BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era industrialisasi terjadi peningkatan jumlah industri, akan selalu diikuti oleh pertambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya (B3). Salah satu dari limbah B3 tersebut adalah logam berat Pb. Kehadiran Pb tetap mengkhawatirkan, terutama yang bersumber dari pabrik/industri, dimana Pb banyak digunakan sebagai bahan baku maupun sebagai bahan penolong. Sifat beracun dan berbahaya dari logam berat tersebut ditunjukan oleh sifat fisik dan kimia. Masuknya limbah ke perairan dapat menimbulkan pencemaran terhadap perairan. Menurut Listari dan Edward (2004). Teluk Jakarta merupakan teluk yang paling tercemar di Asia akibat limbah industri dan rumah tangga. Diperkirakan dalam sehari lebih dari 7.000 m3 limbah cair, termasuk diantaranya yang mengandung Pb dibuang melalui sungai, hal ini menyebabkan biota air seperti udang, kerang-kerangan dan beberapa jenis ikan yang hidup di dalamnya ikut tercemar, menyebabkan kematian massal ikan-ikan yang terjadi pada bulan Mei 2004. Hasil penelitian Ernawati (2010). Tingginya kandungan Pd pada daging kerang bulu (Anadara inflata) di dekat pelabuhan kapal-kapal bongkar muat, kapal ikan, pabrik-pabrik, dan galangan kapal serta pemukiman di muara sungai Asahan. Selain itu, di sepanjang hulu sungai juga terdapat banyak pabrik industri dan lahan pertanian, memungkinkan adanya limbah Universitas Sumatera Utara buangan air yang di buang ke sungai terbawa air sungai dan berakhir di muara sungai dan menjadi tempat berkumpulnya zat-zat cemaran yang dibawa oleh aliran sungai tersabut. Pembuangan limbah pabrik baterai, cat, tekstil memperburuk sanitasi makanan, sehingga Pb dapat memberika efek racun terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Darmono, 2001), merupakan faktor yang menunjang untuk terjadinya toksisitas Pb pada makhluk hidup. Pemaparan Pb bisa melalui makanan, minuman, udara dan penetrasi pada lapisan kulit. Jalur makanan dan minuman, akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Namun demikian jumlah Pb yang masuk bersama makanan dan minuman hanya sekitar 5-10% akan diserap oleh tubuh (Palar, 2008). Toksikitas Pb sangat mempengaruhi proses metabolisme organ penting pada makhluk hidup yaitu hati dan ginjal. Kedua organ tersebut sangat berperan dalam proses metabolisme dan filtrasi unsur-unsur nutrisi bagi kesehatan makhluk hidup. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai hambatan proses metabolisme tersebut baik dalam sudut perubahan biokimia dan histologi dari organ yang bersangkutan terutama pada hewan laboratorium. Selain itu beberapa penelitian mengenai toksisitas plumbum pada ginjal menunjukkan terjadinya kerusakan tubulus ginjal sehingga fungsinya sebagai organ filtrasi sangat menurun. Sebagai akibatnya beberapa janis asam amino dan elektrolit diekskresikan (Darmono, 2001). Intoksikasi Pb mengakibatkan nefrotoksik pertama sekali ditemukan oleh Lancereaux 1863. Dia mencatat korteks ginjal mengalami atropi dan fibrosis pada Universitas Sumatera Utara tubulus ginjal seorang seniman yang kerap kali memasukkan kuas yang digunakan untuk melukis ke dalam mulutnya (Kathuria, 2010). Penelitian yang dilakukan Anggraini DR (2008), dengan pemberian Pb asetat pada mencit, 100 mg/kg BB/oral/hari selama 4 minggu sudah terjadi degenerasi, vakuolisasi lumen tubulus sebesar 20%. Kerusakan ginjal terjadi meningkat terus sampai akhir penelitian, karena ginjal lebih beresiko daripada jaringan tubuh lain (Hariono B, 2005). Aktivasi senyawa plumbum dalam tubuh seringkali dikaitkan dengan stres oksidatif, melalui pembentukan molekul Reactive Oxygen Species (ROS) (Aykin,et al., 2003). Toksisitas Pb dalam menentukan radikal bebas adalah melalui dua cara berbeda yaitu pembentukan ROS dan penekanan langsung cadangan antioksidan tubuh (Ercal,et al., 2001). Kemampuan menetralisir senyawa oksidan sebenarnya sudah dimiliki oleh tubuh/sel itu sendiri namun tidak cukup, sehingga perlu antioksidan dari luar tubuh untuk menetralisir senyawa oksidan yang diakibatkan oleh paparan bahan-bahan beracun yang berasal dari lingkungan bersifat radikal bebas, termasuk salah satunya Pb. Reaksi radikal bebas oksigen atau peroksida lipid dalam membran sel dapat mendegradasi asam lemak tak jenuh, kemudian mengakumulasikannya menjadi aldehid, meliputi MDA sehingga MDA dapat digunakan sebagai indikator stres oksidatif, yang dapat ditentukan dalam suatu pengukuran asam tiobarbiturat (Winarsi H, 2007). Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar MDA dalam plasma (Zakaria F R, et al., 2000; Winarsih H, 2007). Universitas Sumatera Utara Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan, dan senyawa ini juga mampu mengaktivasi berkambangnya reaksi oksidasi. Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis berdasarkan mekanisme kerjanya, digolongkan antioksidan primer (antioksidan endogenus) meliputi enzim Superoksida Dismutase (SOD), katalase, dan Glutation Peroksidase (GSH-Px) antioksidan non-enzimatis sedangkan digolongkan antioksidan sekunder (antioksidan eksogenus) dapat berupa komponen nutrisi dari sayuran dan buah-buahan meliputi vitamin C, vitamin E, ß-karoten, flavonoid, isoplavon, antosianin, katekin (Winarsi H, 2007). Jahe (Zingiber officinale Rosc.) sebagai tanaman rempah-rempah dan berbagai keperluan lain seperti obat tradisional (Paimin F.B, 2008) mempunyai beberapa komponen utama di dalamnya seperti gingerol, shogaol dan gingerone yang memiliki antioksidan di atas ά-tokoferol. Sehingga jahe diidentifikasi mengandung antioksidan dan dapat menghambat peroksida lipid dan memiliki aktivitas antioksidan yang relative tinggi (Kikuzaki dan Nakatani, 1993 ; Winarsih H, 2007). Menurut Zakaria F R, et al., (2000) penurunan MDA plasma dari 2,36 µmol/l menjadi 1,94 µmol/l ditentukan oleh peranan antioksidan gingerol pada jahe yang diintervensikan selama 30 hari pada mahasiswa laki-laki usia 19-27 tahun di Bogor. Universitas Sumatera Utara Untuk itu peneliti ingin membuktikan kebenaran pengaruh pemberian ekstrak jahe tehadap kadar MDA ginjal dan gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjal mencit yang diberi Pb asetat ( Pb(C2H3O2)2.3H2O2 ). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian ringkas dalam latar belakang masalah yang tersebut di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini : 1. Apakah pemberian ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA ginjal mencit yang diberi Pb asetat? 2. Apakah pemberian ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan proksimal ginjal mencit akibat tubulus diberi Pb asetat berdasarkan gambaran histopatologis? 1.3 Landasan Teori Pb asetat dapat menginduksi terjadinya oksidasi lipid, terutama pada rantai asam lemak tidak jenuh/polyunsaturated fatty acid (PUFA). Lipid yang mengalami oksidasi ini akan menjalani reaksi lanjutan secara berantai membentuk produk radikal bebas peroksil, radikal bebas PUFA, dan radikal bebas superoksida. Peningkatan jumlah radikal akan mengakibatkan terjadinya dekomposisi asam lemak tidak jenuh Universitas Sumatera Utara menjadi lipid peroksida yang tidak stabil. Peroksida lipid juga dapat terkomposisi oleh senyawa radikal bebas menjadi senyawa MDA . Produk peroksidasi lipid, yaitu MDA dapat bereaksi dengan Thiobarbituric Acid (TBA) akan membentuk kromogen berwarna merah. Absorbsinya dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 534 nm, dan dari absorbansi tersebut dapat ditentukan kadar MDA secara kuantitatif dalam sampel tertentu, seperti pada jaringan, dan plasma. Peningkatan kadar MDA menunjukkan secara tidak langsung terjadi peningkatan stres oksidasi. Pb asetat Radikal bebas Stres oksidatif Peroksida lipid MDA >> Kerusakan Jaringan >> ginjal Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pemberian Pb asetat Terhadap Kadar MDA dan Kerusakan Jaringan Ginjal Beberapa penelitian telah membuktikan jahe memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dan jahe diidentifikasi mengandung antioksidan yang dapat menghambat Universitas Sumatera Utara peroksida lipid dan memiliki aktivitas antioksidan yang relatif tinggi. Sebagai antioksidan, jahe mengandung senyawa fenolik yang dapat digunakan untuk mencegah atau menghambat autooksidasi lemak yang disebabkan Pb asetat dengan cara mendonasikan radikal hydrogen sehingga radikal bebas peroksida akif menjadi tidak aktif, dan penurunan jumlah radikal, mengakibatkan terjadinya dekomposisi asam lemak tidak jenuh menjadi lipid peroksida yang stabil, sehingga kerusakan jaringan juga sedikit. Disamping itu juga peroksida lipid yang terkomposisi oleh senyawa radikal bebas menjadi senyawa MDA juga akan sedikit dihasilkan. Penelitian ini akan mengungkapkan kemampuan jahe melindungi jaringan ginjal dari kerusakan yang disebabkan toksisitas senyawa logam berat Pb asetat. Pb asetat Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Radikal bebas Stres oksidatif Peroksida lipid MDA << Kerusakan Jaringan ginjal Gambar 2. Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Terhadap Kadar MDA dan Kerusaka Jaringan Ginjal Universitas Sumatera Utara 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan umum : Untuk membuktikan bahwa ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit akibat diberi Pb asetat. Tujuan khusus : 1. Kemampuan ekstrak jahe dalam menurunkan kadar MDA ginjal mencit yang diberi Pb asetat. 2. Kemampuan ekstrak jahe dalam menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit akibat diberi Pb asetat. 3. Mengetahui besarnya dosis ekstrak jahe yang dapat menurunkan kadar MDA ginjal dan dapat menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal pada mencit yang diberi Pb asetat. 1.5 Hipotesis 1. Pemberian ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA ginjal mencit yang diberi Pb asetat. 2. Ada perbedaan gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjal mencit yang diberi Pb asetat dan diberi ekstrak jahe dengan yang diberi Pb asetat tetapi tidak diberi ekstrak jahe. 3. Penambahan dosis ekstrak jahe dapat menurunankan kadar MDA ginjal dan menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit yang diberi Pb asetat. Universitas Sumatera Utara 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan penemuan baru tentang sediaan ekstrak jahe dan membuka kemungkinan bagi penelitian lanjutan untuk pengembangan obat-obat tradisional, khususnya yang ditujukan untuk pengembangan antioksidan dari tumbuh-tumbuhan. Universitas Sumatera Utara