BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
II.1 Kajian Pustaka
II.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
II.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Dessler (2005:4) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai
praktek dan kebijakan yang dilibatkan untuk menyelesaikan aspek personal atau
sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, seleksi,
pelatihan, penghargaan, dan penilaian.
Menurut Hasibuan (2007:10), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan
seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Dengan demikian, manajemen sumber daya manusia merupakan suatu kebijakan
untuk mengatur peranan sumber daya manusia demi tercapainya tujuan organisasi.
Pengaturan-pengaturan tersebut meliputi masalah perencanaan, pengorganisasian
(perancangan dan penugasan kelompok kerja), penyusunan personalia penarikan,
seleksi, pengembangan, pemberian kompensasi dan penilaian prestasi kerja,
pengarahan motivasi, kepemimpinan, integrasi dan pengelolaan konflik dan
pengawasan.
7
II.1.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Ivancevich (2007:10), kontribusi manajemen sumber daya manusia
membuat suatu organisasi berjalan efektif, meliputi hal berikut ini:
1. Membantu organisasi untuk mencapai tujuannya.
2. Memanfaatkan kemampuan dan keterampilan dari kekuatan pekerja secara
efisien.
3. Menyediakan organisasi dengan karyawan yang terlatih dan termotivasi
dengan baik.
4. Meningkatkan secara penuh kepuasan kerja karyawan dan aktualisasi diri.
Mengembangkan dan memelihara kualitas dari kehidupan kerja yang
membuat ketenagakerjaan di suatu organisasi menginginkannya.
5. Mengkomunikasikan kebijakan manajemen sumber daya manusia kepada
seluruh karyawan
6. Membantu memelihara kebijakan etis dan perilaku sosial yang bertanggung
jawab.
7. Mengelola perubahan untuk keuntungan yang bersifat timbal balik dari
individu, kelompok, dan masyarakat.
II.1.2 Pengawasan
II.1.2.1 Pengertian Pengawasan
Beberapa definisi mengenai pengawasan yang dikutip oleh Zubir Syahputra, Amri
dan Saiful Bahri dalam penelitian mereka yang berjudul Pengaruh Pengawasan,
Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh Provinsi Aceh (Jurnal Ilmu Manajemen,
2012: 3-4) adalah sebagai berikut :
8
•
Strauss menyatakan bahwa pengawasan merupakan salah satu fungsi dari
manajemen dengan mengadakan penilaian (sekaligus bila perlu diadakan
koreksi) untuk mengarahkan bawahan demi mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan.
•
Sukamdiyo menyatakan bahwa pengawasan merupakan suatu proses menilai
dan mengoreksi pekerjaan yang sudah dilaksanakan agar pelaksanaan
pekerjaan tersebut sesuai dengan yang sudah direncanakan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan
adalah suatu kegiatan menilai dan mengoreksi yang dilakukan perusahaan untuk
menjamin kualitas dari hasil akhir agar sesuai dengan yang sudah direncanakan oleh
perusahaan.
II.1.2.2 Tujuan dan Fungsi Pengawasan
Tujuan pengawasan menurut Maman Ukas (2004:337) adalah sebagai berikut:
1. Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang
tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan
yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguangangguan yang terjadi.
3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat
membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang
maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil?hasil yang
diharapkan.
9
Menurut Simbolon (2004:62), fungsi pengawasan adalah sebagai berikut :
1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pengawas yang diserahi tugas
dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Mendidik para pengawas agar mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan.
3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelalaian dan kelemahan, agar
tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.
4. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan
pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan.
II.1.2.3 Proses Pengawasan
Proses pengawasan terdiri dari 5 tahap sebagai berikut (Handoko, 2009:363) :
1. Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan). Standar mengandung arti
sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan
untuk penilaian hasil-hasil, tujuan, sasaran, kuota, dan target pelaksanaan
dapat digunakan sebagai standar.
2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan. Penetapan standar adalah siasia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan
nyata. Oleh karena itu tahap kedua dalam pengawasan adalah menentukan
pengukuran pelaksanaan secara tepat.
3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata. Setelah freskuensi pengukuran dan
sistem monitoring ditentukan, pengukuran dilakukan sebagai proses yang
berulang-ulang dan terus menerus. Ada berbagai cara untuk melakukan
pengukuran pelaksanaan, yaitu pengamatan (observasi), laporan-laporan baik
10
tertulis maupun lisan. Metoda-metoda otomatis dan inspeksi, pengujian (test)
atau dengan pengambilan sampel.
4. Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan
penyimpangan-penyimpangan. Perbandingan pelaksanaan nyata dengan
pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan merupakan
tahan yang paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada
saat menginterpretasikan adanya penyimpangan (deviasi). Pertimpanganpertimpangan harus dianalisa untuk menentukan mengapa standar tidak dapat
dicapai.
5. Pengambilan tindakan korektif bila perlu. Bila hasil analisa menunjukan
perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat
diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan
diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan.
II.1.2.4 Gaya Pengawasan
Gaya Pengawasan adalah perilaku yang khas yang dimiliki setiap pengawas ketika
melaksanakan fungsi pengawasan tersebut. Umumnya, manajer bertindak dalam cara
yang berbeda dan menggunakan pendekatan yang berbeda untuk berhubungan
dengan bawahan mereka selama menjalankan prosedur manajemen di perusahaan.
