analisis rasio keuangan terhadap financial distress perusahaan

advertisement
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
ANALISIS RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS
PERUSAHAAN PERBANKAN STUDI EMPIRIS DI BEI 2010-2012
Meilita Fitri Rahmania
[email protected]
Suwardi Bambang Hermanto
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
The purpose of this research is to analysis the financial ratio to the financial distress condition in banking
companies. The dependent variable is financial distress whereas the independent variable that is used in this
research is seven financial ratios which consist of Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL),
Net Interest Margin (NIM), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Operational Cost to the
Operational Income (BOPO), and Loan to Deposit Ratio (LDR). The result of the research shows that Non
Performing Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM), Return on Equity (ROE), and Loan to Deposit Ratio
(LDR) variables have significant influence to the Financial Distress of the banking companies whereas Capital
Adequacy Ratio (CAR), Retun on Asset (ROA), Operating Cost to the Operating Income (BOPO) variables
have no significant influence to the Financial Distress condition. The value of Nagelkerke R Square is 66.2%
and 33.8% is explained by the other variables.
Keywords: Financial Distress, Financial Ratio, Logistic Regressions
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh rasio keuangan terhadap kondisi financial
distress perusahaan perbankan. Dengan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu financial distress
sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tujuh rasio keuangan
meliputi Capital Adequancy Ratio(CAR), Non Performing Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM),
Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR).Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel Non Performing Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM), Return on Equity (ROE), dan Loan
to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress perusahaan perbankan.
Sedangkan variabel Capital Adequancy Ratio (CAR), Retun on Asset (ROA), Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi Financial
Distress. Nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,662 atau kemampuan ke 4 variabel independen
menjelaskan financial distress sebesar 66,2% dan 33,8 % dijelaskan oleh variabel lain.
Kata kunci:
financial distress, rasio keuangan, regresi logistik
PENDAHULUAN
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan di dalam perekonomian suatu negara,
berfungsi sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksana kebijakan moneter,
dan sarana untuk mencapai stabilitas sistem keuangan yang menjalankan usahanya
berdasarkan prinsip kepercayaan. Oleh karena itu dalam menjalankan fungsinya bank
dituntut untuk dalam keadaan sehat. Kinerja suatu perusahaan dapat dinilai dengan
menggunakan laporan keuangan. Laporan keuangan bank yang terdiri dari neraca
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
2
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, laporan laba rugi untuk menilai
perkembangan operasional bank, laporan arus kas yang memberikan informasi perputaran
uang. Laporan keuangan tidak hanya mencerminkan kondisi suatu perusahaan pada masa
lalu tetapi juga dapat digunakan untuk memprediksi kondisi keuangan suatu perusahaan
pada masa mendatang (Pankof dan Virgil, 1970) dalam Suharman (2007).
Menurut Khasmir (2005) ukuran kinerja juga dapat dilihat dari tingkat kesehatan
bank yang penilaiannya dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi beberapa aspek
diantaranya: (1) Aspek permodalan, (2) Aspek kualitas asset, (3) Aspek kualitas manajemen,
(4) Aspek Likuiditas, (5) Aspek Rentabilitas. Rasio keuangan menjelaskan perubahan posisi
keuangan bank dan memberikan informasi yang efisien dalam menunjukkan karakteristik
bank yang mengalami kegagalan dan tidak mengalami kegagalan (Gunsel, 2007). Dengan
Rasio keuangan memungkinkan manajemen mengidentifikasi perubahan-perubahan pokok
pada trend, jumlah dan hubungan sehingga dapat memberikan pertimbangan.
Salah satu teknik yang digunakan untuk menilai perusahaan adalah analisis rasio
keuangan. Indikator kinerja suatu perbankan dapat dilihat dari rasio likuiditas, rasio
rentabilitas, rasio risiko usaha bank, rasio permodalan dan rasio efisiensi usaha. Kesulitan
keuangan suatu perusahaan dapat tercermin dari indikator kinerja yakni apabila
perusahaan mengalami kesulitan keuangan jangka pendek (likuiditas) yang tidak segera
diatasi akan mengakibatkan kesulitan keuangan jangka panjang (solvabilitas) sehingga
dapat berujung pada kebangkrutan suatu perusahaan (Suharman, 2007). Dengan kata lain
perusahaan tersebut berada pada kondisi financial distress. Fenomena lain dari financial
distress adalah banyaknya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas,
ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang tidak dapat memenuhi
kewajibannya kepada perbankan sehingga mengalamani de-listing.
Pernyataan financial distress didukung oleh Platt dan Platt (2002), financial distress
didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi. Menurut Wurck (1990) financial distress adalah suatu
keadaan dimana arus kas operasi tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
lancarnya seperti hutang dagang atau biaya bunga. Financial distress dapat dimulai dari
kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai indikasi financial distress yang paling ringan,
sampai kepernyataan kebangkrutan yang merupakan financial distress yang paling berat
(Triwahyuningtias, 2012). Financial distress berarti kesulitan dana untuk menutup kewajiban
perusahaan atau kesulitan likuiditas yang diawali dengan kesulitan ringan sampai pada
kesulitan yang lebih serius, yaitu jika hutang lebih besar dibandingkan dengan aset.
Payamata dan Machfoedz dalam Aprilia (2010) mengatakan penilaian terhadap
kinerja perbankan di Indonesia seringkali dilakukan dengan menggunakan rasio CAMEL
yang meliputi Capital, Assets, Earnings, Management, dan Liquidity. CAMEL tidak sekedar
mengukur tingkat kesehatan bank, tetapi juga digunakan sebagai indikator dalam
menyusun peringkat dan memprediksi kebangkrutan bank.Rasio-rasio CAMEL yang sering
digunakan adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On
Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), Net Interest Margin (NIM), dan Loans to Deposits Ratio (LDR).
Beberapa penelitian terdahulu masih terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian atas
pengaruh rasio keuangan terhadapa financial distress sehingga perlu diuji ulang dengan
sampel dan periode yang berbeda. Pengujian ulang ditujukan untuk menyakini bahwa rasio
keuangan tersebut benar-benar berpengaruh terhadap financial distress dimana model
prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan
secara langsung juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari
kebangkrutan. Dengan mengetahui kondisi financial distress diharapkan perusahaan dapat
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
3
melakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada
kebangkrutan sedini mungkin.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian sebagai berikut apakah rasio keuangan CAR ( Capital Adequancy Ratio) ,NPL (Non
Performing Loan), NIM (Net Interest Margin) , ROA (Return On Assets), ROE (Return On
Equity) , BOPO (biaya operasional terhadap pendapatan operasional ,LDR (Loan to Deposite
Ratio ) berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress pada perusahaan
perbankan di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji variabel keuangan CAR ( Capital Adequancy
Ratio) ,NPL (Non Performing Loan), NIM (Net Interest Margin) , ROA (Return On Assets), ROE
(Return On Equity) , BOPO (biaya operasional terhadap pendapatan operasional ,LDR (Loan
to Deposite Ratio ) terhadap kondisi financial distress pada perusahaan perbankan. Penelitian
ini menggunakan jangka waktu pengambilan sampel dari tahun 2010 sampai tahun 2012,
dengan asumsi sampel yang diperoleh akan lebih banyak. Perusahaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia.
TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
Financial Distress dan Kebangkrutan Bank
Perusahaan yang mengalami financial distress adalah perusahaan yang selama
beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif (Almalia,2003).
