BAB II TINJAUAN PUSTAKA ` 2.1 Madu Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Diperlukan dua faktor untuk menghasilkan madu. Pertama, bunga yang nektarnya merupakan bahan baku pembuatan madu. Kedua, serangga yaitu lebah yang merupakan tenaga ahlinya. Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar tanaman dalam bentuk larutan gula. Perubahan nektar menjadi madu dimulai ketika lebah pekerja membawa nektar ke sarangnya. Nektar yang berhasil dibawa pulang diberikan kepada lebah pekerja lainnya untuk dicampur dengan air liur dan dihilangkan airnya (Sarwono, 2001). Lebah madu menghasilkan madu yang dibuat dari nektar (senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar tanaman dalam bentuk larutan gula) sewaktu musim tumbuhan berbunga. Sewaktu nektar dikumpulkan oleh lebah pekerja dari bunga, bahan tersebut masih mengandung air tinggi (80%) dan juga gula (sukrosa tinggi). Setelah lebah mengubah nektar menjadi madu, kandungan air menjadi rendah dan sukrosa di ubah menjadi fruktosa (gula buah; levulosa) dan glukosa (dekstrosa) (Sihombing, 1997). Selama berabad-abad madu yang dibuat oleh lebah dari sari bunga merupakan satu-satunya zat pemanis murni dan alami yang bisa diperoleh oleh manusia. Dalam beberapa tahun terakhir telah bermunculan pengganti madu dalam bentuk gula pasir hasil pabrik yang cenderung atau telah mengusir madu Universitas Sumatera Utara dari meja makan kita. Madu tetap merupakan zat pemanis dan satu-satunya zat pemanis yang menawarkan kualitas kehidupan yang tidak mungkin tidak dijumpai pada zat-zat pemanis lainnya (Jarvis, 2002). Di masyarakat berkembang kebiasaan uji keaslian madu yang ditunjukkan menyala ketika dibakar dengan korek api, telur bisa matang, tidak rembes ketika diteteskan pada kertas koran dan sebagainya. Pengujian tersebut sebenarnya tidak seratus persen benar, masih butuh pembuktian melalui laboratorium. Salah satu pengujian yang paling praktis adalah dengan menggunakan pH meter. Madu palsu biasanya memiliki pH 2,4-3,3, sedangkan madu asli mempunyai pH 3,4-4,5. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat dilakukan uji kandungan madu di laboratorium (Ardilles, 2011). Karena pH madu berada pada kisaran 3,2-4,5, keasaman madu adalah faktor signifikan yang menyebabkan madu bersifat antibakteri. Sifat antibakteri madu membantu mengatasi infeksi pada luka, sedangkan antiinflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan. Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, mempercepat penyembuhan, dan mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit (Rostita & Tim Redaksi Qanita, 2007). 2.1.1 Fungsi Madu Madu berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran urin, meningkatkan fungsi otak, meningkatkan daya tahan tubuh, untuk menyembuhkan sakit pinggang, maag, batuk, pilek, dan mempercepat penyembuhan luka bakar atau luka akibat operasi (Suranto, 2004). Universitas Sumatera Utara Madu memiliki kekuatan menyembuhkan luar biasa. Sudah lama manusia memanfaatkan madu untuk mengatasi luka bakar, mengatasi stamina atau meningkatkan gairah seksual. Khasiat setiap jenis madu bisa saja berbeda, tetapi semua jenis madu pasti mengandung antioksidan, seperti vitamin E dan vitamin C yang kadarnya sama. Antioksidan tersebut diyakini sangat berpotensi mencegah kanker dan penyakit jantung (Rostita & Tim Redaksi Qanita, 2007). 