BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Perpindahan Merek 1. Definisi Intensi Perpindahan Merek Intensi merupakan satu perjuangan guna mencapai suatu tujuan (Chaplin, 2001). Sedangkan menurut Sudarsono (1993), intensi yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu, mempunyai tujuan. Corsini (2002) mendefinisikan intensi sebagai keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu, atau dorongan untuk melakukan suatu tindakan, baik secara sadar maupun tidak. Ajzen dan Fishbein (1975) mendefinisikan intensi sebagai probabilitas atau peluang seseorang bahwa ia akan melakukan suatu perilaku. Ajzen (2005) menyatakan bahwa intensi akan tetap menjadi kecendrungan perilaku, sampai pada waktu dan kesempatan yang tepat, ada upaya untuk menerjemahkan intensi menjadi perilaku. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka intensi adalah keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dapat diwujudkan pada waktu dan kesempatan yang tepat disertai upaya untuk melakukannya. Menurut Peter dan Olson (2010), perpindahan merek merupakan pola pembelian yang ditandai dengan perubahan dari satu merek ke merek yang lain. Hal ini sejalan dengan Ivanovic dan Collin (2003) serta Ozer dan Phillips (2012), yang menyatakan bahwa perpindahan merek merupakan kegiatan mengubah dari membeli satu merek ke merek yang lain dan menunjukkan sedikit loyalitas merek. Universitas Sumatera Utara Perpindahan merek merupakan keputusan konsumen untuk membeli merek produk yang berbeda dari yang sebelumnya atau biasanya dibeli. Perpindahan merek dapat dipicu oleh promosi harga, pajangan di dalam toko, ketersediaan barang yang jauh lebih baik, merasakan perbaikan dan inovasi pada merek kompetitor, keinginan untuk hal yang baru, jumlah merek yang tersedia, risiko yang dirasakan, frekuensi pembelian, perubahan kualitas, atau tingkat kepuasan dengan pembelian terbaru (Imber, 2000). Rajkumar (2012) menyatakan bahwa perpindahan merek adalah proses untuk memilih beralih dari penggunaan rutin suatu merek produk untuk menggunakan secara tetap merek lain namun dalam produk sama. perpindahan merek paling umum terjadi pada produk yang dirasakan tidak memiliki variasi pada kualitasnya diseluruh merek seperti botol air, produk susu, atau tisu dll. Disisi lain, Govoni (2004) menyatakan bahwa perpindahan merupakan pola pembelian dicirikan oleh konsumen yang berubah dari satu merek ke yang lain dalam kategori produk tertentu, sering termotivasi oleh penawaran promosi penjualan (penawaran terbaik sepanjang waktu), pencarian solusi yang "sempurna", atau sekedar ide perubahan atau ingin sesuatu yang berbeda. Berdasarkan uraian tersebut, maka definisi intensi perpindahan merek adalah keinginan seseorang untuk membeli merek yang berbeda dari sebelumnya atau biasanya dibeli namun dengan produk yang tetap sama serta dapat diwujudkan pada waktu dan kesempatan yang tepat disertai upaya untuk melakukannya. Universitas Sumatera Utara 2. Aspek-Aspek Intensi Perpindahan Merek Aspek-aspek intensi perpindahan merek terdiri atas aspek-aspek intensi yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) yang dikaitkan dengan konteks perpindahan merek dan terbagi atas 4, yaitu: a. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan. b. Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang tertentu/objek tertentu (particular object), sekelompok orang/sekelompok objek (a class of object), dan orang atau objek pada umumnya (any object). c. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. d. Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode, misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan datang). 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Perpindahan Merek Beberapa hasil penelitian menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensi perpindahan merek, yaitu antara lain : Universitas Sumatera Utara a. Iklan Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian (Tjiptono, 1997). Hasil penelitian Sulistyo dan Maftukhah (2016) menemukan bahwa iklan memiliki pengaruh positif terhadap intensi perpindahan merek, artinya semakin aktif penggunaan iklan, maka semakin besar peluang konsumen untuk berpindah merek. Radamuri et al. (2013) juga menemukan hal yang sama yaitu variabel iklan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Artinya semakin sering dan