BAB II URAIAN TEORITIS 2.1Sejarah Biro Perjalanan Wisata 2.1.1

advertisement
6
BAB II URAIAN
TEORITIS
2.1Sejarah Biro Perjalanan Wisata
2.1.1 Di Luar Negeri
Permulaan abad ke-19 ditandai dengan banyaknya kemajuan dalam bidang
transportasi baik darat, laut maupun udara. Dengan kemajuan ini maka semakin
banyak orang yang melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain, dari negara satu
ke negara lain, bahkan dari benua satu ke benua lain.
Dengan lahirnya revolusi industri ini, transportasi darat dan laut semakin
berkembang salah satunya adalah kereta api dan kapal laut. Pada abad ke-19 kereta
api menjadi mode transportasi yang dominan untuk melakukan perjalanan dan
sekaligus merupakan kekuatan penggerak pengembangan pariwisata. Dengan
transportasi yang sudah modern ini banyak orang sangat terangsang untuk
mengadakan suatu perjalanan. Pertumbuhan transportasi turut menumbuhkan
industri-industri jasa lainnya seperti: perhotelan, restoran, tempat rekreasi, dll. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengaturan perjalanan yang profesional utnutk mempermudah
kegiatan perjalanan yang dilakukan.
Keadaan yang diuraikan di atas telah memunculkan nama besar dalam sejarah
lahirnya biro perjalanan wisata di dunia yaitu Thomas Cook yang lahir di Inggris
pada tanggal 22 November 1818. Pada mulanya Thomas Cook memulai usahanya
dalam bisnis perjalanan dengan membujuk sejumlah perusahaan kereta api dan kapal
6
7
uap untuk membayar sejumlah komisi padanya karena dia menjual tiket perusahaan
tersebut. Cook bermaksud untuk memperluas bisnisnya ke seluruh Inggris,
Scotlandia, dan daratan Eropa. Maka pada tanggal 5 Juli 1841 Cook mulai
mengorganisasi dan merancang sebuah paket perjalanan kelompok-kelompok dengan
menggunakan kereta api yang bernama A Round Trip Excursion, dari kota Leicester
ke kota Loughborough di Inggris selama satu hari dengan biaya satu shelling / pax.
Karena kesuksesan perjalanan ini, Cook di angkat menjadi agen dari salah satu
perusahaan kereta api di Inggris yang bernama „Midland Company Railway„.
Thomas Cook mulai mengorganisasi perjalanan singkat dengan gerbong
kereta api yang terbuka dengan menyediakan hiburan dan makanan selama
perjalanan. Maka pada tahun 1851 Cook memutuskan membuat sebuah package tour
yang berpemandu untuk menyaksikan „World Exposition„ di London yang diikuti
oleh sekitar150.000 orang. Tour ini merupakan paket wisata pertama karena di
dalamnya telah dimasukkan komponen harga hotel, transport, makan, tour guide,
entrance fee, dll.Karena kesuksesan package tour yang disusun Cook tersebut, Cook
kembali membuat package tour ke luar negeri menuju Perancis untuk menyaksikan
keindahan alam Eropa dan tempat-tempat bersejarah.Tour ini di beri nama„Cook‟s
Tour To Europe„. Perjalanan ini merupakan Grand Tour pertama dalam sejarah
kepariwisataan.
Kesuksesan
Thomas
Cook
dalam
mengorganisasi
perjalanan
telah
mendorongnya untuk membuka suatu biro perjalanan yang kemudian diberi nama
„Thomas Cook and Son„ di London pada tahun 1868. Sejak saat itu, Thomas Cook
8
mulai menyusun administrasi perjalanan secara professional dan modern sehingga
dia dijuluki Bapak Perintis Biro Perjalanan Modern di dunia.
2.1.2 Di Dalam Negeri
Sejarah perkembangan biro perjalanan wisata di Indonesia dimulai pada tahun
1910 dengan didirikannya Verenidge Touristen Veerker (VTV) di Batavia (Jakarta
sekarang) oleh pemerintahan Belanda. Tujuan pemerintah Belanda mendirikan
perusahaan ini adalah untuk mengurus kepentingan perjlanan dari para pegawai
pemerintah Belanda yang tinggal di Indonesia yang ingin mengadakan tamasya di
Indonesia, sehingga para pegawai ini tidak perlu pulang ke Belanda karena perjalanan
ke negeri Belanda memerlukan waktu yag lama dan sangat berbahaya disebabkan
jarak jauh dan daerah-daerah berbahaya yang harus dilewati.
