BAB 12 SC Eklampsi dan Preeklampsi

advertisement
BAB 12
Pre-eklampsi adalah suatu kelainan yang tidak
manifest sebelum kehamilan 20 minggu. Kejadian paling
tinggi pada primi gravida, dan prevalensi terbesar pada multi
para. Pre-eklampsi khas dengan adanya Trias: Hypertensi,
protein uria, dan edema yang menyeluruh.
Disebut pre-eklampsi ringan bila pada wanita yang
sebelumnya normotensi ada kenaikan tekanan diastolik
menjadi > 90 mmHg dengan protein uria < 0,25 gr/lt.
Disebut pre-eklampsi berat bila tekanan sistolik > 160mmHg
atau diastolik > 110 mmHg, peningkatan yang cepat dari
protein uria, oliguria < 100 ml/24 jam, ada gangguan
cerebral atau penglihatan, pulmonary edema atau sianosis.
Pre-eklampsi bisa menjadi ekslampsi pada setiap tingkatan
bila terjadi kejang-kejang. Kejang-kejang bisa terjadi sebelum
persalinan, selama persalinan dan segera pada periode post
partum.
Etiologinya masih belum jelas, tapi semua peneliti
setuju bahwa kelainan yang esensial adalah adanya ischemia
utero plasental. Ada 3 faktor :
- injury imunologis pada plasenta
- ischemia uterus
- timbulnya koagulasi intravasculer
Mekanisme dasarnya dihubungkan dengan faktor
genetik, ketidakseimbangan metabolisme rostaglandin,
gangguanan defisiensi nutrisi atau kombinasi dari faktorfaktor tadi. Yang menarik, penyakit ini mempunyai
penyebaran geographi dan sosio ekonomi, lebih banyak di
negara berkembang, nyata menurun pada daerah yang lebih
berkembang. Jelas hal ini menyokong faktor nutrisi, genetik
dan interaksi antara keduahal itu, tetapi walaupun hal ini
terlihat pada beberapa penelitian, etiologi pasti tetap belum
jelas.
Kemungkinan
ketidakseimbangan
produksi
thromboxandan prostacycline merupakan mekanisme dasar
yang harus dipertimbangkan. Sering pada primigravida,
kejadian lebih tinggi bila ada pembesaran uterus yang cepat
1
SEKSIO SESAREA PADA PASIEN EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI
Seksio Sesarea pada Pasien Eklampsi dan Preeklampsi
Gatut Dwidjo Priyambodo, Bambang Suryono Suwondo
12
misalnya kehamilan lebih dari satu (kembar), diabetes
mellitus, polyhydramnion, mola hydatidosa.
ANESTESI OBSTETRI
12
Patofisiologi Pre-eklampsi / Eklampsi
Perubahan patofisiologi dari pre-eklampsi disebabkan
karena perubahan-perubahan vaskuler dalam plasenta
selama trimester pertama kehamilan. Suatu reaksi antigen
antibodi antara jaringan Ibu dan foetal menimbulkan
vasculitis plasenta. Pada kehamilan lebih lanjut akan
membawa
kearah
anoxia
jaringan
dan
pelepasan
thromboplastin-like
substance
ke
sirkulasi
Ibu,
menyebabkan gejala pre-eklampsi. Ischemia uteroplasenta
menyebabkan
ekskresi
renin-like
substance,
yang
menyebabkan peningkatan produksi angiotensin dan
aldoeteron. Diduga ada penghambatan sistem substansi
vasodilator, terutama prostaglandin. Akibat vasokontriksi
menimbulkan terjadinya:
- hipertensi
- lesi pada glomerulus yang menyebabkan protein uria
- penurunan glomerular filtration rate yang menimbulkan
peningkatan reabsorpsi sodium dan terjadi edema.
Penyebab kematian Ibu adalah edema paru dengan
congestive heart failure, hipertensive cerebral encephalopathy,
perdarahan otak, abruptio plasentae, renal failure, necorosis
hypophyse.
a) Susunan Saraf Pusat:
Komplikasi neurologis dari kehamilan, termasuk
sakit kepala, gangguan penglihatan, hiperrefleksia adalah
tanda-tanda adanya ancaman terjadinya convulsi, tapi
convulsi
dapat
juga
terjadi
tanpa
tanda-tanda
sebelumnya. Convulsi sulit diatasi, dan bisa terjadi status
epileptikus. Beberapa peneliti menyatakan cerebral edema
adalah faktor utama untuk terjadinya convulsi, tapi
penelitian baru-baru ini meragukan keterangan tadi.
