ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO REKSA DANA SAHAM (Pengaruh Siklus Ekonomi, Tingkat Risiko, Kebijakan Alokasi Aset dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kinerja Reksa Dana Saham) Disusun Oleh: Desie Dian Febriani 105081002563 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M i PENGARUH PERUBAHAN KONDISI EKONOMI TERHADAP KINERJA KEUANGAN DALAM BENTUK INTEGRASI RASIO KEUANGAN MODEL ALTMAN (Suatu Studi Pada Sektor Perbankan Periode 2004-2007) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi Syarat-syarat untuk meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Siti Eros Rosidah Nim: 105081002494 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr.Ahmad Rodoni,MM NIP.150 317 955 Indoyama Nasarudin,SE.,MAB NIP. 150 317 593 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430H/2009M ii Hari ini Selasa Tanggal 9 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Siti Eros Rosidah NIM: 105081002494 dengan judul PENGARUH PERUBAHAN KONDISI EKONOMI TERHADAP KINERJA KEUANGAN DALAM BENTUK INTEGRASI RASIO KEUANGAN MODEL ALTMAN Suatu Studi Pada Sektor Perbankan Periode 2004-2007. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 9 Juni 2009 Tim Penguji Ujian Komprehensif Arief Mufraini Lc, M.Si Indoyama Nasarudin, SE.,MAB Ketua Sekretaris Prof. Dr.Abdul Hamid, MS Penguji Ahli iii PENGARUH PERUBAHAN KONDISI EKONOMI TERHADAP KINERJA KEUANGAN DALAM BENTUK INTEGRASI RASIO KEUANGAN MODEL ALTMAN (Suatu Studi Pada Sektor Perbankan Periode 2004-2007) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi Syarat-syarat untuk meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Siti Eros Rosidah Nim: 105081002494 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr.Ahmad Rodoni,MM NIP.150 317 955 Indoyama Nasarudin,SE.,MAB NIP. 150 317 593 Prof. Dr.Abdul Hamid, MS Penguji Ahli JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430H/2009M iv Daftar Riwayat Hidup Data Pribadi Nama : Siti Eros Rosidah Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 9 Juni 1986 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Komp. PGA/MAN 4 Rt. 05/ 08 No.42 Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12310 No.Telpon : (021) 27952044/ 085711197359 Email : [email protected] Pendidikan 2005-2009 : UIN Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Jurusan Manajemen Keuangan. 2002-2005 : MAN 4 Model Jakarta 1999-2002 : MTS N 3 Pondok Pinang Jakarta 1993-1999 : SDN Lembur Sawah 1 Sukabumi i Abstract The financial distress is the beginning of the financial bankruptcy. Many models of the this case (the financial distress) is the bankruptcy data. We can get it (the data) easy. This research is to see the financial performance of 76 emitens before and during the rule of Susilo Bambang Yudhoyono in the sector of conventional banking in Indonesia Stock Exchange. The goal of this research are:1).To analyse the influence of fundamental condition of the emitens in financial performance, 2).To analyse all the variable of Altman’s models (WCTA,RETA,EBITTA,MVETL and STA) which can predict the financial distress, 3).To categorize the bank which had been the financial distress with the sample of 19 emitens (Ranking A&B). This research uses discriminant analysis. The output of the research show that:1).There is the influence of fundamental condition in the emitens’s financial performance, 2).That the EBITTA model (Earning Before Interest and taxes/Total Assets) can predict the emitens’s bankruptcy, but the other variable in Altman model can not predict to financial distress. Like WCTA, RETA, MVETL and STA 3).There is the reduction of the emitens’s bankruptcy during the rule of Susilo Bambang Yudhoyono. Keywords: Economic Condition, Financial Performance, Financial Distress ii ABSTRAK Kesulitan keuangan merupakan awal dari kebangkrutan. Banyak model kesulitan keuangan yang mengandalkan data kebangkrutan yang mudah untuk diperoleh. Penelitian ini melihat kinerja keuangan sebelum dan selama masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada sektor perbankan konvensional di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan 76 perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah:1).Menganalisis pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadp kinerja keuangan, 2).Menganalisis semua variabel model Altman (WCTA,RETA,EBITTA,MVETL dan STA) dapat memprediksi kesulitan keuangan, 3).Pengelompokan bank yang mengalami kondisi kesulitan keuangan dengan 19 sampel perusahaan perbankan baik yang berkategori A&B. Metode analisis data menggunakan analisis diskriminan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:1).Terdapat pengaruh kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan, 2).Tidak semua variabel model Altman(WCTA,RETA,EBITTA,MVETL dan STA) dapat memprediksi kebangkrutan hanya EBITTA (Laba sebelum bunga dan pajak/Total Asset) saja yang dapat memprediksi kebangkrutan, 3).Terdapat pengurangan jumlah bank yang mengalami kebangkrutan selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kata kunci: Kondisi Ekonomi, Kinerja Keuangan, Kesulitan Keuangan. iii KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah Azza wajalla, Dzat yang kepadaNyalah kita serahkan semua harapan dan amal, segala puji milik Allah SWT yang telah mencurahkan karunia dan kasih sayangNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Pengaruh Perubahan Kondisi Ekonomi terhadap kinerja Keuangan model Altman suatu studi kasus pada sektor perbankan tahun 2004-2007. Shlawat dan salam semoga selalu tercurah kepada tauladan terbaik Rasullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta para pengikutnya hingg akhir zaman. Pada kesempatan ini saya sebagai penyususn ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besaranya kepada orang-orang yang telah membantu penyusunan dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung ataupun tidak langsung. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang lebih baik, terutama kepada: 1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Iim Ibrahim dan Ibu Nenden Hasanah serta Ibu Hj. Rostika, SPd.( Orang yang paling aq sayangi) serta Kakak dan adik-adiku yang telah memberi dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr.Abdul Hamid,MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. 3. Bapak Prof.Dr.Ahmad Rodoni,MM selaku Pudek I bidang Akademik sekaligus sebagai Pembimbing I yang banyak memberikan saran, petunjuk, ilmu pengetahuan dan meluangkan waktunya sehingga terselesaikan skripsi ini. 4. Bapak Indoyama Nasarudin,SE.,MAB selaku Ketua Jurusan Manajemen sekaligus Pembimbing II yang selalu memberikan petunjuk yang cerdas, meluangkan waktunya serta memberikan semangat ekstra dalam proses peyususnan skripsi sehingga dapat terselesaikan. iv 5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial baik Staff Akademik & Keuangan serta Staff Perpustakaan terima kasih atas segala bantuannya. 6. Teman-teman seperjuangan baik teman-teman yang komprehensif bareng, maupun Uny, Shasa, Qq, Oca, Umy, K’ Iin dan Lutfah. 7. Untuk Teh Rizka, Teh Enggom, Bang Naspi Arsyad, Tina, Tamy dan tuk Hikma makasih banyak ya, da bantuin ngeditin skrisi aq. 8. Teman-teman Manajemen Khususnya Keuangan B dan A, Manajemen C (angkatan 2005) serta teman-teman Manajemen A,B,D dan E. Yang g bisa aq sebutin satu persatu, terimakasih bwat supportnya. Akhir kata penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan agar bisa lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi semua pihak. Jakarta, 17 Juli 2009 Penulis v DAFTAR ISI Halaman Judul Daftar Isi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................ B. Perumusan Masalah .................................................................. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori.......................................................................... 1. Lembaga Perbankan ............................................................ a. Pengertian Perbankan.................................................... b. Jenis-jenis perbankan .................................................... 2. Laporan Keuangan .............................................................. 3. Analisis Laporan Keuangan ................................................ a. Pengertian Laporan Keuangan ...................................... b. Tujuan Laporan Keuangan............................................ c. Teknik Analisis ............................................................. 4. Kinerja Keuangan ............................................................... a. Pengertian Kinerja Keuangan ....................................... b. Penilaian Kinerja........................................................... 5. Analisis Rasio ..................................................................... a. Pengertian Rasio Keuangan .......................................... b. Macam-macam Rasio Keuangan................................... c. Formula z score ............................................................. 1) Rasio likuiditas........................................................ 2) Rasio profitabilitas .................................................. 3) Rasio aktivitas ......................................................... 6. Kebangkrutan ...................................................................... a. Pengertian Kebangkrutan .............................................. b. Tahap- tahap berbagai indikator kebangkrutan. ........... c. Analisis Prediksi Kebangkrutan.................................... d. Masalah dalam kebangkrutan. ...................................... 7. Analisis Diskriminan........................................................... a. Pengertian Analisis diskriminan .................................. b. Langkah-langkah dalam analisis diskriminan.............. c. Tujuan dari analisis diskriminan ................................... d. Asumsi penting yang harus dipenuhi dalan analisis diskriminan.................................................................... e. Analisis Z score............................................................. B. Penelitian Sebelumnya .............................................................. C. Kerangka pemikiran .................................................................. D. Hipotesis.................................................................................... vi 1 10 10 12 12 12 13 19 21 21 21 22 26 26 28 31 31 36 37 37 37 39 40 40 43 44 47 49 49 50 50 51 52 54 57 63 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian ..................................................................... 64 B. Teknik Pengumpulan Sampel ................................................ 65 C. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 65 D. Metode Analisis Data mengikuti langkah-langkah dalam analisis diskriminan antara lain : 67 a. Merumuskan masalah.................................................... b. Mengestimasi koefisien fungsi diskriminan ................. 68 c. Menentukan signifikansi fungsi diskriminan ............... 68 d. Menginterpretasikan hasil ............................................ 69 e. Mengukur validitas analisis diskriminan. ..................... 69 E. Operasional Variabel Pengukuran.......................................... 70 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian........................................ B. Kriteria Penentuan Kondisi Perusahaan ................................. C. Hasil dan Pembahasan............................................................ D. Interpretasi ............................................................................. 74 80 86 97 BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan............................................................................. B. Implikasi ................................................................................. C. Keterbatasan Penelitian .......................................................... D. Saran ...................................................................................... 104 105 106 106 DAFTAR PUSTAKA Lampiran vii DAFTAR TABEL No. Keterangan Hal 2.1 Definisi Kebangkrutan/Kegagalan. ....................................................... 40 2.2 Alternatif perbaikan Kesulitan Keuangan............................................. 47 2.3 Persamaan dan Perdedaan antara Analisis Varian (Anova), Analisis Regresi dan Diskriminan........................................................ 50 2.4 Kerangka Pemikiran............................................................................. 62 4.1 Perkembangan Besaran Moneter. ........................................................ 77 4.2 Laba/Rugi dari Tahun 2004-2007. ....................................................... 81 4.3 Penentuan Kondisi Model Altman. ...................................................... 84 4.4 Test of Equityof group means. ............................................................. 86 4.5 Variables Entered/Removed (a,b,c,d) .................................................. 87 4.6 Eigenuvalues. ....................................................................................... 88 4.7 Wilks Lambda ...................................................................................... 88 4.8 Function at groupCentroids.................................................................. 89 4.9 Pengelompokan Bank yang bangkrut dan tidak bangkrut.................... 90 4.10 Clasification functio Coeffisient. ......................................................... 91 4.11 Calsiffiation Result (b,c) ...................................................................... 93 viii DAFTAR LAMPIRAN No. Keterangan Hal 1. Analysis Cose Processing Summary.................................................... 109 2. Group Statistic...................................................................................... 109 3. Variable in the Analysis....................................................................... 110 4. Variabel not in the Analysis................................................................. 110 5. Casewise Statistics ( Original). ............................................................ 111 6. Casewise Statistics (Cros Validated). .................................................. 112 7. Test of Equity of group Means. ........................................................... 114 8. Variable Entered/Removed (a,b,c,d).................................................... 114 9. Wilks’ Lamda....................................................................................... 115 10. Eigenvalues. ......................................................................................... 115 11. Standarized Cannonical Discriminant Funtion Coefficients................ 115 12. Struktur Martrix. .................................................................................. 115 13. Function at Group Centriods................................................................ 116 14. Prior Probabilityes for groups. ............................................................. 116 15. Calssification Function Coeffisient...................................................... 116 16. Working Capital to Total Assets (WCTA). ......................................... 117 17. Retairned Earning to Total Assets (RETA). ........................................ 120 18. Earning before Interst&Tax to Total Assets (EBITTA). ..................... 121 19. Market Value of Equity/book value of Total Liability (MVETL)...... . 122 20. Sales to Total Assets (STA). ................................................................ 123 ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan ditujukan untuk pihak eksternal perusahaan dalam mengambil keputusan bisnis, terutama bagi investor dan kreditor menurut Andriani Kusumaningrum (2003:68). Bagi pihak eksternal, informasi yang terkandung dalam laporan keuangan digunakan untuk memenuhi berbagai macam tujuan yang dapat diperoleh secara terbatas. Dikatakan terbatas karena laporan keuangan ini tidak dapat mengungkap seluruh informasi yang diinginkan pemakai sebab informasi keuangan merupakan barang ekonomis. Semakin banyak jenis informasi yang dipandang bermanfaat, akan semakin besar pula biaya untuk menyediakan informasi tersebut. Menurut Mamduh dan Halim (2007:69) agar dapat dijadikan sebagai salah satu alat pengambil keputusan yang andal dan bermanfaat, sebuah laporan keuangan harus memiliki kandungan informasi yang bernilai bagi investor. Informasi tersebut setidaknya memungkinkan mereka untuk melakukan penilaian (valuation) saham yang mencerminkan hubungan antara resiko dan hasil pengembalian yang sesuai dengan preferensi masing-masing investor. Suatu laporan keuangan dikatakan memiliki kandungan informasi apabila publikasi laporan keuangan tersebut menyebabkan reaksi pasar. Reaksi pasar ini direfleksikan dengan adanya transaksi jual beli saham, yang berarti juga akan mempengaruhi volume perdagangan saham dan harga saham 1 perusahaan. Disamping itu, informasi yang terkandung dalam laporan keuangan banyak memberikan manfaat bagi pengguna apabila laporan tersebut dianalisis lebih lanjut sebelum dimanfaatkan sebagai alat bantu pembuatan keputusan. Dari laporan keuangan perusahaan dapat diperoleh informasi tentang kinerja (performance), aliran kas perusahaan, dan informasi lain yang berkaitan dengan laporan keuangan. Satu hal yang sangat penting untuk digarisbawahi adalah bahwa informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan dapat menunjukkan seberapa besar nilai perusahaan (firm value). Dalam penelitian ini nilai perusahaan direfleksikan dengan harga saham dikalikan dengan jumlah saham yang beredar (atau disebut nilai pasar saham). Perekonomian Indonesia saat ini mengalami perubahan yang sangat signifikan, terutama pada saat munculnya krisis ekonomi. Seiring dengan pergantian kekuasaan pemerintah, maka kebijakan-kebijakan barupun dihasilkan, khususnya kebijakan dibidang ekonomi yang memberikan pengaruh penting bagi perekonomian Indonesia. Salah satu contoh kelebihan tersebut adalah kebijakan melikuidasi sejumlah bank yang kinerja keuangannya dianggap kurang baik. Sedangkan menurut Ryan Ariafinanda (2006:1) salah satu dampak dari krisis moneter adalah kolepsnya sejumlah bank karena tidak mampu mempertahankan going concernya. Bank-bank tersebut kemudian dilikuidasi oleh pemerintah. Ketidakmampuan atau kegagalan bank-bank tersebut dapat disebabkan oleh dua hal, pertama kegagalan ekonomi. Kedua kegagalan keuangan. Kegagalan ekonomi berkaitan dengan ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. 