Sejak didirikannya perusahaan swasta NV.Lisland (Lissonne Lindeman) di
Batavia,
kegiatan
tour
mulai
berkembang
terutama
di
pulau
Jawa
dan
Sumatera.Perusahaan ini berkembang dengan baik dalam mengurus orang-orang
Belanda yang ingin cuti dan berekreasi di Indonesia.Lislind mengorganisasi
perjalanan suatu rombongan Weltervreden dalam acara natal ke Jawa Tengah,
Bandung, Yogyakarta, dan Garut selama 6 hari. Lislind juga menghasilkan paketpaket perjalanan yang lain seperti :Fourteen Days in Jav Motor Car and Train
Combination Tour.
Pada tahun 1936, NV.Lislind dilikuidasi ke dalam NV.Nitour (Nederland
Indische Touristen Bureau).Setelah Indonesia merdeka, NV.Nitour diambil alih oleh
9
pemerintah R.I pada tahun 1955 dan dijadikan PN.Nitour (Perusahaan Negara
National and International Tourist Bureau).Pada tahun 1956, perusahaan ini berada
dibawah
Departemen
Perhubungan.PN.Nitour
bertanggung
jawab
mengurus
perjalanan wisatawan mancanegara di Indonesia juga harus bertanggung jawab
apabila ada subversi yang membaur dengan wisatawan biasa, serta membuat statistik
dan laporan pada menteri perhubungan.Kemudian, pada tahun 1967 PN.Nitour
berubah menjadi PT.Nitour dan dijual kepada Sri Sultan Hamengkubowono IX.
2.2 Defenisi Biro Perjalanan Wisata
Perusahaan perjalanan yang disebut juga Biro Perjalanan Wisata, Travel
Agent, Travel Bureau, Reisen Buro, Travel Service, Tours and Travel Service, Agen
Persiaran, dll merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa pariwisata,
dimana perusahaan tersebut mengolah, mereservasi, merencanakan, membuat dan
menyelenggarakan perjalanan wisata baik untuk kepentingan bisnis, berlibur, sosial
dan budaya, dan sebagainya. Sebuah biro perjalanan wisata menjual rancangan
perjalanan secara langsung pada masyarakat. Lebih khusus lagi sebuah biro
perjalanan menjual transportasi udara, darat, laut; akomodasi penginapan; pelayaran
wisata; paket wisata; asuransi perjalanan; dan produk lainnya yang berhubungan
dengan perjalanan.
Di Indonesia defenisi biro perjalanan wisata di tuangkan dalam suatu landasan
hukum yang kuat yaitu Surat Keputusan Direktur Jendral Pariwisata No.Kep
16/U/II/88 tanggal 25 Februari 1999. Pada BAB I Penelitian Umum Pasal I, undang-
10
undang ini memberi defenisi biro perjalanan wisata dengan batasan-batasan dan
pengelompokkan perusahaan sebagai berikut:
1. Usaha Perjalanan adalah perusahaan perjalanan yang kegiatan usaha-usahanya
bersifat komersial yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan
bagi seseorang, sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan
berwisata.
2. Biro Perjalanan Wisata adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan
wisata dan jasa lain terkait dengan
penyelenggaraan perjalanan wisata baik dari
dalam ke luar negeri maupun sebaliknya.
3. Cabang Biro Perjalanan Wisata adalah salah satu unit dari usaha biro perjalanan
wisata, yang berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusatnya di wilayah
lain yang melakukan kegiatan kantor pusat.
4. Agen Perjalanan adalah badan usaha perantara yang bertindak menyediakan jasa
pelayanan yang berkaitan dengan penyelengaraan wisata.
5. Perwakilan adalah Biro Perjalanan Wisata, Agen Perjalanan, Badan Usaha atau
perseorangan yang di tunjuk oleh suatu perusahaan biro perjalanan wisata yang
berkedudukan di wilayah yang sama atau wilayah lain untuk melakukan kegiatan
yang diwakilkan baik secara tetap maupun tidak tetap.