menarik iklan yang diberikan maka semakin tinggi pula keputusan berpindah merek pada konsumen. Rajkumar (2012) menyatakan bahwa banyak iklan dibuat dengan tujuan mendorong perpindahan merek di kalangan konsumen, sehingga membantu untuk meningkatkan pangsa pasar untuk merek tertentu. b. Harga Harga merupakan sesuatu yang harus diberikan konsumen untuk membeli barang atau jasa (Peter & Olson, 2010). Ananda (2015) menemukan bahwa variabel harga merupakan variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap intensi perpindahan merek. Ketika pemasar dapat memberikan harga yang terjangkau dan adanya potongan harga Universitas Sumatera Utara pada pelanggan, maka akan menciptakan keinginan pelanggan untuk berpindah merek. Firdaus dan Rahardjo (2015) serta Sulistyo dan Maftukhah (2016) juga menemukan bahwa harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Harga merek lain yang lebih murah, harga lebih sesuai dengan manfaat dan keinginan konsumen akan meningkatkan keputusan perpindahan merek ke merek lain. Rajkumar (2012) menyatakan bahwa harga seringkali menjadi faktor penting untuk konsumen yang sadar akan harga. Pengiklan akan sering menggunakan model perbandingan harga untuk menarik perhatian konsumen sebuah merek untuk mencoba merek baru yang ditawarkan. Idenya adalah untuk meyakinkan pengguna bahwa mungkin untuk membeli jumlah yang sama untuk suatu produk sementara menghabiskan lebih sedikit uang. Idealnya, Konsumen dapat menggunakan tabungan untuk pembelian lainnya. c. Kualitas produk Kualitas produk didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan kinerja barang dan jasa (Mowen & Minor, 2002). Ananda (2015) menemukan bahwa ketika pemasar dapat memberikan kualitas produk yang baik, dapat dipercaya, memberikan fitur yang menarik, serta layanan yang baik sebagai keunggulan kompetitif, maka dapat menciptakan keinginan bagi pelanggan merek lain untuk melakukan perpindahan merek. Khasanah dan Kuswati (2013) Universitas Sumatera Utara juga menemukan adanya pengaruh kualitas produk terhadap perpindahan merek. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas produk merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi perpindahan merek. Rasa, Siddiqi, dan Nasim (2015) juga menemukan bahwa kualitas produk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan perpindahan merek kemerek lain. Hasil penelitian lainnya adalah Emelia (2013) yang menemukan bahwa atribut produk memiliki pengaruh terhadap intensi perpindahan merek. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bagus atribut produk, maka akan semakin menurunkan intensi perpindahan merek konsumen. Rajkumar (2012) menyatakan bahwa harga tidak selalu cukup untuk mendorong perpindahan merek. Ketika hal ini terjadi, membandingkan kualitas satu merek dengan yang lain adalah pendekatan umum di kalangan konsumen. Merek baru akan bekerja dengan baik sama halnya dengan merek lain yang sudah mapan dan memiliki kualitas yang baik. Bila digabungkan dengan penghematan biaya, perbandingan kualitas sering dapat mempengaruhi konsumen lama setidaknya cukup lama untuk memberikan produk yang lebih baru kesempatan untuk dicoba. Ada konsumen yang kurang peduli dengan biaya. Untuk pengguna ini, pendekatan ini adalah untuk menyajikan merek baru sebagai merek kualitas unggul bila dibandingkan dengan yang ditetapkan. Universitas Sumatera Utara d. Komunikasi dari Mulut ke Mulut Komunikasi dari mulut kemulut merupakan kegiatan konsumen berbagi informasi dengan teman mengenai penawaran menarik untuk produk tertentu, guna menyebarkan kesadaran diluar konsumen yang mulai berinteraksi langsung dengan promosi tersebut (Peter & Olson, 2014). Hasil Penelitian Radamuri et al. (2013) menemukan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Artinya semakin positif dan sering komunikasi dari mulut ke mulut yang diberikan, maka akan semakin tinggi pula keputusan perpindahan merek pada konsumen. e. Kepribadian Kepribadian secara umum merupakan pola yang relatif konsisten sebagai respons terhadap paparan lingkungan oleh seorang individu (Peter & Olson, 2010). Hasil penelitian Ramshita dan Manikandan (2013) menemukan adanya pengaruh kepribadian terhadap perpindahan merek, dimana individu dengan kepribadian activation cenderung paling rendah melakukan perpindahan merek dan akan mencoba merek lain jika mereka