Platt dan Platt dalam Asmoro (2010) menyatakan apabila suatu perusahaan mengalami
financial distress maka dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah
sebelum terjadinya kebangkrutan. Perusahaan yang tidak bisa memenuhi kewajibannya
dalam jangka pendek akan mengalami likuiditas dan apabila tidak segera diatasi akan
mengakibatkan kesulitan keuangan jangka panjang (solvabilitas) sehingga dapat berujung
pada kebangkrutan bank.
Financial distress adalah tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan
sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Dengan mengetahui kondisi financial
distress pada perusahaan perbankan di Indonesia maka dapat dilakukan berbagai tindakan
pencegahan kebangkrutan. Selain itu, kebangkrutan suatu bank diukur melalui laporan
keuangannya. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara menganalisi laporan keuangan
dengan berbagai rasio keuangan. Analisis laporan keuangan sangat penting untuk
mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil hasil yang dicapai yang berhubungan
dengan strategi yang diterapkan oleh perusahaan yang terkait. Selain itu perusahaan dapat
mengetahui perkembangan financial perusahaan serta hasil hasil yang dicapai di waktu
yang lalu atau di waktu yang sedang berjalan. Selain itu dengan menganalisis keuangan
dimasa lampau maka perusahaan dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan perusahaan
serta dengan hasil yang baik yang dapat dinyatakan kebangkrutan perusahaan tersebut.
Terdapat berbagai cara untuk melakukan pengujian bahwa suatu perusahaan
mengalami financial distress (Platt dan Platt, 2002) seperti berikut: (1) Adanya pemberhentian
tenaga kerja atau tidak melakukan pembayaran dividen (Lau, 1987; Hill et al., 1996), (2)
Interest coverage ratio (Asquith, Gertner dan Scharfstein, 1994), (3) Arus kas yang lebih kecil
dari utang jangka panjang saat ini (Whitaker, 1999), (4) Laba bersih operasi (net operating
income) negatif (Hofer, 1980; Whitaker, 1999), (5) Adanya perubahan harga ekuitas (John,
Lang dan Netter, 1992), (6) Perusahaan dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah
dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukturisasi
(Tirapat dan Nittayagasetwat, 1999), (7) Perusahaan mengalami pelanggaran teknis dalam
hutang dan diprediksi perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan pada periode yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
4
akan datang (Wilkins, 1997), (8) Mempunyai Earning Per Share (EPS) negatif (Eliomi dan
Gueyle, 2001)
Financial distress dapat diukur dengan indikator kinerja keuangan perusahaan.
Indikator ini diperoleh dari analisis rasio-rasio keuangan yang terdapat pada informasi
laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan
Kinerja Keuangan Bank
Kinerja suatu perusahaan dapat dinilai dengan menggunakan laporan keuangan.
Laporan keuangan bank yang terdiri dari neraca memberikan informasi mengenai posisi
keuangan, laporan laba rugi untuk menilai perkembangan operasional bank, laporan arus
kas yang memberikan informasi perputaran uang. Laporan keuangan tidak hanya
mencerminkan kondisi suatu perusahaan pada masa lalu tetapi juga dapat digunakan untuk
memprediksi kondisi keuangan suatu perusahaan pada masa mendatang Pankof dan Virgil
(1970) dalam Suharman (2007). Salah satu teknik yang digunakan untuk menilai perusahaan
adalah analisis rasio keuangan. Indikator kinerja suatu perbankan dapat dilihat dari rasio
likuiditas, rasio rentabilitas, rasio risiko usaha bank, rasio permodalan dan rasio efisiensi
usaha. Rasio likuiditas menilai kemampuan perusahan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendek. Rasio rentabilitas menilai kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba. Rasio
risiko usaha menilai risiko yang dihadapi dalam menjalankan usaha. Rasio permodalan
mengukur kemampuan permodalan menutup kerugian. Rasio efisiensi usaha mengukur
tingkat efisiensi perusahaan. Rasio keuangan tersebut diharapkan dapat digunakan untuk
mendeteksi kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan suatu perusahaan dapat tercermin dari
indikator kinerja yakni apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan jangka pendek
(likuiditas) yang tidak segera diatasi akan mengakibatkan kesulitan keuangan jangka
panjang (solvabilitas) sehingga dapat berujung pada kebangkrutan suatu perusahaan
Kinerja keuangan pada dasarnya merupakan merupakan hasil yang dicapai suatu
perusahaan dengan mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan yang seefektif dan
seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen Farid dan
Siswanto (1998) dalam Desfian (2005). Demikian juga halnya dengan kinerja perbankan
dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai suatu bank dengan mengelola sumber daya yang
ada dalam bank seefektif mungkin dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan manajemen (Desfian, 2005).
Analisis Rasio Keuangan
Usman dalam Asmoro (2010) menyatakan analisis rasio keuangan berguna sebagai
analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial yang telah
dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi kreditor
dan investor untuk menetukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal suatu
perusahaan Rasio keuangan yang lazim digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank
untuk menentukan suatu bank bermasalah atau tidak adalah rasio keuangan CAMEL. Rasio
CAMEL adalah menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah
tertentu dengan jumlah yang lain. dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik
buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank. Beberapa rasio CAMEL yang paling
sering digunakan adalah rasio CAR, NPL, ROA, ROE, NIM, BOP, dan LDR.
1.
CAR (Capital Adequency Ratio)
CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penilaian
permodalan merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover
eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko dimasa mendatang. CAR adalah
rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank dalam menunjang
aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
5
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri
disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank (Almilia dan
Herdiningtyas, 2005). Perhitungan CAR diperoleh dari perbandingan modal sendiri dengan
aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) yang dihitung bank bersangkutan. Semakin
besar persentase CAR suatu bank menunjukkan semakin besar daya tahan suatu bank
dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta yang
bermasalah. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk
sebagai bank sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%.
Pada penelitian sebelumnya Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang menyatakan
bahwa CAR berpengaruh negatif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada
sektor perbankan.
2.
NPL (Non Performing Loan)
Salah satu rasio dalam mengukur risiko usaha yaitu Non Performing Loan (NPL).
Risiko usaha sering disebut dengan kualitas aktiva produktif. Menurut Riyadi (2006), risiko
kredit yaitu risiko yang timbul apabila peminjam tidak dapat mengembalikan dana yang
dipinjam dan bunga yang harus dibayarnya. Kualitas kredit ditentukan oleh
kolektibilitasnya, yaitu lancar tidaknya pembayaran bunga dan pokok pinjaman serta
kemampuan debitur yang ditinjau dari keadaan usahanya. Besarnya NPL yang
diperbolehkan oleh bank Indonesia saat ini adalah maksimal 5%. Apabila nilai NPL
melebihi 5% maka perusahaan dinyatakan dalam kondisi bermasalah. Menurut Kuncoro
dan Suhardjono (2001), kredit bermasalah akan menyebabkan menurunnya pendapatan
bank, yang selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba.
Almilia dan Herdiningtyas (2005) menyatakan bahwa semakin buruk kualitas kredit
bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Pada penelitian Risky Ludy
Wicaksana (2011) yang menyatakan NPL positif signifikan.
