BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Perpindahan Merek 1. Definisi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Intensi Perpindahan Merek
1. Definisi Intensi Perpindahan Merek
Intensi merupakan satu perjuangan guna mencapai suatu tujuan (Chaplin,
2001). Sedangkan menurut Sudarsono (1993), intensi yaitu keinginan untuk
melakukan sesuatu, mempunyai tujuan. Corsini (2002) mendefinisikan intensi
sebagai keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu, atau dorongan untuk
melakukan suatu tindakan, baik secara sadar maupun tidak.
Ajzen dan Fishbein (1975) mendefinisikan intensi sebagai probabilitas
atau peluang seseorang bahwa ia akan melakukan suatu perilaku. Ajzen (2005)
menyatakan bahwa intensi akan tetap menjadi kecendrungan perilaku, sampai
pada waktu dan kesempatan yang tepat, ada upaya untuk menerjemahkan
intensi menjadi perilaku. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka intensi
adalah keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dapat diwujudkan
pada waktu dan kesempatan yang tepat disertai upaya untuk melakukannya.
Menurut Peter dan Olson (2010), perpindahan merek merupakan pola
pembelian yang ditandai dengan perubahan dari satu merek ke merek yang
lain. Hal ini sejalan dengan Ivanovic dan Collin (2003) serta Ozer dan Phillips
(2012), yang
menyatakan bahwa perpindahan merek merupakan kegiatan
mengubah dari membeli satu merek ke merek yang lain dan menunjukkan
sedikit loyalitas merek.
Universitas Sumatera Utara
Perpindahan merek merupakan keputusan konsumen untuk membeli
merek produk yang berbeda dari yang sebelumnya atau biasanya dibeli.
Perpindahan merek dapat dipicu oleh promosi harga, pajangan di dalam toko,
ketersediaan barang yang jauh lebih baik, merasakan perbaikan dan inovasi
pada merek kompetitor, keinginan untuk hal yang baru, jumlah merek yang
tersedia, risiko yang dirasakan, frekuensi pembelian, perubahan kualitas, atau
tingkat kepuasan dengan pembelian terbaru (Imber, 2000).
Rajkumar (2012) menyatakan bahwa perpindahan merek adalah proses
untuk memilih beralih dari penggunaan rutin suatu merek produk untuk
menggunakan secara tetap merek lain namun dalam produk sama. perpindahan
merek paling umum terjadi pada produk yang dirasakan tidak memiliki variasi
pada kualitasnya diseluruh merek seperti botol air, produk susu, atau tisu dll.
Disisi lain, Govoni (2004) menyatakan bahwa perpindahan merupakan pola
pembelian dicirikan oleh konsumen yang berubah dari satu merek ke yang lain
dalam kategori produk tertentu, sering termotivasi oleh penawaran promosi
penjualan (penawaran terbaik sepanjang waktu), pencarian solusi yang
"sempurna", atau sekedar ide perubahan atau ingin sesuatu yang berbeda.
Berdasarkan uraian tersebut, maka definisi intensi perpindahan merek
adalah keinginan seseorang untuk membeli merek yang berbeda dari
sebelumnya atau biasanya dibeli namun dengan produk yang tetap sama serta
dapat diwujudkan pada waktu dan kesempatan yang tepat disertai upaya untuk
melakukannya.
Universitas Sumatera Utara
2.
Aspek-Aspek Intensi Perpindahan Merek
Aspek-aspek intensi perpindahan merek terdiri atas aspek-aspek intensi
yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) yang dikaitkan dengan
konteks perpindahan merek dan terbagi atas 4, yaitu:
a. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan
diwujudkan.
b. Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang
menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu orang tertentu/objek tertentu (particular object), sekelompok
orang/sekelompok objek (a class of object), dan orang atau objek pada
umumnya (any object).
c. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya
suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan).
Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku.
d. Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu
tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode,
misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu),
periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu
yang akan datang).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Perpindahan Merek
Beberapa hasil penelitian menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi
intensi perpindahan merek, yaitu antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a. Iklan
Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada
informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk yang
disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan
yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian
(Tjiptono, 1997).