Gatfield (Journal of Higher Education and Policy Management, 2005:319)
menyebutkan empat gaya pengawasan utama, berdasarkan model yang menggunakan
dukungan dan struktur. Sumbu vertikal mewakili dukungan dan sumbu horisontal
mewakili struktur.
11
Sumber : Gatfield (2005:319)
Gambar 2.1 Gaya Pengawasan
1. Pastoral Style :
•
Struktur yang rendah dan dukungan yang tinggi.
•
Kandidat memiliki kemampuan manajemen pribadi yang rendah tetapi
tetap menggunakan kesempatan atas semua fasilitas pendukung yang
ditawarkan.
•
Pengawas memberikan perhatian dan dukungan tetapi bukan dalam
pengarahan tugas dan kapasitas direktif (pemberian petunjuk) yang
seharusnya..
2. Contractual Style :
•
Struktur yang tinggi dan dukungan yang tinggi.
•
Kandidat sangat termotivasi dan mampu menerima arahan serta memiliki
inisiatif untuk bertindak sendiri.
12
•
Pengawas mampu untuk memberikan arahan dan menggunakan
kemampuan manajemen yang baik dan hubungan interpersonal.
3. Laissez-faire Style :
•
Struktur yang rendah dan dukungan yang rendah.
•
Kandidat memiliki keterbatasan dalam motivasi dan kemampuan
manajemen.
•
Pengawas tidak memberikan petunjuk dan tidak berkomitmen untuk
tingkat yang lebih tinggi dalam interaksi pribadi.
•
Pengawas tidak menunjukan kepedulian dan tidak terlibat.
4. Directorial Style :
•
Struktur yang tinggi dan dukungan yang rendah.
•
Kandidat sangat termotivasi dan melihat keharusan (paksaan) dalam
melaksanakan kegiatan struktural yang tinggi, seperti menentukan tujuan,
menyelesaikan dan menyerahkan pekerjaan tepat waktu.
•
Pengawas memiliki hubungan interaktif yang dekat dan rutin dengan
kandidat, tetapi menghindari masalah yang tidak berhubungan dengan
tugas.
Dari faktor-faktor tersebut dapat diperoleh indikator-indikator dari variabel gaya
pengawasan yaitu sebagai berikut :
1. Indikator dari sub variabel Pastoral Style :
a. Tidak memberikan pengarahan kepada karyawan.
b. Tidak memberikan petunjuk mengenai pekerjaan karyawan.
c. Tidak terlibat secara langsung dalam pekerjaan karyawan.
d. Memperhatikan kebutuhan karyawan.
2. Indikator dari sub variabel Contractual Style :
13
a. Memberikan pengarahan kepada karyawan.
b. Memberikan petunjuk mengenai pekerjaan karyawan.
c. Terlibat secara langsung dalam pekerjaan karyawan.
3. Indikator dari sub variabel Laissez-faire Style :
a. Tidak memberikan pengarahan kepada karyawan.
b. Tidak memberikan petunjuk mengenai pekerjaan karyawan.
c. Tidak terlibat secara langsung dalam pekerjaan karyawan.
d. Tidak memperhatikan kebutuhan karyawan.
4. Indikator dari sub variabel Directorial Style :
a. Memberikan pengarahan kepada karyawan.
b. Memberikan petunjuk mengenai pekerjaan karyawan.
c. Terlibat secara langsung dalam pekerjaan karyawan.
d. Tidak memberikan kebebasan kepada karyawan untuk bekerja sendiri.
e. Tidak memperhatikan kebutuhan karyawan.
II.1.3 Pengambilan Keputusan
II.1.3.1 Pengertian Pengambilan Keputusan
Beberapa pengertian mengenai keputusan dari para ahli yang dikutip oleh Suradi
dalam penelitiannya yang berjudul Pengambilan Keputusan bagi Para Manajer
dalam Suatu Organisasi Maupun Perusahaan (GEMA, 2005:16) adalah sebagai
berikut:
•
Menurut Ralp C. Davis keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang
dihadapinya dengan tegas. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan
tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan.
•
Menurut Mary Follet keputusan adalah suatu atau sebagai bahan situasi.
14
•
Menurut James A. F. Stoner keputusan adalah pemilihan di antara alternatifalternatif.
•
Menurut Prayudi Atmosudirjo keputusan adalah suatu pengakhiran daripada
proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab
pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut,
dengan menjatuhkan pilihan suatu alternatif.
•
Menurut Koontz, Harold mengatakan bahwa keputusan adalah pilihan yang
telah diambil untuk diterapkan pada situasi tertentu.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan adalah suatu
proses pemecahan masalah yang dilakukan dengan memilih salah satu alternatif
pemecahan masalah dari beberapa alternatif.
Pengertian pengambilan keputusan menurut M. Iqbal Hasan yang dikutip oleh
Suradi dalam penelitiannya yang berjudul Pengambilan Keputusan bagi Para
Manajer dalam Suatu Organisasi Maupun Perusahaan (GEMA, 2005:16) adalah
merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara
sistematis untuk ditindak lanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah.
Dengan demikian, pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk mengambil
suatu tindakan dalam rangka untuk memecahkan masalah dan mencari alternatif
pemecahan masalah tersebut.