2 Selain itu, kegagalan ekonomin juga bisa disebabkan oleh biaya modal perusahaan yang lebih besar dari tingkat laba atas biaya historis investasi. Permasalahan bank di Indonesia menurut Ryan Ariafinanda (2006:2) sangat komplek antara lain disebabkan oleh depresiasi rupiah yang sangat tajam, peningkatan suku bunga SBI sehingga menyebabkan suku bunga perbankan tinggi yang pada akhirnya meningkatkan jumlah kredit yang bermasalah. Lemahnya kondisi internal bank antara lain kualitas manajemen yang tidak memadai, pemberian kredit pada group atau kelompok usaha sendiri, dan rendahnya modal untuk menyerap berbagai resiko kerugian merupakan masalah-masalah mendasar yang sering dihadapi oleh dunia perbankan yang sangat komplek tersebut, beberapa bank dapat bertahan hidup (tidak terlikuidasi) namun sebagian lagi tidak dapat menghindari dari kebijakan likuidasi yang merupakan keputusan akhir dari pemerintah. Perusahaan dikategorikan gagal keuangannya menurut Ryan Ariafinanda (2006:2) jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo meskipun total aktiva melebihi total kewajibanya. Jatuh bangunnya perusahaan merupakan hal yang biasa. Pertanyaannya apakah kebangkrutan itu tidak bisa diramalkan sebelumnya? Apakah kita tidak bisa memanfaatkan informasi laporan keuangan dalam menguji sehat atau tidaknya usaha bisnis. Kondisi yang membuat para investor dan kreditor merasa hawatir jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan ( financial distress) yang bisa mengarah kebangkrutan. 3 Menurut Antara News (4 Desember 2007) Bank Indonesia menyatakan kondisi perekonomian saat ini jauh lebih baik dari kondisi tahun 1997 saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Hal ini tercermin dari beberapa indikator ekonomi seperti stabilitas makroekonomi yang terjaga, surplus transaksi berjalan, cadangan devisa yang tinggi, sistem nilai tukar yang mengambang, kondisi fiskal yang sehat dan kondisi perbankan yang relatif lebih baik. Dijelaskannya, berbagai indikator makro ekonomi saat ini lebih baik dibanding masa krisis dahulu, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi yang semakin rendah, transaksi berjalan yang surplus dan cadangan devisa yang bertambah signifikan dari 20 Miliar dolar AS pada tahun 1997 menjadi 54 Miliar dolar AS pada Oktober 2007. Berbagai indikator perbankan juga menunjukkan banyak kemajuan, seperti permodalan yang semakin mantap dengan CAR yang mencapai 20,29 persen dibanding hanya 9 persen pada tahun 1997. Kualitas kredit juga jauh lebih baik dengan rasio kredit bermasalah yang lebih rendah. Selain itu pembangunan infrastruktur perbankan menunjukkan banyak kemajuan seperti adanya jaring pengaman sektor keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sistem pembayaran RTGS, dan Good Corporate Governance (GCG). Analisis laporan keuangan menurut Bernstein yang dikutip oleh Sofyan Syafari Harahap (2007:190) dalam bukunya Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan adalah: Analisis laporan keuangan mencakup penerapan metode dan teknik analitis atas laporan keuangan dan data lainnya untuk 4 melihat dari laporan itu ukuran–ukuran dan hubungan tertentu yang sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan. Krisis moneter berkepanjangan yang melanda Indonesia menurut Siti Rodliyah (2003:2) sangat berpengaruh pada semua aspek kehidupan terutama di bidang ekonomi. Keadaan ekonomi yang berfluktuasi tersebut membuat keadaan perekonomian negara menjadi sangat memperihatinkan. Dari mulainya krisis yaitu pertengahan bulan Juli 1997 sampai sekarang banyak perusahaan yang mengalami kondisi ekonomi keuangan yang tidak stabil. Melemahnya kinerja perusahaan pada saat ini disebabkan oleh banyaknya faktor diantaranya produk-produk yang dihasilkan banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor tinggi sehingga produk yang dihasilkan harus dibiayai dengan dollar yang semakin menguat. Sementara pasar, terutama pasar domestik sudah tidak mampu menyerap karena melemahnya daya beli yang ada. Akibatnya, likuiditas perusahaan menjadi terganggu. Penyebab melemahnya kinerja yang lain adalah sebagian besar perusahaan mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk valuta asing (valas). Turunnya nilai mata uang rupiah yang diikuti dengan kenaikan suku bunga telah melambungkan hutang perusahaan. Akibatnya solvabilitas perusahaan terganggu karena besarnya hutang valas ketika dikurskan ke dalam rupiah. Dengan keadaan seperti ini memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kondisi rawan terjadinya kebangkrutan perusahaan. Pada saat suatu perusahaan memasuki tahap-tahap akhir menjelang kegagalan atau 5 kebangkrutan ada suatu pola perubahan profil finansial, meskipun kebangkrutan tidak dapat diramalkan secara pasti. Kebangkrutan merupakan masalah yang sangat esensial menurut Siti Rodliyah (2003:2) yang harus diwaspadai oleh perusahaan. Karena jika perusahaan sudah terkena bangkrut, maka perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha. Untuk itu perusahaan harus sedini mungkin melakukan berbagai analisis terutama analisis yang menyangkut kebangkrutan perusahaan. Dengan analisis ini maka sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan. Menurut Mamduh dan Halim (2007:263) analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda bangkrut). Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikanperbaikan, agar kebangkrutan tersebut benar-benar tidak terjadi pada perusahaan dan perusahaan dapat mengantisipasi atau membuat strategi untuk menghadapi jika kebangkrutan benar-benar menimpa perusahaan. Analisis yang banyak digunakan untuk memprediksi awal kebangkrutan perusahaan saat ini adalah analisis diskriminan model Altman. Analisis diskriminan Altman menurut Silvia dan Sugiharto (2004:3) merupakan satu model statistik yang dikembangkan oleh Altman yang kemudian berhasil merumuskan rasiorasio finansial terbaik dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan perusahaan. Dari rasio tersebut kemudian dirumuskan dalam Z skor kebangkrutan perusahaan, dimana perusahaan yang diteliti mendekati 6 kebangkrutan atau menjauhi kebangkrutan. Analisis diskriminan ini mengacu pada rasio-rasio keuangan perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada analisis tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio itu dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar, sedang yang digunakan dalam analisis yaitu laporan neraca dan laporan rugi laba. Adapun alasan pengambilan model Altman sebagi prediksi kebangkrutan menurut Sarwanih (2007:59) karena model ini memiliki tingkat ketepatan yang relatif tinggi yaitu sebesar 82,7% dibandingkan dengan model Shumway yang tidak mempunyai kemampuan prediksi yang baik bahkan sangat buruk 0%. Atau dari hasil yang didapat model tersebut memiliki kesalahan prediksi yang lebih besar dibandingkan dengan model Altman yaitu sebesar 100%, sedangkan pada model Altman kesalahan dalam memprediksi sebagai perusahaan tidak default hanya sebesar 26,7%. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa laporan keuangan dari masing-masing perusahaan perbankan konvensional yang kemudian dihitung dengan menggunakan model Altman, yaitu Z-skor yang merupakan gabungan dari 5 rasio, yaitu rasio modal kerja terhadap total aktiva (X1), rasio laba ditahan terhadap total aktiva (X2), rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva (X3), rasio nilai pasar modal terhadap total hutang (X4), dan rasio penjualan terhadap total aktiva (X5). Apabila nilai 7 Z lebih besar dari 0,031 maka perusahaan diindikasikan non financial distress, sedangkan apabila nilai Z kurang dari 0,031 maka perusahaan diindikasikan financial distress. Nilai 0,031 (Data diolah) dilihat dari perhitungan halaman 90 di bab 4. Penentuan pedoman kondisi ekonomi (Tabel:4.3:84-86) financial distress dan non financial distress pada perusahaan perbankan konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada penelitian ini adalah untuk perusahaan yang finacial distress (tidak sehat) memiliki laba negatif selama 2 tahun berturut-turut diproyeksikan dengan kondisi 0 untuk Laba/Rugi dibawah 5 Triliyun sebelum dan sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2004-2007), sedangkan untuk non financial distress (sehat) yang memiliki laba positif selama 2 tahun berturut-turut memiliki proyeksi kondisi 1 untuk Laba/Rugi diatas 5 Triliyun sebelum terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2004) serta kondisi 2 untuk Laba/Rugi diatas 5 Triliyun sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2005-2007). Seiring dengan adanya perubahan situasi dan kondisi menurut Siti Rodliyah (2003:2), mulai dari deregulasi di bidang perbankan sampai dengan adanya krisis ekonomi telah membawa banyak perubahan dalam kondisi perbankan Indonesia. Melemahnya nilai tukar rupiah telah menimbulkan kesulitan yang besar pada dunia perbankan, khususnya bagi perusahaan perbankan yang memiliki pinjaman dengan standar dollar. Besarnya kesulitan likuiditas tersebut telah memicu terjadinya krisis pada perbankan nasional. Hal tersebut terlihat dengan adanya pencabutan ijin usaha dari beberapa bank dan 8 program penyehatan perbankan lainnya. Di samping itu, menurut Eddie Rinaldy (2008:1) sektor perbankan merupakan sektor yang paling banyak diatur (heavy regulation), karena secara operasional menyentuh banyak aspek, moneter, mobilisasi pendanaan, sektor riil, ketenaga kerjaan, teknologi informasi, dan sejumlah aspek ekonomi lainnya. Pengaturan tersebut meliputi segi yang berkaitan dengan kelembagaan, operasional dan kinerja (performance). Sehubungan dengan hal itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis skripsi dengan judul: Pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model Altman (Studi kasus pada sektor perbankan 2004-2007). Penelitian ini memberikan pembatasan masalah, supaya penelitian ini mempunyai ruang lingkup dan arah penelitian yang jelas : 1. Bank yang diteliti adalah bank konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia . 2. Dalam penelitian ini penulis menetapkan periode penelitian selama empat tahun, yaitu dari tahun 2004-2007. 3. Bank yang diteliti adalah bank komersil. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model Altman. 9 2. Apakah rasio yang terdapat dalam model Altman dalam hal ini WCTA, RETA dan STA dapat memprediksi kebangkrutan suatu bank. 3. Berapa banyak bank yang mengalami kesulitan keuangan dari perubahan kondisi perekonomian tersebut. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberi bukti empiris pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan yang didasarkan pada rasio keuangan yang diintegrasikan menurut model Altman dengan menggunakan diskriminan. 2. Memberi bukti empiris rasio model Altman seperti WCTA, RETA dan STA dapat memprediksi financial distress suatu bank atau tidak. 3. Menunjukan berapa banyak bank yang mengalami kesulitan keuangan dari perubahan kondisi tersebut dan bank-bank yang mana saja yang mengalami kondisi kesulitan keuangan . Sedangkan manfaat yang diharapkan penulis dari penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan tentang perbankan, khususnya pengetahuan tentang kinerja perbankan. 2. Bagi Perusahaan Sebagai sumber informasi bagi perusahaan-perusahaan perbankan untuk selalu memperbaiki kinerja perusahaannya. 10 3. Bagi Investor Sebagai bahan pertimbangan atau sumber informasi dalam mengambil keputusan investasi, khususnya investasi di perusahaan perbankan. 4. Bagi Instansi Sebagai kajian literature pelengkap bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini sebagai referensi dan bahan pemikiran untuk menindaklanjut penelitian ini sehingga menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lembaga perbankan a. Pengertian Perbankan Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank dalam Pratama Raharja (2004:293) adalah sebagai berikut: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002: 31) adalah: “Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran”. Berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990 pengertian dalam T.Gilarso (2004:260): “Bank merupakan suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan 12 penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan”. Menurut Ahmad Rodoni (2006:21) pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan definisi-definisi di atas menurut Iskandar Putong (2008:321) maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah suatu perusahan yang mengelola dana dari masyrakat (lembaga yang dipercaya masyarakat untuk mengamankan uangnya) dengan memberikan imbalan berupa bagi hasil ataupun bunga untuk setiap periode yang ditentukan. Akan tetapi pada kenyataannya di zaman modern seperti sekarang ini bank ternyata tidak hanya mengelola dana dari masyarakat saja, melainkan juga melakukan aktivitas bisnis seperti sebagai lembaga transfer dana, pembuat uang giral, jasa penitipan barang penting/uang dan lain sebagainya. b. Jenis-jenis perbankan menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 dalam Pratama Raharja (2004:293) dan Ahmad Rodoni (2005:22) Perbankan dibagi menjadi dua yaitu : 13 1) Bank Umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdsarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran. (a). Kegiatan usaha bank umum menurut Pratama Raharja (2004:293) antara lain : 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Memberi kredit. 3. Menerbitkan surat pengakuan utang. 4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya. 5. Kegiatan-kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. (b). Kegiatan usaha yang tidak boleh dilakukan oleh bank umum adalah : 1. Melakukan penyertaan modal, kecuali dalam hal tertentu seperti yang diatur dalam undang-undang. 2. Melakukan usaha perasuransian. 3. Melakukan usaha lain seperti yang diatur undang-undang. 14 2) Bank Perkreditan Rakyat menurut Pratama Raharja (2004:294) dan Ahmad Rodoni (2005:55) Bank perkreditan rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jadi BPR adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. ( a). Kegiatan-kegiatan usaha yang diperbolehkan dilakukan oleh BPR menurut undang-undang adalah: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. 2. Memberikan kredit. 3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. 4. Menempatkan dana yang dalam bentuk SBI, deposito dan atau tabungan pada bank lain. ( b). Kegiatan usaha yang tidak diperkenankan dilakukan oleh BPR diantaranya adalah: 1. Menerima simpanan dalam bentuk giro. 2. Melakukan penyertaan modal. 3. Melakukan usaha perasuransian. 15 4. Melakukan usaha lain diluar usaha kegiatan tersebut. c. Instrumen Pasar Keuangan Instrument pasar keuangan dalam bank dan lembaga keuangan lainnya (Ahmad Rodoni 2006: 6-7) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Instrumen pasar uang Mengalami sedikit fluktuasi harga, sehingga resiko lebih kecil dalam investasi. Termasuk dalam instrumen pasar uang adalah: a. United Stated Treasury Bills: instrumen hutang jangka pendek milik pemerintah United States yang diterbitkan dakam 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan waktu maturitasnya karena defisit keuangan pemerintah federal. b. Negotiable Bank Certificates of Deposit (CD): merupakan instumen hutang yang dikeluarkan oleh bank bagi penabung (depositors) yang akan memperolah pembayaran bunga tahunan dalam jumlah tertentu dan pada saat maturitas akan menerima kembali harga pembelian aslinya (original). c. Comercial Paper: instumen hutang jangka pendek yang diterbitkan oleh bank besar dan perusahan terkenal, seperti General Motor. AT&T, dan sebaginya. d. Banker’s Acceptances: bank draft ( janji pembayaran hampir sama dengan cek) yang diterbitkan oleh perusahaan. 16 e. Repurchase Agreements: efektifnya pinjaman jangka pendek (biasanya maturitas kurang dari dua minggu) dimana Treasury Bill (T-Bills) disiapkan sebagi collateral. f. Eudollars: US dollars yang didepositkan di bank asing di luar Amerika serikat atau cabang bank asing di US. 2. Instrumen pasar modal menurut Ahmad Rodoni (2005:8) Merupakan instrumen hutang dan ekuitas dengan maturitas atau jatuh tempo lebih dari satu tahun. Investasi di pasar modal lebih beresiko dibandingkan dengan di pasar uang. Termasuk dalam instumen pasar modal adalah : a) Saham adalah ekuitas yang merupakan tuntutan (claims) terhadap pendapatan bersih dan asset perusahaan. b) Mortages adalah pinjaman bagi individu atau perusahaan untuk membeli rumah, tanah atau struktur riil lainnya, kemudian dijadikan sebagai jaminan (collateral). c) Corporate Bonds (Convertible Bonds) merupakan hutang jangka panjang yang diterbitkan perusahaan dengan tingkatan (rating) kredit yang baik. d) US Goverment Securities merupakan instrumen hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh pembendaharaan pemerintah Amerika Serikat (US) akibat defisit keuangan pemerintah federal. 17 e) US Goverment Agent Securities merupakan hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh berbagi agen/perwakilan pemerintah US. f) State and Local Goverment Bonds dikatakan juga municipal bonds merupakan instrumen hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan lokal untuk pengeluaran keuangan bagi keperluan sekolah, pembuatan jembatan dan program lainnya. g) Consumer and bank Commercial Loans merupakan pinjaman untuk consumer dan bisnis yang prinsip pelaksanannya dilakukan oleh bank. d. Peranan Lembaga Keuangan Dalam Proses Intermediasi dalam buku bank dan lembaga keuangan lainnya Ahmad Rodoni (2005:4) Perantara keuangan (financial intermediation) adalah proses penyaluran dana yang surplus (lender-sever) dari unit ekonomi, yaitu sektor rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan orang asing untuk disalurkan kepada yang defisit dana (borrower-spender) dari unit ekonomi, yaitu sektor rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan orang asing. Proses intermediasi dilakukan oleh lembaga keuangan dengan cara pembeli sekuritas primer (saham, obligasi, commercial paper dan sebagainya) yang diterbitkan oleh unit defisit, dalam waktu yang sama lembaga keuangan mengeluarkan sekuritas sekunder (giro, tabungan, deposito berjangka dan sebaginya) kepada unit surplus. 