2.1.2 Komposisi Madu Kandungan gizi dalam madu yang terdiri dari asam amino, karbohidrat, protein, serta beberapa jenis vitamin dan mineral adalah zat gizi yang mudah diserap sel-sel tubuh. Asam amino bebas dalam madu mampu membantu penyembuhan penyakit, juga sebagai bahan pembentukan neurotransmitter atau senyawa yang berperan dalam mengoptimalkan fungsi otak. Madu juga mengandung zat antibiotik yang berguna untuk mengalahkan kuman patogen penyebab penyakit infeksi (Rostita & Tim Redaksi Qanita, 2007). Zat-zat atau senyawa yang terkandung dalam madu sangat kompleks dan kini telah diketahui tidak kurang dari 181 macam zat atau senyawa dalam madu. Mungkin di masa yang akan datang dapat ditemukan lagi senyawa lain bila penelitian terus dilakukan oleh para peneliti dalam bidang peternakan madu (Sihombing, 1997). Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor, yakni komposisi nektar asal madu bersangkutan dan faktor-faktor eksternal tertentu. Lagipula untuk penilaian harus diingat bahwa kualitas madu sebenarnya agak sulit disamakan mutunya karena ada berbagai cara untuk analisis yang dapat digunakan, diantaranya ion- Universitas Sumatera Utara change chromatography, gas-liquid chromatography, dsb, lama penyimpanan sampel dan perbedaan jenis dan asal bunga penghasil nektar. Karena pengaruh cuaca, topografi dan pola pertanian yang berbeda, maka sulit mengharapkan mutu madu yang sama. Madu yang berasal dari negara yang berlainan umumnya berbeda pula. Rataan kandungan madu Amerika Serikat disajikan sebagai salah satu contoh zat-zat yang terkandung di dalamnya (Sihombing, 1997). Jenis tanaman sebagai sumber utama nektar dan polen mengakibatkan komponen madu berbeda. Berbagai tumbuhan di Indonesia dapat mejadi sumber nektar dan polen, namun penelitian tentang hal ini masih sangat terbatas (Sihombing, 1997). Perbedaan komposisi madu yang berasal dari berbagai negara disebabkan oleh perbedaan cuaca, topografi, tumbuhan, lebah madu yang menghasilkan madu, cara pengolahan, dan penyimpanan (Sihombing, 1997). 2.1.3 Penggolongan Madu Berdasarkan asal nektar, madu biasa dibedakan atas tiga golongan, yaitu madu flora, madu ekstraflora, dan madu embun (Sarwono, 2001). Madu flora adalah madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Bila berasal dari satu jenis bunga disebut madu monoflora, dan yang berasal dari aneka ragam bunga disebut madu poliflora. Madu flora sangat baik untuk pakan tambahan atau untuk penambah tenaga, sedangkan madu poliflora baik sekali untuk mengobati orang yang kelelahan, kepanasan, kedinginan, terkena luka bakar, mengalami luka sayat, dan terkena luka tusuk. Madu poliflora mengandung enzim asam amino Universitas Sumatera Utara bebas yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan madu monoflora (Sarwono, 2001). Madu ekstraflora adalah madu yang dihasilkan dari nektar di luar bunga, seperti daun, cabang, dan batang tanaman. Madu embun adalah madu yang dihasilkan dari cairan hasil sekresi serangga, yang kemudian eksudatnya diletakkan di bagian tanaman. Selanjutnya cairan itu diisap dan dikumpulkan oleh lebah madu. Madu ini berwarna gelap dengan aroma merangsang (Sarwono, 2001). 2.1.4 Macam Madu Ada sekitar 300 macam madu di Amerika Serikat, sedang di toko-toko di Indonesia terdapat berbagai merek madu, yaitu Madu Sumbawa Murni, Madu Kapuk, Madu Karet, Madu Lengkeng, Madu Kopi, Allowrie, dan Chinese Honeys adalah contoh madu impor, yang masing-masing berasal dari Australia dan Cina (Sihombing, 1997). 2.1.5 Kualitas Madu Kualitas madu ditentukan oleh cara pemanenan madu, warna madu, cita rasa madu, jenis madu, komposisi madu, dan kadar air. Baik di alam maupun di peternakan lebah, waktu pemanenan madu harus diperhatikan. Pemanenan bisa dilakukan pada saat musim nektar telah berakhir 2-3 minggu. Madu yang dipanen harus memiliki kadar air di bawah 20%. Madu yang bagus adalah yang mengandung kadar air sekitar 17,5%. Jika sel-sel dalam sarang madu telah ditutup oleh lapisan lilin, madu tersebut telah memenuhi syarat kadar air dan siap untuk dipanen (Suranto, 2004). Universitas Sumatera Utara Cita rasa madu ditentukan oleh zat yang terdapat dalam