Banyak pakar dan pihak terkait yang memberikan pemaparan secara umum
biro perjalanan wisata. Pemaparan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Undang – Undang Kepariwisataan No.9 Tahun 1990, BAB IV, Pasal II.
11
Usaha jasa biro perjalanan wisata merupakan usaha penyedia jasa pelayanan dan
penyelenggaraan wisata.
2. Menurut Oka A.Joeti (YOETI, 1982, hal.222)
Biro perjalanan wisata adalah suatu perusahaan yang usaha dan kegiatannya
merencanakan dan menyelenggarakan perjalanan atas inisiatif dan resiko sendiri,
dengan tujuan mengabil keuntungan dari penyelenggara perjalanan tersebut.
3. Menurut Nyoman S. Pendit (M.A DESKY, 1999, hal 2)
Travel Bureau atau Travel Agency adalah perusahaan yang mempunyai tujuan
menyiapkan suatu perjalanan yang dalam bahasa asing disebut tour atautrip bagi
seseorang yang merencanakan untuk melakukan perjalanan.
2.3 Fungsi Pokok Biro Perjalanan Wisata
1. Intermediary (perantara) berlaku untuk APW/BPW
a. Jasa-jasa pelayanan yang berkaitan dengan perjalanan wisata pada umunya.
- Berbagai destinasi atau daerah tujuan wisata
- Cara bepergian (mode of travellig)
- Jadwal transportasi: kereta api, bus, feri, kapal laut
- Akomodasi
- Dokumen perjalanan yang diperlukan
- Acara perjalanan wisata dan atraksi wisata
- Acara hiburan/tontonan
- Asuransi perjalanan wisata atas diri dan barang
12
- Harga yang berlaku
b. Jasa-jasa pelayanan yang berkaitan langsung dengan penjualan produk wisata.
2. Organizer berlaku untuk Biro Perjalanan Wisata
Selain menjual produk wisata milik orang lain, juga dapat membuat atau
menciptakan paket wisata sendiri dan menjual langsung kepada pelanggan.
Berdasarakan hal tersebut, perbedaan antara biro perjalanan wisata dan agen
perjalanan terlihat jelas.Biro perjalanan wisata berperan sebagai perencana,
pelaksana, dan perantara dari agen perjalanan. Dengan kata lain, biro perjalanan
wisata bisa menjadi agen perjalanan, agen perjalanan tidak bisa menjadi biro
perjalanan wisata.
2.4 Defenisi Kebijakan
Konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah
policy. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelasanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi,
dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam
usaha mencapai sasaran.
Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008:7) mendefenisiskan
kebijakan sebagai serangkaian tindakan / kegiatan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat
hambatan – hambatan (kesulitan – kesulitan) dan kesempatan – kesempatan terhadap
13
pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pendapat ini juga menunjukkan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang
memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari defenisi kebijakan.
Karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya
dikerjakan daripada apa yang disulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.
Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa Istilah kebijakan sendiri masih
terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk
memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008:40-50) memberikan
beberapa pedoman sebagai berikut:
a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan
b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administarsi
c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan – harapan
d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan
e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai
f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun
implicit
g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu
h. Kebijakan meliputi hubungan – hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang
bersifat intra organisasi.
i. Kebijakan public meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga – lembaga
pemerintah
j. Kebijakan itu dirumuskan atau didefenisikan secara subyektif.
14
Menurut Budi Winarno (2007:15), istilah kebijakan (policy term) mungkin
digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indoneia“, “kebijakan
ekonomi jepang“, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih
khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang
debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solichin Abdul Wahab maupun Budi
Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaannya sering dipertukarkan
dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang – undang,
ketentuan – ketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno:2009:11).
Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010:12) kebijakan harus
dibedakan dengan kebijaksanaan.Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang
berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan.Pengertian kebijaksanan
memerlukan pertimbangan – pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan
mencakup aturan – aturan yang ada didalamnya. James E Anderson sebagaimana
dikutip Islamy (2009:17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “a purposive
course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or
matter of concern“ (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu).
Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno
(2007:18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang
sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain
itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan
15
keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif
yang ada.
Richard
Rose
sebagaimana
dikutip
Budi
Winarno
(2007:17)
juga
menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan
yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi – konsekuensi bagi mereka
yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri.Pendapat kedua
ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan
dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai
arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kebijakan adalah tindakan – tidakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau
tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang didalamnya
terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang
ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.
