BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penelitian Terdahulu Husin (2006

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu
Husin (2006) melakukan penelitian mengenai ”Pengaruh Komunikasi dan
Koordinasi terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten
Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan” dengan jumlah sampel sebanyak 90
orang (total sampling). Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan
analisis regresi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa komunikasi dan koordinasi
tinggi dan kinerja pegawai tergolong tinggi. Komunikasi dan koordinasi memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial ataupun secara bersama-sama
terhadap kinerja pegawai.
Marifah (2005) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Motivasi
Kerja, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial Pada Unit Pelaksana
Teknik Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis motivasi kerja, dan budaya organisasi dan kinerja pegawai serta
pengaruhnya.
Penelitian ini merupakan tipe penelitian eksplanatory (penjelasan) karena
penelitian ini bermaksud menjelaskan variabel-variabel melalui pengujian hipotesis
yang telah dirumuskan. Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja sosial yang ada
di UPT Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, yaitu sebanyak 77 orang. Analisis data
menggunakan metode regresi linear berganda (Multiple regression). Hasil
Universitas Sumatera Utara
penelitiannya menunjukkan bahwa motivasi kerja, dan budaya organisasi secara
parsial dan simultan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.
II.2. Teori Tentang Motivasi
Dalam pembahasan teori-teori motivasi, ada beberapa yang cukup menonjol.
Robbins (2002) menyatakan bahwa ada beberapa teori motivasi, yaitu :
1.
Teori motivasi higienis diajukan oleh Frederick Herzberg, dengan keyakinan
bahwa hubungan individu dengan pekerjaan adalah sesuatu yang mendasar dan
bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan akan sangat menentukan kesuksesan
atau kegagalannya. Menurut teori ini motivasi ini ditekankan pada prestasi kerja,
pengaruh, pengendalian, ketergantungan, pengembangan, dan afiliasi.
Prestasi kerja, yaitu sesuatu yang dicapai oleh seorang pekerja di bawah
lingkungan kerja yang sulit sekalipun. Misalnya dalam menyelesaikan tugas
yang dibatasi oleh jadwal waktu (deadline) yang ketat yang harus dipenuhi
seorang pekerja dapat menyelesaikan tugasnya dengan hasil yang memuaskan.
Pengaruh, yaitu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan gagasan atau
argumentasi sebagai bentuk dari kuatnya pengaruh yang ingin ditanamkam
kepada orang lain. Saran-saran atau gagasan yang diterima sebagai bentuk
partisipasi dari seorang pekerja akan menumbuhkan motivasi, apalagi jika
gagasan atau pemikiran tersebut dapat diikuti oleh orang lain yang dapat di pakai
sebagai metode kerja baru dan ternyata hasilnya adalah positif dan dirasakan
lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian, yaitu tingkat pengawasan yang dilakukan oleh atasan terhadap
bawahannya. Untuk menumbuhkan motivasi dan sikap tanggung jawab yang
besar
dari bawahan, seorang atasan dapat memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan
menumbuhkan partisipasi.
Ketergantungan, yaitu kebutuhan dari bawahan terhadap orang-orang yang
berada di lingkungan kerjanya, baik terhadap sesama pekerja maupun terhadap
atasan. Adanya saran, gagasan atau ide dari atasan kepada bawahan yang dapat
membantunya memahami suatu masalah baru atau cara penyelesaian masalah
akan menjadi motivasi yang positif.
Pengembangan, yaitu upaya yang dilakukan oleh organisasi terhadap pekerja
atau oleh atasan terhadap bawahannya untuk memberikan kesempatan guna
meningkatkan
potensi
dirinya
melalui
pendidikan
ataupun
pelatihan.
Pengembangan ini dapat menjadi motivator yang kuat bagi pegawai. Disamping
pengembangan
yang
menyangkut
kepastian
karir
pekerja,
pengertian
pengembangan dimaksudkan disini juga menyangkut metode kerja yang dipakai.
Adanya perubahan metode kerja yang dirasakan lebih baik karena membantu
penyelesaian tugas juga menjadi motivasi bagi pekerja.
2.