II.1.3.2 Proses Pengambilan Keputusan
Stephen P. Robbins dan Mary coulter (2007:162-168) mengungkapkan proses
pengambilan keputusan sebagai berikut :
15
1. Mengenali suatu masalah. Proses pengambilan keputusan berawal dengan
adanya masalah atau kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang
dikehendaki.
2. Mengidentifikasi kriteria keputusan. Setelah manajer mengidentifikasi
masalah yang membutuhkan perhatian, kriteria keputusan yang penting untuk
memecahkan masalah tersebut haruslah diidentifikasi. Artinya, para manajer
harus menentukan apa yang relevan dalam mengambil keputusan.
3. Mengalokasikan Berat Kriteria. Para pengambil keputusan harus memberikan
bobot kepada kriteria-kriteria yang sudah diidentifikasi, untuk memberinya
prioritas yang tepat dalam keputusan itu.
4. Menyusun alternatif. Pada tahap ini, pengambil keputusan membuat daftar
sejumlah alternatif yang dapat menyelesaikan masalah tersebut.
5. Menganalisis alternatif. Setelah alternatif-alternatif itu teridentifikasi,
pengambil keputusan secara kritis harus menganalisis masing-masing
alternatif itu. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi kekuatan dan
kelemahan masing-masing alternatif menjadi jelas.
6. Memilih sebuah alternatif. Langkah ini merupakan tindakan penting yakni
memilih alternatif terbaik dari alternatif yang dipertimbangkan. Setelah
menentukan semua faktor yang terkait dalam keputusan itu, memberi bobot,
dan mengidentifikasi serta menganalisis alternatif-alternatif yang bisa
berhasil, kita semata-mata harus memilih alternatif yang menghasilkan angka
paling tinggi dalam proses menganalisis alternatif.
7. Mengimplementasikan alternatif terpilih. Tahap ini membahas upaya untuk
menerapkan keputusan tersebut menjadi tindakan. Implementasi mencakup
16
penyampaian keputusan itu kepada orang-orang yang terpengaruh dan
mendapatkan komitmen mereka atas keputusan tersebut.
8. Mengevaluasi keefektifan keputusan. Langkah terakhir dalam proses
pengambilan keputusan mencakup menilai hasil keputusan tersebut untuk
melihat apakah masalahnya telah teratasi.
II.1.3.3 Gaya Pengambilan Keputusan
Gaya pengambilan keputusan manajer dibedakan dengan dua dimensi (Stephen P.
Robbins dan Mary coulter, 2007:178), yaitu :
•
Cara berpikir seseorang. Sebagian orang akan cenderung lebih rasional dan
logis dalam cara memikirkan atau memproses informasi. Jenis rasional
memandang informasi secara teratur dan memastikan bahwa informasi itu
logis dan konsisten sebelum mengambil keputusan. Sebagian lagi akan
cenderung bersifat kreatif dan intuitif. Jenis intuitif tidak harus memproses
informasi menurut urutan tertentu melainkan merasa puas memandangnya
sebagai keseluruhan.
•
Toleransi seseorang terhadap ambiguitas. Sebagian orang memiliki toleransi
ambiguitas yang rendah. Jenis ini mempunyai konsistensi dan keteraturan
atas cara mereka menyusun informasi sehingga ambiguitas itu minimal.
Sebagian lagi dapat menanggung tingkatan ambiguitas yang tinggi dan
mampu memproses banyak pemikiran sekaligus.
Terdapat empat gaya pengambilan keputusan menurut Rowe dan Mason yang
dikutip oleh Claude Gingras dalam penelitiannya yang berjudul Effects of Managers’
Leadership Styles and Decision-Making Styles on Appraisal of Employees’ Critical
Thinking Performance (2006), yaitu :
17
Sumber : Stephen P. Robbins dan Mary coulter (2007:179)
Gambar 2.2 Gaya Pengambilan Keputusan
1. Direvtive Style (Gaya Mengarahkan). Pembuat keputusan gaya direktif
mempunyai toleransi rendah terhadap ambiguitas dan berorientasi pada tugas
dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini cenderung lebih efisien, logis,
pragmatis, dan sistematis dalam memecahkan masalah. Pembuat keputusan
direktif juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala sesuatu dengan
cepat. Kecepatan dan efisiensi mereka dalam membuat keputusan sering
mengakibatkan mereka mengambil keputusan dengan informasi minimum
dan dengan menilai sedikit alternatif saja.
2. Analytic Style (Gaya Analitis). Pembuat keputusan gaya analitis mempunyai
toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan tugas yang kuat serta orientasi
teknis. Jenis ini suka menganalisis situasi. Pada kenyataannya, mereka
18
cenderung terlalu menganalisis sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak
informasi dan alternatif daripada pembuat keputusan direktif. Para pengambil
keputusan analitis mengambil keputusan yang hati-hati dengan kemampuan
untuk beradaptasi atau menghadapi situasi-situasi yang unik.
3. Conceptual Style (Gaya Konseptual). Pembuat gaya konseptual mempunyai
toleransi yang tinggi untuk ambiguitas, orang yang kuat dan peduli pada
lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam memecahkan masalah
dan suka mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan masa
mendatang. Pembuat keputusan ini membahas sesuatu dengan orang
sebanyak mungkin untuk mendapat sejumlah informasi dan kemudian
mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan.