merasa menemukan yang lebih baik. Individu dengan kepribadian activation cenderung kaku dengan keputusan mereka dan hanya percaya dengan pilihan mereka sendiri. Meskipun demikian, mereka mau merubah keputusan mereka jika mereka sepenuhnya yakin bahwa ada pilihan lebih baik dihadapan mereka. Universitas Sumatera Utara Sharma dan Sharma (2012) meneliti pengaruh tipe kepribadian high self monitoring dan low self monitoring terhadap kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Individu yang memiliki high self monitoring selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain dan cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dan berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan menggunakan informasi yang diterimanya. Sedangkan individu dengan low self monitoring menunjukkan perilaku konsisten serta cenderung hanya didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut dirinya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan individu dengan high self monitoring cenderung untuk melakukan perpindahan merek, sedangkan individu dengan low self monitorng cenderung untuk setia terhadap suatu merek. f. Citra merek Citra merek merupakan suatu opini tentang produk dimana orang menghubungkan dalam pikiran mereka dengan nama merek (Ivanovic & Collin, 2003). Hasil Penelitian Radamuri et al. (2013) menemukan bahwa variabel citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Artinya semakin menarik citra merek yang diberikan maka akan semakin tinggi pula keputusan perpindahan merek konsumen. Ashfaq (2015) juga menemukan bahwa sebagian besar konsumen beralih ke merek lain karena citra merek dan fitur-fitur canggih. Banyak perusahaan ponsel yang berinvestasi dengan sejumlah Universitas Sumatera Utara uang yang banyak untuk membuat citra reputasi mereka di pasar. Penelitian lainnya adalah hasil penelitian Raza et al. (2015) yang menemukan bahwa citra merek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan perpindahan merek ke merek lain. g. Kebutuhan mencari variasi Kebutuhan mencari variasi merupakan sebuah komitmen kognitif untuk membeli merek yang berbeda karena berbagai alasan yang berbeda seperti keinginan untuk mencoba hal yang berbeda, rasa ingin tahu terhadap hal yang baru, atau mengatasi kebosanan dengan hal yang sama (Peter & Olson, 2010). Hasil penelitian Khasanah dan Kuswati (2013) serta Firdaus dan Rahardjo (2015) menunjukkan bahwa kebutuhan mencari variasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi perpindahan merek. Kebutuhan yang lebih besar dari konsumen untuk mencari variasi berupa merek alternatif akan meningkatkan intensi perpindahan merek. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Nuraeni (2014) yang menyatakan bahwa kebutuhan mencari variasi berpengaruh signifikan terhadap intensi perpindahan merek. Responden melakukan keputusan perpindahan merek karena responden merasa bosan dengan produk yang lama, memiliki rasa ingin tahu pada produk yang baru dan mempunyai kesenangan mencoba hal baru. Universitas Sumatera Utara h. Ketidakpuasan konsumen Ketidakpuasan merupakan suatu situasi yang ditimbulkan saat daya guna produk lebih rendah daripada yang diharapkan (Peter & Olson, 2014). Sedangkan menurut Hoyer dan Macinnis (2008), ketidakpuasan merupakan sebuah perasaan yang dihasilkan ketika konsumen membuat evaluasi negatif atau tidak senang dengan keputusannya. Sulistyo dan Maftukhah (2016) menemukan bahwa ketidakpuasan konsumen berpengaruh positif terhadap perpindahan merek, artinya semakin besar ketidakpuasan yang dialami oleh konsumen, maka akan semakin besar peluang konsumen untuk berpindah merek. Emelia (2013) juga menemukan bahwa kepuasan memiliki pengaruh terhadap perpindahan merek artinya semakin tinggi kepuasan maka akan semakin menurunkan intensi perpindahan merek konsumen. i. Promosi Promosi adalah kegiatan pemasar menyampaikan informasi mengenai produknya dan membujuk konsumen agar mau membelinya (Peter & Olson, 2010). Promosi bersifat jangka pendek dan merangsang pembelian produk lebih cepat pada konsumen. Jika iklan menawarkan alasan untuk membeli, maka promosi menawarkan insentif membeli seperti kupon, diskon, hadiah, dan lain sebagainya (Kotler, 1995). Ananda (2015) menemukan bahwa promosi memiliki pengaruh positif terhadap intensi perpindahan merek. Semakin tinggi nilai promosi maka akan