Abraham Maslow, membagi kebutuhan manusia dalam hirarki kebutuhan,
bahwa motivasi manusia berhubungan dengan lima kebutuhan, yaitu
a). Kebutuhan fisik (physiological need), b) kebutuhan untuk memperoleh
keamanan dan keselamatan (security of safety need), c). Kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
bermasyarakat (social need), d). Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan
(esteem
need),
dan
e).
Kebutuhan
untuk
memperoleh
kebanggaan
(self actualization need).
Abraham Maslow menyatakan bahwa proses motivasi seseorang secara bertahap
mengikuti pemenuhan kebutuhan, dari kebutuhan yang paling dasar hingga
kebutuhan yang paling kompleks. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan
dasar, yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut fungsi- fungsi biologis
seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan, kesehatan fisik dan lain-lain.
Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, seperti terjaminnya keamanan,
terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan,
perlakuan tidak adil, dan lain sebagainya. Kebutuhan sosial, meliputi kebutuhan
akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok,
dan sebagainya. Kebutuhan akan penghargaan, termasuk kebutuhan dihargai
karena prestasi, kemampuan, kedudukan, pangkat, dan sebagainya. Kebutuhan
akan aktualisasi diri, seperti kebutuhan mempertinggi potensi yang dimiliki,
pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas, ekspresi diri, dan sebagainya.
Kebutuhan tertinggi menurut Maslow adalah kebutuhan transenden, yaitu
kebutuhan untuk berperilaku mulia, memberi arti bagi orang lain, terhadap
sesama, terhadap alam, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang
memasuki organisasi didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan, berupa
penghasilan yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhannya.
Universitas Sumatera Utara
3.
Douglas Mcgregor, mengajukan dua pandangan yang berbeda mengenai
manusia : seseorang itu pada dasarnya bersifat negatif, diberi nama Teori X, dan
yang lainnya pada dasarnya bersifat positif, diberi nama Teori Y. Dalam Teori
X, terdapat empat asumsi, yaitu : a). Pegawai tidak suka bekerja dan bilamana
mungkin akan berusaha menghindarinya, b). Karena pegawai tidak suka bekerja,
mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, c). Pegawai akan menghindarkan tanggung
jawab
dan
sedapat
mungkin
hanya mengikuti
perintah
formal,
dan
d). Kebanyakan pekerja mengutamakan rasa aman (agar tidak alasan untuk
dipecat). Dalam Teori Y, juga terdapat empat asumsi yang berlawanan, yaitu :
a) Pegawai memandang pekerjaan sama alamiahnya dengan istrahat dan
bermain, b). Seseorang yang memilki komitmen pada tujuan akan melakukan
pengarahan dan pengendalian diri, c). Seseorang yang biasa-biasa saja dapat
belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab, dan d). Kreatifitas
yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik-didelegasikan kepada
pegawai secara luas dan tidak harus berasal dari orang yang berada dalam
manajemen.
4.
Mclelland dan kawan-kawan telah mengajukan tiga motif atau kebutuhan utama
yang relevan di tempat kerja : a). Kebutuhan akan prestasi : Dorongan untuk
unggul,
untuk
mencapai
sederetan
standar
guna
meraih
kesuksesan.
b). Kebutuhan akan kekuasaan : Kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku dengan cara yang diinginkan. c) Kebutuhan akan afiliasi : Hasrat
akan hubungan persahabatan dan kedekatan antar personal.
Universitas Sumatera Utara
5.
Teori Goal Setting (Edwin Locke) teori ini menyatakan bahwa niat yang
dinyatakan sebagai tujuan, dapat menjadi sumber utama dari motivasi kerja. Kita
dapat mengatakan dengan tingkat keyakinan yang tinggi, bahwa tujuan yang
spesifik dapat meningkatkan kinerja dan bahwa tujuan yang sulit dicapai, bila
diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang
mudah dicapai.
6.
Teori Reinforcement (B F Skinner); Teori ini memiliki pendekatan perilaku,
yang menyatakan bahwa reinforcement membentuk perilaku.
7.
Teori Equity atau kewajaran (Jane Pearson); Menyatakan bahwa karyawan
membandingkan apa yang mereka berikan ke dalam suatu situasi kerja (input)
terhadap apa yang mereka dapatkan dari pekerjaan tersebut (outcome) dan
kemudian membandingkan rasio input-outcome mereka dengan rasio inputoutcome rekan kerja sejawatnya. Jika mereka mengganggap rasio input-outcome
mereka sama dengan orang lain, keadaan tersebut dianggap adil. Jika rasio tidak
sama, rasa ketidakadilan muncul; artinya pegawai cenderung melihat diri mereka
sendiri kurang diberi penghargaan.