2.4.1 Tahapan Penentuan Kebijakan
Ada tujuh tahapan dalam pengambilan kebijakan, yaitu:
1. Tahap satu “Identify the decision to be made“. Tahap mengidentifikasi keputusan
yang akan dibuat, yaitu mengkaji dan menganalisa keputusan yang harus dibuat.
Kesadaran seorang pengambil keputusan untuk terlebih dahulu merefleksi dasar
penentuan kebijakan tersebut. Alasan – alasan yang mungkin muncul : apakah
kebijakan tersebut didasari atas kebutuhan yang sebetulnya di masyarakat? Atau
16
keputusan yang didasari adanya tekanan dari pihak luar untuk segera membuat
keputusan tanpa dasar kebutuhan dan analisis situasi yang nyata. Atau keputusan atas
ketidakpuasan terhadap kebijakan yang sedang terjadi dan akan segera diperbaiki
dengan kebijakan yang lebih baik. Tahap awal ini merupakan analisis internal yang
mencoba mengkaji urgensi kebijakan berdasarkan pertimbangan – pertimbangan
internal.
2. Tahap dua “Gather relevant information“. Tahap pengumpulan informasi yang
relevan.Pada umunya keputusan memerlukan mengumpulkan informasi yang relevan.
Tujuan pokok dari tahap ini adalah mengetahui informasi yang diperlukan, sumber
informasi yang terbaik, dan bagaimana cara mendapatkan itu. Informasi penting
tersebut dapat diperoleh dari dalam diri penentu kebijakan melalui suatu proses self –
analysis, informasi harus dicari dari luar yourself – books, orang – orang, dan sumber
informasi yang cukup handal adalah hasil dari riset atau penelitian studi analisis
kebutuhan lapangan (need asessment) baik melalui survey, polling, focus group
discussion, lokakarya dan lain – lain.
3. Tahap tiga “Identify alternative“. Berdasarkan informasi dari tahap dua di atas,
maka diperoleh beberapa alternatif keputusan yang dapat diperoleh.Informasi tersebut
diklasifikasi menjadi alternatif yang memungkinkan (feasible), logis, dan dapat
diadopsi dengan mudah oleh masyarakat.Selain dari informasi tersebut, bagi seorang
penentu kebijakan dapat juga menggunakan nalar dan imajinasi untuk menentukan
alternatif yang baru.
17
4. Tahap empat “Weigh evidence”. Tahap dimana informasi dan fakta yang sudah
dikumpulkan dan menjadi alternatif selanjutnya dipertimbangkan (judging). Seorang
penentun kebijakan haruslah melibatkan emosi dan informasi yang dimilikinya untuk
membayangkan apa yang akan terjadi apabila masing – masing alternatif tersebut
diterapkan. Tahap ini menganalisis kemungkinan
dampak
– dampak
yang
ditimbulkan dari keputusan yang diambil baik positif maupun negatif. Pada tahap ini
dapat juga menggunakan pendekatan analisis SWOT. Dari pertimbangan –
pertimbangan terhadap beberapa alternatif itulah maka akan memunculkan satu
alternatif yang lebih memungkinkan untuk ditetapkan.
5. Tahap lima“Choose among alternatives“.Memilih diantara alternatif yang tersedia.
Hal ini didasarkan atas pertimbangan dari semua bukti, informasi yang ada
dan
sudah yakin akan menggunakan satu alternatif. Dari alternatif yang ada dapat juga
dikombinasikan sesuai dengan kebutuhannya.
6. Tahap enam “Take action“. Mulailah mengimplementasikan kebijakan yang telah
ditetapkan dalam bentuk peraturan keputusan, perundangan, ketetapan dan lain – lain.
Dalam hal ini dibuat pula strategi implementasi yang efektif dan efesien dengan pola
delivery system dan difusi yang tepat.
7. Tahap tujuh “Review decision and consequences“.Tinjauan ulang terhadap
keputusan dan konsekuensi yang telah ditetapkan.Pada langkah ini penentu kebijakan
melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kebijakan,
evaluasi
keberhasilannya.Evaluasi meliputi prosesdan hasil. Informasi yang diperoleh dari
pengawasan dan evaluasi tersebut sebagai dasar untuk meninjau kembali keputusan
18
yang telah dibuat kemungkinan untuk dilanjutkan atau diganti dengan kebijakan yang
lain. Tentu saja hal ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu sampai dapat dilihat
hasil yang nyata dari sebuah kebijakan.