semakin tinggi pula intensi perpindahan merek pada konsumen. Universitas Sumatera Utara B. Komunikasi dari Mulut ke Mulut 1. Definisi Komunikasi dari Mulut ke Mulut Komunikasi dari mulut ke mulut mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran, atau ide-ide di antara dua konsumen atau lebih, yang tak satupun merupakan sumber pemasaran (Mowen & Minor, 2002). Hal ini sejalan dengan Hoyer dan Maclnnis (2016) yang menyatakan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut yaitu pengaruh yang disampaikan secara lisan dari satu orang ke orang lain atau sekelompok orang. Sedangkan menurut Peter dan Olson (2010), komunikasi dari mulut ke mulut merupakan komunikasi yang terjadi ketika konsumen berbagi informasi dengan teman-teman tentang produk dan atau promosi seperti penawaran yang bagus pada produk tertentu, kupon yang berharga di koran, atau dijual di toko ritel. Peter dan Olson (2014) juga menambahkan bahwa komunikasi dari mulut kemulut merupakan kegiatan konsumen berbagi informasi dengan teman mengenai penawaran menarik untuk produk tertentu, guna menyebarkan kesadaran diluar konsumen yang mulai berinteraksi langsung dengan promosi tersebut. Goodman (2009) menyatakan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut terjadi karena orang memiliki kebutuhan sosial dan psikologis untuk memberitahu satu sama lain tentang pengalaman baik dan buruk. Menurut Harrison-Walker (2001), komunikasi dari mulut ke mulut itu merupakan suatu hal yang berlangsung sering (frekuensi), dikomunikasikan secara detail (keinformatifan), dan dikomunikasikan kepada sejumlah besar orang (mirip dengan jangkauan media tradisional pada umumnya). Universitas Sumatera Utara Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi komunikasi dari mulut ke mulut merupakan kegiatan komunikasi yang terjadi ketika konsumen berbagi informasi kepada konsumen lainnya yang berlangsung sering, dikomunikasikan secara detail, dan dikomunikasikan kepada sejumlah besar orang namun tak satupun dari mereka merupakan sumber pemasaran. 2. Aspek-Aspek Komunikasi dari Mulut ke Mulut Harrison-Walker (2001) menyatakan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut terdiri dari beberapa aspek yaitu a. Antusiasme (Enthusiasm), yang meliputi frekuensi (seberapa sering individu terlibat dalam komunikasi dari mulut kemulut) dan jumlah kontak (berapa banyak orang yang mengajaknya terlibat dalam komunikasi dari mulut ke mulut). Westbrook (1987) juga menyatakan bahwa aspek dari word of mouth terdiri dari frekuensi berdiskusi atau seberapa sering berkomunikasi dengan orang lain dan jumlah individu yang terlibat dalam diskusi. b. Detail (Detail), yaitu seberapa banyak yang dikatakan (jumlah informasi yang diberikan si pengirim kepada si penerima). Westbrook (1987) juga menyatakan salah satu aspek komunikasi dari mulut ke mulut adalah jumlah atau banyaknya topik yang dibicarakan. Universitas Sumatera Utara c. Pujian (Praise), yaitu favorablesnees atau komunikasi dari mulut kemulut yang bersifat positif (pengalaman yang menyenangkan, merekomendasikan kepada orang lain, dan lain sebagainya). Babin, Yong-Ki, Eun-Ju, dan Griffin (2005) juga mengukur komunikasi dari mulut ke mulut dengan skala yang berisi pernyataan mengenai keinginan/niat untuk mengatakan hal-hal positif kepada orang lain, merekomendasikan restoran kepada pelanggan lain, mendorong teman-teman dan kerabat untuk mengunjungi restoran. C. Tipe Kepribadian 1. Definisi Kepribadian Menurut Sumarwan (2011), kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological characteristics) manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi respon individu terhadap lingkungannya (stimulus) secara konsisten. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi perilaku individu tersebut. Individu dengan karakteristik yang sama cenderung akan bereaksi yang relatif sama terhadap situasi lingkungan yang sama. Sedangkan Peter dan Olson (2010) menyatakan kepribadian secara umum merupakan pola yang relatif konsisten sebagai respon terhadap paparan lingkungan oleh seorang individu. Hal ini sejalan dengan Suryani (2008), yang Universitas Sumatera Utara menyatakan kepribadian adalah karakteristik individual yang merupakan perpaduan dari sifat, temperamen, kemampuan umum dan bakat yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Kepribadian atau psyche mencakup keseluruhan pikiran, perasaan dan tingkah laku, kesadaran dan ketidak sadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi membentuk kesatuan. Ketika mengembangkan kepribadian, orang harus berusaha mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian (Alwisol, 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi kepribadian merupakan karakteristik yang paling dalam pada diri manusia yang akan mempengaruhi respon individu terhadap lingkungan secara konsisten. 