8.
Teori Ekspektasi (Victor Vrooms); Pada dasarnya teori ekspektasi menyatakan
bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu
tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan
diikuti dengan hasil tertentu serta pada daya tarik hasil tersebut bagi individu.
Oleh karena itu, teori ini mengemukakan tiga variabel berikut ini:
a). Daya tarik : Pentingnya individu mengharapkan outcome dan penghargaan
Universitas Sumatera Utara
yang mungkin dapat di capai dalam bekerja. Variabel ini mempertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan individu yang tidak terpuaskan. b). Kaitan kinerjapenghargaan : Keyakinan individu bahwa dengan menunjukkan kinerja pada
tingkat tertentu akan mencapai outcome yang diinginkan. c) Kaitan upayakinerja
probabilitas
yang
diperkirakan
oleh
individu
bahwa
dengan
menggunakan sejumlah upaya tertentu akan menghasilkan kinerja.
Meskipun ada beberapa aktivitas manusia yang terjadi tanpa motivasi, namun
hampir semua perilaku sadar mempunyai motivasi. Pekerjaan para manajer
adalah mengidentifikasi dan menggerakkan motif pegawai untuk berprestasi
baik dalam pelaksanaan tugas atau mengurangi ketidakseimbangan.
II.2.1. Pengertian dan Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang–orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala
waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu
yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang
senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi
karena pekerjaannya itu betul–betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga
orang tersebut akan bekerja keras.
Universitas Sumatera Utara
II.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
Setiap orang memerlukan 5 (lima) kebutuhan yang telah dikemukakan oleh
Maslow sebagaimana diuraikan di atas sebagai sumber motivasi dalam rangka
meningkatkan semangat kerjanya. Namun yang paling penting bagi seseorang adalah
motivasi yang dimulai dari dalam dirinya sendiri (motivasi intrinsik), sesuai dengan
pendapat G.R. Terry dalam Hasibuan (2003) bahwa ” motivasi yang paling berhasil
adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan”. Keinginan atau
dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang lain
dalam bentuk kekuatan dari luar”.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas disimpulkan bahwa motivasi kerja
adalah suatu rangsangan keinginan dan daya gerak yang menyebabkan seseorang
bersemangat dalam bekerja karena terpenuhi kebutuhannya. Pegawai yang
bersemangat dalam bekerja disebabkan telah terpenuhinya kebutuhannya seperti gaji
yang cukup, keamanan dalam bekerja, bebas tekanan dari pimpinan maupun dari
rekan sekerja, dan kebutuhan lainnya, hal ini akan berdampak pada kepuasan kerja
yang akhirnya mempu menciptakan kinerja yang baik.
Motivasi kerja adalah kekuatan yang mendorong semangat yang ada di dalam
maupun di luar dirinya baik itu yang berupa reward maupun punishment, sehingga
Herzberg dalam Luthans (2003) menyatakan bahwa pada manusia terdapat sepuluh
faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic
motivation, yang meliputi: 1). Prestasi yang diraih (achievement), 2). Pengakuan
orang lain (recognition), 3). Tanggung jawab (responsibilty), 4). Peluang untuk maju
Universitas Sumatera Utara
(advancement),
5).
Kepuasan
kerja
itu
sendiri
(the
6). Dan pengembangan karir (the possibility of growth).
work
itself),
Sedangkan faktor
pemelihara (maintenance factor) yang disebut disatisfier atau extrinsic motivation
meliputi, 1). Kompensasi; 2). Keamanan dan keselamatan kerja; 3). Kondisi kerja;
4). Status; 5). Prosedur perusahaan; 6). Mutu dari supervisi teknis dari hubungan
interpersonal diantara teman sejawat, atasan, dan bawahan.