Sheehan dan Lynch menemukan tidak ada fakta bahwa
ada pembengkakan otak dan menyatakan bahwa cerebral
edema tidak mungkin terjadi pada eklampsi. Penelitian
dengan CT scan pada 43 wanita hamil dengan eklampsi
menemukan edema terjadi pada 27 penderita, dan
beratnya edema dihubungkan dengan lamanya kejangkejang intermittent. Pada 5 penderita menunjukkan
adanya kenaikan sekilas dari tekanan intra kranial, dan
2
3
SEKSIO SESAREA PADA PASIEN EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI
perdarahan intra kranial, yang bisa fatal, ditemukan pada
4 penderita. Daerah hipoksic-ischemia merupakan lesi
yang paling penting. Penelitian yang lain dengan CT-Scan,
MRI, dan cerebral angiography menyokong konsep bahwa
prinsip dasar patologi adalah vasospatic ischemia injury
dari pada edema yang menyeluruh. Bila convulsi berat
dan berlangsung lama, bisa terjadi edema otak yang
menyeluruh, jadi edema ini akibat convulsi bukan sebagai
penyebab convulsi eklampsi.
Convulsi eklampsi berbeda etiologinya dengan
convulsi hipertensi encephalopathi. Pada hipertensi
encephalopathi, convulsi umumnya terjadinya bila
kenaikan tekanan darah melewati ambang autoregulasi
otak. Pada keadaan tersebut, terjadi vasodilatasi di focal
area akibat rusaknya barier darah otak, dan terjadi
extravasasi.
b) Sistim Kardiovaskuler:
Terjadi penurunan volume darah kira-kira 10-15%
dibandingkan dengan wanita hamil normal. Systemic
Vascular Resistance (SVR) meningkat. Peneliti lain,
mendapatkan
bahwa
sampai
25%
dari
pasien
menunjukkan fungsi myocardial yang sub optimal, dan
menyokong bahwa ada ketidak sesuai antara CVP dan
PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure), walaupun
keduanya umumnya rendah.
Dibandingkan dengan kehamilan yang normal, pada
pre eklampsi volume intravaskuler menurun, curah
jantung menurun, dan sistemik vascular resisten
meningkat.
c) Koagulasi :
Gangguan koagulasi sering terjadi pada pasien pre eklampsi/eklampsi dengan thrombocytopenia, terjadi pada
1/3 pasien pre-eklampsi. Juga bisa terjadi hemolisis,
terutama dihubungkan dengan kelainan fungsi hepar dan
disebut HELLP syndrome (Haemolysis, Elevated Liver
enzymes, Low Platelets) dan DIC terjadi kira-kira 7%
kasus. Kelton dkk, menyokong bahwa defisit fungsi
thrombocyt bisa terlihat tanpa dihubungkan dengan
jumlah thrombocytnya.
Ramanathan dkk., menyatakan bahwa wanita dengan
pre-eklampsi berat mempunyai bleeding time yang
12
ANESTESI OBSTETRI
12
memanjang dengan jumlah thrombocyt yang adequat,
hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi.
d) Sistim Respirasi :
Bisa terjadi kesulitan intubasi karena gangguan lapangan
penglihatan oleh karena adanya edema saluran nafas
bagian atas dan laryng.
e) Liver :
Disfungsi hepar mungkin penyebab dari keluhan sakit
epigastrium, dan telah diketahuai bahwa disebabkan
karena ischemia hepatic necrosis, walaupun hal ini juga
bisa disebabkan karena perdarahan sub capsula hepatis.