Pembuat keputusan, dipengaruhi oleh kebijakan yang ada sebelumnya
kebijakan yang diambil tergantung pada pengalaman masa lalu, harus membuat
keputusan dan mulai bertindak dengan cepat mengubah dunia (changing world) untuk
situasi yang terjadi saat ini. Dalam situasi yang perlu peningkatan kualitas ini,
diperlukan suatu analisis yang kuat dan tepat tentang situasi yang ada saat ini (current
situation), apakah terdapat suatu kebutuhan yang mendesak untuk satu kebijakan,
kemampuan utnuk memandang dengan tepat situasi yang sekarang terjadi melalui
analisis kesenjangan / gap atau discrepancy. Selain itu perlu mengetahui beberapa
hambatan – hambatan yang berasal dari luar (external noise) meliputi sosial, budaya,
kultur, organisasi politik dan masalah ekonomi yang mempengaruhi tatanan
masyarakat saat ini, termasuk akses budaya global secara universal. Faktor luar
tersebut akan mempengaruhi gangguan dari dalam (internal noise) yang berupa
kondisi mental individu dalam masyarakat yang berupa sikap, kebiasaan,
kedisiplinan, kemandirian tatanan akhlak dan lain – lain. Kondisi masyarakat yang
terjadi dengan segala hambatan baik internal dan eksternal akan membangun sebuah
pandangan (perception) sebagai paradigma yang diyakini dan dialami masyarakat.
Disinilah mulai tampak adanya satu kejelasan apa yang terjadi, kebutuhan apa yan g
perlu dipenuhi, termasuk regulasi kebijakan yang harus dikeluarkan, untuk itu dibuat
dugaan – dugaan untuk suatu kebijakan yang baik (testing hypotheses). Dugaan
19
sementara itu sebagai dasar untuk melahirkan berbagai alternatif tindakan keputusan
(decision). Sebuah regulasi kebijakan yang telah ditetapkan perlu diikuti
dengan
strategi penyampaian kebijakan kepada masyarakat dengan pola komunikasi
(communication) yang tepat pada sasaran, sehingga pada gilirannya akan terjadi
perubahan – perubahan perilaku yang diharapkan (expected behavior) sebagai
dampak dari kebijakan tersebut sebagai indikator keberhasilan keputusan. Dan perlu
juga manganalisis perilaku – perilaku yang tidak diharapkan (unexpected behavior)
sebagai dampak negatif dari sebuah kebijakan yang diambil untuk segera disusun
tindakan untuk mengatasinya.
2.4.2 Proses Menentukan Kebijakan
Selain tahapan pengambilan kebijakan seperti yang diuraikan diatas, perlu
juga diperhatikan proses pengambilan keputusan yang tepat . John R. Baker (Lowa
State University 1983) menjelaskan bahwa proses pengambilan kebijakan haruslah
memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
a. Analisis Kondisi
Gambarkan situasi dari dengan melihat berbagai perspektif diantaranya:
1. Kondisi keuangan, sosial, atau perspektif dari undang – undang
2. Kondisi emosional, pribadi, atau perspektif keluarga
3. Religius atau perspektif masyarakat
4. Apakah situasi mempengaruhi pribadi atau tjuan bisnis
5. Apakah situasi mempengaruhi misi bisnis
20
6. Adakah implikasi terhadap moral
b. Pilihan
Memutuskan sebuah kebijakan pada dasarnya adalah menentukan satu pilihan
kebijakan dari beberapa pilihan yang ada.Semakin banyak alternatif pilihan semakin
memberikan peluang untuk memperoleh pilihan yang terbaik. Dengan demikian
proses menentukan sebuah kebijakan haruslah didasarkan atas pilihan, bukan
keputusan tunggal. Disinilah seorang penentu kebijakn dituntut untuk memilki
kemampuan untuk menimbang (judgement) dengan memperhatikan banyak aspek
yang terkait.
c. Consequences
Setiap kebijakan yang dihasilkan akan menimbulkan dua konsekuensi logis.