Hasil penelitian Sulistyo dan Maftukhah (2016) menemukan bahwa
iklan memiliki pengaruh positif terhadap intensi perpindahan merek,
artinya semakin aktif penggunaan iklan, maka semakin besar peluang
konsumen untuk berpindah merek. Radamuri et al. (2013) juga
menemukan hal yang sama yaitu variabel iklan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Artinya semakin
sering dan menarik iklan yang diberikan maka semakin tinggi pula
keputusan berpindah merek pada konsumen.
Rajkumar (2012) menyatakan bahwa banyak iklan dibuat dengan
tujuan mendorong perpindahan merek di kalangan konsumen, sehingga
membantu untuk meningkatkan pangsa pasar untuk merek tertentu.
b. Harga
Harga merupakan sesuatu yang harus diberikan konsumen untuk
membeli barang atau jasa (Peter & Olson, 2010). Ananda (2015)
menemukan bahwa variabel harga merupakan variabel yang mempunyai
pengaruh dominan terhadap intensi perpindahan merek. Ketika pemasar
dapat memberikan harga yang terjangkau dan adanya potongan harga
Universitas Sumatera Utara
pada pelanggan, maka akan menciptakan keinginan pelanggan untuk
berpindah merek. Firdaus dan Rahardjo (2015) serta Sulistyo dan
Maftukhah (2016) juga menemukan bahwa harga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Harga merek lain
yang lebih murah, harga lebih sesuai dengan manfaat dan keinginan
konsumen akan meningkatkan keputusan perpindahan merek ke merek
lain.
Rajkumar (2012) menyatakan bahwa harga seringkali menjadi faktor
penting untuk konsumen yang sadar akan harga. Pengiklan akan sering
menggunakan model perbandingan harga untuk menarik perhatian
konsumen sebuah merek untuk mencoba merek baru yang ditawarkan.
Idenya adalah untuk meyakinkan pengguna bahwa mungkin untuk
membeli jumlah yang sama untuk suatu produk sementara menghabiskan
lebih sedikit uang. Idealnya, Konsumen dapat menggunakan tabungan
untuk pembelian lainnya.
c. Kualitas produk
Kualitas
produk
didefinisikan
sebagai
evaluasi
menyeluruh
pelanggan atas kebaikan kinerja barang dan jasa (Mowen & Minor,
2002). Ananda (2015) menemukan bahwa ketika pemasar dapat
memberikan kualitas produk yang baik, dapat dipercaya, memberikan
fitur yang menarik, serta layanan yang baik sebagai keunggulan
kompetitif, maka dapat menciptakan keinginan bagi pelanggan merek
lain untuk melakukan perpindahan merek. Khasanah dan Kuswati (2013)
Universitas Sumatera Utara
juga menemukan adanya pengaruh kualitas produk terhadap perpindahan
merek. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas produk merupakan
variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi perpindahan merek.
Rasa, Siddiqi, dan Nasim (2015) juga menemukan bahwa kualitas produk
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen
untuk melakukan perpindahan merek kemerek lain. Hasil penelitian
lainnya adalah Emelia (2013) yang menemukan bahwa atribut produk
memiliki pengaruh terhadap intensi perpindahan merek. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin bagus atribut produk, maka akan semakin
menurunkan intensi perpindahan merek konsumen.
Rajkumar (2012) menyatakan bahwa harga tidak selalu cukup untuk
mendorong perpindahan merek. Ketika hal ini terjadi, membandingkan
kualitas satu merek dengan yang lain adalah pendekatan umum di
kalangan konsumen. Merek baru akan bekerja dengan baik sama halnya
dengan merek lain yang sudah mapan dan memiliki kualitas yang baik.
Bila digabungkan dengan penghematan biaya, perbandingan kualitas
sering dapat mempengaruhi konsumen lama setidaknya cukup lama
untuk memberikan produk yang lebih baru kesempatan untuk dicoba.