madu diantaranya glukosa, alkaloid, gula, asam glukonat, dan prolin. Rasa dan aroma madu yang paling enak adalah ketika madu baru dipanen dari sarangnya. Sesudah itu, senyawa-senyawa yang terdapat dalam madu sedikit demi sedikit akan menguap. Hal ini disebabkan senyawa yang terdapat dalam madu bersifat volatil (mudah menguap). Karena itu, untuk menjaga kualitas madu, cara memanen, dan cara menyimpan madu harus diperhatikan (Suranto, 2004). Di Indonesia, kualitas madu ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3543-2004 seperti yang tercantum pada Tabel 2.1. Dimana standar tersebut merupakan kriteria dari mutu madu yang telah ditetapkam oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan merupakan hasil revisi dari SNI tentang syarat mutu madu tahun 1994. Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Madu No. Jenis Uji 1. Aktivitas enzim diastase, min. 2. Hidroksimetilfurfural (HMF), maks. 3. Air, maks. 4. Gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa), min. 5. Sukrosa, maks. 6. Keasaman, maks. 7. 8. 9. 10. Padatan yang larut dalam air, maks. Abu, maks. Cemaran logam Timbal (Pb), maks. Tembaga (Cu), maks. Cemaran arsen (As), maks. Satuan DN mg/kg Persyaratan 3 50 % b/b % b/b 22 65 % b/b ml NaOH 1 N/kg % b/b 5 50 0,5 % b/b 0,5 mg/kg mg/kg mg/kg 1,0 5,0 0,5 Universitas Sumatera Utara 2.1.6 Efek Samping Madu Madu merupakan nutrisi alami yang efek sampingnya amat minimal. Sebuah penelitian Ladas yang dimuat di American Journal of Clinical Nutrition (1995) melaporkan bahwa konsumsi madu pada orang normal dapat menimbulkan diare atau gangguan perut. Hal ini mungkin disebabkan kandungan fruktosa madu yang cukup tinggi. Kadar fruktosa madu termasuk yang tertinggi sekelompok dengan buah apel dan pir. Tingginya fruktosa madu pada beberapa orang dapat menyebabkan gangguan penyerapan yang disebut malabsorbsi fruktosa. Hal ini cukup merepotkan bagi orang-orang yang sebelumnya punya pencernaan yang sensitif. Namun, menurut Ladas, hal itu justru menguntungkan untuk orang yang punya keluhan susah buang air besar karena efek laksatif dari madu tersebut (Suranto, 2007). 2.2 Tanaman Lengkeng Tanaman lengkeng atau kelengkeng termasuk suku rambut-rambutan. Kedudukan tanaman lengkeng dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Nephelium Universitas Sumatera Utara Spesies : Nephelium longanum sin. Euphoria longana (Lour.) Stend. (Rukmana, 2007). 2.2.1 Botani Tanaman Lengkeng Lengkeng merupakan tanaman keras yang mempunyai batang kayu yang kuat, sistem perakarannya sangat luas dan mempunyai akar tunggang yang sangat dalam (terutama tanaman lengkeng yang berasal dari biji), sehingga sangat tahan terhadap kekeringan dan tidak mudah roboh (Sunanto, 1990). Daun lengkeng termasuk daun majemuk, tiap tangkai memiliki tiga sampai enam pasang helai daun. Bentuknya bulat panjang, ujungnya agak runcing, tidak berbulu, tepinya rata, dan permukaannya mengandung lapisan lilin. Kuncup daunnya berwarna kuning kehijauan, tetapi ada pula yang berwarna merah (Sunanto, 1990). Bunga lengkeng berbentuk malai yang terletak di ujung rantingrantingnya, warnanya kuning muda atau putih kekuningan, ukurannya sangat kecil sehingga hanya dapat diamati secara jelas bila memakai alat pembesar (Sunanto, 1990). 