Hipotensi yang tiba-tiba bisa disebabkan karena ruptur
hepar spontan, walaupun jarang terjadi tetapi dapat
menyebabkan kematian. Penurunan fungsi liver dapat
merubah clearance obat yang dimetabolisme di hepar dan
memerlukan penyesuaian dosis obat untuk mencegah
overdosis.
f) Ginjal :
Kerusakan ginjal dIbuktikan dengan adanya protein uria,
walaupun oliguria lebih sering disebabkan hipovolemia
dan penurunan Renal blood flow daripada oleh kerusakan
ginjal. Telah dibuktikan bahwa lesi primernya adalah
renal vasospasme dan peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap molekul yang besar. Dapat terjadi
ARF (Acut Renal Failure) yang memerlukan dialisis yang
bisa dipresipitasi oleh adanya hipotensive terapi yang
berlebihan atau oleh Hb-uria (adanya HELLP syndrome).
Tetapi prognosisnya baik, Sibai melaporkan dari 18 pasien
ARF akibat eklampsi, 16 pasien baik tanpa sequele.
Sedangkan yang 2 lagi, meninggal akibat penyebab di luar
ginjal.
Table :
Differential Diagnosis of HELLP Syndrome, Thrombotic
Thrombocytic Purpura (TTP), Hemolytic-Uremic Syndrome
(HUS), and Fatty Liver of Pregnancy (FLP)
Disorder
HELLP
TTP
HUS
FLP
4
Microangiopathic hemolytic
anemia
+
+
+

Thrombocytopenic bleeding
+
+
+
+
Neurological dysfunction
+
++
±
±
±
+
+++
+
g) Feto-plasental unit :
Terjadinya disfungsi plasenta dengan gambaran morfologi
yang abnormal dan keabnormalan pertumbuhan plasenta
merupakan penyebab utama dari terjadinya preeklampsi.
Sering terjadi penurunan perfusi plasenta dan solutio
plasenta,
sehingga
bisa
menimbulkan
retardasi
pertumbuhan intra uterine dan terjadi kematian foetus.
Dengan pertimbangan keselamatan Ibu, sering bayi segera
dilahirkan, dan sebagai akibatnya kejadian respiratory
distress lebih tinggi pada neonatus yang lahir dari Ibu
preeklampsi/eklampsi. Neonatus yang imature juga
menderita perkembangan sistim metabolisme yang jelek,
jadi mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap obat
dari pada infant yang sehat dari Ibu yang gravida aterm.
Pengelolaan Pasien Pre-eklampsi
Pengelolaan pasien eklampsi/pre-eklampsi idealnya
dilakukan multi disiplin dan anestetist ikut dalam
pengelolaan pre-eklampsi berat pada stadium dini. Bila
diberikan MgSO4, anestetist dapat menaksir fungsi
neuromuskuler, sehingga dapat memberikan advis dalam
proteksi airway dan depresi nafas. Terapi terbaik untuk preeklampsi adalah cepat-cepat melahirkan foetus dan gejala
umumnya reda dalam 48 jam setelah bayi dilahirkan.
Pengelolaan adalah simptomatis, sasaran utama adalah
mencegah convulsi, memperbaiki perfusi organ dan utero
plasental, penurunan tekanan darah, koreksi gangguan
pembekuan. Pada kasus yang berat, diperlukan monitoring
tekanan arteri, CVP dan tekanan arteri pulmonalis.
a) Pengendalian Convulsi
Terapi untuk kejang-kejang terdiri dari oksigenasi,
ventilasi, anti convulsant. Pengendalian convulsi pada
pasien pre eklampsi masih dalam perdebatan, di Eropa/
Inggris dengan obat-obat anti convulsant sedangkan di
Amerika dengan MgSO4. Sedangkan di negara-negara lain
dengan memakai kedua obat tadi, anti convulsant dan
MgSO4. Pemberian MgSO4 sendiri tidak bekerja sebagai
anti convulsan karena tidak menembus blood brain
barier, tetapi memberikan gambaran palsu dengan
5
SEKSIO SESAREA PADA PASIEN EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI
Renal dysfunction
12
ANESTESI OBSTETRI
hilangnya kejang-kejang karena efek MgSO4 untuk
blokade neuromuskuler, tapi alasan ini tidak kena untuk
pasien yang bangun dan bernafas spontan. Prinsip
adanya cerebral vasospasme menyokong pemberian
MgSO4 karena magnesium adalah suatu cerebral
vasodilator kuat, maka rasional kalau bisa mengendalikan
komplikasi SSP.