Ada konsumen yang kurang peduli dengan biaya. Untuk pengguna ini,
pendekatan ini adalah untuk menyajikan merek baru sebagai merek
kualitas unggul bila dibandingkan dengan yang ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
d. Komunikasi dari Mulut ke Mulut
Komunikasi dari mulut kemulut merupakan kegiatan konsumen
berbagi informasi dengan teman mengenai penawaran menarik untuk
produk tertentu, guna menyebarkan kesadaran diluar konsumen yang
mulai berinteraksi langsung dengan promosi tersebut (Peter & Olson,
2014). Hasil Penelitian Radamuri et al. (2013) menemukan bahwa
komunikasi dari mulut ke mulut berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Artinya semakin
positif dan sering komunikasi dari mulut ke mulut yang diberikan, maka
akan semakin tinggi pula keputusan perpindahan merek pada konsumen.
e. Kepribadian
Kepribadian secara umum merupakan pola yang relatif konsisten
sebagai respons terhadap paparan lingkungan oleh seorang individu
(Peter & Olson, 2010). Hasil penelitian Ramshita dan Manikandan
(2013) menemukan adanya pengaruh kepribadian terhadap perpindahan
merek, dimana individu dengan kepribadian activation cenderung paling
rendah melakukan perpindahan merek dan akan mencoba merek lain jika
mereka merasa menemukan yang lebih baik. Individu dengan
kepribadian activation cenderung kaku dengan keputusan mereka dan
hanya percaya dengan pilihan mereka sendiri. Meskipun demikian,
mereka mau merubah keputusan mereka jika mereka sepenuhnya yakin
bahwa ada pilihan lebih baik dihadapan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Sharma dan Sharma (2012) meneliti pengaruh tipe kepribadian high
self monitoring dan low self monitoring terhadap kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek. Individu yang memiliki high self monitoring selalu
ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain dan
cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dan
berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan menggunakan
informasi yang diterimanya. Sedangkan individu dengan low self
monitoring menunjukkan perilaku konsisten serta cenderung hanya
didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut dirinya
sendiri. Hasil penelitian menunjukkan individu dengan high self
monitoring cenderung untuk melakukan perpindahan merek, sedangkan
individu dengan low self monitorng cenderung untuk setia terhadap suatu
merek.
f. Citra merek
Citra merek merupakan suatu opini tentang produk dimana orang
menghubungkan dalam pikiran mereka dengan nama merek (Ivanovic &
Collin, 2003). Hasil Penelitian Radamuri et al. (2013) menemukan bahwa
variabel citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan perpindahan merek. Artinya semakin menarik citra merek
yang diberikan maka akan semakin tinggi pula keputusan perpindahan
merek konsumen. Ashfaq (2015) juga menemukan bahwa sebagian besar
konsumen beralih ke merek lain karena citra merek dan fitur-fitur
canggih. Banyak perusahaan ponsel yang berinvestasi dengan sejumlah
Universitas Sumatera Utara
uang yang banyak untuk membuat citra reputasi mereka di pasar.
Penelitian lainnya adalah hasil penelitian Raza et al. (2015) yang
menemukan bahwa citra merek merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan perpindahan
merek ke merek lain.
g. Kebutuhan mencari variasi
Kebutuhan mencari variasi merupakan sebuah komitmen kognitif
untuk membeli merek yang berbeda karena berbagai alasan yang berbeda
seperti keinginan untuk mencoba hal yang berbeda, rasa ingin tahu
terhadap hal yang baru, atau mengatasi kebosanan dengan hal yang sama
(Peter & Olson, 2010). Hasil penelitian Khasanah dan Kuswati (2013)
serta Firdaus dan Rahardjo (2015) menunjukkan bahwa kebutuhan
mencari variasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi
perpindahan merek. Kebutuhan yang lebih besar dari konsumen untuk
mencari variasi berupa merek alternatif akan meningkatkan intensi
perpindahan merek. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Nuraeni
(2014) yang menyatakan bahwa kebutuhan mencari variasi berpengaruh
signifikan terhadap intensi perpindahan merek. Responden melakukan
keputusan perpindahan merek karena responden merasa bosan dengan
produk yang lama, memiliki rasa ingin tahu pada produk yang baru dan
mempunyai kesenangan mencoba hal baru.