18 Lembaga keuangan sebagi lembaga intermediasi dalam Ahmad Rodoni(2006:4-5) memiliki peran yang sangat strategis, antara lain: 1. Pengalihan asset (asset transmutation): bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka tertentu yang telah disepakati. Pengalihan asset dapat juga terjadi jika bank dan lembaga keuangan bukan bank menerbitkan sekuritas sekunder yang diterbitkan oleh unit defisit. 2. Likuiditas (liquidity): berhubungan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. 3. Realokasi pendapatan (income reallocation): banyak individu menyisihkan dana dan merealokasikan pendapatannya untuk persiapan menghadapi waktu yang akan datang. 4. Transaksi (transaction): lembaga keuangan memberikan kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. 5. Efisiensi (efficiency): lembaga keuangan dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanaan dan juga memperlancar serta mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. 2. Laporan Keuangan Menurut Mamduh dan Halim (2007:8) laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen suatu perusahaan merupakan hasil akhir 19 dari proses atau kegiatan-kegiatan akuntansi yang dilakukan perusahaan. Laporan keuangn dibuat untuk mempertanggung jawabkan kegiatan perusahaan terhadap pemilik dan memberikan informasi mengenai posisi keuangan yang telah dicapai perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Maksud laporan keuangan di sini adalah suatu alat yang mana informasi dikumpulkan dan diproses dalam akuntansi keuangan yang akhirnya dimasukan dalam bentuk laporan yang dikomunikasikan secara periodik kepada pemakainnya. Menurut Harahap dalam Riyan Ariafinanda (2006:9) Ikatan akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan tentang kerangka dasar penyususnan dan penyajian laporan keuangan paragraph 7 mengemukakan pengertian sebagai berikut : laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, selagi laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Dalam bukunya Financial Statement Analysis, Myer dalam Ryan Ariafinanda (2006:10) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah: dua daftar yang disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi laba. Pada waktu akhir- 20 akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menabah daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang ditahan. 3. Analisis Laporan Keuangan. a. Pengertian Laporan Keuangan. Menurut Mamduh dan Halim (2007:5) analisa terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat sehat atau tingkat tidak sehat suatu perusahaan. b. Tujuan Laporan Keuangan. Salah satu penting tugas setelah akhir tahun adalah menganalisis laporan keuangan perusahaan. Analisis ini didasarkan pada laporan keuangan yang sudah disusun. Tujuan laporan keuangan menurut Bernstein dalam Harahap (2007:18) adalah sebagai berikut: a. Screening Analisis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui situasi dan kondisi perusahaan dari laporan keuangan tanpa pergi langsung ke lapangan. b. Understanding Memahami perusahaan, kondisi keuangan, dan hasil usahanya. c. Forcasting Analisis digunakan untuk meramalkan perusahaan dimasa yang akan datang. 21 kondisi keuangan d. Diagnosis Analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi keuangan atau masalah lain dalam perusahaan. e. Evaluation Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen dalam mengelola perusahaan. Disamping tujuan tersebut diatas analisis laporan keuangan juga untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan dalam Harahap (2007 :18). c. Teknik Laporan Keuangan. Teknik analisis lapoaran keuangan dapat disebutkan sebagai berikut : 1. Perbandingan laporan keuangan perubahan tahun ke tahun. 2. Seri trend/ angka indeks. 3. Laporan keuangan common size (bentuk awam) analisis struktur laporan keuangan. 4. Analisis rasio. 5. Analisis khusus antara lain : a. Ramalan kas. b. Analisis perubahan posisi keuangan. c. Laporan variasi gross margin. d. Analisis break even point. 22 e. Analisis dupont. Menurut Foster dalam Harahap (2007:215) dari sisi lain dia mengemukakan beberapa teknik analisis sebagai berikut: 1. Cross Sectional Technique 1.1. Common Size Statement. 1.2. Analisis Rasio. 2. Time Series Technique 2.1. Trend Statement. 2.2. Analisis Rasio Keuangan. 2.3. Ukuran Variabilitas. 3. Gabungan laporan keuangan dan non keuangan: 3.1. Informasi pasar produk. 3.2. Informasi pasar modal. Harahap (2007:222) mengemukakan teknik dalam analisis laporan keuangan sebagai berikut: Model analisis prediksi atau rating, dalam literatur akuntansi para akademis atau peneliti sering melakukan penelitian dengan tujuan untuk memprediksi suatu keadaan dengan menggunakan data historis biasanya laporan keuangan. Mereka mengamati laporan keuangan beberapa tahun dan mencoba melihat fenomena khusus yang ada didalamnya dan dari sana diambil suatu kesimpulan dalam bentuk modelmodel prediksi. Beberapa model yang dikenal dalam prediksi adalah : 23 1. Bond Rating Ini digunakan untuk menghitung peringkat obligasi yang dipasarkan di pasar modal. 2. Banckrupty Model Model ini memberikan rumus untuk menilai kapan perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunakan rumus yang diisi dengan rasio keuangan maka akan diketahui angka tertentu yang akan menjadi bahan untuk memprediksi kapan kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut. Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan-keputusan investasi dan pendanaan, seperti yang dinyatakan dalam SFAC No. 1 dalam Luciana Spica Amilan & Emanuel dalam Rahman Muslim (2008:12) bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi : untuk keputusan informasi dan kredit, mengenai aktiva dan kewajiban, mengenai kinerja perusahaan, serta mengenai sumber dan penggunaan kas. Menurut Kasmir (2003:293-240) laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya, termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode. Jadi, secara umum 24 tujuan pembuatan laporan keuangan suatu bank adalah sebagi berikut: memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva dan jenis-jenis aktiva yang dimiliki, memberikan informasi tentang jumlah kewajiban dan jenis-jenis kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang, memberikan informasi keuangan tentang jumlah modal dan jenis-jenis modal pada bank tersebut, memberikan informasi keuangan tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah pandapatan yang diperoleh dan sumber-sumber pendapatan bank tersebut, memberikan informasi tentang jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam periode tersebut, memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam aktiva, kewajiban dan modal satu bank serta memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode dari hasil laporan keuangan yang disajikan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan menurut Kasmir (2003:241-242) antara lain : a) Pemegang saham: berkepentingan untuk melihat kemajuan bank yang dipimpin oleh manajemen selama satu periode. Kemajuan yang dilihat adalah kemampuan dalam meciptakan laba dan pengembangan asset yang dimiliki. Dari laporan ini juga pemilik dapat menilai sampai sejauh mana pengembangan usaha bank tersebut telah dijalankan pihak manajemen sekaligus menghitung jumlah deviden yang akan mereka terima. 25 b) Pemerintah: mengetahui kemajuan bank yang bersangkutan, berkepentingan terhadap kepatuhan bank dalam melaksanakan kebijakan moneter yang telah ditetapkan. Serta menilai sampai sejauh mana peranan perbankan dalam pengembangan sektorsektor tertentu. c) Manajemen: menilai kinerja manajemen dalam mancapai targettarget yang telah ditetapkan, menilai kinerja sumber daya manusia yang dimiliki d) Karyawan: kondisi keuangan sebenarnya dapat memperbaiki/ meningkatkan kesejahteraan jika mengalami keuntungan sebaliknya melakukan perbaikan jika mengalami kerugian. e) Masyarakat luas: jaminan terhadap uang yang disimpan di bank 4. Kinerja Keuangan a. Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran dalam Devie (2003:8). 26 Pengertian kinerja keuangn menurut Indra Bastian dalam Dana Siswar sebagai berikut (2003:233) : kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Kasmir (2007:54) yang menyatakan bahwa kinerja bank merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan oleh manajemen bank karena mengindikasi tingkat kesehatan bank yang dapat dilihat dari produktivitas asset. Maksud dari pernyataan tersebut sehat atau tidaknya suatu bank dapat diukur dari besarnya laba yang diperoleh bank tersebut. Tingkat kesehatan bank dalam meningkatkan pendapatannya tentunya dengan meningkatkan produktivitas asset. Semakin tinggi tingkat profit dari bank yang menggambarkan tingkat kesehatan yang baik. Tingkat kesehatan bank menggambarkan kondisi keuangan dan seberapa baik bank tersebut melakukan manajemen yang dapat diukur dari profit bank yang dapat dihitung dengan beberapa cara. Return on Asset yang digunakan untuk mengukur kemampuan asset bank dalam memperoleh keuntungan. Return on Equity yang digunakan untuk mengukur kemampuan modal sendiri dalam memperoleh keuntungan bersih. Tobin’s Q untuk mengukur nilai pasar sebagai peluang investasi. Tingginya tingkat dari Return on Asset, Return on Equity dan 27 Tobin’s Q dapat mengidentifikasikan tingkat kesehatan bank yang baik dalam Staikouras (2007:13). b. Penilaian Knierja Dana Siswar (2003:233) memberikan pengertian penilaian kinerja sebagai berikut : penilaian kinerja merupakan proses mencatat, dan mengukur proses pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk atau jasa. Salah satu bentuk mengukur kinerja keuangan dengan menggunakan integrasi rasio keuangan adalah model Altman. Oleh Altman analisis tersebut ditransformasi menjadi bentuk yang sangat sederhana, yaitu satu dimensi, fungsi diskriminan tersebut berbentuk : Z = V1X1 + V2X2 +…….. + VnXn dimana : V1, V2……... Vn = Disciminant coefficient X1, X2 ……Xn = Independent variables Jadi dengan kata lain, rasio-rasio keuangan tersebut tidak dapat berpengaruh sendiri-sendiri untuk mengukur kinerja keuangan secara menyeluruh tidak dapat dijadikan indikator yang menyatakan kepailitan perusahan. Altman mengemukakan model kinerja keuangan dalam bentuk rasio keuangan yang menggambarkan kinerja keuangan perusahaan 28 secara menyeluruh dan digunakan untuk memperediksi kepailitan perusahaan sebagi berikut : Z = 1.2(X1) +1.4 (X2) +3.3 (X3) +0.6(X4) +1(X5) dimana: X1 = Working capital to total asset. X2 = Retained earning to total asset. X3 = Earning before interest & taxes to total asset ( EBIT). X4 = Market value of equity to book value of debt. X5 = Sales to total asset ratio. Working Capital/Total Asset (WC/TA) dalam Dana Siswar (2003:231). Altman memilih tiga rasio likuiditas yang akan dimasukan dalam model persamaan diskriminannya untuk memprediksi kebangkrutan yaitu working capital to asset ratio, current ratio, dan quick ratio. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpukan bahwa dari ketiga ratio tersebut Altman memilih working capital to asset ratio. Sedangkan dua ratio likuiditas lainnya tidak dimasukkan karena kurang membantu dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan. Semakin tinggi tingkat ratio ini artinya perusahaan semakin mampu untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari. 29 Retained Earning/ Total asset (RE/TA) dalam Dana Siswar (2003:232). Rasio ini digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan. Altman mengatakan rasio ini mengukur profitabilitas kumulatif beberapa waktu dan merupakan suatu rasio yang baru. Umur perusahaan secara implisit ikut dipertimbangkan dalam rasio ini. Suatu peusahaan yang relatif lama yang kemungkinan tingkat RE/TA rasio rendah tidak mempunyai waktu membentuk profit kumulatifnya. Earning Before Interest and Taxes/ Total Asset (EBIT/TA) dalam Dana Siswar (2003:232). Altman mengatakan rasio ini digunakan untuk mengukur ketepatan produktivitas asset-asset perusahaan, yang bebas dari pajak dan faktor leverage. Semakin tinggi tingkat rasio ini artinya semakin produktif asset-asset perusahaan digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Market Value of Equity/ Book Value of Total Liabilities ( MVE/TL) dalam Dana Siswar (2003:232). Rasio keempat yang digunakan adalah equity yang diukur dengan dikombinasikannya nilai pasar dari semua lembar saham, saham preferen dan saham biasa, juga semua yang termasuk dalam kewajiban baik kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. 30 Sales/Total Asset (S/TA) dalam Dana Siswar (2003:232). Rasio ini disebut juga dengan capital turn over ratio. Rasio ini merupakan rasio keuangan standar menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan penjualan dari assetasset yang digunakan oleh perusahaan. Rasio ini merupakan suatu ukuran bagi kapasitas manajemen dalam menghadapi keadaan persaingan. 5. Analisis Rasio a. Pengertian Rasio Keuangan. Laporan keuangan yang disajikan perusahaan baru dapat memberikan arti dalam pengambilan keputusan oleh berbagai pihak, jika laporan keuangan tersebut dianalisis sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak. Foster dalam Dana Siswar (2003:230) memberikan analisis laporan keuangan sebagai berikut: analisis laporan keuangan merupakan studi hubungan antara sekelompok laporan keuangan pada saat tertentu dan trend yang menghubungkan beberapa waktu. Lebih lanjut Gitman (2000:124) dalam Dana Siswar (2003:230) mengatakan analisis keuangan adalah menghitung dan menginterpretasikan rasio keuangan tersebut sehingga dapat diketahui sampai dimana kinerja perusahaan. Pengelompokan rasio keuangan menyajikan informasi kinerja keuangan untuk kepentingan masingmasing individu/ kelompok pemakai yang terkait dengan perusahaan. 31 Menurut Ilya (2000:5) dalam Dana Siswar (2003:231) “kesulitan dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan adalah rasio-rasio tersebut cukup banyak dan bervariasi, disamping hasil perhitungan yang dapat bersifat individu, dan tidak dapat langsung digunakan untuk mengambil keputusan ekonomi”. Analisis rasio keuangan ini banyak digunakan dalam berbagai tunjuan penelitian khususnya dalam menilai kinerja perusahaan, walaupun sebenarnya masih banyak kegunaan lain yang dapat diambil dari analisis laporan keuangan. Analisis rasio keuangan, yang menghubungkan unsur-unsur neraca dan perhitungan laba-rugi satu dengan lainnya, dapat memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan dan penilaian posisinya pada saat ini. Analisis rasio juga memungkinkan manajer keuangan memperkirakan reaksi pasar kreditor dan investor memberikan pandangan kedalam tentang bagiaman kira-kira dana dapat diperoleh. Analisis rasio keuangan tidak hanya menggunakan rumus terhadap data keuangan untuk menghitung rasio tertentu, tetapi yang lebih penting yaitu menginterpretasikan nilai rasio tersebut. Dalam Ryan Ariafinanda (2006:18) membagi analisis rasio keuangan meliputi dua jenis perbandingan yaitu : 32 1) Pebandingan internal. Analisis dapat membandingkan rasio sekarang dengan yang lalu dan yang akan datang untuk perusahaan yang sama. Jika rasio keuangan disajikan dalam bentuk suatu daftar untuk periode beberapa tahun, analisis dapat mempelajari komposisi perubahanperubahan dan menetapkan apakah telah terdapat suatu perbaikan atau bahkan sebaiknya di dalam kondisi keuangan dan prestasi perusahaan selama jangka waktu tersebut. 2) Perbandingan eksternal. Metode perbandingan ini meliputi perbandingan rasio perusahaan dengan perusahaan lainnya yang sejenis atau dengan rata-rata pada satu titik yang sama. Analisis rasio keuangan dalam Ryan Ariafinanda (2006:19) juga dapat dibagi atas dua jenis berdasarkan variate yang dugunakan dalam analisa yaitu : 1) Univariate ratio analysis. Merupakan analisis rasio keuangan yang menggunakan suatu variate dalam melakukan analisa. Contohnya seperti profit margin ratio, return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan sebagainya. 33 2) Multivariate ratio analysis. Merupakan analisis rasio keuangan yang menggunakan lebih dari satu variate dalam melakukan analisa. contohnya seperti Altman Z-score. Analisis internal dilakukan melalui antara lain: analisis strategi perusahaan dimana strategi ini memfokuskan pada persaingan yang dihadapi perusahaan, struktur biaya relatif terhadap pesaing kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya, kualitas manajemen lainnya. Pada umumnya analisis internal yang banyak digunakan adalah analisis terhadap laporan keuangan perusahaan yaitu melalui analisis trend untuk beberapa tahun buku/periode dan analisis rasio finansial. Dengan mempelajari trend beberapa periode dan kegiatan-kegiatan usaha perusahaan untuk beberapa tahun terakhir diharapkan ada gambaran perkembangan, fluktuasi/kemunduran. Informasi berharga tersebut dapat menyangkut posisi keuangan dan kegiatan operasional perusahaan (laba/rugi) dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan diramalkan menuju kebangkrutan bila hasil analisis trend terhadap posisi keuangan menunjukkan kecenderungan menurunnya posisi kas pada bank, modal kerja dan overinvestment pada aktiva lancar. 34 Melakukan interpretasi serta analisis terhadap lapoaran keuangan yang lazimnaya diterbitkan pada setiap periode memiliki manfaat yang cukup penting bagi para analis untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai keadaan dan perkembangan suatu perusahaan. Dalam menginterpretasikan dan menganalisis laporan keuangan, seseorang analisis memerlukan adanya ukuran. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah rasio. Menurut Munawir (1999:64) dalam Ryan Ariafinanda (2006:17), rasio keuangan dapat didefinisikan sebagai berikut: rasio keuangan menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara satu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan. Definisi diatas dapat diartikan bahwa melakukan analisis hubungan dari berbagi pos dalam laporan keuangan pada jumlah tertentu merupakan dasar agar dapat menginterpertasikan kondisi keuangan dari hasil operasi suatu perusahaan. 