II.3. Teori Tentang Komunikasi
Meskipun komunikasi merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam
kehidupan kita sehari–hari, namun tidaklah mudah memberikan defenisi yang dapat
diterima semua pihak. Sebagaimana layaknya ilmu sosial lainnya, komunikasi
mempunyai banyak definisi sesuai dengan persepsi ahli-ahli komunikasi yang
memberikan batasan pengertian. Jika kita membaca buku-buku komunikasi yang
disusun oleh penulis yang berbeda-beda, maka kita akan mendapatkan defenisi
komunikasi yang bermacam-macam.
Komunikasi merupakan tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan
penerima, dengan bantuan pesan; pengirim dan penerima memiliki beberapa
pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh
pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.
Rogers dalam Cangara (2005) menyatakan bahwa,”komunikasi adalah proses
dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih
dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.
Rogers dan Kincaid dalam Cangara (2005) menyatakan bahwa,”komunikasi
adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan
Universitas Sumatera Utara
pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan
tiba pada saling pengertian yang mendalam”.
Cangara (2005) menyatakan bahwa,”komunikasi adalah suatu transaksi,
proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya
dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui
pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain
(4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.
II.3.1. Pengertian Komunikasi Intern
Komunikasi intern ialah proses komunikasi ynag terjadi disuatu kantor dan
hanya melibatkan orang-orang yang menjadi bagian internal suatu organisasi
perkantoran (publik internal). Pola-pola komunikasi intern yang sering terjadi di
organisasi adalah sebagai berikut:
1) Komunikasi antara pihak manajemen lembaga dengan anggota atau pegawai
organisasi tersebut.
Misalnya komunikasi antara pimpinan dengan pegawai. Tujuan komunikasi
dalam konteks ini, bisa sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
a) Untuk mendapat umpan balik dari pegawai.
b) Menjalin hubungan baik manajemen dengan pegawai.
c) Meningkatkan peran dan kinerja pegawai secara optimal.
d) Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh pegawai.
e) Menampung usulan dan aspirasi dari bawah.
f) Memantapkan koordinasi.
g) Internalisasi kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
2) Komunikasi antara pucuk pimpinan lembaga dengan pegawai-pegawai
kelompok atas (pegawai senior).
Misalnya komunikasi antara Manager Cabang dengan Manager Divisi. Proses
komunikasi ini antara lain bertujuan untuk :
a) Menggugah tanggung jawab yang lebih besar
b) Pendelegasian wewenang
c) Memonitor pelaksanaan program
d) Sharing pendapat dan informasi
3) Komunikasi antara sesama pegawai atau sesama anggota di lingkungan
lembaga.
Komunikasi antara anggota lembaga merupakan suatu aktivitas yang secara
dominan mewarnai pola kehidupan suatu organisasi. Proses komunikasi ini
bertujuan untuk :
a) Berbagi pengalaman dan perasaan
b) Solidaritas dan kerjasama
c) Menselerasikan pelaksanaan kerja
d) Menghindari kekembaran (penggandaan) pengerjaan tugas
e) Menggalang kerukunan
f) Membahas cara-cara menanggulangi kendala yang timbul
g) Saling koreksi untuk menghindari kekeliruan
h) Membina hubungan harmonis dan kemitraan
Universitas Sumatera Utara
II.3.2. Komunikasi Efektif
Komunikasi yang efektif berarti terciptanya suatu saling pengertian. Semua
pihak yang berkomunikasi merasa telah mengerti dan dimengerti oleh pihak lain.
Prinsip yang harus diikuti untuk mencapai komunikasi yang efektif adalah berusaha
mengerti terlebih dahulu, baru kemudian dimengerti. Sayangya, justru banyak orang
membalikkan prinsip tersebut. Yang terjadi adalah ketika mendengarkan bukannya
untuk memahami, tetapi untuk menjawab.
Komunikasi yang efektif dilakukan dengan cara :
a) Mendengarkan dengan empatik.
”Saya perlu benar-benar memahami orang-orang yang bekerjasama
dengan
saya”.
 Mengulang isi pesan
Mengungkapkan pesan dengan kata-kata sendiri.
 Merefleksikan perasaan
Fokus dan merefleksikan apa yang dirasakan lawan bicara.
 Mengklasifikasikan isi pesan
 Bertanya untuk memiliki pemahaman yang lebih baik
b) Memberikan umpan balik yang tepat dan tulus
”Saya selalu mengupayakan untuk memberikan umpan balik secara tulus dalam
setiap kesempatan”.