Universitas Sumatera Utara
h. Ketidakpuasan konsumen
Ketidakpuasan merupakan suatu situasi yang ditimbulkan saat daya
guna produk lebih rendah daripada yang diharapkan (Peter & Olson,
2014). Sedangkan menurut Hoyer dan Macinnis (2008), ketidakpuasan
merupakan sebuah perasaan yang dihasilkan ketika konsumen membuat
evaluasi negatif atau tidak senang dengan keputusannya. Sulistyo dan
Maftukhah
(2016)
menemukan
bahwa
ketidakpuasan
konsumen
berpengaruh positif terhadap perpindahan merek, artinya semakin besar
ketidakpuasan yang dialami oleh konsumen, maka akan semakin besar
peluang konsumen untuk berpindah merek. Emelia (2013) juga
menemukan bahwa kepuasan memiliki pengaruh terhadap perpindahan
merek artinya semakin tinggi kepuasan maka akan semakin menurunkan
intensi perpindahan merek konsumen.
i. Promosi
Promosi
adalah kegiatan pemasar menyampaikan
informasi
mengenai produknya dan membujuk konsumen agar mau membelinya
(Peter & Olson, 2010). Promosi bersifat jangka pendek dan merangsang
pembelian produk lebih cepat pada konsumen. Jika iklan menawarkan
alasan untuk membeli, maka promosi menawarkan insentif membeli
seperti kupon, diskon, hadiah, dan lain sebagainya (Kotler, 1995).
Ananda (2015) menemukan bahwa promosi memiliki pengaruh positif
terhadap intensi perpindahan merek. Semakin tinggi nilai promosi maka
akan semakin tinggi pula intensi perpindahan merek pada konsumen.
Universitas Sumatera Utara
B. Komunikasi dari Mulut ke Mulut
1. Definisi Komunikasi dari Mulut ke Mulut
Komunikasi dari mulut ke mulut mengacu pada pertukaran komentar,
pemikiran, atau ide-ide di antara dua konsumen atau lebih, yang tak satupun
merupakan sumber pemasaran (Mowen & Minor, 2002). Hal ini sejalan dengan
Hoyer dan Maclnnis (2016) yang menyatakan bahwa komunikasi dari mulut ke
mulut yaitu pengaruh yang disampaikan secara lisan dari satu orang ke orang
lain atau sekelompok orang.
Sedangkan menurut Peter dan Olson (2010), komunikasi dari mulut ke
mulut merupakan komunikasi yang terjadi ketika konsumen berbagi informasi
dengan teman-teman tentang produk dan atau promosi seperti penawaran yang
bagus pada produk tertentu, kupon yang berharga di koran, atau dijual di toko
ritel. Peter dan Olson (2014) juga menambahkan bahwa komunikasi dari mulut
kemulut merupakan kegiatan konsumen berbagi informasi dengan teman
mengenai penawaran menarik untuk produk tertentu, guna menyebarkan
kesadaran diluar konsumen yang mulai berinteraksi langsung dengan promosi
tersebut. Goodman (2009) menyatakan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut
terjadi karena orang memiliki kebutuhan sosial dan psikologis untuk
memberitahu satu sama lain tentang pengalaman baik dan buruk.
Menurut Harrison-Walker (2001), komunikasi dari mulut ke mulut itu
merupakan suatu hal yang berlangsung sering (frekuensi), dikomunikasikan
secara detail (keinformatifan), dan dikomunikasikan kepada sejumlah besar
orang (mirip dengan jangkauan media tradisional pada umumnya).
Universitas Sumatera Utara
Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi komunikasi dari mulut ke mulut
merupakan kegiatan komunikasi yang terjadi ketika konsumen berbagi
informasi kepada konsumen lainnya yang berlangsung sering, dikomunikasikan
secara detail, dan dikomunikasikan kepada sejumlah besar orang namun tak
satupun dari mereka merupakan sumber pemasaran.