35 b. Macam-macam Rasio Keuangan menurut Andriani Kusumaningrum (2003:70). Jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dibagi menjadi 2 yaitu : 1). Rasio neraca. Yaitu rasio yang berisi tentang aspek kondisi keuangan perusahaan. Terdiri dari aktiva lancar dikurangi dengan hutang lancar. Aktiva lancar perusahaan perbankan terdiri dari Cash on Hand and in Banks, Placemenent in other Banks, Notes and securities dan Loands. Sedangkan kewajiban lancar perusahaan perbankan terdiri dari Demand deposit, Time deposit dan Saving deposit 2). Rasio laporan laba/rugi. Yaitu rasio yang berisi tentang aspek kinerja perusahaan. Terdiri dari pendapatan, yang termasuk dalam pendapatan ini antara lain pendapatan bunga dan pendapatan opersional. Laba/Rugi sebelum pajak penghasilan serta laba bersih persahaan. Laporan laba Rugi merupakan ringkasan dari empat jenis kegiatan yaitu: menjual produk atau jasa, beban produksi atau untuk mendapatkan barang atau jasa yang dijual, beban yang timbul dari memasarkan dan mendistribusikan produk atau jasa kepada konsumen, serta yang berkaitan dengan beban administrasi 36 operasional serta beban keuangan dalam menjalankan bisnis dalam Arthur J. Keown, David F. Scott et al (2001:80) c. Analisis rasio keuangan bank akan digunakan dalam penelitian ini adalah rasio-rasio yang terdapat dalam formula Z-score Altman menurut Ryan Ariafinanda (2006:19-22), yaitu sebagai berikut : 1). Rasio likuiditas. Rasio modal kerja dibandingakn dengan total aktiva X1 = Working capital total assets Rasio ini merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (neto). Dimana modal kerja diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahan adalah indikator-indikator internal seperti, ketidak cukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal (harta kekayaan) menurun, penambahan utang yang tak terkendali dan beberapa indikator lainnya. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat dari pada modal aktiva yang menyebabkan rasio ini turun. 2). Rasio profitabilitas Rasio prifitabilitas dalam model Altman Z-score ada dua yaitu : (a) Rasio laba ditahan dibandingkan dengan total aktiva 37 X2= retarned earning/ total assets. Rasio ini mengukur kemampuan laba kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bias yang menguntungkan perusahaan-perusahaan yang lebih berumur ini tidak mengherankan, karena pemberian tingkat kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yang lebih muda merupakan hal yang wajar. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai turun. Bagi banyk perusahaan, nilai laba ditahan dan radio X2 akan menjadi negatif. (b). Rasio laba sebelum bunga dan pajak dibandingkan dengan total aktiva X3= earning before interest and tax/ total Assets. Rasio ini mengukur kemampuan laba, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti 38 perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman. 3). Rasio aktivitas Rasio aktivitas yang digunakan dalam model Altaman ada dua yaitu: (a). Nilai pasar ekuitas dibandingkan dengan total hutang X4= market value of equity/book value of debts Rasio ini sering juga digunakan dalam bentuk persamaan net worth/total debt untuk perusahaan yang tidak terdaftar di Burasa Efek Indonesia. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri. Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio utang permodal sendiri (DER). Nilai pasar ekuitas yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga perlembar sahamnya. Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri. (b). Penjualan dibandingkan dengan total aktiva X5= Sales/total assets. Rasio ini disebut juga rasio perputaran total aktiva. Rasio ini menunjukan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat 39 dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Kalau perputarannya lambat, ini menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan perusahaan untuk menjual. 6. Kebangkrutan. a. Pengertian Kebangkrutan. Menurut Mamduh dan Halim (2007:263) analisis kebangangkrutan dilakukan untuk memperolah peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tandatanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapanpersiapan untuk mengatasi berbagi kemungkinan yang buruk. Tandatanda kebangkrutan tersebut dalam hal ini dapat dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi. Cara yang dapat ditempuh manajemen untuk menganalisis kondisi keuangan perusahaan setelah menangkap sinyal-sinyal kebangkrutan adalah analisis evaluasi kebangkrutan baik melalui metode internal maupun eksternal. Analisis eksternal dilakukan atas data yang bersumber dari luar perusahaan seperti laporan perdagangan, statistik maupun indikator ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun swasta. 40 Dalam praktik, dan juga dalam penelitian empiris, kesulitan keuangan sulit untuk didefinisikan. Kesulitan semacam itu bisa berarti mulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek), yang merupakan kesulitan yang paling berat Kebangkrutan telah digunakan sebagi istilah umum menurut Rahman Muslim (2008:35) adalah menerangkan keadaan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Para peneliti telah menggunakan istilah failure (kegagalan) dan bangkrupty (kebangkrutan) secara bergantian : Tabel : 2.1. Definisi kebangkrutan / kegagalan. Nama Altman (1973) Istilah Bangkrupty Beaver (1967) Failure Blum (1974) Failure Deakin (1972) Failure Foster (1986) Bangkrupty Definisi Perusahaan yang secara hukum bangkrut, baik ditempatkan dibawah perwalian/telah dijamin haknya untuk direorganisai dibawah National Bankrupty Act Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya saat jatuh tempo/secara operasional diartikan sebagai perusahaan yang mengalami kebanhgkrutan, kegagalan membayar bunga dan pokok obligasi., saldo negatif perkiraan bank, deviden saham preperen yang tidak dibayar Kejadian-kejadian yang menunjukkan ketidakmampuan untuk membayar utangnya saat jatuh tempo yang menggambrakan perusahan mengalami kebangkrutan/ menyebabkan terjadinya perjanjian eksplisit dengan kreditor untuk mengurangi hutang Perusahaan yang mengalami kebangkrutan, insolvensi/likuidasi untuk kepentingan kreditor Suatu kejadian hukum yang sangat dipengaruhi oleh tindakan para bankir dan kreditor 41 Lanjutan Tabel : 2.1. Definisi kebangkrutan / kegagalan. Nama Kunt (1989) Kunt (1989) Istilah De jure failure/closure/ of ficia (de hure) insolvency De facto failure Definisi Dimerjer Penghentian otonomi operasi diperintahkan oleh regulator yang Sumber : Karel & prakash dalam Eni Listeyatai dalam Rahman Muslim (2008:35). Kebangkrutan sebagai kegagalan perusahaan didefinisikan dalam beberapa arti, menurut Muhammad Akhyar dan Eha Kurniasaih (2000:137) dalam Rahman Muslim (2006:33) antara lain: (1). Economic failure ( kegagalan ekonomi) Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biaya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal/ nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajibananya. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh dibawah arus kas yang diharapakan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil dari biaya modal perusahaan. 42 (2). Financial failure ( kegagalan keuangan) dalam Rahman Muslim (2008:33). Insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham insolvensi teknis dan insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibanya pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total hutang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapakan lebih kecil dari kewajibannya. b. Tahap- tahap berbagai indikator kebangkrutan Kesulitan keuangan yang menuju kearah terjadinya kebangkrutan dapat dianalisa dan dapat diidentifikasi melalui tahaptahap yang tercakup di dalam proses, perjalanan yang berakhir pada (keadaan) kebangkrutan tersebut. Adapun tahap-tahap itu adalah Hernanto dalam Sarwanih (2006:54): (1) tahap permulaan/ awal, (2) 43 tahap dimana perusahaan mengalami kekurangan kas dan alat-alat liquid lainnya atau tahap kesulitan likuiditas, (3) tahap dimana perusahaan tidak solvabel dalam kegiatan komersial dan keuangan,serta (4) bangkrut secara total. c. Analisis Prediksi Kebangkrutan. Analisis diskriminan menurut Supranto (2004:77) merupakan teknik menganalisis data, kalau variabel tak bebas (disebut: criterion) merupakan kategori (non metric, nominal atau ordinal, bersifat kualitatif) sedangkan varibel bebas sebagai predictor merupakan metrik (interval atau rasio, bersifat kuantitatif). Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat penyimpangan (univariate) yang artinya setiap rasio di uji secara terpisah.Untuk mengatasi kelemahankelemahan analisis tersebut, maka Altman telah mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi dan teknik statistik. Yaitu analisis diskriminasi yang menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat apriori. Dalam penelitiannya Altman mengambil satu sampel yang terdiri dari 66 perusahaan manufaktur setengah diantaranya mengalami kebangkrutan. Altman memperoleh 22 rasio keuangan, dimana 5 diantaranya ditemukan paling berkontribusi pada model prediksi. 44 Fungsi diskriminan yang ditemukan Altman pada tahun 1968 itu adalah sebagai berikut: menurut Weston dan Copeland dalam Dana Siswar (2003:231) Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1.0X5 dimana: X1 = Modal kerja/total aktiva . X2= Laba yang ditahan/total aktiva. X3= Laba sebelum bunga dan pajak/total aktiva. X4= Nilai pasar modal saham/Nilai buku total hutang. X5= Penjualan/total aset . Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat bagi beberapa pihak dalam Mamduh dan Halim (2007:261) seperti berikut ini: (1) Pemberi pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk memonitor pinjaman yang ada. (2) Investor. Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tandatanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut. (3) Pihak Pemerintah. Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk 45 mengawasi jalannya usaha tersebut (misalnya sektor perbankan). Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tandatanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal. (4) Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatau perusahaan. (5) Manajemen. Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah banyaknya perusahaan yang tidak Go public, dengan demikian tidak mempunyai nilai dasar. Altman kemudian mengembangkan Model alternatif dengan menggantikan nilai pasar menjadi nilai buku. Dengan demikian Model tersebut dapat dipakai untuk perusahaan yang Go public dan tidak Go public. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam ini adalah sebagai berikut: Z = 1.2(X1) +1.4 (X2) +3.3 (X3) +0.6(X4) +1(X5) Dari rumus menurut Dana Siswar (2003:231-232) di atas dapat diketahui bahwa analisis diskriminan memuat 5 unsur yaitu X1 sampai X5, dimana: X1 = Menyimpulkan bahwa suatu perusahaan yang berpotensi gagal mulai berkurang investasinya untuk aktiva lancar. Jadi bila dalam beberapa tahun investasi terhadap aktiva lancarnya 46 mengalami penurunan terus menerus maka perlu diwaspadai mengenai X1 yang merupakan unsur kebangkrutan. X2= Indikator profitabilitas kumulatif yang relatif terhadap penyusunan waktu, maka ini mengisyaratkannya bahwa semakin muda suatu perusahaan, semakin besar kemungkinannya untuk bangkrut, tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan yang besarpun mengalami kebangkrutan. X3= Mencerminkan keseluruhan kekuatan perusahaan dalam mendatangkan pendapatan, melemahnya faktor ini merupakan indikator terbaik akan hadirnya kebangkrutan, karena berjalannya suatu perusahaan bergantung juga pada laba yang diperoleh perusahaan. X4= Mengembangkan solvabilitas/kemampuan finansial jangka panjang dari suatu perusahaan. X5= Menunjukkan rasio perputaran modal yang menunjukkan besar kecilnya kemampuan manajemen untuk menjual assetasset perusahaan atau bisa dikatakan seberapa jauh kemampuan aktiva menciptakan penjualan. d. Masalah dalam kebangkrutan Menurut Mamduh dan Halim (2007:262) kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem sampai kepada titik tidak sehat yang paling ekstrem sebagai berikut : 47 Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah. Tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bisa berkembang menjadi kesulitan tidak solvabel. Kalau tidak solvabel perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Likuidasi dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar daripada nilai perusahaan kalau diteruskan. Reorganisasi dipilih kalau perusahaan masih menunjukkan prospek dan dengan demikian nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau dilikuidasi. Tabel : 2.2 Alternatif perbaikan kesulitan keuangan Pemecahan secara informal 1. Dilakukan apabila maslah belum begitu parah 2. Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan masih bagus dengan cara : a. Perpanjangan (Extention): dilakukan dengan cara memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang b. Komposisi (Composition): dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan. Pemecahan secara formal Dilakukan apabila masalah sudah parah, kreditur ingin mempunyai jaminan keamanan dengan cara : a. Apabila nilai perusahan diteruskan > nilai perusahaan dilikuidasi Reorganisasi : dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak b. Apabila nilai perusahan diteruskan < nilai perusahaan dilikuidasi Likuidasi : dengan menjual asset-aset perusahaan Sumber : Analisis laporan keuangan Mamduh M. Hanafi & Abdul Halim (2007:262). 48 7. Analisis Diskriminan. a. Pengertian Diskriminan Analisis Diskriminan menurut Supranto (2004:77) adalah teknik multivariate yang termasuk dependence method, yakni adanya variabel dependen dan independent. Dengan demikian ada variabel yang hasilnya tergantung dari data variabel independent. Ciri khusus adalah data variabel dependen yang harus berupa data kategori, sedangkan data independent justru berupa data non kategorik. Analisis dikriminan pada prinsipnya merupakan tehnik untuk menganalisis data dimana variabel tergantungnya merupakan variabel katagori, tergantung bersifat setara dan mutually exclusive. Analisis diskriminan, disamping berfungsi untuk menemukan besarnya nilai perbedaan antara beberapa kelompok atau kategori yang diukur dari beberapa variabel penentu atau diskriminator juga berfungsi untuk menentukan besarnya nilai peranan (alokasi) tiap diskriminator pada tiap kategori. Secara teknik analisis diskriminan mirip dengan analisis regresi, hanya pada metode regresi (maupun regresi berganda), variabel dependen justru harus data rasio. Sedang jenis data untuk variabel independent bisa rasio atau kategori. Perbedaan antara analisis diskriminan dan analisis multidiskriminan adalah pada jumlah variabel tergantungnya, jika variabel tergantungnya hanya terdiri atas dua kriteria saja ,disebut dengan analisis diskriminan, namun jika variabel 49 tergantungnya lebih dari dua katagori, disebut dengan analisis multidiskriminan. Tabel 2.3 Persamaan dan Perbedaan antara Analisis Varian (Anova), Analisis Regresi dan Analisis Diskriminan Keterengan Kesamaan Jumlah variabel tak bebas Jumlah variabel bebas Perbedaan Jumlah variabel tak bebas Jumlah variabel bebas Anova Regresi Diskriminan Satu Satu Satu Banyak (>1) Banyak (>1) Banyak (>1) Matriks (kuantitatif) Kategorik (kualitatif) Matriks (kuantitatif) Matriks (kuantitatif) Kategorik (kualitatif) Matriks (kuantitatif) Sumber : J. Supranto (Analisis multivariat : Arti dan interpretasi) (2004:80). b. Langkah-langkah Analisis Diskriminan menurut Suliyanto (2005:95) adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan masalah. 2) Mengestimasi koefisien fungsi diskriminan. 3) Menentukan signifikansi fungsi diskriminan. 4) Menginterpretasikan hasil. 5) Mengukur validitas analisis diskriminan. c. Tujuan analisis diskriminan menurut Supranto (2004:77-78) adalah sebagai berikut: 1) Membuat suatu fungsi diskriminan atau kombinasi linear, dari predictor atau varibel bebas yang bisa mendiskriminasi atau membedakan kategori variabel tak bebas atau kelompok, artinya 50 mampu membedakan suatu objek masuk kelompok/kategori yang mana. 2) Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara kategori kelompok/ yang dikaitakan dengan variabel bebas atau predictor. 3) Menentukan variabel bebas yang mana yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedan antar kelompok. 4) Mengklarifikasikan/mengelompokan objek kedalam suatu kategori didasarkan pada variabel bebas. 5) Mengevaluasi keakuratan klasifikasi. d. Asumsi penting yang harus dipenuhi agar model diskriminan menurut Bambang Ruswandi (2006:32) bisa digunakan adalah sebagai berikut: 1) Multivariate normality atau variabel independent seharusnya berdistribusi normal. Jika data tidak berdistribusi normal, hal ini akan menyebabkan masalah pada ketepatan fungsi (model) diskriminan. 2) Matriks kovarians dari semua variabel independen seharusnya sama (equal). 3) Tidak ada korelasi antar variabel independent. Jika dua variabel independent mempunyai korelasi yang kuat, maka dikatakan multikolinertitas. 4) Tidak ada data yang ekstrim (outlier) pada variabel independent. Jika data ouitlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat bekurangnya ketapatan klasifikasi dari fungsi diskriminan. 51 e. Analisis Z score Analisis Z skor dapat digunakan sebagai alat prediksi kebangkrutan dan penilaian kinerja keuangan perusahaan menurut Silvia Anggraini (2004:115). Analisis ini pertama kali di kemukakan oleh Edward I. Altman pada pertengahan ta-hun 1960 di New York City. Dalam studinya setelah menyeleksi 22 rasio keuangan ditemukan 5 rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Kemudian Altman melakukan perbaikan dengan membuatnya dalam versi lima variabel, yaitu : Z = 1.2(X1) +1.4 (X2) +3.3 (X3) +0.6(X4) +1(X5) dimana : X1 = Modal Kerja/Total Aktiva X2 = Laba Ditahan/Total Aktiva X3 =Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aktiva X4=Nilai Pasar Modal Sendiri/Total Kewajiban X5= Penjualan/total asset. Hasil penghitungan Z skor dapat dibandingkan dengan standar yang ditetapkan atau dapat pula dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun. Jika skor lebih besar dari 0.031 berarti perusahaan berada dalam kondisi sehat. Bila lebih kecil kebangkrutan mungkin akan terjadi. 