2.2.2 Kandungan Gizi Lengkeng Lengkeng kecuali dapat dikonsumsi langsung (dipasarkan) sebagai buah segar juga dapat dikalengkan. Buah lengkeng mempunyai kandungan mineral yang kaya akan kalori dan gizi di samping vitamin C (Sunanto, 1990). Universitas Sumatera Utara 2.2.3 Jenis-Jenis Lengkeng a. Varietas Batu Lengkeng varietas batu termasuk lengkeng jenis unggul. Kulit buahnya agak kasar dan berwarna coklat muda. Buahnya lebih besar daripada varietas lainnya. Daging buahnya lebih tebal dan mudah sekali lepas dari biinya, (Jawa: nglothok). Rasa aromanya lebih tajam dan lebih segar, sehingga harganya di pasaran juga lebih mahal dibandingkan dengan jenis lainnya. Tetapi, jumlah buah tiap malainya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya (Sunanto, 1990). b. Varietas Kopyor Lengkeng varietas ini di pasaran harganya lebih rendah. Kulit buahnya halus berwarna coklat agak kuning (hampir seperti buah duku). Daging buahnya sulit lepas dari bijinya. Jumlah buah tiap malainya sangat banyak dan masih mampu berproduksi sangan baik di daerah-daerah yang mempunyai ketinggian sampai 950 meter di atas permukaan laut (Sunanto, 1990). 2.3 Enzim Dalam Madu Ada dua enzim yang mencolok dalam madu yakni enzim diastase dan enzim invertase. Konsep enzim yang lama menggolongkan enzim amilase menjadi dua kelompok, kelompok pertama yakni α-amilase amiloklasik atau amilitik) yang menceraikan rantai pati secara acak menjadi dekstrin dan menghasilkan hanya sedikit gula tereduksi. Kelompok kedua, ß-amilase (sakharogenik) yang menceraikan gula tereduksi maltose dari ujung rantai pati. Derajat keasaman (pH) optimum bagi α-amilase berkisar antara 5,0 pada suhu 22- Universitas Sumatera Utara 30ºC sampai 5,3 pada suhu 45-50ºC, sedang untuk ß-amilase adalah 5,3. Laporan terbanyak akan pH optimum bagi diastase madu adalah 5,3 (Sihombing, 1997). Pemanasan maupun penyimpanan lama terhadap madu mengakibatkan inaktivasi enzim madu dan data kinetik enzim madu telah diketahui sehingga paruh-hidupnya (half-life) dapat diketahui (Sihombing, 1997). 2.3.1 Enzim Diastase Enzim diastase adalah enzim yang mengubah karbohidrat kompleks (polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana (monosakarida) (Suranto, 2004). Lebah madu tidak dapat memanfaatkan pati mentah atau dimasak atau dekstrin. Sumber diastase dalam madu adalah lebah madu itu sendiri, meski ada juga yang menduga nektar sebagai sebagian sumbernya (Sihombing, 1997). 2.3.2 Fungsi Enzim Diastase Enzim diastase pada madu dapat mengubah pati menjadi glukosa dengan menggunakan iodin yang disertai dengan perubahan warna larutan (Murdijati, 1992). 2.3.3 Reaksi Kimia Enzim Diastase Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan, dan hasil akhirnya adalah glukosa. (C6H10O5)n + n H2O Pati Air n C6H12O6 Glukosa Universitas Sumatera Utara Ada beberapa tingkatan dalam reaksi diatas. Molekul-molekul pati mulamula pecah menjadi unit-unit rantaian glukosa yang lebih pendek yang disebut dekstrin. Dekstrin ini dipecah lebih jauh menjadi maltosa (dua unit glukosa) dan akhirnya maltosa pecah menjadi glukosa (Murdijati, 1992). Proses perubahan pati menjadi glukosa yang dilakukan oleh enzim diastase pada madu dalam uji aktivitas enzim dengan menggunakan iodin yang disertai perubahan warna larutannya adalah sebagai berikut : Pati (biru) dekstrin (biru kecoklatan) eritrodekstrin (merah) Maltosa (kuning) akrodekstrin (coklat) Glukosa (jernih/bening) + I2 Gambar 2.4 Penambahan amilum dengan iodin Larutan iodin digunakan untuk tes pati, warna biru tua menandai adanya larutan pati. Diperkirakan bahwa larutan iodin (ion I3− dan I5−) tersubstitusi ke dalam pati, tersubstitusinya iodin setelah terputusnya ikatan glukosida dalam pati oleh enzim dan terurai menjadi molekul molekul lebih sederhana, maka makin banyak terbentuk gugus OH bebas yang dapat disubstitusi oleh iodin sehingga konsentrasi iodin dalam larutan makin kecil dan molekul air semakin banyak terbentuk, apabila pati terhidrolisis sempurna maka gugus iodin yang bakal diabsorbsi semakin banyak atau di pihak lain konsentrasi molekul air akan Universitas Sumatera Utara bertambah, semakin kecil konsentrasi iodin bebas maka larutan akan berubah menjadi jernih (Murdijati, 1992). Universitas Sumatera Utara