2. Tipe Kepribadian Jung menyatakan bahwa kepribadian manusia dapat digolongkan menjadi dua tipe yaitu (Suryabrata, 2008) : a. Tipe ekstrovert Orang yang ekstravert terutama dipengaruhi oleh dunia obyektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju keluar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Dia bersikap positif terhadap masyarakatnya: hatinya terbuka, mudah bergaul, Universitas Sumatera Utara hubungan dengan orang lain lancar. Bahaya bagi tipe ekstravers ini adalah apabila ikatan kepada dunia luar itu terlampau kuat, sehingga ia tenggelam di dalam dunia obyektif, kehilangan dirinya atau asing terhadap dunia subyektifnya sendiri. Pervin dan Cervone (2010) menambahkan bahwa individu yang ekstrovert memilih berlibur yang melibatkan interaksi dengan orang lain, mencari pengalihan dari pekerjaan rutin, menikmati humor yang bersifat seksual dan agresif secara jelas, mudah dipengaruhi, menggunakan waktu istirahat lebih lama, menyukai kebisingan dan mencari peluang untuk bersosialisasi saat belajar. b. Tipe introvert Orang yang introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subyektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaiannya dengan dunia luar kurang baik; jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar hubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain. Penyesuaian dengan batinnya sendiri baik. Bahaya tipe introvers ini ialah kalau jarak dengan dunia obyektif terlalu jauh, sehingga orang lepas dari dunia obyektifnya. Pervin dan Cervone (2010) menambahkan bahwa individu yang introvert cenderung lebih sensitif terhadap rasa sakit dibanding ekstrovert, lebih mudah lelah, kehebohan menggangu kinerja mereka, cenderung lebih hati-hati tapi lambat, belajar lebih baik disekolah dari Universitas Sumatera Utara pada ekstravert, lebih suka berlibur sendirian, suka pekerjaan rutin dan kurang membutuhkan hal-hal yang baru. 3. Indikator Extraversion dan Introversion Jung menyatakan bahwa orang yang ekstravert cenderung fokus pada dunia luar yaitu orang dan aktivitas. Mereka mengerahkan energi dan perhatian mereka ke luar dan menerima energi dari interaksi dengan orang-orang dan dari mengambil tindakan (Myers, Kirby, & Myers, 2000). Berikut indikator ekstrovert berdasarkan tipologi Jung (Baron & Wagele, 1994): a. Suka bergaul, aktif, dan cenderung nyaman bersama orang b. Memperoleh semangat dari luar c. Tertarik dengan pengalaman yang luas d. Menemukan apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan berbicara dan bertindak e. Bertindak dulu, lalu mungkin memikirkannya Jung menyatakan bahwa orang yang introvert cenderung fokus pada dunia batin mereka sendiri yaitu ide dan pengalaman. mereka mengarahkan energi dan perhatian mereka ke dalam dan menerima energi dari merefleksikan pikiran mereka, kenangan dan perasaan (Myers et al. , 2000). Berikut indikator introvert berdasarkan tipologi Jung (Baron & Wagele, 1994): Universitas Sumatera Utara a. Tidak banyak bicara, suka merenung, dan berkomunikasi satu lawan satu b. Mendapat energi dengan menyendiri c. Tertarik pada pengalaman yang mendalam d. Menemukan apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan mengolah informasi secara internal e. Berpikir dulu, baru mungkin bertindak D. Pengaruh Komunikasi dari Mulut ke Mulut terhadap Intensi Perpindahan Merek Menurut Peter dan Olson (2010) perpindahan merupakan pola pembelian yang ditandai dengan perubahan dari satu merek ke merek yang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan perpindahan merek adalah komunikasi dari mulut ke mulut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Radamuri et al. (2013) yang menemukan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi intensi perpindahan merek pada seorang individu adalah komunikasi dari mulut ke mulut. Dimana semakin positif dan sering komunikasi dari