4. Behavioral Style (Gaya Perilaku). Pembuat keputusan gaya perilaku ditandai
dengan toleransi ambiguitas yang rendah, orang yang kuat dan peduli
lingkungan sosial. Gaya ini cenderung bekerja dengan baik dengan orang lain
dan menyukai situasi keterbukaan dalam pertukaran pendapat yakni
cenderung menerima saran, sportif dan bersahabat serta menyukai informasi
verbal daripada tulisan. Sering kali mereka menggunakan rapat untuk
berkomunikasi meskipun mereka berusaha menghindari konflik.
Dari faktor-faktor tersebut dapat diperoleh indikator-indikator dari variabel gaya
pengambilan keputusan yaitu sebagai berikut :
1. Indikator dari sub variabel Direvtive Style :
a. Menggunakan sedikit informasi dalam mengambil keputusan.
b. Berorientasi pada tugas dan masalah teknis.
c. Cenderung cepat dalam mengambil keputusan.
d. Hanya mau menerima informasi yang relevan (fakta).
2. Indikator dari sub variabel Analytic Style :
19
a. Menggunakan banyak informasi dalam mengambil keputusan.
b. Berorientasi pada tugas dan masalah teknis.
c. Cenderung lambat dalam mengambil keputusan.
d. Menganalisa setiap informasi sebelum mengambil keputusan.
3. Indikator dari sub variabel Conceptual Style :
a. Menggunakan banyak informasi dalam mengambil keputusan.
b. Peduli dengan lingkungan sosial.
c. Cenderung lambat dalam mengambil keputusan.
d. Mengambil keputusan dengan mengandalkan intuisi.
4. Indikator dari sub variabel Behavioral Style :
a. Mau menerima masukan / saran.
b. Menggunakan banyak informasi dalam mengambil keputusan.
c. Peduli dengan lingkungan sosial.
d. Mengambil keputusan secara musyawarah.
II.1.4 Stres Kerja
II.1.4.1 Pengertian Stres Kerja
Beberapa definisi mengenai stres kerja dari para ahli yang dikutip oleh Yuni
Siswanti dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Stres Kerja dalam
Memediasi Hubungan antara Politik Organisasional dengan Perilaku Agresif (Jurnal
Siasat Bisnis, 2006:170) adalah sebagai berikut :
•
Cooper berpendapat bahwa stres merupakan suatu tekanan yang meletakkan
faktor psikologis dan fisik di belakang rentang stabilitasnya yang
menimbulkan ketegangan di dalam diri individu.
20
•
Fisher, et al. mengatakan bahwa stres tidak selalu merupakan fenomena yang
merusak/merugikan karena dalam kenyataannya, sejumlah stres merupakan
suatu hal penting dan proses yang mungkin perlu dilalui seseorang dalam
rangka mencapai tujuan.
•
Krantz menyatakan bahwa stres mengacu pada suatu keadaan internal dari
seorang individu yang mempersepsikan adanya ancaman-ancaman atau
tantangan-tantangan terhadap kondisi kesehatan fisik dan atau mental.
Menurut Luthans dalam penelitian Theresia Sunarni dan Veni Istanti yang
berjudul Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di
PT. Interbis Sejahtera Palembang (Jurnal Teknik Industri, 2007:22) mengatakan
bahwa stres merupakan suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi
oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan
lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan
psikologis dan fisik seseorang.
Dengan demikian, stres kerja merupakan akibat dari adanya tekanan, beban dan
konflik, serta ketidaksesuaian antara sifat ataupun sikap karyawan dengan aspekaspek pada pekerjaannya.
II.1.4.2 Dampak Stres Kerja
Masalah karena tingkat stres yang tinggi dapat ditunjukan melalui (Luthans,
2006:456) :
1. Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan stres kerja adalah sebagai
berikut:
•
Masalah sistem kekebalan tubuh, di mana terdapat pengurangan
kemampuan untuk melawan sakit dan infeksi.
21
•
Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit
jantung.
•
Masalah sistem musculoskeletal (otot dan rangka), seperti sakit kepala
dan sakit punggung.
•
Masalah sistem gastrointestinal (perut), seperti diare dan sembelit.
2. Masalah Psikologis. Tingkat stres tinggi mungkin disertai dengan kemarahan,
kecemasan, depresi, gelisah, cepat marah, tegang, dan bosan. Sebuah studi
menemukan bahwa dampak stres yang paling kuat adalah pada tindakan
agresif, seperti sabotase, agresi antar-pribadi, permusuhan, dan keluhan. Jenis
masalah psikologis tersebut relevan dengan kinerja yang buruk, penghargaan
diri yang rendah, benci pada pengawasan, ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi dan membuat keputusan, dan ketidakpuasan kerja.
3. Masalah Perilaku. Perilaku langsung yang menyertai tingkat stres yang tinggi
mencakup makan sedikit atau perubahan makan berlebihan, tidak dapat tidur,
merokok dan minum, dan penyalahgunaan obat-obatan.
II.1.4.3 Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
Dalam penelitian Analisis Stres Kerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(PERSERO) Tbk Cabang Bogor yang ditulis oleh Siti Rahmawati (Jurnal
Manajemen, 2009:115), menyebutkan bahwa stres kerja disebabkan oleh faktorfaktor penyebab stres kerja (Stressor) baik dari dalam pekerjaan maupun dari luar
pekerjaan. Faktor-faktor penyebab stres kerja dari dalam pekerjaan itu sendiri
mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur
organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi.