3. NIM (Net Interest Margin)
NIM mengukur kemampuan earning asset / aktiva produktif atas hasil pendapatannya
(net interest income / NII) (Sawir dalam Suharman, 2007). Earning asset terdiri dari suratsurat berharga, surat-surat berjangka, pinjaman, penyertaan dan aktiva valuta asing .NIM
merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva
produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban
bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang
menghasilkan bunga (interest bearing assets) (Prasnanugraha, 2007). Berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat
harus memiliki NIM paling sedikit sebesar 1,5%.
Almilia dan Hardiningtyas (2005) mengatakan bahwa semakin besar rasio ini maka
meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Pada penelitian Januarti
(2002) menyatakan NIM berpengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah.
4.
ROA (Return On Assets)
Rasio ini merupakan salah satu dari rasio yang digunakan untuk menilai aspek
earning. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank
yang bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Bank dikatakan sehat jika rasio laba
terhadap volume usaha mencapai sekurang-kurangnya 1,2%. (Kuncoro dan Suhardjono,
2002).
Riyadi dalam Mulyaningrum (2008) menyatakan semakin besar ROA, semakin besar
pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
6
kondisi bermasalah semakin kecil. Altman (1986) menyatakan bahwa rasio ROA
berpengaruh signifikan terhadap kebangkrutan bank.
5.
ROE (Return On Equity)
Menurut Riyadi dalam Mulyaningrum (2008), Return on Equity adalah rasio
profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan modal
(modal inti) bank, rasio ini menunjukkan tingkat % (persentase) yang dapat dihasilkan.
Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil (Almilia dan
Herdiningtyas, 2005).
Haryati (2006)menyatakan bahwa rasio ROE berpengaruh terhadap kondisi
bermasalah diperusahaan perbankan.
6.
BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional
(Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Rasio BOPO yang ditolerir oleh Bank Indonesia adalah
96%, dan lebih dari 96% dianggap bank tidak sehat dan tidak efisien dalam menjalankan
operasionalnya. Menurut Berger, et al (Kuncoro dan Suhardjono, 2002), bank yang dalam
kegiatan usahanya tidak efisien akan mengakibatkan ketidakmampuan bersaing dalam
mengerahkan dana masyarakat maupun dalam menyalurkan dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkan sebagai modal usaha. Dengan adanya efisiensi pada
lembaga perbankan terutama efisiensi biaya maka akan diperoleh tingkat keuntungan
optimal, penambahan jumlah dana yang disalurkan, biaya lebih kompetitif, peningkatan
pelayanan kepada nasabah, keamanan dan kesehatan perbankan yang meningkat.
Riyadi dalam Mulyaningrum (2008) menyatakan bahwa semakin rendah rasio BOPO
berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam
menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan. pada peneliti sebelumnya Almalia
dan Herdiningtyas (2005) menyatakan BOPO berpengaruh terhadap kondisi bermasalah
7.
LDR (Loan to Deposit Ratio)
Wood dan Porter dalam Muljono (1999) mendefinisikan likuiditas bank adalah
kemampuan bank untuk membayar penarikan simpanan pada batas waktu yang
merupakan kewajibannya dan permintaan kredit tanpa penundaan. Salah satu rasio
keuangan untuk mengukur likuiditas adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio ini
digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit
yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Kredit yang diberikan tidak termasuk
kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan,
simpanan berjangka, sertifikat deposito (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Berdasarkan
ketentuan yang ditentukan oleh Bank Indonesia besar LDR maksimal adalah 100%, dan
lebih dari 100% dianggap bank tidak sehat.
Santoso (1996) mengatakan bahwa semakin tinggi rasio LDR maka semakin tinggi
probabilitas dari sebuah bank mengalami kebangkrutan. Suharman (2007) menyatakan
bahwa LDR berpengaruh terhadap kondisi bermasalah diperbankan.
Perumusan Hipotesis
Pengaruh rasio CAR terhadap financial distress
Santoso (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin besar rasio ini,
semakin kecil probabilitas suatu bank mengalami kebangkrutan. Pendapat ini didukung
oleh Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh negatif
signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada sektor perbankan. Dengan demikian
hipotesis yang menyatakan rasio CAR berpengaruh negatif terhadap financial distress
perusahaan perbankan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
7
H1 : CAR berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan perbankan.
Pengaruh rasio NPL terhadap financial distress
Riyadi (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin besar tingkat NPL
menunjukkan bahwa bank tidak profesional dalam mengelola kreditnya, dan resiko bank
cukup tinggi searah dengan rasio NPL. Begitupula dengan Almilia dan Herdiningtyas
(2005) menyatakan bahwa semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah
kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah
semakin besar dan NPL berpengaruh positif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan
rasio NPL berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan perbankan. Hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
H2 : NPL berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan perbankan
Pengaruh rasio NIM terhadap financial distress
Almilia dan Hardiningtyas (2005) dalam penelitiannya mengatakan bahwa semakin
besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola
bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Begitupula dengan Januarti (2002) menyatakan semakin tinggi rasio ini maka semakin
rendah kemungkinan bank untuk mengalami kebangkrutan. Dengan demikian hipotesis
yang menyatakan rasio NIM berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan
perbankan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H3 : NIM berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan perbankan.
Pengaruh rasio ROA terhadap financial distress
Altman (1986) dalam penelitiannya menyatakan bahwa rasio ROA berpengaruh
signifikan terhadap kebangkrutan bank. Riyadi dalam Mulyaningrum (2008) menyatakan
semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Dengan demikian
semakin tinggi aset bank dialokasikan pada pinjaman dan semakin rendah rasio
permodalan maka kemungkinan bank untuk gagal semakin meningkat. Sedangkan ROA
semakin tinggi pula tingkat kesehatan bank, maka kemungkinan bank mengalami financial
distress akan semakin kecil (Haryati,2001).
Tarmizi dan Kusuno (2003) menyatakan bahwa ROA berpengaruh negatif signifikan
terhadap bank bangkrut dan bank tidak bangkrut.Dengan demikian hipotesis yang
menyatakan rasio ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan
perbankan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H4 : ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan perbankan.
Pengaruh rasio ROE terhadap financial distress
Almilia dan Herdiningtyas (2005) dalam penelitiannya semakin besar ROE, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam
kondisi bermasalah semakin kecil dan ROE berpengaruh negatif terhadap financial distress
perusahaan perbankan. Dengan demikian, semakin tinggi rasio ROE, semakin efisien bank
menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan, sehingga kemungkinan
suatu bank mengalami financial distress semakin kecil. Sebaliknya, semakin rendah ROE
menunjukkan bahwa bank tidak efisien dalam mengelola modal sendiri dalam
menghasilkan laba, sehingga kemungkinan bank mengalami distress semakin besar.
Penelitian Hastuti dan Subaweh (2008) menyatakan bahwa ROE berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja bank go public. Hal tersebut didukung oleh Juniarsi dan
Suwarno (2005) yang menyatakan bahwa rasio ROE berpengaruh signifikan dalam
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
8
memprediksi kegagalan bank umum swasta nasional nondevisa.Dengan demikian hipotesis
yang menyatakan rasio ROE berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan
perbankan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H5 : ROE berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan perbankan.