52 dari 0.031 mengindikasikan Kondisi yang mungkin terjadi adalah banyak perusahaan dengan skor yang lebih tinggi mengalami kebangkrutan sedangkan ada perusahaan dengan skor yang lebih rendah dapat terus bertahan. Apabila dari tahun ke tahun Z skor mengalami penurunan ini mengindentifikasikan terjadinya gejala kesulitan keuangan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kebangkrutan. Dari keempat variabel yang digunakan perusahaan semuanya berasal dari berbagai kelompok rasio yang dapat dilihat keterkaitannya dalam menilai kinerja keuangan perusahaan. Variabel X1 memperlihatkan likuiditas perusahaan. Variabel X2 memperlihatkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba kumulatif. Variabel X3 mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba setiap tahunnya dengan penggunaan aktiva yang dimiliki. Variabel X4 memperlihatkan solvabilitas perusahaan. Kebaikan analisis Z skor menurut Sawir (2001:22) dalam Silvia Anggraini (2004:116) adalah dapat mengkombinasikan berbagai rasio menjadi suatu model prediksi yang berarti dan dapat dipergunakan untuk seluruh perusahaan, baik perusahaan publik, pribadi, manufaktur, ataupun perusahaan jasa dalam berbagai ukuran. Kelemahan dari model ini adalah tidak ada rentang waktu yang pasti kapan kebangkrutan akan terjadi setelah hasil z skor diketahui lebih rendah dari standar yang ditetapkan. Model ini juga tidak dapat mutlak 53 digunakan karena adakalanya terdapat hasil yang berbeda jika kita menggunakan model yang berbeda. Meski demikian kita dapat tetap menggunakannya untuk memberikan peringatan yang berharga sehingga kesulitan dapat diatasi segera. B. Penelitian Sebelumnya Edwar I Altman dalam Ryan Ariafinanda (2006:29), menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Penelitiannya menggunakan sample sebanyak 66 perusahaan yang terdiri dari 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut. Altman juga menggunakan multivariate discriminant analiysis dalam menguji manfaat lima rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Hasil analisa menunjukkan bahwa rasio keuangan (profitability, liquidity dan solvency) bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 95% setahun sebelum perusahaan bangkrut. Tingkat keakuratan tersebut turun menjadi 72% untuk periode dua tahun sebelum bangkrut, 48% untuk periode tiga tahun sebelum bangkrut, 29% untuk periode empat tahun sebelum bangkrut dan 36% untuk periode lima tahun sebelum bangkrut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dana Siswar & Neldy Soejara (2003:234). Mengenai “Pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model altman. Suatu Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta. Mereka melakukan penelitian terhadap123 perusahaan yang dijadikan populasi sasaran dan dirinci menurut strata sebanyak 19 bidang 54 usaha, tetapi sebanyak 23 perusahaan lagi dikeluarkan dari populasi sasaran dengan alasan perusahaan tersebut baru terdaftar di BEJ setelah tahun 1997 dan tahun 1997 belum mempublikasikan laporan keuangannya. Penelitian ini dilakukan terhadap laporan keuangan sejak tahun 1997 dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kinerja keuangan rata-rata periode 1997-2000 (selama krisis ekonomi) pada perusahaan manufaktur menurun sebesar 34,10% dibanding pada periode 1993-1996 (sebelum krisis ekonomi). Penurunan ini disebabkan karena terjadi perubahan kondisi ekonomi yang tidak stabil yaitu terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak bulan Agustus 1997. Menurut Siti Rodliyah (2003:7) mengenai “Analisis Diskriminan Altman sebagai Alat untuk Memprediksi Awal Kebangkrutan pada Perusahaan tekstil dan produk tekstil yang tercatat di BEJ tahun 2000 – 2002. Hasil Analisis Diskriminan menunjukkan adanya empat rasio keuangan yang merupakan indikator dominan dalam penentuan kinerja perusahaan. Keempat rasio beserta koefisiennya yang menunjukkan pengaruh terhadap kinerja perusahaan adalah: (1). Rasio Modal Kerja (Aktiva lancar-Hutang Lancar / Total Aktiva (2). Rasio Laba Ditahan / Total Aktiva (3). Rasio Laba Sebelum Pajak dan Bunga / Total Aktiva (4). Rasio Penjualan / Total Aktiva. Sehingga diperoleh persamaan Diskriminan sebagai berikut: Z = 1.2(X1) +1.4 (X2) +3.3 (X3) +0.6(X4) +1(X5) 55 Kombinasi keempat rasio tersebut, dalam fungsi Dskriminan mampu mengelompokkan perusahaan – perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil kedalam satu kelompok, yaitu kelompok yang rendah (bangkrut) dan kelompok yang tinggi (tidak bangkrut). Berdasarkan fungsi Diskriminan. Diperoleh nilai batas Z sebesar 2,092x10-20 sebagai pedoman untuk mengklasifikasikan kedalam satu kelompok. Apabila perusahaan nilai Znya lebih besar dari nilai batas, dikelompokkan sebagai perusahaan yang tidak bangkrut. Dan apabila perusahaan nilai Znya lebih kecil dari nilai batas, dikelompokkan sebagai perusahaan bangkrut. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menurut Analisis Diskriminan terhadap perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil yang tercatat di BEJ secara umum tidak mengalami bangkrut. Terdapat 14 perusahaan yang tergolong dalam kategori tidak bangkrut, yaitu: Century Textile, Eratex Djaja, Panasia Filament, Panasia Indosynthect, Roda Vivatex, Sunson Textile, Tifico, Ever Shine, Fortune Mate, Indorama Synthetics, Pan Brother Tex, Ryane Textile, Sepatu Bata, Surya Intrindo. Lima perusahaan yang tergolong dalam kategori bangkrut antara lain: Argo Pantes, Texmaco, Apac Inti, Hanson Industri, Kasogi Int. Sedangkan 4 perusahaan yang masuk dalam kategori bangkrut dan tidak bangkrut, yaitu: Great River, Karwell Int, Ricky Putra, dan Sarasa Nugraha. Rata-rata perusahaan yang bangkrut tersebut disebabkan karena kecilnya rasio likuiditas(x1) dari masing-masing perusahaan yaitu Texmaco, Apac Inti, Hanson Industri, dan Kasogi Int. Sedang rata-rata perusahaan yang tidak bangkrut disebabkan karena tingginya rasio perputaran modal(x5). 56 Menurut Ryan Ariafinanda (2006) melakukan penelitian terhadap sektor perbankan yang mendapat kategori A pada tahun 1998 dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta, data yang dikumpulkan berada dalam kurun waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Pengambilan data tiga tahun ini sudah cukup menggambarakan kondisi saat perusahaan perbankan di Indonesia berada dalam masa puncak krisis, masa transisi, meskipun belum bisa dikatakan telah melewati krisis, karena sampai saat ini masih saja ada bank yang terlikuidasi, bank yang dilteliti adalah bank BII, Danamon. Niaga, BNI, BCA dan LIPPO. Secara keseluruhan bank tersebut terbagi ke dalam tiga kategori yaitu bank yang mengalami kebangkrutan antara lain : Bank BII, dan LIPPO, sedangkan yang tidak mengalami kebangkrutan yaitu bank Danamon dan BCA sedangkan bank yang berada dalam posisi grey area adalah bank Niaga dan BNI. C. Kerangka pemikiran Penelitian ini menganalisis tentang Pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model Altman dengan menggunakan analisis diskriminan untuk memprediksi kebangkrutan suatu studi pada perusahaan perbankan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2007. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian yaitu sektor perbankan konvensional dan periode penelitian dilakukan pada tahun 20042007. 57 Sedang persamaan antara penelitian terdahulu dan sekarang adalah pada alat analisis datanya yaitu sama-sama menggunakan alat analisis diskriminan Altman. Dimana rumus Z = 1.2(X1) +1.4 (X2) +3.3 (X3) +0.6(X4) +1(X5). Yang digunakan adalah nilai yang dicari dari hasil laporan keuangan yaitu neraca dan Laporan laba dan rugi. Alasan ketertarikan mengambil perusahaan perbankan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono adalah karena menurut mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, sejak tahun 2007 terbentuk financial bubble (balon finansial) di Indonesia. Dana jangka pendek mengalir deras ke Indonesia, menyerbu aset finansial, seperti saham, obligasi, reksadana, dan Sertifikat Bank Indonesia. Trend ini membuat rupiah menguat dan kinerja perbankan juga membaik (Antara News, Desember 2007). Adapun alasan pengambilan model Altman sebagi prediksi kebangkrutan (Sarwanih,2007:59) karena model ini memiliki tingkat ketepatan yang relatif tinggi yaitu sebesar 82,7% dibandingkan dengan model Shumway yang tidak mempunyai kemampuan prediksi yang baik bahkan sangat buruk 0%. Atau dari hasil yang didapat model tersebut memiliki kesalahan prediksi yang lebih besar dibandingkan dengan model Altman yaitu sebesar 100%, sedangkan pada model Altman kesalahan dalam memprediksi sebagai perusahaan tidak default hanya sebesar 26,7%. Disamping itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan kondisi perekonomian saat ini jauh lebih baik dari kondisi pada 1997 saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Hal ini tercermin dari beberapa indikator 58 ekonomi seperti stabilitas makro ekonomi yang terjaga, surplus transaksi berjalan, cadangan devisa yang tinggi, sistem nilai tukar yang mengambang, kondisi fiskal yang sehat dan kondisi perbankan yang relatif lebih baik( Sindo,Desember 2007). Ukuran kebangkrutan ini oleh Altman (1984) diprediksi dengan tolak ukur Z-score yaitu skor yang dihitung dengan standar dari rasio-rasio keuangan terpilih. Z-score ini dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan atau potensi kebangkrutan perusahaan. Rasio keuangan yang dipergunakan dalam perhitungan Z-score menurut Ryan Ariafinanda (2006:37-38) terdiri dari : 1). Rasio likuiditas a) Working Capital / Total Asset (WC/TA) Rasio ini merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (neto). Dimana modal kerja diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Aktiva lancar perusahaan perbankan terdiri dari Cash on Hand and in Banks, Placemenent in other Banks, Notes and securities dan Loands. Sedangkan kewajiban lancar perusahaan perbankan terdiri dari Demand deposit, Time deposit dan Saving deposit. 2). Rasio Profitabilitas a) Retained Earning/ Total Asset (RE/TA) Rasio ini mengukur kemampuan laba kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan 59 umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bias yang menguntungkan perusahaan-perusahaan yang lebih berumur ini tidak mengherankan, karena pemberian tingkat kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yang lebih muda merupakan hal yang wajar. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio X2 akan menjadi negatif. b) Earning Before Interest and Taxes/ Total Asset (EBIT/TA) Rasio ini mengukur kemampuan laba, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman. 3). Rasio Aktivitas a) Market Value of Equity/Book Value of Total Liabilities ( MVE/TL) Rasio ini sering juga digunakan dalam bentuk persamaan net worth/total debt untuk perusahaan yang tidak terdaftar di Burasa Efek Indonesia. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya 60 melalui modalnya sendiri. Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio utang permodal sendiri (DER). Nilai pasar ekuitas yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga perlembar sahamnya. Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri. b) Sales/Total Asset (S/TA) Rasio ini disebut juga rasio perputaran total aktiva. Rasio ini menunjukan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Kalau perputarannya lambat, ini menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan perusahaan untuk menjual. Penentuan sampel penulis mengambil perusahaan perbankan konvensional yang berkategori A &B, dikarenakan perbankan tersebut merupakan perusahaan yang memiliki asset diatas Rp. 5 Triliyun maupun dibawah Rp.5 Triliyun sesuai dengan ukuran dari Bank Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan cara: Analisis Diskriminan dengan menggunakan SPSS 12. 61 Tabel: 2.4 Kerangka Pemikiran Perubahan Kondisi Ekonomi (dalam hal ini 0 untuk Asset yang kurang dari 5 Trilyun (tahun 2004-2007) dan 1 (tahun 2004)&2 (tahun 2005-2007) untuk Asset yang ada diatas 5 Trilyun) Model Altman yang dipakai ada lima yaitu sebagai berikut: WCTA RETA EBITTA MVETL STA Merumumuskan masalah Mengestimasi keofisien Menentukan signifikasi fungsi diskriminan dilihat dari Wilks’lambda atau chi square Menginterpretasikan hasil dilihat dari hasil output diskriminan yang terstandarisasi dan tidak terstandarisai Mengukur Validitas Analisis Diskriminan Kesimpulan Implikasi 62 D. Hipotesis Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model Altman. Ho :bi =0 Tidak terdapat Pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap model Altman untuk memperdiksi kebangkrutan. H1 :bi # 0 Terdapat Pengaruh perubahan kondisis ekonomi terhadap model Altman untuk memperdiksi kebangkrutan. 2. Apakah rasio yang terdapat dalam model Altman dalam hal ini WCTA, RETA dan STA dapat memprediksi kebangkrutan suatu bank. H0 :bi =0 Diduga model Altman seperti WCTA, RETA, dan STA tidak merupakan atribut untuk menentukan kondisi bangkrut dan tidak bangkrutnya suatu bank. H1 :bi # 0 Diduga model Altman seperti WCTA, RETA, dan STA merupakan atribut untuk menentukan kondisi bangkrut dan tidak bangkrutnya suatu bank. 3. Berapa banyak bank yang mengalami kebangkrutan dari perubahan kondisi perekonomian tersebut. H0 :bi =0 Tidak banyak (sedikit) bank yang mengalami kebangkrutan . H1 :bi # 0 Banyak bank yang mengalami kebangkrutan. 63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN F. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap kinerja keuangan pada sektor Perbankan konvensional yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode sebelum Pemilihan Umum berlangsung (tahun 2004) sampai terpilihnya masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (tahun 20052007). Kinerja keuangan untuk setiap tahun masa pemerintahan diukur dengan menggunakan rasio keuangan tertentu yang diintegrasikan sesuai dengan model Altman. Rasio keuangan tersebut meliputi : rasio modal kerja terhadap total asset, untuk rasio modal kerja diperoleh dari aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar. Aktiva lancar perusahaan perbankan terdiri dari Cash on Hand and in Banks, Placemenent in other Banks, Notes and securities dan Loands. Sedangkan kewajiban lancar perusahaan perbankan terdiri dari Demand deposit, Time deposit dan Saving deposit, rasio laba ditahan terhadap total asset, rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total asset, rasio harga pasar saham terhadap nilai buku total kewajiban (dalam hal ini jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga perlembar sahamnya), dan rasio penjualan terhadap total asset. Rasio keuangan setiap tahunnya dihitung berdasarkan angka-angka pos laporan keuangan dalam hal ini neraca dan loparan laba/rugi yang disajikan perusahaan. 64 G. Teknik Pengumpulan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah sektor Perbankan yang telah go public di BEI. Sebanyak 19 bank yang telah terdaftar dari periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Adapun nama-nama bank tersebut adalah PT Bank International Indonesia,Tbk, PT Bank Danamon,Tbk, PT Bank Niaga,Tbk, PT BNI,Tbk, PT Bank Central Asia,Tbk, PT Bank LIPPO,Tbk, PT Artha Graha Internasional,Tbk, PT Century, Mayapada Internasional, Mega, Niaga, NISP, Nusantara Parahiyangan, PAN Indonesian Bank, Permata, Eksekutif Internasional, Victoria Internasional. PT Artha Niaga Kencana,Tbk serta OUB Buana. Adapun rumus untuk stabilitas diskriminan adalah sebagai berikut: pressQ = [N-(n-k)]2 N (k-1) Simbol tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: N= Jumlah sampel n = Jumlah sampel yang bebas dari pengalokasiannya k = Jumlah kondisi. H. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan merupakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi. Data penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan perusahaan periode 2004 sampai 2007 yang diterbitkan setiap tahunnya pada Indonesian Capital market Directory. 65 Data penelitian ini diperoleh dengan cara sebagi berikut : a. Data yang digunakan untuk mendukung landasan teoritis diperoleh dengan membaca buku-buku literatur dan jurnal-jurnal yang sesuai dengan topik yang akan dibahas. b. Data yang terdapat pada objek penelitian yaitu berupa laporan keuangan sektor Perbankan yang go public di BEI dari mulai tahun 2004, 2005 ,2006 dan 2007 yang terdapat pada Directory Perbankan Indonesia. c. Penulis mengambil perusahaan perbankan yang berkategori A&B dikarenakan perbankan tersebut merupakan perusahaan yang memiliki asset diatas Rp. 5 Triliun dan dibawah Rp. 5Triliun sesuai dengan ukuran dari Bank Indonesia. I. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunkan analisa diskriminan dengan menggunakan model Altman sebagai alat analisis datanya. Untuk analisis potensi kebangkrutan pada sebuah lembaga perbankan yang berkategori A&B dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia, akan menggunakan formula atau metode yang ditentukan oleh Altman yang dikenal dengan Z-score. Dengan menggunakan metode Altman ini, maka akan dapat diprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada sebuah perusahaan baik perbankan maupun non perbankan. Dari data laporan keuangan perbankan, kemudian akan dianalisis dengan menggunakan beberapa rasio-rasio keuangan yang dianggap dapat 66 memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang akan mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan perbankan adalah rasio likuiditas, rasio prifitabilitas dan rasio aktivitas dari rasio-rasio inilah yang kemudian diproses lebih lanjut dengan menggunakan formula Altman. Data atau hasil perhitungan rasiorasio tersebut, kemudian dianalisa lebih jauh dengan menggunakn formula yang dikemukakan oleh Altaman sebagi berikut : Dari hasil analisa dengan menggunakan model Altman, akan diperoleh hasil berupa angka-angka atau nilai Z-score yang kemudian dapat menjelaskan kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada sebuah perusahaan. Nilai Z-score ini akan menjelaskan kondisi keuangan perusahaan yang dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu : 1) Untuk nilai Z-score lebih kecil atau sama dengan 0,0311 berarti perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan resiko yang tinggi. 