22
Faktor yang memengaruhi stres kerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
yang dikutip oleh Peni Tunjungsari dalam jurnal Pengaruh Stres Kerja terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO)
Bandung (Jurnal UKI, 2011:4), antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat,
waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja
yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan
tanggung jawab konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin
yang frustasi dalam kerja. Sedangkan menurut T. Hani Handoko, faktor yang
mempengaruhi stres kerja yaitu :
1. Beban kerja yang berlebihan
2. Tekanan atau desakan watu
3. Kualitas supervisi yang jelek
4. Iklim politis yang tidak aman
5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
6. Kemenduaan peranan
7. Frustasi
8. Konflik antar pribadi dan antar kelompok
9. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan
10. Berbagai bentuk perusahaan
Cooper
dalam
Arnold
(2005:395-410)
menjabarkan
tujuh
faktor yang
menyebabkan terjadinya stres kerja, antara lain :
1. Faktor-faktor intrinsik pekerjaan, antara lain :
•
Kondisi lingkungan kerja yang kurang baik. Misalnya lingkungan kerja
yang bising, pencahayaan yang kurang baik, tercium bau-bauan, dan lain
sebagainya.
23
•
Kerja shift / kerja malam. Kerja shift atau kerja malam yang berlebihan
dapat menyebabkan kelelahan dan dampak terhadap kebiasaan makan
yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut.
•
Jam kerja yang lama dan kerja yang terlalu overload. Jam kerja yang
panjang secara terus-menerus akan merusak kesehatan fisik dan
psikologikal individu.
•
Tingkat risiko dan bahaya yang dihadapi. Pekerjaan yang mempunyai
risiko atau bahaya yang tinggi akan menghasilkan tingkat stres yang
tinggi.
•
Teknologi baru. Mengajarkan teknologi baru dengan cara dan metode
yang lama akan menambah beban karyawan yang sedang dilatih.
2. Peraturan dalam organisasi, antara lain :
•
Konflik peran dan ketidakjelasan peran. Konflik peran merupakan hasil
dari ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai
individu, dan sebagainya. Sebagai akibatnya seseorang yang mengalami
konflik peran akan berada dalam suasana yang terombang-ambing,
terjepit, dan serba salah.
•
Tanggung jawab. Semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin
besar tingkat stres yang dirasakan.
3. Kepribadian. Seseorang dengan tingkat kecemasan tinggi dapat menderita
konflik peran yang lebih tinggi dibandingkan orang yang lebih fleksibel
dalam pendekatan mereka terhadap kehidupan.
24
4. Hubungan dalam pekerjaan.
•
Hubungan dengan superior (atasan). Gaya kepemimpinan yang penuh
inspirasi dapat secara signifikan mengurangi jumlah stres kerja yang
dialami oleh bawahannya.
•
Hubungan antara bawahan dan rekan. Stres di antara rekan kerja dapat
timbul dari kompetisi dan konflik kepribadian. Karena kebanyakan orang
menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, hubungan antara
rekan kerja dapat menjadi dukungan yang berharga, atau sebaliknya
dapat menjadi sumber stres yang besar.
5. Pengembangan Karir
•
Job Insecurity. Perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah
baru yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Re-organisasi
dirasakan perlu untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan dengan
lebih baik. Sebagai akibatnya adalah adanya pekerjaan lama yang hilang
dan
adanya
pekerjaan
baru.
Setiap
re-organisasi
menimbulkan
ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial.
•
Over and Under Promotion. Peluang yang kecil untuk promosi, baik
karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat
merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah
waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang menganggu, semangat
kerja yang rendah dan hubungan antarpribadi yang bermutu rendah,
berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara
kedudukannya
sekarang
di
organisasi
dengan
kedudukan
yang
diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion
25
memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan
pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
6. Budaya dan Iklim Organisasi. Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan
kebudayaan, kebiasaan, dan iklim dari organisasi adalah penting dalam
memahami sumber-sumber stres potensial sebagai hasil dari beradanya
mereka dalam organisasi: kepuasan dan ketidakpuasan kerja berkaitan dengan
penilaian dari struktur dan iklim organisasi.
7. Home-Work Interface. Konflik ini dapat berupa gangguan bekerja dengan
keluarga (di mana tuntutan pekerjaan menciptakan kesulitan untuk kehidupan
rumah) ataupun gangguan keluarga dengan pekerjaan (di mana tuntutan
kehidupan rumah menciptakan kesulitan untuk bekerja).
Dari faktor-faktor tersebut dapat diperoleh indikator-indikator dari variabel stres
kerja (Siti Rahmawati, 2009) yaitu sebagai berikut :
1. Indikator dari sub variabel tuntutan tugas :
a. Tugas yang diberikan berlebihan.
b. Tanggung jawab yang diberikan memberatkan.
c. Mengalami kesulitan dalam memenuhi target.
d. Dikejar waktu dalam menyelesaikan tugas.
2. Indikator dari sub variabel tuntutan peran :
a. Mengerjakan pekerjaan yang tidak dimengerti atau tidak cocok.
b. Tujuan yang ditetapkan perusahaan tidak sesuai dengan harapan.
c. Ditekan dengan banyak peraturan dalam menjalankan tugas.