Pengaruh rasio BOPO terhadap financial distress
Almilia dan Herdiningtyas (2005) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
BOPO berpengaaruh positif signifikan terhadap kondisi bermasalah. Begitupula dengan
penelitian Riyadi dalam Mulyaningrum (2008) menyatakan bahwa semakin rendah rasio
BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam
menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan. Apabila kinerja manajemen perbankan
tersebut baik maka perusahaan akan menghasilkan laba yang diinginkan sehingga
perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan . Seperti dalam penelitian dikemukakan
bahwa menurut Berger, et al (Kuncoro dan Suhardjono, 2002), bank yang dalam kegiatan
usahanya tidak efisien akan mengakibatkan ketidakmampuan bersaing dalam mengerahkan
dana masyarakat maupun dalam menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkan sebagai modal usaha. Dengan adanya efisiensi pada lembaga perbankan
terutama efisiensi biaya maka akan diperoleh tingkat keuntungan optimal, penambahan
jumlah dana yang disalurkan, biaya lebih kompetitif, peningkatan pelayanan kepada
nasabah, keamanan dan kesehatan perbankan yang meningkat. Dengan demikian hipotesis
yang menyatakan rasio BOPO berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan
perbankan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H6 : BOPO berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan perbankan.
Pengaruh rasio LDR terhadap financial distress
Santoso (1996) dalam penelitiannya mengatakan bahwa semakin tinggi rasio LDR
maka semakin tinggi probabilitas dari sebuah bank mengalami kebangkrutan. Hal ini
memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan.
Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi
semakin besar (Dendawijaya, 2009).
Hasil penelitian Sumantri dan Jurnali (2010) menyatakan bahwa LDR berpengaruh
positif dan signifikan terhadap prediksi kepailitan bank. Hal yang sama juga diperoleh oleh
Juniarsi dan Suwarno (2005) yang menyatakan bahwaLDR berpengaruh signifikan dalam
memprediksi kegagalan bank umum swasta nasional nondevisa. Sedangkan Tarmizi dan
Kusuno (2003) menyatakan bahwa LDR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap bank
bangkrut dan bank tidak bangkrut.Dengan demikian hipotesis yang menyatakan rasio LDR
berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan perbankan. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
H7 : LDR berpengaruh positif terhadap financial distress perusahaan perbankan.
Model Penelitian
Berikut adalah model penelitian yang dapat digambarkan. Penelitian ini menguji
pengaruh variable CAR, NPL, NIM, ROA, ROE, BOPO, dan LDR terhadap financial distress.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
9
CAR
NPL
NIM
FINANCIAL DISTRESS
ROA
ROE
BOPO
LDR
Gambar 1
Model Penelitian
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2012. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel
adalah sebagai berikut: (1) Bank-bank umum yang mempublikasikan laporan keuangan
pada tahun 2010-2012. (2) Bank yang dijadikan sampel terbagi menjadi dua atau kategori
yaitu: bank tidak bermasalah, yaitu: Bank-bank yang tidak masuk program penyehatan
perbankan dan tidak dalam pengawasan khusus, bank-bank tersebut masih beroperasi
sampai 31Desember 2012. Bank-bank tersebut tidak mengalami kerugian pada tahun 20102012. Dan bank bermasalah, bank-bank yang menderita kerugian minimal 2 tahun berturut–
turut tahun pada tahun amatan 2010 -2012. (3) Laporan keuangan yang disajikan Bank
memenuhi kriteria pengukuran variabel yaitu kinerja keuangan dan rasio CAMEL.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Dependen
Variable dependen pada penelitian ini yaitu perusahaan perbankan yang mengalami
kondisi bermasalah dan tidak bermasalah. Status usaha perbankan dikelompokkan menjadi
dua kategori yaitu kategori bangkrut dan tidak bangkrut. Menurut Platt dan Platt (2002)
perusahaan dinyatakan bangkrut ditinjau dari Earning Per Share (EPS) negatif. Perusahanperusahaan dalam penelitian ini dikelompokan dengan ukuran 0 (nol) untuk perusahaan
tidak bangkrut dan 1 (satu) untuk perusahaan yang memiliki EPS negatif selama 2 tahun
berturut-turut atau bangkrut. Variabel dependen yang digunakan merupakan variabel
kategori (dummy variable )
Variabel Independen
1.
CAR (Capital Adequancy Ratio)
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank
yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut
dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar
bank. CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank
dalam menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang
diberikan. Perhitungan CAR diperoleh dari perbandingan modal sendiri dengan aktiva
tertimbang menurut risiko (ATMR) atau ditambah dengan Risiko Pasar dan Risiko
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
10
Operasional, ini tergantung pada kondisi bank yang bersangkutan yang dihitung bank
bersangkutan.
Dalam hal ini modal yang dimaksudkan yaitu modal inti ditambah modal
pelengkap.Modal inti terdiri dari: modal disetor, agio, dana setoran modal, modal
sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan setelah diperhitungkan pajak,
laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, laba tahun berjalan, diperhitungkan
sebesar 50% setelah taksiran pajak. Modal pelengkap sebagaimana dimaksud terdiri dari:
cadangan revaluasi aktiva tetap, PPAP umum,modal pinjaman.
Aset tertimbang menurut risiko (ATMR) yang digunakan dalam modal minimum
terdiri atas: ATMR untuk Risiko Kredit, ATMR untuk Risiko Operasional,ATMR untuk
Risiko Pasar. ATMR terdiri atas : (a) aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko
penyaluran dana yaitu: kas, emas diberi bobot 0%,penempatan pada bank lain diberi bobot
20%,persediaan, nilai bersih aktiva tetap dan inventaris, antar kantor aktiva, dan rupa-rupa
aktiva diberi bobot 100% (b)beberapa pos dalam daftar kewajiban komitmen dan kontinjensi
(offbalancesheet account) yang diberikan bobot yang sesuai dengan surat edaran BI.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No.3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001):
Modal
CAR =
X 100%
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
2.
NPL (Non Performing Loan).
Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit
bermasalah yang diberikan oleh bank. Perhitungan NPL diperoleh dari perbandingan kredit
bermasalah dengan total kredit. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada
pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kolektibilitas kredit dikategorikan
menjadi lancar, dengan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet.
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup
membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian.
Kredit bermasalah menurut ketentuan Bank Indonesia merupakan kredit yang digolongkan
ke dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet (Kuncoro dan Suharjono, 2001).
Kredit bermasalah dihitung secara gross(tidak dikurangi PPAP). Angka dihitung per posisi
(tidak disetahunkan). Sedangkan total kredit adalah kredit kepada pihak ketiga bukan bank.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No. 3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001) :
Kredit Bermasalah
NPL
=
X
100%
Total Kredit
3.
NIM (Net Interest Margin).
NIM merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemn
perusahaan untuk mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga
bersih Perhitungan NIM diperoleh dari perbandingan pendapatan bunga bersih dengan
aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi
beban bunga dan pendapatan bunga bersih disetahunkan. Aktiva produktif yang
diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No.3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001) :
Pendapatan Bunga Bersih
NIM
=
X
100%
Aktiva Produktif
4.
ROA (Return on Assets).
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank
yang bersangkutan. ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
11
income dari pengelolaan aset yang dimiliki.Perhitungan rasio ROA yaitu perbandingan
antara laba sebelum pajak dengan rata-rata total aset.
Laba sebelum pajak adalah laba yang tercatat dalam laba rugi dari kegiatan
operasioanal bank sebelum pajak tahun berjalan yang disetahunkan. Sedangkan rata-rata
total asset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva yang disetahunkan. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut (SE BI No.3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001) :
Laba Sebelum Pajak
ROA
=
X
100%
Rata-Rata Total Aset
5.
ROE (Return on Equity).
Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelolah
modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. ROE digunakan untuk
mengetahui tingkat laba setelah pajak dalam 12 bulan terakhir apabila dibandingkan
dengan tingkat ekuitas yang dimiliki bank.
Perhitungan ROE yaitu perbandingan laba setelah pajak dengan rata-rata total ekuitas.
Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah dikurangi pajak
sedangkan rata-rata total ekuitas adalah rata-rata modal inti yang dimiliki bank,
perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban modal minimum yang
berlaku. Modal inti terdiri dari: modal disetor, agio, dana setoran modal, modal
sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan setelah diperhitungkan pajak,
laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, laba tahun berjalan, diperhitungkan
sebesar 50% (lima puluh perseratus) setelah taksiran pajak.
Rasio ini dirumuskan sebagi berikut (SE BI No.3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001):
Laba Setelah Pajak
ROE
=
X
100%
Rata-Rata Total Ekuitas
6.
BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional).
Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Perhitungan rasio BOPO yaitu perbandingan antara biaya operasional dengan
pendapatan operasional.Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total
beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah
penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No. 3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001) :
Biaya Operasional
BOPO
=
X
100%
Pendapatan Operasional
7.
LDR (Loan to Deposit Ratio).
Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi
jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Jumlah Kredit yang
diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga
adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito(tidak termasuk giro dan
deposito antar bank).
Rasio ini dirumuskan sebagi berikut (SE BI No. 3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001):
Total Kredit
LDR
=
X
100%
Total Dana Pihak Ketiga
Pengujian Hipotesis
Hipotesis penelitian akan diuji dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
12
Ln
= Y = b0 + b1CAR + b2NPL + b3NIM + b4ROA + b5ROE + b6BOPO +b7LDR + e
Dalam hal ini :
Y
= probabilitas kondisi bermasalah
b0
= konstanta
b1 – b7
= koefisien regresi
CAR
= Capital Adequacy Ratio
NPL
= Non Performing Loan
NIM
= Net Interest Margin
ROA
= Return on Assets
ROE
= Return on Equity
BOPO
= Biaya Operasional/Pendapatan Operasional
LDR
= Loan to Deposit Ratio
e
= Error
Dalam penelitian ini menggunakan analaisis regresi logistic. Analisis regresi logistic
mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih serta menunjukkan arah
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali, 2011:96). Dalm
penelitian ini analisis regresi logistic digunakan karena variabel independen merupakan
variabel campuran antara variabel metrik dan non metrik sedangkan variabel dependennya
terdiri dari variabel non metrik.
Tahapan dalam analisis regresi logistic ini ada 2 tahapan yaitu : menilai uji model fit dan
estimasi parameter dan Interpretasinya. Langkah-langkah dalam menilai uji model fit yaitu:
a. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Statistik yang digunakan berdasarkan fungsi likehood. Likehood L dari model adalah
probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji
hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Penurunan likehood (-2L)
menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang
dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2012:340).
b. Menguji Kelayakan Model Regresi (Hosmer and Lemeshow’s )
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
Goodness of fit-nya. Goodness of fit-nya dalam penelitian ini yaitu Hosmer and Lemeshow’s .
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok
atau sesuai dengan model ( tidak ada perbedaaan antara model dengan data sehingga
model dapat dikatakan fit ). Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit test statistik
sama dengan atau kurang 0.05 maka hipotesis nol ditolak yang berati ada perbedaan
signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of fit model tidak baik
karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai stastik Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of fit lebih besar dari 0.05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak berarti
model mampu memprediksi nilai observasinya atau model dapat dikatakan diterima karena
cocok dengan data observasinya (Ghozali, 2011:341).
c. Koefisien Determinasi (Negelkerke R Square)
Cox dan Snell’s R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada
multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likehood dengan nilai maksimum
kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke’s R square merupakan
modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0
(nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox dan Snell pada
multiple regression. Nilai yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Sedangkan nilai
yang mendekati satu menunjukkan bahwa variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabilitas variabel
dependen (Ghozali, 2012:341).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
13
d.
Matrik Klasifikasi
Matriks klasifikasi menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah (incorrect).
Pada model sempurna maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat
ketepatan peramalan 100%. Jika model logistic mempunyai homoskedastistas maka
prosentase yang benar (correct) akan sama untuk kedua baris (Ghozali,2011:342)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kriteria Sampel Penilitian
Tabel 1
Kriteria Sampel penelitian
Keterangan
Jumlah
Data perusahaan perbankan yang listing di BEI periode 2010-2012
32
Perusahaan yang tidak konsisten menerbitkan laporan keuangan
(1)
Perusahaan yang tidak terdaftar secara berturut- turut selama tahun 2010-2012
(1)
Jumlah Perusahaan sampel
30
Tahun amatan
3
Jumlah unit yang dianalisis
90
Dalam penelitian ini menggunakan 32 perusahaan perbankan yang listing di BEI
pada tahun 2010 – 2012 . Dan perusahaan yang tidak konsisten menerbitkan laporan
keuangan serta yang tidak terdaftar berturut – turut pada tahun 2010- 2012 masing masing
sebanyak 1 perusahaan. Maka sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini
sebayak 30 perusahaan perbankan dengan jangka waktu 3 tahun. Sehingga sampel dalam
penelitian ini yang digunakan sebanyak 90 sampel.
Statistik Deskriptif
Tabel 2 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu rasio
CAR, NPL, NIM, ROA, ROE, BOPO, LDR dan financial distress
Tabel 2
Statistik Deskriptif
N
FD
CAR
NPL
NIM
ROA
ROE
BOPO
LDR
Valid N (listwise)
Minimum
90
90
90
90
90
90
90
90
90
0
.09
.00
.01
-.11
-.03
.59
.40
Maximum
1
.46
.10
.16
.05
.84
1.58
1.08
Mean
.20
.1654
.0194
.0543
.0152
.1808
.8328
.7818
Std.
Deviation
.402
.05613
.01487
.02459
.01886
.12337
.13348
.13096
Tabel 2 menunjukkan bahwa mean dari CAR adalah 0,1654 atau 16,54%. Hal ini
menunjukkan bahwa masing-masing bank mempunyai nilai CAR yang tinggi dari nilai
yang ditentukan oleh BI yaitu paling sedikit 8%. Artinya perusahaan perbankan sebagian
besar sudah mampu mengatur modalnya sebesar 16,54% dari aktiva tertimbang menurut
risiko. Untuk nilai dari NPL memiliki nilai mean sebesar 0,0194. Hal ini menunjukan ratarata bank telah menunjukan kinerja yang baik dimana perusahaan sudah mampu mengatur
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
14
total kredit bermasalah dan mampu menghasilkan bunga dan dapat memenuhi ketentuan
BI dimana rasio NPL tidak lebih dari 5%, hal ini terlihat nilai mean sebesar 1,94%.
Rasio NIM memiliki nilai mean sebesar 0,0543 hal ini berarti bank memiliki margin
bunga yang lebih tinggi 5,43% dari nilai minimal yang ditetapkan BI yaitu 1,5%. Nilai mean
rasio ROA 0,0152 berarti laba sebelum pajak yang dimiliki oleh perusahaan perbankan
sebesar 1,52% dari aset yang dimiliki. Yang artinya perusahaan perbankan mampu
mengelola labanya hal ini terlihat dari mean 1,52% lebih besar dari yang ditetapkan dari BI
sebesar 1,52.