Dibandingkan dengan diazepam, diazepam + pentazocine,
diphenylhydantoin atau epinutum, MgSO4 paling baik
untuk terapi convulsi. Megnesium lebih unggul daripada
diazepam bila dilihat dari efeknya terhadap bayi, tapi
pada penelitian lain, yang terbaik untuk neonatus adalah
diphenyl hydantoin.
12
Obat-obat Anticonvulsant :
1) Magnesium Sulphate :
Magnesium Sulphate adalah suatu SSP depresant dan
vasodilator ringan. Dengan relaksasi myometrium, ia juga
menyebabkan peningkatan utero plasental blood flow.
Setelah loading dose 40-80 mg/kg secara i.v., diikuti infus
continyu 1-2 gr/jam, Magnesium Sulphate dipertahankan
6-8 meq/lt. Refleks tendon yang dalam dikurangi pada
kadar Magnesium Sulphate 10 meq/lt, dan bisa terjadi
respiratoriparalisis dan heart block bila kadar Magnesium
Sulphate di atas 12-15 meq/lt. Magnesium potensiasi
dengan non depolarizing dan polarizing muscle
relaxant. Tranfer melalui plasenta menyebabkan bayi jadi
lemah dan depresi nafas. Calsium intra vena bisa
mengurangi kelemahan pada post operative akibat
magnesium. Bahaya terbesar dari Magnesium infus
adalah blokade neuromuskuler, juga menurunkan
resistensi perifer, dan meningkatkan curah jantung. Efek
samping dan efek toksik Magnesium pada Ibu adalah:
- kelemahan otot Ibu
- paralisis pernafasan
- perubahan EKG: interval P-Q memanjang, QRS
melebar, SA dan AV blok
- hilangnya reflex tendon profunda
- cardiac arrest
Efek samping pada bayi :
- penurunan tonus otot
6
Table : Effets of Increasing Plasma Magnesium Levels
Observed Condition
Normal plasma level
Therapeutic range
ECG ranges (P-Q interval prolonged, QRS complex
widens)
Loss of deep tendon reflexes
Sinoatrial and atrioventricular block
Respiratory paralysis
Cardiac arrest
mEq/L
1.5--2.0
4.0--6.0
5.0--10
10
15
15
25
2) Diazepam :
Diazepam dengan dosis 5-10mg, bisa diberikan
berulang-ulang sampai ada efeknya. Dosis kontinyu 10
mg/jam sering digunakan untuk profilaksis, tapi bisa
menimbulkan sedasi yang dalam dengan resiko
gangguan airway. Bisa terjadi depresi foetal terutama
pada bayi prematur karena obat ini menembus barier
plasenta sehingga bisa menyebabkan neonatal
hipotonia, depresi nafas dan hipotermia. Penggunaan
flumazenil untuk mereverse efek sedasi pada Ibu hamil,
Ibu dan anak, belum dilaporkan. Karena itu tiopental
50-100mg i.v. lebih disukai sebagai anti convulsant.
3) Phenytoin:
Phenytoin lebih populer daripada diazepam karena
kurangnya efek samping sedasi dan level terapeutik 40100 mol/lt. Loading dose 10 mg/kg dilarutkan dalam
100 ml NaCl fisiologis, diberikan i.v. dengan kecepatan
50 mg/menit. Dua jam kemudian, diberikan bolus yang
kedua, diberikan dengan cara yang sama dengan dosis
5 mg/kg. Terapi maintenance dimulai 12 jam setelah
bolus yang kedua dengan kecepatan 200 mg/8 jam
secara oral atau intravena. Penggunaan cara ini sering
menimbulkan komplikasi rasa terbakar pada tempat
infus, diikuti dengan pusing dan vertigo. Komplikasi
hipotensi bisa terjadi, tapi sangat jarang.
7
SEKSIO SESAREA PADA PASIEN EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI
- depresi nafas dan apnoe
Antidotum magnesium ialah dengan pemberian calcium
intra vena. Umumnya diberikan dengan dosis 1gr
Ca.gluconas atau Ca.chlorida intra vena. Magnesium
diekskresi melalui ginjal.