3. Indikator dari sub variabel tuntutan hubungan antarpribadi :
a. Hubungan dengan rekan kerja tidak baik.
b. Kesulitan berkomunikasi dengan atasan.
26
c. Kurangnya dukungan dari atasan.
d. Hubungan dengan atasan tidak baik.
4. Indikator dari sub variabel struktur organisasi :
a. Informasi mengenai pekerjaan kurang jelas.
b. Tanggung jawab pekerjaan yang harus dijalankan kurang jelas.
c. Prosedur / instruksi kurang jelas.
5. Indikator dari sub variabel kepemimpinan organisasi :
a. Karyawan tidak diberi kesempatan untuk memberikan pendapat.
b. Karyawan tidak punya peranan dalam mengambil keputusan.
c. Atasan tidak memberitahu dengan jelas mengenai tugas yang harus dilakukan.
6. Indikator dari sub variabel tahap hidup organisasi:
a. Peluang mendapatkan promosi kecil.
b. Mengalami promosi ke jabatan yang tidak sesuai dengan kemampuan.
c. Umpan balik terhadap hasil kerja tidak sesuai harapan.
II.1.5 Kepuasan Kerja
II.1.5.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Beberapa pengertian mengenai kepuasan kerja dari para ahli yang dikutip oleh
Anwar Prabu dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan
Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara
Enim (Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya, 2005:7-8), adalah sebagai berikut:
•
Menurut
Hasibuan
kepuasan
kerja
adalah
sikap
emosional
yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya, yang dicerminkan oleh moral
kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
27
•
Menurut Sethep P. Robbins kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang
diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka yakini apa yang
seharusnya mereka terima.
•
Menurut Davis kepuasan kerja adalah kepuasan pegawai terhadap
pekerjaannya. Perasaan itu merupakan cermin dari penyesuaian antara apa
yang diharapkan pegawai dari pekerjaan / kantornya.
Menurut Robins dalam penelitian Wendi A. N. yang berjudul Pengaruh Kepuasan
Kerja Karyawan terhadap Intensi Turnover pada Call Center Telkomsel di Medan
(Jurnal MANDIRI, 2009:3) mengatakan bahwa kepuasan kerja merujuk kepada sikap
seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja
tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, sedangkan seseorang
dengan tingkat kepuasan yang rendah menunjukkan sikap yang negatif terhadap
pekerjaan itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan kepuasan
kerja sebagai sikap karyawan terhadap pekerjaannya mengenai seberapa baik
pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting, dari persepsi mereka
terhadap pekerjaannya.
II.1.5.2 Penyebab Kepuasan Kerja
Faktor yang menyebabkan kepuasan karyawan menurut Robbins dan Coullter
(2007:149-150), adalah:
1. Kerja yang secara mental menantang. Karyawan cenderung lebih menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan
ketrampilan dan kemampuan yang masih mereka miliki menawarkan
28
beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara menantang. Pekerjaan yang
kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak
menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan
yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan
kepuasan.
2. Imbalan yang pantas. Para karyawan menginginkan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan
dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang
didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar
pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.
Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk bekerja di lokasi
yang diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai
keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam
kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah
mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama
halnya pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi
yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi,
tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh
karena itu, individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat
dengan cara yang adil (Fair and Just) kemugkinan besar akan merasakan
kepuasan dengan pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik
untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas
yang baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan aman, pemberian
29
diklat untuk memudahkan karyawan dalam mengerjakan tugasnya dengan
baik.
4. Rekan kerja yang mendukung. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah
mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung
menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Prilaku atasan juga
merupakan determinan utama dari kepuasan.
II.1.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Luthans yang dikutip oleh
Djumadi dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kondisi Kerja dan Kepuasan
Kerja terhadap Kinerja Karyawan Lembaga Pendidikan Nonformal di Jawa Timur
(Jurnal Aplikasi Manajemen, 2006:412), yaitu sebagai berikut :
1. Pekerjaan itu sendiri. Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas
yang
menyenangkan,
kesempatan
belajar,
dan
kesempatan
untuk
mendapatkan tanggung jawab. Hal ini menjadi sumber mayoritas kepuasan
kerja.
2. Gaji. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap
kepuasan kerja. Seseorang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu
kecil atau terlalu besar akan mengalami distress (ketidakpuasan). Yang
penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji
dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat
ketrampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok
pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja.
30
3. Kesempatan
atau
promosi.
Karyawan
memiliki
kesempatan
untuk
mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya
kesempatan untuk kenaikan jabatan.
4. Supervisor. Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan
perilaku dukungan. Hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan yang
positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan.
Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga
kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.
Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang
mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan
kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan adalah
positif.
5. Rekan kerja. Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial
akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika
terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat
kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.
6. Kondisi kerja. Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya
lampunya menyilaukan mata, kondisi yang tidak mengenakkan akan
menimbulkan keengganan untuk bekerja. Oleh karena itu, perusahaan perlu
menyediakan ruang kerja yang membuat karyawannya merasa nyaman untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya. Secara otomatis, karyawan akan merasa puas
apabila mendapatkan kondisi kerja yang baik.