Nilai mean rasio ROE sebesar 0,1510 yang artinya laba yang dimiliki perusahaan
perbankan sebesar 15,10% dari ekuitas yang dimiliki masing-masing bank. Nilai mean
BOPO sebesar 0,8328 berarti pendapatan operasional perusahaan yang dihasilkan sebesar
83,28% dari biaya yang dikeluarkan untuk operasional perusahaan. Hal ini menyebabkan
tingkat efisiensi yang baik yang lebih kecil dari nilai yang ditentukan BI dengan maksimal
96%.
Nilai mean rasio LDR sebesar 0.7818 yang artinya 78,18 % memperlihatkan bahwa
rata-rata bank mempunyai kemampuan untuk memasarkan dana yang dimilikinya
meskipun belum maksimal. Sedangkan FD (financial distress) memiliki rata rata yang
diperoleh yaitu 0,48 atau sekitar 48% dengan nilai minimum 0 (nol) dan nilai maksimum
sebesar satu (1), dimana nilai o (nol) menunjukan bank yang bermasalah dan 1 (satu) untuk
bank yang tidak bermasalah.
Hasil Analisis Data Regresi Logistik
a. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Tabel 3
Overall model fit
Uji Model Fit
-2 Log Likehood
Hasil
-2 LL Block Number 0
90.072
-2 LL Block Number 1
48.771
Dari hasil perhitungan pada tabel 3 menunjukan nilai -2Log Likehood terlihat bahwa
nilai baris pertama (block number 0) adalah 90,072 dan nilai -2Log Likehood pada baris
kedua (block number 1) adalah sebesar 48,771 hal ini nampak penurunan sebesar 41,301
setelah dimasukan ke tujuh variabel. Output SPSS menunjukan selisih kedua -2LogL sebesar
41,301 (90,072 - 48,771) dengan df 7 (89-82) dan angka ini signifikan secara statistik. Dengan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan variabel independen ke dalam model
memperbaiki model fit
b. Menguji Kelayakan Model Regresi (Hosmer and Lemeshow’s )
Tabel 4
Hosmer and Lemeshow’s
Step
1
Chi-square
12.338
Df
8
Sig.
.137
Nilai Statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sebesar 12,338 dengan
probabilitas signifikansi 0.137 dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai Sig nilainya
jauh diatas 0.05 yang berarti keputusan yang dapat diambil adalah menerima H 0 yang
berarti tidak ada perbedaan antara klasifikasi dengan klasisifikasi yang diamati sehingga
dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
15
c.
Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)
Tabel 5
Nagelkerke R Square
Step
1
-2 Log likelihood
41.301a
Cox & Snell R
Square
.418
Nagelkerke R
Square
.662
Pada tabel 5 nilai Cox Snell’s R Square sebesar 0,418 dan nilai Nagelkerke R2 adalah
0.662 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas
variabel independen sebesar 66,2% dan sisanya 33,8% dijelaskan oleh variabel lain.
d. Matrik Klasifikasi
Tabel 6
Matrik klasifikasi
Sesungguhnya
Prediksi
Status
Ketepatan
Jml Observasi
Bank Tdk Bangkrut
Bank Bangkrut
(%)
Bank Tdk Bangkrut
72
69
3
95.8
Bank Bangkrut
18
4
14
77.8
Status
Ketepatan (%)
92.2
Klasifikasi model dipergunakan untuk mengamati ketepatan model prediksi
kebangkrutan. Pada tabel 6 disebutkan untuk pada kolom sesungguhnya terlihat bahwa
nilai prediksi kondisi keuangan untuk kondisi keuangan tidak bangkrut adalah 72 dan
kondisi keuangan bangkrut adalah 18 dengan klasifikasi yang diamati untuk kondisi
keuangan tidak bangkrut 72 dan bangkrut 18. Sedangkan klasifikasi pada kolom prediksi
status terlihat bahwa untuk kondisi keuangan tidak bangkrut 69 dan bank yang bangkrut
14 dengan ketepatan prediksi yang diamati untuk bank tidak bangkrut sebesar 95,8% dan
yang bangkrut sebesar 77,8% dengan hasil secara keseluruhan hasil klasifikasi menunjukan
presentase ketepatan klasifikasi sebesar 92,2%.
Estimasi Parameter dan Interpretasinya
Estimasi maksimum likehood parameter dari model dapat dilihat pada tampilan
output variabel in the equation. Dapat disajikan dalam tabel 7.
Tabel 7
Analisis Regresi Logistik
B
Step 1a
CAR
NPL
NIM
S.E.
Wald
Df
Sig.
Exp(B)
7.872
9.377
.705
1
.401
2.622
118.272
46.739
6.403
1
.011
2.316
-64.930
29.020
5.006
1
.025
.000
ROA
-148.743
104.311
2.033
1
.154
.000
ROE
-16.172
8.025
4.061
1
.044
.000
BOPO
-5.003
10.664
.220
1
.639
.007
LDR
-7.083
3.556
3.966
1
.046
.001
11.317
12.022
.886
1
a. Variable(s) entered on step 1: Car, Npl, Nim, Roa, Roe, Bopo, Ldr.
.347
8.219
Constant
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
16
Hasil pengujian dengan menggunakan model regresi logistik ditunjukkan dalam
Tabel 7. Hasil pengujian dengan model regresi logistik pada tingkat signifikansi 0,05 (5%)
menghasilkan model sebagai berikut:
Ln
11,317+ 7,872 CAR+118,272 NPL – 64,930NIM – 148,743ROA – 16,172 ROE – 5,003
Atau
BOPO – 7,083 LDR +e
e(11,317+ 7,872CAR+118,272NPL–64,930NIM–148,74ROA–16,172 ROE –5,003 BOPO–7,083 LDR)
= e11,317x e 7,872CAR x e 118,272NPL x e -64,930NIM x e -148,74ROA–16,172 ROE x e –5,003 BOPO x e –7,083 LDR
Dari hasil pengujian terhadap signifikansi model terlihat bahwa variabel bebas NPL
signifikan pada probabilitas 0.011, variabel NIM signifikan pada probabilitas 0.025, variabel
ROE signifikan pada probabilitas 0.044 dan variabel LDR signifikan pada probabilitas 0.046.
Dari persamaan logistic regression diatas dapat dilihat bahwa Log of Odds bank
akan sehat secara keuangan berhubungan secara positif dengan Non Performing Loan (
NPL). Setiap kenaikan dalam rasio Non Performing Loan akan meningkatkan Log of Odds
perusahaan perbankan menjadi tidak sehat secara keuangan sebesar 118.272. Sedangkan
bank akan sehat secara keuangan berhubungan negatif dengan Net Interest Margin (NIM),
Return On Equity (ROE), Loan to Deposit Ratio (LDR). Yang artinya setiap kenaikan dalam
rasio Net Interest Margin (NIM) akan menurunkan Log of Odds bank menjadi tidak sehat
sebesar 64.930, setiap kenaikan dalam rasio Return on Equity (ROE) akan menurunkan Log
of Odds bank menjadi tidak sehat sebesar16.172 dan setiap kenaikan dalam rasio Loan to
Deposit Ratio (LDR) maka akan menurunkan Log of Odds bank menjadi tidak sehat sebesar
7.083.