2. Aspek-Aspek Komunikasi dari Mulut ke Mulut
Harrison-Walker (2001) menyatakan bahwa komunikasi dari mulut ke
mulut terdiri dari beberapa aspek yaitu
a. Antusiasme (Enthusiasm), yang meliputi frekuensi (seberapa
sering individu terlibat dalam komunikasi dari mulut kemulut)
dan jumlah kontak (berapa banyak orang yang mengajaknya
terlibat dalam komunikasi dari mulut ke mulut). Westbrook
(1987) juga menyatakan bahwa aspek dari word of mouth terdiri
dari
frekuensi berdiskusi atau seberapa sering berkomunikasi
dengan orang lain dan jumlah individu yang terlibat dalam
diskusi.
b. Detail (Detail), yaitu seberapa banyak yang dikatakan (jumlah
informasi yang diberikan si pengirim kepada si penerima).
Westbrook (1987) juga menyatakan salah satu aspek komunikasi
dari mulut ke mulut adalah jumlah atau banyaknya topik yang
dibicarakan.
Universitas Sumatera Utara
c. Pujian (Praise), yaitu favorablesnees atau komunikasi dari mulut
kemulut yang bersifat positif (pengalaman yang menyenangkan,
merekomendasikan kepada orang lain, dan lain sebagainya).
Babin, Yong-Ki, Eun-Ju, dan Griffin (2005) juga mengukur
komunikasi dari mulut ke mulut dengan skala yang berisi
pernyataan mengenai keinginan/niat untuk mengatakan hal-hal
positif kepada orang lain, merekomendasikan restoran kepada
pelanggan lain, mendorong teman-teman dan kerabat untuk
mengunjungi restoran.
C. Tipe Kepribadian
1. Definisi Kepribadian
Menurut Sumarwan (2011), kepribadian berkaitan dengan adanya
perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological
characteristics) manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri
unik dari masing-masing individu. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi
respon individu terhadap lingkungannya (stimulus) secara konsisten. Perbedaan
karakteristik akan mempengaruhi perilaku individu tersebut. Individu dengan
karakteristik yang sama cenderung akan bereaksi yang relatif sama terhadap
situasi lingkungan yang sama.
Sedangkan Peter dan Olson (2010) menyatakan kepribadian secara
umum merupakan pola yang relatif konsisten sebagai respon terhadap paparan
lingkungan oleh seorang individu. Hal ini sejalan dengan Suryani (2008), yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan kepribadian adalah karakteristik individual yang merupakan
perpaduan dari sifat, temperamen, kemampuan umum dan bakat yang dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungannya.
Kepribadian atau psyche mencakup keseluruhan pikiran, perasaan dan
tingkah laku, kesadaran dan ketidak sadaran. Kepribadian membimbing orang
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Sejak
awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi membentuk
kesatuan. Ketika mengembangkan kepribadian, orang harus berusaha
mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian
(Alwisol, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi kepribadian merupakan
karakteristik yang paling dalam pada diri manusia yang akan mempengaruhi
respon individu terhadap lingkungan secara konsisten.
2. Tipe Kepribadian
Jung menyatakan bahwa kepribadian manusia dapat digolongkan menjadi
dua tipe yaitu (Suryabrata, 2008) :
a. Tipe ekstrovert
Orang yang ekstravert terutama dipengaruhi oleh dunia obyektif,
yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju keluar. Pikiran,
perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya,
baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Dia bersikap
positif terhadap masyarakatnya: hatinya terbuka, mudah bergaul,
Universitas Sumatera Utara
hubungan dengan orang lain lancar. Bahaya bagi tipe ekstravers ini
adalah apabila ikatan kepada dunia luar itu terlampau kuat, sehingga ia
tenggelam di dalam dunia obyektif, kehilangan dirinya atau asing
terhadap dunia subyektifnya sendiri.