 Deskripsikan kepedulian dan pengamatan
 Kemukakan data/contoh yang spesifik
Universitas Sumatera Utara
 Berikan umpan balik secara aktual
Umpan balik yang tepat dan tulus :
”Saya mengamati ....................”
”Saya peduli dengan ....................”
”Persepsi saya mengenai situasi ini ....................”
”Menurut saya yang terjadi ....................”
II.3.3. Hambatan Komunikasi
Terdapat beberapa kemungkinan bentuk hambatan komunikasi:
Persepsi. Pengalaman seseorang di masa lalu seringkali menentukan bagaimana
seseorang akan memberikan reaksi pada pesan komunikasi tertentu. Manakala
sesuatu yang sama disampaikan ke orang-orang yang berbeda dalam hal usia, latar
belakang budaya, dan suku bangsa, mereka akan mempersepsikannya secara berbedabeda. Mereka menggunakan apa yang telah mereka pelajari, budayanya, serta
pengalaman mereka untuk menafsirkan apa yang mereka lihat/ dengar. Sebenarnya,
bukan saja kita memahami sesuatu secara berbeda dibandingkan orang lain. Bila kita
mendengar sebuah kalimat/pernyataan saja, kita bisa menafsirkannya secara berbeda.
Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan bagi tercapainya suatu
tujuan. Komunikan yang mempunyai prasangka, sebelum pesan disampaikan sudah
bersikap curiga dan menentang komunikator. Prasangka sering kali tidak didasarkan
pada alasan-alasan yang objektif, sehingga prasangka komunikan pada komunikator
Universitas Sumatera Utara
tidak ditujukan pada logis dan tidaknya suatu pesan atau manfaat pesan itu bagi
dirinya, melainkan menentang komunikator.
II.4. Teori Tentang Komitmen
Mathis dan Jackson (2000) memberikan definisi komitmen organisasi
adalah derajat yang mana pegawai percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi
dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi.
Komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan, terdiri dari :
a) Penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan
b) Keinginan untuk tetap berada dalam organisasi
c) Kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi
II.4.1. Pengertian dan Pentingnya Komitmen
Robert Walton, penulis berkebangsaan Amerika yang menyoroti pentingnya
komitmen, menyebutkan bahwa kinerja perusahaan akan meningkat apabila
organisasi meninggalkan model pengendalian tradisional dalam manajemen pegawai.
Pendekatan tersebut sebaiknya digantikan dengan strategi komitmen. Ia menyarankan
bahwa pegawai akan memberi respon terbaik dan menjadi sangat kreatif apabila
diberi tanggung jawab yang lebih luas, dorongan untuk berkontribusi serta bantuan
untuk mencapai kepuasan kerja. Orang tidak akan bekerja secara mandiri dengan
penuh semangat apabila pengawasan pegawai terlalu ketat oleh manajemen, serta
ditempatkan dalam pekerjaan yang lingkupnya sempit, diperlakukan sebagai orang
yang tidak bermanfaat. Organisasi berbasis komitmen: Pekerjaan dirancang lebih luas
Universitas Sumatera Utara
daripada sebelumnya, untuk memadukan perencanaan dan implementasinya, serta
memperbaiki operasi, bukan hanya mempertahankan yang sudah berjalan saja.
Dengan hirarki manajemen lebih datar dan perbedaan status diperkecil, maka
pengendalian dan koordinasi menjadi lebih baik pada tujuan bersama.
II.4.2. Meningkatkan Komitmen Organisasi
Langkah-langkah meningkatkan komitmen:
a) Libatkan pegawai dalam mendiskusikan tujuan dan nilai-nilai organisasi.