Konsekuensi tersebut bersifat pro dan kontra. Pro berarti mendukung sepenuhnya
terhadap kebijakan yang dikeluarkan, sehingga masyarakat yang pro akan secara aktif
melaksanakan kebijakan tersebut. Kontra adalah sebaliknya memberikan respon yang
negatif dan depensif terhadap kebijakan yang dikeluarkan. Masyarakat yang kontra
akan mengekspresikan ketidak setujuannya melalui berbagai bentuk baik tindakan
tidak melaksanakan kebijakan, bersikap acuh, bahkan sampai tindakan demonstrasi
menolak kebijakan. Pembuat kebijakan harus menanggapi situasi tersebut sebagai
gejala yang alamih, oleh sebab itu perlu dijadikan bahkan masukan untuk
menyempurnakan kebijakannya.
21
d. Solution
Selanjutnya mengidentifikasi dampak – dampak positif dan negatif dari
kebijakan yang akan dikeluarkan. Analisis pilihan kebijakan yang mana yang
memiliki dampak positif yang lebih banyak. Dari hasil identifikasi itulah maka akan
tergambar suatu solusi yang akan menjadi sebuah kebijakan.
e. Important Considerations
Selanjutnya perlu diperhatikan beberapa yang penting agar keputusan yang
diambil tepat. Diantaranya:
a) Timing, haruslah diingat bahwa selalu ada waktu yang tepat untuk
mengeluarkan satu keputusan. Artinya tidak setiap
keputusan dapat
dikeluarkan kapan saja, namun ada masa yang tepat (right time). Menunda
suatu keputusan mungkin sama halnya tidak membuat suatu keputusan,
namun yang terpenting tidak terburu – buru dalam pembuatan suatu
keputusan.
b) Information, dasar dari sebuah keputusan adalah informasi. Dengan demikian
tidak tepat sebuah keputusan dikeluarkan dengan hanya mengandalkan
informasi yang terbatas. Eksplorasi informasi menjadi sangat penting untuk
sebuah keputusan, terutama alasan – alasan yang mendasari sebuah
keputusan. Informasi dapat berupa fakta emprik, teoritik, maupun data
spekulatif yang cukup kuat, akurat dan diyakini kebenarannya.
c)
Emotions and Experience, proses pengambilan kebijakan harus melibatkan
emosi, naluri bakat dan insting, logika saja tidak cukup, namun
perlu juga
22
dikombinasikan dengan pengalaman yang pernah dialami oleh pihak lain,
penentu kebijakan atau kebijakan lain namun yang masih terkait dengan
kebijakan yang akan dibuat.
2.5 Defenisi Implementasi
Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi
Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau
pelaksanaan sebagai berikut:
“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan
yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan“ ( Usman,2002:70).
Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa
implemntasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan
dilakukan secara sungguh – sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam
Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau
pelaksanaan sebagai berikut:
“Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi
antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan
pelaksana, birokrasi yang efektif“ (Setiawan,2004:39).
23
Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa
implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau
seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan
penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai
dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.
Menurut Hanifah Harsono dalam bukunya yang berjudul Implementasi
Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi attau
pelaksana sebagai berikut:
“Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan
kebijakan dari politik ke dalam administarsi. Pengembangan kebijakan dalam rangka
penyempurnaan suatu program“ (Harsono,2006:67).
2.6 Defenisi Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn (Arif Rohman,
2009:134) dimaksudkan sebagai keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu –
individu / pejabat – pejabat atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Selanjutnya, M. Grindle menambahkan (Arif Rohman,2009:134), bahwa
proses implementasi mencakup tugas – tugas “membentuk suatu ikatan yang
memungkinkan arah suatu kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari aktivitas
pemerintah“. Seperti tugas – tugas dalam hal mengarahkan sasaran atau objek,
24
penggunaan dana, ketepatan waktu, memanfaatkan organisasi pelaksana, partisipasi
masyarakat, kesesuaian program dengan tujuan kebijakan dan lain – lain.
Dalam menganalisis masalah implementasi kebijakan, seorang ahli yang
bernama Charles O. Jones mendasarkan diri pada konsepsi aktivitas – aktivitas
fungsional.Menurutnya, implementasi adalah suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk
mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar aktivitas dalam mengoperasikan
program tersebut adalah: (1) Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali
sumber daya, unit – unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan;
(2) Interpretasi, yaitu aktivitas menafsirkan agar program menjadi rencana
dan
pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan; (3) Aplikasi,
berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran atau lainnya
yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Arif Rohman,2009:135).