Pervin dan Cervone (2010) menambahkan bahwa individu yang
ekstrovert memilih berlibur yang melibatkan interaksi dengan orang lain,
mencari pengalihan dari pekerjaan rutin, menikmati humor yang bersifat
seksual dan agresif secara jelas, mudah dipengaruhi, menggunakan waktu
istirahat lebih lama, menyukai kebisingan dan mencari peluang untuk
bersosialisasi saat belajar.
b. Tipe introvert
Orang yang introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subyektif,
yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke
dalam: pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan
oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaiannya dengan dunia luar kurang
baik; jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar hubungan dengan orang lain,
kurang dapat menarik hati orang lain. Penyesuaian dengan batinnya
sendiri baik. Bahaya tipe introvers ini ialah kalau jarak dengan dunia
obyektif terlalu jauh, sehingga orang lepas dari dunia obyektifnya.
Pervin dan Cervone (2010) menambahkan bahwa individu yang
introvert cenderung lebih sensitif terhadap rasa sakit dibanding
ekstrovert, lebih mudah lelah, kehebohan menggangu kinerja mereka,
cenderung lebih hati-hati tapi lambat, belajar lebih baik disekolah dari
Universitas Sumatera Utara
pada ekstravert, lebih suka berlibur sendirian, suka pekerjaan rutin dan
kurang membutuhkan hal-hal yang baru.
3. Indikator Extraversion dan Introversion
Jung menyatakan bahwa orang yang ekstravert cenderung fokus
pada dunia luar yaitu orang dan aktivitas. Mereka mengerahkan energi
dan perhatian mereka ke luar dan menerima energi dari interaksi dengan
orang-orang dan dari mengambil tindakan (Myers, Kirby, & Myers,
2000). Berikut indikator ekstrovert berdasarkan tipologi Jung (Baron &
Wagele, 1994):
a. Suka bergaul, aktif, dan cenderung nyaman bersama orang
b. Memperoleh semangat dari luar
c. Tertarik dengan pengalaman yang luas
d. Menemukan apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan
berbicara dan bertindak
e. Bertindak dulu, lalu mungkin memikirkannya
Jung menyatakan bahwa orang yang introvert cenderung fokus
pada dunia batin mereka sendiri yaitu ide dan pengalaman. mereka
mengarahkan energi dan perhatian mereka ke dalam dan menerima
energi dari merefleksikan pikiran mereka, kenangan dan perasaan (Myers
et al. , 2000). Berikut indikator introvert berdasarkan tipologi Jung
(Baron & Wagele, 1994):
Universitas Sumatera Utara
a. Tidak banyak bicara, suka merenung, dan berkomunikasi satu
lawan satu
b. Mendapat energi dengan menyendiri
c. Tertarik pada pengalaman yang mendalam
d. Menemukan apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan
mengolah informasi secara internal
e. Berpikir dulu, baru mungkin bertindak
D. Pengaruh Komunikasi
dari
Mulut
ke
Mulut terhadap Intensi
Perpindahan Merek
Menurut Peter dan Olson (2010) perpindahan merupakan pola pembelian
yang ditandai dengan perubahan dari satu merek ke merek yang lain. Salah satu
faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan perpindahan merek adalah
komunikasi dari mulut ke mulut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Radamuri
et al. (2013) yang menemukan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
intensi perpindahan merek pada seorang individu adalah komunikasi dari mulut ke
mulut. Dimana semakin positif dan sering komunikasi dari mulut ke mulut yang
diberikan, maka akan semakin tinggi pula intensi perpindahan merek pada
konsumen.
Nurulia (2011) menemukan bahwa variabel komunikasi dari mulut ke mulut
merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan berpindah
merek pada produk sabun pembersih wajah Biore dengan populasi penelitian
adalah penduduk Kota Semarang. Sejalan dengan hal tersebut, Hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
Firdaus dan Rahardjo (2015) juga menemukan bahwa komunikasi dari mulut ke
mulut berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek.
Komunikasi dari mulut ke mulut positif atas merek lain sebelumnya akan
meningkatkan keputusan seorang individu untuk melakukan perpindahan merek.