2) Untuk nilai Z-score lebih besar dari 0,0311 memberikan penilaian bahwa perusahaan berada pada keadaan yang sangat sehat sehingga kemungkinaan kebangkrutan terjadi sangat kecil. (Data diolah:88) Penjelasan dari langkah-langkah dalam analisis diskriminan menurut Suliyanto (2005:95-96) sebagi berikut: 1) Merumuskan Masalah Langkah pertama dalam analisis diskriminan adalah merumuskan masalah dengan menentukan tujuan, kriteria, dan variabel bebas atau sering disebut dengan atribut determinan. Kriteria dalam variabel harus 67 bersifat mutually exclusive. Apabila variabel merupakan variabel interval atau rasio harus diubah dulu menjadi variabel kriteria. 2) Mengestimasi Koefisien Fungsi Diskriminan Dalam mengestimasi koefisien fungsi diskriminan terdapat dua pendekatan, dua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut . a) Pendekatan langsung (Direct Method) Dalam pendekatan ini, semua variabel bebas dimasukan seluruhnya dalam analisis secara bersama-sama. Pendekatan ini tepat diterapkan apabila didasarkan pada penelitian terdahulu atau berdasarkan pada teori yang telah ada. b) Pendekatan Stepwise Dalam pendekatan ini, variabel dimasukan satu persatu dalam analisis. Pendekatan ini tepat untuk menentukan variabel bebas mana yang memiliki pengaruh yang dominan dalam pembentukan persamaan. 3) Menentukan signifikansi fungsi diskriminan Signifikasi fungsi diskriminan dapat dilihat melalui nilai Wilks’ lamda atau chi square. Angka wilks’ lambda berkisar 0-1, jika mendekati 0: data tiap grup semakin berbeda, semakin mendekati 1 data tiap grup mendekati sama. Jika F hitung < F tabel = tidak ada perbedaan antar kondisi Jika F hitung > F tabel = ada perbedaan antar kondisi. 68 Dengan sig.tes Jika sig > 0,05 = tidak ada perbedaan antar kondisi ekonomi. Jika sig < 0,05 = ada perbedaan antar kondisi ekonomi. 4) Menginterpretasikan Hasil Interpretasi dalam analisis diskriminan sama dengan interpretasi pada analisi regresi berganda. Dalam output diskriminan ditampilkan output yang terstandarisasi dan tidak terstandarisasi. Karena jumlah bank untuk setiap kategori sama, maka besar nilai cutoff dapat dicari dengan persamaan berikut. Nilai cut off = Z1 + Z2 2 Akan tetapi, jika jumlah bank untuk setiap kondisi tidak sama, maka besarnya nilai cutoff dapat dicari dengan persamaan berikut. Nilai cut off = n1.Z1 + n2.Z2 + n3. Z3 n1 + n2 + n3 Keterangan: n = Jumlah bank yang ada di kondisi masing-masing Z = Nilai function dari masing-masing kondisi 5) Mengukur Validitas Analisis Diskriminan Validitas dalam analisis diskriminan pada hakikatnya membadingkan antara kategori yang senyatanya dengan kategori yang dihasilkan oleh persaman diskriminan. Semakin banyak kesesuaian 69 antara kategori berdasarkan persamaan diskriminan, maka persamaan diskriminan semakin baik. Hit ratio = (nbenar : N) x 100% Cpro = p2 +(1-p)2 Cmax = (nmax :N) x 100% dimana: nbenar = Jumlah sampel dengan alokasi rediksi yang benar p = Proporsi jumlah sampel dikelompok 1 1-p = Proporsi jumlah sampel dikelompok 2 nmax = Jumlah sampel tebesar padasalah sau kelompok N = Jumlah samel secar keseluruhan. J. Operasional Variabel Pengukuran. Penentuan pedoman kondisi ekonomi financial distress dan non financial distress pada perusahaan perbankan konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada penelitian ini adalah untuk perusahaan yang finacial distress (tidak sehat) memiliki laba negatif selama 2 tahun beturutturut diproyeksikan dengan kondisi 0 untuk Laba/Rugi dibawah 5 Triliyun sebelum dan sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2004-2007), sedangkan untuk non financial distress (sehat) yang memiliki laba positif selama 2 tahun berturut-turut memiliki proyeksi kondisi 1 untuk Laba/Rugi diatas 5 Triliyun sebelum terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2004) serta kondisi 2 untuk Laba/Rugi diatas 5 Triliyun sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2005-2007). 70 Rasio-rasio yang dipakai antara lain: 1). Rasio Likuiditas. Rasio modal kerja dibandingakn dengan total aktiva X1 = Working Capital Total Assets Rasio ini merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (neto). Dimana modal kerja diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti, ketidak cukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal (harta kekayaan) menurun, penambahan utang yang tak terkendali dan beberapa indikator lainnya. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat dari pada modal aktiva menyebabkan rasio ini turun. 2). Rasio Profitabilitas Rasio prifitabilitas dalam model Altman Z-score ada dua yaitu : (a) Rasio laba ditahan dibandingkan dengan total aktiva X2 = Retarned Earning Total Assets. Rasio ini mengukur kemampuan laba kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan semakin 71 sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bias yang menguntungkan perusahaan-perusahaan yang lebih berumur ini tidak mengherankan, karena pemberian tingkat kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yuang lebih muda merupakan hal yang wajar. Bila perausahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai turun. Bagi banyk perusahaan, nilai laba ditahan dan radio X2 akan menjadi negatif. (b). Rasio laba sebelum bunnga dan paajak dibandingkan dengan total aktiva X3 = Earning before Interest and Tax Total Assets. Rasio ini mengukur kemamapuan laba, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT ) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman. 3). Rasio Aktivitas Rasio aktivitas yang digunakan dalam model Altamn ada dua yaitu: (a). Nilai pasar ekuitas diabnadingkan dengan total hutang X4= Market Value of Equity Book Value of Debts. 72 Rasio ini sering juga digunakan dalam bentuk prsamaan net worth/total debt untuk perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri. Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio utang permodal sendiri (DER). Nilai pasar ekuitas yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga perlembar sahamnya. Umumnya perusahaanperusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri. (b).Penjualan dibandingkan dengan total aktiva X5 = Sales Total Assets. Rasio ini disebut juga rasio perputaran total aktiva. Rasio ini menunjukan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Kalau perputarannya lambat, ini menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar perusahaan untuk menjual. 73 dibandingakan dengan kemampuan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Perusahaan Perbankan menurut Kasmir (2003:15-16) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sejarah dikenalnya asal mula kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Oleh karena itu bank dikenal sebagai tempat menukar uang atau sebagai meja tempat menukarkan uang. Dalam sejarah para pedagang dari berbagai kerajaan melakukan transaksi dengan menukarkan uang, dimana penukaran uang dilakukan antara mata uang kerajaan yang satu dengan mata uang kerajaan lain.kegiatan penukaran uang ini sekarang dikenal dengan perdagangan valuta asing (money changer). Perekembangan selanjutnya kegiatan operasional perbankan bertambah lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Kemudian kegiatan perbankan berkembang dengan kegiatan peminjaman uang yaitu dengan cara uang yang semula disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang membutuhkannya . Akibat dari kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan makin meningkat dan beragam maka peranan dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat baik yang berada di negara maju maupun negara berkembang. Dewasa ini perkembangan dunia 74 perbankan semakin pesat dan modern baik dari segi ragam produk, kualitas pelayanan, dan teknologi yang dimiliki. Perbankan semakin mendominasi perkembangan ekonomi dan bisnis suatu negara. Bahkan aktifitas dan keberadaan perbankan sangat menentukan kemajuan suatu negara dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu tidak heran apabila perbankan suatu negara hancur maka akan mengakibatkan kehancuran perekonomian negara yang bersangkutan seperti yang terjadi di Indonesia tahun 1998 dan 1999. Sejarah perbankan yang dikenal oleh dunia berawal dari daratan Benua Eropa mulai dari zaman Babilonia yang kemudian dilanjutkan kezaman Yunani kuno dan Romawi. Bank-bank yang sudah terkenal pada saat itu di Benua Eropa adalah Bank Venisia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank of Barcelona tahun 1320. Perkembangan perbankan didaratan Inggris baru dimulai pada abad ke 16. Namun, karena Inggris yang begitu aktif mencari daerah penjajahan, maka perkembangan perbankanpun ikut dibawa kenegara jajahannya seperti Benua Amerika, Afrika dan Asia yang memang sudah dikenal pada saat itu memegang peranan penting dalam bidang perdagangan . Dalam perjalanan perkembangan perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pemerintah hindia belandalah yang memperkenalkan dunia perbankan kepada masyarakat Indonesia. 75 Indikator ekonomi yang menunjukan kondisi perbankan Indonesia yang lebih biak antara lain: 1) Cadangan devisa Menurut Soekarno, Shinta, Anung Ralianto et al. (2008:248) Literatur mengenai cadangan devisa mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Pada tahun 1960-an dan 1970-an, literatur kecukupan cadangan devisa memfokuskan pada posisi current account. Namun sejak akhir 1990-an dimana krisis keuangan yang terjadi merupakan krisis balance sheet (bukan current account), maka sisi neraca transaksi modal menjadi pertimbangan penting dalam menentukan tingkat cadangan devisa yang optimal. Sebelum maraknya globalisasi dan integrasi keuangan, negara pada umumnya memupuk cadangan devisa terutama untuk mengatur permintaan dan penawaran akan valas yang timbul sebagai akibat transaksi di sisi transaksi berjalan (current account). Hal ini sejalan dengan pendapat Triffin yang mengemukakan bahwa kecukupan cadangan devisa ditentukan oleh transaksi luar negeri, yang sebagian besar meliputi current account. Permintaan terhadap cadangan devisa akan meningkat seiring dengan pertumbuhan dalam perdagangan dunia dengan demikian, peningkatan dalam cadangan devisa terjadi karena meningkatnya keterbukaan ekonomi suatu negara. Sementara itu, Machlup dan 76 Heller yang mengemukakan bahwa variabilitas perdagangan merupakan pengukuran yang lebih baik untuk permintaan akan cadangan devisa. Dengan demikian, menurut Jeane dan Raincers (2005) dalam Soekarno, Shinta, Anung Ralianto et al. (2008:248) pada masa itu banyak negara memupuk cadangan devisa sebagai penyangga (buffer stock) untuk mengantisipasi (smoothing) ketidak seimbangan pembayaran internasional yang tak terduga dan bersifat sementara. Mempertimbangkan bahwa transaksi di sisi current account merupakan faktor penentu besarnya cadangan devisa, maka para pembuat kebijakan termasuk bank sentral umumnya mengadopsi rule of thrumb tradisional, yaitu suatu negara mempertahankan cadangan devisa yang nilainya sama dengan tiga bulan impor. Disamping itu, kondisi cadangan devisa Indonesia menurut antara news (14 Desember 2007) cadangan devisa Indonesia mengalami surplus. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini : 1 2 3 4 Tabel : 4.1 Perkembangan Besaran Moneter ( dalam Miliar Rupiah) Tahun Edisi Besarnya Cadangan Devisa 2007 28-Dec-07 56,920.00 2006 29-Dec-06 42,586.30 07-Dec-05 33,396.00 2005 15-Dec-05 33,537.20 23-Dec-05 34,069.20 30-Dec-05 34,723.70 07-Dec-04 35,809.50 2004 15-Dec-04 35,526.90 23-Dec-04 35,897.20 31-Dec-04 36,320.50 77 2) Kondisi perbankan yang relatif lebih baik Sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian "single objective"-nya. Disamping itu, hal ini terlihat dari berbagai indikator perbankan juga menunjukkan banyak kemajuan, seperti permodalan yang semakin mantap dengan CAR yang mencapai 20,29 persen dibanding hanya 9 persen pada tahun 1997. Kualitas kredit juga jauh lebih baik dengan rasio kredit bermasalah yang lebih rendah. Selain itu pembangunan infrastruktur perbankan menunjukkan banyak kemajuan seperti adanya jaring pengaman sektor keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sistem pembayaran RTGS, dan Good Corporate Governance (GCG). (Sindo,5 Desember 2007). 3) Laju inflasi yang semakin rendah Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu 78 tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran seperti (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dan lain-lain) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris 79 menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. 2. Industri perbankan Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perbankan yang laporan keuangannya di publikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Laporan keuangan yang dijadikan sebagi objek penelitian berasal dari Neraca dan laporan Laba/Rugi. Adapun nama-nama bank tersebut adalah : PT Bank International Indonesia,Tbk, PT Bank Danamon,Tbk, PT Bank Niaga,Tbk, PT BNI,Tbk, PT Bank Central Asia,Tbk, PT Bank LIPPO,Tbk, PT Artha Graha Internasional,Tbk, PT Century, Mayapada Internasional, Mega, Niaga, NISP, Nusantara Parahiyangan, PAN Indonesian Bank, Permata, Eksekutif Internasional, Victoria Internasional. PT Artha Niaga Kencana,Tbk serta OUB Buana. B. Kriteria Penentuan Kondisi Perbankan Penentuan pedoman kondisi financial distress dan non financial distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada penelitian ini adalah untuk perusahaan yang finacial distress (tidak sehat) memiliki laba 80 negatif selama 2 tahun beturut-turut diproyeksikan dengan kondisi 0 untuk Laba/Rugi dibawah 5 Triliyun sebelum dan sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2004-2007), sedangkan untuk non financial distress (sehat) yang memiliki laba positif selama 2 tahun berturut-turut memiliki proyeksi kondisi 1 untuk Laba/Rugi diatas 5 Triliyun sebelum terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2004) serta kondisi 2 untuk Laba/Rugi diatas 5 Triliyun sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2005-2007). Tabel: 4.2 Laba/Rugi dari Tahun (2004-2007) (dalam Jutaan rupiah). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Nama Bank BNI (Persero) Tbk Artha Graha Internasional, Tbk BCA, Tbk Century,Tbk Danamon Indonesia, Tbk Internasional Indonesia, Tbk Lippo, Tbk Mega, Tbk Niaga, Tbk NISP, Tbk PAN Indobesia bank, Tbk Permata, Tbk Mayapada Internasional Nusantara Prahiyangan, Tbk Artha Niaga Kencana Eksekutif Internasional, Tbk Victoria Internasional Agro Niaga, Tbk UOB Buana, Tbk BNI (Persero) Tbk Artha Graha Internasional, Tbk BCA, Tbk Kode Emiten BBNI 2004 Nilai Laba/Rugi 147,108,315 Kondisi 1 AGIB BBCA BCIC 2004 2004 2004 10,852,396 149,663,350 13,273,540 1 1 1 BDMN 2004 66,763,707 1 BNII LPBN MEGA BNGA NISP 2004 2004 2004 2004 2004 47,332,844 29,116,215 25,109,428 41,362,277 20,006,870 1 1 1 1 1 PNBN BBBA MAYA 2004 2004 2004 35,757,786 34,594,193 3,155,554 1 1 0 BBNP ANKB 2004 2004 2,839,666 1,199,758 0 0 BEKS BVIC BAAO BBIA BBNI 2004 2004 2004 2004 2005 1,492,008 2,112,005 0 0 136,066,651 0 0 0 0 2 AGIB BBCA 2005 2005 8,337,425 148,750,288 2 2 81 Tahun Lanjutan Tabel: 4.2 Laba/Rugi dari Tahun (2004-2007) (dalam Jutaan rupiah). No 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 Nama Bank Century,Tbk Danamon Indonesia, Tbk Internasional Indonesia, Tbk Lippo, Tbk Mega, Tbk Niaga, Tbk NISP, Tbk PAN Indobesia bank, Tbk Permata, Tbk Mayapada Internasional Nusantara Prahiyangan, Tbk Artha Niaga Kencana Eksekutif Internasional, Tbk Victoria Internasional Agro Niaga, Tbk UOB Buana, Tbk BNI (Persero) Tbk Artha Graha Internasional, Tbk BCA, Tbk Century,Tbk Danamon Indonesia, Tbk Internasional Indonesia, Tbk Lippo, Tbk Mega, Tbk Niaga, Tbk NISP, Tbk PAN Indobesia bank, Tbk Permata, Tbk Mayapada Internasional Nusantara Prahiyangan, Tbk Artha Niaga Kencana Eksekutif Internasional, Tbk Victoria Internasional Agro Niaga, Tbk Kode Emiten BCIC BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA BBNI AGIB BBCA BCIC BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO 82 Tahun 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2006 Nilai Laba/Rugi 7,856,931 57,537,257 35,794,487 27,832,108 18,642,817 30,637,555 17,801,215 22,963,061 31,597,908 2,556,260 2,322,727 1,092,242 1,493,537 2,004,900 0 0 182,007,749 Kondisi 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 0 2 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 11,286,853 217,180,173 14,509,631 86,617,017 50,611,605 38,541,421 34,907,728 54,766,466 28,969,069 51,192,502 39,183,704 4,474,878 3,772,770 0 1,349,719 5,183,742 2,983,769 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 Lanjutan Tabel: 4.2 Laba/Rugi dari Tahun (2004-2007) (dalam Jutaan rupiah). No 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 Nama Bank UOB Buana, Tbk BNI (Persero) Tbk Artha Graha Internasional, Tbk BCA, Tbk Century,Tbk Danamon Indonesia, Tbk Internasional Indonesia, Tbk Lippo, Tbk Mega, Tbk Niaga, Tbk NISP, Tbk PAN Indobesia bank, Tbk Permata, Tbk Mayapada Internasional Nusantara Prahiyangan, Tbk Artha Niaga Kencana Eksekutif Internasional, Tbk Victoria Internasional Agro Niaga, Tbk UOB Buana, Tbk Kode Emiten BBIA BBNI Tahun 2006 2007 Laba/Rugi 18,260,086 168,803,456 Kondisi 0 2 AGIB BBCA BCIC BDMN 2007 2007 2007 2007 11,050,963 176,183,585 14,547,470 79,598,490 2 2 2 2 BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA MAYA 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 48,253,624 33,357,782 30,972,910 46,452,272 24,205,990 39,098,477 37,772,730 3,699,865 2 2 2 2 2 2 2 0 BBNP ANKB 2007 2007 3,351,474 0 0 0 BEKS BVIC BAAO BBIA 2007 2007 2007 2007 1,339,267 2,897,471 3,010,606 16,856,118 0 0 0 0 Sumber: Financial Report. Penentuan pedoman kondisi financial distress dan non financial distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI untuk perhitungan model Altman pada penelitian ini sama dengan penentuan kondisi yang dilihat dari laporan Laba/Rugi seperti diatas untuk perusahaan yang finacial distress (tidak sehat) memiliki laba negatif selama 2 tahun beturut-turut diproyeksikan dengan kondisi 0 untuk Laba/Rugi dibawah 5 Triliyun sebelum dan sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2004-2007), sedangkan untuk non financial distress (sehat) yang memiliki laba positif selama 2 tahun 83 berturut-turut memiliki proyeksi kondisi 1 untuk Laba/Rugi diatas 5 Triliyun sebelum terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2004) serta kondisi 2 untuk Laba/Rugi diatas 5 Triliyun sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono (2005-2007). Tabel 4.3 Penentuan Kondisi Model Altman. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Emiten BBNI AGIB BBCA BCIC BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA BBNI AGIB BBCA BCIC BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN Tahun 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 WCTA -0,028710 -0,017641 0,079347 -0,133180 0,148330 0,105122 0,010441 0,042419 -0,813040 0,092227 0,173911 0,038154 0,070338 -0,292684 0,072183 0,014944 0,102988 0,000000 0,000000 0,039367 -0,022798 0,094457 -0,118337 0,112421 0,080988 -0,085243 0,028637 0,100130 0,082535 0,106982 RETA 0,000592 -0,000707 0,000309 -0,009540 0,013861 -0,000090 -0,000398 0,000000 -0,001598 0,000000 0,002352 0,000000 0,000000 0,000233 0,000000 0,000000 0,000653 0,000000 0,000000 -0,002587 -0,000543 -0,000095 -0,000036 -0,002742 -0,001542 -0,004109 0,000000 -0,002872 -0,010684 -0,003509 84 EBITTA 0,022712 0,010632 0,030293 -0,088290 0,054974 0,022953 0,032505 0,024146 0,024458 0,021927 0,051384 0,021848 0,000545 0,000000 0,000000 0,000877 0,000000 0,000000 0,000000 0,015608 0,002891 0,034049 0,001771 0,040137 0,015320 0,017940 0,010502 0,017902 0,014484 0,018835 MVETL 0,000000 0,000000 7,000,000 -2,000,000 1,000,000 0,000000 89,000,000 2,000,000 1,000,000 1,000,000 4,000,000 16,000,000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 8,000,000 0,000000 1,000,000 0,000000 40,000,000 2,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 STA 0,106000 0,108000 0,088000 0,078000 0,116000 0,111000 0,100000 0,094000 0,102000 0,093000 0,118000 0,107000 0,094000 0,062000 0,086000 0,195000 0,135000 0,000000 0,000000 0,099000 0,095000 0,102000 0,074000 0,121000 0,099000 0,092000 0,094000 0,098000 0,108000 0,087000 KONDISI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Lanjutan Tabel 4.3 Penentuan Kondisi Model Altman. No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 Emiten BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA BBNI AGIB BBCA BCIC BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA BBNI AGIB BBCA BCIC BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA Tahun 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 WCTA 0,044532 0,069163 0,878345 0,057381 -0,052796 0,098106 0,000000 0,000000 0,091678 -0,038967 0,097539 -0,055166 0,115978 0,098761 0,061855 0,037826 0,107067 0,083222 0,104509 0,174555 0,000000 -0,046828 0,078674 -0,104481 0,111894 0,070346 0,184774 -0,567673 -0,004041 0,091525 0,409547 0,122381 0,101840 0,073624 0,060228 0,109798 0,093089 0,119287 0,216306 RETA 0,000000 0,000000 -0,000585 0,000000 0,000000 -0,016408 0,000000 0,000000 0,008006 0,000600 0,000069 -0,000038 0,002807 0,000508 0,003408 0,000150 0,001472 0,000734 0,001432 0,009479 0,000000 0,000278 0,000000 0,000000 0,001686 0,000000 0,000270 -0,000493 0,000097 0,000103 0,000003 -0,001013 -0,002842 -0,002530 0,014036 -0,000049 -0,000697 0,000797 -0,000010 85 EBITTA 0,011273 0,000000 -0,000585 0,000000 0,000000 -0,016408 0,000000 0,000000 0,017364 0,003988 0,034237 0,003475 0,022135 0,013581 0,017378 0,005697 0,020513 0,013752 0,024165 0,011798 0,000000 0,000278 0,000000 0,000000 0,001686 0,000000 0,000270 0,010209 0,002772 0,029209 0,003925 0,033408 0,011758 0,027345 0,021371 0,018746 0,012147 0,025939 0,018418 MVETL 7,000,000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 3,000,000 0,000000 54,000,000 8,000,000 2,000,000 2,000,000 0,000000 13,000,000 0,000000 3,000,000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 4,000,000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 1,000,000 0,000000 43,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0,000000 8,000,000 STA 0,106000 0,105000 0,103000 0,092000 0,141000 0,116000 0,000000 0,000000 0,104000 0,126000 0,109000 0,107000 0,134000 0,127000 0,109000 0,081000 0,126000 0,114000 0,110000 0,135000 0,000000 0,133000 0,110000 0,152000 0,105000 0,122000 0,137000 0,099000 0,106000 0,087000 0,089000 0,137000 0,107000 0,106000 0,103000 0,105000 0,102000 0,092000 0,130000 KONDISI 2 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Lanjutan Tabel 4.3 Penentuan Kondisi Model Altman. No 70 71 72 73 74 75 76 Emiten MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA Tahun 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 WCTA 0,000000 0,121601 0,080266 -0,067821 0,065989 0,116812 0,181979 RETA 0,000000 -0,000414 0,000000 0,000000 0,000188 0,000000 -0,000199 EBITTA 0,000000 -0,000406 0,000000 0,000000 0,000188 0,000000 -0,000199 MVETL 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 4,000,000 STA 0,000000 0,114000 0,093000 0,135000 0,078000 0,117000 0,109000 Sumber: Data diolah C. Hasil dan Pembahasan Sesuai dengan langkah-langkah dalam analisis diskriminan, maka hal yang pertama dilakukan adalah: 1. Merumuskan masalah Tabel 4.4 Tests of Equality of Group Means Wilks' Lambda ,967 ,990 ,807 ,943 ,982 WCTA RETA EBITTA MVETL STA Sumber: Data diolah F 1,253 ,383 8,752 2,194 ,678 df1 2 2 2 2 2 df2 73 73 73 73 73 Sig. ,292 ,683 ,000 ,119 ,511 Dalam tabel ini menguji apakah ada perbedaan yang signifikan antara kondisi untuk setiap variabel bebas yang ada. Pedoman dengan Wilks’ Lambda Angka wilks’ lambda berkisar 0-1, jika mendekati 0: data tiap kondisi semakin berbeda, semakin mendekati 1 data tiap kondisi mendekati sama. 86 KONDISI 0 0 0 0 0 0 2 Jika F hitung < F tabel = tidak ada perbedaan antar kondisi Jika F hitung > F tabel = ada perbedaan antar kondisi. Dengan sig.tes Tidak ada perbedaan antar kondisi ekonomi sebelum Jika sig > 0,05 = dan selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Jika sig < 0,05 = Ada perbedaan antar kondisi ekonomi sebelum dan selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Dari hasil perhitungan atribut yang dapat membedakan antara bangkrut dan tidak bangkrut suatu bank adalah EBITTA ( sig.=0,000). 2. Estimasi koefisien funsi diskriminan Tabel 4.5 Variables Entered/Removed(a,b,c,d) Step Entered Min. D Squared Statistic Between Groups Exact F Statistic df1 df2 Sig. 1 73,000 ,677 1 EBITTA ,018 >5T(2004) and ,175 >5T(2005-2007) Sumber: Data Diolah Dalam tabel ini hanya menyajikan variabel bebas yang dianalisis, yaitu variabel yang dapat digunakan untuk membedakan dua kategori yang ada, yaitu bangkrut dan tidak bangkrut yang dipengaruhi oleh ebitta atau laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total asset. 87 Variabel yang dimasukan dalam analisis ini adalah adalah variabel ebitta karena variabel ini memiliki angka F hitung (statistic) yang tertinggi yaitu 0,175. Tabel : 4.6 Eigenvalues Function 1 Eigenvalue ,240(a) % of Variance 100,0 Cumulative % 100,0 Canonical Correlation ,440 a First 1 canonical discriminant functions were used in the analysis. Sumber: Data Diolah. Tabel eigenvalues menunjukkan besarnya canonical coleration, yaitu 0,440 (setara dengan multiple correlation “R” dalam regresi) sehingga besarnya square canonical correlation ( setara dengan koefisisn determinasi “R2” dalam regresi) adalah menjadi 0,193 diperoleh dari 0,440 x 0,440. Hal ini berarti 19,3% varian dari variabel sikap dapat dijelaskan oleh diskriminan yang terbentuk dari ebitta ( laba sebelum bunga dan pajak dibagi total asset). 3. Signifikasi fungsi diskriminan. Tabel : 4.7 Wilks' Lambda Test of Function(s) 1 Wilks' Lambda ,807 Chi-square 15,690 Df 2 Sig. ,000 Sumber: Data Diolah Terlihat nilai dari wilks’ lambda sebesar 0,807 atau sama dengan chisquare 15,690 dengan angka signifikan 0,000. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (nyata), antara nilai rata-rata skor diskriminan pada dua kondisi (kesulitan keuangan dan tidak kesulitan keuangan atau asset kurang dari 5 Trilyun dengan aset lebih dari 5 Trilyun). Jadi dapat 88 disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan kondisi bangkrut dan tidak bangkrut terhadap model Altman. 4. Interpretasi hasil Tabel : 4.8 Functions at Group Centroids Function 1 -,703 ,425 ,291 KONDISI <5T(2004-2007) >5T(2004) >5T(2005-2007) Sumber: Data Diolah. Tabel Function at Group Centroid digunakan untuk menentukan nilai cutoff yang merupakan nilai batas, dimana nilai prediksi harus dimasukan dalam kategori bangkrut dan tidak bangkrut. Karena jumlah bank untuk setiap kategori sama, maka besar nilai cutoff dapat dicari dengan persamaan berikut. Nilai cut off = Z1 + Z2 2 Akan tetapi, jika jumlah bank untuk setiap kategori tidak sama, maka besarnya nilai cutoff dapat dicari dengan persamaan berikut: Nilai cut off = n1.Z1 + n2.Z2 + n3. Z3 n1 + n2 + n3 Berdasrkan pada nilai Function at Group Centroid Karena jumlah kondisi asset yang kurang dari 5 Triliyun selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 sebanyak 24 bank, dan kondisi asset yang lebih dari 5Triliyun selma tahun 2004 sebanyak 13 bank, serta kondisi asset yang 89 lebih dari 5 Triliyun selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 sebanyak 39 bank, maka untuk mementukan nilai cut off digunakan rumus yang kedua, yaitu sebagai berikut: Zcu = (24x(-0,703))+( 19x 0,425) +(39 x 0,291) 24 + 19 +39 = 0,0311 Jika nilai prediksi kasus dibawah Zcu (0,0311), kasus tersebut dimasukkan pada kondisi “ bangkrut”( kode 0), namun sebaliknya jika, nilai prediksi kasus diatas Zcu (0,0311), kasus tersebut dimasukan pada kondisi “tidak bangkrut”( kode 1&2). Tabel 4.9 Pengelompokan bank yang mengalami kesulitan keuangan dan bank yang tidak mengalami kesulitan keuangan. No Emiten Tahun WCTA 1 BBNI 2004 -0.0340 2 AGIB 2004 3 BBCA 4 RETA EBITTA MVETL 0.0010 0.0750 0.0000 0.1060 0.1480 0.031 1 -0.0212 -0.0010 0.0350 0.0000 0.1080 0.1208 0.031 1 2004 0.0952 0.0004 0.1000 4.2000 0.0880 4.4836 0.031 1 BCIC 2004 -0.1598 -0.0134 -0.2910 -1.2000 0.0780 -1.5862 0.031 0 5 BDMN 2004 0.1780 0.0194 0.1810 0.6000 0.1160 1.0944 0.031 1 6 BNII 2004 0.1261 -0.0001 0.0760 0.0000 0.1110 0.3130 0.031 1 7 LPBN 2004 0.0125 -0.0006 0.1070 53.4000 0.1000 53.6190 0.031 1 8 MEGA 2004 0.0509 0.0000 0.0800 1.2000 0.0940 1.4249 0.031 1 9 BNGA 2004 -0.9756 -0.0022 0.0810 0.6000 0.1020 -0.1949 0.031 0 10 NISP 2004 0.1107 0.0000 0.0720 0.6000 0.0930 0.8757 0.031 1 11 PNBN 2004 0.2087 0.0033 0.1700 2.4000 0.1180 2.9000 0.031 1 12 BBBA 2004 0.0458 0.0000 0.0720 9.6000 0.1070 9.8248 0.031 1 13 MAYA 2004 0.0844 0.0000 0.0020 0.0000 0.0940 0.1804 0.031 1 14 BBNP 2004 -0.3512 0.0003 0.0000 0.0000 0.0620 -0.2889 0.031 0 15 ANKB 2004 0.0866 0.0000 0.0000 0.0000 0.0860 0.1726 0.031 1 16 BEKS 2004 0.0179 0.0000 0.0030 0.0000 0.1950 0.2159 0.031 1 90 STA TOTAL Zcu Kondisi Lanjutan Tabel 4.9 Pengelompokan bank yang mengalami kesulitan keuangan dan bank yang tidak mengalami kesulitan keuangan. No 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Emiten BVIC BAAO BBIA BBNI AGIB BBCA BCIC BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA Tahun 2004 2004 2004 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 WCTA 0.1236 0 0 0.0472 -0.0274 0.1133 -0.142 0.1349 0.0972 -0.1023 0.0344 0.1202 0.099 0.1284 0.0534 0.083 1.054 0.0689 -0.0634 0.1177 0 0 RETA 0.0009 0 0 -0.0036 -0.0008 -0.0001 -0.0001 -0.0038 -0.0022 -0.0058 0 -0.004 -0.015 -0.0049 0 0 -0.0008 0 0 -0.023 0 0 EBITTA 0 0 0 0.112 0.006 0.132 0.051 0.059 0.035 0.059 0.048 0.062 0.037 0 -0.002 0 0 -0.054 0.057 0.013 0 0 MVETL 0 0 0 0 0 4.8 0 0.6 0 24 1.2 1.8 1.2 0.6 4.2 0 0 0 0 0 0 0 STA 0.135 0 0 0.099 0.095 0.102 0.074 0.121 0.099 0.092 0.094 0.098 0.108 0.087 0.106 0.105 0.103 0.092 0.141 0.116 0 0 TOTAL 0.2595 0 0 0.2546 0.0729 5.1472 -0.0171 0.9111 0.229 24.043 1.3764 2.0761 1.4291 0.8105 4.3574 0.188 1.1562 0.1069 0.1346 0.2238 0 0 Zcu 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 Sumber : Data Diolah Keterangan: Untuk kondisi bangkrut Tahun 2004 untuk Kondisi 0 atau bank yang mgelami financial distress antara lain: Century,Tbk, Niaga, Tbk, Agro Niaga, Tbk, dan UOB Buana, Tbk. Tahun 2005 untuk Kondisi 0 atau bank yang mengalami kondisi financial distress antar lain: Century,Tbk, Agro Niaga, Tbk, dan UOB Buana, Tbk. 91 Kondisi 1 0 0 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa financial distress tahun 2004 lebih besar dari tahun 2005. hal ini, menunjukkan bahwa kinerja tahun 2005 lebih bagus dibandingkan tahun 2004. Tabel : 4.10 Classification Function Coefficients KONDISI EBITTA (Constant) <5T(2004-2007) -2,204 -1,099 >5T(2004) 67,555 -1,695 >5T(2005-2007) 59,264 -1,558 Sumber: Data Diola Tabel ini menunjukkan persamaan diskriminan yang terbentuk pada kondisi bank yang bangkrut dan tidak bangkrut terhadap model Altman. Tiga persamaan tersebut adalah: < 5 T (2004-2007) > 5 T (2004) > 5 T (2005-2007) : Y= -1,099 + (-2,204)ebitta : Y= -1,695 + 67,555 ebitta : Y= -1,558 + 59,264 ebitta Keterangan; 1) Asset kurang dari 5 Triliyun selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 memiliki persamaan sebagai berikut: Y= -1,099 + (-2,204)ebitta 2) Asset lebih dari 5Triliyun pada tahun 2004 memiliki persamaan sebagai berikut: Y= -1,695 + 67,555 ebitta 3) Asset lebih dari 5Triliyun pada tahun 2005 sampai dengan tahuin 2007 memiliki persamaan sebagai berikut: Y= -1,558 + 59,264 ebitta. Hal ini dapat diartikan sebagai berikut: Pada kondisi asset kurang dari 5 Triliyun atau kondisi bangkrut: nilai negatif (1,099) artinya tanpa 92 ada ebitta, kondisi bank yang bangkrut terhadap model Altman akan negatif sebesar 1,099 sedangkan nilai negatif (2,204) artinya tanpa ada ebitta, kondisi bank yang bangkrut terhadap model Altman akan negatif sebesar 2,204. Pada kondisi asset lebih dari 5 Triliyun atau kondisi tidak bangkrut ini terbagi menjadi dua yaitu: pertama, tahun 2004 dengan nilai negatif (1,695) artinya tanpa ada ebitta, kondisi bank yang bangkrut terhadap model Altman akan negatif sebesar 1,695 sedangkan nilai positif 67,555 artinya dengan adanya kenaikan ebitta, kondisi bank yang bangkrut terhadap model Altman akan naik sebesar 67,555 kedua, yaitu tahun 20052007 nilai negatif (1,558) artinya tanpa ada ebitta, kondisi bank yang bangkrut terhadap model Altman akan negatif sebesar 1,558 sedangkan nilai positif 59,264 artinya dengan adanya kenaikan ebitta, kondisi bank yang bangkrut terhadap model Altman akan naik sebesar 59,264. Ebitta dalam analisis diskriminan ini mencerminkan keseluruhan kekuatan perusahaan dalam mendatangkan pendapatan, melemahnya faktor ini merupakan indikator terbaik akan hadirnya kebangkrutan, karena berjalannya suatu perusahaan bergantung juga pada laba yang diperoleh perusahaan. 93 5. Mengukur validitas Table: 4.11 Classification Results(b,c) KONDISI Original Count % Crossvalidated(a) Count % <5T(2004-2007) >5T(2004) >5T(2005-2007) <5T(2004-2007) >5T(2004) >5T(2005-2007) <5T(2004-2007) >5T(2004) >5T(2005-2007) <5T(2004-2007) >5T(2004) >5T(2005-2007) Predicted Group Membership Total <5T(2004-2007) 24 2 10 100,0 15,4 25,6 >5T(2004) 0 10 18 ,0 76,9 46,2 >5T(2005-2007) 0 1 11 ,0 7,7 28,2 24 13 39 100,0 100,0 100,0 24 0 0 24 2 10 100,0 15,4 25,6 8 18 ,0 61,5 46,2 3 11 ,0 23,1 28,2 13 39 100,0 100,0 100,0 Sumber: Data Diaolah. Tabel ini digunakan untuk mengtahui tingkat ketepatan dan stabiits model diskriminan yang terbentuk (godness of fit). Untuk mengetahui tingkat keakuratan pengelompokan dari hasil perhitungan (perdiction) dengan mengelompkan hasil dari observasi (actual) dari nilai persentase antar jumlah pengelompokan yang benar dengan total sampel ukuran ini disebut dengan hit ratio Untuk menemukan baik tidaknya tentang Hit ratio, maka nilai ini dibandingkan dengan perubahan proporsional (C pro) dan perubahan maksimum( C max), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: 94 Jika hit ratio di daerah ini, maka sangat tidak akurat Jika hit ratio di daerah ini, maka kurang akurat 0% C pro Hit ratio Jika hit ratio di daerah ini, maka akurat C max 100% = ( n benar : N) x 100% C pro = p2 +( 1+p)2 C max = ( nmax : N) x 100 % dimana: n benar p = jumlah sampel dengan alokasi prediksi yang benar = proporsi jumlah sampel dikelompok 1 1-p = proporsi jumlah sampel dikelompok 2 nmax = jumlah sampel terbesar pada salah satu kelompok N = jmlah sampel secara keseluruhan Jumlah sampel dengan alokasi yang benar adalah yang pada data awal tergolong kondisi “bangkrut” dan dari model diskriminan dapat diprediksi tetap pada golongan ‘bangkrut” atau diakatakan ada kesesuian antar prediksi dengan realita adalah sebanyak 24 bank demikian juga dengan kondisi“tidak bangkrut” yang pada data awal pada kodisi “tidak bangkrut” dan dari model diskriminan diprediksikan ke kondisi “tidak bangkrut” atau dikatakan ada kesesuian antara prediksi dengan realita sejumlah 40 bank. Dengan demikian toal sampel yang diprediksi dengan benar adalah 64 bank Sedangkan yang melesat adalah bank (realitanya “bangkrut” diprediksi “tidak nbangkrut”) dan tidak ada (realitanya “tidak bangkrut” diprediksi 95 “bangkrut”). Dengan demikin total sampel yang melesat adalah 12 bank berdarakan data ini dapat kita uji nilai ketepatan modelnya sebagi berikut: Hit ratio= ( n benar : N) x 100% Hit ratio Cpro = = 24 + 40 = 64/76 x 100% = 84,2% p2 +( 1+p)2 p2 = 24/76 =0,316 Cpro = (0,316) + (1-0,316)2 = 0,368 x 100% = 36,8% Cmax Cmax = =52/76 ( nmax : N) x 100 % = 0,684 x100% =68,4% Karena nilai Hit ratio lebih besar dari niai C max maka dapat dikatakan bahwa tingkat kondisi dari hasil perhitungan analisis diskriminan adalah akurat Untuk menguji stabilitas model diskriminan, yaitu apakah ada kemungkinan pengalokasian dari tiap sample dalam kelompok stabil atau tidak sebagi akibat adanya peurbahan jumlah sampel yang diteliti, maka digunakn nilai pressQ. PressQ = [(N-(n-k)]2 N(k-1) dimana: n = Jumlah sampel n = Jumlah sampel yng bebs pengalokaiannya k = Jumlah kondisi 96 Kemudian kita bandingkan niali pressQ dengan nilai tabel chi square pada tingkat keyakinan tertentu dengan pada degree of freedom sebesar 1.dengan kriteria keputusan sebagai berikut: jika pressQ<Z2, maka hasil analisis diskriminan dinyatakan tidak stabil dari output diatas dapat dihitung besarnya niai pessQ adalah sebagi berikut. PressQ = [ 76-(64x2)]2 