mulut ke mulut yang diberikan, maka akan semakin tinggi pula intensi perpindahan merek pada konsumen. Nurulia (2011) menemukan bahwa variabel komunikasi dari mulut ke mulut merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan berpindah merek pada produk sabun pembersih wajah Biore dengan populasi penelitian adalah penduduk Kota Semarang. Sejalan dengan hal tersebut, Hasil penelitian Universitas Sumatera Utara Firdaus dan Rahardjo (2015) juga menemukan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Komunikasi dari mulut ke mulut positif atas merek lain sebelumnya akan meningkatkan keputusan seorang individu untuk melakukan perpindahan merek. Komunikasi dari mulut kemulut dianggap lebih berpengaruh dikarenakan Informasi dari mulut ke mulut langsung berasal dari orang lain yang menggambarkan secara pribadi pengalamannya sendiri, maka ini jauh lebih jelas bagi konsumen daripada informasi yang terdapat dalam iklan. Hasil bersihnya adalah bahwa informasi dari mulut ke mulut jauh lebih mudah terjangkau oleh ingatan dan mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap konsumen (Mowen & Minor, 2002). Keller dan Fay (2012) juga menemukan bahwa diantara 15 kategori produk dan layanan yang berbeda, 58 % menganggap informasi yang mereka dapat dari komunikasi mulut ke mulut memiliki kredibilitas yang tinggi, dan 50% menyatakan bahwa mereka akan mungkin untuk melakukan pembelian sebagai hasil dari pembicaraan yang mereka lakukan. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa terdapat pengaruh positif komunikasi dari mulut kemulut terhadap intensi perpindahan merek pada konsumen. Artinya, semakin sering dan positif komunikasi dari mulut ke mulut yang diberikan, maka akan tinggi pula intensi perpindahan merek pada konsumen. Universitas Sumatera Utara E. Pengaruh Tipe Kepribadian terhadap Intensi Perpindahan Merek Perpindahan merek merupakan keputusan konsumen untuk membeli merek produk yang berbeda dari yang sebelumnya atau biasanya dibeli (Imber, 2000). Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen untuk melakukan perpindahan merek adalah kepribadian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ramshita dan Manikandan (2013) yang menemukan adanya pengaruh kepribadian terhadap perpindahan merek. Dimana individu yang cenderung kaku dengan keputusannya dan hanya percaya dengan pilihannya cenderung rendah untuk melakukan peralihan merek. Suryabrata (2008) menyatakan bahwa tipe kepribadian manusia terdiri dari dua tipe yaitu ekstravers dan introvers. Orang yang ekstravers terutama dipengaruhi oleh dunia obyektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju keluar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Dia bersikap positif terhadap masyarakatnya: hatinya terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar. Sedangkan orang yang introvers terutama dipengaruhi oleh dunia subyektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, serta tindakantindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Hasil penelitian Sharma dan Sharma (2012) menemukan bahwa individu yang selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain, berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan menggunakan informasi yang diterimanya, cenderung lebih mudah untuk untuk melakukan perpindahan Universitas Sumatera Utara merek. Sedangkan individu yang perilakunya konsisten serta cenderung hanya didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut dirinya sendiri cenderung untuk setia terhadap suatu merek. Hasil penelitian Undari (2016) menemukan bahwa tipe kepribadian ekstrovert lebih tinggi dalam melakukan perilaku konsumtif dibandingkan siswa yang memiliki tipe kepribadian introvert. Hal ini dikarenakan orang dengan tipe kepribadian ekstrovert adalah orang yang suka mengikuti tren seperti membeli produk terbaru, membeli barang yang disukai, dan meniru gaya hidup atau kebiasan-kebiasan orang lain dimasyarakat. Sedangkan orang yang memiliki kepribadian introvert cenderung pendiam dan tidak terlalu memperhatikan orang lain. Hal ini membuat orang introvert tidak begitu memperhatikan barang yang sedang tren di kalangan remaja atau mengikuti gaya hidup teman sebagai bentuk konformitas terhadap teman sebaya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh Shukla (2009) yang menemukan bahwa kelompok acuan seperti teman-teman memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku loyalitas konsumen dewasa muda terhadap suatu produk. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa terdapat pengaruh positif tipe kepribadian terhadap intensi perpindahan merek pada konsumen, dimana individu dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung tinggi untuk melakukan perpindahan merek dan sebaliknya individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung rendah untuk melakukan perpindahan merek. Universitas Sumatera Utara F. Pengaruh Komunikasi dari Mulut ke Mulut dan Tipe Kepribadian terhadap Intensi Perpindahan Merek Howell (2004) menyatakan bahwa kesediaan untuk beralih merek naik dari tahun ke tahun. Hal ini tidak berarti bahwa konsumen kurang bergantung pada nama-nama merek dalam daftar belanja mereka, itu berarti bahwa ada keterbukaan yang lebih besar untuk bergeser dari merek pilihan. Keputusan konsumen untuk membeli merek produk yang berbeda dari yang sebelumnya atau biasanya dibeli disebut dengan perpindahan merek (Imber, 2000). Rajkumar (2012) menyatakan bahwa perpindahan merek biasanya terjadi pada produk yang dipersepsikan kurang memiliki variasi dari segi kualitas. Penelitian mengenai perpindahan merek berguna untuk membantu pemasar memahami perilaku perpindahan merek pada konsumen. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perpindahan merek, salah satunya adalah komunikasi dari mulut ke mulut (Radamuri et al., 2013) Firdaus dan Rahardjo (2015) juga menemukan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Komunikasi dari mulut ke mulut positif atas merek lain sebelumnya akan meningkatkan intensi berpindah ke merek lain. Oleh karena itu, seringkali pemasar mendorong komunikasi dari mulut kemulut oleh konsumen perihal suatu promosi. Karena konsumen sering meneruskan kesan mengenai restoran, toko ecer, film baru, dan lain sebagainya kepada teman-temannya (Peter & Olson, 2010). Universitas Sumatera Utara Sernovitz (2012) menyatakan bahwa individu biasanya akan bertanya kepada orang lain mengenai suatu produk sebelum mereka memutuskan untuk membelinya. Mereka akan bertanya kepada orang-orang yag dipercaya seperti teman, keluarga, rekan kerja, dan orang-orang yang paham akan produk ketika mulai mencari sesuatu untuk dibeli, dan mereka tidak mencari dari iklan, brosur, dan buku telepon. Faktor lain yang mempengaruhi perpindahan merek adalah kepribadian. Hasil penelitian Ramshita dan Manikandan (2013) menemukan adanya pengaruh kepribadian terhadap perpindahan merek, dimana individu dengan kepribadian activation cenderung paling rendah melakukan perpindahan merek dan akan mencoba merek lain jika mereka merasa menemukan yang lebih baik. Individu dengan kepribadian activation cenderung kaku dengan keputusan mereka dan hanya percaya dengan pilihan mereka sendiri. Meskipun demikian, mereka mau merubah keputusan mereka jika mereka sepenuhnya yakin bahwa ada pilihan lebih baik dihadapan mereka. Sharma dan Sharma (2012) meneliti pengaruh tipe kepribadian high self monitoring dan low self monitoring terhadap kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Individu yang memiliki high self monitoring selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain dan cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dan berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan menggunakan informasi yang diterimanya. Sedangkan individu dengan low self monitoring menunjukkan perilaku konsisten serta cenderung hanya didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut Universitas Sumatera Utara dirinya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan individu dengan high self monitoring cenderung untuk melakukan perpindahan merek, sedangkan individu dengan low self monitorng cenderung untuk setia terhadap suatu merek. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara komunikasi dari mulut ke mulut dan tipe kepribadian terhadap intensi perpindahan merek. G. Hipotesa Penelitian Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H1 = Terdapat pengaruh komunikasi dari mulut ke mulut terhadap intensi perpindahan merek 2. H2 = Terdapat pengaruh tipe kepribadian terhadap intensi perpindahan merek 3. H3= Terdapat pengaruh komunikasi dari mulut ke mulut dan tipe kepribadian terhadap intensi perpindahan merek. Universitas Sumatera Utara