12
ANESTESI OBSTETRI
12
b) Pengelolaan Kardiovaskuler
1. Monitoring
- Tekanan darah (invasif, non invasif)
- CVP
- CVWP
Masih
diperdebatkan
tentang
monitoring
kardiovaskuler yang paling adekuat untuk pasien dengan
pre-eklampsi berat. Harus diingat bahwa CVP tidak selalu
menunjukkan tekanan pengisian jantung kiri, dan
konsekuensinya, ada resiko terjadinya edema paru bila ada
kelebihan volume pada pasien yang mempunyai disfungsi
ventrikel kiri. Karena volume loading sering diperlukan pada
pasien-pasien ini, maka CVP merupakan alat monitoring
yang minimal pada pasien
dengan pre-eklampsi berat,
walaupun diakui bahwa CVP tidak atau kurang
menunjukkan tekanan pengisian ventrikel kiri. Bila ada
hipertensi yang berat, dan digunakan obat-obat vasodilator
kuat, mungkin sebaiknya dipasang alat monitor tekanan
darah invasif (arteri line). Penggunaan kateter arteri
pulmonalis jarang dipakai, karena harganya mahal, kecuali
pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi hidralazine
dosis normal untuk menurunkan tekanan darah, edema
paru, unresponsive oliguria. Tetapi pada pengalamanpengalaman penggunaan monitor tekanan darah non invasif
dan CVP cukup baik untuk mengelola pasien.
2. Pengendalian hipertensi:
Pasien harus dirawat di Rumah Sakit dan istirahat.
Harus dipertimbangkan efek postural, terutama untuk
menghindari kompresi aortacaval. Pasien pre-eklampsi
umumnya relatif hipovolemia, juga ada vasospasme, yang
dapat mengurangi perfusi jaringan, sehingga akan berefek
buruk pada Ibu dan bayi. Walaupun ada anjuran untuk
terapi hipertensi secara agresif, kebanyakan penulis setuju
untuk menurunkan tekanan darah secara graduil sampai
level di atas tekanan normal, pada umumnya pada tekanan
diastolik 90mmHg. Perhatian ditujukan pada perfusi
plasenta dan fungsi ginjal Ibu, juga adanya cedera serebral
bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat. Dalam hal
konsep adanya cerebral vasospasme dan cerebral ischemia,
8
a. Dihydralazine
Hydralazine (Apresoline) meningkatkan utero-plasental
serta renal blood flow dan merupakan obat vasodilator
yang paling umum digunakan. Dosis 5-10 mg i.v. berefek
dalam waktu 15 menit dan berakhir sampai 6 jam.
Penambahan dosis 5 mg secara i.v., diikuti dengan infus
5-20 mg/jam, diberikan secara titrasi tergantung tekanan
darah. Efek obat bisa menyebabkan hipotensi dan
takikardi. Onset of action lambat, dan pengulangan dosis
tidak boleh diberikan dengan interval kurang dari 20
menit, bila tidak, akan terjadi hipotensi yang hebat.
Meninggikan renal blood flow dan uterine blood flow, serta
meningkatkan denyut jantung dan curah jantung. Adanya
takikardia dapat diterapi dengan Beta bloker misalnya
proponolol.
b. Methyl dopa
Obat ini umumnya untuk pasien dengan hipertensi
kronis. Dipakai dalam dosis standar, tapi dapat
menyebabkan ngantuk, depresi dan postural hipotensi,
tapi aman pada Ibu hamil pada dosis 1-3 g/hari dengan
pembagian dosis.
c. Nifedipine
Tidak banyak penelitian dalam pemakaian nifedipine
untuk mengendalikan tekanan darah pada eklampsi/preeklampsi. Prinsipnya Calcium antagonis merupakan terapi
yang logis dan dosis nifedipine sub lingual 10 mg tiap 20
menit sampai maksimum 30 mg. Ada laporan-laporan
yang menguntungkan dari fungsi ginjal, jumlah platelet.
d. Trimethaphan
9
SEKSIO SESAREA PADA PASIEN EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI
penurunan tekanan darah secara hati-hati disertai dengan
monitoring kardiovaskuler yang adequat sangat baik sekali.
Harus diingat bahwa, sebelum pemakaian vasodilator,
harus dilakukan dulu koreksi hipovolemia, kalau tidak, bisa
terjadi penurunan tekanan darah yang hebat. Obat yang
dipilih adalah yang menimbulkan arteriolar vasodilatasi
daripada yang venodilatasi yang akan mencegah kenaikkan
curah jantung. Dihydralazine adalah obat yang paling
populer karena berefek dilatasi arterial dan onset of action
cepat.
