moure and Nannotrigona testaceicornis
Lepeletier (Hymenoptera: Meliponini) in Greenhouses. Neotropical Entomology 37(5):506-512.
Tarno. H., Gatot M. dan Lilik S. 2003. Binomi Kumbang Mentimun Aulacophora similis Oliver. (Coleoptera;
Chrysomelidae) Pada Pertanaman Ketimun (Cucumis sativus L.). Habitat Vol XIV No.3. Hal : 146-161.
Tsatsia, H., Mal, and Grahame J. 2011. Extension Fact Sheet 40: Red pumpkin beetle. Ministry of Agriculture &
Livestock, Solomon Islands. TerraCircle Inc.
Zhender, G., J. Kloepper, C. Yao, and G. Wei. 1997. Induction of systemic resistance in cucumber against
cucumber beetles (Coleoptera: Chrysomelidae) by plant growth-promoting rhizobacteria. Journal of
Economic Entomology 90(27): 391-96.
7
IPTEK Tanaman Sayuran, No. 003, Agustus 2013
Download