Dengarkanlah kontribusi dan sampaikanlah kepada tingkat manajemen yang
lebih tinggi agar dapat dimasukkan ke dalam pernyataan tujuan dan nilai-nilai
organisasi;
a) Berbicaralah kepada para anggota tim secara informal dan formal mengenai
apa yang sedang terjadi di dalam departemen, dan rencanakanlah masa depan
yang akan mempengaruhi mereka;
b) Libatkanlah anggota tim dalam menetapkan harapan bersama sehingga
mereka merasa ”memiliki” dan melaksanakan tujuan tersebut;
c) Ambillah langkah untuk meningkatkan kualitas kerja dalam departemen, cara
melakukan pekerjaan, cara mendisain pekerjaan, gaya manajemen serta
lingkup partisipasi. Bangunlah budaya ” ambil keputusan sendiri” jangan
budaya ”perintah dan awasi”;
Universitas Sumatera Utara
d) Bantulah pegawai mengembangkan keterampilan dan kompetensinya untuk
meningkatkan”kemampuan kerja” mereka baik di dalam maupun di luar
perusahaan;
e) Jangan memberi janji-janji untuk memberi”kerja seumur hidup” katakan
bahwa perusahaan akan berusaha semampunya memberi kesempatan kerja
dan berkembang;
Dalam banyak organisasi, ketidakkonsistenan antara ucapan dengan perbuatan
akan merusak kepercayaan, menimbulkan sinisme dari pegawai dan membuktikan
bahwa ucapan manajemen tidak sejalan dengan perbuatannya.
Membangun kepercayaan merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan
komitmen. Kepercayaan dari pegawai tidak akan diperoleh apabila mereka hanya
diperlakukan sebagai salah satu faktor produksi, bukan sebagai aset utama
perusahaan. Selain itu, pegawai tidak merasa sebagai bagian dari organisasi apabila
tidak dihargai oleh organisasinya.
II.5. Teori Tentang Kepuasan Kerja
II.5.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan hal yang penting yang dimiliki oleh setiap orang
dalam bekerja. Dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mereka akan bekerja
dengan sungguh-sungguh sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan efisien
dan efektif.
Universitas Sumatera Utara
Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah :
1. Faktor pegawai yaitu kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi
fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir,
persepsi, dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat, kedudukan,
mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi
sosial, dan hubungan kerja.
Faktor pertama adalah faktor yang melekat pada diri seseorang secara
psikologis, sedangkan faktor kedua menekankan kepada kondisi non fisik.
II.5.2. Teori Tentang Kepuasan Kerja
Handoko (2000) menyatakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para pegawai dalam pemandang
pekerjaan mereka.
Beberapa motivasi juga merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji
kepuasan kerja. Beberapa teori tersebut telah dikemukan sebelumnya, yakni : Teori
kebutuhan dari Abraham Maslow, Teori Motivasi Prestasi Douglaas Mc Gregor,
Teori Motivasi Hygiene, Teori ERG (Exixtence, Relatedness, Growth) dari Alderfer,
Teori kebutuhan Mclelland.
Berikut ini terdapat beberapa teori kepuasan kerja lain untuk melengkapi teori
kepuasan kerja ini, diantaranya :
Universitas Sumatera Utara
II.5.2.1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori keseimbangan dikembangkan oleh Adam, yang terdiri dari komponen
input, comparison, dan equity in equity. Ketiga teori tersebut adalah :
a. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan
pribadi, jumlah jam kerja.
b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, misalnya
upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali, kesempatan
untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
c. Equity in equity dimana menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai
merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan
output-outcome pegawai lain.
II.5.2.2. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori perbedaan dipelopori pertama kali oleh Porter yang berpendapat bahwa
untuk mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa
yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan oleh pegawai. Apabila seseorang
memperoleh lebih besar dari yang diharapkan maka orang tersebut akan menjadi
puas, sebaliknya jika memperoleh sesuatu yang lebih kecil dari yang diharapkannya
maka terjadi ketidakpuasan.
Universitas Sumatera Utara
II.5.2.3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fullfillment Theory)
Teori pemenuhan kebutuhan menyimpulkan bahwa kepuasan kerja pegawai
tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan. Pegawai akan merasa puas
apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai
terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut, demikian juga sebaliknya apabila
kebutuhan pegawai tidak terpenuhi maka pegawai tidak akan merasa puas.
II.5.2.4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Teori pandangan kelompok menyikapi kepuasan seseorang berdasarkan
pandangan dan pendapat kelompok acuan. Kelompok acuan dijadikan pegawai
sebagai tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi pegawai akan
merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang
diharapkan.
II.5.2.5. Teori Pengharapan (Expectacy Theory)
Teori pengharapan dirumuskan dengan : Motivasi = Valensi + Harapan.