12
Keuntungan obat ini adalah tidak adanya efek cerebral
vasodilatasi. Obat dipecah oleh cholinesterase dan karena
tidak menembus barier plasenta dapat menyebabkan
pemanjangan efek suxamethonium. Bisa terjadi takikardia
dan menyebabkan penurunan venous return.
ANESTESI OBSTETRI
12
e. Nitroprusside dan Nitroglyserine
Nitrogliserin bekerja primer pada kapasitas vena dan
terbukti kurang efektif bila sebelumnya diberikan expansi
volume. Dianjurkan untuk pengendalian tekanan darah
pada waktu intubasi. Nitroprusside, sodium nitroprusside
(Nipride) adalah suatu vasodilator dengan onset yang
cepat dan lama kerja yang pendek. Obat ini ideal untuk
mencegah peningkatan tekanan darah yang sangat
berbahaya waktu induksi anestesi atau untuk terapi
krisis hipertensi. Tetapi pada pregnancy hanya dipakai
untuk mengendalikan tekanan darah akibat intubasi,
karena ketakutan akan adanya intoksikasi sianida pada
feotus. Kedua obat ini mempanyai tendensi untuk
menaikkan tekanan intra kranial Ibu.
f. Beta adrenergic blocking drugs
Obat-obat ini jarang digunakan karena adanya fakta-fakta
yang menyokong efek beta bloker pada foetus. Baru-baru
ini Labetalol telah dipakai pada terapi eklampsi/preeklampsi dengan hasil yang baik, walaupun ada laporan
yang menganjurkan pemakaian secara hati-hati terutama
bila bayinya premature.
3. Pengendalian Volume Intravaskuler
Meskipun ada bukti-bukti yang nyata pada eklampsi/
preeklampsi terdapat penurunan volume intravaskuler,
masih ada perdebatan tentang loading cairan, setiap
pasien harus dipertimbangkan tersendiri berdasarkan
data kardiovas-kulernya. Tetapi prinsip dasar adalah
loading cairan harus dilakukan sebelum terapi dengan
vasodilator. Apakah yang diberikan koloid atau kristaloid
masih diperdebatkan, terutama pada pasien yang
mempunyai tekanan onkotik rendah dan kebocoran
kapiler. Bila ada edema yang luas, berarti ada kebocoran
kapiler, maka volume loading harus diberikan dengan
hati-hati. Ini penting untuk dipikirkan bahwa beberapa
10
4. Pengelolaan Respirasi
Masalah utama adalah pengelolaan jalan nafas, karena
ada laporan tentang adanya edema hebat pada jalan nafas
bagian atas. Bila ada konvulsi, bisa terjadi trauma pada
lidah yang bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas, dan
intubasi menjadi sangat sulit. Adanya edema paru
terutama disebabkan karena pemberian cairan yang
berlebihan. ARDS jarang terjadi.
5. Fungsi Ginjal
Walaupun ada oliguria dan edema, tidak dianjurkan
pemberian
diuretik,
sebab
penyebabnya
adalah
vasospasme dan penurunan volume sirkulasi darah.
Pemberian volume dan vasodilator akan meningkatkan
renal blood flow dan curah jantung. Pemakaian dopamin
dengan dosis <_5g/kg/menit, cukup menguntungkan,
walaupun ada peningkatan sensitivitas Ibu terhadap
kathecholamin disirkulasi dengan akibat resiko terjadinya
hipertensi. Pemakaian nifedipine juga dicoba untuk
memperbaiki renal output. Diuretik jangan digunakan
kecuali bila ada hipertensi berat, congestive heart failure,
retensi air yang hebat, bila diperlukan efek potensiasi
dengan obat anti hipertensi.
6. Koagulopathi
DIC bisa terjadi pada pre-eklampsi yang berat. Pemberian
thrombocyt, fresh frozen plasma, sel darah merah sering
diperlukan. Bila ada DIC, regional analgesia merupakan
kontra indikasi.