Hubungan odds dan variabel bebas dapat dijelaskan sebagai berikut : jika Return on
Equity (ROE), Loan to Deposit Ratio (LDR) dianggap konstan maka odds bank yang tidak
sehat dengan faktor ( e64.930) untuk setiap kenaikan satu unit NIM. Jika Net Interest Margin
(NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR) dianggap konstan maka odds bank yang tidak sehat
dengan faktor (e16.172) untuk setiap kenaikan satu unit ROE. Jika Return on Equity (ROE) dan
Net Interest Margin (NIM) dianggap konstan maka odds bank yang tidak sehat dengan
faktor (e7.083) untuk setiap kenaikan satu unit LDR. Dilihat dari matriks overall clasification
rate sebesar 92,2%
Pengujian Hipotesis 1
Pengujian pengaruh variabale CAR terhadap financial distress perusahaan perbankan
menggunakan analisis regresi logistik yang ditunjukan pada tabel 7 dengan hasil parameter
koefisien regresi bertanda positif sebesar 7.872. Variabel CAR meiliki nilai signifikansi
sebesar 0.401 yang lebih besar dari tingkat α = 0,05. Hal ini menunjukan bahwa variabel
CAR tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Financial Distress dan nilai koefisien yang
positif tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
Berdasarkan hasil pengujian regresi logistic secara parsial dapat disimpulkan bahwa
hipotesis H1 yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh negatif terhadap Financial Distress
perusahaan perbankan ditolak. Yang artinya pengaruh variabel CAR terhadap kondisi
financial distress dapat diketahui bahwa kondisi keuangan yang diukur dengan variabel
CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi perusahaan perbankan. Hal ini berarti
bahwa perusahaan perbankan sebagian besar mampu mengatur modalnya sehingga bank
tidak sampai mengalami penyusutan harta yang timbul karena harta bermasalah.
Pengujian Hipotesis 2
Pengujian pengaruh variabel NPL terhadap Financial distress perusahaan perbankan
menggunakan analisis regresi logistic yang ditujukan pada tabel 7 dengan hasil parameter
regresi bertanda positif sebesar 118.272. Variabel NPL mempunyai nilai signifikansi
sebesar 0.011 yang lebih kecil dari tingkat α = 0.05. Hal ini menunjukan bahwa variabel
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
17
NPL berpengaruh positif terhadap financial distress dan arah koefisien regresi juga sesuai
dengan hipotesis yang diajukan.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan
bahwa hipotesis H2 yang menyatakan bahwa NPL berpengaruh positif terhadap Financial
Distress perusahaan perbankan diterima. Yang artinya Penurunan pendapatan dapat
menyebabkan penurunan profitabilitas sehingga terjadi kemungkinan bank akan
mengeluarkan biaya yang tinggi untuk cadangan bank. Jika biaya yang dikelurakan bank
cukup tinggi maka akan terjadi NPL yang tinggi yang mengakibatkan terjadinya
kebangkrutan.
Pengujian Hipotesis 3
Pengujian pengaruh variabel NIM terhadap Financial distress perusahaan perbankan
menggunakan analisis regresi logistic yang ditujukan pada tabel 7 dengan hasil parameter
regresi bertanda negatif sebesar 64.930. Variabel NIM mempunyai nilai signifikansi sebesar
0.025 yang lebih kecil dari tingkat α = 0.05. Hal ini menunjukan bahwa variabel NPL
berpengaruh signifikan terhadap Financial distress dengan koefisian yang sesuai dengan
hipotesis yang diajukan.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan
bahwa hipotesis H3 yang menyatakan bahwa NIM berpengaruh negatif terhadap
Financial Distress perusahaan perbankan diterima. Hal ini karena masih ada perusahaan
perbankan yang tidak bisa mengelola pendapatan bunga atas aktiva produktif. Hal ini juga
bisa dilihat dari nilai statistik deskriptif yang menunjukan nilai minimal 1% artinya masih
ada perusahaan perbankan yang mengalami kerugian atau kondisi bermasalah. Hal nilai
berpacu pada batas maksimal yang ditentukan BI sebesar 1,5% yang menyebabkan
perusahaan perbankan mengalami financial distress.
Pengujian Hipotesis 4
Pengujian pengaruh variabel ROA terhadap Financial distress perusahaan perbankan
menggunakan analisis regresi logistic yang ditujukan pada tabel 7 dengan hasil parameter
regresi bertanda negatif sebesar 148.743. Variabel ROA mempunyai nilai signifikansi
sebesar 0.154 yang lebih besar dari tingkat α = 0.05. Hal ini berarti bahwa ROA tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Financial distress perusahaan perbankan.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan
bahwa hipotesis H4 yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap Financial
Distress perusahaan perbankan ditolak. Hal ini berarti ROA yang semakin tinggi belum
dapat digunakan untuk memprediksi financial distress karena untuk mempertahankan
tingkat kesehatan tertentu atau untuk menutupi fakta bahwa terjadi penurunan tingkat
kesehatan, manajer bank dapat menggunakan kebijakan menaikkan laba.
Pengujian Hipotesis 5
Pengujian pengaruh variabel ROE terhadap Financial distress perusahaan perbankan
menggunakan analisis regresi logistic yang ditujukan pada tabel 7 dengan hasil parameter
regresi bertanda negatif sebesar 16.172. Variabel ROE mempunyai nilai signifikansi
sebesar 0.044 yang lebih kecil dari tingkat α = 0.05. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang
diajukan koefisien regresi sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukan bahwa
variabel berpengaruh terhadap Financial distress diperusahaan perbankan.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan
bahwa hipotesis H5 yang menyatakan bahwa ROE berpengaruh negatif terhadap Financial
Distress perusahaan perbankan diterima. Hal ini berarti bahwa pengelolaan modal sendiri
yang tersedia untuk menghasilkan laba dapat digunakan untuk memprediksi financial
distress bank karena semakin tinggi laba, kewajiban menyediakan modal minimal semakin
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
18
besar. Apabila modal yang disediakan semakin besar, hal tersebut menandakan bahwa bank
tidak cukup ekspansif dalam operasinya.
Pengujian Hipotesis 6
Pengujian variabel BOPO pada penelitian ini yang ditunjukan pada tabel 7
memperoleh nilai koefisien negatif 5.003. Dan memiliki nilai signifikansi 0,639 yang lebih
besar dari α= 0,05. Hal ini menunjukan bahwa BOPO berpengaruh tidak signifikan terhadap
financial distress.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan
bahwa hipotesis H6 yang menyatakan bahwa BOPO berpengaruh positif terhadap Financial
Distress perusahaan perbankan ditolak. Yang artnya adanya indikasi rata-rata keseluruhan
bank menjalankan usahanya dengan efisiensi yang baik. Ini terlihat dari nilai mean hasil
statistik deskriptif pada tabel 1 sebesar 83,28% yang lebih kecil dari 94% sehingga rata-rata
perusahaan tidak mengalami kondisi bermasalah. Meskipun demikian terdapat bank yang
belum efisien dalam menjalankan usahanya ditunjukkan dengan nilai maximum BOPO
sebesar 158%. BOPO menjadi negatif hal ini dikarenakan ada bank yang masih belum bisa
mengatur keseimbangan antara biaya operasional yang keluarkan untuk menghasilkan
pendapatan. Hal ini dikarenakan terdapat perusahaan perbankan yang mengelurakan biaya
untuk operasional yang tinggi namun mempunyai pendapatan yang kurang untuk
menjalankan biaya aktifitas usaha utamanya seperti biaya bunga, biaya pemasaran, biaya
tenaga kerja dan biaya operaional lainya.