Valensi, lebih menguatkan pilihan seseorang untuk suatu hasil. Jika seorang pegawai
mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan. Pengharapan, merupakan
kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti hasil khusus.
II.6. Teori Tentang Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
(Komala, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Persepsi itu ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor
personal adalah kebutuhan (need), pengalaman masa lalu, peran dan status. Jadi yang
menetukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang
memberikan respons pada stimulus itu.
Faktor situasional yang menentukan persepsi berasal semata-mata dari sifat
stimulus secara fisik. Jika kita ingin memahami sesuatu peristiwa, kita tidak dapat
meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan
keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteks,
dalam lingkungan dan dalam masalah yang dihadapinya.
II.7. Teori Tentang Prasangka
Prasangka merupakan persepsi yang tidak tepat yang dimiliki seseorang
mengenai sesuatu atau orang lain sebelum komunikasi dilakukan, yang sangat
mewarnai pemahamannya terhadap pesan komunikasi. Prasangka bisa muncul karena
tidak adanya toleransi, pengalaman buruk yang berulang di masa lalu, atau karena
adanya semangat kelompok yang terlalu berlebihan sehingga memandang rendah
kelompok lain.
Komala, dalam Karlinah, dkk, (1999) menyatakan bahwa,” prasangka
berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan
sikap serta prilakunya terhadap orang lain.”
Komala, dalam Karlinah. (1999) menyatakan,” dalam prasangka, emosi
memaksa
kita
untuk
menarik
kesimpulan
atas
dasar
prasangka
tanpa
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pikiran yang rasional. Emosi sering kali membutakan pikiran dan
pandangan seseorang terhadap fakta yang nyata. Karena itu sekali prasangka itu
sudah menguasai, maka seseorang tak akan dapat berfikir secara objektif, dan segala
apa yang dilihat dan didengar selalu akan dinilai secara negatif.
II.7.1. Faktor Sosial Penyebab Prasangka
Prasangka merupakan hasil dari adanya interaksi sosial, maka cukup mudah
menemukan sebab-sebab prasangka dalam kehidupan sosial. Faktor sosial yang
menciptakan prasangka antar kelompok setidaknya bisa dikategorikan ke dalam enam
hal, yakni: akibat konflik sosial antar individu dan antar kelompok, akibat perubahan
sosial, akibat struktur sosial yang kaku, akibat keadaan sosial yang tidak adil, akibat
terbatasnya sumber daya, dan adanya politisasi pihak-pihak yang mengambil
keuntungan dari adanya prasangka.
II.8. Teori Tentang Hambatan Komunikasi
Hambatan Komunikasi merupakan faktor yang mengganggu pemahaman
hingga ke tingkat yang tidak selaras dengan makna pesan yang dikehendaki oleh
komunikator.
Bouve dan John V. Thill (2003) menyatakan bahwa,”Hambatan komunikasi
adalah ketidakmampuan setiap individu untuk berkomunikasi secara efektif yang
dapat menimbulkan perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.”
Universitas Sumatera Utara
Terdapat beberapa kemungkinan bentuk hambatan komunikasi:
Persepsi. Pengalaman seseorang di masa lalu seringkali menentukan bagaimana
seseorang akan memberikan reaksi pada pesan komunikasi tertentu. Manakala
sesuatu yang sama disampaikan ke orang-orang yang berbeda dalam hal usia, latar
belakang budaya, dan suku bangsa, mereka akan mempersepsikannya secara berbedabeda. Mereka menggunakan apa yang telah mereka pelajari, budayanya, serta
pengalaman mereka untuk menafsirkan apa yang mereka lihat/ dengar. Sebenarnya,
bukan saja kita memahami sesuatu secara berbeda dibandingkan orang lain. Bila kita
mendengar sebuah kalimat/pernyataan saja, kita bisa menafsirkannya secara berbeda.
Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan bagi tercapainya suatu
tujuan. Komunikan yang mempunyai prasangka, sebelum pesan disampaikan sudah
bersikap curiga dan menentang komunikator. Prasangka sering kali tidak didasarkan
pada alasan-alasan yang objektif, sehingga prasangka komunikan pada komunikator
tidak ditujukan pada logis dan tidaknya suatu pesan atau manfaat pesan itu bagi
dirinya, melainkan menentang komunikator.
Universitas Sumatera Utara
Download