Teknik Anestesia
Pada keadaan emergensi yang betul-betul memerlukan
operasi yang segera, pengoptimalan keadaan pasien harus
11
SEKSIO SESAREA PADA PASIEN EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI
dari pasien-pasien ini mempunyai penurunan ventricular
compliance, dan dapat terjadi peningkatan CPWP yang
besar secara tidak diduga-duga setelah pemberian
sejumlah kecil volume loading. Konsep lama tentang
pemakaian diuretik berdasarkan pada adanya edema,
tidak disokong lagi dan kebanyakan klinisi percaya bahwa
pemakaian diuretik ini akan memperhebat devisit volume,
dan penggunaan diuretik umumnya disalahkan.
12
selalu dijalankan. Perbaikan volume darah, pengendalian
hipertensi, memperbaiki fungsi ginjal, anti convulsi terapi
akan mempermudah pengelolaan anestesi. Regional
analgesia tidak boleh dilakukan bila jumlah thrombocyt <
100.000/mm3.
ANESTESI OBSTETRI
1.a. Epidural Anestesia :
Bisa digunakan untuk Seksio sesarea pada pasien preeklampsi dengan volume cairan dan pembekuan yang
normal. Dengan regional anestesia terjadi pengurangan
endogenous epinephrin dan norepinephrin, jadi akan
memperbaiki uteroplasental blood flow. Penurunan rasa
sakit dan anxieti mengurangi gejolak tekanan darah dan
kebutuhan narkotik.
1.b. Spinal anestesia :
Dihubungan dengan hipotensi yang berat dan tiba-tiba
akibat blokade simpatis, yang bisa menyebabkan
penurunan perfusi uteroplasental dan foetal asfiksia.
12
2. Anestesi Umum :
Mungkin diperlukan untuk Seksio sesarea emergensi
dengan foetal distress. Adanya edema jaringan lunak dapat
menyebabkan kesulitan saat induksi karena adanya
pembengkakan peri glottic. Adanya hipertensi sistemik dan
hipertensi pulmonal meningkatkan resiko terjadinya stroke
dan pulmonary edema. Dihindari pemakaian ketamin. Bisa
dipakai 0,67 MAC enfluran, halotan atau isofluran. Karena
ada sensitasi muscle relaxant dengan Magnesium, perlu
dipakai monitor nerve stimulator (TOF = Train of Four).
Anestesi umum indikasi untuk Bedah Cesarea emergensi
karena induksi cepat dan menghindari pelebaran ruangan
intra vaskuler akibat blokade simfatis.
Indikasinya :
- Hypovolemia yang dihubungkan dengan hemorhagi.
Pasien dengan plasenta praevia atau solutio plasenta
akan lebih buruk dengan regional daripada dengan
anestesi umum.
- Acut foetal distress : Pada keadaan ini diperlukan
melahirkan bayi dengan segera. Dengan regional anestesi
12
Obat-obat yang dipakai selama anestesi Umum :
1. N2O
Sedikit sekali atau hampir tidak mendepresi bayi bila
diberikan dengan minimal 50% O2 dan diberikan dalam
periode < 20 menit. Tidak ada depresi yang nyata pada
bayi, bila diberikan N2O 50% sebelum bayi lahir. Untuk
seksio sesarea berikan O2 50-70%.
2. Halotan
Pada konsentrasi anestesi menyebabkan
- atonia uteri dan pendarahan post partum
- depresi respirasi pada infant
Halotan jarang sekali digunakan kecuali untuk
manipulasi uterus, supaya dinding uterus menjadi rileks.
Sehingga halotan sebaiknya tidak dipakai untuk Seksio
sesarea.
Indikasi pemakaian halotan hanya untuk relaxasi uterus,
misalnya: kontraksi tetanic uterus, versi luar atau versi
dalam, pelepasan plasenta secara manual, inversi uterus,
Bandl's ring.
3. Pentotal
Pada dosis ≤ 4 mg/kg tidak menyebabkan depresi pada
infant.
4. Muscle Relaxant
Untuk fasilitas intubasi bisa dipakai succinyl cholin,
curare, vekuronium, pancuronium, atracurium. Obatobat ini tidak menembus barier plasenta.
5. Pitocin
Obat-obat oxytocics yang paling sering digunakan adalah
syntetik hormon pituitary posterior yaitu oxytocin
(Pitocin) dan ergot alkaloid ergonovine (Ergotrat) dan
methyl ergonovine (methergin).