Dari beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan suatu proses pelaksanaan sebuah kebijakan yang telah dibuat
sebelumnya yang didalamnya menyangkut perilaku – perilaku badan administratif,
factor – faktor hukum, politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam program.
Kesemuanya itu menunjukkan secara spesifik dari proses implementasi yang sangat
berbeda dengan formulasi kebijakan pendidikan.
2.7 Defenisi dan Jenis-jenis Paket Wisata
2.7.1 Paket Wisata
25
Pengertian paket wisata (package tour) adalah suatu program perjalanan
wisata yang telah disusun atau diramu oleh penyelenggara secara tetap, dengan
kondisi harga, tempat-tempat kunjungan, penginapan, transportasi, sightseeing,
atraksi wisata dalam perjalanan yang tercantum dalam program. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa package tour merupakan rangkuman komponen harga tour
menurut itinerary / tour programme menjadi suatu bentuk harga jual dengan
persyaratan tertentu yang merupakan suatu kontrak kerja antara buyers dan sellers.
Biasanya suatu package tour mempunyai masa berlaku (limited time).
RS. Damardjati mengartikan package tour sebagai sesuatu rencana atau acara
perjalanan wisata yang telah tersusun secara tetap, dengan harga tertentu yang telah
termasuk pula biaya-biaya untuk transfer atau pengakuan, fasilitas akomodasi / hotel,
serta darmawisata / sightseeing di kota – kota, objek – objek wisata dan atraksi –
atraksi wisata yang tercantum dalam acara itu.
Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Paket wisata disusun dengan harga tertentu yang lebih murah dibandingkan dengan
tour yang direncanakan secara khusus atas permintaan.
2. Harga paket wisata pada umumnya sudah termasuk semua komponen yang terlibat
dalam wisata, seperti transportasi, makan, akomodasi, sightseeing, guide, dll.
3. Program paket wisata disusun secara tetap, sehingga jika wisatawan tidak dapat
mengikuti seluruh program ia tidak dapat menuntut kompensasi atas program yang
tidak diikuti kecuali atas perjanjian teetentu.
4. Paket wisata biasanya mempunyai jangka waktu tertentu.
26
Berdasarkan uraian di atas, maka secara umum paket wisata merupakan suatu
bentuk wisata yang diselenggarakan selama lebih dari 24 jam, disusun dengan
program dan harga tertentu yang didalamnya sudah termasuk seluruh komponen yang
terlihat dalam penyelenggaraan wisata tersebut.
2.7.2 Jenis – jenis Paket Wisata
1. Pleasure Tourism
Berlibur, menikmati udara segar, mengendurkan ketegangan saraf, ingin mengetahui
suatu negara, daerah, atau tempat.
2. Recreation Tourism
Pemanfaatan hari libur, beristirahat, memulihkan kesegaran jasmani dan rohani.
3. Cultural Tourism
Khusus mempelajari adat istiadat dan cara hidup suatukaum, peninggalan sejarah,
keagamaan, festival musik.
4. Adventure Tourism
Kegiatan tour dilakukan di alam terbuka, memerlukan keahlian khusus dan fisik yang
kuat, dengan resiko yang cukup berbahaya.Tour di pandu oleh pemandu wisata yang
berpengalaman.Harga paket tour ini lebih mahal.
5. Sport Tourism
Big sport event: Olimpiade, Asian Games, ATF Tour, Pergelaran Tinju Akbar, All
England, World Cup, dan lain-lain. Sport Tourism of The Practitioners: berlatih dan
27
mempraktikkan mendaki gunung, olahraga berkuda, berburu, memancing, dan lainlain.
6. Bussiness Tourism
Berkaitan dengan pekerjaan dan jabatan (pemerintah atau swasta) sebagai Incentive
Tour sekaligus berbisnis.
7. Convention Tourism
Tour untuk menghadiri suatu konvensi, seminar, muktamar, kongres, dan lain-lain,
dalam tingkat nasional ataupun dunia.
8. Special Interest Tourism
Acara perjalanan khusus dengan asumsi peserta terbatas karena paket tour ini tidak
umum. Contohnya: pilgrim dan terjun paying.
Download