Komunikasi dari mulut kemulut dianggap lebih berpengaruh dikarenakan
Informasi dari mulut ke mulut langsung berasal dari orang lain yang
menggambarkan secara pribadi pengalamannya sendiri, maka ini jauh lebih jelas
bagi konsumen daripada informasi yang terdapat dalam iklan. Hasil bersihnya
adalah bahwa informasi dari mulut ke mulut jauh lebih mudah terjangkau oleh
ingatan dan mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap konsumen (Mowen
& Minor, 2002).
Keller dan Fay (2012) juga menemukan bahwa diantara 15 kategori produk
dan layanan yang berbeda, 58 % menganggap informasi yang mereka dapat dari
komunikasi mulut ke mulut memiliki kredibilitas yang tinggi, dan 50%
menyatakan bahwa mereka akan mungkin untuk melakukan pembelian sebagai
hasil dari pembicaraan yang mereka lakukan.
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa terdapat pengaruh positif
komunikasi dari mulut kemulut terhadap intensi perpindahan merek pada
konsumen. Artinya, semakin sering dan positif komunikasi dari mulut ke mulut
yang diberikan, maka akan tinggi pula intensi perpindahan merek pada konsumen.
Universitas Sumatera Utara
E. Pengaruh Tipe Kepribadian terhadap Intensi Perpindahan Merek
Perpindahan merek merupakan keputusan konsumen untuk membeli merek
produk yang berbeda dari yang sebelumnya atau biasanya dibeli (Imber, 2000).
Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen untuk melakukan perpindahan
merek adalah kepribadian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ramshita dan
Manikandan (2013) yang menemukan adanya pengaruh kepribadian terhadap
perpindahan merek. Dimana individu yang cenderung kaku dengan keputusannya
dan hanya percaya dengan pilihannya cenderung rendah untuk melakukan
peralihan merek.
Suryabrata (2008) menyatakan bahwa tipe kepribadian manusia terdiri dari
dua tipe yaitu ekstravers dan introvers. Orang yang ekstravers terutama
dipengaruhi oleh dunia obyektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama
tertuju keluar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh
lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Dia
bersikap positif terhadap masyarakatnya: hatinya terbuka, mudah bergaul,
hubungan dengan orang lain lancar. Sedangkan orang yang introvers terutama
dipengaruhi oleh dunia subyektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri.
Orientasinya terutama tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, serta tindakantindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif.
Hasil penelitian Sharma dan Sharma (2012) menemukan bahwa individu
yang selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain,
berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan menggunakan informasi
yang diterimanya, cenderung lebih mudah untuk untuk melakukan perpindahan
Universitas Sumatera Utara
merek. Sedangkan individu yang perilakunya konsisten serta cenderung hanya
didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut dirinya sendiri
cenderung untuk setia terhadap suatu merek.
Hasil penelitian Undari (2016) menemukan bahwa tipe kepribadian ekstrovert
lebih tinggi dalam melakukan perilaku konsumtif dibandingkan siswa yang
memiliki tipe kepribadian introvert. Hal ini dikarenakan orang dengan tipe
kepribadian ekstrovert adalah orang yang suka mengikuti tren seperti membeli
produk terbaru, membeli barang yang disukai, dan meniru gaya hidup atau
kebiasan-kebiasan orang lain dimasyarakat.
Sedangkan orang yang memiliki
kepribadian introvert cenderung pendiam dan tidak terlalu memperhatikan orang
lain. Hal ini membuat orang introvert tidak begitu memperhatikan barang yang
sedang tren di kalangan remaja atau mengikuti gaya hidup teman sebagai bentuk
konformitas terhadap teman sebaya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh
Shukla (2009) yang menemukan bahwa kelompok acuan seperti teman-teman
memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku loyalitas konsumen dewasa
muda terhadap suatu produk.
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa terdapat pengaruh positif tipe
kepribadian terhadap intensi perpindahan merek pada konsumen, dimana individu
dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung tinggi untuk melakukan
perpindahan merek dan sebaliknya individu dengan tipe kepribadian introvert
cenderung rendah untuk melakukan perpindahan merek.