76(2-1) = 35,57 Nilai chi square 15,69 karena nila Z2 sebesar 6,63 maka pressQ>Z2 karena nilai pressQ lebih besar dari niaali tabel chi square, sehinggga dapat dinyatakan bahwa model diskriminan yang terbentuk dinyatakan stabi D. Interpretasi Persamaan diskriminan yang terbentuk pada kondisi bank yang bangkrut dan tidak bangkrut terhadap model Altman. Tiga persamaan tersebut adalah: < 5 T (2004-2007) > 5 T (2004) > 5 T (2005-2007) : Y= -1,099 + (-2,204)ebitta : Y= -1,695 + 67,555 ebitta : Y= -1,558 + 59,264 ebitta Perhitungan untuk persamaan 1 dalam hal ini kondisi Asset kurang dari 5 Triliyun selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 memiliki persamaan sebagai berikut: Y= -1,099 + (-2,204)ebitta 97 No 1 2 3 Emiten BBNI AGIB BBCA 4 BCIC 2004 0.0227 0.0106 0.0303 0.0883 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA 0.0550 0.0230 0.0325 0.0241 0.0245 0.0219 0.0514 0.0218 0.0005 0.0000 0.0000 0.0009 0.0000 0.0000 0.0000 -1.099 (a) -1.099 -1.099 -1.099 -2.204* Total EBITTA(b) -0.145244 -0.007941 -0.000628 2005 0.0156 0.0227 0.0106 2006 0.0174 0.0040 0.0342 2007 0.0102 0.0174 0.0040 Tot (20042007) 0.0659 0.0547 0.0791 0.0303 0.0883 0.0550 0.0230 0.0325 0.0241 0.0245 0.0219 0.0514 0.0218 0.0005 0.0000 0.0000 0.0009 0.0000 0.0000 0.0035 0.0342 -0.0203 -1.099 -0.000013 -1.0990 0.0221 0.0136 0.0174 0.0057 0.0205 0.0138 0.0242 0.0118 0.0000 0.0003 0.0000 0.0000 0.0017 0.0000 0.0003 0.0035 0.0221 0.0136 0.0174 0.0057 0.0205 0.0138 0.0242 0.0118 0.0000 0.0003 0.0000 0.0000 0.0017 0.0000 -0.0077 0.1137 0.0864 0.0797 0.0748 0.0807 0.1113 0.1091 0.0341 0.0008 0.0003 0.0009 0.0026 0.0017 0.0003 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -1.099 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -0.000000 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 -1.0990 Perhitungan untuk persamaan 2 untuk kondisi Asset kurang dari 5 Triliyun selama tahun 2004 memiliki persamaan sebagai berikut: Y= -1,695 + 67,555 ebitta No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Emiten BBNI AGIB BBCA BCIC BDMN BNII LPBN MEGA BNGA 2004 0.0227 0.0106 0.0303 -0.0883 0.0550 0.0230 0.0325 0.0241 0.0245 -1.695 (a) -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 67.555* Ebitta 2004(b) 1.5335 0.0163 0.0005 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 - 0.0000 98 Hasil = a+b - 0.1615 -1.6787 -1.6945 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 Hasil = a+b -1.2442 -1.1069 -1.0996 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 NISP PNBN BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA 0.0219 0.0514 0.0218 0.0005 0.0000 0.0000 0.0009 0.0000 0.0000 0.0000 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -1.695 -0.0000 - 0.0000 -0.0000 -0.0000 - -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 -1.6950 Perhitungan untuk persamaan 3 untuk kondisi Asset lebih dari 5 Triliyun selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 memiliki persamaan sebagai berikut: Y= -1,558 + 59,264 ebitta. No 1 2 3 4 Emiten BBNI AGIB BBCA BCIC 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 BDMN BNII LPBN MEGA BNGA NISP PNBN BBBA MAYA BBNP ANKB BEKS BVIC BAAO BBIA 2005 0.0156 0.0227 0.0106 0.0303 0.0883 0.0550 0.0230 0.0325 0.0241 0.0245 0.0219 0.0514 0.0218 0.0005 0.0000 0.0000 0.0009 0.0000 0.0000 2006 0.0174 0.0040 0.0342 0.0035 2007 0.0102 0.0174 0.0040 0.0342 Tot (2005-2007) 0.0432 0.0441 0.0488 0.0680 0.0221 0.0136 0.0174 0.0057 0.0205 0.0138 0.0242 0.0118 0.0000 0.0003 0.0000 0.0000 0.0017 0.0000 0.0003 0.0035 0.0221 0.0136 0.0174 0.0057 0.0205 0.0138 0.0242 0.0118 0.0000 0.0003 0.0000 0.0000 0.0017 0.0000 -0.0627 0.0907 0.0539 0.0556 0.0503 0.0588 0.0599 0.0873 0.0336 0.0008 0.0003 0.0000 0.0026 0.0017 0.0003 Sumber: Data diolah 99 1.558(a) -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 59.264* Total (05-07) (b) 2.5602 0.1128 0.0055 0.0004 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -1.558 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 - Hasil = a+b 1.0022 -1.4452 -1.5525 -1.5576 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 -1.5580 Dengan berpedoman pada Wilks’ Lambda Angka Wilks’ lambda berkisar 0-1, jika mendekati 0: data tiap kondisi semakin berbeda, semakin mendekati 1 data tiap kondisi mendekati sama. Dari perhitungan diatas padat disimpulkan bahwa ratarata nilai persamaan mendekati angka 0 jadi, dapat dikatakan bahwa tiap kondisi ekonomi dari setiap emiten berbeda dalam kondisi kesulitan keuangan. Edwar I Altman dalam Ryan Ariafinanda (2006:29), menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Penelitiannya menggunakan sample sebanyak 66 perusahaan yang terdiri dari 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut. Altman juga menggunakan multivariate discriminant analiysis dalam menguji manfaat lima rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Hasil analisa menunjukkan bahwa rasio keuangan (profitability, liquidity dan solvency) bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 95% setahun sebelum perusahaan bangkrut. Tingkat keakuratan tersebut turun menjadi 72% untuk periode dua tahun sebelum bangkrut, 48% untuk periode tiga tahun sebelum bangkrut, 29% untuk periode empat tahun sebelum bangkrut dan 36% untuk periode lima tahun sebelum bangkrut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dana Siswar & Neldy Soejara (2003:234). Mengenai “Pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model altman. Suatu Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di 100 Bursa Efek Jakarta. Mereka melakukan penelitian terhadap123 perusahaan yang dijadikan populasi sasaran dan dirinci menurut strata sebanyak 19 bidang usaha, tetapi sebanyak 23 perusahaan lagi dikeluarkan dari populasi sasaran dengan alasan perusahaan tersebut baru terdaftar di BEJ setelah tahun 1997 dan tahun 1997 belum mempublikasikan laporan keuangannya. Penelitian ini dilakukan terhadap laporan keuangan sejak tahun 1997 dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kinerja keuangan rata-rata periode 1997-2000 (selama krisis ekonomi) pada perusahaan manufaktur menurun sebesar 34,10% dibanding pada periode 1993-1996 (sebelum krisis ekonomi). Penurunan ini disebabkan karena terjadi perubahan kondisi ekonomi yang tidak stabil yaitu terjadi krisis ekonomi yang berkepanjanagn sejak bulan Agustus 1997. Menurut skripsi Siti Rodliyah (2003:7) mengenai “Analisis Diskriminan Altman sebagai Alat untuk Memprediksi Awal Kebangkrutan pada Perusahaan tekstil dan produk tekstil yang tercatat di BEJ tahun 2000 – 2002. Hasil Analisis Diskriminan menunjukkan adanya empat rasio keuangan yang merupakan indikator dominan dalam penentuan kinerja perusahaan. Keempat rasio beserta koefisiennya yang menunjukkan pengaruh terhadap kinerja perusahaan adalah: (1). Rasio Modal Kerja (Aktiva lancar-Hutang Lancar / Total Aktiva (2). Rasio Laba Ditahan / Total Aktiva (3). Rasio Laba Sebelum Pajak dan Bunga / Total Aktiva (4). Rasio Penjualan / Total Aktiva. Kombinasi keempat rasio tersebut, dalam fungsi Dskriminan mampu mengelompokkan perusahaan – perusahaan 101 Tekstil dan Produk Tekstil kedalam satu kelompok, yaitu kelompok yang rendah (bangkrut) dan kelompok yang tinggi (tidak bangkrut). Berdasarkan fungsi Diskriminan. Diperoleh nilai batas Z sebesar 2,092x10-20 sebagai pedoman untuk mengklasifikasikan kedalam satu kelompok. Apabila perusahaan nilai Znya lebih besar dari nilai batas, dikelompokkan sebagai perusahaan yang tidak bangkrut. Dan apabila perusahaan nilai Znya lebih kecil dari nilai batas, dikelompokkan sebagai perusahaan bangkrut. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menurut Analisis Diskriminan terhadap perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil yang tercatat di BEJ secara umum tidak mengalami bangkrut. Terdapat 14 perusahaan yang tergolong dalam kategori tidak bangkrut, yaitu: Century Textile, Eratex Djaja, Panasia Filament, Panasia Indosynthect, Roda Vivatex, Sunson Textile, Tifico, Ever Shine, Fortune Mate, Indorama Synthetics, Pan Brother Tex, Ryane Textile, Sepatu Bata, Surya Intrindo. Lima perusahaan yang tergolong dalam kategori bangkrut antara lain: Argo Pantes, Texmaco, Apac Inti, Hanson Industri, Kasogi Int. Sedangkan 4 perusahaan yang masuk dalam kategori bangkrut dan tidak bangkrut, yaitu: Great River, Karwell Int, Ricky Putra, dan Sarasa Nugraha. Rata-rata perusahaan yang bangkrut tersebut disebabkan karena kecilnya rasio likuiditas(x1) dari masing-masing perusahaan yaitu Texmaco, Apac Inti, Hanson Industri, dan Kasogi Int. Sedang rata-rata perusahaan yang tidak bangkrut disebabkan karena tingginya rasio perputaran modal(x5). 102 Ryan Ariafinanda (2006:43) melakukan penelitian terhadap sektor perbankan yang mendapat kategori A pada tahun 1998 dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta, data yang dikumpulkan berada dalam kurun waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Pengambilan data tiga tahun ini sudah cukup menggambarakan kondisi saat perusahaan perbankan di Indonesia berada dalam masa puncak krisis, masa transisi, meskipun belum bisa dikatakan telah melewati krisis, karena sampai saat ini masih saja ada bank yang terlikuidasi, bank yang dilteliti adalah bank BII, Danamon. Niaga, BNI, BCA dan LIPPO. Secara keseluruhan bank tersebut terbagi ke dalam tiga kategori yaitu bank yang mengalami kebangkrutan antara lain : Bank BII, dan LIPPO, sedangkan yang tidak mengalami kebangkrutan yaitu bank Danamon dan BCA sedangkan bank yang berada dalam posisi grey area adalah bank Niaga dan BNI. Penelitian yang saya lakukan dalam hal ini adalah melihat pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model altman dengan menggunakan analisis diskriminan untuk memprediksi kebangkrutan suatu studi pada perusahaan perbankan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2007. Hasil dari peneilitian ini mendukung penelitian sebelumnya bahwa model Altman dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan suatu bank, dengan memiliki tingkat keakuratan sebesar 80%. Dan model diskiminan yang digunakan ternyata valid untuk digunakan, karena tingkat 103 ketepatan cukup tinggi, yaitu 84,2% diatas niai C max, dan model dinyatakan stabil karena nilai press Q diatas tabel nilai chi square. 104 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan, terdapat tiga hal yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain: Pertama, untuk pengaruh perubahan kondisi ekonomi sebelum dan selama masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dapat dilihat dari nilai wilks’ lambda sebesar 0,807 atau sama dengan chi-square 15,690 dengan angka signifikan 0,000 (Data diolah:88). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (nyata), antara nilai diskriminan pada dua kondisi (financial distress dan non financial distress) atau bank yang memiliki asset kurang dari 5 Trilyun dengan bank yang memiliki asset lebih dari 5 Trilyun. Jadi dapat dikatakan bahwa memang terdapat perbedaan kondisi financial distress dan non financial disterss terhadap model Altman. Kedua, untuk menganalisis variabel Altman yang dapat memprediksi kondisi financial distress dengan menggunakan tabel variabel Entered/Removed (Data diolah:87) dalam tabel ini hanya menyajikan variabel bebas yang dianalisis, yaitu variabel yang dapat digunakan untuk membedakan dua kategori yang ada, yaitu finacial distress dan non financial distress yang dipengaruhi oleh ebitta atau laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan total asset. Variabel yang dimasukan dalam analisis ini adalah 105 adalah variabel ebitta karena variabel ini memiliki angka F hitung (statistic) yang tertinggi yaitu 0,175. Ketiga, cara menghitung Bank yang mengalami financial distress dengan menggunakan Cut off (Data diolah:89-90) yang dihitung dengan menggunakan data dari function at group centroid, setelah itu dibandingkan antara nilai Z dengan cut off. Jika nilai Z lebih besar dari nilai Cut off maka bank tersebut dikategorikan non financial distress dalam hal ini Z > 0,0311 sebaliknya jika nilai Z lebih kecil dari nilai Cut off maka bank tersebut dikategorikan financial distress dalam hal ini Z < 0,0311. Adapun nama-nama bank yang mengalami financial distress antara lain: Century,Tbk, Niaga, Tbk, Agro Niaga, Tbk, dan UOB Buana, Tbk. Alasan Bank Century mengalmi kesulitan keuangan yang berakibat pada kebangkrutan antara lain: adanya keterlambat menyetorkan prefund (dana yang harus disetorkan ke BI sebelum kliring). Dalam peraturan dinyatakan bahwa setiap prefund harus disetorkan pukul 8.00 WIB. Kalau itu terlambat, maka kliring seluruhnya akan ditunda. (Kompas, Jumat, 14 November 2008) disamping itu, masalah lain adalah Bank Century dalam operasinya juga melakukan penjualan reksadana padahal bank ini tidak mempunyai perizinan untuk menjual Reksadana. Ketika di cek ke situs Bapepam, Bank Century tidak terdaftar sebagai APERD (Agen Penjual Efek Reksa Dana). Untuk mengurangi masalah dalam reksadana, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum nasabah melakukan pembelian reksadana diantaranya:1) Memeriksa apakah tempat kita membeli reksadana tersebut 106 terdaftar sebagai APERD (Agen Penjual Efek Reksadana). 2). Memeriksa apakah reksadana yang kita beli telah terdaftar dan memiliki izin dari Bapepam LK. 3). Ada baiknya juga mengkonfirmasi apakah orang yang menjual Reksadana kepada anda memiliki izin sebagai Wakil Perusahaan Efek ataupun Wakil Agen Penjual Efek Reksadana (WAPERD). 4.) Jangan lupa untuk : Baca, Baca dan Baca kembali prospektus reksadana yang diterima. Sementara itu, untuk bank lain dalam hal ini Niaga, Tbk, Agro Niaga, Tbk, dan UOB Buana, Tbk. Baru menunjukkan kesulitan keuanggan saja belum sampai kepada tahap kebangkrutan. B. Implikasi 1. Perusahaan Apabila perusahaan mengalami financial distress maka perusahaan akan menanggung biaya langsung atau menbayar fee akuntan dan pangacara, sedangkan pembayaran biaya tidak langsung adalah kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan. Sehinnga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan. 2. Investor Model finacial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga. 107 3. Akademisi Penilaian model finacial distress akan menggunakan rasio keuangan dapat dijadikan tambahan pengetahuan sehingga berikutnya dapat digunakan alternatif dan cara yang lebih tepat yang dapat dijadikan alat memprediksi kondisi financial distress baik perusahaan perbankan ataupun perusahaan lain. C. Keterbatasan 1. Sampel yang digunakan hanya terbatas pada sektor perbankan 2. Proksi financial distress hanya terbatas pada laba bersih. D. Saran 1. Dapat menggunakan ukuran lain laba bersih negatif untuk memproksikan kondisi financial distress 2. Sampel perusahaan dapat ditambah dengan kelompok industri lain selain sektor perbankan. 108 DAFTAR PUSTAKA Almilia, Luciana Spica dan Emanuel Kristijadi (2003). “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI) Vol. 7 No. 2, Desember 2003. STIE Perbanas Surabaya. Anggraini, Silvia, dan Toto Sugiharto.(2004). Analisis Zskore untuk menilai kinerja keuangan serta pengaruhnya terhadap harga saham perusahaan perdagangan di BEJ. Majalah Ekonomi dan Komputer No.3 Tahun XII. Antara News, Jum’at 14 Desember 2007. Ariafinanda, Ryan. Skripsi “Analisis penggunaan Model Altman untuk menilai kebangkrutan pada peerusahannan perbankan go public di BEJ”, Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, 2006. Araujo, Luis dan Raoul Minetti (2007). “ Financial Intermediaries As Market For Firm Assets”.The Economic Journal 117 October. 1380-1402. Devie.(2003) “Strategi keuangan matriks, alat bantu keputusan investasi dan pembiayaan”, Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 5 (1) Gilarso,T. “ Pengantar Ilmu Ekonomi Makro”, Kanisius, Jakarta, 2004 Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2007. Hanafi, Mamduh dan Abdul Halim, “Analisis Laporan Keuangan”, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta,2007. Harahap, Sofyan Safari. “Analisi Kritis atas Laporan Keuangan”. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Kasmir. “Manajemen Perbankan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Kompas, Jumat, 14 November 2008 Kusumaningrum,Andriani. (2003) “Rasio Keuangan sebagai Alat Bantu Analisa dan Perencanaan Keuangan Perusahaan”, jurnal Ilmiah, Sinus,Vol.1 No.1. 109 Putong, Iskandar. ” Economics (Pengantar Makro dan Mikro)”, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2008. Rahardja, Prathama. “ Pengantar Ilmu Ekonomi (makro dan mikro)”, FE UI, Jakarta, 2004. Rinaldy, Eddie. ” Membaca Neraca Bank”, Indonesia Legal center Publishing, Jakrata, 2008. Rodliyah, Siti. Skripsi “Penerapan Analisis Diskriminan Altman Untuk Memprediksi Tingkat Kebangkrutan (studi kasus pada perusahaan tekstil dan produk tekstil yang tercatat di BEJ)”. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara ( USU ). 2003 Rodoni, Ahmad. “ Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, CSES Press, Jakarta, 2006 Ruswandi, Bambang “Modul Praktikum Statistik Multivariate” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006 Sarwanih. Skripsi “Perbandingan model Altman dan Shumway dalam memprediksi jondisi defult (bangkrupty) suatu perusahaan”. Fakultas Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007. Siswar, Dana dan Neldy Soejara (2003). “Pengaruh Perubahan Kondisi Ekonomi Terhadap Kinerja Keuangan Dalam Bentuk Integrasi Rasio Model Altman (Suatu studi pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Jakarta)”. Jurnal Telaah & Riset Akuntansi Vol 1. No.2, Agustus 2003. Universitas Syah Kuala. Soekarno, Shinta, Anung Ralianto et al. “ Bangkitnya Perekonomian Asia Timur satu decade setelah krisis”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008. Staikouras, P.K ; Staikouras, P.K. & Agoraki, M.K. (2007). The Efffecy of Board Size and Composition on Europian Bank Performance, “Europian Journal Law Economics”, 23 : 1-27. Suliyanto. “ Analisis Data Pemasaran”, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005. Supranto, Johanes. “Analisis Multivariate Arti dan Interpretasi”, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Tambunan, Tulus. “ Perekonomian Indonesia beberapa masalah penting”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003. 110