Dari faktor-faktor tersebut dapat diperoleh indikator-indikator dari variabel
kepuasan kerja yaitu sebagai berikut :
1. Indikator dari sub variabel pekerjaan itu sendiri :
31
a. Kesempatan belajar.
b. Kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan keahlian.
2. Indikator dari sub variabel gaji :
a. Kesesuaian dengan beban pekerjaan.
3. Indikator dari sub variabel kesempatan / promosi :
a. Kesempatan mengembangkan diri.
b. Kesempatan kenaikan jabatan.
4. Indikator dari sub variabel supervisor (pengawas) :
a. Kemampuan menyediakan bantuan teknis.
b. Kemampuan dalam memberikan dukungan.
5. Indikator dari sub variabel rekan kerja :
a. Hubungan dengan rekan.
6. Indikator dari sub variabel Kondisi Kerja :
a. Kondisi lingkungan kerja.
II.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Adanya pengaruh antara gaya pengawasan dan gaya pengambilan keputusan
terhadap stres kerja dan dampaknya terhadap kepuasan kerja telah dibuktikan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Lung-Tan Lu dan Yuan-Ho dengan judul “The Effect
of Supervision Style and Decision-Making on Role Stress and Satisfaction of Senior
Foreign Managers in International Joint Ventures in China” (International Journal
of Commerce & Management, 2007). Tujuan dari pengujian tersebut adalah untuk
menguji pengaruh gaya pengawasan dan pengambilan keputusan pada stres peran
dan kepuasan manajer yang bekerja di International Joint Ventures (IJV) di Cina.
Ukuran sampel yang digunakan pada penelitian adalah 82 manajer Jepang dan
32
Taiwan yang bekerja di IJV di Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres
peran memiliki hubungan yang signifikan dengan gaya pengawasan dan pengambilan
keputusan, serta kepuasan memiliki hubungan yang signifikan dengan ketiga variabel
tersebut.
33
II.3 Kerangka Pemikiran
Gaya Pengawasan (X1):
• Pastoral Style
• Contractual Style
• Laissez-faire Style
• Directorial Style
•
•
•
•
Sumber : Gatfield (2005)
Gaya Pengambilan
Keputusan (X2) :
Direvtive Style
Analytic Style
Conceptual Style
Behavioral Style
Sumber :
Claude Gingras (2006)
•
•
•
•
•
•
Stres Kerja (Y) :
Tuntutan tugas
Tuntutan peran
Tuntutan hubungan
antarpribadi
Struktur organisasi
Kepemimpinan
organisasi
Tahap hidup organisasi
Sumber : Siti Rahmawati (2009)
•
•
•
•
•
•
Kepuasan Kerja (Z) :
Pekerjaan itu sendiri
Gaji
Kesempatan / promosi
Supervisor (Pengawas)
Rekan Kerja
Kondisi Kerja
Sumber : Djumadi (2006)
Sumber : Pengelolaan Penulis, 2012
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
34
Keterangan :
Indikator dari Gaya Pengawasan adalah sebagai berikut :
1. Indikator dari sub variabel Pastoral Style :
a. Tidak memberikan pengarahan kepada karyawan.
b. Tidak memberikan petunjuk mengenai pekerjaan karyawan.
c. Tidak terlibat secara langsung dalam pekerjaan karyawan.
d. Memperhatikan kebutuhan karyawan.
2. Indikator dari sub variabel Contractual Style :
a. Memberikan pengarahan kepada karyawan.
b. Memberikan petunjuk mengenai pekerjaan karyawan.
c. Terlibat secara langsung dalam pekerjaan karyawan.
3. Indikator dari sub variabel Laissez-faire Style :
a. Tidak memberikan pengarahan kepada karyawan.
b. Tidak memberikan petunjuk mengenai pekerjaan karyawan.
c. Tidak terlibat secara langsung dalam pekerjaan karyawan.
d. Tidak memperhatikan kebutuhan karyawan.
4. Indikator dari sub variabel Directorial Style :
a. Memberikan pengarahan kepada karyawan.
b. Memberikan petunjuk mengenai pekerjaan karyawan.
c. Terlibat secara langsung dalam pekerjaan karyawan.
d. Tidak memberikan kebebasan kepada karyawan untuk bekerja sendiri.
e. Tidak memperhatikan kebutuhan karyawan.
Sedangkan, indikator dari Gaya Pengambilan Keputusan adalah sebagai berikut:
1. Indikator dari sub variabel Direvtive Style :
35
a. Menggunakan sedikit informasi dalam mengambil keputusan.
b. Berorientasi pada tugas dan masalah teknis.
c. Cenderung cepat dalam mengambil keputusan.
d. Hanya mau menerima informasi yang relevan (fakta).
2. Indikator dari sub variabel Analytic Style :
a. Menggunakan banyak informasi dalam mengambil keputusan.
b. Berorientasi pada tugas dan masalah teknis.
c. Cenderung lambat dalam mengambil keputusan.
d. Menganalisa setiap informasi sebelum mengambil keputusan.
3. Indikator dari sub variabel Conceptual Style :
a. Menggunakan banyak informasi dalam mengambil keputusan.
b. Peduli dengan lingkungan sosial.
c. Cenderung lambat dalam mengambil keputusan.
d. Mengambil keputusan dengan mengandalkan intuisi.