Universitas Sumatera Utara
F. Pengaruh Komunikasi dari Mulut ke Mulut dan Tipe Kepribadian terhadap
Intensi Perpindahan Merek
Howell (2004) menyatakan bahwa kesediaan untuk beralih merek naik dari
tahun ke tahun. Hal ini tidak berarti bahwa konsumen kurang bergantung pada
nama-nama merek dalam daftar belanja mereka, itu berarti bahwa ada keterbukaan
yang lebih besar untuk bergeser dari merek pilihan. Keputusan konsumen untuk
membeli merek produk yang berbeda dari yang sebelumnya atau biasanya dibeli
disebut dengan perpindahan merek (Imber, 2000).
Rajkumar (2012) menyatakan bahwa perpindahan merek biasanya terjadi
pada produk yang dipersepsikan kurang memiliki variasi dari segi kualitas.
Penelitian mengenai perpindahan merek berguna untuk membantu pemasar
memahami perilaku perpindahan merek pada konsumen. Ada berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi perpindahan merek, salah satunya adalah komunikasi
dari mulut ke mulut (Radamuri et al., 2013)
Firdaus dan Rahardjo (2015) juga menemukan bahwa komunikasi dari mulut
ke mulut berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan
merek. Komunikasi dari mulut ke mulut positif atas merek lain sebelumnya akan
meningkatkan intensi berpindah ke merek lain. Oleh karena itu, seringkali
pemasar mendorong komunikasi dari mulut kemulut oleh konsumen perihal suatu
promosi. Karena konsumen sering meneruskan kesan mengenai restoran, toko
ecer, film baru, dan lain sebagainya kepada teman-temannya (Peter & Olson,
2010).
Universitas Sumatera Utara
Sernovitz (2012) menyatakan bahwa individu biasanya akan bertanya kepada
orang lain mengenai suatu produk sebelum mereka memutuskan untuk
membelinya. Mereka akan bertanya kepada orang-orang yag dipercaya seperti
teman, keluarga, rekan kerja, dan orang-orang yang paham akan produk ketika
mulai mencari sesuatu untuk dibeli, dan mereka tidak mencari dari iklan, brosur,
dan buku telepon.
Faktor lain yang mempengaruhi perpindahan merek adalah kepribadian. Hasil
penelitian Ramshita dan Manikandan (2013) menemukan adanya pengaruh
kepribadian terhadap perpindahan merek, dimana individu dengan kepribadian
activation cenderung paling rendah melakukan perpindahan merek
dan akan
mencoba merek lain jika mereka merasa menemukan yang lebih baik. Individu
dengan kepribadian activation cenderung kaku dengan keputusan mereka dan
hanya percaya dengan pilihan mereka sendiri. Meskipun demikian, mereka mau
merubah keputusan mereka jika mereka sepenuhnya yakin bahwa ada pilihan
lebih baik dihadapan mereka.
Sharma dan Sharma (2012) meneliti pengaruh tipe kepribadian high self
monitoring dan low self monitoring terhadap kesetiaan konsumen terhadap suatu
merek. Individu yang memiliki high self monitoring selalu ingin menampilkan
citra diri yang positif dihadapan orang lain dan cenderung lebih mudah
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dan berusaha untuk berperilaku sesuai
situasi saat itu dengan menggunakan informasi yang diterimanya. Sedangkan
individu dengan low self monitoring menunjukkan perilaku konsisten serta
cenderung hanya didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut
Universitas Sumatera Utara
dirinya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan individu dengan high self
monitoring cenderung untuk melakukan perpindahan merek, sedangkan individu
dengan low self monitorng cenderung untuk setia terhadap suatu merek.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara
komunikasi dari mulut ke mulut dan tipe kepribadian terhadap intensi perpindahan
merek.
G. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. H1 = Terdapat pengaruh komunikasi dari mulut ke mulut terhadap intensi
perpindahan merek
2. H2 = Terdapat pengaruh tipe kepribadian terhadap intensi perpindahan
merek
3. H3= Terdapat
pengaruh komunikasi dari mulut ke mulut dan tipe
kepribadian terhadap intensi perpindahan merek.
Universitas Sumatera Utara
Download