Pengujian Hipotesis 7
Pengujian pengaruh variabel LDR terhadap Financial distress perusahaan perbankan
menggunakan analisis regresi logistik yang ditujukan pada tabel 7 dengan hasil parameter
regresi bertanda negatif sebesar 7.083. Variabel LDR mempunyai nilai signifikansi sebesar
0.046 yang lebih kecil dari tingkat α = 0.05. Hal ini menunjukan bahwa variabel
berpengaruh terhadap Financial distress diperusahaan perbankan namun koefisien regresi
tidak sesuai dengan yang diajukan.
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara parsial dapat disimpulkan
bahwa hipotesis H7 yang menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif terhadap Financial
Distress perusahaan perbankan diterima. Yang artinya LDR menjadi negatif, hal ini
disebabkan kemampuan memasarkan dana belum maksimal sehingga bank
menginvestasikan dana yang dihimpun dalam bentuk aktiva produktif lain yang tidak
beresiko. Dari investasi tersebut bank memperoleh pendapatan bunga yang banyak
sehingga mengakibatkan kebangkrutan bank.
SIMPULAN DAN KETERBATASAN
Simpulan
Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan yaitu variabel yang berpengaruh
terhadap financial distress sebagai berikut: (1)Variable Non Performing Loan (NPL)
berpengaruh terhadap financial distress perusahaan perbankan.(2) Variabel Net Interest
Margin (NIM) berpengaruh terhadap financial distress perusahaan perbankan. (3) variabel
Return on Equity (ROE) terhadap financial distress perusahaan perbankan. (4) Variabel Loan
to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap financial distress perusahaan perbankan.
Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh dalam penelitian ini antara lain : (1)
Variabel Capital Adequency Ratio (CAR) tidak berpengaruh terhadap financial distress
perusahaan perbankan. (2) Variabel Return on Assets (ROA) tidak berpengaruh terhadap
financial distress perusahaan perbankan. (3) Variabel Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) tidak berpengaruh terhadap financial distress perusahaan perbankan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
19
Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang sekaligus dapat menjadi
gambaran bagi penelitian yang akan datang, sebagai berikut: (1) Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder hanya 3tahun pengambilan sampel. Dalam
penelitian yang selanjutnya sebaiknya dapat menggunakan banyak sampel untuk hasil yang
lebih optimal dan menggunakan data primer sehingga peneliti dapat langsung meneliti
dengan fokus pada perusahaan perbankan yang diminati sehingga dapat menghasilkan
penelitian yang relevan. Dalam penelitian sekunder data yang dihasilkan tidak seluas
dengan data yang diperoleh data primer. Hal ini dikarenakan perbatasan dalam
pengambilan data yang dibatasi oleh pemilik laporan keuangan yang dipublikasikan.(2)
Penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor selain rasio keuangan yang lainnya
.Diharapkan peneliti selanjutnya dapa menggunakan variabel yang lain yang terkait dengan
pengukuran Financial Distress selain variabel CAMEL dan mungkin menggunakan seperti
variabel kinerja keuangan, size, Giro Wajib Minimum. Sehingga dapat menambah penelitian
baru.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia,L.S dan W.Herdiningtyas.(2005). Analisis Rasio CAMEL terhadap prediksi kondisi
bermasalah pada lembaga perbankan periode 2000#2002.Jurnal Akuntansi dan
Keuangan,Vol 7,No. 2, Nopember 2005.
Altman, E. I. 1968. “Financial Ratios, Discriminant Analysis anda The Prediction of
Corporate Bangkrupty.” The Journal of Finance, Vol 23, No.4,.pp 589-609.
Aprilia, D. 2010. “Rasio Keuangan VersiBank Indonesia Versus infobank”. (Studi Empiris :
Bank Umum Konvensional di Indonesia Periode 2005-2008). Skripsi S1 Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro : Semarang.
Asmoro,A. 2010.“Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah
Pada Bank”. Skripsi S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro
: Semarang
Bank Indonesia, 2001. Surat Edaran No.3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001 tentang
Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan. http://www.bi.go.id diakses 22 maret
2014
, 2008. Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008 tanggal 24 September
2008 tentang Kewajiban Modal Minimum Bank Umum. http://www.bi.go.id
diakses 22 maret 2014
Desfian,B. 2005. Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Bank Umum Di
Indonesia Tahun 2001-2003. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Manajemen
Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
Dendawijaya,L. 2009. Manajemen Perbankan.Edisi Kedua. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
.2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IMB SPSS 19. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Gunsel, N. 2007. “Financial ratio and the Probabilitic prediction of bank failure in North
Cyprus” dalam European Journal of Scientific Researh volume 18 no. 2 September 2007.
Haryati, S. 2006. “Studi Tentang Model Prediksi Tingkat Kesehatan Bank Umum Swasta
Nasional Indonesia.” Ventura, Vol. 9, No. 3, Desember 2006, pp.1-19.
Hastuti, H dan I.Subaweh. 2008. “Analisis Kinerja Kesehatan Bank Sebelum dan Setelah
Arsitektur Perbankan Indonesia. www.google.com. Diakses 23 Maret 2014.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 11 (2014)
20
Januarti, I. 2002. ”Variabel Proksi CAMEL dan Karakteristik Bank Lainnya untuk
Memprediksi Kebangkrutan Bank di Indonesia”, Jurnal Bisnis Strategi, Vol.10,
Desember, pp.1-10.
Kasmir. 2005. Pemasaran Bank. Prenada Media, Jakarta
Kuncoro dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan (Teori dan Aplikasi),Edisi Pertama,
Penerbit BPFE , Yogyakarta.
Muljono, T. P. 1999. Aplikasi Akuntansi Manajemen dalam Praktik Perbankan. Ed. 3. BPFE
Yogyakarta.
Mulyaningrum, P. 2008. Analisa Rasio Keuangan Sebagai Indikator Prediksi Kebangkrutan Bank
Indonesia. Unpublished Thesis, Universitas Diponegoro. Semarang.
Platt, H. D. dan M.B. Platt. 2002. "Predicting Corporate Financial distress: Reflection on
Choice-Based Sample Bias", Journal of Economics and Finance 26 (2), Summer, P. 184199.
Prasnanugraha.P. P. 2007. Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank
Umum di Indonesia (Studi Empiris Bank-bank Umum Yang Beroperasi Di
Indonesia). Tesis Universitas Diponegoro Semarang.
Riyadi, S. 2006. Banking Assets and Liability Management (Edisi Ketiga). Penerbit PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Santoso, W. 1996. ”The Determinants of Problem Banks in Indonesia (An Empirical Study).”,
http:// www.bi.go.id. Diakses tanggal 31Mei 2014
Suharman, H. 2007. “Analisis Risiko Keua ngan untuk Memprediksi Tingkat Kegagalan
Usaha Bank.” Jurnal Imiah ASET, Vol. 9, No. 1 Februari.
Tarmizi, A dan W K Kusuno. 2003 . Analisis Rasio-Rasio Keuangan Sebagai Indikator Dalam
Memprediksi Potensi Kondisi Bermasalah Perbankan Di Indonesia, Media
Ekonomi& Bisnis. Vol XV No.1 Juni 2003
Triwahyuningtias, M. 2012. “Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran
Dewan,Komisaris Independen, Likuiditas dan Leverage Terhadap Terjadinya
Kondisi Financial Distress (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010).” Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Diponegoro
Wruck,K.1990.”Financial Distress,Reorganisation,and Organisational Effisiency”, Journal of
Financial Economics, 27,pp.419-444.
●●●
Download