4. Indikator dari sub variabel Behavioral Style :
a. Mau menerima masukan / saran.
b. Menggunakan banyak informasi dalam mengambil keputusan.
c. Peduli dengan lingkungan sosial.
d. Mengambil keputusan secara musyawarah.
Kedua variabel bebas tersebut akan dicari apakah saling berkorelasi secara
signifikan atau tidak serta bagaimana sifat hubungannya satu sama lain. Variabel
gaya pengawasan dan gaya pengambilan keputusan secara individual maupun
simultan diasumsikan berkorelasi dengan stres kerja karyawan dan memengaruhi
variabel stres kerja karyawan yang memiliki indikator sebagai berikut :
1. Indikator dari sub variabel tuntutan tugas :
a. Tugas yang diberikan berlebihan.
36
b. Tanggung jawab yang diberikan memberatkan.
c. Mengalami kesulitan dalam memenuhi target.
d. Dikejar waktu dalam menyelesaikan tugas.
2. Indikator dari sub variabel tuntutan peran :
a. Mengerjakan pekerjaan yang tidak dimengerti atau tidak cocok.
b. Tujuan yang ditetapkan perusahaan tidak sesuai dengan harapan.
c. Ditekan dengan banyak peraturan dalam menjalankan tugas.
3. Indikator dari sub variabel tuntutan hubungan antarpribadi :
a. Hubungan dengan rekan kerja tidak baik.
b. Kesulitan berkomunikasi dengan atasan.
c. Kurangnya dukungan dari atasan.
d. Hubungan dengan atasan tidak baik.
4. Indikator dari sub variabel struktur organisasi :
a. Informasi mengenai pekerjaan kurang jelas.
b. Tanggung jawab pekerjaan yang harus dijalankan kurang jelas.
c. Prosedur / instruksi kurang jelas.
5. Indikator dari sub variabel kepemimpinan organisasi :
a. Karyawan tidak diberi kesempatan untuk memberikan pendapat.
b. Karyawan tidak punya peranan dalam mengambil keputusan.
c. Atasan tidak memberitahu dengan jelas mengenai tugas yang harus dilakukan.
6. Indikator dari sub variabel tahap hidup organisasi:
a. Peluang mendapatkan promosi kecil.
b. Mengalami promosi ke jabatan yang tidak sesuai dengan kemampuan.
c. Umpan balik terhadap hasil kerja tidak sesuai harapan.
37
Setelah itu, ketiga variabel tersebut akan dicari apakah berkorelasi dengan dan
berkontribusi terhadap variabel bergantung yaitu variabel kepuasan kerja karyawan
yang dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut :
1. Indikator dari sub variabel pekerjaan itu sendiri :
a. Kesempatan belajar.
b. Kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan keahlian.
2. Indikator dari sub variabel gaji :
a. Kesesuaian dengan beban pekerjaan.
3. Indikator dari sub variabel kesempatan / promosi :
a. Kesempatan mengembangkan diri.
b. Kesempatan kenaikan jabatan.
4. Indikator dari sub variabel supervisor (pengawas) :
a. Kemampuan menyediakan bantuan teknis.
b. Kemampuan dalam memberikan dukungan.
5. Indikator dari sub variabel rekan kerja :
a. Hubungan dengan rekan.
6. Indikator dari sub variabel Kondisi Kerja :
a. Kondisi lingkungan kerja.
II.4 Hipotesis
Berdasarkan dari permasalahan yang telah diajukan dan tujuan penerlitian serta
tinjauan pustaka, maka hipotesis yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis sesuai dengan Tujuan 1 (T-1) melalui pengujian secara individual
antara variabel X1 dengan variabel Y :
38
Ho : Variabel X1 tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Y
Ha : Variabel X1 berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Y
2. Hipotesis sesuai dengan Tujuan 1 (T-1) melalui pengujian secara individual
antara variabel X2 dengan variabel Y :
Ho : Variabel X2 tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Y
Ha : Variabel X2 berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Y
3. Hipotesis sesuai dengan Tujuan 1 (T-1) melalui pengujian secara simultan
antara variabel X1 dan X2 dengan variabel Y :
Ho : Variabel X1 dan X2 tidak berkontribusi secara signifikan terhadap
variabel Y
Ha : Variabel X1 dan X2 berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Y
4. Hipotesis sesuai dengan Tujuan 2 (T-2) melalui pengujian secara individual
antara variabel X1 dengan variabel Z :
Ho : Variabel X1 tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Z
Ha : Variabel X1 berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Z
5. Hipotesis sesuai dengan Tujuan 2 (T-2) melalui pengujian secara individual
antara variabel X2 dengan variabel Z :
Ho : Variabel X2 tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Z
Ha : Variabel X2 berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Z
6. Hipotesis sesuai dengan Tujuan 2 (T-2) melalui pengujian secara individual
antara variabel Y dengan variabel Z :
Ho : Variabel Y tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Z
Ha : Variabel Y berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Z
7. Hipotesis sesuai dengan Tujuan 2 (T-2) melalui pengujian secara simultan
antara variabel X1, X2 dan Y dengan variabel Z :
39
Ho : Variabel X1, X2 dan Ytidak berkontribusi secara signifikan terhadap
variabel Z
Ha : Variabel X1, X2 dan Y berkontribusi secara signifikan terhadap variabel
Z
40
Download