Oxytocin bekerja pada otot polos uterus untuk
menstimulasi frekuensi dan kekuatan kontraksi. Efek
pada sistim kardio vaskuler adalah penurunan tekanan
sistolik, diastolik, takikardia, aritmia. Pada dosis tinggi,
13
SEKSIO SESAREA PADA PASIEN EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI
akan lebih lambat, karena menunggu bekerjanya obat
dan persiapannya.
12
ANESTESI OBSTETRI
bisa bekerja sebagai anti diuretic, yang bisa membawa
kearah intoksikasi air, cerebral edema, convulsi bila
diberikan cairan i.v. yang berlebihan.
6. Ergot alkaloids
Dalam dosis kecil meningkatkan kekuatan dan frekuensi
kontraksi uterus, dilanjutkan dengan relaxasi normal
uterus. Pada dosis yang lebih tinggi, kontraksi menjadi
lebih kuat dan lama. Tonus saat istirahat meningkat,
dan terjadi kontaksi tetanic. Efek pada sistim kardio
vaskuler adalah vasokontriksi dan hipertensi, terutama
dengan adanya obat-obatan vasopressor. Bisa diberikan
intramuskuler atau per oral. Suntikan intra vena bisa
menimbulkan terjadinya hipertensi, convulsi, stroke,
kerusakan retina, edema paru.
Ekstubasi :
Pada saat Ekstubasi bisa terjadi kenaikan tekanan
darah. Untuk mengatasinya bisa diberikan analgetic
(fentanil), lidokain, MgSO4, beta-bloker.
12
Pengelolaan Pascabedah :
Walaupun terapi untuk pre-eklampsi adalah cepatcepat melahirkan bayi, tetapi convulsi masih bisa terjadi 10
hari sampai 2 minggu setelah melahirkan. Terapi anti
convulsi, anti hipertensi mungkin masih diteruskan bila ada
indikasi. Analgesi pascabedah harus diberikan karena rasa
sakit akan menaikkan tekanan darah.
Simpulan
Pengelolaan
pasien
dengan
pre-eklampsi
berat
merupakan tantangan di klinik. Anestetist harus bekerja
dalam hal menghilangkan rasa sakit, pengelolaan fungsi
kardiovaskuler, pengendalian balans cairan, fungsi respirasi,
SSP dan organ lain.
Kunci untuk praktek klinik:
- Cegah dan terapi convulsi dengan phenytoin atau MgSO4.
- Fungsi kardiovaskuler: hati-hati dalam mengganti volume
defisit dan berikan vasodilator (misal : hidralazine) untuk
terapi hipertensi.
- Jika tidak ada kontra indikasi, pilihan pertama adalah
epidural anestesia.
- Anestesi umum memerlukan:
14
Daftar Pustaka
1. Datta S. The Obstetric Anesthesia Handbook, edisi ke-2,
St Louis: Mosby; 1995.
2. Datta S. Anesthetic and Obstetric management of highrisk pregnancy, edisi ke-3, New York: Springer;2004.
3. Datta S. Obstetri Anesthesia Handbook, edisi ke-4, USA:
Springer; 2006.
4. Datta S. Obstetri Anesthesia Handbook, edisi ke-3. USA
5. Datta S, Kodali BS, Segal S. Obstetri Anesthesia
Handbook, edisi ke-5. New York: Springer; 2010.
Norris MC. “Obstetric Anesthesia” Chapter 25: Anesthesia
and Coexisting Maternal Disease” Copyright © 1993, By
J.B. Lippincott Company, Philadelphia. P. 447-471.
Shnider SM, Levinson G. “Anesthesia for Obstetrics Second
Edition Copyright © 1987 Williams & Wilkins. Baltimore,
MD 21202, USA. p. 345-381.
15
SEKSIO SESAREA PADA PASIEN EKLAMPSI DAN PREEKLAMPSI
pengelolaan jalan nafas yang trampil.
pengendalian tekanan darah saat intubasi dengan
Nitroglyserine atau MgSO4/alfentanyl.
hati-hati potensiasi dan interaksi obat, terutama
magnesium dan pelemas otot.
hati-hati pengelolaan pascabedah.
12
Download